Metabolisme zat-zat makanan, karakteristik karkas dan sifat fisik daging domba ekor tipis jantan yang diberi clenbuterol

PENDAHULUAN

Di Indonesia, domba merupakan ternak potong yang cukup berarti sumbangannya dalarn rnenunjang perekonomian rakyat di pedesaan. Di Jawa Barat, bersama-sarna dengan ternak kambing dapat menyumbangkan 14-25% dari seluruh pendapatan petani peternak. Jumlah pemilikamya rata-rata masih amat kecil (3.3 ekor per
kepala keluarga) dan dengan pola pemeIiharaan yang masih tradisional dengan tingkat produksi dan reproduksi yang rendah, yang pada hakekatnya masih merupakan
usaha pelengkap dalam suatu sistim usaha tani terpadu (Natasasmita er al.. 1992).
Domba-dornba lokal (ekor tipis) perhlmbuhamya mas* amat rendah, 20

- 40

g/ekor/hari dan meskipun domba-domba ekor tipis (DET) ini atau Priangan yang
baik dilaporkan sebagai domba yang nlampu berproduksi tinggi yakni dapat mencapai bobot hidup 60

-

80 kg pada yang jantan dengan pemberian pakan yang baik

(Merkens dan Soemirat, 1926). tetapi sumbangan ternak potong ini kepada produksi
daging Nasional b a n mencapai 3.5% antara tahun 1984-1989, dan bahkan tahun
1994 turun menjadi 2.9% (Dirjen Peternakan. 1991; 1994). Lagi pula peningkatan
rata-rata jumlah pemotongannya tiap tahun (8.2%) jauh melampaui peningkatan ratarata populasinya (4.7%) dari tahun 1969 - 1991 (Herman, 1993). Karena itu maka
langkah-langkah hams diambil untuk meningkatkkan produksi daging ternak ini

dengan meningkatkan laju pertumbuhamya di samping meningkatkan populasinya
rnelalui perbaikan manajemen serta penerapan teknologi modern. Ini perlu guna
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak serta meningkatkan konsumsi
protein hewani yang berasal dari ternak per kapita dari penduduk Indonesia yang
masih tergolong paling rendah (3.39 g/kapita/hari) di antara negara-negara ASEAN
(Soehadji, 1993). Selama ini, produksi daging yang berasal dari ternak potong dan

unggas di Indonesia hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging di
dalam negeri, bahkan belakangan ini hams mengimpor domba potong (bobot badan
f 50 kg) dari negara Australia untuk memenuhi kebutuhan daging yang terus

meningkat tiap tahun, terutama disebabkan meningkatnya konsumsi daging di kalangan masyarakat berpendapatan menengah dan tinggi dan juga karena kemajuan
dalam perkembangan pariwisata di negara kita ini.
Deposisi lemak dalam jumlah besar adalah tidak produktif dan efisien dan
harus disingkirkan pada waktu pemotongan. Tambahan pula, adanya kesadaran di
kalangan konsumen dan masyarakat modern tentang hubungan antara konsumsi
lemak jenuh dan kegemukan atau penyakit jantung koroner telah memacu permintaan
akan daging yang mengandung lemak lebih sedikit (leaner meat). Deposisi lemak
dapat dikurangi dengan beberapa cara, seperti seleksi langsung dan tidak langsung
terhadap lemak dan dengan faktor-faktor nuuisi clan manjemen. Cara ini dapat dilakukan antara lain dengan memodulasi metabolisrne di ddam tubuh hewan tersebut

m i ~ a l n y a ' d e n ~ amemakai
n
beberapa senyawa sintetik yang mempunyai aktifitas Badrenergic agonist seperti clenbuterol yang akhir-akhir ini telah dilaporkan dengan
nyata dapat mengurangi jumlah lemak yang tertimbun dan meningkatkan proporsi
protein (daging) karkas pada beberapa jenis ternak daging tanpa meningkatkan
jumlah konsumsi pakannya (Reeds dan Mersmann, 1991). Dengan pemberian
modulator ini maka waktu untuk mencapai bobot potong yang dinginkan dari ternak
penggemukan akan dapat lebih banyak dipersingkat karena dipacunya deposisi protein atau otot.
Dengan adanya perkembangan dalam pembuatan zat-zat kimia pemacu
pertumbuhan sintetis atau analog hormon yang semakin pesat maka kemungkinan
clenbuterol di masa--a

yang akan datang dapat diproduksi secara ekonomis dalam

jumlah besar dan murah sehingga memungkinkan penggunaannya untuk tingkat
industri peternakan rakyat maupun komersial dalam sekala besar di Indonesia.
Metabolisme di dalam tubuh hewan mencapai maksimai pada waktu sedang
dalam masa pertumbuhan sehingga pemberian senyawa-senyawa pemacu pertumbuhan pada saat ini dipandang tepat karena diharapkan dapat memberi tanggapan yang
makslmal dalam hasil lean meat, efisiensi dan pengurangan jumlah lemak di dalam
daging .

