Perubahan kapasitas tukar kation dan kadar fosfat tanah akibat perlakuan pupuk organik dalam sistem budi daya sayuran organik

PERUBAHAN KAPASITAS TUKAR KATION DAN KADAR
FOSFAT TANAH AKIBAT PERLAKUAN PUPUK ORGANIK
DALAM SISTEM BUDI DAYA SAYURAN ORGANIK

ETI SULASTRI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

ABSTRAK
ETI SULASTRI. Perubahan Kapasitas Tukar Kation dan Kadar Fosfat Tanah Akibat
Perlakuan Pupuk Organik dalam Sistem Budi Daya Sayuran Organik. Dibimbing oleh
DUDI TOHIR dan DIAH SETYORINI.
Budi daya pertanian organik perlu dikembangkan, demi mempertahankan
produktivitas dan kesuburan lahan pertanian dalam jangka panjang. Untuk kesuksesan
program ini, diperlukan informasi mengenai metode pemupukan yang tepat dan efisien.
Dalam penelitian ini, enam perlakuan pemupukan diamati kemampuannya dalam
meningkatkan parameter kimiawi mutu tanah, meliputi kapasitas tukar kation (KTK),

kadar fosfat tersedia, fosfat ekstrak HCl 25%, dan kalium ekstrak HCl 25%. Kationkation yang diikat oleh koloid tanah diekstraksi dengan larutan amonium asetat pH 7, dan
diukur kadarnya menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS). Ekstraksi lebih
lanjut dengan larutan NaCl 10% dilakukan untuk mendapatkan nilai KTK, yang diukur
menggunakan spektrofotometer ultraviolet tampak (UV-Vis). Kadar fosfat ekstrak Bray I
dan ekstrak HCl 25% diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis, sedangkan kalium
ekstrak HCl 25% diukur dengan AAS. Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa
perlakuan yang diberikan tidak menghasilkan perubahan yang nyata terhadap parameter
kimiawi mutu tanah. Dalam hal ini, faktor cuaca selama musim tanam sangat besar
pengaruhnya. Namun, jika dilihat secara keseluruhan, perlakuan pupuk kandang ayam
yang diperkaya dengan dolomit dan fosfat alam memberikan hasil terbaik.

ABSTRACT
ETI SULASTRI. Changes in Cation Exchange Capacity and Phosphate Concentration of
Soils Caused by Organic Fertilizers in Organic Vegetables Cultivation System.
Supervised by DUDI TOHIR and DIAH SETYORINI.
Organic farm cultivations should be developed to maintain productivity and fertility
of soil for an extended period of time. For the success of this program, we need
information regarding efficiency of fertilization method. Six fertilization treatments were
studied for their capabilities in increasing chemical parameters of soil quality, including
the cation exchange capacities (CEC), available phosphate contents as well as the

phosphate contents and potassium contents in 25% HCl extracts. Cations absorbed by soil
colloids were extracted by ammonium acetate (pH 7) and measured using atomic
absorption spectrophotometer (AAS). Subsequent extraction by 10% NaCl was aimed get
CEC values which was measured by spectrophotometer ultraviolet-visible (UV-Vis).
Phosphate contents in Bray I and 25% HCl extracts were also measured by AAS. Statistic
analysis showed that the treatment given did not change the soil quality parameters. In
this case, weather during planting season had significant in jeneral effect, treatment of
organic fertilizer (chicken feces) enriched with dolomite and natural phosphate gave the
best result.

PERUBAHAN KAPASITAS TUKAR KATION DAN KADAR
FOSFAT TANAH AKIBAT PERLAKUAN PUPUK ORGANIK
DALAM SISTEM BUDI DAYA SAYURAN ORGANIK

ETI SULASTRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Judul

: Perubahan Kapasitas Tukar Kation dan Kadar Fosfat Tanah Akibat Perlakuan
Pupuk Organik dalam Sistem Budi Daya Sayuran Organik

Nama : Eti Sulastri
NIM

: G01499016

Menyetujui,
Pembimbing I,


Pembimbing II,

Drs. Dudi Tohir, MS

Dr. Diah Setyorini
NIP 080 077 872

NIP 131 851 277

Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131 473 999

Tanggal lulus :

Untuk dua laki-laki tercintaku
Muhammad Abdul Hakam & Muhammad Miftahudin


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karunia-Nya
sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Mei 2005 di Kebun Permata Hati Farm, Desa Ciburial,
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat ini adalah Perubahan Kapasitas Tukar Kation dan
Kadar Fosfat Tanah Akibat Perlakuan Pupuk Organik pada Sistem Budi Daya Sayuran
Organik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dudi Tohir dan Ibu Diah Setyorini,
atas bimbingan dan masukannya selama penulis melaksanakan penelitian dan penulisan
skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Wiwik, Pak Ikhwan, Pak
Hamid, Pak Narya, Bu Isni, Rahma, Husnul, Diana, Cicih, dan seluruh staf Laboratorium
Balai Penelitian Tanah atas segala bantuannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Ayah, Ibu, Suami, dan Anakku tercinta, serta seluruh keluarga atas doa dan
cintanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2006


Eti Sulastri

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pelabuhan Ratu, pada tanggal 10 Agustus 1981 dari
pasangan Engkan Setiawandi dan Omi Suminar. Penulis merupakan putri kedua dari
empat bersaudara.
Penulis lulus SMU N 2 Cimahi pada tahun 1999 dan pada tahun yang sama lulus
seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Jurusan
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama kuliah Penulis aktif mengajar di Lembaga Bimbingan Belajar. Pada bulan
Juni 2004, Penulis melaksanakan praktik lapangan di Laboratorium Mikrobiologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.......................................................................................................

i

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................


ii

DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................

iii

PENDAHULUAN ......................................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Pertanian organik..................................................................................................
Pupuk organik.......................................................................................................
Tanah ....................................................................................................................
Derajat keasaman tanah (pH) ...............................................................................
Bentuk unsur hara makro dalam tanah .................................................................
Kapasitas tukar kation (KTK) ..............................................................................

1

2
2
2
2
3

BAHAN DAN METODE
Bahan dan alat ......................................................................................................
Metode..................................................................................................................

4
4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ion Kalium............................................................................................................
Ion Natrium ..........................................................................................................
Ion Magnesium.....................................................................................................
Ion Kalsium ..........................................................................................................
Kapasitas Tukar Kation ........................................................................................
Fosfat Tersedia Ekstrak Bray I .............................................................................

Fosfat Cadangan (Ekstrak HCl 25%) ...................................................................
Kalium Cadangan (Ekstrak HCl 25%) .................................................................

6
6
7
7
7
8
8
9

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan...............................................................................................................
Saran.....................................................................................................................

9
10

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................


10

LAMPIRAN................................................................................................................

12

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Susunan perlakuan pemupukan ............................................................................

4

2

pH tanah sebelum tanam dan sesudah panen........................................................

6


DAFTAR GAMBAR

Halaman
1

Mekanisme pertukaran kation oleh koloid tanah..................................................

3

2

Perubahan ion kalium tanah sebelum tanam dan sesudah panen .........................

6

3

Perubahan ion natrium tanah sebelum dan sesudah panen...................................

6

4

Perubahan ion magnesium tanah sebelum tanam dan sesudah panen ..................

7

5

Perubahan ion kalsium tanah sebelum tanam dan sesudah panen........................

