Penggunaan ducweed (Family Lemnaceae) sebagai pakan serat sumber protein dalam ransum ayam pedaging
PENDAHULUAN
Sampai saat ini dalam usaha peternakan masalah pakan
merupakan masalah yang masih tetap diteliti dan dibicarakan,
karena rnasalah
merupakan
ini
mempunyai
komponen yang
peranan
yang
banyak
paling
strategis
membutuhkan
dan
biaya.
Akhir-akhir ini banyak penelitian diarahkan untuk menggunakan
bahan-bahan pakan yang berasal dari limbah industri, pertanian dan bahan pakan lain (inkonvensional) sebagai usaha menghasilkan pakan yang lebih murah.
Sistem pengolahannya juga
mendapat perhatian dengan maksud untuk meningkatkan manfaat
dan efesiensi penggunaannya sebagai bahan pakan.
Bahan pakan
untuk
ternak
unggas yang
sebagian besar
terdiri dari jagung sering dianggap bersaing dengan kebutuhan
manusia, selain itu suplainya tidak kontinu sehingga sering
mengalami f luktuasi harga.
Bahan pakan lain masih diimpor
(seperti tepung ikan, bungkil
kedele bahkan
jagung) yang
menyebabkan tingginya harga pakan di Indonesia.
Usaha
peternakan
ayam
mempunyai
ketergantungan
tinggi terhadap kuantitas dan kualitas pakan.
yang
Dengan semakin
menyebarnya usaha peternakan ayam, maka sifat ketergantungan
tersebut dapat menj urus pada "kerawanann terhadap kelangsungan produksi daging dan telur apabila tidak didukung oleh
jaminan penyediaan pakan.
chick)
Harga pakan
dan doc
(day old
terus meningkat dan sering tidak diikuti oleh pening-
katan harga dari produk peternakan, sehingga keuntungan yang
diperoleh peternak sering menipis bahkan banyak yang mengalami kerugian.
Untuk itu perlu diupayakan mencari sumber bahan pakan
alternatif yang dapat mengganti sebagian atau seluruh
suatu jenis bahan pakan.
penggunaan
bahan
kompetitif
dengan
pakan
dari
Perlu dipertimbangkan kemungkinan
inkonvensional yang
kebutuhan
manusia
,
sifatnya tidak
sehingga
ditemukan
sumber-sumber bahan pakan baru yang kemungkinannya mempunyai
kualitas yang
cukup baik.
Hanya
saja perlu diperhatikan
bahwa bahan pakan jenis inkonvensional ini hendaklah mudah
diperoleh
dan
potensinya
(ketersediaannya) cukup
banyak,
harganya lebih murah serta nilai nutriennya cukup tinggi dan
disukai oleh temak.
Merupakan suatu hal yang bijak kalau perhatian ditujukan kepada sumber-sumber pakan inkonvensional seperti *@gulma
air" yang selama ini mendominasi daerah perairan di Indonesia
dan belum dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak unggas.
Di berbagai negara termasuk Indonesia masalah gulma air
telah mendapat perhatian yang
dengan banyaknya dana
gulma air tersebut.
cukup besar dari pemerintah
yang dikeluarkan untuk pengendalian
Gulma air dianggap menimbulkan kerugian
dan mengganggu usaha tani atau lingkungan hidup.
Untuk menekan perkembangan dari gulma air tersebut sudafi
banyak cara yang dilakukan, baik secara mekanis, kimia dan
biologis. Pengendalian secara mekanis umumnya mahal, karena
memerlukan banyak
tenaga manusia dan peralatan dan
sarana
lain yang mahal.
Cara kimia dapat memberikan pengaruh sam-
pingan yang negatif, ha1 ini hanya bersifat sementara waktu
saja dan kemungkinan untuk tumbuh kembali akan lebih besar
dari semula.
Usaha-usaha pengendalian di atas akan memerlukan biaya
yang cukup tinggi, maka perlu dipertimbangkan kemungkinankemungkinan
adanya
kegunaan untuk
dirnanfaatkan dari
segi
lainnya, yang mungkin dapat dilakukan secara murah dan sederhana.
Salah satu cara ialah memanfaatkannya sebagai bahan
pakan ternak dan ikan, baik sebagai surnber protein, serat dan
karoten .
Disamping
itu
juga
dapat
dimanfaatkan
sebagai,
pupuk, bahan pembuat kompos dan gasbio. Dengan demikian perlu
dilakukan penelitian interdisipliner dalam rangka memanfaatkan gulma air untuk tujuan komersial.
Hal-ha1 yang perlu diperhatikan dalam penggunaan gulma
air
sebagai bahan
pakan
ternak
yaitu
daya
cerna
protein
kasar, energi dan palatabilitasnya dengan uji biologis menggunakan hewan
percobaan
serta perlu
dikembangkan beberapa
jenis teknologi pengolahan pakan untuk meningkatkan palatabilitas dan kecernaannya.
Beberapa jenis gulma air yang banyak ditemukan tumbuh di
lahan
berair
yaitu
enceng
gondok
(Eichhomia
crassipes).
kyambang ( S a l v i n i a m o l e s t a ) , ganggang ( H y d r i l l a v e r t i c i l a t a ) ,
kayu apu ( P i s t i a s t r a t i o t e s ) , A z o l l a p i m a t a dan dari family
l e m a c e a e seperti duckweed serta banyak lagi yang lainnya.
Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa
gulma air
mempunyai kadar protein dan asam amino yang relatif tinggi.
Gulma air seperti duckweed banyak didapat tumbuh di kolam,
danau atau waduk serta di daerah persawahan terutama pada
saat padi masih tergenang air.
Melihat nilai nutriennya dan produksi biomassa bahan
keringnya
yang
cukup
tinggi,
dan
dapat
diusahakan
dengan
sistem budidaya yang mudah dan murah, besar kemungkinannya
duckweed dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak, serta
dapat mensubsitusi bahan pakan lainnya.
Kalau dikaitkan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat konsumen mengenai hubungan status gizi dalam makanan
dengan masalah kesehatan, terlihat adanya kecenderungan beralihnya preferensi konsumsi masyarakat ke daging yang sedikit
mengandung lemak.
Akhir-akhir ini di berbagai media massa sering dipublikasikan tentang kholesterol kaitannya dengan penyakit yang
ditimbulkannya
seperti
aterosklerosis,
jantung koroner dan sebagainya.
stroke,
penyakit
Bahan makanan yang mengan-
dung kholesterol tinggi akan menyebabkan tingginya kholesterol
plasma,
sehingga menganggap
kholesterol
sebagai momok
dalam makanan sehari-hari.
Kholesterol adalah khas hasil metabolisme hewan, oleh
karena itu banyak ditemui dalam makanan yang berasal
hewan
seperti hati, otak, daging dan kuning telur.
dari
Usaha
pengurangan perlemakan dan kadar kholesterol perlu dilakukan,
salah satu cara yang dapat dilakukan pada ayam pedaging yaitu
dengan pemberian pakan serat.
Tanaman duckweed yang selama ini dianggap sebagai gulma
dengan
kadar
protein
dan
serat yang
cukup
tinggi, besar
kemungkinannya untuk masa mendatang akan menjadi salah satu
sumber bahan pakan ternak yang berpotensi cukup baik.
Untuk
itu perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji aspek agronominya (pertumbuhan dan produksi), nilai nutriennya dan apabila
diberikan pada ternak diharapkan dapat mengurangi perlemakan
dan meningkatkan efisensi penggunaan pakan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi yang
dimiliki oleh duckweed ditinjau dari tingkat pertumbuhan
produksinya
serta
mengevaluasi
potensi
nutrien
dan
duckweed
sebagai bahan pakan ternak ayam, sehingga diketahui kemungkinan tingkat penggunaan duckweed dalam ransum bila ditinjau
pengaruhnya terhadap performan ternak ayam.
T I N J A U A N PUSTAKA
Gulma Air: Duckweed
Gulma
air
adalah tumbuhan
yang sebagian
atau seluruh
daur hidupnya berada ditempat yang berair dan yang menimbulkan kerugian pada berbagai usaha manusia
Selanjutnya menurut Mitchell dalam Mangoendihardjo
1982).
(1982)
(Mangoendihardjo,
bahwa
gulma
air
yaitu, yang tumbuh (1)
di dalam air
dibedakan dalam
di bagian tepi
(submerged w e e d s ) ,
beberapa
(marginal
Submerged
weeds) ,
( 2)
(3) muncul di permukaan air
( e m e r g e d w e e d s ) , dan ( 4 ) yang mengapung bebas
weeds).
golongan
(free floating
w e e d s sebagaian besar mempunyai akar dan
semua bagian tanaman berada di bawah permukaan air, ada juga
emergent
weeds
akarnya berada
dalam
tanah tetapi sebagian
besar bagian batang dan daunnya muncul di atas permukaan air
(Van zon, 1977) .
Menurut Soerjani (1980), gulma air pada dasarnya merugikan manusia, tetapi sebagai tumbuhan tentu ada saja peranannya yang mungkin menguntungkan.
Duckweed
berperan sebagai
penghasil hijauan yang marnpu mengikat energi matahari, sebagai bahan makanan mahluk
lainnya, membantu peredaran udara
dalam air melalui peristiwa fotosintesa, membantu pengendapan
bahan-bahan yang terbawa oleh air.
Disamping itu juga dapat
menyerap kelebihan zat hara yang menyebabkan pencemaran air.
Ramlan
( 1991 )
mengemukakan bahwa gulma air dapat juga
mengganggu ekosistem dengan membatasi penetrasi sinar mataha-
ri di bawah pemukaan air , tetapi sebaliknya beberapa gulma
air sangat berguna sebagai penghasil oksigen selama proses
Ditambahkan oleh Duffield
fotosintesis.
(1981) bahwa duck-
weed dapat mengurangi aerasi permukaan, meningkatkan aktifitas
heteropik
mikroorganisme
dan
meningkatkan
pelepasan
oksigen ke atmosfir melalui fotosintesis.
Skillcorn
et al.
(1993) melaporkan bahwa tanaman air
khususnya duckweed memberikan harapan sebagai tanaman komersial yang baru
Sistem
terutama di negara yang sedang berkembang.
aquaculture mempunyai
dibandingkan
potensi yang
terristerial
dengan
lebih produktif
agriculture
dan
sangat
potensial untuk meningkatkan produksi protein.
Menurut Rodger
diteliti karena
et dl.
morfologi
duckweed penting untuk
duckweed merupakan
:
disetiap wilayah, menutupi 40
tahun,
( 1978) ,
atau
-
bentuk
tanaman yang dominan
100% permukaan air sepanjang
pertumbuhamya
memungkinkan
untuk pengambilan spesimen yang dapat merefleksikan habitat
tumbuhan air dan kondisi kimia pada tiap-tiap daerah sampling.
weed
Ditambahkan oleh Wedge dan Burris (1982) bahwa duck-
dapat
tumbuh
baik
daerah
beriklim
sedang maupun
tumbuh di permukaan kolam yang dangkal.
tropis, dan dapat
Menurut Leng et dl.
pada temperatur 6
di
-
(1994) duckweed dapat tumbuh dengan baik
33 OC dengan pH 5
baik pada pH 6.5 - 7.5.
-
9, dan akan lebih
Duckweed (Family Lemnaceae)
merupakan tanaman kecil
yang mengapung bebas dengan penyebaran yang sangat luas diseluruh dunia.
Ada empat genera yaitu:
Spirodela, Lemna,
Wolffia dan Wolffiella dan terdiri dari sekitar
40
spesies.
Tanaman ini secara relatif mempunyai morfologi yang sederhana
dan tidak mempunyai batang atau kehidupan yang lengkap dan
selalu terdiri dari daun yang berbentuk oval dalam jumlah
sedikit bahkan ada yang berdaun tunggal, panjangnya biasanya
mencapai 5 mm.
Tiap-tiap daun tidak semuanya mempunyai akar
dan sangat jarang berbunga.
Reproduksi seksual jarang terja-
di, hampir semua reproduksinya berlangsung secara vegetatif.
Selanjutnya dikemukakan bahwa tanaman ini hidup dalam bentuk
koloni dan membentuk lapisan hijau di atas pennukaan air,
serta mempunyai kemampuan tumbuh yang sangat cepat
1976 ;
Pancho
dan
Soerjani,
1978) .
seperti
(N.A.S . ,
terlihat
pada
Gambar 1.
Menurut Andersen
et al.
(1985) duckweed termasuk tana-
man C 3 , dengan tingkat fotorespirasi yang tinggi.
nya
dilaporkan bahwa
keseirnbangan antara
fotorespirasi tergantung dari
Selanjut-
fotosintesis dan
rasio C 0 2 : 0 2 pada
atrnosfir.
Dengan meningkatnya level C02 di udara, atau menurunnya level
0 2 , fotorespirasi dapat
menurun dan fotosintesis meningkat
akibatnya pertumbuhan meningkat.
Hasil penelitian Wedge dan Burris (1982) tentang pengaruh
temperatur dan intensitas cahaya pada proses
fotosinte-
sis, dapat diperoleh indikasi apakah duckweed termasuk tanaman C3 atau C 4 .
temperatur
Berdasarkan respon fotosintesis terhadap
duckweed
bukan
termasuk
tanaman C3.
Seperti
contoh bunga matahari yang termas.uk tanaman C3, temperatur
optimumnya 20°c
dengan intensitas cahaya 300 pE m-2.det-1 -
1800 pE m-2.det-1, dan apabila temperatur naik di atas 20°c
fotosintesis
akan
menurun,
temperatur optimum 30 -
sedangkan
mempunyai
duckweed
3 5 O ~ . Tetapi dari hasil penelitian
yang lain lebih cenderung menggolongkannya ke tanaman C3.
Beberapa
(recovering)
species dari
nutrien
pada
duckweed
air
dapat
limbah,
memanfaatkan
duckweed
menyerap
nutrien melalui akar dan permukaan daun bagian bawah, tingkat
pertumbuhan eksponensial memungkinkan koloni duckweed mengabsorbsi nutrien dalam jumlah banyak (NAS, 1976; Ice dan Couch,
1987).
Leng et dl.
rap nutrien melalui
(1994) menambahkan bahwa duckweed menyesemua bagian permukaan daun, sehingga
pemupukan dapat dilakukan dengan menebarkan, melarutkan dan
menyemprot.
Hasil penelitian Zuberer (1984) melaporkan bahwa
dipermukaan tanaman, termasuk
bagian
daun
dan
akar
dapat
didiami oleh bakteri dan mikroorganisma lainnya.
Dari beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa duckweed
merupakan tanaman yang sangat efisien dalam ha1 mengubah atau
membersihkan nutrien dan polutan yang lain dari air limbah
menjadi jaringan dengan kandungan protein tinggi dan dapat
dimakan
(Mbagwu dan Adeniji, 1988).
Selanjutnya dinyatakan
bahwa duckweed dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mampu
menghasilkan produk (bahan pakan) dengan jumlah banyak dalam
waktu yang relatif singkat, khususnya apabila tumbuh pada
tempat yang kaya nutrien seperti tempat pembuangan limbah
ternak. Duckweed
mempunyai kemampuan yang besar untuk mem-
bersihkan
air
polusi
dan
menyerap
nitrogen,
fosfor
dan
substan organik seperti sukrosa dan asam amino dalam jumlah
besar
(Andersen
et
al. 19851, dan bernilai tinggi sebagai
pakan ternak sumber protein
penghasil methan
(Reddy e t dl.
