Anatomis Dan Produktivitas Serta Kualitas Karkas Domba Ekor Tipis Jantan Dengan Genotipe Calpastatin (Cast 1) Yang Berbeda

(1)

PERFORMA ANATOMIS DAN PRODUKTIVITAS SERTA

KUALITAS KARKAS DOMBA EKOR TIPIS JANTAN

DENGAN GENOTIPE

CALPASTATIN

(CAST-1)

YANG BERBEDA

BRAMADA WINIAR PUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis Performa Anatomis, Produktivitas dan Kualitas Karkas Domba Ekor Tipis Jantan dengan Genotipe Calpastatin (CAST-1) yang Berbeda adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 23 Juli 2012 Bramada Winiar Putra, S.Pt. NRP. B152080011


(3)

RINGKASAN

BRAMADA WINIAR PUTRA. Performa Anatomis dan Produktivitas serta Kualitas Karkas Domba Ekor Tipis Jantan dengan Genotipe Calpastatin (CAST-1) yang Berbeda

Dibimbing oleh NURHIDAYAT and CECE SUMANTRI.

Domba ekor tipis merupakan salah satu domba lokal yang potensial untuk dikembangkan sebagai ternak pedaging. Meskipun bobot badan dewasa hewan ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan domba ekor gemuk, tetapi domba ekor tipis memiliki kemampuan adaptasi yang baik dengan ketersediaan pakan yang terbatas dan suhu yang cukup tinggi. Selain itu, domba ekor tipis memiliki tingkat kematian anak yang relatif rendah serta daya tahan tubuh terhadap penyakit yang tinggi.

Kemajuan dalam bidang biologi molekuler memungkinkan upaya seleksi dapat dilakukan pada tingkat DNA, yaitu dengan cara mencari keragaman gen yang mengontrol produktivitas ternak yang memberikan nilai ekonomis, seperti perdagingan dan keempukan daging. Salah satu marka gen yang berhubungan dengan bobot badan pada domba lokal yaitu gen yang mengatur sintesis calpastatin. Calpastatin merupakan enzim yang berfungsi untuk menghambat degradasi protein sel-sel otot oleh enzim -calpain, m-calpain. Peningkatan aktivitas calpastatin menyebabkan terjadinya pertambahan massa otot (hypertrophy) disertai dengan penurunan keempukan daging.

Keragaman gen calpastatin diduga akan mempengaruhi sifat pertumbuhan domba lokal, sehingga dengan adanya variasi gen calpastatin pada ternak akan memberikan pengaruh tidak hanya pada laju keempukan daging postmortem tetapi juga diharapkan akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan otot. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari komparasi performa anatomis dan produktivitas serta kualitas karkas antara DET pada variasi gen calpastatin yang berbeda. Data tersebut diharapkan dapat menjadi data dasar dalam pengembangan performa dan produktivitas bangsa DET berdasarkan variasi gen CAST. Data ini juga dapat dijadikan acuan dalam pengembangan bangsa domba lokal Indonesia lainnya sehingga dapat dilakukan perbaikan produktivitasnya.

Penelitian ini menggunakan sampel domba yang diperoleh dari Unit Pengembangan Pendidikan dan Penelitian Jonggol (UP3J). Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan untuk mendeteksi keragaman gen calpain dan calpastatin diperoleh variasi gen calpastatin yang seharusnya terdapat 3 variasi genotipe yaitu MM, MN dan NN, hanya diperoleh 2 variasi genotipee yaitu MM dan MN, dan tidak ditemukan variasi gen NN. M menunjukkan alel calpastatin normal, sedangkan N menunjukkan alel calpastatin yang telah mengalami mutasi. Sampel diambil dari domba yang memiliki genotipe calpastatin MM dan MN dengan genotipe calpain yang sama yaitu TT. Domba dengan genotipe calpastatin MM diperoleh sampel sebanyak 5 ekor, sedangkan untuk domba dengan genotipe MN diperoleh sampel sebanyak 4 ekor. Domba yang dipilih adalah domba ekor tipis jantan dengan umur siap potong yaitu dalam kisaran 1-1,5 tahun (I1), dengan kisaran bobot badan 17-20 kg, sampel kemudian akan dianalisa morfometrik ternak hidup, komponen karkas dan non karkas, komposisi karkas, distribusi otot, potongan komersial serta sifat fisik dan mikroanatomi ototnya.


(4)

Domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin MM memiliki panjang badan, dalam dada, lingkar dada dan lebar pinggul, persentase bagian neck, persentase kelompok otot sekitar tulang belakang dan persentase kelompok otot abdomen yang lebih besar dibandingkan dengan yang bergenotipe MN. Namun domba ekor tipis yang bergenotipe MN memiliki persentase bagian shoulder, persentase kelompok otot proksimal kaki belakang, distal kaki belakang, persentase daging terhadap karkas, luas penampang serabut otot, jumlah otot per fasikulus dan luasan fasikulus yang lebih besar dibandingkan dengan yang bergenotipe MM. Respon fenotipik berdasarkan seleksi genotipe calpastatin pada domba ekor tipis dapat memberikan kontribusi secara ekonomis dalam budidaya ternak karena meningkatkan persentase expensive muscle groups dan kualitas daging.

Kata kunci : calpastatin, domba ekor tipis, performa morfometrik, komposisi karkas, distribusi otot, kualitas daging, mikroanatomi


(5)

ABSTRACT

BRAMADA WINIAR PUTRA. (Anatomical Performance, Carcass Productivity and Quality of Male Thin Tail Sheep with Differences of Calpastatin (CAST-1) Genotipes)

Under direction of NURHIDAYAT and CECE SUMANTRI

Calpastatin (CAST) is an indigenous inhibitor of calpain that involved in regulation of protein turn over and growth. The objective of this research was to compare the morfometric performs, carcass composition and muscle distribution in thin tail sheep with difference of CAST gene. PCR-RFLP method was carried out to identify genetic variation of CAST gene. Based on the identification, variation of CAST gene that found were MM and MN with the single Calpain genotype variation, TT. Nine heads of thin tail sheeps from Jonggol were used for this research. The sheeps clustered based on the variation CAST gene, 5 sheeps have MM genotype and 4 sheeps have MN genotype. Variation of CAST gene gave significantly differences in morfometric performances, whole sale cuts, carcass composition and muscle distribution. Sheeps with MM genotype have longer body length, heart girth, wither depth, and width of rump for morfometric performances. They have higher neck and expensive muscle group percentage too. But have a lower percentage of shoulder in commercial cuts and total of meat than MN. Sheeps with MN genotype have larger muscle bundle, larger fibre surface area, have more number of muscle fibre, but have a wider muscle bundle space with higer percentage of collagen than MM genotype. the muscle of sheep with MN genotype has higher effect of hyperplasia and hypertrophy.

Keywords : calpastatin, thin tail sheep, morfometric performance, carcass composition, muscle distribution, meat quality, microanatomy


(6)

©Hak cipta milik Bramada Winiar Putra, tahun 2012 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya


(7)

PERFORMA ANATOMIS DAN PRODUKTIVITAS SERTA

KUALITAS KARKAS DOMBA EKOR TIPIS JANTAN

DENGAN GENOTIPE

CALPASTATIN

(CAST-1)

YANG BERBEDA

BRAMADA WINIAR PUTRA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sain pada

Program Studi Anatomi dan Perkembangan Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(8)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Performa Anatomis dan Produktivitas serta Kualitas Karkas Domba Ekor Tipis Jantan dengan Genotipe Calpastatin (CAST-1) yang Berbeda

Nama : Bramada Winiar Putra


(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian adalah Performa Anatomis, Produktivitas dan Kualitas Karkas Domba Ekor Tipis dengan Genotipe Calpastatin (CAST-1) yang Berbeda.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. drh. Nurhidayat, M.S, PAVet. dan Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc. selaku dosen pembimbing, Dr. drh. Ita Djuwita, M.Phil.,PAVet. selaku ketua Program Studi Anatomi dan Perkembangan Hewan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Rachmat Herman, M.Sc., Dr. Ir. Muhammad Iksan Dagong, Dr. Ir. Rudi Priyanto, dan seluruh staf Laboratorium Ternak Ruminansia Besar Fakultas Peternakan dan Laboratorium Anatomi Hewan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian dan penyelesaian penulisan karya ilmiah ini.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu dan keluarga besar, serta istri (Shanti Andriyani L.) dan anak (Arka dan Arsya) yang telah memberikan motivasi, doa dan dukungannya kepada penulis.

Semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2012


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 2 November 1980 dari ayah Sri Winarno dan ibu Sri Rahayu. Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara.

Tahun 1999 penulis lulus SMAN 1 Surakarta. Tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2004. Tahun 2008 penulis diterima di Program Studi Anatomi dan Perkembangan Hewan, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar Bagian Ilmu Produksi Ternak Pedaging, Kerja dan Aneka Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB sejak tahun 2005.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ... ABSTRAK ...

i ii

ABSTRACT ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

PRAKATA ... vii

RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Identifikasi Masalah ... 2

Keluaran yang Diharapkan ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4 Domba Ekor Tipis ... 4

Pola Pertumbuhan Ternak ... 5

Gen Calpastatin ... 6

Hubungan Antara Calpain System dengan pertumbuhan 8 Karkas dan Komponennya ... 9

Potongan Komersial Karkas ... 10

METODOLOGI PENELITIAN ... 11

Waktu dan Tempat Penelitian ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Metode ... 12

Penelitian Pendahuluan : Ekstraksi, Isolasi dan Deteksi Keragaman Gen Calpain dan Calpastatin ..………...… 12

Performa Anatomis Ternak Hidup... 14

Pemotongan Ternak ... 15

Pengukuran Komposisi Karkas ... 16

Pengukuran Distribusi Otot ... 16


(12)

Analisis Sifat Fisik Daging Domba ... 19

Analisis Mikroanatomi ... 21

Pengolahan Data ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Hasil ... 23

Performa Anatomis Ternak Hidup ... 23

Pemotongan Ternak ... 26

Potongan Komersial dan Komposisi Karkas ... 28

Distribusi Otot ... 30

Sifat Fisik Daging ... 31

Analisis Mikroanatomi Otot ... 32

Pembahasan ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

Kesimpulan ... 47

Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Tampilan fenotipik domba ekor tipis Indonesia. ... 5 2. Standar mutu karkas domba/kambing. ... 9 3. Perbandingan persentase karkas domba priangan, ekor gemuk

dan domba lokal yang diberi konsentrat. ... 10 4. Parameter pengukuran morfometrik pada ternak hidup. ... 15 5. Morfometri utama domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin

yang berbeda. ... 23 6. Morfometri bagian collumna vertebralis domba ekor tipis dengan

genotipe calpastatin yang berbeda. ... 25 7. Morfometri bagian kaki depan dan belakang domba ekor tipis dengan

genotipe calpastatin yang berbeda. . ... 26 8. Persentase karkas dan komponen non karkas pada domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda. ... 27 9. Persentase potongan komersial terhadap berat karkas domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda ... 28 10.Persentase komposisi karkas terhadap berat karkas domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda ... 29 11.Persentase kelompok otot terhadap total daging pada domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda ... 31 12.Nilai rataan sifat fisik daging pada domba ekor tipis dengan genotipe

calpastatin yang berbeda ... 32 13.Analisis mikroanatomi otot sternocephalicus pada domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda ... 33 14.Analisis mikroanatomi otot gluteus medius pada domba ekor tipis