Meskipun demikian, sampai sekarang belum diketahui bagaimana tanggapantanggapan metabolisme zat-zat makanan, performans pertumbuhan dan karakteristikkarakteristik karkas serta hasil dan kualitas daging dari bangsa ternak domba yang
ada di Indonesia terhadap obat 6-agonist iniDalam penelitian i ~ ternak
,
domba dipilih untuk dipakai eksperimen karena
jenis hewan ini di negara-negara maju telah terbukti memperlihatkan tanggapan yang
paling nyata terhadap pemberian agen-agen repartitioning (pernilahan kembali),
termasuk clenbuterol (Reeds dan Mersmann. 1991).

Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh keterangan mengenai metabolisme
energi, protein dan lemak, performans pertumbuhan, karakteristik karkas. produksi
serta beberapa sifat fisik daging domba jantan muda yang diberi injeksi clenbuterol
dengan berbagai tingkatan dosis.
Penggunaan domba yang sedang dalam fase pertumbuhan dengan metaboIisrne yang dalam keadaan maksimal sebagai ternak daging bertujuan untuk mempe-

roleh hal-ha1 sebagai berikut : (1) Tanggapan metabolisme protein dan lemak dari
hewan bempa anabolisme protein (otot) dan lipolisis yang mungkin bisa tampak

lebih jelas. (2) Penilaian terhadap paket teknologi ini untuk kepentingan peternakan
rakyat. Dengan kemungkinan diketemukannya teknologi pembuatan clenbuterol

secara ekonomis dalam jumlah besar untuk penggunaan tingkat komersial sehingga
harganya cukup murah. Ini akan memungkinkan dapat diaplikasikannya paket teknologi ini pada tingkat peternakan rakyat.

Hasil-hasil penelitian yang akan diperoleh diharapkan dapat memberi penjelasan mengenai metabolisme energi, protein dan lemak, pertumbuhan dan sifat Wsik
daging pada domba jantan muda dalam keadaan jika proses metabolisme dimodulasi. Dari infonnasi yang diperoleh ini maka akan dapat diketahui rnanfaat serta besar
peranan pemacu pertumbuhan tersebut untuk perkembangan industri peternakan
rakyat dan komersial di negara kita, teristimewa dalam hubungannya dengan peningkatan produksi daging serta konsurnsi protein hewani rakyat di Indonesia.

Performans Produksi, Eksterior dan
Ukuran - ukuran Tubuh
Domba Ekor Tipis
Berdasarkan pengamatan-pengarnatan yang dilakukan oIeh Merkens dan
Soemirat (1926). domba Priyangan (DET) tergolong bangsa domba tipe kecil.
Dibandingkan dengan domba ras daging-wol Eropa, ukuran-ukuran panjang badan,
dalam dada, dan lebar antar rusuk dada domba Priyangan jauh lebih kecil sehingga
domba ini tampak pendek, bentot, badan cukup dalam dan agak lemab. Kepala
domba jantan tampak cukup pendek, kbar dan dalam.

Hal yang amat menyolok dari ukuran badan domba ini adalah adanya perbe-


daan bobot badan yang besar antara domba-domba jantan dan betina. Domba jantan
dewasa dapat mencapai bobot badan 60 - 80 kg, sedangkan domba betina dewasa
hanya mempunyai bobot badan Era-Era 30 - 40 kg. T i g i badan domba jantan dan
betina dewasa masing-masing rata-rata 75 dari 72 cm.
Sehubungan dengan tanggapan-tanggapan performans pertumbuhan DET
terhadap perbaikan mutu pakan yang diberikan telah dilaporkan bahwa dengan sistim
pemeliharaan tradisional, domba-domba ini turnbuh lambat, pa& umur kira-kira 810 bulan domba jantan hanya mencapai rataan bobot badan 12.2 f 1.79 kg (Yulis-

tiani et of.. 1989). Domba-domba ini memberi tanggapan peningkatan laju pertambahan bobot badan (PBB) terhadap pemberian ransum yang kualitasnya ditingkatkan
seperti disajikan pada Tabel 1.

Pertambahan Bobot Badan (PBB; Gram/Ekor/Hari) Domba Ekor Tipis
Jantan pada Ransum yang Berbeda

Tabel 1.

PBB
(g/ekor
/hari)


Ransum

la. 2.5 kg rumput g a j d

ekorlhari
b. " l a " + biji kapas
ad lib.
c. Rumput gajah dan
biji kapas ad lib.
2a. Rumput Napier ad lib.
b. "2a" 500 g daun gamal
c. "2bn+ 50 g onggok
d. "2bn+ 100 g onggok
e. "2b" 150 g onggok

+

+

0.89


44.1
16.9
26.4
36.1
50.3
56.2

Rangkuti clan
Martawidjaja (1989).

Herman (1989).

(RS) + pellet pakan

4a. Ransum lengkap
Protein 14.4%
TDN 68.1%
a. 1 Rumput gajah (campur)
a.2 Jerami padi (campur)

b. Ransum suplemen
Protein 16.2%
TDN
69.4%
b. 1 Rumput gajah(terpisah)
b.2 Jerami padi (terpisah)

Yulistiani et aZ.
(1989).