7

6

Perubahan kapasitas tukar kation tanah sebelum tanam dan sesudah panen........

8

7

Perubahan konsentrasi P2O5 tanah sebelum tanam dan sesudah panen ................

8

8

Perubahan konsentrasi P2O5 cadangan (ekstrak HCl 25%) tanah
sebelum tanam dan sesudah panen ......................................................................

9

9

Perubahan K2O cadangan (ekstrak HCl 25%) sebelum tanam
dan sesudah panen ...............................................................................................

9

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Sketsa bedeng, kombinasi tanaman, dan jarak tanam ............................................

13

2 Susunan perlakuan dan dosis pupuk organik yang diberikan .................................

14

3 Diagram alir preparasi contoh tanah .......................................................................

15

4 Diagram alir penetapan kadar air ............................................................................

16

5 Diagram alir penetapan pH tanah............................................................................

17

6 Diagram alir penetapan Nilai Tukar Kation............................................................

18

7 Diagram alir penetapan KTK.......................…………….....…………..…….........

19

8 Diagram alir penetapan P Bray I.............................................................................

20

9 Diagram alir penetapan P2O5 dan K2O HCl 25 %...................................................

21

10 Konsentrasi K tanah (ekstrak amonium asetat)......................................................

22

11 Kadar Mg, Ca, P2O5, dan K2O pupuk organik.................................................. 22
12 Konsentrasi Na tanah (ekstrak amonium asetat)................................................... 22
13 Konsentrasi Ca tanah (ekstrak amonium asetat) ....................................................

23

14 Konsentrasi Mg tanah (ekstrak amonium asetat) ...................................................

23

15 Konsentrasi KTK tanah (ekstrak amonium asetat) ................................................

23

18 Konsentrasi P2O5 tanah (ekstrak Bray I)................................................................

23

17 Konsentrasi P2O5 tanah (ekstrak HCl 25%) ...........................................................

24

18 Konsentrasi K2O tanah (ekstrak HCl 25%) ...........................................................

24

19 Kadar air tanah sebelum tanam dan sesudah panen................................................

24

20 Hasil analisis statistika......................................... ..................................................

25

PENDAHULUAN
Pembangunan pertanian dapat dilakukan
melalui dua pendekatan, yaitu melalui budi
daya pertanian asupan tinggi dan asupan
rendah.
Pada
pendekatan
pertama,
digunakan asupan dari luar berupa pupuk
dan pestisida dalam jumlah besar.
Sebaliknya, pendekatan kedua
pada
praktiknya sangat mengandalkan asupan
rendah dari bahan alam dan bersifat in situ,
yang dapat didaur ulang dengan tujuan
menghasilkan produk pangan yang sehat,
aman dan bermutu, serta mempertahankan
produktivitas dan kesuburan lahan pertanian
dalam jangka panjang. Pendekatan yang
terakhir ini disebut budi daya pertanian
organik.
Di kalangan petani sendiri mulai muncul
kesadaran untuk menerapkan budi daya
pertanian organik, karena alasan lingkungan,
sosial ekonomi, kemandirian, dan kesehatan.
Akan tetapi belum ada penelitian
menyeluruh mengenai budi daya pertanian
organik yang efisien meliputi pengadaan
pupuk organik, teknologi pengelolaan hara,
pencegahan penyakit, dan pengolahan
pascapanen.
Hasil penelitian sebelumnya (Setyorini et
al. 2004) menunjukkan bahwa, pupuk
organik yang diaplikasikan kedalam tanah
secara tersendiri (tanpa dikombinasikan
dengan pupuk organik jenis lain atau bahan
pengkaya) memberikan hasil yang kurang
optimal dalam mempertahankan mutu tanah.
Di samping itu, ditemukan fakta bahwa tiap
jenis pupuk organik memiliki keunggulan
dan kelemahan yang berbeda, sehingga
cenderung
saling
melengkapi
jika
dikombinasikan. Oleh sebab itu, dalam
penelitian ini dilakukan pengamatan
terhadap kemampuan enam komposisi
campuran
pupuk
organik
dalam
mempertahankan
produktivitas
tanah.
Adapun sistem tanam yang gunakan adalah
sistem tumpang sari tomat dan selada.
Pengamatan dilakukan terhadap perubahan
kapasitas tukar kation dan kandungan fosfat
dalam tanah, karena kedua hal tersebut
merupakan parameter terpenting dari
kesuburan tanah. Merujuk hasil penelitian
sebelumnya, pemberian pupuk organik
diharapkan dapat meningkatkan parameter
yang diamati. Informasi ini berguna untuk
menentukan teknik pengolahan hara yang
tepat pada budi daya pertanian organik.

TINJAUAN PUSTAKA
Pertanian Organik
Pertanian organik menurut Standar
Nasional Indonesia (SNI) No. 01-67292002
didefinisikan
sebagai
sistem
manajemen
produksi
holistik
yang
meningkatkan
dan
mengembangkan
kesehatan
agroekosistem,
termasuk
keragaman hayati, siklus biologi, dan
aktivitas biologi tanah. Pertanian organik
menekankan penggunaan masukan (input)
setempat (lokal) yang dapat dicapai secara
kultural, biologis, dan mekanis, serta
menghindari penggunaan pupuk dan
pestisida sintetik. Pengelolaan produktivitas
lahan dilakukan melalui penerapan teknik
rotasi tanaman, pemanfaatan residu
tanaman, penggunaan pupuk kandang,
tanaman legum, pupuk hijau, limbah
organik dari luar kebun, serta pengolahan
mekanis.
Pertanian organik dilengkapi dengan
daerah pembatas untuk menandai daerah
penghasil produk pertanian organik dan
membantu melindungi daerah tersebut dari
bahan-bahan yang terlarang bagi pertanian
organik. Daerah pembatas ini ditanami
dengan tanaman pemecah angin (wind
breaker) atau tanaman yang bukan untuk
dipanen. Untuk melindungi tanaman dari
gangguan
hama,
digunakan
teknik
manipulasi habitat lainnya (seperti tumpang
sari, pemakaian tanaman penangkal, atau
penggunaan
pembatas).
Tanaman
penyangga berupa rumput di sekitar
bedengan, berperan sebagai pencegah erosi
hara tanah.
Tujuan pertanian organik menurut
IFOAM (2002) di antaranya adalah untuk
memproduksi makanan yang berkualitas
tinggi dalam jumlah yang cukup, serta
mengelola dan meningkatkan kelestarian
kesuburan tanah. Di samping itu, pertanian
organik juga bertujuan memperbaiki dan
mendukung keberlanjutan siklus biologis
dalam usaha tani dengan memanfaatkan
mikroba, flora, dan fauna tanah serta
tumbuhan dan tanaman. Pengurangan
segala
bentuk
polusi
tanah,
dan
dihasilkannya produk pertanian organik
yang mudah dirombak dari sumber yang

dapat didaur ulang, juga merupakan tujuan
lain dari pertanian organik.
Pupuk Organik
Pupuk adalah bahan yang diberikan
kepada tanaman baik langsung maupun
tidak
langsung,
untuk
mendorong
pertumbuhan
tanaman,
meningkatkan
produksi atau memperbaiki mutu produksi
sebagai akibat perbaikan nutrisi tanaman
(Fick 1982, dalam Leiwakabessy & Sutandi
2004). Pupuk organik merupakan pupuk
yang berasal dari bahan organik (hewani
dan nabati). Penggunaan pupuk organik
bertujuan menggantikan peran pupuk
sintetik
yang
dapat
menyebabkan
pencemaran tanah. Di samping itu, pupuk
organik juga berfungsi memperbaiki sifat
fisik dan biologi tanah. Jenis-jenis pupuk
organik ialah pupuk kotoran hewan dan
manusia, pupuk kompos, dan pupuk segar
atau hijauan tanaman.
Tithonia (Kirinyu) merupakan contoh
tanaman yang dapat digunakan sebagai
bahan pupuk organik. Kompos yang dibuat
dari tanaman ini mengandung hara N dan K
yang tinggi, serta berbagai asam pengkelat
Ca, Fe, dan Al, sehingga mampu
mengurangi keracunan Al dan Fe dan
meningkatkan pelepasan fosforus (Hakim
2005).