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Perbedaan sekuen nukleotida gen calpastatin pada lokus

CAST-MspI yang disebabkan karena subtitusi basa G menjadi A. ... 13 2. Cara pengukuran morfologis ternak hidup. ... 14 3. Skema sangkar rusuk antara DET CAST-1 MM dan

DET CAST-1 MN ... 24 4. Penampang fasikulus m. sternocephalicus pada domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda. ... 35 5. Kondisi jaringan ikat m. sternocephalicus pada domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda. ... 36 6. Penampang fasikulus m. gluteus medius pada domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda. ... 36 7. Kondisi jaringan ikat m. gluteus medius pada domba ekor tipis


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Proses Pembuatan Preparat Histologi ... 54 2. Proses pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) ... 55 3. Proses pewarnaan Masson Trichrome ... 56 4. Hasil uji T morfometri umum domba ekor tipis dengan genotipe

calpastatin yang berbeda. ... 57 5. Hasil uji T morfometri bagian collumna vertebralis domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda. ... 57 6. Hasil uji T morfometri bagian kaki depan dan belakang domba ekor

tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda. ... 57 7. Hasil uji T persentase karkas dan komponen non karkas pada domba

ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda. ... 58 8. Hasil uji T persentase potongan komersial terhadap berat karkas domba

ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda ... 58 9. Hasil uji T persentase komposisi karkas terhadap berat karkas domba

ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda ... 59 10.Hasil uji T persentase kelompok otot terhadap total daging pada

domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda ... 59 11.Hasil uji T nilai rataan sifat fisik daging pada domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda ... 59 12.Hasil uji T analisis mikroanatomi otot sternocephalicus pada domba

ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda ... 60 13.Hasil uji T analisis mikroanatomi otot gluteus medius pada domba


(16)

1 I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba lokal memiliki potensi untuk dikembangkan karena mempunyai beberapa keunggulan, seperti mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan tropis, mampu bereproduksi sepanjang tahun, memiliki kekebalan terhadap beberapa macam penyakit dan parasit. Tetapi domba lokal juga memiliki beberapa kendala yang perlu diatasi, antara lain bobot tubuh dan ukuran-ukuran tubuh lainnya dengan keragaman yang sangat tinggi disertai kualitas daging masih belum memenuhi standar internasional. Perbaikan mutu genetik domba lokal dilakukan melalui seleksi dan diarahkan untuk meningkatkan produktivitas daging, sehingga domba pedaging yang berkualitas dapat dikembangkan secara nasional. Berdasarkan data statistik tahun 2010 (DJBPP, 2010), populasi domba di Indonesia mencapai 10.915.000 ekor dengan jumlah pemotongan domba mencapai 1.500.076 ekor atau sekitar 13,74 % dari total populasi. Populasi ini lebih rendah dibandingkan dengan kambing yang mencapai 15.815.000 ekor dengan jumlah ternak yang dipotong 594.516 ekor atau sekitar 3,75% dari total populasi. Hal ini menunjukkan bahwa preferensi masyarakat terhadap daging domba masih lebih rendah dibandingkan ternak kambing, padahal jika dilihat dari proporsi dan kualitas daging, maka daging domba memiliki persentase daging yang lebih besar dengan tekstur daging yang lebih lembut dibandingkan daging kambing. Hal ini menjadi tantangan yang menarik dalam pengembangan peternakan domba sebagai pendukung penyediaan daging nasional

Salah satu domba lokal yang potensial untuk dikembangkan adalah domba ekor tipis (DET). Meskipun bobot badan dewasa hewan ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan domba ekor gemuk, tetapi DET memiliki kemampuan adaptasi yang baik dengan ketersediaan pakan yang terbatas dan suhu yang cukup tinggi. Selain itu, DET memiliki tingkat kematian anak yang relatif rendah serta daya tahan tubuh terhadap penyakit ektoparasit dan cacing yang tinggi (Subandriyo, 2003).

Kemajuan dalam bidang biologi molekuler memungkinkan upaya seleksi dapat dilakukan pada tingkat DNA, yaitu dengan cara mencari gen yang mengontrol produktivitas ternak yang memberikan nilai ekonomis, seperti


(17)

2 perdagingan dan keempukan daging. Salah satu marka gen yang berhubungan dengan bobot badan pada domba lokal yaitu gen yang mengatur sintesis calpastatin (CAST) (Sumantri et al., 2008). Calpastatin merupakan enzim yang berfungsi untuk menghambat degradasi protein sel-sel otot oleh enzim -calpain, m-calpain. Peningkatan aktivitas CAST menyebabkan terjadinya pertambahan massa otot (hypertrophy) disertai dengan penurunan keempukan daging. Calpastatin bersama-sama dengan myostatin berperan dalam mengatur laju pertumbuhan otot, dengan demikian keragaman gen CAST diduga akan mempengaruhi sifat pertumbuhan domba lokal. Adanya variasi gen CAST pada ternak diharapkan akan memberikan pengaruh tidak hanya pada laju keempukan daging postmortem, tetapi juga pada pertumbuhan otot.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari komparasi performa anatomis dan produktivitas serta kualitas karkas antara DET pada variasi gen calpastatin yang berbeda. Data tersebut diharapkan dapat menjadi data dasar dalam pengembangan performa dan produktivitas bangsa DET berdasarkan variasi gen CAST. Data ini juga dapat dijadikan acuan dalam pengembangan bangsa domba lokal Indonesia lainnya sehingga dapat dilakukan perbaikan produktivitasnya.

Identifikasi Masalah

Penelitian mengenai keragaman genetik, dan morfometrik domba lokal Indonesia telah banyak dilakukan, tetapi data mengenai komposisi karkas dan distribusi perdagingan otot-otot pada domba lokal Indonesia masih sangat terbatas. Data morfometrik yang diamati saat ini hanya sebatas morfometrik dasar seperti lingkar dada, panjang badan, tinggi badan, panjang dan lebar kepala, tetapi data detail mengenai perfoma fenotip berdasarkan genotipe dari gen yang berpengaruh terhadap laju pertumbuhan belum banyak dilakukan. Selain itu pengaruh variasi gen dalam satu bangsa domba terhadap performa fenotipik juga belum banyak dilakukan.

Salah satu domba lokal yang menarik untuk diteliti adalah DET. Hal yang istimewa dari DET adalah daya adaptasi hewan ini terhadap lingkungan sangat baik, serta daya tahan tubuh terhadap penyakit cukup tinggi. Tetapi laju


(18)

3 pertumbuhan berat badan DET relatif rendah dibandingkan dengan domba ekor gemuk, sehingga perlu dilakukan seleksi untuk dapat menghasilkan DET dengan performa yang lebih baik. Salah satu cara adalah dengan melihat performa dari variasi gen yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan otot. Salah satu gen yang berperan dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan sel otot adalah gen CAST.

Penelitian tentang aktivitas CAST lebih banyak dilakukan dengan tujuan untuk mengamati pengaruh gen ini pada keempukan daging, sedangkan pengaruhnya pada pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otot belum banyak dilakukan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai performa fenotip perototan pada domba ekor tipis pada variasi gen calpain system yang berbeda.

Keluaran yang Diharapkan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan luaran :

1. Data morfometrik DET lokal pada variasi gen CAST yang berbeda. 2. Data perbandingan komposisi karkas DET lokal pada variasi gen

calpastatin yang berbeda sehingga didapatkan komposisi karkas, persentase daging, lemak, jaringan ikat dan tulang, serta persebaran lemak dari masing-masing domba tersebut.

3. Data perototan dari DET lokal pada variasi gen CAST yang berbeda, sehingga dapat diketahui pola perdagingannya.

Hipotesis

Hipotesis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. H0 : Tidak terdapat perbedaan performa anatomis dan produktivitas antara domba ekor tipis dengan genotipe gen CAST-1 MM dengan MN.

2. H1 : Terdapat perbedaan performa anatomis dan produktivitas antara domba ekor tipis dengan genotipe gen CAST-1 MM dengan MN.


(19)

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

Domba Ekor Tipis

Domba lokal Indonesia termasuk dalam kelas Mammalia, subfamili Caprinae, genus Ovis dan spesies Ovis aries (Subandriyo, 2003). Domba yang umum diternakkan di dunia saat ini awalnya berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke wilayah barat seperti Mediterania, Eropa dan Afrika. Sebagian lagi ke arah timur yaitu ke daerah subkontinen India dan Asia Tenggara (Devendra dan McLeroy, 1982).

Ternak domba yang berkembang saat ini berasal dari tiga spesies, yaitu domba Argali (Ovis ammon) dari Asia Tengah, domba Urial (Ovis vignie) dari Asia dan domba Muffon (Ovis musimon) dari sebagian Asia dan Eropa (Devendra, 1993). Hiendleder et al. (2002) menyatakan, paling tidak ada tujuh spesies domba di dunia, yaitu Ovis ammon, Ovis aries, Ovis canadensis, Ovis dalli, Ovis musimon, Ovis nivicola, dan Ovis orientalis. Tiga spesies diantaranya belum didomestikasi yaitu Ovis canadensis, Ovis nivicola dan Ovis dalli (Maijala, 1997).

Ryder (1984) menyatakan domestikasi domba telah dilakukan lebih dari 10.000 tahun yang lalu dan telah menghasilkan peningkatan ukuran badan dan penurunan ukuran tanduk, serta perubahan dari berbulu rontok mengikuti musim (hairy moulting fleece) hingga didapatkan domba berbulu wool putih. Peningkatan kualitas pada ternak domba melalui perbaikan genetik telah dilakukan lebih dari 50 tahun melalui aplikasi genetika kuantitatif dalam pemuliaan (Crawford, 1995).

Dwiyanto (1982) mengelompokkan domba di Indonesia berdasarkan lebar pangkal ekornya, yaitu :

1. Domba ekor gemuk, memiliki ukuran lebar pangkal ekor lebih dari 9 cm. 2. Domba ekor sedang, memiliki ukuran lebar pangkal ekor antara 5-8 cm. 3. Domba ekor tipis (DET), memiliki ukuran lebar pangkal ekor kurang dari

4 cm.

DET banyak di temukan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kelompok domba ini termasuk domba kecil dengan bobot badan jantan dewasa antara 20-50 kg dan bobot betina dewasa antara 23-46 kg (Dwiyanto, 1982). Pada bagian ekor


(20)

5 domba ini tidak tampak adanya deposit lemak. Domba ini memiliki warna dominan wool putih dan terdapat belang hitam kecoklatan di sekeliling mata dan hidung, bahkan kadang-kadang di seluruh tubuh. Telinga berukuran sedang dengan wool yang kasar. Jantan memiliki tanduk yang melengkung sedangkan betina tidak memiliki tanduk (Mason, 1980).