1989, Walkel dan Younos, 1987) .
Menurut Oron (19901, tingkat pertumbuhan relatif d u c k weed
bervariasi antara 0.31 hari-'
dalam jangka waktu 3 hari
dan 0.24 hari-I untuk jangka waktu 10 hari, tetapi kandungan
proteinnya menurun dari 32% menjadi
20%. dengan rata-rata
produksi bahan kering sekitar 12 g.m-2.hari-1.Untuk memperoleh tingkat pertumbuhan relatif dan kadar protein yang lebih
tinggi disarankan supaya duckweed ditanam pada kolam dengan
kedalaman sekitar 30 cm.
Pada kondisi yang baik produksi
maksimumnya dapat mencapai 28 g.m-2.hari-1 (Sutton dan Ornes
1975). Apabila dilakukan pemanenan tiap hari duckweed
punyai
crop
growth
rate
14.9
(CGR)
kering (Mbagwu dan Adeniji, 1988)
g.m-2.hari-'
membahan
.
Produksi biomassa dari duckweed menurut Reddy dan DeBusk
(1985) adalah 16.1 ton bahan kering ha-'
tahun-I.
Rata-rata
pertumbuhan mencapai maksimal pada kepadatan yang rendah dan
menurun pada kepadatan yang tinggi.
Menurut beberapa hasil
penelitian yang disitasi oleh Leng
et
al.
(1994) bahwa
produksi bahan kering d u c k w e e d pada kondisi yang alami mencapai 10
-
20 ton ha-'
tahun-l, sedangkan pada kondisi yang
mendekati kondisi optimum dapat mencapai 79 ton ha-'
Pola
pertumbuhannya
menyerupai
pertumbuhan
tahun-'.
eksponensial
unicellular algae dan mempunyai potensi yang tinggi untuk
menghasilkan bahan pakan ternak.
Secara umum pertumbuhan d u c k w e e d dipengaruhi oleh temperatur dan intensitas penyinaran serta konsentrasi nutrien
dalam air (Leng et al, 1994).
Selanjutnya dilaporkan bahwa
massanya dapat menjadi dua kali lipat dalam waktu
16 jam
sampai dua hari pada ketersediaan nutrien, sinar matahari dan
temperatur air yang optimal.
Kawabata
duckweed
et al.
(1986) menyatakan bahwa pertumbuhan
pada sawah yang ditanami padi memberikan beberapa
keuntungan yaitu dapat menyerap kelebihan nutrien pada tanaman padi dan sebagai pembersih pada saluran irigasi, serta
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pupuk.
Kandungan Nutrien Duckweed
Boyd dan Scarsbrook (1975) menyatakan bahwa sampel bahan
kering dari beberapa spesies gulma air mempunyai kadar protein dan karbohidrat yang
tinggi dengan kadar serat
yang
rendah,. sehingga mempunyai kemungkinan untuk dapat digunakan
sebagai bahan pakan ternak.
Banerjee dan Matai (1990) melaporkan bahwa
30 spesies
dari tumbuhan air mempunyai nilai bahan kering sekitar 4-16%;
29 spesies mempunyai kadar protein lebih dari 10%.
Selanjut-
nya dilaporkan bahwa tanaman air mempunyai serat kasar yang
rendah
dan
tinggi
kadar
lemak
dan
abu
jika
dibandingkan
dengan hijauan yang biasa diberikan pada ternak.
Sebanyak 18
tanaman air mengandung abu dibawah IS%, dan jika dibandingkan
dengan hijauan konvensional , 12 tanaman air tampaknya mempu nyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.
Menurut Rusoff
mengandung
(1980) duckweed kering matahari
et dl.
protein
kasar
sekitar 25.2
protein konsentratnya berkisar dari 37.5
-
sedangkan
36.5%.
Kandungan
44.7%.
asam amino esensialnya dari protein konsentrat lebih baik
jika
dibandingkan
methionin.
dengan
standar
FA0
isoleusin 3.6;
:
amino
lysin 4.0; methionin
leusin 6.7; phenilalanin
dan
valin
0.9.
duckweed
dapat
digunakan
3.1
asam
Selanjutnya dilaporkan bahwa rata-rata kandungan
asam aminonya (g/100 g protein) adalah
0.9;
kecuali
Oleh
karena
secara
itu
protein
efektif
threonin
4.2;
konsentrat
sebagai
suplemen
protein pada ransum yang rendah kadar lysinnya seperti ransum
dengan bahan dasar jagung atau beras.
Kandungan nutrien duckweed menurut beberapa peneliti
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan N u t r i e n Duckweed Menurut Beberapa
Peneliti
-
N u t r en
~
A
B
C
D
E
............................
Bahan k e r i ng
6
4.93
P r o t e i n kasar
20.4
29.88
Kal s i um
Fosfor
1
1.1
1.4-3
0.48
24.4
-
...................
25.21
8.70
6.57
29.30
27.80
1.55
-
1.22
1.87
-
1.75
2.8
5.5
1.33
4.90
4.09
4-6
Serat kasar
7-10
15.7
9.6
10.4
9.3
13.52
6.90
10.56
Abu
8-14
17.2
15.03
12.3
14.5
17.99
15.44
14.77
32.1
41.95
-
38.98
42.9
-
Keterangan
:
5.33
37.6
Rataan
Lemak kasar
BETN
3.8
%
G
F
-
A = National Academy of Sciences (1976)
B = Banerjee dan Matai (1990)
C = Rusof f et al. (1980)
D = Boyd dan Scarsbook (19751
E = Culley et al. (1981)
F = La1 dan Pathak (1988)
G = Hassan dan Edwards (1992)
Duckweed mempunyai kandungan nitrogen yang cukup tinggi
yaitu 6 - 7%. rendah kadar abu , dan tinggi kadar proteinnya
sehingga
cocok
sebagai
kalium sekitar 1.5
kan bahwa
jika
-
bahan
pakan
ternak,
dengan
kadar
3% (N.A.S,-1976). Selanjutnya dikemuka-
dilakukan panen
tiap
hari,
1
ha
duckweed
menghasilkan protein kasar hampir sama dengan produksi 60 ha
tanaman kedelai tiap tahun.
lihatkan
bahwa
duckweed
Beberapa hasil analisis memper-
lebih
kaya
asam
amino
lisin
dan
arginin jika dibandingkan dengan alfalfa, tapi rendah kandungan methioninnya
Culley
et al. (1981) melaporkan bahwa duckweed yang di-
kembangbiakkan pada penampungan limbah ternak yang mempunyai
kandungan nitrogen sekitar 30 mg liter-'
mempunyai kandungan
protein kasar yang cukup tinggi (37.6%). duckweed memberikan
harapan yang besar untuk peningkatan produksi dan kualitas
pakan secara menyeluruh, tetapi belum dilakukan secara lengkap dengan menggunakan teknologi yang tinggi.
Leng
et dl.
(1994) menyatakan, duckweed yang tumbuh pada air yang kaya
akan nutrien mempunyai konsentrasi mineral langka, K dan P
serta pigmen yang tinggi terutama karoten dan xanthophyll,
sehingga
tepung
duckweed
penting
sekali
sebagai
suplemen
untuk unggas dan ternak lainnya, dan merupakan sumber vitamin
A dan B yang baik untuk manusia.
Menurut Oron
et
al.
(1987) kadar protein duckweed
mencapai 25% berat kering, dan pada kondisi yang baik hasil
protein tahunamya mencapai 12 ton-ha-Ijauh melampui tanaman
bahan pakan konvensional laimya, sedangkan menurut Hassan
dan
Edwards
menurut
(1992) mengandung
Andersen
et dl.
protein
(1985)
kasar
30-40%.
21-33%, dan
Dewanji
(1993)
mempelajari profil komposisi kimia dari ekstrak daun beberapa
gulma
air
sekitar 6.1
termas.uk duckweed, ternyata mengandung
-
8.79, l3-karoten 462.5
-
nitrogen
674.7 pg.g-l, dan poly-
phenol 1.3-2.9%. Hasil sampingan setelah diekstraksi protein
daunnya, masih
kadar nitratnya
mengandung
(0.23 -
2.1
-
3.2% nitrogen dan
0.65%). dan bahan
rendah
ini masih dapat
digunakan sebagai tambahan pakan pada ternak ruminansia.
Duckweed yang segar menurut Leng
et al. (1994) mengan-
dung air sekitar 92 - 94%, duckweed dengan pertumbuhan yang
lambat mempunyai
kadar
serat dan
kandungan protein yang rendah.
abu
yang
tinggi
dengan
Selanjutnya dinyatakan bahwa
duckweed yang tumbuh pada air yang sedikit (miskin) nutrient
mengandung
protein
kasar
15-25% dan
serat
kasar
15-30%.
sedangkan yang tumbuh pada kondisi yang ideal dan dipanen
secara reguler mengandung protein
kasar 5 -
15%.
kasar
35-43% dan
serat
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 2
tentang perbandingan kandungan nutrien duckweed dengan tepung
biji kapas.
Tabel 2. Perbandingan Kandungan Nutrien Duckweed dengan
Tepung Biji Kapas
Protein
kasar
Lemak
kasar
..............
Temuat tumbuh ;
Natural lagoon
Armidale Sewerage
15-35
40-43
Tepung biji kapas
42
Serat
kasar
%
.............
5-4
8-25
5
1.5
13
4.4
Abu
Sumber: Stambolie dan Leng (1994) dalam Leng
15
13
7
et dl.
(1994)
Protein duckweed mempunyai susunan asam amino esensial
yang lebih baik dan lebih menyerupai protein hewani dari pada
protein tanaman laimya
al.,
19941, sehingga
(Hillman dan Culley dalam Leng
duckweed
dapat
dimanfaatkan
et
sebagai
sumber protein yang mempunyai kualitas tinggi untuk meningkatkan produksi ternak.
Komposisi asam amino dari duckweed
bahan
pakan
biji-bijian,
menurut Mbagwu dan Adeniji
dan
bahan
dibandingkan dengan
pakan
sumber
protein
(1988) dapat dilihat pada Tabel 3
dan Gambar 2 .
Tabel 3 .
Asam
ami no
Lysin
Histidin
Argi n i n
FA0
4.2
-
AS. ASpt.
-
Threonin
2.8
Seri n
AS. Glu.
Pro1in
-
Gl y s i n
A1 ani n
V a l in
4.2
Methionin 2.2
I s o l e u s i n 4.2
Leusin
Tyrosin
Pheni 1 .
4.8
2.8
Komposisi Asam Amino Duckweed dibandingkan dengan
Bahan Pakan Lainnya, dan Rekomendasi dari FA0
Jagung
Sorgum
Bungki 1 Bungki 1
kapas
kedele
~ e p u n gBungki 1
darah
kacang
. . . g/100 g p r o t e i n . . . . .
3.88
9.08
1.99
1.88
6.04
1.59
3.32
1.07
3.86
6.28
7.72
3.72
2.14
4.31
1.44
1.83
2.80
3.95
10.05
7.10
7.40
3.05
1.51
2.89
3.18
1.82
2.32
1.64
2.46
5.04
6.31
1.79
2.63
0.59
0.66
1-19
2.68
1.13
1.28
2.42
4.71
10.05
2.10
2.49
1.16
2.99
6.51
2.44
Keterangan : a). Mbagwu dan Adeniji (1988)
b) . Porath et dl. (1979)
Duckweed
a)
b)
Kandungan asam amino esensial pada duckweed lebih tinggi
daripada yang direkomendasikan oleh FAO, kecuali asam amino
methionin hanya 61.42 dari rekomendasi
(Mbagwu dan Adeniji,
Di negara-negara dunia
ketiga yang banyak mengkon-
sumsi jagung, sorgum dan beras
duckweed dapat dimanfaatkan
1988).
sebagai suplemen lysin di dalam makanan.
Pada Tabel 3 ternyata protein duckweed hapat dimanfaatkan
sebagai
suplemen
lysin,
threonin,
valin,
methionin,
isoleusin dan leusin dalam bungkil kapas dan bungkil kedele,
methionin dan
isoleusin dalam
tepung darah dan
semua asam
amino esensial dalam bungkil kacang.
kedele
Gambar 2. Perbandingan Kandungan Asam Amino Methionin dan
Lysin dari beberapa Sumber Bahan Pakan
Kegunaan Dnckwecd
Gufta dan Lamba (1976) menyatakan bahwa salah satu cara
untuk mengontrol gulma air adalah dengan memanfaatkannya,
seperti untuk
bahan
pakan
ternak, kompos, gasbio, sumber
protein dan karoten serta dapat mengurangi polusi.
Selanjut-
nya dinyatakan bahwa beberapa gulma air mempunyai kecernaan
protein
kasar yang
bahan pakan
tinggi dan
ternak.
dapat
dimanfaatkan sebagai
Ditambahkan oleh Matai
(1976) bahwa
beberapa gulma air diketahui sangat potensial sebagai penghasil protein dengan demikian perlu dipertimbangkan penggunaannya sebagai bahan pakan ternak.
Menurut Oron
et dl.
(1985)
biomassa duckweed mengan-
dung protein kasar di atas 30% bahan kering, dapat digunakan
sebagai bahan pakan
alternatif untuk ternak, karena mudah
dipanen dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Ditambahkan oleh Oron
et dl.
(1987) bahwa duckweed merupakan
gulma air yang menyapung bebas mempunyai kemampuan tinggi
untuk menyerap NH3
dan mengasimilasikamya menjadi protein
yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein alternatif
bagi ternak.
Selain itu dapat pula meminimumkan kehilangan
air akibat evapotranspirasi karena permukaan air tertutup
oleh duckweed.
Duckweed merupakan bahan pakan yang disukai oleh ikan,
itik, angsa dan beberapa unygas liar lainnya.
Dari hasil pe-
nelitian terakhir duckweed ang diberikan pada unggas yang
sifatnya penelitian pendahuluan, tampaknya memberikan harapan
yang baik (N.A.S.,1976) .
Beberapa percobaan telah dilakukan dalam ha1 penggunaan
duckweed sebagai pakan ternak, Culley
et al.
(1981) melapor-
kan bahwa duckweed dapat ditambahkan dalam ransum ayam. itik,
babi, sapi kambing dan domba yang hasilnya lebih baik atau
pertumbuhan relatifnya sama dengan ransum kontrol, selanjutnya
pemberian
pada
ayam
petelur
menghasilkan
pertambahan
bobot badan yang sama, tetapi mempunyai konsumsi pakan dan
produksi telur yang lebih baik dengan ransum kontrol.
Gaigher
et al.
(1984) melaporkan hasil penelitiannya
pada ikan. Pemberian pakan yang terdiri dari duckweed dan
pellet, ternyata memberikan hasil yang sama dengan pellet
saja,
tetapi
Selanjutnya
mempunyai
konversi
pakan
yang
lebih
baik.
dilaporkan bahwa kalau hanya diberikan duckweed
ternyata 65% dari duckweed yang dikonsumsi diasimilasikan dan
26% dikonversikan ke ikan, sedangkan campuran duckweed dan
pellet 70% diasimilasikan dan hanya 21% yang dikonversikan.