kelompok tanah Andisol. Tanah kelompok
ini berasal dari bahan vulkanis yang
bersifat amorf dan telah mengalami
pelapukan serta transformasi, terletak di
daerah dengan ketinggian lebih dari 3000
meter di atas muka laut dan bercurah hujan
tinggi. Ciri khas tanah Andisol di antaranya
adalah berwarna hitam sampai cokelat tua,
remah, kandungan bahan organiknya tinggi,
dan licin bila dipirid (Hardjowigeno 1993).
Derajat Keasaman Tanah (pH)
Istilah pH merupakan pengenal yang
lazim untuk menggambarkan derajat
keasaman tanah. Tanah mineral memiliki
kisaran pH antara 3.5 dan 10.0 atau lebih.
Sementara itu, tanah gambut dapat memiliki
nilai pH antara 3.0 dan 4.0, sebaliknya
tanah alkalin dapat menunjukkan pH lebih
dari 11.0.
Keasaman tanah dapat mempengaruhi
penyerapan unsur hara dan pertumbuhan
tanaman melalui pengaruh langsung ion
hidrogen, atau pengaruh tidak langsung,
yaitu pengaruhnya terhadap ketersediaan
unsur hara dan keberadaan unsur-unsur yang
beracun, seperti Al3+ (Soepardi 1989).
Beberapa unsur hara fungsional berkurang
bila pH dinaikkan dari 5.0 menjadi 7.5 atau
8.0, contohnya besi, mangan, dan zink.
Molibdenum berkurang ketersediaannya bila
pH diturunkan.

Tanah
Bentuk Unsur Hara Makro Dalam Tanah
Secara edafologi tanah dapat diartikan
sebagai tubuh alam, diwujudkan dalam
bentuk penampang dari berbagai campuran
hasil hancuran mineral dan bahan organik
yang menyelimuti bumi dan menyediakan
udara dan air, tunjangan mekanik, dan hara
bagi tumbuhan (Hardjowigeno 1993).
Sedangkan mutu tanah didefinisikan
sebagai
kemampuan
tanah
untuk
menujukkan fungsi kritisnya sebagai tempat
utama bagi pertumbuhan tanaman, serta
kemampuannya dalam mempertahankan
produktivitas
tanaman
dan kualitas
lingkungan, juga dalam
menyediakan
lingkungan yang sehat bagi tanaman, hewan
dan manusia (Mitchell et al. 2000, dalam
Setyorini et al. 2004).
Sistem klasifikasi tanah di Pusat
Penelitian Tanah Bogor didasarkan pada
sistem Soil Taxonomy United State
Department of Agriculture (USDA).
Mengacu pada sistem tersebut, tanah
pertanian Permata Hati Farm termasuk

Pada umumnya unsur-unsur hara dalam
tanah dijumpai sebagai senyawa kompleks
yang sukar larut atau sebagai bentuk
sederhana yang larut dalam air dan mudah
tersedia bagi tanaman. Karena proses kimia
dan biokimia, hara dalam tanah secara
dinamis dapat berubah dari bentuk kompleks
kebentuk sederhana atau sebaliknya. Bentuk
yang sederhana dan larut dalam air
cenderung hilang melalui pencucian atau
diserap oleh mikroorganisme dan tanaman.
Akibatnya sebagian besar unsur makro
dalam tanah dijumpai dalam bentuk
kompleks. Kemampuan tanah untuk
menyediakan unsur
hara tidak hanya
bergantung pada jumlah unsur yang ada,
tetapi juga ditentukan oleh kecepatan
perubahan unsur tersebut dari bentuk
kompleks ke bentuk yang tersedia
(Hardjowigeno 1983) .
Hampir seluruh dari jumlah fosfat dalam
tanah berada dalam bentuk kompleks. Fosfat

organik, melalui proses pelapukan, berubah
menjadi bentuk sederhana yang dapat
diserap oleh tanaman. Akan tetapi, proses ini
tidak mudah terjadi.
Sebagian ion kalsium (Ca2+) dan hampir
seluruh ion kalium (K+) dijumpai dalam
tanah sebagai mineral kompleks yang sukar
diserap oleh tanaman. Sementara itu, Ca2+
dalam bentuk tersedia bagi tanaman tidak
tahan terhadap pengaruh air yang
mengandung karbon dioksida atau asam
yang dapat
lainnya. Jumlah K+
dipertukarkan (dapat diserap oleh tanaman)
tidak lebih dari 1% dari jumlah kalium yang
ada, dan mudah tidaknya ion kalium
dibebaskan bergantung pada jenis mineral
kompleks serta tingkat hancurannya. Ion
kalium yang dibebaskan dapat diserap oleh
tanaman, tererosi bersama partikel tanah,
atau dijerap oleh koloid tanah yang
bermuatan negatif.
Sebagian kecil ion kalium dan sebagian
besar ion kalsium, serta ion lain seperti Mg2+
dan Na+ dalam tanah terjerap pada
permukaan koloid tanah. Kompleks koloidal
dari tanah juga mengandung kation-kation
lain yang dapat dipertukarkan, di samping
K+ dan Ca2+, yaitu Mg2+, Na+, dan Al3+.
Kation-kation tersebut dilepaskan ke dalam
larutan tanah melalui reaksi pertukaran
kation yang ditunjukkan pada gambar 1.
Na
Na
Ca

+ H2O

Na
Na
H
H

+ Ca2+ + OH-

Gambar 1 Mekanisme pertukaran
kation oleh partikel koloid tanah
(Hardjowige-no 1993)
Ion magnesium (Mg2+) diikat dalam tanah
melalui mekanisme yang sama dengan
Kompleks
proses
pengikatan
Ca2+.
magnesium dapat berubah menjadi bentuk
tersedia melalui proses penghancuran
mineral yang mengandung unsur tersebut.
Natrium (Na+) dalam tanah biasanya
terdapat dalam bentuk garam. Misalnya
garam Na2SO4 dan NaCl. Di daerah kering
mungkin akan dijumpai dalam jumlah yang
banyak, demikian pula di daerah yang
dipengaruhi air laut.
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kemampuan koloid tanah dalam
menjerap unsur hara dapat ditentukan