Tabel 1. Performa fenotipik DET Indonesia

Kriteria Performa Fenotipik Sumber Pustaka

Tipe Domba kecil Subandriyo (2003)

Bobot lahir Jantan : 1,8 kg Tiesnamurti et al. (1985)

Betina : 1,7 kg

Bobot dewasa Jantan : 20-50 kg Dwiyanto (1982)

Betina : 23-46 kg

Kualitas wool Kasar, nilai ekonomi rendah Subandriyo (2003)

Telinga Bervariasi : pendek, sedang,

normal

Subandriyo (2003)

Laju pertumbuhan 20-40 g/hari, pemeliharaan tradisional

Chaniago et al. (1982)

Umur dewasa 6-12 bulan Sitorus et al. (1995)

Jumlah anak per kelahiran

1,8 kelahiran pertama 2,2 setelah kelahiran pertama

Bradford dan Inounu (1996) Setiadi et al. (1995)

Bobot potong (2-3 th) 45-50 kg Bradford dan Inounu (1996)

Persentase karkas 35-37 % Subandriyo (2003)

Pola Pertumbuhan Ternak

Pada pengamatan pertumbuhan ternak, tiga jaringan utama yang diamati sebagai acuan adalah tulang, otot dan lemak. Tulang dan otot kerangka berasal dari mesoderm. Tulang berasal dari sklerotome somit, sedangkan otot kerangka merupakan perkembangan dari myotome somit. Kerangka memiliki fungsi sebagai dasar bentuk tubuh (frame), dengan demikian kerangka tumbuh lebih awal namun memiliki laju pertumbuhan yang lebih lambat jika dibandingkan dengan otot maupun lemak.

Pertumbuhan dan perkembangan otot terjadi baik pada fase prenatal maupun postnatal. Menurut Scanes (2003), proses myogenesis prenatal dimulai


(21)

6 dari determinasi mesodermal stem cell menjadi myoblast yang mengalami proliferasi dan diferensiasi fusi menjadi myotubes, kemudian mengalami proses maturasi (myofibrillogenesis) menjadi serabut otot.

Proses myogenesis postnatal lebih dipengaruhi oleh ekspresi dari DNA dengan cara akresi melalui sel satelit sehingga terbentuk RNA yang menjadi cetakan untuk sintesa protein myofibril (Bocard, 1981). Otot tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan lemak pada awal pertumbuhan hingga ternak mencapai dewasa tubuh (Tulloh 1978). Pertumbuhan otot akan menurun ketika ternak mencapai dewasa tubuh, namun lemak tetap tumbuh, sehingga, perlemakan pada ternak akan cenderung meningkat setelah ternak mencapai dewasa tubuh (Lister, 1980).

Tulang merupakan bingkai tubuh (frame) yang laju pertumbuhannya cenderung lambat dan akan mengalami fase stasioner ketika ternak mencapai dewasa tubuh (Schimidt-Nielsen, 1984). Ternak pada fase dewasa tubuh memiliki proporsi lemak hanya sepertiga bagian dari daging pada ternak hidup, namun begitu mencapai fase pertumbuhan akhir maka proporsi lemak dan daging dalam karkas hampir sama. Dengan demikian maka ternak yang berumur melebihi umur dewasa tubuh (lebih dari 2 tahun) akan cenderung meningkat deposit lemak dalam tubuhnya (Lawrence, 2002).

Gen Calpastatin

Komponen gen memiliki pengaruh yang besar pada pertumbuhan ternak. Proses myogenesis postnatal diatur oleh gen dengan akresi melalui sel satelit, sehingga dapat terjadinya mutasi genetik yang mempengaruhi pertumbuhan dan komposisi tubuh (Albrecht et al., 2006). Menurut Casas et al. (2004), miostatin adalah protein yang mengatur regulasi pertumbuhan otot. Ketika terjadi mutasi pada miostatin, maka gen yang mengatur pertumbuhan mengalami perubahan sehingga proses pertumbuhan menjadi sangat pesat. Pada kondisi alami, mutasi mostatin ini menghasilkan sapi double muscle (pada bangsa sapi Belgian Blue). Menurut Swatland (1973) karakteristik double muscle adalah memiliki serat otot yang lebih banyak dan lebih besar, persentase serat otot putih lebih besar, lemak karkas lebih rendah, jaringan ikat pada otot mengalami dilusi, resiko distokia tinggi. Selain miostatin, enzim lain yang berpengaruh dalam mengatur


(22)

7 pertumbuhan adalah enzim calpastatin. Enzim ini sangat berpengaruh terhadap keempukan daging (Koohmaraie et al., 1995). Menurut Camou et al. (2007), calpain dan calpastatin termasuk dalam calpain system. Calpain system merupakan protein dalam bentuk enzim yang berkontribusi dalam proses keempukan daging secara proteolitik pasca penyembelihan. Calpain system memiliki tiga anggota protein yaitu -calpain, m-calpain dan calpastatin (CAST). Calpain merupakan sebuah enzim proteolytic terkait dengan ion kalsium (Ca2+), dan terdiri dari dua bentuk, yaitu μ-calpain, merupakan calpain yang memerlukan ion Ca2+ dalam konsentrasi rendah dan m-calpain yang merupakan calpain yang memerlukan ion Ca2+ dalam konsentrasi tinggi. Calpain berfungsi untuk mendegradasi protein sel-sel otot (myofibril) di dalam jaringan otot (Goll et al., 1992). Killefer dan Koohmaraie (1993) menyatakan bahwa aktivitas calpain dalam jaringan otot postmortem dapat menyebabkan struktur protein sel otot menjadi lemah, sehingga kualitas daging yang menjadi lebih empuk. Selain μ -calpain dan m-calpain, dalam sistem calpain juga terdapat calpastatin (CAST). CAST ini merupakan inhibitor spesifik terhadap fungsi μ-calpain dan m-calpain. Morgan et al. (1993) melaporkan bahwa ketika aktivitas degradasi protein pada jaringan otot hewan hidup menurun, maka aktivitas CAST meningkat. Palmer et al. (1998) melaporkan bahwa terdapat keragaman gen CAST pada domba Dorset. Hasil pemotongan produk PCR dengan enzim restriksi MspI dan NcoI menghasilkan dua alel, yaitu alel M dan N. Enzim restriksi MspI menghasilkan produk 336 dan 286 pasang basa (pb) sedangkan dengan NcoI menghasilkan potongan produk 374 dan 248 pb. Gen calpastatin pada domba terletak di kromosom nomor 5 (Hediger et al. 1991). Gen calpastatin (CAST-1) terletak diantara dua penciri apit mikrosatelit MCM527 dan BMS1247 pada posisi lokus 5q15 – q21 antara 96,057-96,136 Mb. Hasil analisis Quantitative Traits Loci (QTL) menunjukkan bahwa gen CAST-1 berkaitan erat dengan sifat pertumbuhan pada domba silang balik antara domba ekor tipis dengan domba Merino (Margawati et al., 2009). Beberapa penelitian serupa juga telah dilakukan pada ternak sapi. Lonergan et al. (1995) menemukan keragaman DNA gen bovine calpastatin pada lokus BamHI dan EcoRI. Chung et al. (1999) menemukan keragaman gen calpastatin dengan metode PCR-SSCP. Primer yang didesain dari


(23)

8 domain I cDNA bovine calpastatin (nomor akses GenBank : L14450), berhasil mengamplifikasi lokus CAST-1 sepanjang 500 pb dan menghasilkan dua alel, yaitu alel A dan B. Keragaman gen CAST-1 tersebut terkait erat dengan sifat pertumbuhan sapi Angus jantan. Sapi Angus dengan genotipe BB mempunyai bobot badan lebih tinggi dari pada sapi dengan genotipe AB dan AA.

Hubungan Antara Calpain System dengan Pertumbuhan

Proses pertumbuhan hewan ternak pada tingkat sel dapat didefinisikan sebagai hyperplasia yaitu pertambahan jumlah sel melalui proses mitosis, dan hypertrophy yaitu bertambahnya ukuran atau volume sel-sel otot. Menurut Chung et al. (1999), kejadian hypertrophy ini berkaitan erat dengan sintesis enzim calpain dan calpastatin.

Aktivitas CAST-1 yang tinggi dapat ditemukan pada domba yang mempunyai fenotipe callipyge. Kejadian hypertrophy ini disebabkan oleh kandungan DNA mikrosatelit otot yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kapasitas sintesis protein otot. Kejadian hypertrophy terjadi setelah hewan dilahirkan agar tidak menyebabkan kesulitan sewaktu melahirkan (dystocia). Hypertrophy pada domba callipyge juga disebabkan oleh menurunnya degradasi protein otot sebagai akibat meningkatnya aktivitas calpastatin (Koohmaraie et al., 1995). Hasil analisis Quantitative Traits Loci (QTL) menunjukkan bahwa gen berasosiasi kuat dengan sifat pertumbuhan pada domba silang balik antara domba ekor tipis dengan domba Merino (Margawati et al., 2009). Gen CAST-1 memiliki 3 variasi genetik yaitu MM untuk homozigot CAST-1 normal, NN untuk homozigot CAST-1 yang mengalami mutasi dan MN untuk heterozigot (Koohmaraie et al., 1995). Sumantri et al. (2008) melaporkan adanya hubungan yang kuat antara gen CAST-1 dengan bobot badan pada domba lokal, individu yang mempunyai genotipe MN mempunyai bobot badan lebih besar dibandingkan individu yang mempunyai genotipe NN. Lebih lanjut Sumantri et al. (2008) melaporkan meskipun frekuensi alel M dalam populasi berkisar 0,16-0,29, tetapi individu dengan genotipe MM tidak ditemukan pada domba lokal yang diamati. Fenomena ini kemungkinan disebabkan oleh proses seleksi negatif, domba domba berbobot badan besar kemungkinan besar dengan genotipe MM banyak dipotong.


(24)

9 Karkas dan Komponennya

Karkas domba/kambing menurut SNI 01-3925-1995 (1995), adalah bagian tubuh kambing/domba sehat yang telah disembelih, utuh atau dibelah membujur sepanjang tulang belakang, setelah dikuliti, dikeluarkan isi perut, tanpa kepala, kaki bagian bawah dan alat kelamin kambing/domba jantan atau ambing kambing/domba betina yang telah melahirkan dipisahkan dengan/atau tanpa ekor. Kepala dipotong diantara os occipitale dengan os atlas. Kaki depan dipotong diantara ossa carpi dan ossa metacarpi, sedangkan kaki belakang dipotong diantara ossa tarsi dan ossa metatarsi. Jika diperlukan untuk memisahkan ekor, maka paling banyak dua ruas ossa vertebrae caudales terikut pada karkas. Dalam standar ini karkas kambing/domba digolongkan ke dalam 3 mutu yaitu mutu I, II dan III seperti yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar mutu karkas domba/kambing

No. Karakteristik Syarat Mutu

Mutu I Mutu II Mutu III

1 Penampakan Agak lembab Agak kering Kering

2 Tekstur Lembut dan kompak Agak keras dan

kurang kompak

Keras dan tidak kompak

3 Warna Merah khas daging

dan homogen

Merah khas daging dan agak homogen

Merah khas daging dan heterogen

4 Lemak panggul Tebal Agak tipis Tipis

5 Umur Muda/dewasa Muda/dewasa Muda/dewasa

6 Salmonella Negatif Negatif Negatif

7 E. coli Negatif Negatif Negatif

8 Bau Spesifik Spesifik Spesifik

Herman (1993) menyatakan bahwa persentase karkas domba ekor gemuk lebih banyak dibandingkan pada domba Priangan dengan bobot hidup yang sama. Menurut Subandriyo (2003), domba yang kurus dan kondisinya buruk, memiliki persentase karkas kurang dari 40%, sedangkan domba yang kondisinya gemuk persentase karkas dapat melebihi 60%. Komponen utama karkas terdiri atas jaringan otot, tulang dan lemak (Berg dan Butterfield, 1976). Tulang sebagai


(25)

10 kerangka tubuh, merupakan komponen karkas yang tumbuh dan berkembang lebih awal, kemudian disusul oleh otot dan yang paling akhir adalah jaringan lemak (Soeparno, 2005). Perbandingan persentase karkas domba priangan, ekor gemuk dan domba lokal yang diberi konsentrat disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3.Perbandingan persentase karkas domba priangan, ekor gemuk dan domba lokal yang diberi konsentrat.