Yakupitiyage
( 1991)
melaporkan bahwa pember'ian duckweed pada
ikan ternyata paling bagus hasilnya jika dibandingkan dengan
azolla pinnata,
cassava dan ipomoea aquatica .
Selanjutnya
dilaporkan bahwa bahan pakan dari tanaman terdapat faktorfaktor pembatas seperti sifat fisik dan kimia, struktur dan
fisiologi sehingga mengganggu spesies ikan dan lingkungan,
mengakibatkan
rendahnya efisiensi asimilasi pada bahan pakan
dari tanaman tersebut.
Hassan dan Edwards (1992) memberikan duckweed pada ikan
Nile tilapia (Oreochromis niloticusl, hasilnya ternyata bahan
pakan duckweed mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap
komposisi
karkas,
yaitu
meningkatkan kadar
karkas dan menurunkan kadar lernak karkas.
duckweed yang
air
(moisture)
Apabila diberikan
segar ke dalam kolam pemeliharaan
ikan maka
phitoplankton akan tumbuh baik karena adanya dekomposisi dari
duckweed yang berlebihan dan juga dari feces ikan.
phytoplankton
menjadi
tinggi
kemungkinan
karena
Biomass
cepatnya
terjadi dekomposisi daun duckweed yang begitu kecil.
ga
duckweed
sangat potensial
sebagai pakan
Sehing-
nonkonvensional
untuk tilapia karena tinggi kandungan protein dan mempunyai
kecernaan
yang
tinggi.
Ditambahkan
oleh
Ali
dan
Leeson
(1994) bahwa duckweed mempunyai kandungan nutrien dan potensi
yang cukup tinggi serta dapat digunakan dalam pakan unggas
baik pada daerah tropis maupun subtropis, dan cocok sebagai
sumber protein pada
ransum unggas
Rokonuddin et a1 . , 1993)
Haustein
et al.
(Majid et al.,
1992 dan
.
(1990) melaporkan bahwa penggunaan
duckweed 0, 15, 2 5 , dan 40% dalam ransum menghasilkan produksi dan rata-rata bobot telur yang sarna dengan ransum kontrol
yang
isoenergi
dan
isoprotein.
Telur
yang
berasal
dari
Leghorn dengan 15 dan 25% duckweed mempunyai kadar protein
lebih
tinggi dibandingkan dengan
duckweed
juga
dengan
nyata
telur kontrol.
meningkatkan
Penggunaan
pigmentasi
kuning
telur.
Selanjutnya dilaporkan bahwa duckweed dapat digunakan
sebagai bahan pengganti kedele dan tepung ikan dalam ransum
ayam
petelur,
khususnya
di
negara-negara yang
bahan-bahan
tersebut masih diimport.
Haustein
et dl.
(1992) melakukan penelitian pada
pedaging dengan memberikan duckweed 0-40%
ayam
selama tiga minggu
dan dua minggu berikutnya diberikan ransum standar, hasilnya
memperlihatkan bahwa semakin tinggi level duckweed
(di atas
15%) cenderung menyebabkan turunnya konsumsi pakan dan pertambahan
bobot
badan.
Duckweed
dapat
menggantikan
tepung
alfalfa (lucerna) sebagai sumber protein dalam ransum konvensional unggas, ransum yang mengandung 10% duckweed menghasilkan pertumbuhan yang paling baik (Leng
Hamid et dl.
(1993) melaporkan
et dl. 1994).
hasil penelitiannya pada
itik dengan ransurn kontrol mengandung 120 g.kg-'
dalam
ransum, pada
umur
4
-
20 minggu
tepung ikan
diberikan
duckweed
sebagai pengganti tepung ikan sebanyak 40, 60 dan 80 g.kg-l.
Ternyata penggantian tepung ikan sebanyak 40 dan 60 g.kg-I
mempunyai pertumbuhan yang bagus, dengan konsumsi pakan yang
lebih rendah, tetapi mempunyai konversi pakan yang
sama dengan ransum perlakuan lainnya.
relatif
Selanjutnya disimpul-
kan bahwa duckweed dapat digunakan sebagai supplemen protein
untuk
pertumbuhan
anak
itik
dan
dapat
menggganti
protein hewani (seperti tepung ikan) dalam ransum.
sumber
Menurut Porath
et al. (19851 bahwa duckweed dapat digu-
nakan sebagai pengganti
pada domba muda.
bahan pakan yang kaya protein hewani
Berbagai uraian dan gambaran tentang peng-
gunaan biomassa duckweed sebagai sumber protein telah dilaporkan oleh beberapa peneliti.
La1 dan Pathak
(1988) telah melakukan percobaan pada
domba selama 52 hari dengan mengganti 50% bagian konsentratnya dengan duckweed temyata perbedaan konsumsi bahan kering,
k e c e m a a n protein kasar dan TDN nya tidak nyata dibandingkan
dengan
ransum basal
(kontrol). Domba
yang
mendapat
ransum
basal dan yang mendapat duckweed masing-masing mempunyai kecernaan bahan kering 54.26
dan 53.47%
dan 57.7%; konsumsi pakan 2.27
badan.
Rusoff
perah,
ternyata
tingkat
;
dan 2.29
ekstrak eter
73.26
kg BK/100 kg bobot
et al. (1978) mencoba memberikamya pada sapi
duckweed:silase
pertumbuhan yang
lebih
jagung
tinggi
(2:l)
menghasilkan
dibandingkan dengan
pemberian silase jagung:konsentrat, dengan ransum rumput dan
tidak mengganggu kesehatan.
Kegunaan lain dari duckweed
sebagai penghasil biogas.
yaitu dapat dimanfaatkan
Biogas yang dihasilkan sekitar 176
liter.kg-I substrat bahan kering
serta slurry yang dihasil-
kan dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik (Jain
et
al. 1990) .
Ahmad
et al.
(1990) melaporkan bahwa pemberian dua ton
padi dalam pot menghasilkan 22.95 g setiap pot dibandingkan
dengan
kontrol
hanya
Pemberian 100 kg N-ha-'
menghasilkan
18.65
g
setiap
pot.
menghasilkan 39.12 g dan apabila di
terjadi
peningkatan
produksi
kombinasikan
dengan
padi 24.64%.
Jadi dua ton biomassa kering duckweed ekuivalen
dukweed
dengan 18 kg N-ha-'.
Pakan Serat dalam Ransum
Pakan
serat
serat kasar
fisik
dan
mempunyai pengertian yang
(crude fiber).
kimia
dapat
nutrisi
fiber) .
dikenal
diartikan
juga
sebagai bahan
istilah
pakan
cukup tinggi.
serat
pakan
yang
Dalam
(dietary
Menurut Piliang dan Djojosubagio (1990), serat kasar
terutama terdiri dari lignin dan
atau
dengan
Pakan serat berdasarkan bentuk
mempunyai kandungan serat kasar yang
ilmu
berbeda
rnateri
yang
tertinggal
selulosa, merupakan bahan
setelah
bahan
pakan
tersebut
mengalami proses pemasakan dengan asam keras dan basa keras,
sedangkan serat pakan selain lignin dan selulosa juga mengandung hemiselulosa, gum dan pektin dan beberapa karbohidrat
lain yang biasanya tidak dapat dicerna
.
Penelitian tentang serat kasar sudah banyak dilakukan
dan ternyata bahwa serat kasar hanya dapat dimanfaatkan tubuh
melalui proses fermentasi saluran pencernaan, sedangkan pada
unggas proses tersebut sangat terbatas sehingga bahan pakan
yang mengandung serat kasar tinggi pada u m u m y a sukar dimanf aatkan .
Dalam
sistimatika
susunan
zat makahan,
karbohidrat
dipisahkan menjadi bahan ekstrak tanpa nitrogen
(crude fiber).
serat kasar
(BETN) dan
BETN mengandung banyak gula dan
pati yang bersifat mudah dicerna, sedangkan serat kasar yang
benyak mengandung lignin dan selulosa bersifat sukar dicerna
(Sutardi,
selulosa
1980)
dan
.
Selanjutnya
bahkan
dinyatakan
sebagian besar
bahwa
sebagian
lignin sering dijumpai
dalam komponen BETN hijauan.
Anderson
et al.
(1994) meneliti tentang pengaruh beb-
erapa sumber serat pakan terhadap lemak serum dan hati pada
tikus.
Hasilnya ternyata serat pakan (oat gum, guar gum dan
pektin) menyebabkan konsentrasi kholesterol
yang
nyata
lebih
serat pakan
mudah
serum dan
rendah dibanding dengan yang
sellulosa.
hati
mendapatkan
Ransum yang mengandung serat yang
larut dan yang tidak larut
(seperti serat kedele dan
dedak gandum) tidak mempengaruhi nilai kholesterol serum dan
hati, tetapi nyata lebih rendah dengan yang mendapatkan serat
sellulosa.
Huang
(1980) mencoba memberikan pakan serat sampai 20%
pada tikus, ternyata dapat menurunkan kholesterol dan total
lemak dalam darah setelah 4 rninggu pemberian pakan.
kan
Anugwa
et
dl.
(1989) mencoba
memberikan
tinggi kandungan serat pakan pada babi,
ransum
lambung
yang
ternyata babi yang
mendapatkan serat pakan yang tinggi mempunyai bobot
saluran pencernaan dan
Sedang-
relatif
(stomach) yang lebih tinggi
setelah 34 dan 48 hari pemberian pakan.
Hasil penelitian tentang pengaruh serat pakan terhadap
lemak plasma, kholesterol hati dan feces pada tupai dilaporkan
oleh Jonnalaganda
minggu
konsentrasi
et al.
kholesterol
(1993) bahwa setelah umur 4
plasma
dan
kholesterol
HDL
plasma nyata menurun dan konsentrasi kholesterol VLDL dan W L
plasma nyata lebih rendah.
men j adi
tinggi,
sehingga
Ekskresi kholesterol total feces
serat
pakan
dalam
ransum
secara
efektif menyebabkan hypocholesterolamic pada tupai.
Frigard
et al.
(1994) telah melakukan
penelitian
tentang degradasi serat oleh enzym dan pengaruhnya terhadap
performan
produksi,
lemak
serum dan komposisi kimia
ayam pedaging dengan ransum dasar serat gandum.
tubuh
Dari peneli-
tian tersebut dilaporkan bahwa pada umur 3 minggu percobaan,
dari serat pakan yang diberi enzym dihasilkan bobot badan dan
konsentrasi kolestrol
serum masing-masing 23 dan 37% lebih
tinggi dari yang tidak diberikan enzym.
Kadar lemak tubuh
cenderung lebih tinggi dan kadar protein secara keseluruhan
lebih rendah pada ayam yang mendapatkan ransum yang ditambahkan enzym, juga dapat meningkatkan kecernaan bahan organik,
protein kasar, pati,
lemak kasar dan komponen serat pakan.
Pada ayam yang tidak mendapatkan enzym dalam ransumnya menghasilkan pertumbuhan, kecernaan nutrien, retensi lemak tubuh
dan konsentrasi kholesterol serum yang lebih rendah.
Robbin dan Ballew (1984) mengemukakan bahwa ayam peda-
ging yang diberi makanan secara bebas akan memproduksi lemak
sekitar 7 persen dari
tubuh
minggu
dan
lemak
tubuh
ini
bobot
badan
menjadi
pada
umur
meningkat
-
1
sekitar
3
12
persen pada umur 4 - 6 minggu.
Terdapatnya penimbunan lemak tubuh dalam karkas merupakan masalah yang serius dalam peternakan ayam pedaging (Akiba
et al. 19941, ha1 ini dapat merugikan karena mengurangi bobot
setelah
diolah
(dimasak) dan
terdapatnya
kholesterol
yang
dapat mengganggu kesehatan manusia (Mihardja, 1981).
Kegemukan pada ayam pedaging dipengaruhi oleh beberapa
faktor
termasuk genetik,
1986).
ayam
(Leenstra,
Manipulasi nutrisi dapat mengurangi perlemakan pada
pedaging
protein,
dapat
nutrisi dan lingkungan
dengan
rasio
mengeksploitasi
energi:protein,
mempengaruhi
(Akiba, 1988).
deposisi
dan
lemak
Sedangkan Cahaner
kandungan
kandungan
pada
et al.
energi
lemak
karkas
dan
dan
pakan
hati
(1986) jumlah lemak
abdomen pada ayam pedaging dapat dimanipulasi melalui jalur
genetik, ini diindikasikan dengan berkurangnya lemak karkas
apabila
dilakukan seleksi ulang dan
korelasi dengan jaringan adiposa.
line)
mempunyai
meningkat
bobot
dengan
terjadi perubahan,
1 ine)
terjadi
adiposa.
relatif
bertambahnya
Ayam yang besar (Hight-fat
beberapa
umur
sedangkan pada
penurunan
bobot
diperkirakan mempunyai
atau
jaringan
yang
lain
ayam yang kurus
relatif
adiposa
beberapa
tidak
(Low-fat
jaringan
Konsentrasi lemak pada semua jaringan adiposa 5-10%
lebih tinggi pada ayam yang gemuk
(Hight-fat line), konsen-
trasi lemak hati dan plasma darah juga lebih tinggi dari pada
ayam yang kurus.
lebih
banyak
Pada ayam tipe berat karena konsumsi pakan
akan
diiringi
oleh
peningkatan
ketersediaan
nutrien untuk lipogenesis (Sizemore dan Siegel, 1993).
Walaupun lemak abdominal bervariasi dengan perbedaan
level energi dan protein dalam pakan, tetapi nilainya tidak
mempunyai hubungan dengan deposisi lemak total karkas (Surnmer
et a1
.
sumsi
1992 , deposisi lemak karkas berhubungan dengan konenergi.
Ditambahkan
oleh
Waldroup
et
dl.
(1996)
bahwa dengan meningkatnya tingkat pertumbuhan dan penggunaan
pakan maka ayam pedaging akan meningkatkan konsumsi energi.
Tingginya level energi sering dipergunakan untuk mengakumulasi lemak abdominal terlalu banyak, tetapi tidak berhubungan
secara
konsisten
antara
rataan
energi
energy) dengan bobot lemak abdominal.
diet
(Mean dietary
Persentase karkas akan
menurun dengan tingginya level energi, sedangkan lemak abdominal tidak dipengaruhi oleh meningkatnya level energi asalkan
rasio energi:protein tetap konstan.
Lemak abdominal biasanya lebih sensitif terhadap faktor
nutrisi
daripada jaringan adiposa laimya,
karena biasanya
depot lemak pada subkutan, inter dan intramuskuler berkembang
lebih cepat dari pada depot abdominal (Evans, 1979).
Pakan bi j i-bij ian dan sumber protein merupakan faktor
yang mempengaruhi perlemakan pada ayam pedaging.
dl.
Akiba
et
(1987) melaporkan bahwa kandunqan lemak abdominal, kon-
sentrasi
trigliserida hati
serta
konsentrasi kortikosteron
plasma dipengaruhi oleh sumber protein pakan.
Bobot
badan
dan konsumsi pakan tidak nyata dipengaruhi oleh sumber bahan
pakan,
sedangkan kandungan
lemak pakan dan
sumber protein
dengan nyata mempengaruhi bobot badan dan konsumsi pakan pada
umur 8 minggu.