dengan mudah. Unsur hara yang terjerap
ditukar oleh barium atau amonium. Jumlah
barium atau amonium terukur akan
sebanding dengan jumlah kation yang
dijerap oleh koloid tanah. Umumnya
penetapan ini dilakukan pada pH 7 atau
lebih. Dengan demikian, nilai KTK yang
didapat akan mewakili sebagian besar
muatan bergantung pH yang juga
merupakan muatan permanen (Buckman &
Brady,1969).
KTK secara umum dapat memberikan
gambaran tentang banyaknya kation tanah
dalam bentuk tersedia yang dapat
dimanfaatkan oleh tanaman maupun
mikroorganisme. Kation-kation memasuki
larutan tanah, kemudian diserap oleh akar
dan organisme tanah atau hilang akibat
pencucian.
Satuan yang dipakai dalam reaksi
kapasitas tukar kation adalah miliekuivalen.
Satu miliekuivalen sama dengan satu
miligram ion hidrogen atau sejumlah ion
lain
yang
dapat
bergabung
atau
menggantikan ion yang sedang diukur.
Sebagai contohnya, bila liat mempunyai
nilai KTK 1 miliekuivalen tiap 100 gram
(1me/100 gram), maka liat tersebut dapat
menjerap 1 mg hidrogen tiap 100 gram
bahan. Satu ekuivalen hidrogen dalam 100
gram sama dengan 10 ppm. Dengan
demikian, tanah tersebut memiliki 20 kg ion
hidrogen tiap hektar.
Tan (1991) menjelaskan, faktor yang
memengaruhi KTK salah satunya adalah
tekstur tanah. Makin halus tekstur tanah,
makin tinggi KTK-nya. Sebagai contohnya,
tanah pasir dan lempung berpasir
mengandung
sedikit
liat
koloid,
kemungkinan miskin bahan organik
(humus), sehingga nilai KTK-nya rendah.
Sebaliknya
tanah
bertekstur
halus
mengandung lebih banyak liat, lebih banyak
humus, dan memiliki nilai KTK yang
tinggi.
Kejenuhan kation dalam larutan tanah
dan serapan hara oleh tanaman juga besar
pengaruhnya terhadap KTK. Bila persentase
kejenuhan suatu unsur dalam tanah tinggi,
maka pergantian (pertukaran) kation unsur
tersebut relatif sangat mudah. Demikian pula
pengaruh keberadaan ion-ion lain. Misalnya
terdapat dua jenis tanah, keduanya
mengandung kalsium, tanah pertama
mengandung ion hidrogen dalam jumlah
banyak,
sedangkan
tanah
kedua
mengandung ion natrium. Karena pada tanah
pertama ion hidrogen diikat lebih kuat dari

pada ion kalsium, sedangkan pada tanah
kedua ion kalsium diikat oleh kompleks
jerapan lebih kuat dari pada ion natrium,
maka dapat diramalkan larutan tanah
pertama memiliki kadar kalsium lebih tinggi
dibandingkan
dengan
tanah
kedua.
Sementara jenis liat penyusun tanah akan
menentukan mudah tidaknya suatu kation
digantikan dari permukaan kompleks
jerapan.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan antara lain
contoh tanah mineral dari Permata Hati
Farm, kompos pupuk kandang (pukan)
kambing, kompos pukan ayam, sekam,
kompos thitonia, kompos pukan kambing
diperkaya dengan dolomit dan fosfat alam,
kompos pukan ayam diperkaya dengan
dolomit dan fosfat alam, pupuk hijau
thitonia, bibit tomat, bibit selada, larutan
ammonium asetat pH 7, etanol 96%, larutan
LaCl3 2.5%, larutan natrium hipoklorit
(NaOCl) 5%, larutan standar K+ 100 ppm,
larutan Ca2+ 100 ppm, Na+ 100 ppm, dan
Mg2+ 100 ppm, larutan buffer tartarat,
larutan natrium fenat, larutan NaCl 10%,
larutan HCl 4N, larutan standar NH4+ 20
ppm, larutan standar ion fosfat 20 ppm,
pengekstrak Bray dan Kurtz I (larutan 0,025
N HCl + 0,025 N NH4F), asam askorbat,
pereaksi fosfat pekat, dan akuades.
Alat-alat yang digunakan di antaranya
alat-alat kaca, botol kocok, mesin pengocok,
saringan, sentrifus, pH meter, oven,
spektrofotometer serapan atom (AAS)
Varian®, dan spektrofotometer ultraviolet
tampak (UV-Vis) Hitachi®.
Metode
Pemilihan lokasi pecobaan didasarkan
pada kriteria SNI 01-6729-2002 (Sistem
Pangan Organik), yaitu lahan yang terbebas
dari bahan agrokomia (pupuk kimia buatan
dan pestisida), atau baru dibuka. Untuk
meningkatkan kesuburan tanah, tanah
terlebih dahulu ditanami tanaman penutup,
yaitu Mucuna sp. Setelah Mucuna menutup
lahan, Mucuna dipanen, dipotong-potong,
dan dibenamkan ke dalam tanah. Setelah

didiamkan selama tiga bulan, tahapan
selanjutnya adalah memupuk dan menanam
sayuran secara tumpang sari, dengan
kombinasi tomat dan selada (Lampiran 1).
Percobaan ini menggunakan enam
perlakuan pemupukan (Tabel 1). Masingmasing tiga ulangan, sehingga terdapat 18
contoh tanah. Setiap perlakuan merupakan
kombinasi dari berbagai jenis pupuk organik
dengan takaran tertentu (dosis tiap
komponen pupuk tercantum pada Lampiran
2). Hal ini didasari oleh hasil penelitian
sebelumnya, bahwa tiap pupuk organik
memiliki kelebihan dan kekurangan
tersendiri mengenai kandungan haranya
(Setyorini et al. 2004). Contoh tanah
dianalisis pada dua keadaan, yaitu sebelum
ditanami dan sesudah panen (3 bulan). Data
yang dihasilkan diolah dengan metode
rancang acak lengkap (RAL), menggunakan
perangkat statistik Mann Withney Test.
Tabel 1 Susunan perlakuan pemupukan
Kode
perlakuan
1
2
3
4
5

6

Jenis pupuk
Kompos pupuk kandang kambing +
sekam + kompos Thitonia
Kompos pupuk kandang ayam + sekam +
kompos Thitonia
Kompos (pupuk kandang kambing +
dolomit + fosfat alam)
Kompos (pupuk kandang ayam +
dolomit + fosfat alam)
Kompos (pupuk kandang kambing +
dolomit+ fosfat alam )+ pupuk hijau
Thitonia
Kontrol petani
(Kompos pupuk kandang ayam)