No. Komponen Domba lokal dengan

pakan konsentrat*

Domba Priangan**

Domba Ekor Gemuk**

---(%)---

1 Persentase Karkas 39,10 47,37 48,74

2 Persentase Daging 62,30 30,81 29,55

3 Persentase Lemak 5,42 7,21 7,01

4 Persentase Tulang 24,00 8,69 8,44

Sumber : * Chaniago et al., 1982, ** Herman, 1993.

Potongan Komersial Karkas

Menurut Kempster et al. (1982), karkas domba dibagi menjadi dua bagian besar yaitu foresaddle (bagian depan) dan hindsaddle (bagian belakang). Forsaddle meliputi neck (leher), shank (kaki depan), rack (punggung) dan breast (dada), sedangkan hindsadle (bagian belakang) meliputi leg (paha belakang), loin (pinggang) dan flank (bagian perut). Kempster et al. (1982) menjelaskan, pada karkas domba, leg memiliki persentase 34,47%, loin 7%, rib 9%, shoulder 26%, shank 5%, breast 10%, flank 2%, serta ginjal dan lemak ginjal 2%. Herman (1993) menyatakan bahwa pada potongan karkas utama, domba Priangan memiliki bobot shoulder yang lebih berat serta leg yang lebih ringan dengan persentase otot yang lebih tinggi dan lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan domba ekor gemuk pada bobot yang sama. Kempster et al. (1982) menyatakan bahwa pada domba jantan, otot pada bagian shoulder, leg, loin dan breast mengalami masak dini sehingga pertumbuhannya relatif lebih cepat dibandingkan dengan potongan bagian tubuh lainnya.


(26)

11 III. METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai bulan April hingga September 2011. Pengukuran komposisi karkas dan distribusi perototan dilaksananakan di Laboratorium Ruminansia Besar, Bagian IPT Daging Kerja dan Aneka Ternak, Departemen IPTP, Fakultas Peternakan IPB. Pembuatan dan pengamatan mikroanatomi otot domba dilakukan di Laboratorium Riset Anatomi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Bahan dan Alat

Bentuk perlakuan adalah perbedaan genotipe gen pengatur sintesis enzim CAST-1 pada DET dengan variasi gen CAST-1 yang berbeda. Hewan percobaan adalah DET jantan dewasa tubuh dengan penentuan umur I1 (domba yang telah mengalami pergantian satu pasang gigi seri susu menjadi gigi tetap) dengan berat badan awal rata-rata 17-20 kg yang berasal dari Unit Pengembangan Penelitian dan Pendidikan Jonggol (UP3J). Pada pengujian variasi gen CAST-1 hanya terdapat variasi gen calpastatin MM dan MN, namun tidak ditemukan variasi gen NN. Sedangkan untuk variasi gen calpain hanya memiliki satu genotipe yaitu TT yang merupakan tipe asli (wildtype). Domba yang diperoleh dari UP3J Jonggol kemudian akan direkondisikan selama tiga bulan di Laboratorium Lapang B, Fakultas Peternakan, IPB. Domba ini diambil untuk mewakili DET yang dipelihara secara ekstensif dengan sistem pastura.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat untuk keperluan analisis pengukuran morfometri pada ternak hidup, alat untuk analisis komposisi karkas, potongan komersial dan anatomi otot, serta alat untuk analisis sifat fisik dan mikroanatomi otot. Alat untuk analisis pengukuran morfometri pada ternak hidup berupa timbangan gantung dengan tingkat ketelitian 0,1 kg; tongkat ukur, pita ukur, dan kaliper. Analisis komposisi karkas, potongan komersial dan anatomi otot digunakan skalpel, pinset, timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0,1 g. Alat untuk analisis sifat fisik meliputi pH meter, carper press, planimeter, warner blatzer, dan termometer bimetal. Alat untuk analisis


(27)

12 mikroanatomi otot meliputi satu set alat bedah, gelas piala, gelas ukur, gelas obyek, gelas penutup, mikrotom, inkubator dan mikroskop cahaya yang dilengkapi kamera.

Metode

Penelitian Pendahuluan : Ekstraksi, Identifikasi dan Deteksi Keragaman Gen Calpain dan Calpastatin (CAST-1)

Sampel domba diperoleh dari Unit Pengembangan Pendidikan dan Penelitian Jonggol (UP3J). Sampel disolasi DNA genomnya dari sel darah utuh (Whole blood). Darah ditampung dengan menggunakan tabung vacumtainer dari vena jugularis externa (sekitar 10 ml). Prosedur ekstrasi DNA darah menggunakan modifikasi metode ekstraksi standar dengan menggunakan buffer lisis sel (350 l x STE, dan 40 l 10% SDS) dan 20 l proteinase-K. DNA dimurnikan dengan fenol kloroform, yaitu dengan menambahkan 40 l 5M NaCl dan 400 l fenol dan kloroform isoamil alcohol (CIAA). DNA diendapkan dengan 40 l 5M NaCl dan 800฀l ethanol absolute. Endapan dicuci dengan menambahkan 400 l ethanol 70%, disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit. Ethanol dibuang dan diuapkan dengan menggunakan pompa vakum, selanjutnya DNA dimurnikan dengan 80 l buffer TE 80% (Sambrook et al., 1989).

Amplifikasi DNA dilakukan pada total volume 25 l terdiri dari 10-100 ng DNA, 25 pmol pasangan primer masing-masing dari Palmer et al. (1998), yaitu primer forward (AF33) 5’ TGGGGCCCAATGACGCCATCGGATG 3’ (ekson 1C) dan primer reverse (AF34) 5’ GGTGGAGCAGCACTTCTGATCACC 3’ (ekson 1D). Pasangan primer ini kemudian ditambahkan 0,87 unit enzim taq polymerase dan buffernya (New England BioLabs), 2 mM dNTP, dan 2,5 mM MgCl2 kemudian diinkubasi dengan mesin thermocycler (TaKaRa PCR Thermal

Cycler MP4), dengan program sebagai berikut: Tahap I dilakukan dengan satu kali siklus, meliputi proses denaturasi awal pada suhu 94 0C selama 4 menit. Tahapan II dilakukan dengan 30x siklus, meliputi denaturasi pada suhu 94 0C selama 10 detik, penempelan primer pada suhu 48 0C selama 1 menit, pemanjangan molekul DNA pada suhu 72 0C selama 2 menit. Tahap III dilakukan


(28)

13 dengan satu kali siklus, meliputi pemanjangan akhir molekul DNA pada suhu 72

0

C selama 7 menit.

Analisis PCR-RFLP dilakukan dengan cara produk PCR dipotong dengan enzim restriksi MspI (New England BioLab) pada situs C|CGG yang terletak di daerah intron 1 antara ekson 1C dan 1D. Prosedur kerjanya adalah 2 l produk PCR dicampur dengan 1-2 unit MspI dalam 1x buffer, dan diinkubasi pada suhu 370C selama semalam. Elektroforesis dilakukan pada gel poliakrilamida 6% dengan tegangan konstan 220 mVolt selama 30 menit dan pewarnaan perak dilakukan dengan menggunakan metode Tegelstrom (1992).

Keragaman gen CAST-1 domba disebabkan oleh adanya mutasi titik yang terjadi pada posisi basa ke-261 nomor akses GenBank AF016006. Terjadinya subtitusi basa (transisi) G – A menyebabkan situs pemotongan untuk enzim restriksi MspI berubah. Produk PCR gen CAST-1 sepanjang 622 pb berhasil dipotong dan menghasilkan dua alel, yaitu alel M dan N. M adalah alel gen calpastatin normal, sedangkan N adalah alel gen calpastatin yg mengalami mutasi basa G menjadi A. Perbedaan alel M dan N hasil analisis PCR-RFLP disajikan pada Gambar 1.

Alel M (AF016006) : ---TTGCAGAGCC | GGGGCTCTGG--- Alel N (AF016007) : --- TTGCAGAGCC| AGGGCTCTGG--- Gambar 1. Perbedaan sekuen nukleotida gen CAST-1 pada lokus CAST-MspI

yang disebabkan karena subtitusi basa G menjadi A.

Gen calpastatin memiliki 3 variasi genetik yaitu MM untuk homozigot CAST-1 normal, NN untuk homozigot calpastatin yang mengalami mutasi dan MN untuk heterozigot (Koohmaraie et al., 1995). Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan untuk mendeteksi keragaman gen calpain dan CAST-1 diperoleh variasi gen CAST-1 yang seharusnya terdapat 3 variasi gen yaitu MM, MN dan NN, hanya diperoleh 2 variasi gen yaitu MM dan MN, dan tidak ditemukan variasi gen NN. Sampel diambil dari domba yang memiliki genotipe CAST-1 MM dan MN dengan genotipe calpain yang sama yaitu TT. Domba yang dipilih adalah domba jantan dengan umur siap potong yaitu dalam kisaran 1-1,5 tahun (I1) dengan berat rata-rata 17-20 kg. DET dengan genotipe CAST-1 MM (DET


(29)

14 CAST-1 MM) diperoleh sampel sebanyak 5 ekor, sedangkan untuk DET dengan genotipe CAST-1 MN (DET CAST-1 MN) diperoleh sampel sebanyak 4 ekor. Sampel kemudian akan dianalisa morfometrik ternak hidup, komposisi karkas, distribusi otot, potongan komersial serta sifat fisik dan mikroanatomi ototnya. Performa Anatomis Ternak Hidup

Pengukuran morfometrik ternak hidup meliputi bobot kosong dan performa anatomi yang diukur melalui pengukuran konformasi kerangka. Pengukuran konformasi kerangka memanfaatkan penonjolan tulang baik tuberositas (bungkul), processus (penjuluran) maupun articulatio (persendian) dari seluruh pertulangan yang terlihat jelas pada domba hidup. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan tongkat ukur untuk mengukur parameter morfometrik panjang tubuh atau tulang, pita ukur untuk mengukur lingkar dada dan caliper untuk mengukur jarak antar tulang dan lebar badan. Pengukuran ini dilakukan untuk membandingkan performa morfometrik antara domba ekor tipis dengan genotipe MM dan MN. Parameter yang diamati dalam pengukuran konformasi kerangka pada ternak hidup disajikan pada Gambar 2 dan Tabel 4.

Gambar 2. Cara pengukuran performa anatomis ternak hidup.

Keterangan : angka menunjukkan urutan parameter yang ditunjukkan pada Tabel 4.