Dari beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa pakan
serat dapat mencegah timbulnya penyakit tertentu pada manusia
dan mempengaruhi nutrisi pada manusia Ban hewan.
pakan
serat
ternyata
mempengaruhi
metabolisme
Selanjutnya
lemak
dan
atheroclerosis dan dapat mencegah penyakit akibat bahan racun
yang ada dalam ransum (Akiba dan Matsumoto 1980). Selanjutnya
dilaporkan bahwa pakan serat pada ayam dapat menurunkan kadar
lemak hati, konsentrasi lemak plasma, koneentrasi kholesterol
serum dan tidak berpengaruh terhadap retensi energi, nitrogen
dan lemak.
Menurut beberapa laporan yang dikutip oleh McNughton
(1978) menyatakan bahwa dengan meningkatnya pakan serat dalam
ransum secara nyata menurunkan kadar kholesterol dalam serum
dan atau ditandai dengan berkurangnya deposisi pada arteri.
Selanjutnya dari hasil penelitiannya dilaporkan bahwa pemberian pakan serat dapat menurunkan kadar kholesterol telur dan
trigliserida plasma, sedangkan kholesterol dalam plasma tidak
berbeda dengan nyata pada beberapa level pakan serat.
Suatu penelitian telah dilakukan oleh Chen
et
dl.
(1984) tentang pemberian sayuran pada tikus, hasilnya ternyata
menurunkan
kandungan
lemak
dan
total
kholesterol
pada
hati, serum darah dan feces.
Story dan Furumoto dalam Beyer dan Jensen (1993) menya-
takan bahwa
ekskresi asam empedu termasuk kholesterol akan
meningkat dengan pemberian pakan serat, sebagai akibat dari
berkurangnya ketersediaan kholesterol untuk bergabung menjadi
lipoprotein.
Beyer
sorbose
dan Jensen
dalam
pakan
(1993) melaporkan bahwa
menyebabkan
turunnya
pemberian
produksi
telur,
konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan serta bobot telur
dan kuning telur, selanjutnya dilaporkan bahwa sorbose secara
nyata menurunkan kadar kholesterol dan very low density lipo
protein
(VLDL) plasma kira-kira 50 persen jika dibandingkan
dengan ayam yang mendapat
( 1990)
ransum kontrol.
Furuse
et al.
melaporkan bahwa ransum ayam petelur yang mengandung
10 atau 20 persen sorbose sangat nyata menurunkan konsentrasi
trigliserida, kholesterol, kilomikron dan low density lipoprotein
(LDL) dalam serum.
Noy dan Sklan (1995) melakukan penelitian tentang proses
pencernaan
dan penyerapan
nutrien
pada
ayam muda.
Bobot
badan dan konsumsi pakan meningkat dengan tajarn setelah umur
10 hari dan bersamaan dengan itu waktu perjalanan pakan pada
usus menurun sekitar 32%.
jaringan duodenum mensekresi ami-
lase, trypsin dan lipase hanya sedikit pada umur 4 hari dan
akan meningkat masing-masing 100, 50 dan 20 kali lipat pada
umur 21 hari.
pada umur
4
Pencernaan nitrogen akan meningkat dari 78%
bari menjadi
92% pada umur 21 hari, sedangkan
pencemaan asarn lemak dan p a t i berkisar antara 8 2
periode yang sama.
-
89% p a d a
Ini menunjukkan bahwa pencernaan pati dan
lipid d a l a m pertumbuhan ayam bukan merupakan faktor pembatas.
Pada
waktu
ayam
baru
menetas,
metabolisme
energi
berubah
suplainya dari lemak kuning telur kesumber karbohidrat dari
luar
(bahan pakan) .
kali
selama periode pertumbuhan dan perubahan terjadi pada
Konsumsi pakan a k a meningkat beberapa
saluran pencernaan dan sekresinya meningkat mengikuti perkembangan saluran pencernaan.
Penelitian yang lain melaporkan tentang meningkatnya
konsentrasi enzym pankreatik selama periode setelah menetas.
Konsentrasi amilase dan tripsin pada pankreas akan meningkat
tajam selama umur 21 hari (Krogdahl dan Sell, 1989) .
Selan-
jutnya konsentrasi lipase pankreas sedikit meningkat setelah
menetas, dan ada indikasi bahwa pencernaan lemak akan meningkat selama minggu-rninggu awal setelah menetas.
Pada hari pertama setelah menetas bobot bagian saluran
pencernaan meningkat
lebih cepat
dibandingkan dengan bobot
1991). akan tetapi setelah umur 4 hari
badan
(Sell
bobot
relatif saluran pencernaan tetap konstan.
et dl.
Perubahan
pada ukuran saluran pencernaan dan mukosa usus dapat mempengaruhi tingkat lamanya pakan dalam saluran pencernaan dan
efisiensi penyerapan.
Palo
et dl.
(1995) meneliti pengaruh pembatasan nutrien
terhadap performan dan perkembangan saluran pencemaan pada
ayam pedaging.
Hasilnya ternyata bahwa perlakuan tidak mem
pengaruhi bobot daging dada dan lemak abdominal, selain itu
persentase lemak karkas, protein kasar, abu, dan bahan kering
tidak dipengaruhi oleh pembatasan pakan.
Bobot
badan
dan
saluran pencernaan berkurang dengan nyata dengan pembatasan
pakan pada umur 14 hari.
Pembatasan pakan tidak menurunkan
bobot relatif organ kecuali hati.
Yamauchi
et al.
(1995) menyatakan bahwa morfologi dan
fungsi dari usus halus akan berubah tergantung dari kondisi
nutrien, dan morfologinya
selama perkembangan.
akan berbeda diantara breed
ayam
Ukuran villi usus berhubungan dengan
fungsi penyerapan dan akan berubah oleh aktivitas sel mitosis dari sel epithel.
Tinggi villous dilaporkan nyata berhu-
bungan dengan fungsi penyerapan pada kelinci dan tergantung
dari jurnlah sel epithel pada ayam.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu: penelitian di lapangan, di laboratorium dan penelitian uji biologis pada ayam pedaging.
Penelitian Tahap I : T i n g b t Pertumbuhan clan Produksi Dyckweed
Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat
tempat
pertumbuhan
dan
produksi
duckweed.
Digunakan
12
(kolam) dengan ukuran 1 x 1.5 m2 dengan kedalaman 30
cm, kemudian,ditanam beberapa koloni duckweed (bobot awalnya
ditimbang) selama jangka waktu tujuh hari.
Tingkat pertumbu-
han relatifnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus menurut Porath e t a l .
(19791, Bjordahl dan Nilsen (1985) yaitu :
RGR = ( l a 2
-
In Bl) / (t2
-
tl)
-:
( R e l a t i v e G r o w t h R a t e ) = tingkat pertumbuhan relatif
t = waktu dalam hari
In = n a t u r a l l o g
B = parameter yang diukur
RGR
Untuk menghitung produksi duckweed baik produksi dalam
bentuk segar maupun kering (per satuan luas dan waktu tertentu)
dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
Produksi
=
(B2 - Bl)/luas area/(t2
-
tl)
-2
B
= parameter yang diukur
t = waktu dalam hari
Tempat clan Waktu Penelitian:
Penelitian ini dilakukan di
Teaching Farm
Fakultas
Peternakan Universitas Mataram dan berlangsung selama 2 bulan
yaitu mulai bulan Maret sampai bulan April 1995.
Penetitian Tahap 11: Penentuan Kandungan Nutrien Duckweed
Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk rnengetahui
kandungan nutrien yang
dimiliki
pada beberapa lokasi.
Sebelum penelitian dimulai terlebih
dahulu
ditetapkan
terdiri
dari
budidaya,
beberapa
dilakukan
lokasi
sawah,
kemudian
koloni
kolam
oleh
tempat
duckweed
pengambilan
kangkung,
yang
tumbuh
sampel
*lembungN dan
yang
tempat
masing-masing
tempat
tersebut
m a
minggu
setelah penanaman
duckweed.
pengambilan
sampel
duckweed
pada
ditanami
masing-masing
lokasi kemudian dikeringkan dan digiling halus untuk dianalisis.
Juga dilakukan pengukuran pH dan temperatur media (air)
pada masing-masing lokasi.
Kemudian diambil sampel air untuk
dinalisis kandungan amonia dan beberapa mineral.
Pengukuran
pH dan temperatur air dilakukan tiga kali seminggu dan pengukuran di lakukan pada pagi, siang dan sore hari, sedangkan
pengambilan air sampel dilakukan sebanyak dua kali.
vEmbungn merupakan sejenis waduk
dibuat oleh masyarakat setempat
(kolam besar) yang
(Pulau Lombok) untuk menam-
pung atau menyimpan kelebihan air pada musim hujan.
Sedang-
kan sawah yang dipergunakan adalah yang sudah ditanami padi
dengan umur sekitar 2 - 3 minggu.
duckweed yang dianalisis meliputi :
Kandungan nutrien
1. Kadar air, bahan kering, abu, lemak kasar, protein kasar,
serat kasar dan BBTN
(dianalisis secara proksimat dengan
metode AOAC, 1984).
2. Energi bruto dianalisa dengan "Adiabatic Bomb CalorimeterH
3.
Neutral
Detergent
Fiber
(NDF)
( A D F ) dengan metode Van Soest
dan Acid
Detergent
Fiber
(1982)
4. Kadar asam amino dengan card "ion exchange chromatography"
dengan Auto Analyzer I1
5.
Kadar
B-karoten
Technicon TSM.
dikerjakan
dengan
metode
kromatografi
kolom dan spektrofotometri (Susana,1992).
6 . Kadar mineral dengan AAS
(Atomic Absorpion Spectrophotome-
ter)
7. Energi termetabolisme dan Retensi Nitrogen
nilai energi
termetabolisme dari
.
Pengukuran
duckweed yang diambil
dari beberapa lokasi tempat tumbuh (sawah, kolam kangkung,
embung dan tempat budidaya) dilakukan
dengan :
a. Metode subsitusi:
Pada penelitian ini digunakan 20 ekor ayam kampung
jantan berumur sekitar 10 - 11 bulan dengan bobot badan
sekitar 2 kg.
Dengan menggunakan kandang individual,
ayam dipelihara terlebih dahulu selama dua minggu untuk
dilatih
makan
setiap hari.
duckweed.
cepat
dengan
membatasi
waktu
makaMya
Ransum yang diberikan mengandung tepung
Metode ini dilakukan dengan mencampur duckweed yang
akan
diukur
diet),
yaitu
MEnya
ke
dalam
ransum
(reference
dasar
ransum dengan kandungan nutrien lengkap
baik kualitas maupun kuantitasnya, tapi tidak mengandung
Sumlah
duckweed.
yang
duckweed
dicampurkan ke
Selanjutnya ransum dasar (RD)
dalam ransum dasar 10 % .
dan ransum subsitusi, RS
masing-masing dalam waktu
(90 %
RD
+ 10
yang bersamaan
%
duckweed).
nilai MEnya
diukur dengan menggunakan metode total koleksi (seperti
metode
Sibbald,
19891,
maka
ME
dari
duckweed
dapat
diperoleh lewat perhitungan matematik sebagai berikut :
MERS
= 30% MERD + 10% MEduckweed
10% MEduckweed = MERS - 90% MEm
MEduckweed = MEKS
-
0 - 9 MERD/ 0.1
MERS dan MERD nilainya diperoleh dari feeding trial.
Sebelum dimulai koleksi feces di bawah kandang dipasang
penampung dari plaetik untuk menampung feces.
total feces dilakukan selama 3 hari.
Koleksi
Feces yang dikum-
pulkan dibersihkan dari bulu-bulu ayam yang rontok dan
benda asing lainnya, kemudian dikeringkan dalam oven 60
OC
selama
dianalisis
24
jam.
kadar
Setelah digiling
air,
nitrogen
dan
halus
energi
kemudian
brutonya.
Analisis yang sama juga dilakukan pada bahan pakan yang
diu ji .
b.
Metode
forced feeding
oleh Sibbald (1989).
ayam
dipuasakan
duckweed yang
(pakan paksa)
yang
Pada saat percobaan dimulai semua
selama
36
sudah dibuat
paksa pada 16 ekor ayam
jam,
pellet
setelah
pakan,
dipuasakan
dimasukkan
dengan
masing-masing 30 gram, sedang-
kan 4 ekor l a i m y a tetap dipuasakan.
. pemberian
diterapkan
feces
Setelah 36 jam
dikumpulkan
dan
penanganan
berikutnya sama halnya seperti pada metode subsitusi.
Kandungan energi termetabolisme dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
JceteME
= Energi termetabolisme
GE,
= Gross energi bahan pakan
GEf
RetN
a
b
K
= Gross energi feces ayam yang diberi makan
= Retensi nitrogen
= Jumlah konsumsi bahan pakan
(gram)
= Jumlah feces ayam yang diberi makan
=
(gram)
Energi equivalen per gram asam urat (kalori) atau
sama dengan 8.22 Kkal/g asam urat
Tempat dan W a k t u Penelitian :
Untuk analisis butir 1, 2 dan 3 dilakukan di Laboratoriurn Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor dan Universitas Mataram.
dilakukan
di
Laboratorium
Kimia
Terpadu
Fmalisis butir 4
Institut Pertanian
Bogor,
butir
5
di
Laboratorium
Puslitbang Pangan dan Gizi
Bogor, butir 6 di Laboratorium Analitik Universitas Mataram
sedangkan butir 7 dilakukan di Teaching Farm Fakultas Peternakan Universitas Mataram.
Penelitian ini berlangsung selama
tiga bulan yaitu mulai bulan April sampai bulan Juni 1995.
Penelitian Tahap I11 : Uji Coba (Feeding TnnaC)DucAweed Sebagai Bahan Pakan
Untuk Ayam
Pada penelitian ini
dikeringkan biasa
ayam
pedaging
Phokphand
Strain
Arbor
sudah
Feeding trial dilakukan pada
( s m dry).
sejumlah 210
Penelitian
dipergunakan duckweed yang
Acres
ekor
umur
CP-707
produksi
Charoen
sehari
(Day old
chick).
dilakukan di Teaching Farm
Fakultas Peternakan
Universitas Mataram dan berlangsung selama dua bulan mulai
bulan Juli sampai bulan Agustus 1995.
Bahan
jagung ,
tepung
tepung
pada
asam
ikan,
digunakan
dedak
selain
halus ,
duckweed yaitu
bungkil
jagung.
amino ditambahkan Analog
kedele ,
:
CaC03,
Untuk mencukupi
Hidroksi Methionin
Ransum perlakuan disusun sesuai dengan kebutuhan ayam
setiap
dibuat
yang
tulang, premix dan minyak
kebutuhan
(AHM).
pakan
fase
menurut
NRC
dalam bentuk pellet.
(1984) dan
ransum perlakuan
Ransum disusun isokalori dan
isonitrogen .
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak
lengkap
pola
searah
dengan
enam
macam
perlakuan.
Masing-
masing perlakuan terdiri dari lima ulangan dan setiap ulangan
terdiri dari 7 ekor anak ayam, sehingga mernbutuhkan 210 ekor
anak ayam.