Penyiapan contoh
Contoh tanah diambil secara komposit
pada kedalaman 0–20 cm dari beberapa
subcontoh tanah. Contoh tanah komposit
yang akan dianalisis terlebih dahulu
dikering- udarakan selama 3 hari. Setelah
itu, contoh tanah dihaluskan dan diayak
sehingga didapatkan ukuran 1 mm dan 2
mm. Tanah disimpan untuk analisis
(Lampiran 3).
Penentuan kadar air
Kadar air kering oven ditentukan dengan
cara sebagai berikut: 1 g tanah yang telah
kering udara ditimbang lalu dimasukkan
dalam oven selama 24 jam pada suhu 105ºC.
Setelah itu, tanah ditimbang dan dihitung
kadar airnya (Lampiran 4).
Penetapan pH tanah
Tanah yang telah dikeringudarakan
ditimbang sebanyak 10 g, kemudian

dimasukkan
kedalam
botol
kocok,
ditambahkan 25 ml air bebas ion dan
dikocok selama 30 menit. Suspensi tanah
diukur dengan pH meter terkalibrasi, nilai
yang terukur merupakan nilai pH aktual (pH
H2O). Setelah itu ke dalam botol
ditambahkan KCl sebanyak 0.316 gram,
dikocok lagi selama 30 menit dan diukur
dengan pH meter terkalibrasi, didapat nilai
pH potensial
(pH KCl). Diagram alir
penetapan pH tercantum pada Lampiran 5.
Penetapan nilai tukar kation (NTK)
Langkah-langkah penetapan NTK dapat
dilihat pada Lampiran 6. Contoh tanah
ditimbang sebanyak 1 gram ke dalam botol
kocok, ditambah dengan 20 ml larutan
amonium asetat pH 7, dan dikocok selama
30 menit. Kemudian disentrifus, dan
filtratnya disaring sehingga didapat ekstrak
larutan tanah, untuk diukur NTK-nya.
Endapan yang ada digunakan untuk analisis
KTK.
Langkah selanjutnya adalah pengukuran
NTK. Ekstrak yang didapat, diambil 1 ml ke
dalam tabung reaksi lalu ditambah dengan 9
ml akuades. Pada saat yang sama, dibuat
juga deret standar dengan cara : ke dalam 6
buah tabung reaksi dipipet standar campuran
20 ppm sebanyak 0, 4, 8, 12, 16, dan 20 ml.
Kemudian diencerkan dengan larutan
pengekstrak (amonium asetat pH 7) sampai
volume 20 ml. Adapun komposisi larutan
standar campuran adalah 20 ppm ion K+, 20
ppm ion Ca2+, 10 ppm ion Na+, dan 5 ppm
ion Mg2+. Selanjutnya setiap larutan dalam
tabung reaksi di ukur absorbansnya
menggunakan AAS, setelah terlebih dahulu
ditambahkan dengan 2 ml larutan lantanida
25% dan di vorteks. Pengukuran dimulai
dari larutan standar dengan konsentrasi
terkecil.
Penetapan KTK
Sebagaimana tercantum pada Lampiran
7, untuk penetapan KTK, endapan yang
didapat dari pengerjaan NTK, ditambah
dengan 20 ml etanol 96%, dikocok selama
15 menit, dan disentrifus. Supernatan yang
didapat dibuang. Pencucian ini dilakukan
sebanyak dua kali. Selanjutnya ditambahkan
20 ml larutan NaCl 10%, dikocok selama 30
menit, disentrifus, dan disaring, sehingga
didapat ekstrak untuk uji KTK.
Pengukuran KTK didasari oleh kadar ion
amonium (ion penukar) dalam ekstrak.
Sebanyak 0.1 ml ekstrak dipipet ke dalam
tabung reaksi, diencerkan dengan akuades

sebanyak 0.9 ml, lalu ditambah dengan 2 ml
larutan buffer tartarat (pereaksi I) dan
divorteks. Setelah itu ditambahkan 2 ml
larutan natrium fenat (pereaksi II) dan
divorteks kembali. Terakhir ditambahkan 1
ml larutan natrium hipoklorit (pereaksi III),
campuran divorteks dan didiamkan 15
menit sebelum diukur absorbansnya
menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Pengukuran dilengkapi dengan deret standar
larutan ion amonium dengan konsentrasi 0,
2, 4, 8, 12, 16, dan 20 ppm dalam NaCl
10%.
Penetapan fosfat tersedia ekstrak Bray I
Diagram penetapan kadar fosfat tersedia
ekstrak Bray I dapat dilihat pada Lampiran
8. Sebanyak 2 gram contoh tanah
dimasukkan ke dalam botol kocok,
kemudian ditambahkan 20 ml larutan
pengekstrak Bray I. Botol dikocok selama 5
menit, selanjutnya disaring. Filtrat yang
didapat digunakan untuk uji kadar fosfat
tersedia.
Sebelum melanjutkan kepengukuran,
terlebih dahulu dilakukan pembuatan
pereaksi pewarna fosfat. Sebanyak 1.06
gram asam askorbat, dilarutkan dengan 100
ml pereaksi fosfat pekat, dan dijadikan satu
liter dengan menambahkan akuades.
Pereaksi ini harus selalu dibuat baru.
Masing-masing ekstrak dipipet sebanyak
1 ml ke dalam tabung reaksi, ditambah
dengan 5 ml pereaksi pewarna fosfat, lalu
divorteks. Tiga puluh menit kemudian
absorbansnya
diukur
menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 693 nm. Pengukuran dilengkapi
dengan deret standar
larutan PO4
konsentrasi 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm
dalam larutan pengekstrak Bray I.
Penetapan fosfat dan kalium (ekstrak
HCl 25%)
Dua gram contoh tanah ditimbang ke
dalam botol kocok, selanjutnya ditambahkan
10 ml larutan HCl 25% dan dikocok selama
5 jam, lalu disaring. Filtrat yang dihasilkan
diambil sebanyak 1 ml ke dalam tabung
reaksi, diencerkan dengan 9 ml akuades,
kemudian
diukur
kadar
kaliumnya
menggunakan AAS. Perhitungan didasarkan
pada deret standar. Sisa filtrat yang ada
diambil sebanyak 0.5 ml dan ditambah 9.5
ml akuades (diencerkan sepuluh kali). Hasil
pengenceran tersebut diambil 1 ml ke dalam
tabung reaksi, ditambah dengan 5 ml
pereaksi fosfat, dan divorteks. Intensitas

HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut hasil penelitian sebelumnya
(Setyorini et al. 2004), kesuburan tanah awal
lahan pertanian di Permata Hati Farm
tergolong cukup subur, dengan nilai pH H2O
4,46 dan pH KCl 4.21. Kadar P2O5 dan K2O
dalam ekstrak HCl 25% berturut-turut
sebesar 9 mg/100 g dan 11 mg/100g, nilai
ini tergolong rendah. Sementara itu, kadar
fosfat tersedianya cukup tinggi, yaitu 13
ppm (1.3 mg/100 g). NTK Ca2+, Mg2+, K+,
masing-masing sebesar 4.57
dan Na+
me/100g, 1.69 me/100g, 0.12 me/100g, dan
0.13 me/100g, semua nilai termasuk ke
dalam kisaran sedang. KTK yang dimiliki
sangat tinggi, yaitu sebesar 44.12 me/100g.
pH merupakan salah satu faktor yang
sangat memengaruhi keberadaan unsur hara
dalam tanah. Perubahan dari bentuk tidak
tersedia menjadi bentuk tersedia salah
satunya melalui reaksi kimia yang
dipengaruhi oleh pH tanah.
Tabel 2 menjelaskan kondisi keasaman
tanah pertanian di Permata Hati Farm
sebelum tanam dan sesudah panen. Secara
keseluruhan, keasaman relatif konstan,
meskipun terjadi sedikit penurunan pH
potensial (pH KCl) pada beberapa
perlakuan. Keadaan ini disebabkan tanah
memiliki kemampuan penyanggga yang
baik, sehingga perubahan pH sangat besar
pada waktu singkat tidak terjadi, sementara
untuk tanah mineral yang dikerjakan pH
cenderung mengalami sedikit penurunan
akibat aktivitas mikroorganisme tanah
(Buckman & Brady 1969).
Tabel 2 pH tanah sebelum tanam
dan sesudah panen
Perlakuan
I
II
III
IV
V
VI

pH H2O
sebelum
sesudah
5.6
5.6
5.7
5.6
5.8
5.7
5.8
5.7
5.9
5.9
5.6
5.6

pH KCl
sebelum sesudah
4.9
4.6
4.9
4.3
4.7
4.7
5.0
4.9
5.1
4.9
5.2
5.2

dan 6. Sementara pada perlakuan 3 dan 4,
terjadi sebaliknya (Gambar 1).
Konsentrasi K (me/100 g)

warna biru yang terbentuk setelah 30 menit
diukur menggunakan spektrofotometer UVVis (Lampiran 9).