1 2 3

4

5 6

7 9

10

11

12 14 13 16


(30)

15 Tabel 4. Parameter pengukuran performa anatomis pada ternak hidup

No. Parameter Batas Pengukuran

Dari Hingga

1. Panjang kelompok tulang leher (ossa vertebrae cervicales)

Batas antara

os occipitalis dan

os atlas

Pangkal leher bagian dorsal

2. Panjang kelompok tulang punggung (ossa vertebrae thoracicae)

Pangkal leher Titik tengah tubuh

bagian dorsal 3. Panjang kelompok tulang

pinggang (ossa vertebrae lumbales)

Titik tengah tubuh bagian dorsal

Processus spinosus

os vertebrae sacrale I

4. Panjang os scapula Titik tertinggi ossa

vertebrae thoracicae

Articulatio scapulo-humeri

5. Panjang os humerus Articulatio

scapulo-humeri

Articulatio cubiti

6. Panjang ossa radius-ulna Tuberositas radii Ossa carpi

7. Panjang os metacarpale III Ossa carpi Os phalanx proximalis

8. Jarak antar os coxae Articulatio coxae kiri Articulatio coxae kanan

9. Panjang os femoris Caput ossis femoris Caput fibulae

10. Panjang ossatibia-fibula Caput fibulae Os calcanea

11. Panjang os metatarsale III Pangkal os tarsale III Os phalanx proximalis

12. Panjang badan Tuberculum humeri

majus

Tuber ischium

13. Tinggi badan Tepat di bagian caudal os

scapula dari titik dorsal

Bidang tempat berdiri ternak

14. Dalam dada Tepat di bagian caudal os

scapulae dari titik dorsal

Os sternum

15. Lingkar dada Tepat di belakang os

scapula, melingkar rapat pada badan

-

16. Tinggi pinggul Os sacrum Bidang tempat berdiri

ternak 17. Jarak kaki depan dengan

belakang

titik belakang kaki depan

titik depan kaki belakang

18. Lebar badan Tuberculum humeri

majus kiri

Tuberculum humeri majus kanan

Pemotongan ternak

Ternak yang akan disembelih dipuasakan selama 12 jam, sebelum disembelih, air minum tetap diberikan secara ad libitum. Setelah ditimbang, ternak disembelih, eksanguinasi, pemisahan kepala pada articulatio atlanto-occipitalis, pemisahan kaki depan pada articulationes carpometacarpeae,


(31)

16 pemisahan kaki belakang pada articulationes tarsometatarseae, pengulitan, pengeluaran visera, pembagian karkas. Karkas diberi tanda kemudian dilakukan pelayuan karkas selama 24 jam dalam ruang pendingin. Selama proses dari pemotongan hingga diperoleh karkas, semua bagian tubuh ternak ditimbang mulai dari darah yang keluar, kepala, kaki, ekor, kulit, organ pencernaan isi dan kosong, organ reproduksi, organ pernafasan (trakhea dan paru-paru), jantung dan berat karkas segar. Karkas dikeluarkan dari ruang pendingin kemudian dibagi menjadi dua bagian kiri dan kanan dengan membelah karkas menjadi dua bagian simetris pada tulang belakang dari leher (ossa vertebrae cervicales) sampai sakral (ossa vertebrae sacrales) untuk dilakukan pengukuran komposisi karkas dan penguraian karkas sebagai pengukuran distribusi otot untuk setengah karkas dan setengah karkas yang lainya digunakan untuk penguraian karkas sebagai pengukuran distribusi otot dalam bentuk potongan komersial.

Pengukuran Komposisi Karkas

Setengah karkas diuraikan menjadi komponen utama yaitu tulang, otot, lemak dan jaringan ikat. Lemak terdiri atas lemak subkutan (subcutaneous fat), lemak antar otot (intermuscular fat), lemak ginjal (kidney fat), lemak abdomen (abdomen fat) dan lemak pelvis (pelvic fat). Masing-masing komponen karkas kemudian ditimbang. Nilai dari hasil penimbangan kemudian dibandingkan dengan bobot badan hidup, berat karkas segar dan berat karkas setelah pelayuan. Dari nilai tersebut dapat diketahui persentase dari masing-masing komponen karkas terhadap berat hidup dan berat karkas.

Pengukuran Distribusi Otot

Penguraian otot pada karkas dilakukan untuk melihat perkembangan otot dan distribusi perototan berdasarkan kelompok otot. Bagian karkas yang digunakan untuk menguraian otot adalah setengah karkas kanan. Penguraian otot dilakukan dengan mengikuti pedoman Butterfield (1963). Identifikasi otot mengikuti pedoman Butterfield dan May (1966). Penamaan otot didasarkan pada Nomina Anatomiaca Veterinaria (World Association of Veterinary Anatomist, 2005). Otot dikelompokkan menjadi :


(32)

17 1. Kelompok Otot I : otot proksimal paha

- M. tensor fasciae latae - M. pectineus - M. biceps femoris - M. sartorius - M. gluteus medius - M. gemellus

- M. vastus lateralis - M. quadratus femoris - M. gluteus accessorius - M. obturator

- M. gluteus profundus - M. vastus medialis - M. rectus femoris - M. vastus intermedius - M. semitendinosus - M. articularis genus

- M. gracilis - M. iliacus

- M. semimembranosus - M. sacrococcygealis 2. Kelompok Otot II : otot distal paha

- M. gastrocnemius et soleus - M. tibialis caudalis - M. flexor digitorum superficialis - M. popliteus

- M. peroneus longus - M. flexor digitorum medialis - M. extensor digitorum lateralis - M. flexor digitorum lateralis - M. tibialis cranialis

3. Kelompok Otot III : otot sekitar tulang belakang

- M. psoas minor - M. longissimus dorsi - M. psoas major - M. longissimus cervicis - M. quadratus lumborum - M. spinalis dorsi

- M. longissimus costarum - M. multifidus dorsi 4. Kelompok Otot IV : otot dinding abdomen

- M. cutaneus trunci - M. obliquus internus abdominis - M. serratus dorsalis caudalis - M. transversus abdominis - M. obliquus externus abdominis - M. rectus abdominis - M. retractor costae - M. diaphragma 5. Kelompok Otot V : otot proksimal kaki depan

- M. deltoideus - M. biceps brachii - M. infraspinatus - M. coracobrachialis - M. triceps brachii caput laterale - M. subscapularis - M. teres minor - M. brachialis


(33)

18 - M. triceps brachii caput longum - M. brachiocephalicus

- M. tensor fascia antebrachii - M. triceps brachii caput medial - M. supraspinatus

6. Kelompok Otot VI : otot distal kaki depan

- M. extensor carpi radialis - M. flexor carpi ulnaris

- M. flexor carpi radialis - M. flexor digitorum superficialis - M. extensor carpi ulnaris - M. flexor digitorum profundus - M. abductor digiti I longus - M. anconeus

- M. extensor digitorum communis

- M. extensor digitorum longus caput medialis - M. extensor digitorum longum caput lateralis 7. Kelompok Otot VII : otot penghubung kaki

- M. trapezius pars thoracis - M. pectoralis ascendens - M. latissimus dorsi - M. pectoralis superficialis - M. serratus ventralis thoracis - M. teres major

8. Kelompok Otot VIII : otot penghubung kaki depan dengan dada - M. trapezius pars cervicis - M. rhomboideus

- M. omotransversarius - M. serratus ventralis cervicis 9. Kelompok Otot IX : otot leher dan dada lainnya

- M. serratus dorsalis cranialis - M. complexus

- M. scalenus dorsalis - M. rectus capitis dorsalis major - M. splenius - M. obliquus capitis caudalis - M. sternocephalicus - M. rectus thoracis

- M. scalenus ventralis - M. transversus thoracis - M. rectus capitis ventralis - M. longus colli

- M. intertransversalis cervicis - M. multifidus cervicis - M. longissimus atlantis - M. intercostales - M. intertransversalis colli

Hasil penimbangan dari masing-masing kelompok otot kemudian ditransformasikan dalam bentuk persentase terhadap berat total otot. Kelompok otot I, III dan V kemudian dikelompokkan dalam expensice muscle group, sedangkan kelompok otot lain dikelompokkan dalam secondary muscle groups.


(34)

19 Pengukuran Potongan Komersial

Potongan komersial karkas (wholesale cuts) domba mengacu pada prosedur Australian Meat and Livestock Corporation (1998). Seperempat bagian depan (forequarter) meliputi Neck, Rack, Breast, Shoulder, dan Shank. Seperempat bagian belakang (hindquarter) meliputi Flank, Loin dan Leg. Semua potongan komersial karkas utuh kemudian ditimbang dengan timbangan digital dan dicatat sebagai bobot potongan komersial karkas utuh. Batas antara seperempat bagian karkas depan dengan bagian belakang adalah pada ruas tulang rusuk 12 dan 13. Masing-masing potongan komersial kemudian ditimbang dan dilakukan pemisahan daging, lemak (subkutan dan intermuskular) dan tulang, untuk mengetahui komposisi karkas dari masing-masing potongan komersial. Analisis Sifat Fisik Daging Domba

Pengujian sifat fisik daging dilakukan pada hari ke-3 setelah pemotongan, yaitu setelah menyelesaikan pengukuran potongan komersial. Bagian daging yang diambil adalah bagian loin. Daging bagian ini memiliki serat otot yang searah, relatif sedikit jaringan ikatnya dan jumlahnya mencukupi untuk melakukan analisis sifat fisik daging. Pengamatan sifat fisik daging domba meliputi :

1. pHdaging

Diukur dengan alat pH meter berdasarkan metode AOAC (1995). Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali setiap sampel dengan cara menusukkan alat pH meter pada sampel daging. Alat pH meter dikalibrasi pada buffer 4 dan 7 terlebih dahulu sebelum melakukan pengukuran.

2. Daya ikat air

Dianalisis berdasarkan persentase air yang keluar (mgH2O) dengan metode

Hamm (Soeparno, 2005). Langkah pertama adalah penekanan dengan membebani 0,3 g sampel pada kertas saring di antara dua plat Carper Press bertekanan 35 kg/cm2 selama 5 menit. Daerah yang tertutup sampel dan daerah basah disekitarnya ditandai kemudian diukur dengan planimeter. Daerah basah merupakan luas daerah penyerapan air pada kertas saring


(35)

20 dikurangi daerah yang tertutup sampel. Daya mengikat air dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

mg H2O = Luas Area Basah – 8,0

0,048

% air bebas = mgH2O x 100 %

300

Angka yang diperoleh dari persamaan tersebut kemudian dikonversikan terhadap berat sampel 0,3 g. Nilai yang diperoleh semakin besar menunjukkan daya mengikat air yang semakin rendah karena air yang terlepas dari jaringan semakin besar.

3. Daya iris (Wheeler et al., 2003)

Digunakan untuk menentukan tingkat keempukkan daging dievaluasi dengan Warner Bratzler (Soeparno, 2005). Keempukan daging diperoleh dengan menggunakan sampel 100 gram daging yang direbus hingga suhu bagian dalam daging (core temperature) mencapai 80-82oC. Daging kemudian didinginkan selama 6-12 jam hingga diperloleh berat yang konstan. Daging kemudian dicetak menggunakan corer searah serabut daging. Potongan tersebut kemudian ditentukan nilai daya putusnya dengan alat Warner Bratzler dengan konversi satuan dalam kg/cm2. Hasil pengukuran pada skala 1-2 kg.cm2 masuk dalam kategori sangat empuk, skala 3-5 kg/cm2 masuk dalam kategori empuk, 5-9 kg/cm2 masuk dalam kategori keras dan lebih dari 9 kg/cm2 masuk dalam kategori sangat keras.