Apabila ada perbedaan diantara per
Sampai saat ini dalam usaha peternakan masalah pakan
merupakan masalah yang masih tetap diteliti dan dibicarakan,
karena rnasalah
merupakan
ini
mempunyai
komponen yang
peranan
yang
banyak
paling
strategis
membutuhkan
dan
biaya.
Akhir-akhir ini banyak penelitian diarahkan untuk menggunakan
bahan-bahan pakan yang berasal dari limbah industri, pertanian dan bahan pakan lain (inkonvensional) sebagai usaha menghasilkan pakan yang lebih murah.
Sistem pengolahannya juga
mendapat perhatian dengan maksud untuk meningkatkan manfaat
dan efesiensi penggunaannya sebagai bahan pakan.
Bahan pakan
untuk
ternak
unggas yang
sebagian besar
terdiri dari jagung sering dianggap bersaing dengan kebutuhan
manusia, selain itu suplainya tidak kontinu sehingga sering
mengalami f luktuasi harga.
Bahan pakan lain masih diimpor
(seperti tepung ikan, bungkil
kedele bahkan
jagung) yang
menyebabkan tingginya harga pakan di Indonesia.
Usaha
peternakan
ayam
mempunyai
ketergantungan
tinggi terhadap kuantitas dan kualitas pakan.
yang
Dengan semakin
menyebarnya usaha peternakan ayam, maka sifat ketergantungan
tersebut dapat menj urus pada "kerawanann terhadap kelangsungan produksi daging dan telur apabila tidak didukung oleh
jaminan penyediaan pakan.
chick)
Harga pakan
dan doc
(day old
terus meningkat dan sering tidak diikuti oleh pening-
katan harga dari produk peternakan, sehingga keuntungan yang
diperoleh peternak sering menipis bahkan banyak yang mengalami kerugian.
Untuk itu perlu diupayakan mencari sumber bahan pakan
alternatif yang dapat mengganti sebagian atau seluruh
suatu jenis bahan pakan.
penggunaan
bahan
kompetitif
dengan
pakan
dari
Perlu dipertimbangkan kemungkinan
inkonvensional yang
kebutuhan
manusia
,
sifatnya tidak
sehingga
ditemukan
sumber-sumber bahan pakan baru yang kemungkinannya mempunyai
kualitas yang
cukup baik.
Hanya
saja perlu diperhatikan
bahwa bahan pakan jenis inkonvensional ini hendaklah mudah
diperoleh
dan
potensinya
(ketersediaannya) cukup
banyak,
harganya lebih murah serta nilai nutriennya cukup tinggi dan
disukai oleh temak.
Merupakan suatu hal yang bijak kalau perhatian ditujukan kepada sumber-sumber pakan inkonvensional seperti *@gulma
air" yang selama ini mendominasi daerah perairan di Indonesia
dan belum dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak unggas.
Di berbagai negara termasuk Indonesia masalah gulma air
telah mendapat perhatian yang
dengan banyaknya dana
gulma air tersebut.
cukup besar dari pemerintah
yang dikeluarkan untuk pengendalian
Gulma air dianggap menimbulkan kerugian
dan mengganggu usaha tani atau lingkungan hidup.
Untuk menekan perkembangan dari gulma air tersebut sudafi
banyak cara yang dilakukan, baik secara mekanis, kimia dan
biologis. Pengendalian secara mekanis umumnya mahal, karena
memerlukan banyak
tenaga manusia dan peralatan dan
sarana
lain yang mahal.
Cara kimia dapat memberikan pengaruh sam-
pingan yang negatif, ha1 ini hanya bersifat sementara waktu
saja dan kemungkinan untuk tumbuh kembali akan lebih besar
dari semula.
Usaha-usaha pengendalian di atas akan memerlukan biaya
yang cukup tinggi, maka perlu dipertimbangkan kemungkinankemungkinan
adanya
kegunaan untuk
dirnanfaatkan dari
segi
lainnya, yang mungkin dapat dilakukan secara murah dan sederhana.
Salah satu cara ialah memanfaatkannya sebagai bahan
pakan ternak dan ikan, baik sebagai surnber protein, serat dan
karoten .
Disamping
itu
juga
dapat
dimanfaatkan
sebagai,
pupuk, bahan pembuat kompos dan gasbio. Dengan demikian perlu
dilakukan penelitian interdisipliner dalam rangka memanfaatkan gulma air untuk tujuan komersial.
Hal-ha1 yang perlu diperhatikan dalam penggunaan gulma
air
sebagai bahan
pakan
ternak
yaitu
daya
cerna
protein
kasar, energi dan palatabilitasnya dengan uji biologis menggunakan hewan
percobaan
serta perlu
dikembangkan beberapa
jenis teknologi pengolahan pakan untuk meningkatkan palatabilitas dan kecernaannya.
Beberapa jenis gulma air yang banyak ditemukan tumbuh di
lahan
berair
yaitu
enceng
gondok
(Eichhomia
crassipes).
kyambang ( S a l v i n i a m o l e s t a ) , ganggang ( H y d r i l l a v e r t i c i l a t a ) ,
kayu apu ( P i s t i a s t r a t i o t e s ) , A z o l l a p i m a t a dan dari family
l e m a c e a e seperti duckweed serta banyak lagi yang lainnya.
Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa
gulma air
mempunyai kadar protein dan asam amino yang relatif tinggi.
Gulma air seperti duckweed banyak didapat tumbuh di kolam,
danau atau waduk serta di daerah persawahan terutama pada
saat padi masih tergenang air.
Melihat nilai nutriennya dan produksi biomassa bahan
keringnya
yang
cukup
tinggi,
dan
dapat
diusahakan
dengan
sistem budidaya yang mudah dan murah, besar kemungkinannya
duckweed dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak, serta
dapat mensubsitusi bahan pakan lainnya.
Kalau dikaitkan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat konsumen mengenai hubungan status gizi dalam makanan
dengan masalah kesehatan, terlihat adanya kecenderungan beralihnya preferensi konsumsi masyarakat ke daging yang sedikit
mengandung lemak.
Akhir-akhir ini di berbagai media massa sering dipublikasikan tentang kholesterol kaitannya dengan penyakit yang
ditimbulkannya
seperti
aterosklerosis,
jantung koroner dan sebagainya.
stroke,
penyakit
Bahan makanan yang mengan-
dung kholesterol tinggi akan menyebabkan tingginya kholesterol
plasma,
sehingga menganggap
kholesterol
sebagai momok
dalam makanan sehari-hari.
Kholesterol adalah khas hasil metabolisme hewan, oleh
karena itu banyak ditemui dalam makanan yang berasal
hewan
seperti hati, otak, daging dan kuning telur.
dari
Usaha
pengurangan perlemakan dan kadar kholesterol perlu dilakukan,
salah satu cara yang dapat dilakukan pada ayam pedaging yaitu
dengan pemberian pakan serat.
Tanaman duckweed yang selama ini dianggap sebagai gulma
dengan
kadar
protein
dan
serat yang
cukup
tinggi, besar
kemungkinannya untuk masa mendatang akan menjadi salah satu
sumber bahan pakan ternak yang berpotensi cukup baik.
Untuk
itu perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji aspek agronominya (pertumbuhan dan produksi), nilai nutriennya dan apabila
diberikan pada ternak diharapkan dapat mengurangi perlemakan
dan meningkatkan efisensi penggunaan pakan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi yang
dimiliki oleh duckweed ditinjau dari tingkat pertumbuhan
produksinya
serta
mengevaluasi
potensi
nutrien
dan
duckweed
sebagai bahan pakan ternak ayam, sehingga diketahui kemungkinan tingkat penggunaan duckweed dalam ransum bila ditinjau
pengaruhnya terhadap performan ternak ayam.
T I N J A U A N PUSTAKA
Gulma Air: Duckweed
Gulma
air
adalah tumbuhan
yang sebagian
atau seluruh
daur hidupnya berada ditempat yang berair dan yang menimbulkan kerugian pada berbagai usaha manusia
Selanjutnya menurut Mitchell dalam Mangoendihardjo
1982).
(1982)
(Mangoendihardjo,
bahwa
gulma
air
yaitu, yang tumbuh (1)
di dalam air
dibedakan dalam
di bagian tepi
(submerged w e e d s ) ,
beberapa
(marginal
Submerged
weeds) ,
( 2)
(3) muncul di permukaan air
( e m e r g e d w e e d s ) , dan ( 4 ) yang mengapung bebas
weeds).
golongan
(free floating
w e e d s sebagaian besar mempunyai akar dan
semua bagian tanaman berada di bawah permukaan air, ada juga
emergent
weeds
akarnya berada
dalam
tanah tetapi sebagian
besar bagian batang dan daunnya muncul di atas permukaan air
(Van zon, 1977) .
Menurut Soerjani (1980), gulma air pada dasarnya merugikan manusia, tetapi sebagai tumbuhan tentu ada saja peranannya yang mungkin menguntungkan.
Duckweed
berperan sebagai
penghasil hijauan yang marnpu mengikat energi matahari, sebagai bahan makanan mahluk
lainnya, membantu peredaran udara
dalam air melalui peristiwa fotosintesa, membantu pengendapan
bahan-bahan yang terbawa oleh air.
Disamping itu juga dapat
menyerap kelebihan zat hara yang menyebabkan pencemaran air.
Ramlan
( 1991 )
mengemukakan bahwa gulma air dapat juga
mengganggu ekosistem dengan membatasi penetrasi sinar mataha-
ri di bawah pemukaan air , tetapi sebaliknya beberapa gulma
air sangat berguna sebagai penghasil oksigen selama proses
Ditambahkan oleh Duffield
fotosintesis.
(1981) bahwa duck-
weed dapat mengurangi aerasi permukaan, meningkatkan aktifitas
heteropik
mikroorganisme
dan
meningkatkan
pelepasan
oksigen ke atmosfir melalui fotosintesis.
Skillcorn
et al.
(1993) melaporkan bahwa tanaman air
khususnya duckweed memberikan harapan sebagai tanaman komersial yang baru
Sistem
terutama di negara yang sedang berkembang.
aquaculture mempunyai
dibandingkan
potensi yang
terristerial
dengan
lebih produktif
agriculture
dan
sangat
potensial untuk meningkatkan produksi protein.
Menurut Rodger
diteliti karena
et dl.
morfologi
duckweed penting untuk
duckweed merupakan
:
disetiap wilayah, menutupi 40
tahun,
( 1978) ,
atau
-
bentuk
tanaman yang dominan
100% permukaan air sepanjang
pertumbuhamya
memungkinkan
untuk pengambilan spesimen yang dapat merefleksikan habitat
tumbuhan air dan kondisi kimia pada tiap-tiap daerah sampling.
weed
Ditambahkan oleh Wedge dan Burris (1982) bahwa duck-
dapat
tumbuh
baik
daerah
beriklim
sedang maupun
tumbuh di permukaan kolam yang dangkal.
tropis, dan dapat
Menurut Leng et dl.
pada temperatur 6
di
-
(1994) duckweed dapat tumbuh dengan baik
33 OC dengan pH 5
baik pada pH 6.5 - 7.5.
-
9, dan akan lebih
Duckweed (Family Lemnaceae)
merupakan tanaman kecil
yang mengapung bebas dengan penyebaran yang sangat luas diseluruh dunia.
Ada empat genera yaitu:
Spirodela, Lemna,
Wolffia dan Wolffiella dan terdiri dari sekitar
40
spesies.
Tanaman ini secara relatif mempunyai morfologi yang sederhana
dan tidak mempunyai batang atau kehidupan yang lengkap dan
selalu terdiri dari daun yang berbentuk oval dalam jumlah
sedikit bahkan ada yang berdaun tunggal, panjangnya biasanya
mencapai 5 mm.
Tiap-tiap daun tidak semuanya mempunyai akar
dan sangat jarang berbunga.
Reproduksi seksual jarang terja-
di, hampir semua reproduksinya berlangsung secara vegetatif.
Selanjutnya dikemukakan bahwa tanaman ini hidup dalam bentuk
koloni dan membentuk lapisan hijau di atas pennukaan air,
serta mempunyai kemampuan tumbuh yang sangat cepat
1976 ;
Pancho
dan
Soerjani,
1978) .
seperti
(N.A.S . ,
terlihat
pada
Gambar 1.
Menurut Andersen
et al.
(1985) duckweed termasuk tana-
man C 3 , dengan tingkat fotorespirasi yang tinggi.
nya
dilaporkan bahwa
keseirnbangan antara
fotorespirasi tergantung dari
Selanjut-
fotosintesis dan
rasio C 0 2 : 0 2 pada
atrnosfir.
Dengan meningkatnya level C02 di udara, atau menurunnya level
0 2 , fotorespirasi dapat
menurun dan fotosintesis meningkat
akibatnya pertumbuhan meningkat.
Hasil penelitian Wedge dan Burris (1982) tentang pengaruh
temperatur dan intensitas cahaya pada proses
fotosinte-
sis, dapat diperoleh indikasi apakah duckweed termasuk tanaman C3 atau C 4 .
temperatur
Berdasarkan respon fotosintesis terhadap
duckweed
bukan
termasuk
tanaman C3.
Seperti
contoh bunga matahari yang termas.uk tanaman C3, temperatur
optimumnya 20°c
dengan intensitas cahaya 300 pE m-2.det-1 -
1800 pE m-2.det-1, dan apabila temperatur naik di atas 20°c
fotosintesis
akan
menurun,
temperatur optimum 30 -
sedangkan
mempunyai
duckweed
3 5 O ~ . Tetapi dari hasil penelitian
yang lain lebih cenderung menggolongkannya ke tanaman C3.
Beberapa
(recovering)
species dari
nutrien
pada
duckweed
air
dapat
limbah,
memanfaatkan
duckweed
menyerap
nutrien melalui akar dan permukaan daun bagian bawah, tingkat
pertumbuhan eksponensial memungkinkan koloni duckweed mengabsorbsi nutrien dalam jumlah banyak (NAS, 1976; Ice dan Couch,
1987).
Leng et dl.
rap nutrien melalui
(1994) menambahkan bahwa duckweed menyesemua bagian permukaan daun, sehingga
pemupukan dapat dilakukan dengan menebarkan, melarutkan dan
menyemprot.
Hasil penelitian Zuberer (1984) melaporkan bahwa
dipermukaan tanaman, termasuk
bagian
daun
dan
akar
dapat
didiami oleh bakteri dan mikroorganisma lainnya.
Dari beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa duckweed
merupakan tanaman yang sangat efisien dalam ha1 mengubah atau
membersihkan nutrien dan polutan yang lain dari air limbah
menjadi jaringan dengan kandungan protein tinggi dan dapat
dimakan
(Mbagwu dan Adeniji, 1988).
Selanjutnya dinyatakan
bahwa duckweed dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mampu
menghasilkan produk (bahan pakan) dengan jumlah banyak dalam
waktu yang relatif singkat, khususnya apabila tumbuh pada
tempat yang kaya nutrien seperti tempat pembuangan limbah
ternak. Duckweed
mempunyai kemampuan yang besar untuk mem-
bersihkan
air
polusi
dan
menyerap
nitrogen,
fosfor
dan
substan organik seperti sukrosa dan asam amino dalam jumlah
besar
(Andersen
et
al. 19851, dan bernilai tinggi sebagai
pakan ternak sumber protein
penghasil methan
(Reddy e t dl.