0.2
0.15
0.1
0.05
0
1

2

3

4

5

6

Perlakuan
K Sebelum tanam

K Sesudah panen

Gambar 2 Perubahan ion
kalium tanah sebelum tanam
dan sesudah panen
Data lengkap kadar kalium ekstrak
amonium asetat untuk keenam perlakuan
pemupukan dapat dilihat pada Lampiran 10.
Peningkatan ion kalium pada perlakuan 1
dan 2, selain berasal dari pupuk kandang dan
mineral alami tanah, juga berasal dari abu
sekam yang diketahui sebagai sumber
kalium dan pencegah drainase. tetapi
menurut analisis statistika kenaikan ini tidak
signifikan. Perlakuan 5 dan 6 menunjukkan
adanya kenaikan yang lebih besar dibanding
perlakuan 1 dan 2, pertambahan ini berasal
dari pupuk hijau Tithonia, dan pupuk
kandang ayam, karena di antara 6 jenis
kompos yang digunakan, kompos pukan
ayam memiliki kadar kalium tertinggi
(Lampiran 11). Hal ini disebabkan pukan
ayam yang digunakan sebagai bahan pupuk
organik, mengandung sekam dalam jumlah
cukup besar.
Perubahan konsentrasi ion kalium pada
perlakuan 3 dan 4 tidak berbeda nyata secara
statistika, tapi terjadi sedikit penurunan
secara
kuantitatif. Hal ini disebabkan
perlakuan 3 dan 4 tidak melibatkan abu
sekam ataupun kompos Tithonia. Kedua
bahan tersebut dapat berperan sebagai
pencegah erosi, sementara semasa musim
tanam curah hujan di Permata Hati Farm
cukup tinggi. Disamping itu, kalium tersedia
juga bisa menurun kadarnya karena diikat
kuat dan dijadikan bagian dari mineral
tanah oleh koloid tanah yang amorf (Foth,
1988).
Ion Natrium

Ion Kalium
Hasil uji kuantitatif menunjukkan adanya
kenaikan ion kalium pada perlakuan 1, 2, 5,

Kadar natrium tersedia (Na+)
sebelum tanam dan sesudah panen disajikan
pada Lampiran 12. Secara kuantitatif terjadi
penurunan kadar Na+ pada semua perlakuan,

0.08
0.06
0.04

K o n s e n tra s i M g
(m e /1 0 0 g )

Konsentrasi Na
(me/100 g)

kecuali perlakuan 4. Penurunan paling besar
terjadi pada perlakuan 3 (Gambar 2).

2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00

0.02

1

2

0
1

2

3

4

5

3

4

5

6

Perlakuan

6

Perlakuan
Na Sebelum tanam

Na Sesudah panen

Mg Sebelum tanam

Gambar 4
Perubahan ion
magnesium tanah sebelum
tanam dan sesudah panen

Gambar 3 Perubahan ion
natrium tanah sebelum dan
sesudah panen

Ion Magnesium
Magnesium tersedia (Mg2+) termasuk
golongan hara makro yang dibutuhkan
tumbuhan, salah satunya untuk pembentukan
dan kesehatan daun (Trisnawati dan
Setiawan, 1993). Sayuran berdaun hijau,
membutuhkan magnesium dalam jumlah
yang lebih banyak, karena magnesium
merupakan salah satu senyawa yang
dibutuhkan dalam pembentukkan zat hijau
daun.
Grafik pada Gambar 3 menunjukkan
pemberian
pupuk
organik
tidak
menghasilkan peningkatan kadar Mg2+ yang
nyata secara statistika, namun secara
kuantitatif
terjadi kenaikan konsentrasi
Mg2+ pada perlakuan 1, 2, 3, dan 4.
Sedangkan pada perlakuan 5, dan 6, kadar
Mg2+ justru menurun. Mg2+ hilang dari
larutan tanah akibat diserap tanaman, diikat
erat oleh koloid tanah, atau terbawa arus
pencucian. Kadar Mg2+ sebelum tanam dan
sesudah panen disajikan pada Lampiran 13.

Ion Kalsium
Gambar
4
menunjukkan,
secara
kuantitatif pemupukan organik mampu
meningkatkan kadar kalsium tersedia (Ca2+)
dalam tanah. Peningkatan cukup besar
dialami tanah dengan perlakuan 5 dan 6,
sekalipun secara statistika keadaan ini tidak
berbeda nyata. Kadar kalsium tersedia
sebelum tanam dan sesudah panen untuk
keenam perlakuan tercantum pada Lampiran
14.
K o n s e n tra s i C a
(m e /1 0 0 g )

Pada tanah pH rendah, konsentrasi
natrium cenderung rendah (Buckman &
Brady 1969). Sementara itu curah hujan
yang tinggi dapat menyebabkan natrium
hilang dari tanah. Selain itu sifat dari tanah
Andisol sendiri yaitu berbentuk remah,
mempermudah proses hilangnya unsur hara
termasuk natrium, akibat pencucian.
Struktur tanah seperti ini, memungkinkan
tanah berperan sebagai saringan, artinya
ketika hujan turun air akan dilewatkan
kebagian bawah, berikut unsur-unsur hara
tanahnya.

Mg Sesudah panen

15.00
10.00
5.00
0.00
1

2

3

4

5

6

Perlakuan
Ca Sebelum tanam

Ca Sesudah panen

Gambar 5 Perubahan ion
kalsium tanah sebelum tanam
dan setelah panen
Dolomit dan fosfat alam merupakan
sumber kalsium yang terdapat pada pupuk
organik dan tanah alami, biasanya sebagian
besar kalsium terdapat
dalam bentuk
mineral tak larut. Mudah tidaknya Ca2+
dibebaskan
tergantung
pada
tingkat
hancuran mineralnya. Ca2+ yang dibebaskan
dalam bentuk sederhana dan larut dalam air
akan dijerap oleh koloid tanah. Peristiwa
lepasnya ion kalsium dari koloid tanah,
kemudian hilang bersama pencucian
berlangsung cepat. Akibatnya kalsium dalam
bentuk tersedia bagi tanaman sedikit

KTK (me/100 g)

jumlahnya. Selain berperan sebagai hara
bagi tanaman, kalsium juga berperan dalam
menjaga kestabilan pH tanah, jika
kekurangan kalsium tanah cenderung
menjadi asam (Cresser at al. 1993).