41.4

3a. Rumput lapangan segar

penguat 1.5% dari
bobot badan (l3B)
b. RS + pellet 2.5% BB
c. RS + pellet 3.5% BB

Sumber


51
104
106
Tangendjaja et al.
(1994)115
100.9

90.5
111.3

Neraca Nitrogen dan Energi
Seperti halnya dengan penelitian pencernaan, beberapa hari hams ditambahkan
dalam penelitian neraca nitrogen dan energi untuk masa adaptasi dan meniadakan
pengaruh pakan sebelumnya atau meniadakan perubahan-perubahan kebaran faeces
dan urine dalam waktu pendek. Untuk mminansia, karena laju alir digesra dalarn
saluran pencernaan lebih lama daripada ternak bukan ruminansia maka penelitian
neraca secara konvensional untuk koleksi ekskreta dilakukan selarna kira-kira 10 hari
(setelah menjalani maw pendahuluan), sedangkan penelitian untuk bukan ruminansia
dapat diselesaikan dalam masa koleksi 4-7 hari. Metoda neraca amat penting untuk

mengevaluasi pakan atau kebutuhan-kebutuhan hewan. Di dalam metoda ini rnungkin
timbul kesalahan-kesalahan dalam pengukuran-pengukuran dan perhitungan neraca N
(Church dan Pond. 1978; Church, -1979). Penelitian neraca N paling umum dilakukan karena metabolisme N berhubungan erat dengan pertumbuhan. Retensi nitrogen
dianggap rnerupakan suatu metoda penilaian penggunaan protein yang jauh lebih baik
daripada kecernaan semu, teristimewa untuk jenis hewan monogastrik. Metabolisme
protein keseluruhan di dalam tubuh dapat diringkas dengan neraca N. Ini adalah
selisih antara jumlah konsumsi (intake) N dan keluaran N seperti ditunjukkan dalarn
suatu persamaan sebagai berikut:

B = neraca. I = konsumsi N. U dan F masing-masing adalah ekskresi N dalam

urine dan faeces. Di samping kehilangan-kehilangan yang besar ini, kehilangankehilangan N yang sedikit terjadi melalui rontoknya bulu. pengelupasan kulit, teracak dan keringat, yang dapat dihitung jika kita menghendaki hasil-hasil pengukuran
yang amat tepat. Ini semua harus ditambahkan kepada N yang terekskresikan.

Keseimbangan N mungkin positif (konsumsi melebihi keluaran) seperti pada hewanhewan yang sedang tumbuh dan bunting atau pada hewan-hewan yang baru sembuh
dari penyakit, atau negatif (keluaran melebihi konsumsi) seperti pada hewan
yang kekurangan gizi protein dan pada hewan

-


- hewan

hewan yang puasa dan sakit, atau

no1 (dalam keseirnbangan N yaitu, jumlah rataan N yang dikonsumsi per hari sama
dengan jumlah kehilangan N dalarn urine dan fneces per hari) seperti pada hewanhewan dewasa yang dalam suatu kapasitas nonproduktif. Suatu kecenderungan terjadinya neraca N negatif dalam j b g k a waktu pendek pada hewan yang sedang lalctasi,
adalah karena hewan yang bersangkutan tidak marnpu mengkonsumsi N sebanyak
yang

sedang diekskresikan di

&lam

air

susu

dan hilang

dalam faeces

dan urine (Church dan Pond, 1978; Church, 1979; Bondi dan Drori. 1987).
Untuk meneliti kecukupan protein suatu ransum atau bahan rarrsum khusus
untuk pertumbuhan, pengulcuran neraca N memungkinlcan kita membandhgkan suatu
ransum yang diuji dengan suatu ransum baIcu yang keculcupannya telah diietahui.
Tingkat protein ransum harus dijaga rendah atau marginal, karena jika kebutuhan
protein dilampaui, protein yang tersisa akan dideaminasi dan kerangka k a r b o ~ y a
dipakai untuk energi, sedangkan N dari protein muncul daIam urine sebagai urea dan
menyebabkan suatu perkiraan jumlah N yang dipakai untuk tujuan-tujuan produktif
adalah rendah secara tidak realistik. Penyirnpangan rnetoda neraca N akan jelas
tampak bila kita mengeksuapolasi jumlah N yang teretensi oleh seekor hewan yang
diberi ransum berkualitas baik selarna periode koleksi yang khusus kepada lama
hidup hewan, jumlah N yang terproyeksi menjadi terlalu tinggi. Kesalahan-kesalahan
demikian adalah akibat dari koleksi ekskreta vaeces dan urine) yang tidak sernpuma
dan kehilangan-kehilangan dalam proses koleksi. Tetapi metoda neraca N ini mash
tetap absah jika rnetoda ini dipakai untuk tujuan membandingkan secara relatif

sumber-sumber protein yang berbeda dan bukan untuk mengukur jumlah N absolut
yang teretensi dalam suatu periode waktu pendek yang tersedia. Angka kandungan
protein kasar (CP) pakan. faeces atau urine biasanya diperoleh dengan mengalikan
kandungan n i t r o g e ~ y adengan faktor 6.25 (Pond dan Church, 1978; Church. 1979;
Bondi dan Drori, 1987).
Jurnlah energi teretensi di dalam tubuh hewan dapat ditentukan dengan
memakai persamaan sebagai berikut (Crampton dan Harris. 1969; Bondi dan Drori,
1987; Ferrell, 1988).