4. Susut masak

Susut masak dihitung dengan mengacu pada Soeparno (2005), untuk mengetahui persentase penyusutan selama proses pemasakan. Susut masak dievaluasi berdasarkan persentase selisih berat sebelum dan setelah pemasakan terhadap berat sebelum pemasakan. Daging ditimbang untuk mendapatkan berat awal, kemudian daging direbus hingga suhu akhir daging bagian dalam 80-82 oC, lalu didinginkan hingga mencapai berat yang konstan, kemudian daging ditimbang. Persentase susut masak ditentukan dengan menggunakan persamaan:


(36)

21 % Susut Masak = Bobot sampel awal – Bobot sampel akhir x 100%

` Bobot sampel awal

Analisis Mikroanatomi

1. Pembuatan Preparat Mikroanatomi

Pembuatan preparat mikroanatomi mengacu pada Kiernan (1990). Tahapan ini diawali dengan pengambilan sampel daging domba sebesar 1x1x1 cm2. Otot yang digunakan sebagai sampel untuk preparat mikroanatomi adalah : - M. sternocephalicus

- M. gluteus medius

Sampel otot difiksasi dengan paraformaldehid 4% kemudian dilakukan dehidrasi untuk menghilangkan air dalam jaringan. Sampel kemudian dijernihkan dengan perendaman dalam xylol dan kemudian dilakukan embedding dalam larutan parafin. Sampel yang sudah dalam bentuk parafin block kemudian dilakukan pemotongan dengan ketebalan 4-5µ m menggunakan rotary mikrotom untuk mendapatkan slide preparat. Slide preparat yang didapat kemudian dilakukan pewarnaan Haematoxylin-Eosin (HE) standar dan pewarnaan jaringan ikat dengan Masson Trichrome (Kiernan, 1990).

2. Pengamatan Mikroanatomi

Sampel kemudian diamati dengan mikroskop dan difoto digital untuk mendapatkan pencitraan digital mikroanatomi otot. Citra digital tersebut kemudian diolah dengan teknik pengukuran otot yang dilakukan oleh Albrecht et al (2006) yang dimodifikasi menggunakan program Corel Draw X3. Parameter yang diamati adalah :

- Luas penampang otot - Luas fasikulus

- Jumlah otot per fasikulus

- Persentase area otot per fasikulus - Persentase jaringan ikat per fasikulus - Jarak antar fasikulus


(37)

22 Pengolahan Data

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan pengujian hipotesis student’s test berekor dua (sampel ganda) untuk membandingkan antara variasi gen calpastatin yang berbeda yaitu MM dan MN apakah ada perbedaan antar perlakuan dari parameter yang diamati. Formulasi matematika menurut Steel and Torrie (1991) adalah :

= ( − )−( − ) −

Keterangan :

t : Nilai t hitung yang akan dibandingkan dengan t tabel untuk menentukan penerimaan hipotesis

( − ) : Selisih rata-rata sampel a dan b ( − ) : Selisih rata-rata populasi a dan b


(38)

23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Performa Anatomis Ternak Hidup

Performa anatomis dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan seleksi maupun pemuliabiakan pada ternak dengan tujuan tertentu, misalnya pertumbuhan dan perdagingan. Berdasarkan data pada Tabel 5, Bobot kosong DET CAST-1 MM rata-rata sebelum pemotongan sebesar 20,56 kg, sedangkan pada DET CAST-1 MN sebesar 19,12 kg. Selisih bobot potong kedua domba tersebut sebesar 1,44 kg. Bobot potong kedua domba tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05). Pada bobot badan pada rentang 19,12-20,56 kg, DET CAST-1 MM memiliki panjang badan, dalam dada, lingkar dada dan lebar pinggul lebih besar dibandingkan domba dengan DET CAST-1 MN (P<0,05).

Tabel 5. Morfometri utama domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda.

Parameter

Genotipe Calpastatin

MM (n=5) KK (%) MN (n=4) KK (%)

Bobot kosong (kg) 20,56 + 2,27a 12,77 19,12 + 2.09a 10,93

Panjang badan (cm) 54,13 + 2,83a 5,22 51,28 + 2,22 b 4,32

Tinggi badan (cm) 56,46 + 2,54a 4,50 55,81 + 1,67a 2,99

Tinggi pinggul (cm) 57,69 + 1,95a 3,38 57,30 + 2,28a 3,98

Lingkar dada (cm) 63,17 + 2,76 A 4,36 59,86 + 2,30B 3,84

Dalam dada (cm) 26,18 + 1,17 a 4,49 25,04 + 1,19 b 4,74

Lebar dada(cm) 14,64 + 0,38a 2,57 14,59 + 0,47a 3,22

Lebar pinggul (cm) 13,03 + 0,73 A 5,62 11,83 + 0,58 B 4,91

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,05), huruf kapital superskrip menyatakan perbedaan sangat nyata (P<0,01), n = jumlah sampel (ekor), KK = koefisien keragaman (standar deviasi/rataan x 100% ).

DET CAST-1 MM memiliki panjang badan 2,85 cm lebih panjang dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Sangkar rusuk pada DET CAST-1 MM juga memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Dalam dada DET CAST-1 MN memiliki ukuran 1,14 cm lebih panjang


(39)

24 dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Demikian juga pada lingkar dada DET CAST-1 MN memiliki ukuran 3,31 cm lebih besar dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Hal ini menunjukkan bagian tubuh depan DET CAST-1 MM lebih berkembang dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Skema sangkar rusuk antara DET CAST-1 MM dan DET CAST-1 MN disajikan dalam Gambar 3

DET CAST-1 MM DET CAST-1 MN

Gambar 3. Skema sangkar rusuk antara DET CAST-1 MM dan DET CAST-1 MN Lebar dada pada kedua domba tidak memberikan perbedaan yang nyata (P>0,05). Sedangkan lebar pinggul pada DET CAST-1 MM memiliki ukuran 1,20 cm lebih lebar dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Parameter tinggi badan maupun tinggi pinggul menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05) dari kedua domba. Tinggi badan dan tinggi pinggul merupakan parameter yang menjadi indikasi pertumbuhan bagian alat gerak depan dan belakang.

Parameter yang berpengaruh terhadap panjang badan ternak adalah ukuran kelompok tulang penyusun collumna vertebralis. Berdasarkan data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa masing-masing kelompok tulang penyusun collumna vertebralis, yaitu ossa vertebrae cervicales, ossa vertebrae thoracicae, ossa

26,18 cm 25,04 cm

14,06 cm 13,09 cm


(40)

25 vertebrae lumbales, dan ossa vertebrae sacrales pada DET CAST-1 MM lebih panjang dibandingkan dengan DET CAST-1 MN (P<0,05).

Panjang ossa vertebrae cervicales pada DET CAST-1 MM rata-rata 0,58 cm lebih panjang dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Panjang ossa vertebrae thoracicae rata-rata DET CAST-1 MM 0,97 cm lebih panjang dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Panjang ossa vertebrae lumbales rata-rata DET 1 MM 0,59 cm lebih panjang dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Panjang ossa vertebrae sacrales rata-rata DET CAST-CAST-1 MM 0,4CAST-1 cm cm lebih panjang dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Total selisih panjang collumna vertebralis antara DET CAST-1 MM dengan DET CAST-1 MN sebesar 2,55 cm lebih panjang DET CAST-1 MM. Data ukuran panjang dari masing-masing kelompok tulang penyusun collumna vertebralis ini menjelaskan panjang badan DET CAST-1 MM lebih panjang dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Tabel 6. Morfometri bagian collumna vertebralis domba ekor tipis dengan

genotipe calpastatin yang berbeda.

Parameter (cm)

Genotipe Calpastatin

MM (n=5) KK (%) MN (n=4) KK (%)

Ossa vertebrae cervicales 11,59 + 0,64 a 5,48 11,01 + 0,49b 4,47

Ossa vertebrae thoracicae 18,48 + 0,96 a 5,22 17,51 + 0,75 b 4,28

Ossa vertebrae lumbales 11,32 + 0,59 a 5,20 10,73 + 0,45 b 4,16

Ossa vertebrae sacrales 7,99 + 0,41 a 5,18 7,58 + 0,34 b 4,46

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,05), n = jumlah sampel (ekor), KK = koefisien keragaman (standar deviasi/rataan x 100% ).

Komponen yang berpengaruh terhadap tinggi badan adalah ukuran panjang dari masing-masing bagian kaki depan dan belakang. Berdasarkan data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa DET CAST-1 MM memiliki os scapula yang lebih panjang (P<0,05) dibandingkan dengan DET CAST-1 MN.

Panjang os scapula rata-rata DET CAST-1 MM sebesar 21,72 cm, sedangkan pada DET CAST-1 MN sebesar 20,64 cm. Selisih panjang os scapula rata-rata antara DET CAST-1 MM dengan DET CAST-1 MN sebesar 1,08 cm. Panjang os humerus, ossa radius-ulna, dan ossa metacarpalia pada kaki depan kedua domba tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05). Kondisi


(41)

26 ini menunjukkan variasi gen calpastatin memberikan pengaruh pada pekembangan alat gerak depan lebih ke arah medial dibandingkan lateral. Panjang os femoris, ossa tibia-fibula dan ossa metatarsalia tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) antara kedua domba.

Tabel 7. Morfometri bagian kaki depan dan belakang domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda.

Parameter (cm) Genotipe Calpastatin

MM (n=5) KK (%) MN (n=4) KK (%)

Os scapula 21,72 + 0,96 A 4,40 20,64 + 0,84B 4,07

Os humerus 15,82 + 0,70a 4,40 15,64 + 0,47a 2,99

Ossa radius-ulna 14,98 + 0,67a 4,45 14,82 + 0,44a 2,96

Ossa metacarpalia 10,05 + 0,44a 4,39 9,93 + 0,30a 3,05

Os femoris 13,09 + 0,38a 2,92 12,94 + 0,39a 2,99

Ossa tibia-fibula 20,74 + 0,93a 4,49 20,50 + 0,64a 3,11

Ossa metatarsalia 15,93 + 0,54a 3,37 15,92 + 0,47a 2,97

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,05), huruf kapital superskrip menyatakan perbedaan sangat nyata (P<0,01), n = jumlah sampel (ekor), KK = koefisien keragaman (standar deviasi/rataan x 100% ).

Berdasarkan keseluruhan data parameter morfometri tersebut menunjukkan bahwa variasi gen calpastatin memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan kerangka tubuh. DET CAST-1 MM memiliki bingkai kerangka (frame-size) yang lebih besar, terutama pada bagian dorsal dan cranial serta pada bagian gelang pinggul dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Ukuran bingkai kerangka yang lebih besar ini menunjukkan bahwa DET CAST-1 MM memiliki luas permukaan tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan DET CAST-1 MN pada bobot yang sama.