60.00
40.00
20.00
0.00
1

2

Kapasitas Tukar Kation
KTK Sebelum tanam

KTK menyatakan jumlah kation yang
dapat dipertukarkan oleh koloid tanah.
Kation-kation yang dimaksud adalah Ca2+,
Mg2+, K+, Na+, NH4+, H+, dan Al3+,
semuanya itu merupakan unsur hara yang
dibutuhkan tanaman. Nilai KTK berbeda
untuk setiap jenis tanah. Tanah Permata Hati
Farm tergolong jenis tanah Andisol dengan
tekstur lempung liat berdebu, tanah
golongan ini biasanya memiliki nilai KTK
yang besar (Soepardi 1983). KTK tanah juga
tergantung pada jumlah koloid tanah
bermuatan negatif. Jika koloid tanah
bermuatan negatif sedikit, maka kationkation tanah yang dijerap akan sedikit juga,
sisanya dibiarkan dalam larutan tanah
sehingga mudah tercuci dari tanah.
Pengukuran KTK dilakukan dengan
amonium asetat yang disangga pada pH 7.
Tanah-tanah dengan pH kurang dari 7,
pengukuran dengan metode ini akan
menghasilkan nilai KTK yang lebih besar
dari nilai sebenarnya, dan untuk tanah
dengan pH lebih besar dari 7 akan didapat
nilai KTK yang lebih rendah dari aslinya
(Hardjowigeno 1989). Karena tanah
pertanian Permata Hati Farm memiliki
kisaran pH dibawah 7, maka dapat
dipastikan nilai KTK sebenarnya lebih
rendah dari yang terukur. Nilai KTK tanah
pertanian Permata Hati Farm sebelum tanam
dan sesudah panen, dapat dilihat pada
Lampiran 15.
Sebelum tanam, KTK tanah Permata
Hati menempati kisaran sedang sampai
sangat tinggi (Gambar 6). Setelah panen
terjadi penurunan yang cukup besar untuk
semua perlakuan. Sebenarnya pemupukan
yang dilakukan memberikan tambahan hara
bagi tanah, tetapi hara tersebut banyak
diserap tanaman serta tercuci akibat curah
hujan yang tinggi.

3

4

5

6

Perlakuan
KTK Sesudah panen

Gambar 6 Perubahan kapasitas
tukar kation tanah
Fosfat Tersedia Ekstrak Bray I
Masalah fosfat yang paling utama
adalah, terfiksasi oleh koloid liat yang amorf
pada tanah Andisol, sehingga hanya sedikit
yang tersedia bagi tanaman, nisbahnya
hanya 7:1 (Soepardi 1983). Hal itulah yang
menyebabkan kadar fosfat tersedia dalam
tanah sebelum tanam sangat rendah
(Lampiran 16).
Sumber fosfat tersedia yang paling
utama berasal dari pemupukan dan fosfat
cadangan dalam tanah. Cuaca hujan dan
panas silih berganti, mempercepat proses
pelapukan, sehingga laju perubahan fosfat
cadangan
menjadi
bentuk
tersedia
meningkat.
Fosfat tersedia dalam tanah memiliki
beberapa bentuk tergantung pH. Pada
kondisi keasaman tinggi mayoritas dalam
jika keasaman sedang
bentuk H2PO4-,
biasanya fosfat tersedia sebagai senyawa
HPO42-, dan pada kondisi keasaman rendah
yang
dominan
bentuk
PO43-lah
(Hardjowigeno 2003).
Gambar 7 menunjukkan, setelah panen
terjadi kenaikan kadar fosfat tersedia cukup
tinggi pada semua perlakuan, tapi hasil uji
statistika menyatakan kenaikan ini tidak
berbeda nyata. Artinya, pupuk organik yang
diberikan
bekerja
efektif
dalam
meningkatkan kadar fosfat dalam tanah.
Secara kuantitatif dapat dilihat, perlakuan 4
memberikan kenaikan kadar fosfat tersedia
paling besar.

15
10
5
0
1

2

3

4

5

6

Perlakuan
P2O5 Sebelum tanam

P2O5 Sesudah panen

konsentrasi P2O5
(mg/100 g)

K ons e ntra s i P 2O 5 (ppm )

Akan tetapi, hasil uji statistika menyatakan
tidak terjadi perubahan kadar fosfat
cadangan yang signifikan pada semua
perlakuan.

20

150
100
50
0
1

2

3

4

5

6

Perlakuan

Gambar 7 Perubahan konsentrasi P2O5 tanah
sebelum tanam dan sesudah panen
Kemasaman tanah sangat mempengaruhi
kadar fosfat tersedia dalam tanah. Pada
tanah mineral, jika pH rendah konsentrasi
besi, alumunium, dan mangan dalam larutan
tanah akan meningkat, selanjutnya logam
tersebut akan bereaksi dengan H2PO4membentuk kompleks tidak larut, akibatnya
kadar fosfat tersedia bagi tanaman menurun.
Sedangkan jika tanah mineral memiliki
derajat kemasaman yang rendah (pH tinggi),
pengendapan fosfat terutama disebabkan
oleh kalsium. Karena pada kondisi ini
biasanya
jumlah
kalsium
karbonat
melimpah, fosfat tersedia akan bereaksi
dengan ion kalsium dan garam kalsium
karbonat membentuk garam kalsium fosfat
yang bersifat sukar larut. Jika keadaannya
mendukung, garam kalsium fosfat ini dapat
berubah menjadi bentuk yang tidak larut
sama sekali. Misalnya bentuk senyawa
hidroksi-, oksi-, karbonat-, atau fluoroapatit.
Fakta
tersebut
menjelaskan
bahwa
ketersediaan fosfat maksimum pada pH
sekitar netral yaitu 5.5 sampai 7.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,
tanah pertanian Permata Hati Farm memiliki
pH yang relatif konstan yaitu 5.5 sampai
6.5, sehingga ketersediaan fosfat optimum.
Fosfat Cadangan (Ekstrak HCl 25%)
Pertanian
organik
meniadakan
penggunaan pupuk sintetik. Karenanya
asupan fosfat hanya berasal dari pupuk
kandang, sisa tanaman dan pupuk hijau,
serta dari senyawa alamiah organik dan
anorganik yang terdapat dalam tanah.
Kadar fosfat ekstrak HCl 25% sebelum
tanam dan sesudah panen disajikan pada
Lampiran 17. Secara kuantitatif terjadi
sedikit peningkatan kadar P2O5 cadangan
pada perlakuan 4 (Gambar 8), sedangkan
perlakuan lainnya mengalami penurunan.

P2O5 Sebelum tanam

P2O5 Sesudah panen

Gambar 8 Perubahan konsentrasi P2O5
cadangan (ekstrak HCl 25%) sebelum tanam
dan sesudah panen
Perlakuan 3, 4, dan 5 melibatkan
penambahan fosfat alam ke dalam pupuk.
Fosfat alam merupakan salah satu jenis
senyawa kompleks yang sukar larut.
Senyawa kompleks fosfat dapat berubah ke
dalam bentuk tersedia bagi tanaman, melalui
proses pelapukan, reaksi kimia, atau akibat
aktivitas mikroorganisme. Sementara itu,
cuaca selama musim tanam di Permata Hati
Farm sangat mendukung terjadinya proses
pelapukan dan aktivitas mikroorganisme, itu
sebabnya penambahan fosfat alam tidak
memberikan peningkatan yang berarti
terhadap kadar fosfat cadangan (ekstrak HCl
25%). Di sisi lain, pada kelembaban tanah
yang tinggi dan pH rendah sampai sedang,
reaksi perubahan fosfat cadangan menjadi
fosfat tersedia berlangsung efektif. Hal ini
menjadi salah satu faktor
penyebab
menurunnya sediaan fosfat cadangan (Walte
1978, diacu dalam Setiawati 1998).
Kalium Cadangan (Ekstrak HCl 25%)
Kadar kalium cadangan sebelum tanam
dan sesudah panen tercantum pada Lampiran
18. Hasil analisis statistika menyatakan,
tidak terjadi perubahan kadar kalium
cadangan secara nyata untuk semua
perlakuan. Tetapi secara kuantitatif kalium
cadangan mengalami kenaikan pada keenam
perlakuan (Gambar 9).