EB = GE - (FE

+ UE + GPD + HP)

EB = Neraca energilenergi terretensi di dalam tubuh (energi balance). GE = energi
terkonsumsi dari pakan (gross energy). FE = ekskresi energi dari faeces (fecal

-

energy), UE = ekskresi energi bempa urine (urine energy). GPD = ekskresi
energi dalam bentuk gas metan sebagai hasil fementasi rumen,

HP = ekskresi

energi berupa produksi panas total hewan yang mengkonsumsi pakan dalarn lingkungan suhu netral. Termasuk di dalam energi bruto urine (UE) adalah kandungan
bagian yang tidak teroksidasi dari zat-zat rnakanan yang terabsorbsi dan energi yang
terkandung dalam fraksi endogenous (tubuh) urine. FE terdiri dari kandungan energi
pakan yang tidak tercerna dan fraksi metabolik (tubuh) faeces (Crampton dan Hams,
1969; Bondi dan Drori, 1987;Ferrell. 1988).
Biasanya energi yang hilang sebagai urine (UE) ditentukan bersama-sama
dengan penentuan energi yang keluar berupafaeces (FE). Pengukuran-pengukuran
ini memerlukan koleksi kuantitatif faeces dan urine selama periode koleksi (minimal
10 hari untuk ruminansia) dan berikutnya disusul dengan penentuan kandungan

energi bmtonya dengan kalorimeter bomb. Suatu pengukuran kehilangan energi
d a l a m bentuk gas (GPD) yang dilakukan bersama-sama denga-n pengukuran-

pengukuran ini (feces dan urine) memberikan penilaian kandungan energi metabolis
(ME) pakan. Pengukuran GPD biasanya ditentukan dengan respiratory exchange
dalam suatu kalorimeter respirasi. HP dapat diukur dengan kalorimeter langsung.
Untuk urine penghitungan kandungan energinya ditentukan sebagai berikut. Untuk
tiap gram N urine yang berasal dari katabolisme protein tubuh (sama dengan neraca
N negatif), 7.45 kkaI (0.031186 MI) ditambahkan kepada ME, dan tiap gram N tere-

tensi di dalam tubuh (sama dengan neraca N positiQ. 7.45 kkal (0.031 186 MJ)
dikurangkan dari ME. Termasuk GPD adalah metan yang menyusun sebagian besar
gas-gas pembakaran yang dihasilkan dari fermentasi rumen hewan ruminansia
(Crampton dan Harris, 1969; Ferrell, 1988). Jumlah metan yang diproduksikan
dapat diperkirakan dari GE pakan, kiia-kira 8% dari GE untuk kebanyakan ransum
dengan menimbulkan kesalahan yang kecil. Juga dapat diduga dengan persamaan
regresi sebagai berikut :

I . CH, (kka11100 kkal) = 4.28 f 0.059 D (pakan hijauan).
2. CH, (kka1/100 kkal) = 6.05

+ 0.020 D (palcan pellet) dengan D adalah kecer

man semu (Blaxter. 1962).

Kornposisi Fisik Karkas dan Tubuh
Secara garis besar, hasii-hasil yang diperoleh dari seekor hewan pada waktu
pemotongan dapat dibagi dua bagian, yaihl karkas dan bagian-bagian bukan karkas
(offals) yang kurang bernilai atau hasil-hasil sampingan karkas. Bagian terakhir ini
meliputi kulit (kecuali babi), kepala, kaki-kaki bawah, ekor, darah dan organ-organ
dalam (viscera) dan yang secara komersial adalah penting (Tblloh. 1978).
Demikian perturnbuhan pascalahir berlangsung jaringan-jaringan utama
berkembang dengan urutan tulang. otot dan lemak. Karkas mengandung komponen-

komponen yang dapat dimakan dan tidak dapat dimakan, di antara bagian yang tidak
dapat dimakan yang paling banyak adalah tulang. Ada juga perbedaan besar dalam
nilai ekonomi di antara bagian-bagian yang dapat dimakan. Lemak adalah jaringan
yang paling bewariasi di daIam karkas dan lemak yang jumlahnya berlebihan adalah
faktor utama yang mengkontribusi kepada rendahnya potongan karkas yang dapat
dijual dari sebuah karkas. Tambahan pula, meskipun lemak dapat dimakan, bernilai
kecii atau tidak bernilai pada kebanyakan pasar dewasa ini. Beberapa bagian karkas
juga mempunyai harga yang lebih tinggi karena karalaeristik-karakteristik istimewanya. Dengan memandang komponen-komponen karkas utama secara terpisah dan
bersama-sama dan memahami pertumbuhan dan pertumbuhan relatifnya maka kita
rnungkin lebih mampu mengarahkan produksi karkas dengan proporsi-proporsi yang
lebih tinggi dari komponen-komponen yang bernilai ekonomi lebih tinggi, dengan
mengorbankan yang kurang bernilai. Otot adalah jaringan yang paling penting dan
bermanfaat dan suatu karkas yang unggul (superior) untuk setiap pasar mempunyai
suatu jumlah otot maksimal, suatu jumlah tulang minimal dan jumlah lemak yang
tepat untuk pasar yang khusus (Edey, 1983).
Bobot potong mempunyai pengamh besar terhadap bobot dan komposisi
karkas di samping faktor-faktor bangsa hewan, seks, riwayat pakan dan laju penumbuhan. Pada bobot karkas yang sama, persentase yang dibentuk oieh tiap jaringan
karkas amat berbeda-beda bergantung pada tipe bangsa hewan dan laju pertumbuhannya. Proporsi lean meat (daging tanpa lemak) di dalam karkas adalah amat
penting karena ini merupakan penentu utama hasil dan nilai komersial karkas.
Tulang berkembang dini (banyak daripadanya berkembang pada periode foetus) dan
nisbah otot dengan tulang mungkin serendah 2.5:1 pada waktu lahir. Setelah itu
tuIang terus tumbuh lambat dan otot jauh lebih cepat. Pada waktu lahir terdapat