Pemotongan Ternak

Karkas yang digunakan sebagai data dalam pengamatan adalah karkas panas, yaitu karkas yang belum kehilangan cairan selama pelayuan. Semakin tinggi persentase karkas terhadap bobot badan, maka semakin tinggi nilai ekonomis ternak tersebut. Berdasarkan data pada Tabel 8 komponen karkas dan non karkas terhadap bobot hidup domba pada kedua variasi genotipe tidak


(42)

27 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Persentase karkas panas rata-rata DET CAST-1 MM sebesar 41,46%, sedangkan pada DET CAST-1 MN sebesar 39,68%. Selisih persentase karkas panas rata-rata antara keduanya sebesar 1,78%. Tabel 8. Persentase karkas dan komponen non karkas pada domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda.

Parameter (%) Genotipe Calpastatin

MM (n=5) KK (%) MN (n=4) KK (%)

Karkas panas 41,458 + 2,888 6,97 39,681 + 1,800 4,54

Darah 3,961 + 0,238 6,00 4,417 + 0,361 8,18

Kepala 8,814 + 0,778 8,83 8,599 + 0,535 6,22

Kulit 7,090 + 0,811 11,44 7,291 + 1,167 16,00

Saluran pencernaan 8,190 + 0,349 4,26 8,122 + 0,604 7,4

Kaki depan 1,181 + 0,097 8,26 1,333 + 0,192 14,407

Kaki belakang 1,185 + 0,097 8,15 1,348 + 0,173 12,833

Ekor 0,280 + 0,046 16,34 0,320 + 0,090 28,59

Hati dan empedu 1,541 + 0,165 10,68 1,687 + 0,046 2,73

Pankreas 0,203 + 0,005 2,50 0,215 + 0,013 5,94

Limpa 0,207 + 0,033 15,76 0,203 + 0,040 19,81

Paru-paru dan trakhea 1,604 + 0,078 7,32 1,040 + 0,166 16,01

Jantung 0,598 + 0,077 12,90 0,591 + 0,023 3,92

Alat kelamin 0,299 + 0,081 27,23 0,326 + 0,039 11,996

Testis 1,225 + 0,248 20,24 1,369 + 0,197 14,40

Kandung kemih 0,113 + 0,006 5,00 0,110 + 0,029 26,55

Keterangan : Tidak ada perbedaan yang nyata pada variable yang diamati (non signifikan) (P>0.05), n = jumlah sampel (ekor), KK = koefisien keragaman (standar deviasi/rataan x 100% )

Komponen non karkas yang memiliki persentase besar adalah kepala, saluran pencernaan, kulit dan darah. Meskipun tidak memberikan perbedaan yang nyata, terdapat selisih persentase kepala, saluran pencernaan, kulit dan darah antara DET CAST-1 MM dengan DET CAST-1 MN. Selisih persentase kepala rata-rata antara DET CAST-1 MM dengan DET CAST-1 MN sebesar 0,22% lebih besar pada MM dibandingkan MN. Selisih persentase saluran pencernaan rata-rata antara DET CAST-1 MM dengan DET CAST-1 MN sebesar 0,07% lebih


(43)

28 besar pada MM dibandingkan MN. Selisih persentase kulit rata-rata antara DET CAST-1 MM dengan DET CAST-1 MN sebesar 0,20% lebih besar pada MN dibandingkan MM. Selisih persentase darah rata-rata antara DET CAST-1 MM dengan DET CAST-1 MN sebesar 0,46% lebih besar pada MN dibandingkan MM.

Potongan Komersial dan Komposisi Karkas

Berat karkas kanan dari DET CAST-1 MM adalah 4.191,23 + 267,15 kg, sedangkan untuk DET CAST-1 MN adalah 3.775,43 + 316,63 kg. Berdasarkan data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa pada potongan komersial bagian neck DET CAST-1 MM memiliki nilai persentase terhadap karkas yang lebih besar dibandingkan pada DET CAST-1 MM (P<0,05), namun pada bagian shoulder justru memiliki persentase yang lebih rendah (P<0,05).

Tabel 9. Persentase potongan komersial terhadap berat karkas domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda.

Parameter (%)

Genotipe Calpastatin

MM (n=5) KK (%) MN (n=4) KK (%)

Neck 12,05 + 1,04 a 8,66 10,23 + 0,49b 4,75

Shoulder 17,85 + 0,68 a 3,82 19,41 + 0,88 b 4,52

Shank 11,16 + 1,26a 11,27 10,26 + 0,85a 8,29

Breast 4,42 + 0,35a 8,03 4,62 + 0,59a 12,86

Flank 2,15 + 0,10a 4,86 2,33 + 0,30a 12,74

Rack 8,39 + 0,78a 9,30 7,85 + 0,18a 2,25

Loin 9,03 + 1,08a 11,92 9,24 + 0,90a 9,71

Leg 30,98 + 1,7a 9,90 31,68 + 0,84a 2,60

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,05), huruf kapital superskrip menyatakan perbedaan sangat nyata (P<0,01), n = jumlah sampel (ekor), KK = koefisien keragaman (standar deviasi/rataan x 100% ).

Persentase neck terhadap bobot karkas pada DET CAST-1 MM sebesar 12,05%, sedangkan pada DET CAST-1 MN sebesar 10,23%. Selisih persentase neck rata-rata antara DET CAST-1 MM dengan DET CAST-1 MN sebesar 1,82% lebih besar pada MM dibandingkan MN. Persentase shoulder terhadap bobot karkas pada DET CAST-1 MM sebesar 17,85%, sedangkan pada DET CAST-1


(44)

29 MN sebesar 19,41%. Selisih persentase shoulder rata-rata DET CAST-1 MM dengan DET CAST-1 MN sebesar 1,56% lebih besar pada MN dibandingkan MM. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bagian neck pada DET CAST-1 MM lebih berkembang dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Namun pada bagian shoulder justru DET CAST-1 MN lebih berkembang dibandingkan DET CAST-1 MM. Persentase shank, breast, flank, rack, loin, leg terhadap bobot karkas pada kedua domba tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05).

Perkembangan komponen karkas, yaitu tulang, daging dan lemak dapat dilihat dari persentase masing-masing komponen karkas terhadap bobot karkas. Data yang disajikan pada Tabel 10 menunjukkan bahwa persentase daging terhadap karkas pada DET CAST-1 MN lebih besar (P<0,05) dibandingkan DET CAST-1 MM.

Tabel 10. Persentase komposisi karkas terhadap berat karkas domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda.

Parameter (%)

Genotipe Calpastatin

MM (n=5) KK (%) MN (n=4) KK (%) Daging 64, 27 + 0,74 a 1,148 65,61 + 0,26 b 0,394 Lemak subkutan 6,66 + 1,65a 35,43 5,83 + 0,72a 12,34 Lemak intermuskular 6,93 + 2,87a 41,36 6,58 + 0,86a 13,07

Tulang 20,38 + 2,39a 11,73 21,94 + 2,45a 10,16

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,05), huruf kapital superskrip menyatakan perbedaan sangat nyata (P<0,01), n = jumlah sampel (ekor), KK = koefisien keragaman (standar deviasi/rataan x 100% ).

Persentase daging terhadap bobot karkas pada DET CAST-1 MM sebesar 64, 27%, sedangkan pada DET CAST-1 MN sebesar 65,61%. Selisih persentase daging rata-rata antara DET CAST-1 MM dengan DET CAST-1 MN sebesar 1,34% lebih besar pada MN dibandingkan MM. Persentase lemak subkutan, lemak intramuskular dan tulang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) antara kedua domba. Meskipun DET CAST-1 MM memiliki bingkai kerangka yang lebih besar, tetapi nilai persentase tulang terhadap karkas tidak berbeda nyata dibandingkan dengan DET CAST-1 MN.


(45)

30 Distribusi Otot

Penguraian otot dilakukan untuk mengetahui detail persebaran perototan serta bagian otot yang lebih berkembang akibat pengaruh genotipe CAST-1 yang berbeda. Berdasarkan data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa DET CAST-1 MM memiliki persentase kelompok otot III, IV dan VIII terhadap total daging yang lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan pada DET CAST-1 MN. Distribusi perototan pada DET CAST-1 MN memiliki persentase kelompok otot I, VI, VII dan IX terhadap total daging yang lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan DET CAST-1 MM.

Distribusi perototan DET CAST-1 MM lebih berkembang di bagian otot sekitar tulang belakang. Otot dinding abdomen pada DET CAST-1 MM lebih berkembang dibandingkan DET CAST-1 MN. Otot penghubung kaki depan dengan dada pada DET CAST-1 MM juga memiliki persentase yang lebih besar.

DET CAST-1 MN memiliki distribusi perototan yang lebih berkembang di bagian proksimal paha, otot distal kaki depan, otot penghubung kaki, serta otot leher dan dada lain dibandingkan dengan DET CAST-1 MM. Perototan yang lebih berkembang pada DET CAST-1 MN sebagian besar adalah perototan pada alat gerak yang memiliki intensitas kontraksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perototan pada sumbu dan dinding tubuh.

Expensive muscle group (EMG) DET CAST-1 MN juga memiliki persentase terhadap total daging yang lebih besar (P<0,05) dibandingkan DET CAST-1 MM. Otot yang tergolong dalam EMG adalah kelompok otot I, III dan V. Otot ini memiliki nilai ekonomis hingga 80% dari total daging yang diperoleh. Persentase EMG terhadap total daging pada DET CAST-1 MM sebesar 52,420%, sedangkan pada DET CAST-1 MN sebesar 53,178%. Selisih persentase expensive muscle group (EMG) terhadap total daging rata-rata antara DET CAST-1 MM dengan DET CAST-CAST-1 MN sebesar 0,758% lebih besar pada MN dibandingkan MM. Persentase kelompok otot distal paha, otot proksimal kaki depan dan secondary muscle group (SMG) terhadap total daging pada masing-masing domba dengan variasi gen calpastatin yang berbeda tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05).


(1)

55 Lampiran 2. Proses pewarnaan hematoksilin-eosin (HE)

Salah satu jenis pewarnaan umum adalah pewarnaan dengan menggunakan haematoxylin-eosin (HE). Haematoxylin berfungsi mewarnai bagian sel yang bersifat asam (basofilic), sedangkan eosin berfungsi mewarnai bagian sel yang bersifat basa (eosinofilic). Pewarnaan HE digunakan untuk melihat struktur umum sel dan jaringan. Haematoxylin akan mewarnai bagian sel dan jaringan yang bersifat basofilik, terutama inti sel, dengan memberikan warna ungu atau biru. Sedangkan eosin akan mewarnai bagian lainnya yang bersifat asidofilik, seperti sitoplasma sel, jaringan ikat kolagen, keratin, eritrosit dan bagian-bagian lain yang tidak terwarnai oleh haematoxylin. Jaringan yang bereaksi terhadap eosin akan terlihat berwarna merah muda (Kiernan, 1990). Metode Pewarnaan haematoxylin-eosin (HE) mengacu pada Kiernan (1990) dengan tahap-tahap pewarnaan hematoksilin eosin adalah sebagai berikut:

1. Deparafinisasi dengan cara merendam sediaan dalam larutan xylol sebanyak tiga kali (xylol III, II, I)

2. Rehidasi preparat dengan cara merendam sediaan pada seri alkohol bertingkat mulai dari alkohol absolut (100%) III, II dan I, alkohol 95%, 90%, 80% dan 70%. Kemudian diletakkan di air mengalir untuk pencucian sisa-sisa alkohol dalam sediaan, lalu pencucian dengan aquades.