1989, Walkel dan Younos, 1987) .
Menurut Oron (19901, tingkat pertumbuhan relatif d u c k weed
bervariasi antara 0.31 hari-'
dalam jangka waktu 3 hari
dan 0.24 hari-I untuk jangka waktu 10 hari, tetapi kandungan
proteinnya menurun dari 32% menjadi
20%. dengan rata-rata
produksi bahan kering sekitar 12 g.m-2.hari-1.Untuk memperoleh tingkat pertumbuhan relatif dan kadar protein yang lebih
tinggi disarankan supaya duckweed ditanam pada kolam dengan
kedalaman sekitar 30 cm.
Pada kondisi yang baik produksi
maksimumnya dapat mencapai 28 g.m-2.hari-1 (Sutton dan Ornes
1975). Apabila dilakukan pemanenan tiap hari duckweed
punyai
crop
growth
rate
14.9
(CGR)
kering (Mbagwu dan Adeniji, 1988)
g.m-2.hari-'
membahan
.
Produksi biomassa dari duckweed menurut Reddy dan DeBusk
(1985) adalah 16.1 ton bahan kering ha-'
tahun-I.
Rata-rata
pertumbuhan mencapai maksimal pada kepadatan yang rendah dan
menurun pada kepadatan yang tinggi.
Menurut beberapa hasil
penelitian yang disitasi oleh Leng
et
al.
(1994) bahwa
produksi bahan kering d u c k w e e d pada kondisi yang alami mencapai 10
-
20 ton ha-'
tahun-l, sedangkan pada kondisi yang
mendekati kondisi optimum dapat mencapai 79 ton ha-'
Pola
pertumbuhannya
menyerupai
pertumbuhan
tahun-'.
eksponensial
unicellular algae dan mempunyai potensi yang tinggi untuk
menghasilkan bahan pakan ternak.
Secara umum pertumbuhan d u c k w e e d dipengaruhi oleh temperatur dan intensitas penyinaran serta konsentrasi nutrien
dalam air (Leng et al, 1994).
Selanjutnya dilaporkan bahwa
massanya dapat menjadi dua kali lipat dalam waktu
16 jam
sampai dua hari pada ketersediaan nutrien, sinar matahari dan
temperatur air yang optimal.
Kawabata
duckweed
et al.
(1986) menyatakan bahwa pertumbuhan
pada sawah yang ditanami padi memberikan beberapa
keuntungan yaitu dapat menyerap kelebihan nutrien pada tanaman padi dan sebagai pembersih pada saluran irigasi, serta
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pupuk.
Kandungan Nutrien Duckweed
Boyd dan Scarsbrook (1975) menyatakan bahwa sampel bahan
kering dari beberapa spesies gulma air mempunyai kadar protein dan karbohidrat yang
tinggi dengan kadar serat
yang
rendah,. sehingga mempunyai kemungkinan untuk dapat digunakan
sebagai bahan pakan ternak.
Banerjee dan Matai (1990) melaporkan bahwa
30 spesies
dari tumbuhan air mempunyai nilai bahan kering sekitar 4-16%;
29 spesies mempunyai kadar protein lebih dari 10%.
Selanjut-
nya dilaporkan bahwa tanaman air mempunyai serat kasar yang
rendah
dan
tinggi
kadar
lemak
dan
abu
jika
dibandingkan
dengan hijauan yang biasa diberikan pada ternak.
Sebanyak 18
tanaman air mengandung abu dibawah IS%, dan jika dibandingkan
dengan hijauan konvensional , 12 tanaman air tampaknya mempu nyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.
Menurut Rusoff
mengandung
(1980) duckweed kering matahari
et dl.
protein
kasar
sekitar 25.2
protein konsentratnya berkisar dari 37.5
-
sedangkan
36.5%.
Kandungan
44.7%.
asam amino esensialnya dari protein konsentrat lebih baik
jika
dibandingkan
methionin.
dengan
standar
FA0
isoleusin 3.6;
:
amino
lysin 4.0; methionin
leusin 6.7; phenilalanin
dan
valin
0.9.
duckweed
dapat
digunakan
3.1
asam
Selanjutnya dilaporkan bahwa rata-rata kandungan
asam aminonya (g/100 g protein) adalah
0.9;
kecuali
Oleh
karena
secara
itu
protein
efektif
threonin
4.2;
konsentrat
sebagai
suplemen
protein pada ransum yang rendah kadar lysinnya seperti ransum
dengan bahan dasar jagung atau beras.
Kandungan nutrien duckweed menurut beberapa peneliti
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan N u t r i e n Duckweed Menurut Beberapa
Peneliti
-
N u t r en
~
A
B
C
D
E
............................
Bahan k e r i ng
6
4.93
P r o t e i n kasar
20.4
29.88
Kal s i um
Fosfor
1
1.1
1.4-3
0.48
24.4
-
...................
25.21
8.70
6.57
29.30
27.80
1.55
-
1.22
1.87
-
1.75
2.8
5.5
1.33
4.90
4.09
4-6
Serat kasar
7-10
15.7
9.6
10.4
9.3
13.52
6.90
10.56
Abu
8-14
17.2
15.03
12.3
14.5
17.99
15.44
14.77
32.1
41.95
-
38.98
42.9
-
Keterangan
:
5.33
37.6
Rataan
Lemak kasar
BETN
3.8
%
G
F
-
A = National Academy of Sciences (1976)
B = Banerjee dan Matai (1990)
C = Rusof f et al. (1980)
D = Boyd dan Scarsbook (19751
E = Culley et al. (1981)
F = La1 dan Pathak (1988)
G = Hassan dan Edwards (1992)
Duckweed mempunyai kandungan nitrogen yang cukup tinggi
yaitu 6 - 7%. rendah kadar abu , dan tinggi kadar proteinnya
sehingga
cocok
sebagai
kalium sekitar 1.5
kan bahwa
jika
-
bahan
pakan
ternak,
dengan
kadar
3% (N.A.S,-1976). Selanjutnya dikemuka-
dilakukan panen
tiap
hari,
1
ha
duckweed
menghasilkan protein kasar hampir sama dengan produksi 60 ha
tanaman kedelai tiap tahun.
lihatkan
bahwa
duckweed
Beberapa hasil analisis memper-
lebih
kaya
asam
amino
lisin
dan
arginin jika dibandingkan dengan alfalfa, tapi rendah kandungan methioninnya
Culley
et al. (1981) melaporkan bahwa duckweed yang di-
kembangbiakkan pada penampungan limbah ternak yang mempunyai
kandungan nitrogen sekitar 30 mg liter-'
mempunyai kandungan
protein kasar yang cukup tinggi (37.6%). duckweed memberikan
harapan yang besar untuk peningkatan produksi dan kualitas
pakan secara menyeluruh, tetapi belum dilakukan secara lengkap dengan menggunakan teknologi yang tinggi.
Leng
et dl.
(1994) menyatakan, duckweed yang tumbuh pada air yang kaya
akan nutrien mempunyai konsentrasi mineral langka, K dan P
serta pigmen yang tinggi terutama karoten dan xanthophyll,
sehingga
tepung
duckweed
penting
sekali
sebagai
suplemen
untuk unggas dan ternak lainnya, dan merupakan sumber vitamin
A dan B yang baik untuk manusia.
Menurut Oron
et
al.
(1987) kadar protein duckweed
mencapai 25% berat kering, dan pada kondisi yang baik hasil
protein tahunamya mencapai 12 ton-ha-Ijauh melampui tanaman
bahan pakan konvensional laimya, sedangkan menurut Hassan
dan
Edwards
menurut
(1992) mengandung
Andersen
et dl.
protein
(1985)
kasar
30-40%.
21-33%, dan
Dewanji
(1993)
mempelajari profil komposisi kimia dari ekstrak daun beberapa
gulma
air
sekitar 6.1
termas.uk duckweed, ternyata mengandung
-
8.79, l3-karoten 462.5
-
nitrogen
674.7 pg.g-l, dan poly-
phenol 1.3-2.9%. Hasil sampingan setelah diekstraksi protein
daunnya, masih
kadar nitratnya
mengandung
(0.23 -
2.1
-
3.2% nitrogen dan
0.65%). dan bahan
rendah
ini masih dapat
digunakan sebagai tambahan pakan pada ternak ruminansia.
Duckweed yang segar menurut Leng
et al. (1994) mengan-
dung air sekitar 92 - 94%, duckweed dengan pertumbuhan yang
lambat mempunyai
kadar
serat dan
kandungan protein yang rendah.
abu
yang
tinggi
dengan
Selanjutnya dinyatakan bahwa
duckweed yang tumbuh pada air yang sedikit (miskin) nutrient
mengandung
protein
kasar
15-25% dan
serat
kasar
15-30%.
sedangkan yang tumbuh pada kondisi yang ideal dan dipanen
secara reguler mengandung protein
kasar 5 -
15%.
kasar
35-43% dan
serat
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 2
tentang perbandingan kandungan nutrien duckweed dengan tepung
biji kapas.
Tabel 2. Perbandingan Kandungan Nutrien Duckweed dengan
Tepung Biji Kapas
Protein
kasar
Lemak
kasar
..............
Temuat tumbuh ;
Natural lagoon
Armidale Sewerage
15-35
40-43
Tepung biji kapas
42
Serat
kasar
%
.............
5-4
8-25
5
1.5
13
4.4
Abu
Sumber: Stambolie dan Leng (1994) dalam Leng
15
13
7
et dl.
(1994)
Protein duckweed mempunyai susunan asam amino esensial
yang lebih baik dan lebih menyerupai protein hewani dari pada
protein tanaman laimya
al.,
19941, sehingga
(Hillman dan Culley dalam Leng
duckweed
dapat
dimanfaatkan
et
sebagai
sumber protein yang mempunyai kualitas tinggi untuk meningkatkan produksi ternak.
Komposisi asam amino dari duckweed
bahan
pakan
biji-bijian,
menurut Mbagwu dan Adeniji
dan
bahan
dibandingkan dengan
pakan
sumber
protein
(1988) dapat dilihat pada Tabel 3
dan Gambar 2 .
Tabel 3 .
Asam
ami no
Lysin
Histidin
Argi n i n
FA0
4.2
-
AS. ASpt.
-
Threonin
2.8
Seri n
AS. Glu.
Pro1in
-
Gl y s i n
A1 ani n
V a l in
4.2
Methionin 2.2
I s o l e u s i n 4.2
Leusin
Tyrosin
Pheni 1 .
4.8
2.8
Komposisi Asam Amino Duckweed dibandingkan dengan
Bahan Pakan Lainnya, dan Rekomendasi dari FA0
Jagung
Sorgum
Bungki 1 Bungki 1
kapas
kedele
~ e p u n gBungki 1
darah
kacang
. . . g/100 g p r o t e i n . . . . .
3.88
9.08
1.99
1.88
6.04
1.59
3.32
1.07
3.86
6.28
7.72
3.72
2.14
4.31
1.44
1.83
2.80
3.95
10.05
7.10
7.40
3.05
1.51
2.89
3.18
1.82
2.32
1.64
2.46
5.04
6.31
1.79
2.63
0.59
0.66
1-19
2.68
1.13
1.28
2.42
4.71
10.05
2.10
2.49
1.16
2.99
6.51
2.44
Keterangan : a). Mbagwu dan Adeniji (1988)
b) . Porath et dl. (1979)
Duckweed
a)
b)
Kandungan asam amino esensial pada duckweed lebih tinggi
daripada yang direkomendasikan oleh FAO, kecuali asam amino
methionin hanya 61.42 dari rekomendasi
(Mbagwu dan Adeniji,
Di negara-negara dunia
ketiga yang banyak mengkon-
sumsi jagung, sorgum dan beras
duckweed dapat dimanfaatkan
1988).
sebagai suplemen lysin di dalam makanan.
Pada Tabel 3 ternyata protein duckweed hapat dimanfaatkan
sebagai
suplemen
lysin,
threonin,
valin,
methionin,
isoleusin dan leusin dalam bungkil kapas dan bungkil kedele,
methionin dan
isoleusin dalam
tepung darah dan
semua asam
amino esensial dalam bungkil kacang.
kedele
Gambar 2. Perbandingan Kandungan Asam Amino Methionin dan
Lysin dari beberapa Sumber Bahan Pakan
Kegunaan Dnckwecd
Gufta dan Lamba (1976) menyatakan bahwa salah satu cara
untuk mengontrol gulma air adalah dengan memanfaatkannya,
seperti untuk
bahan
pakan
ternak, kompos, gasbio, sumber
protein dan karoten serta dapat mengurangi polusi.
Selanjut-
nya dinyatakan bahwa beberapa gulma air mempunyai kecernaan
protein
kasar yang
bahan pakan
tinggi dan
ternak.
dapat
dimanfaatkan sebagai
Ditambahkan oleh Matai
(1976) bahwa
beberapa gulma air diketahui sangat potensial sebagai penghasil protein dengan demikian perlu dipertimbangkan penggunaannya sebagai bahan pakan ternak.
Menurut Oron
et dl.
(1985)
biomassa duckweed mengan-
dung protein kasar di atas 30% bahan kering, dapat digunakan
sebagai bahan pakan
alternatif untuk ternak, karena mudah
dipanen dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Ditambahkan oleh Oron
et dl.
(1987) bahwa duckweed merupakan
gulma air yang menyapung bebas mempunyai kemampuan tinggi
untuk menyerap NH3
dan mengasimilasikamya menjadi protein
yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein alternatif
bagi ternak.
Selain itu dapat pula meminimumkan kehilangan
air akibat evapotranspirasi karena permukaan air tertutup
oleh duckweed.
Duckweed merupakan bahan pakan yang disukai oleh ikan,
itik, angsa dan beberapa unygas liar lainnya.
Dari hasil pe-
nelitian terakhir duckweed ang diberikan pada unggas yang
sifatnya penelitian pendahuluan, tampaknya memberikan harapan
yang baik (N.A.S.,1976) .
Beberapa percobaan telah dilakukan dalam ha1 penggunaan
duckweed sebagai pakan ternak, Culley
et al.
(1981) melapor-
kan bahwa duckweed dapat ditambahkan dalam ransum ayam. itik,
babi, sapi kambing dan domba yang hasilnya lebih baik atau
pertumbuhan relatifnya sama dengan ransum kontrol, selanjutnya
pemberian
pada
ayam
petelur
menghasilkan
pertambahan
bobot badan yang sama, tetapi mempunyai konsumsi pakan dan
produksi telur yang lebih baik dengan ransum kontrol.
Gaigher
et al.
(1984) melaporkan hasil penelitiannya
pada ikan. Pemberian pakan yang terdiri dari duckweed dan
pellet, ternyata memberikan hasil yang sama dengan pellet
saja,
tetapi
Selanjutnya
mempunyai
konversi
pakan
yang
lebih
baik.
dilaporkan bahwa kalau hanya diberikan duckweed
ternyata 65% dari duckweed yang dikonsumsi diasimilasikan dan
26% dikonversikan ke ikan, sedangkan campuran duckweed dan
pellet 70% diasimilasikan dan hanya 21% yang dikonversikan.