sedikit lemak dalam karkas tetapi setelah domba mencapai bobot badan 30 kg (pubertas) dia melaju dan tumbuh Iebih cepat daripada otot. Pada hewan yang amat gemuk
jumlah absolut lemak dapat melampaui jurnlah otot. Karena itu, bobot potong harus
bertepatan dengan saat dicapainya kedewasaan fisiologis, ketika lernak pada suatu
tingkat yang diinginkan atau optimal. Tetapi pada hewan hidup sulit ditentukan
dengan pasti kapan tingkat ini telah dicapai (3erg dan Butterfield, 1976; Kempster el
al., 1982; Edey. 1983).

Ketebalan lemak punggung m e ~ p a k a nindikator yang andal untuk menentukan jumlah lernak yang terkandung dalam suatu karkas. Tebal lemak punggung
maksimal yang diperkenankan untuk penentuan peringkat karkas anak'domba terus
dikurangi dengan pesat dari tahun ke tahun. Di Selandia Bam misalnya adalah 18

mrn pada tahun 1974; 15 mrn pada tahun 1978/79; dan mungkin akan tej a d i pengurangan lebih lanjut sampai suatu target 10 mm (Kempster et nl., 1982). Distribusi
berat otot (proporsi otot total yang didapatkan pada bagian-bagian karkas yang
berbeda) karakteristiknya secara genetik dan lingkungan adalah relatif stabil. Distribusi berat mlang juga terbukti relatif stabil. Meskipun dernikian, perbedaan-perbedaan telah diketemukan antara bangsa-bangsa hewan berbeda dalam distribusi berat
otot. Ini adalah karena dalarn beberapa ha1 oleh perbedaan dalarn tingkat kedewasaan
jika dilakukan perbandingan pada bobot badan atau umur yang sarna, ketika hewanhewan yang tumbuh lebih kemudian akan diharapkan mempunyai lebih banyak otot
dan tulang pada bagian-bagian karkas yang berkembang lebih dini (teristimewa kakikaki). Perbedaan-perbedaan juga ada secara bebas dalam laju kedewasaan (Kempster
ef a l . , 1982).

Seks juga membedakan distribusi berat otot. perbedaan-perbedaannya
menjadi nyata ketika hewan menjadi dewasa.

Pada hewan jantan, perkembangan otot tampak menonjol pada daerah leher (punuk)
dan suatu proporsi yang kurang pada potongan-potongan karkas yang berharga lebih
tinggi.

Komposisi Kimiawi Karkas d m Tubuh
Analisis komposisi kimiawi tubuh hewan bermanfaat tidak hanya untuk meneliti proses-proses penggunaan pakan, tetapi juga untuk penilaian kualitas daging.
Komposisi kirniawi karkas biasanya tidak mempunyai suatu kaitan langsung dengan
nilai komersialnya karena, sebagian besar karkas dinilai berdasarkan karakteristikkarakteristik fisik yang dipertirnbangkan di atas. Tetapi, meskipun demikian komposisi kimiawi mungkin penting dalam hubungannya dengan sejumlah faktor terrnasuk
eating quality daging, karakteristik-kadcteristikpemerosesan. kecenderungan susut
berat antara pemotongan dan konsumsi, daya simpan dan nilai nutrisi (Kempster et
al., 1982; Bondi dan Drori. 1987).

Tekstur daging (kealotan atau keempukan) adalah faktor utama dalam kualitas
daging. Tekstur tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan komponen-komponen otot
yang dapat berkontraksi, tetapi oleh jurnlah dan sifat kiiiawi jaringan ikat. Kuantitas
dan kualitas jaringan ikat (komponen yang paling penting adalah kolagen) berbeda
dari otot ke otot di dalarn karkas. Lebih lanjut, demikian hewan tumbuh lebih tua
jaringan ikat di dalarn tiap otot menjadi l e b i alot, terutarna karena kolagen (ikatan
polipeptida) lebih banyak membentuk ikatan silang (cross linkage) dan tidak begitu
mudah larut waktu dimasak @erg

clan Butterfield, 1976; Kempster et al., 1982).