3. Sediaan kemudian dimasukkan ke dalam larutan pewarna hematoksilin. 4. Sediaan diletakkan di air mengalir untuk mencuci zat warna hematoksilin

yang tidak terikat pada sediaan. Kemudian dilakukan pencucian dengan aquades.

5. Pewarnaan dengan eosin.

6. Dehidrasi dengan cara melewatkan jaringan pada alkohol konsentrasi bertingkat mulai dari 70% sampai alkohol absolut I, II dan III. Kemudian dilanjutkan dengan proses penjernihan menggunakan xylol (I, II dan III). 7. Penutupan sediaan dengan gelas penutup (mounting) dengan bantuan

medium perekat Entellan. Sediaan kemudian diamati dengan mikroskop untuk melihat bagian-bagian sel.


(2)

56 Lampiran 3. Proses pewarnaan Masson Trichrome

Pewarnaan Casson Trichrome bertujuan untuk memberikan kekontrasan warna antara jaringan ikat dan serabut otot sehingga pengenalan bagian tertentu dapat lebih cepat dibedakan dan terlihat lebih jelas. Serabut otot berwarna merah, kolagen berwarna hijau, nukleus memiliki warna coklat tetapi terkadang biru, dan keratin serta eritrosit berwarna orange. Tahapan-tahapan proses pewarnaan yaitu :

1. Deparafinisasi sediaan yang telah diperoleh dari hasil penyayatan dengan cara merendam sediaan pada larutan xylol III, II, I, alkohol absolut (100%) III, II, I, alkohol 95%, 90%, 80%, 70% masing-masing selama 3 menit. Kemudian dicuci dengan air kran selama 10 menit dan dilanjutkan dengan aquades selama 5 menit untuk melarutkan sisa-sisa alkohol dalam sediaan. 2. Sediaan kemudian dimasukkan ke dalam laruta pewarna weigert’s

haematoxylin selama 1 menit dan mencuci sediaan kembali dengan air kran selama 5 menit. Pewarnaan selanjutnya dalam larutan casson trichrome selama 5 menit dan dicuci kembali dalam air mengalir selama 3-5 menit. Dehidrasi cepat dengan cara melewatkan jaringan pada alkohol 90%, alkohol absolut I dan II. Kemudian dilanjutkan dengan proses penjernihan dalam larutan xylol I, II, dan III serta penutupan sediaan menggunakan cover glass dengan bantuan media perekat entellan


(3)

57 Lampiran 4. Hasil uji T morfometri utama domba ekor tipis dengan genotipe

calpastatin yang berbeda. Parameter

Genotipe Calpastatin

Nilai Uji T

MM (n=5) MN (n=4)

Bobot kosong (kg) 20,56 + 2,27a 19,12 + 2.09a 0,3630 Panjang badan (cm) 54,13 + 2,83a 51,28 + 2,22 b 0,0185 Tinggi badan (cm) 56,46 + 2,54a 55,81 + 1,67a 0,4950 Tinggi pinggul (cm) 57,69 + 1,95a 57,30 + 2,28a 0,6599 Lingkar dada (cm) 63,17 + 2,76 A 59,86 + 2,30B 0,0032 Dalam dada (cm) 26,18 + 1,17 a 25,04 + 1,19 b 0,0246 Lebar dada(cm) 14,64 + 0,38a 14,59 + 0,47a 0,8186 Lebar pinggul (cm) 13,03 + 0,73 A 11,83 + 0,58 B 0,0065

Lampiran 5. Hasil uji T morfometri bagian collumna vertebralis domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda.

Parameter (cm) Genotipe Calpastatin Nilai Uji T

MM (n=5) MN (n=4)

Ossa vertebrae cervicales 11,59 + 0,64 a 11,01 + 0,49b 0,0232

Ossa vertebrae thoracicae 18,48 + 0,96 a 17,51 + 0,75 b 0,0181

Ossa vertebrae lumbales 11,32 + 0,59 a 10,73 + 0,45 b 0,0203

Ossa vertebrae sacrales 7,99 + 0,41 a 7,58 + 0,34 b 0,0211

Lampiran 6. Hasil uji T morfometri bagian kaki depan dan belakangdomba ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda.

Parameter (cm) Genotipe Calpastatin Nilai Uji T

MM (n=5) MN (n=4)

Os scapula 21,72 + 0,96 A 20,64 + 0,84B 0,0058

Os humerus 15,82 + 0,70a 15,64 + 0,47a 0,4981

Ossa radius-ulna 14,98 + 0,67a 14,82 + 0,44a 0,5152

Ossa metacarpalia 10,05 + 0,44a 9,93 + 0,30a 0,4715

Os femoris 13,09 + 0,38a 12,94 + 0,39a 0,4468

Ossa tibia-fibula 20,74 + 0,93a 20,50 + 0,64a 0,4956


(4)

58 Lampiran 7. Hasil uji T persentase karkas dan komponen non karkas pada domba

ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda. Parameter (%)

Genotipe Calpastatin

Nilai Uji T

MM (n=5) MN (n=4)

Karkas panas 41,458 + 2,888 39,681 + 1,800 0,337

Darah 3,961 + 0,238 4,417 + 0,361 0,080

Kepala 8,814 + 0,778 8,599 + 0,535 0,665

Kulit 7,090 + 0,811 7,291 + 1,167 0,787

Saluran pencernaan 8,190 + 0,349 8,122 + 0,604 0,838

Kaki depan 1,181 + 0,097 1,333 + 0,192 0,207

Kaki belakang 1,185 + 0,097 1,348 + 0,173 0,152

Ekor 0,280 + 0,046 0,320 + 0,090 0,445

Hati dan empedu 1,541 + 0,165 1,687 + 0,046 0,133

Pankreas 0,203 + 0,005 0,215 + 0,013 0,709

Limpa 0,207 + 0,033 0,203 + 0,040 0,866

Paru-paru dan trakhea 1,604 + 0,078 1,040 + 0,166 0,779

Jantung 0,598 + 0,077 0,591 + 0,023 0,870

Alat kelamin 0,299 + 0,081 0,326 + 0,039 0,556

Testis 1,225 + 0,248 1,369 + 0,197 0,379

Kandung kemih 0,113 + 0,006 0,110 + 0,029 0,839

Lampiran 8. Hasil uji T persentase potongan komersial terhadap berat karkas domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda.

Parameter (%)

Genotipe Calpastatin

Nilai Uji T

MM (n=5) MN (n=4)

Neck 12,05 + 1,04 a 10,23 + 0,49b 0,019

Shoulder 17,85 + 0,68 a 19,41 + 0,88 b 0,031

Shank 11,16 + 1,26a 10,26 + 0,85a 0,663

Breast 4,42 + 0,35a 4,62 + 0,59a 0,434

Flank 2,15 + 0,10a 2,33 + 0,30a 0,773

Rack 8,39 + 0,78a 7,85 + 0,18a 0,225

Loin 9,03 + 1,08a 9,24 + 0,90a 0,239


(5)

59 Lampiran 9. Hasil uji T persentase komposisi karkas terhadap berat karkas domba

ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda.

Parameter (%) Genotipe Calpastatin Nilai Uji T

MM (n=5) MN (n=4)

Daging 64, 27 + 0,74 a 65,61 + 0,26 b 0,0207

Lemak subkutan 6,66 + 1,65a 5,83 + 0,72a 0,2432

Lemak intermuskular 6,93 + 2,87a 6,58 + 0,86a 0,8219

Tulang 20,38 + 2,39a 21,94 + 2,45a 0,0698

Lampiran 10. Hasil uji T persentase kelompok otot terhadap total daging pada domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda.

Parameter (%) Genotipe

Calpastatin

Nilai Uji T

MM (n=5) MN (n=4)

Kelompok otot I 27,096 + 0,506a 27,846 + 0,243b 0,0267 Kelompok otot II 5,391 + 0,288a 5,291 + 0,006a 0,4782 Kelompok otot III 13,598 + 0,536 a 12,838 + 0,124 b 0,0316 Kelompok otot IV 11,443 + 0,576 a 10,516 + 0,164 b 0,0200 Kelompok otot V 12,525 + 0,579a 12,493 + 0,114a 0,9086 Kelompok otot VI 3,714 + 0,097 A 4,125 + 0,103 B 0,0007 Kelompok otot VII 9,548 + 0,472 a 9,883 + 0,064 b 0,0489 Kelompok otot VIII 3,359 + 0,153 a 3,253 + 0,600 b 0,0212 Kelompok otot IX 13,323 + 0,442 a 13,755 + 0,058 b 0,0439

EMG 52,420 + 0,392 a 53,178 + 0,015 b 0,0033

SMG 47,380 + 0,469a 46,822 + 0,025a 0,3724

Lampiran 11. Hasil uji T nilai rataan sifat fisik daging pada domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda.

Parameter Genotipe Calpastatin

Nilai Uji T MM (n=5) MN (n=4)

Keempukan (kg/cm2) 2,24 + 0,32a 3,45 + 0,63b 0,041756

pH 5,44 + 0,15a 5,47 + 0,15a 0,797535

Susut masak (%) 46,10 + 3,49a 45,49 + 3,87a 0,810557 Daya mengikat air (%H2O) 40,00 + 5,28

a


(6)

60 Lampiran 12. Hasil uji T analisis mikroanatomi otot m. sternocephalicus pada

domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda. Parameter

Genotipe Calpastatin Nilai Uji T

MM (n=5) MN (n=4)

Luas penampang otot (µm2) 591,18 + 74,39a 638,48 + 52,85b 0,02799 Luas fasikulus (µ m2) 50.880 + 10.486,3A 82.648 + 8.282,5B 0,00071 Jumlah otot/fasikulus 79,40 + 11,24 A 124,20 + 6,61 B 0,00005 Area otot/fasikulus (%) 92,63 + 0,23 A 95,97 + 0,58 B 0,000043 Jaringan ikat/fasikulus (%) 7,37 + 0,23 A 4,03 + 0,58 B 0,000022 Jarak antar fasikulus (µm) 30,80 + 2,95 A 56,80 + 14,04 B 0,00368 Kolagen/jarak fasikulus (%) 43,54 + 0,59 A 55,48 + 12,19 B 0,00602

Lampiran 13. Hasil uji T analisis mikroanatomi otot m. gluteus medius pada domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda. Parameter

Genotipe Calpastatin

Nilai Uji T

MM (n=5) MN (n=4)

Luas penampang otot (µm2)

585,26 + 24,37a 633,50 + 33,21b 0,03073

Luas Fasikulus (µ m2) 80.774 + 12.950,6A 98.812 + 8.895,8B 0,03327 jumlah otot/fasikulus 125,60 + 18,41 A 151,20 + 16,41 B 0,04880 area otot/fasikulus (%) 93,16 + 0,40 A 95,90 + 0,93 B 0,00031 jaringan ikat/fasikulus (%) 6,84 + 0,40 A 4,10 + 0,93 B 0,00309 jarak antar fasikulus (µ m) 31,60 + 5,98 A 55,60 + 7,83 B 0,00061 kolagen/jarak fasikulus (%) 42,52 + 1,07 A 59,81 + 5,79 B 0,00018