Yakupitiyage
( 1991)
melaporkan bahwa pember'ian duckweed pada
ikan ternyata paling bagus hasilnya jika dibandingkan dengan
azolla pinnata,
cassava dan ipomoea aquatica .
Selanjutnya
dilaporkan bahwa bahan pakan dari tanaman terdapat faktorfaktor pembatas seperti sifat fisik dan kimia, struktur dan
fisiologi sehingga mengganggu spesies ikan dan lingkungan,
mengakibatkan
rendahnya efisiensi asimilasi pada bahan pakan
dari tanaman tersebut.
Hassan dan Edwards (1992) memberikan duckweed pada ikan
Nile tilapia (Oreochromis niloticusl, hasilnya ternyata bahan
pakan duckweed mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap
komposisi
karkas,
yaitu
meningkatkan kadar
karkas dan menurunkan kadar lernak karkas.
duckweed yang
air
(moisture)
Apabila diberikan
segar ke dalam kolam pemeliharaan
ikan maka
phitoplankton akan tumbuh baik karena adanya dekomposisi dari
duckweed yang berlebihan dan juga dari feces ikan.
phytoplankton
menjadi
tinggi
kemungkinan
karena
Biomass
cepatnya
terjadi dekomposisi daun duckweed yang begitu kecil.
ga
duckweed
sangat potensial
sebagai pakan
Sehing-
nonkonvensional
untuk tilapia karena tinggi kandungan protein dan mempunyai
kecernaan
yang
tinggi.
Ditambahkan
oleh
Ali
dan
Leeson
(1994) bahwa duckweed mempunyai kandungan nutrien dan potensi
yang cukup tinggi serta dapat digunakan dalam pakan unggas
baik pada daerah tropis maupun subtropis, dan cocok sebagai
sumber protein pada
ransum unggas
Rokonuddin et a1 . , 1993)
Haustein
et al.
(Majid et al.,
1992 dan
.
(1990) melaporkan bahwa penggunaan
duckweed 0, 15, 2 5 , dan 40% dalam ransum menghasilkan produksi dan rata-rata bobot telur yang sarna dengan ransum kontrol
yang
isoenergi
dan
isoprotein.
Telur
yang
berasal
dari
Leghorn dengan 15 dan 25% duckweed mempunyai kadar protein
lebih
tinggi dibandingkan dengan
duckweed
juga
dengan
nyata
telur kontrol.
meningkatkan
Penggunaan
pigmentasi
kuning
telur.
Selanjutnya dilaporkan bahwa duckweed dapat digunakan
sebagai bahan pengganti kedele dan tepung ikan dalam ransum
ayam
petelur,
khususnya
di
negara-negara yang
bahan-bahan
tersebut masih diimport.
Haustein
et dl.
(1992) melakukan penelitian pada
pedaging dengan memberikan duckweed 0-40%
ayam
selama tiga minggu
dan dua minggu berikutnya diberikan ransum standar, hasilnya
memperlihatkan bahwa semakin tinggi level duckweed
(di atas
15%) cenderung menyebabkan turunnya konsumsi pakan dan pertambahan
bobot
badan.
Duckweed
dapat
menggantikan
tepung
alfalfa (lucerna) sebagai sumber protein dalam ransum konvensional unggas, ransum yang mengandung 10% duckweed menghasilkan pertumbuhan yang paling baik (Leng
Hamid et dl.
(1993) melaporkan
et dl. 1994).
hasil penelitiannya pada
itik dengan ransurn kontrol mengandung 120 g.kg-'
dalam
ransum, pada
umur
4
-
20 minggu
tepung ikan
diberikan
duckweed
sebagai pengganti tepung ikan sebanyak 40, 60 dan 80 g.kg-l.
Ternyata penggantian tepung ikan sebanyak 40 dan 60 g.kg-I
mempunyai pertumbuhan yang bagus, dengan konsumsi pakan yang
lebih rendah, tetapi mempunyai konversi pakan yang
sama dengan ransum perlakuan lainnya.
relatif
Selanjutnya disimpul-
kan bahwa duckweed dapat digunakan sebagai supplemen protein
untuk
pertumbuhan
anak
itik
dan
dapat
menggganti
protein hewani (seperti tepung ikan) dalam ransum.
sumber
Menurut Porath
et al. (19851 bahwa duckweed dapat digu-
nakan sebagai pengganti
pada domba muda.
bahan pakan yang kaya protein hewani
Berbagai uraian dan gambaran tentang peng-
gunaan biomassa duckweed sebagai sumber protein telah dilaporkan oleh beberapa peneliti.
La1 dan Pathak
(1988) telah melakukan percobaan pada
domba selama 52 hari dengan mengganti 50% bagian konsentratnya dengan duckweed temyata perbedaan konsumsi bahan kering,
k e c e m a a n protein kasar dan TDN nya tidak nyata dibandingkan
dengan
ransum basal
(kontrol). Domba
yang
mendapat
ransum
basal dan yang mendapat duckweed masing-masing mempunyai kecernaan bahan kering 54.26
dan 53.47%
dan 57.7%; konsumsi pakan 2.27
badan.
Rusoff
perah,
ternyata
tingkat
;
dan 2.29
ekstrak eter
73.26
kg BK/100 kg bobot
et al. (1978) mencoba memberikamya pada sapi
duckweed:silase
pertumbuhan yang
lebih
jagung
tinggi
(2:l)
menghasilkan
dibandingkan dengan
pemberian silase jagung:konsentrat, dengan ransum rumput dan
tidak mengganggu kesehatan.
Kegunaan lain dari duckweed
sebagai penghasil biogas.
yaitu dapat dimanfaatkan
Biogas yang dihasilkan sekitar 176
liter.kg-I substrat bahan kering
serta slurry yang dihasil-
kan dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik (Jain
et
al. 1990) .
Ahmad
et al.
(1990) melaporkan bahwa pemberian dua ton
padi dalam pot menghasilkan 22.95 g setiap pot dibandingkan
dengan
kontrol
hanya
Pemberian 100 kg N-ha-'
menghasilkan
18.65
g
setiap
pot.
menghasilkan 39.12 g dan apabila di
terjadi
peningkatan
produksi
kombinasikan
dengan
padi 24.64%.
Jadi dua ton biomassa kering duckweed ekuivalen
dukweed
dengan 18 kg N-ha-'.
Pakan Serat dalam Ransum
Pakan
serat
serat kasar
fisik
dan
mempunyai pengertian yang
(crude fiber).
kimia
dapat
nutrisi
fiber) .
dikenal
diartikan
juga
sebagai bahan
istilah
pakan
cukup tinggi.
serat
pakan
yang
Dalam
(dietary
Menurut Piliang dan Djojosubagio (1990), serat kasar
terutama terdiri dari lignin dan
atau
dengan
Pakan serat berdasarkan bentuk
mempunyai kandungan serat kasar yang
ilmu
berbeda
rnateri
yang
tertinggal
selulosa, merupakan bahan
setelah
bahan
pakan
tersebut
mengalami proses pemasakan dengan asam keras dan basa keras,
sedangkan serat pakan selain lignin dan selulosa juga mengandung hemiselulosa, gum dan pektin dan beberapa karbohidrat
lain yang biasanya tidak dapat dicerna
.
Penelitian tentang serat kasar sudah banyak dilakukan
dan ternyata bahwa serat kasar hanya dapat dimanfaatkan tubuh
melalui proses fermentasi saluran pencernaan, sedangkan pada
unggas proses tersebut sangat terbatas sehingga bahan pakan
yang mengandung serat kasar tinggi pada u m u m y a sukar dimanf aatkan .
Dalam
sistimatika
susunan
zat makahan,
karbohidrat
dipisahkan menjadi bahan ekstrak tanpa nitrogen
(crude fiber).
serat kasar
(BETN) dan
BETN mengandung banyak gula dan
pati yang bersifat mudah dicerna, sedangkan serat kasar yang
benyak mengandung lignin dan selulosa bersifat sukar dicerna
(Sutardi,
selulosa
1980)
dan
.
Selanjutnya
bahkan
dinyatakan
sebagian besar
bahwa
sebagian
lignin sering dijumpai
dalam komponen BETN hijauan.
Anderson
et al.
(1994) meneliti tentang pengaruh beb-
erapa sumber serat pakan terhadap lemak serum dan hati pada
tikus.
Hasilnya ternyata serat pakan (oat gum, guar gum dan
pektin) menyebabkan konsentrasi kholesterol
yang
nyata
lebih
serat pakan
mudah
serum dan
rendah dibanding dengan yang
sellulosa.
hati
mendapatkan
Ransum yang mengandung serat yang
larut dan yang tidak larut
(seperti serat kedele dan
dedak gandum) tidak mempengaruhi nilai kholesterol serum dan
hati, tetapi nyata lebih rendah dengan yang mendapatkan serat
sellulosa.
Huang
(1980) mencoba memberikan pakan serat sampai 20%
pada tikus, ternyata dapat menurunkan kholesterol dan total
lemak dalam darah setelah 4 rninggu pemberian pakan.
kan
Anugwa
et
dl.
(1989) mencoba
memberikan
tinggi kandungan serat pakan pada babi,
ransum
lambung
yang
ternyata babi yang
mendapatkan serat pakan yang tinggi mempunyai bobot
saluran pencernaan dan
Sedang-
relatif
(stomach) yang lebih tinggi
setelah 34 dan 48 hari pemberian pakan.
Hasil penelitian tentang pengaruh serat pakan terhadap
lemak plasma, kholesterol hati dan feces pada tupai dilaporkan
oleh Jonnalaganda
minggu
konsentrasi
et al.
kholesterol
(1993) bahwa setelah umur 4
plasma
dan
kholesterol
HDL
plasma nyata menurun dan konsentrasi kholesterol VLDL dan W L
plasma nyata lebih rendah.
men j adi
tinggi,
sehingga
Ekskresi kholesterol total feces
serat
pakan
dalam
ransum
secara
efektif menyebabkan hypocholesterolamic pada tupai.
Frigard
et al.
(1994) telah melakukan
penelitian
tentang degradasi serat oleh enzym dan pengaruhnya terhadap
performan
produksi,
lemak
serum dan komposisi kimia
ayam pedaging dengan ransum dasar serat gandum.
tubuh
Dari peneli-
tian tersebut dilaporkan bahwa pada umur 3 minggu percobaan,
dari serat pakan yang diberi enzym dihasilkan bobot badan dan
konsentrasi kolestrol
serum masing-masing 23 dan 37% lebih
tinggi dari yang tidak diberikan enzym.
Kadar lemak tubuh
cenderung lebih tinggi dan kadar protein secara keseluruhan
lebih rendah pada ayam yang mendapatkan ransum yang ditambahkan enzym, juga dapat meningkatkan kecernaan bahan organik,
protein kasar, pati,
lemak kasar dan komponen serat pakan.
Pada ayam yang tidak mendapatkan enzym dalam ransumnya menghasilkan pertumbuhan, kecernaan nutrien, retensi lemak tubuh
dan konsentrasi kholesterol serum yang lebih rendah.
Robbin dan Ballew (1984) mengemukakan bahwa ayam peda-
ging yang diberi makanan secara bebas akan memproduksi lemak
sekitar 7 persen dari
tubuh
minggu
dan
lemak
tubuh
ini
bobot
badan
menjadi
pada
umur
meningkat
-
1
sekitar
3
12
persen pada umur 4 - 6 minggu.
Terdapatnya penimbunan lemak tubuh dalam karkas merupakan masalah yang serius dalam peternakan ayam pedaging (Akiba
et al. 19941, ha1 ini dapat merugikan karena mengurangi bobot
setelah
diolah
(dimasak) dan
terdapatnya
kholesterol
yang
dapat mengganggu kesehatan manusia (Mihardja, 1981).
Kegemukan pada ayam pedaging dipengaruhi oleh beberapa
faktor
termasuk genetik,
1986).
ayam
(Leenstra,
Manipulasi nutrisi dapat mengurangi perlemakan pada
pedaging
protein,
dapat
nutrisi dan lingkungan
dengan
rasio
mengeksploitasi
energi:protein,
mempengaruhi
(Akiba, 1988).
deposisi
dan
lemak
Sedangkan Cahaner
kandungan
kandungan
pada
et al.
energi
lemak
karkas
dan
dan
pakan
hati
(1986) jumlah lemak
abdomen pada ayam pedaging dapat dimanipulasi melalui jalur
genetik, ini diindikasikan dengan berkurangnya lemak karkas
apabila
dilakukan seleksi ulang dan
korelasi dengan jaringan adiposa.
line)
mempunyai
meningkat
bobot
dengan
terjadi perubahan,
1 ine)
terjadi
adiposa.
relatif
bertambahnya
Ayam yang besar (Hight-fat
beberapa
umur
sedangkan pada
penurunan
bobot
diperkirakan mempunyai
atau
jaringan
yang
lain
ayam yang kurus
relatif
adiposa
beberapa
tidak
(Low-fat
jaringan
Konsentrasi lemak pada semua jaringan adiposa 5-10%
lebih tinggi pada ayam yang gemuk
(Hight-fat line), konsen-
trasi lemak hati dan plasma darah juga lebih tinggi dari pada
ayam yang kurus.
lebih
banyak
Pada ayam tipe berat karena konsumsi pakan
akan
diiringi
oleh
peningkatan
ketersediaan
nutrien untuk lipogenesis (Sizemore dan Siegel, 1993).
Walaupun lemak abdominal bervariasi dengan perbedaan
level energi dan protein dalam pakan, tetapi nilainya tidak
mempunyai hubungan dengan deposisi lemak total karkas (Surnmer
et a1
.
sumsi
1992 , deposisi lemak karkas berhubungan dengan konenergi.
Ditambahkan
oleh
Waldroup
et
dl.
(1996)
bahwa dengan meningkatnya tingkat pertumbuhan dan penggunaan
pakan maka ayam pedaging akan meningkatkan konsumsi energi.
Tingginya level energi sering dipergunakan untuk mengakumulasi lemak abdominal terlalu banyak, tetapi tidak berhubungan
secara
konsisten
antara
rataan
energi
energy) dengan bobot lemak abdominal.
diet
(Mean dietary
Persentase karkas akan
menurun dengan tingginya level energi, sedangkan lemak abdominal tidak dipengaruhi oleh meningkatnya level energi asalkan
rasio energi:protein tetap konstan.
Lemak abdominal biasanya lebih sensitif terhadap faktor
nutrisi
daripada jaringan adiposa laimya,
karena biasanya
depot lemak pada subkutan, inter dan intramuskuler berkembang
lebih cepat dari pada depot abdominal (Evans, 1979).
Pakan bi j i-bij ian dan sumber protein merupakan faktor
yang mempengaruhi perlemakan pada ayam pedaging.
dl.
Akiba
et
(1987) melaporkan bahwa kandunqan lemak abdominal, kon-
sentrasi
trigliserida hati
serta
konsentrasi kortikosteron
plasma dipengaruhi oleh sumber protein pakan.
Bobot
badan
dan konsumsi pakan tidak nyata dipengaruhi oleh sumber bahan
pakan,
sedangkan kandungan
lemak pakan dan
sumber protein
dengan nyata mempengaruhi bobot badan dan konsumsi pakan pada
umur 8 minggu.