Komposisi kimiawi lemak dapat juga berpengaruh terhadap eating quality.
Sebagai contoh, kandungan lemak karkas anak domba yang mengandung lemak
jenuh tinggi menyebabkan cepat memadat selama pendinginan setelah dimasak,
menyebabkan daging menjadi kurang palatabel dibandingkan dengan yang

mengandung lebih banyak lemak tidak jenuh (Kempster et al.,1982).
Komposisi kimiawi tubuh keseluruhan telah dipakai kriteria utarna tanggapan
hewan terhadap berbagai pengaruh, teristimewa perlakuan-perlakuan nutrisi. Dengan
cara ini telah memungkinkan untuk menghitung apa yang te qadi pada hewan dengan
zat-zat rnakanan kimiawi ransum d a t a membangun tubuhnya. Dari sudut pandang
pengertian metabolisme dan pertumbuhan keseluruhan, pendekatan ini berguna.
tetapi tidaklah mengungkapkan distribusi zat-zat makanan ke bagian-bagian tubuh
yang dapat dimakan dan yang tidak dapat dimakan, yang dari sudut pandang
ekonomi adalah penting, juga tidak memberi indikasi distribusi zat-zat makanan ke
atau di dalam berbagai jaringan : otot, lemak dan tulang di dalam karkas. Namun
cara ini amat bermanfaat dalam pemahaman garnbaran keseluruhan pertumbuhan
guna meneliti pertumbuhan komponen

-

komponen kimiawi bersama-sama dengan

pola-pola pertumbuhan otot. Iemak dan tulang yang dipisah-pisahkan secara fisik
(Berg dan Butterfield. 1976).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap komposisi tubuh adalah : jenis
hewan, galur, umur dan keadaan nutrisi. Komponen-komponen kimiawi penyusun
tubuh yang proporsinya paling banyak adalah air, protein, lemak dan abu (mineral).
Perimbangan komponen-komponen ini di dalam tubuh berubah bersama umur dan
penggemukan dalam Satu jenis hewan, tetapi yang paling banyak mengalami p e ~ b a han adalah lemak. Peningkatan kedewasaan hewan ditandai oleh meningkatnya
proporsi lemak, disertai oieh suatu penurunan dalarn proporsi air dan protein dalam
mbuh (Gbr. l)(Berg &anButterfield, 1976).
Terdapat suatu kesejajaran yang nyata antara pola-pola pertumbuhan komponen-komponen kimiawi : air, protein. lemak dan abu dengan komponen-komponen

Abu
Lemak

P r ot e

,

Bobot

Gbr. 1.

badan

Air

(lb)

Kornposisi Sapi Jantan Kebirian dari 46 - 684 kg (100 - 1500 lb),
Sebagai Persentase dari Bobot Badan Kosong (Haecker, 1920, dikutip oleh Berg dan Butterfield. 1976).

o t o t , lernak dan tulang yang dipisahkan secara fisik. Komponen kimiawi yang
memperlihatkan pembahan terbesar adalah lernak dan peningkatannya secara proporsional mengurangi air dan protein di dalam tubuh. Ini rnerupakan efek yang sama
seperti diamati untuk lernak yang dipisahkan secara fisik dalarn hubungannya dengan
otot. Hal ini adalah logis karena kira-kira 50% dari air dan protein tubuh dijurnpai
di dalam otot dan suatu proporsi lernak kirniawi yang sedikit lebih tinggi didapatkan

di dalam depo-depo lemak, sehingga pertumbuhan otot dicerminkan dalarn peningkatan air dan protein di dalam tubuh dan lemak kirniawi sejalan dengan perubahanperubahan dalam depo-depo jaringan lemak. Tetapi, karena tidak sernua protein
dijurnpai di dalam otot dan jaringan-jaringan lemak rnengandung berbagai tingkatan
Irmak. maka amat dibutuhkan lebih banyak peneiitian-penelitian komposisi karkas
dengan diseksi fisik yang diikuti dengan analisis-analisis kimiawi dari jaringan-

jaringan yang terdiseksi untuk menetapkan hubungan sebenarnya hasil-hasil dari ke
dua metode tersebut (Berg dan Butterfield, 1976).
Komposisi kimiawi (persentase) berbagai jenis hewan dan manusia yang amat
bervariasi dalam umur dan keadaan nutrisi ditampilkan dalam Tabel 2. Terlihat suatu
penurunan yang tajam dalam kandungan air selama berlangsungnya perkembangan
hewan. Janin sapi segera setelah konsepsi mengandung 95% air, turun menjadi 7580% untuk pedet yang barn lahir, 66 - 72% pada umur 5 bulan, dan 40

- 65% pada

hewan dewasa. Amat nyata bahwa jaringan lemak hampir tidak mengandung air,
berlawanan dengan protein yang mengandung kira-kira 75% air. Karena itu maka
makin gemuk hewan itu makin sedikit persentase air yang dikandungnya. Di antara
jenis hewan, sapi mengandung air lebih banyak daripada domba dan babi. Ini adatah
karena persentase lemak dalam ke dua jenis hewan terakhir ini lebih banyak daripada
sapi. Pertumbuhan hewan diikuti oleh suatu penurunan tajam dalam kandungan air,
suatu peningkatan paralel dalam kandungan lemak dan suatu penurunan yang sedang
dalam persentase-persentase protein d a n abu. Perubahan-perubahan untuk umur
tertentu karena keadaan nutrisi seperti diceminkan dalam simpanan lemak. Hewanhewan yang amat gemuk mungkin mempunyai kandungan air sekecil 40%. Persentase lemak biasanya meningkat dengan umur, tetapi sangat bervariasi, bergantung
pada jurnlah konsumsi pakan. Variasinya mempengaruhi persentase-persentase
unsur-unsur pokok lain, dan ini teristimewa benar untuk air. Sebagai contoh sapi
jantan kebiri kurus mengandung 18% lemak dan 57% air, berlawanan dengan 41 %
lemak dan 42% air untuk seekor hewan yang amat gemuk (Bull, 1916; Maynard et
a l . . 1916; Bondi dan Drori. 1987).