Konsentrasi K2O
(mg/100 g)

100
50
0
1

2

3

4

5

6

Perlakuan
K2O Sebelum tanam

K2O Sesudah panen

Gambar 9 Perubahan
K2O cadangan
(ekstrak HCl 25%) sebelum tanam dan
sesudah panen
Kenaikan kadar kalium cadangan terjadi
karena pada dasarnya setiap pupuk yang
digunakan
pada
keenam
perlakuan,
memberikan asupan kalium. Di sisi lain,
sebagian besar ( 90 hingga 98%) kalium
tanah mineral merupakan bentuk cadangan.
Sebagai contohnya feldspar dan mika,
mineral ini cukup tahan terhadap hancuran
iklim. Karena proses penguraian dari bentuk
cadangan (kompleks) ke bentuk sederhana
dari tahun ke tahun berlangsung sangat
lambat, maka pemupukan yang diberikan
meningkatkan kadar
kalium cadangan
dalam tanah.
Kalium dalam bentuk sederhana (mudah
larut) sebagian terjerap pada bagian
permukaan koloid tanah yang bermuatan
negatif membentuk senyawaan yang mudah
dipertukarkan ke dalam larutan tanah.
Kalium yang hilang akibat pencucian sedikit
jumlahnya, kecuali pada jenis tanah berpasir
atau tanah dengan KTK sangat rendah,
sehingga bentuk sederhana ini dapat juga
terikat kuat pada bagian dalam koloid tanah
yang amorf dan menjadi residual cadangan
kalium dalam jangka waktu yang lama.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Secara keseluruhan, kompos pukan
ayam yang diperkaya dolomit dan fosfat
alam, memberikan respon paling baik
dibandingkan perlakuan yang lainnya. KTK
tanah menurun secara nyata pada semua
perlakuan. Sementara natrium tersedia
mengalami sedikit penurunan pada semua
perlakuan, kecuali perlakuan dengan
kompos pukan ayam yang diperkaya dolomit
dan fosfat alam. Fosfat tersedia mengalami
peningkatan untuk semua perlakuan,
demikian halnya dengan kalium ekstrak HCl

25%. Fakta-fakta tersebut membuktikan
bahwa perlakuan pemupukan bukan
merupakan
satu-satunya
penyebab
perubahan kadar hara tanah, tapi ada faktor
lain yang tak kalah penting, yaitu cuaca
semasa musim tanam, dan serapan oleh
tanaman.
Saran
Teknik pengelolaan hara yang tepat dan
efisien, serta sesuai dengan kriteria standar
pertanian organik perlu diuji lebih lanjut
pada berbagai agroekosistem. Faktor cuaca,
memberikan pengaruh yang nyata terhadap
perubahan kadar hara tanah, oleh karena itu
cuaca hendaknya dapat dijadikan sebagai
salah satu faktor pengamatan. Selain itu,
pupuk kandang yang digunakan sebaiknya
juga berasal dari peternakan organik

DAFTAR PUSTAKA
Ahn PM. 1993. Tropical Soil and Fertiliser
Use. London: Longman Scientific and
Technical.
Arifin M. 1994. Pedogenesis Andisol
Berbahan Induk Abu Volkan Andesit
dan Basalt pada Beberapa Zona
Agroklimat di Daerah Kebun Teh Jawa
Barat [Disertasi]. Bogor: Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Badan Standar Nasional. 2002. Sistem
Pangan Organik. Jakarta: Standar
Nasional Indonesia.
Biocert. 2002. Info Organics.
Penjaminan Produk dalam
Pertanian Organik.

Bogor:
Sistem

Bohn H, McNeal B, O’Connor G.1979. Soil
Chemistry. London: J Wiley.
Buckman HO, Brady NC. 1969. The Nature
and Properties of Soil. New York:
Macmillan.
Donahue RL, Miller RW, dan Shickluna JE.
1997. An Introduction to Soil and Plant
Growth. Ed IV. New york: Prentice Hall.

Foth HD. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Ed
ke-7.
Terjemahan:
Fakultas
Peternakan. Universitas Diponegoro.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr.
Greenlang DJ, Dart PJ. 1972. Biological and
organic aspect of plant nutrition in
relation to needed research in tropical
sois. Tropical Soils Seminar. Ibadan
Nigeria (Mimeo): International Institute
for Agriculture.
Hayati R., Hakim N, Husin EF. 2003.
Departemen Kesehatan, Dit. Jen. POM.
2001. Petunjuk Operasional Penerapan
CPOB. Ed ke-2. Jakarta: Depkes.
Hardjowigeno S. 1989. Ilmu Tanah. Jakarta:
Mediyatama Sarana Perkasa.
Hardjowigeno S. 1993. Klasifikasi Tanah
dan Pedogenesis. Jakarta: Akademika
Pressindo.
[IFOAM] International Federation Organic
Agriculture Movement. 2002. Organic
Agriculture Worlwide: statistic and
Future Prospects. The World Organic
Trade Fair Nurnberg, BIO-FACH.
Kartasapoetra. AG. 1989. Kerusakan Tanah
Pertanian
dan
Usaha
Untuk
Merehabilitasinya. Jakarta: Bina Aksara.
Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia
Analitik. Saptorahardjo A, penerjemah.
Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Basic
Concepts Analytical Chemistry.
Krishna KR. 2002. Soil Fertility and Crop
Production. New Hampshire: Science.
Larry HHC. 2004. Karakterisasi Hubungan
antara Sifat Fisik dengan Sifat Kimia
Tanah pada Berbagai Jenis dan Tekstur
Tanah [Skripsi]. Bogor: Faperta IPB.
Leiwakabessy FM., Sutandi A. 2004. Pupuk
dan Pemupukan. Bogor: Departemen
Tanah Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.

Lindsay WL. 1979. Chemical Equilibria in
Soil. New York: J Willey.
Munawar. 2005. Potensi, Peluang, dan
Tantangan Pengembangan Pertanian
Organik
di
Indonesia.
http://Munawar.8m.net./pl po.htm. [3
Mei 2005]
Notohadi PT, (editor). 1999. Tanah dan
Lingkungan. Direktur Jendral Pendidikan
Tinggi. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Sanchez PA. 1993. Sifat dan Pengelolaan
Tanah
Tropica.
Hamzah
Amir,
penerjemah;
Purbo-Hadiwijoyo S,
editor. Bandung: Penerbit Institut
Teknologi Bandung. Terjemahan dari:
Properties and Management of Soils in
The Tropics.
Sediyarso M. 1999. Fosfat Alam sebagai
Bahan Baku dan Pupuk Fosfat. Bogor:
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Setyorini D, Wiwik H, Widowati LR, Widati
S. 2004. Penelitian Tehnologi Pertanian
Organik di Lahan kering (Laporan
akhir). Bogor: Pusat Penelitian Tanah
dan Agroklimat.
Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah.
Bogor: Departemen Tanah Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Syers JK, Ri