Dari beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa pakan
serat dapat mencegah timbulnya penyakit tertentu pada manusia
dan mempengaruhi nutrisi pada manusia Ban hewan.
pakan
serat
ternyata
mempengaruhi
metabolisme
Selanjutnya
lemak
dan
atheroclerosis dan dapat mencegah penyakit akibat bahan racun
yang ada dalam ransum (Akiba dan Matsumoto 1980). Selanjutnya
dilaporkan bahwa pakan serat pada ayam dapat menurunkan kadar
lemak hati, konsentrasi lemak plasma, koneentrasi kholesterol
serum dan tidak berpengaruh terhadap retensi energi, nitrogen
dan lemak.
Menurut beberapa laporan yang dikutip oleh McNughton
(1978) menyatakan bahwa dengan meningkatnya pakan serat dalam
ransum secara nyata menurunkan kadar kholesterol dalam serum
dan atau ditandai dengan berkurangnya deposisi pada arteri.
Selanjutnya dari hasil penelitiannya dilaporkan bahwa pemberian pakan serat dapat menurunkan kadar kholesterol telur dan
trigliserida plasma, sedangkan kholesterol dalam plasma tidak
berbeda dengan nyata pada beberapa level pakan serat.
Suatu penelitian telah dilakukan oleh Chen
et
dl.
(1984) tentang pemberian sayuran pada tikus, hasilnya ternyata
menurunkan
kandungan
lemak
dan
total
kholesterol
pada
hati, serum darah dan feces.
Story dan Furumoto dalam Beyer dan Jensen (1993) menya-
takan bahwa
ekskresi asam empedu termasuk kholesterol akan
meningkat dengan pemberian pakan serat, sebagai akibat dari
berkurangnya ketersediaan kholesterol untuk bergabung menjadi
lipoprotein.
Beyer
sorbose
dan Jensen
dalam
pakan
(1993) melaporkan bahwa
menyebabkan
turunnya
pemberian
produksi
telur,
konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan serta bobot telur
dan kuning telur, selanjutnya dilaporkan bahwa sorbose secara
nyata menurunkan kadar kholesterol dan very low density lipo
protein
(VLDL) plasma kira-kira 50 persen jika dibandingkan
dengan ayam yang mendapat
( 1990)
ransum kontrol.
Furuse
et al.
melaporkan bahwa ransum ayam petelur yang mengandung
10 atau 20 persen sorbose sangat nyata menurunkan konsentrasi
trigliserida, kholesterol, kilomikron dan low density lipoprotein
(LDL) dalam serum.
Noy dan Sklan (1995) melakukan penelitian tentang proses
pencernaan
dan penyerapan
nutrien
pada
ayam muda.
Bobot
badan dan konsumsi pakan meningkat dengan tajarn setelah umur
10 hari dan bersamaan dengan itu waktu perjalanan pakan pada
usus menurun sekitar 32%.
jaringan duodenum mensekresi ami-
lase, trypsin dan lipase hanya sedikit pada umur 4 hari dan
akan meningkat masing-masing 100, 50 dan 20 kali lipat pada
umur 21 hari.
pada umur
4
Pencernaan nitrogen akan meningkat dari 78%
bari menjadi
92% pada umur 21 hari, sedangkan
pencemaan asarn lemak dan p a t i berkisar antara 8 2
periode yang sama.
-
89% p a d a
Ini menunjukkan bahwa pencernaan pati dan
lipid d a l a m pertumbuhan ayam bukan merupakan faktor pembatas.
Pada
waktu
ayam
baru
menetas,
metabolisme
energi
berubah
suplainya dari lemak kuning telur kesumber karbohidrat dari
luar
(bahan pakan) .
kali
selama periode pertumbuhan dan perubahan terjadi pada
Konsumsi pakan a k a meningkat beberapa
saluran pencernaan dan sekresinya meningkat mengikuti perkembangan saluran pencernaan.
Penelitian yang lain melaporkan tentang meningkatnya
konsentrasi enzym pankreatik selama periode setelah menetas.
Konsentrasi amilase dan tripsin pada pankreas akan meningkat
tajam selama umur 21 hari (Krogdahl dan Sell, 1989) .
Selan-
jutnya konsentrasi lipase pankreas sedikit meningkat setelah
menetas, dan ada indikasi bahwa pencernaan lemak akan meningkat selama minggu-rninggu awal setelah menetas.
Pada hari pertama setelah menetas bobot bagian saluran
pencernaan meningkat
lebih cepat
dibandingkan dengan bobot
1991). akan tetapi setelah umur 4 hari
badan
(Sell
bobot
relatif saluran pencernaan tetap konstan.
et dl.
Perubahan
pada ukuran saluran pencernaan dan mukosa usus dapat mempengaruhi tingkat lamanya pakan dalam saluran pencernaan dan
efisiensi penyerapan.
Palo
et dl.
(1995) meneliti pengaruh pembatasan nutrien
terhadap performan dan perkembangan saluran pencemaan pada
ayam pedaging.
Hasilnya ternyata bahwa perlakuan tidak mem
pengaruhi bobot daging dada dan lemak abdominal, selain itu
persentase lemak karkas, protein kasar, abu, dan bahan kering
tidak dipengaruhi oleh pembatasan pakan.
Bobot
badan
dan
saluran pencernaan berkurang dengan nyata dengan pembatasan
pakan pada umur 14 hari.
Pembatasan pakan tidak menurunkan
bobot relatif organ kecuali hati.
Yamauchi
et al.
(1995) menyatakan bahwa morfologi dan
fungsi dari usus halus akan berubah tergantung dari kondisi
nutrien, dan morfologinya
selama perkembangan.
akan berbeda diantara breed
ayam
Ukuran villi usus berhubungan dengan
fungsi penyerapan dan akan berubah oleh aktivitas sel mitosis dari sel epithel.
Tinggi villous dilaporkan nyata berhu-
bungan dengan fungsi penyerapan pada kelinci dan tergantung
dari jurnlah sel epithel pada ayam.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu: penelitian di lapangan, di laboratorium dan penelitian uji biologis pada ayam pedaging.
Penelitian Tahap I : T i n g b t Pertumbuhan clan Produksi Dyckweed
Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat
tempat
pertumbuhan
dan
produksi
duckweed.
Digunakan
12
(kolam) dengan ukuran 1 x 1.5 m2 dengan kedalaman 30
cm, kemudian,ditanam beberapa koloni duckweed (bobot awalnya
ditimbang) selama jangka waktu tujuh hari.
Tingkat pertumbu-
han relatifnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus menurut Porath e t a l .
(19791, Bjordahl dan Nilsen (1985) yaitu :
RGR = ( l a 2
-
In Bl) / (t2
-
tl)
-:
( R e l a t i v e G r o w t h R a t e ) = tingkat pertumbuhan relatif
t = waktu dalam hari
In = n a t u r a l l o g
B = parameter yang diukur
RGR
Untuk menghitung produksi duckweed baik produksi dalam
bentuk segar maupun kering (per satuan luas dan waktu tertentu)
dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
Produksi
=
(B2 - Bl)/luas area/(t2
-
tl)
-2
B
= parameter yang diukur
t = waktu dalam hari
Tempat clan Waktu Penelitian:
Penelitian ini dilakukan di
Teaching Farm
Fakultas
Peternakan Universitas Mataram dan berlangsung selama 2 bulan
yaitu mulai bulan Maret sampai bulan April 1995.
Penetitian Tahap 11: Penentuan Kandungan Nutrien Duckweed
Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk rnengetahui
kandungan nutrien yang
dimiliki
pada beberapa lokasi.
Sebelum penelitian dimulai terlebih
dahulu
ditetapkan
terdiri
dari
budidaya,
beberapa
dilakukan
lokasi
sawah,
kemudian
koloni
kolam
oleh
tempat
duckweed
pengambilan
kangkung,
yang
tumbuh
sampel
*lembungN dan
yang
tempat
masing-masing
tempat
tersebut
m a
minggu
setelah penanaman
duckweed.
pengambilan
sampel
duckweed
pada
ditanami
masing-masing
lokasi kemudian dikeringkan dan digiling halus untuk dianalisis.
Juga dilakukan pengukuran pH dan temperatur media (air)
pada masing-masing lokasi.
Kemudian diambil sampel air untuk
dinalisis kandungan amonia dan beberapa mineral.
Pengukuran
pH dan temperatur air dilakukan tiga kali seminggu dan pengukuran di lakukan pada pagi, siang dan sore hari, sedangkan
pengambilan air sampel dilakukan sebanyak dua kali.
vEmbungn merupakan sejenis waduk
dibuat oleh masyarakat setempat
(kolam besar) yang
(Pulau Lombok) untuk menam-
pung atau menyimpan kelebihan air pada musim hujan.
Sedang-
kan sawah yang dipergunakan adalah yang sudah ditanami padi
dengan umur sekitar 2 - 3 minggu.
duckweed yang dianalisis meliputi :
Kandungan nutrien
1. Kadar air, bahan kering, abu, lemak kasar, protein kasar,
serat kasar dan BBTN
(dianalisis secara proksimat dengan
metode AOAC, 1984).
2. Energi bruto dianalisa dengan "Adiabatic Bomb CalorimeterH
3.
Neutral
Detergent
Fiber
(NDF)
( A D F ) dengan metode Van Soest
dan Acid
Detergent
Fiber
(1982)
4. Kadar asam amino dengan card "ion exchange chromatography"
dengan Auto Analyzer I1
5.
Kadar
B-karoten
Technicon TSM.
dikerjakan
dengan
metode
kromatografi
kolom dan spektrofotometri (Susana,1992).
6 . Kadar mineral dengan AAS
(Atomic Absorpion Spectrophotome-
ter)
7. Energi termetabolisme dan Retensi Nitrogen
nilai energi
termetabolisme dari
.
Pengukuran
duckweed yang diambil
dari beberapa lokasi tempat tumbuh (sawah, kolam kangkung,
embung dan tempat budidaya) dilakukan
dengan :
a. Metode subsitusi:
Pada penelitian ini digunakan 20 ekor ayam kampung
jantan berumur sekitar 10 - 11 bulan dengan bobot badan
sekitar 2 kg.
Dengan menggunakan kandang individual,
ayam dipelihara terlebih dahulu selama dua minggu untuk
dilatih
makan
setiap hari.
duckweed.
cepat
dengan
membatasi
waktu
makaMya
Ransum yang diberikan mengandung tepung
Metode ini dilakukan dengan mencampur duckweed yang
akan
diukur
diet),
yaitu
MEnya
ke
dalam
ransum
(reference
dasar
ransum dengan kandungan nutrien lengkap
baik kualitas maupun kuantitasnya, tapi tidak mengandung
Sumlah
duckweed.
yang
duckweed
dicampurkan ke
Selanjutnya ransum dasar (RD)
dalam ransum dasar 10 % .
dan ransum subsitusi, RS
masing-masing dalam waktu
(90 %
RD
+ 10
yang bersamaan
%
duckweed).
nilai MEnya
diukur dengan menggunakan metode total koleksi (seperti
metode
Sibbald,
19891,
maka
ME
dari
duckweed
dapat
diperoleh lewat perhitungan matematik sebagai berikut :
MERS
= 30% MERD + 10% MEduckweed
10% MEduckweed = MERS - 90% MEm
MEduckweed = MEKS
-
0 - 9 MERD/ 0.1
MERS dan MERD nilainya diperoleh dari feeding trial.
Sebelum dimulai koleksi feces di bawah kandang dipasang
penampung dari plaetik untuk menampung feces.
total feces dilakukan selama 3 hari.
Koleksi
Feces yang dikum-
pulkan dibersihkan dari bulu-bulu ayam yang rontok dan
benda asing lainnya, kemudian dikeringkan dalam oven 60
OC
selama
dianalisis
24
jam.
kadar
Setelah digiling
air,
nitrogen
dan
halus
energi
kemudian
brutonya.
Analisis yang sama juga dilakukan pada bahan pakan yang
diu ji .
b.
Metode
forced feeding
oleh Sibbald (1989).
ayam
dipuasakan
duckweed yang
(pakan paksa)
yang
Pada saat percobaan dimulai semua
selama
36
sudah dibuat
paksa pada 16 ekor ayam
jam,
pellet
setelah
pakan,
dipuasakan
dimasukkan
dengan
masing-masing 30 gram, sedang-
kan 4 ekor l a i m y a tetap dipuasakan.
. pemberian
diterapkan
feces
Setelah 36 jam
dikumpulkan
dan
penanganan
berikutnya sama halnya seperti pada metode subsitusi.
Kandungan energi termetabolisme dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
JceteME
= Energi termetabolisme
GE,
= Gross energi bahan pakan
GEf
RetN
a
b
K
= Gross energi feces ayam yang diberi makan
= Retensi nitrogen
= Jumlah konsumsi bahan pakan
(gram)
= Jumlah feces ayam yang diberi makan
=
(gram)
Energi equivalen per gram asam urat (kalori) atau
sama dengan 8.22 Kkal/g asam urat
Tempat dan W a k t u Penelitian :
Untuk analisis butir 1, 2 dan 3 dilakukan di Laboratoriurn Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor dan Universitas Mataram.
dilakukan
di
Laboratorium
Kimia
Terpadu
Fmalisis butir 4
Institut Pertanian
Bogor,
butir
5
di
Laboratorium
Puslitbang Pangan dan Gizi
Bogor, butir 6 di Laboratorium Analitik Universitas Mataram
sedangkan butir 7 dilakukan di Teaching Farm Fakultas Peternakan Universitas Mataram.
Penelitian ini berlangsung selama
tiga bulan yaitu mulai bulan April sampai bulan Juni 1995.
Penelitian Tahap I11 : Uji Coba (Feeding TnnaC)DucAweed Sebagai Bahan Pakan
Untuk Ayam
Pada penelitian ini
dikeringkan biasa
ayam
pedaging
Phokphand
Strain
Arbor
sudah
Feeding trial dilakukan pada
( s m dry).
sejumlah 210
Penelitian
dipergunakan duckweed yang
Acres
ekor
umur
CP-707
produksi
Charoen
sehari
(Day old
chick).
dilakukan di Teaching Farm
Fakultas Peternakan
Universitas Mataram dan berlangsung selama dua bulan mulai
bulan Juli sampai bulan Agustus 1995.
Bahan
jagung ,
tepung
tepung
pada
asam
ikan,
digunakan
dedak
selain
halus ,
duckweed yaitu
bungkil
jagung.
amino ditambahkan Analog
kedele ,
:
CaC03,
Untuk mencukupi
Hidroksi Methionin
Ransum perlakuan disusun sesuai dengan kebutuhan ayam
setiap
dibuat
yang
tulang, premix dan minyak
kebutuhan
(AHM).
pakan
fase
menurut
NRC
dalam bentuk pellet.
(1984) dan
ransum perlakuan
Ransum disusun isokalori dan
isonitrogen .
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak
lengkap
pola
searah
dengan
enam
macam
perlakuan.
Masing-
masing perlakuan terdiri dari lima ulangan dan setiap ulangan
terdiri dari 7 ekor anak ayam, sehingga mernbutuhkan 210 ekor
anak ayam.
Apabila ada perbedaan diantara per