Tabel 2. Komposisi Kimiawi (%) Tubuh Hewan dan Manusia*
Persentase komponen
(dari bobot basah)

Kering,
tanpa
lemak

Jenis hewan
Dengan lemak

Pedet,
baru lahir
Pedet, gemuk
Sapi kebiri.
kurus
Sapi kebiri,
gemuk
Domba, kurus
Domba,gemuk
Babi, 8 kg
Babi, 30 kg
Babi, 100 kg
Ayam betina
Kelinci
Kuda
Manusia
Mencit
Tikus
Marmot
*

Tanpa lemak

Air

Protein

Le- Abu Air
mak

Protein

Abu

Protein

Abu

74
68

19
18

3
10

4.1
4.0

76.2
75.6

19.6
20.0

4.2
4.4

82.2
81.6

17.8
18.4

64

19

12

5.1

72.6

21.6

5.8

79.1

20.9

43
74
40
73
60
49
57
69
61
60
66
65
64

13
16
11
17
13
12
21
18
17
18
17
22
19

41
5
46
6
24
36
19
8
I7
18
13
9
12

3.3
4.4
2.8
3.4
2.5
2.6
3.2
4.8
4.5
4.3
4.5
3.6
5.0

72.5
78.4
74.3
78.2
79.5
77.0
70.2
75.2
73.9
72.9
75.4
71.7
72.7

21.9
17.0
20.5
18.2
17.2
18.9
25.9
19.6
20.6
21.9
19.4
24.3
21.6

5.6
4.6

79.5
78.2
79.3
83.3
84.3
82.4
86.8
79.1
79.2
80.7
79.1
86.0
79.3

20.5
21.8
20.7
16.7
15.7
17.6
13.2
20.9
20.8
19.3
20.9
14.0
20.7

Dikurangi isi saluran pencemaan (digests).
Sumber : Lawes dan Gilbert (1859)(dikutip oleh Maynard
er al. , 1979).

5.2
3.6
3.3
4.1
3.9
5.2
5.5
5.2
5.2
4.0
5.7

Berkenaan dengan hubungan komposisi kimiawi dengan jaringan-jaringan
tubuh yang dipisah-pisahkan secara fisik, Berg dan ButterF~eld(1976) mengemukakan bahwa ada suatu persamaan yang pasti antara pola-pola pertumbuhan komponenkomponen kimiawi : air, protein, lemak dan abu dan pola-pola pertumbuhan otot,
lemak dan tulang yang dipisahkan secara fisik. Kornponen kimiawi yang memperlihatkan variabilitas terbesar adalah lemak dan peningkatannya secara proporsional
mengurangi air dan protein dalam tubuh. Ini merupakan dampak yang sama seperti
yang diamati unhik lemak yang dipisahkan secara fisik dalam hubungamya dengan
otot. Kira-kira 50% air dan protein tubuh berada dalam otot dan suatu proporsi .lh16
lernak kimiawi yang sedikit lebih tinggi dijumpai dalam depo-depo lemak tubuh.
sehingga pertumbuhan otot paralel dengan peningkatan air dan protein dalam tubuh
dan Iemak kimiawi berhubungan dengan peningkatan dalam simpanan depo jaringan
lernak.
Pada dua kelompok anak domba yang karkasnya diurai, ditunjukkan bahwa
lemak yang dipisahkan secara fisik adalah 36.6 dan 31.9% dari bobot karkasnya,
sedangkan kandungan lemak kimiawinya masing-masing 34.8 d a n 30.0%. Ada
korelasi yang tinggi dengan koefisien variasi dari simpangan bakunya yang relatif
rendah antara protein karkas dan daging tanpa lemak ('lean') yang terurai, dan juga
antara ekstrak ether (lipid atau lemak kimiawi) dan lemak yang terurai untuk ke dua
kelompok anak domba tersebut (Reid, 1972, dikutip oleh Berg dan Butterfield.
1976).

Struktur Kimiawi, Sintesis, Peniadaan dan Efek
R-adrenergic agonists Terhadap
Penampilan Hewan
1. Struktur kirniawi clenbuterol

Clenbuterol (CB) mempunyai persamaan struktural (anaIog) dengan epinefrin
(Gbr. 2). Epinefrin d a n norepinefrin memiliki struktur yang amat serupa, d a n
keduanya mengikat sampai 4 reseptor permukaan sel yang berbeda (secara spesifik,
reseptor-reseptor alfa,, alfa,, D,, dan D,).
HO
3'
?H
H
o
e
7-C-N-H I
5
H
iI
H

7-k

fi

Y

V

Inti katekol

'U

oC

. W .

Rantai
sarnping
Norepinefin

OH

Amina

+
Epinefrin

+
H,N-

-CH-CH,-NH,-C-(CH,),

/
C1
Clenbuterol
Gbr.2. S t ~ k t U rNorepinefrin, Epinefrin dan Clenbuterol (Campion, Hausman dan
Martin. 1989;Mersmam. 1989).

Dalam tubuh hewan ada beberapa zat yang berhubungan secara struktural
seperti katekolarnin, yang berfungsi sebagai hormon atau sebagai penghantar kimiawi sistim saraf. Norepinefrin atau noradrenalin merupakan mediator kimiawi
yang besar atau neurotransmitter bagian-bagian otak dan sistim saraf simpatik. Ini
adalah katekolamin sederhana yang terdiri dari sebuah cincin dengan kelompokkelompok OH pada posisi-posisi 3 dan 4, disebut inti katekol. Pada posisi 1 , sebuah
rantai 2 karbon berikatan dengan 1 nitrogen pada ujungnya. Karbon yang letaknya
berdekatan dengan cincin (karbon B) mempunyai 1 OH dan aminanya adatah sebuah
amina utama. Bagian medula dari kelenjar adrenal, merupakan suatu jaringan yang
secara embrional berasal dari sistim syaraf, menghasilkan epinefrin, yang mempunyai struktur sama dengan norepinefrin kecuali aminanya mempunyai 1 CH, di tempat
salah satu gugus H. Dopamin. suatu persenyawaan yang sama strukturnya dengan
norepinefrin tetapi tanpa OH pada rantai samping karbon R (Gbr.2), bekerja sebagai
suatu neurotransmitter d i dalam otak dan dibebaskan dari banyak syaraf perifer
(Lackovic dan Relja, 1983. dikutip oleh Mersmam, 1989).
Meskipun epinefrin dianggap suatu hormon, penghantar-penghantar saraf
norepinefrin dan dopamin ada di dalam plasma, sehingga memberi kesan bahwa zatzat ini mungkin bekerja sebagai hormon pada organ-organ target perifer. Pada
kebanyakan jenis hewan mamalia, konsentrasi plasma berkisar 5x10-lo sampai
5 ~ 1 0 - ~tetapi
M dapat meningkat menyolok sekali. Konsentrasi plasma norepinefrin
2-9x lebih besar daripada epinefrin, dan konsentrasi dopamin berubah-ubah tetapi

lebih sedikit daripada norepinefrin. Sebagai contoh, konsentrasi plasma

(lo-''

pglml)

norepinefrin, epinefrin, dan doparnin pada hewan-hewan istirahat adalah masingmasing 152, 56, dan 91 pada sapi; 509; 175, dan 84 pada tikus; 203, 64, dan 98
pada rnanusia; dan 609, 73, dan 276 pada kucing (Buhler er al., 1978. dikutip oleh
Mersrnann. 1989).

2. R-adrenoceptor d a n mekanisme kerjanya
Sebagaimana halnya dengan hormon-horrnon laimya, epinefrin atau RAA
lainnya mempunyai reseptor-reseptor khusus (B-adrenoceptor). yakni protein yang
mengikat hormon tersebut pada jaringan-jaringan target yang tanggap terhadapnya.
Jumlah reseptor-reseptor ini tidaklah tetap, jumlahnya menurun bila kadar hormon
meningkat secara kronis (down regulation), mengakibatkan suatu tanggapan yang
menurun untuk konsentrasi horrnon yang sama. Hal yang sebaliknya akan terjadi bila
dilakukan pengenaan kronik terhadap hormon yang konsentrasinya rendah, menyebabkan

suatu

peningkatan jumlah

reseptor (up-regulation), sehingga jaringan

yang bersangkutan menjadi sangat tanggap terhadap hormon yang tersedia. Situasi
penjenuhan reseptor bisa terjadi bila semua reseptor berikatan dengan hormon karena
konsentrasi hormon yang sangat tinggi, dan setiap peningkatan tambahan di daiam
konsentrasi hormon plasma tidak mempunyai efek tarnbahan. Ini adalah karena terbatasnya jumlah reseptor pada atau di dalam sebuah sel (Powers dan Howley, 1990).
Penelitian oleh Kim et al. (1989) pada dornba-domba jantan kebirian yang diberi 10
ppm R-AA cimaterol mengungkapkan bahwa efek pemacuan pertumbuhan B-AA ini
lenyap sekitar minggu ke-6 dari 13 minggu masa eksperimen, mengindikasikan
bahwa dornba-domba tersebut telah beradaptasi terhadap cimaterol selama pemberian
senyawa ini secara kronis. Salah satu kemungkinan untuk berkernbangnya adaptasi
ini adalah penurunan dalam sensitifitas otot kerangka terhadap cimaterol karena
suatu pengurangan dalam kerapatan reseptor-reseptor R-AA. Ini dibuktikan oleh
Vallieres ef al. (1979)(dikutip oleh Kim ei al., 1989) pada tikus-tikus yang diberi 8-

A A isoproterenol secara kronis menyebabkan suatu pengurangan yang nyata dalam
tempat-tempat pengikatan reseptor 8-AA pada otot kerangka.

Precursor

Agonist

COO-

I

Fenilalanin

HO

Dopamin

+

HO-b--CH2