Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) di Kecamatan MuaraKabupaten Tapanuli Utara

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 2004. Pedoman Bertanam Bawang. Kanisius, Yogyakarta.
Arsyad, S. 2009. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor.
BPS. 2009. BPS Kabupaten Tapanuli Utara.
____.2010. Tapanuli Utara Dalam Angka 2011.
____.2011. Tapanuli Utara Dalam Angka 2012.
Damanik, M. M. B., B. E. Hasibuan, Fauzi, Sarifuddin, dan
Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press, Medan.

H. Hanum. 2011.

Djaenudin, D. 2008. Penentuan Model Usahatani Tanaman Pangan pada Lahan
Sawah Berdasarkan Evaluasi lahan. Peneliti Utama Bidang Pemetaan
Tanah dan Evaluasi Lahan BBSDL. Jurnal. Iptek Pangan vol. 3 No. 2.
Diakses 10 Maret 2013.
___________, ____________, Subagio, dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis
Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak). Bogor.
Foth, H. D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Edisi Keenam. Terjemahan S.
Adisoemarto. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong dan
H.H. Baailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah., Universitas Lampung
Press, Lampung.
Hardjowigeno, S., 2003. Ilmu Tanah. Akademi Pressindo, Jakarta.
______________ dan Widiatmaka , 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Muhklis. 2007. Analisis Tanah Tanaman. USU Press, Medan.
_______, Sarifuddin, H. Hanum. 2011.
USU Press, Medan.

Kimia

Tanah Teori

Rahayu, E,
dan
Berlian, N. 1999. Pedoman
Merah. Penebar Swadaya, Jakarta.

dan Aplikasi.


Bertanam Bawang

Rayes, M. L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Penerbit
Yogyakarta.

ANDI,

Universitas Sumatera Utara

Ritung, S., Wahyunto, F. Agus, dan H. Hidayat. 2007. Panduan Evaluasi
Kesesuaian Lahan Dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan
Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry
Center. Diakses 10 Maret 2013.
Samadi, B. dan Cahyono, B., 2005. Bawang
Kanisius, Yogyakarta.

Merah Intensifikasi Usaha Tani.

Soekartawi. 1995. Analisis Usaha Tani. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Sutanto, R., 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Konsep dan Kenyataan, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Wibowo, S. 2007. Budidaya Bawang Merah, Bawang Putih, dan Bawang
Bombay. Penebar Swadaya, Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli
Utara (1° 20' - 2° 41' LU dan 98° 05' - 99° 15' BT) dengan ketinggian tempat 900
sampai dengan 1640 meter di atas permukaan laut yang dilaksanakan dari bulan
Mei 2013 sampai dengan September 2013 dan Laboratorium System Informasi
Global (GIS). Analisis Tanah dilaksanakan di Laboratorium Riset dan Teknologi
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara serta Laboratorium Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara.

Bahan dan Alat


Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah
yang diambil dari setiap Satuan Peta Lahan (SPL), serta bahan-bahan yang
digunakan untuk analisis di laboratorium.
Adapun alat yang digunakan adalah Peta Kecamatan Muara, Peta Jenis
Tanah, Peta Kemiringan Lereng, GPS (Global Positioning System), bor tanah,
kertas label, kantong plastik, karet gelang, cangkul,

kamera untuk

mendokumentasi kegiatan, spidol, alat tulis, serta alat-alat yang digunakan untuk
analisis di laboratorium.
Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode survei yang terdiri dari tiga
tahapan, yaitu sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tahap persiapan


Sebelum kegiatan penelitian dilakukan maka terlebih dahulu diadakan
rencana penelitian, konsultasi dengan dosen pembimbing, telaah pustaka,
penyusunan usulan penelitian, pengadaan peta-peta yang dibutuhkan, dan
persiapan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Pengumpulan data iklim untuk Kecamatan Muara selama 10 tahun
(2002-2012) diperoleh dari Stasiun Klimatologi meliputi data: curah hujan,
temperatur, dan kelembaban udara.
Perolehan Satuan Peta Lahan (SPL) ditentukan dengan teknik overlay
berdasarkan peta jenis tanah, peta kemiringan lereng, dan peta ketinggian tempat
yang dihasilkan dari peta topografi dengan skala 1:50000.

Tahap kegiatan di lapangan

-

Pengamatan karakteristik lahan pada setiap Satuan Peta Lahan (SPL) di
lapangan.

-


Pengambilan sampel tanah di setiap Satuan Peta Lahan (SPL) dilakukan
secara zig-zag pada kedalaman 0-30 cm lalu dikompositkan dari beberapa
lokasi pada SPL yang sama. Kemudian dimasukkan sampel tanah tersebut ke
dalam plastik dengan berat tanah + 2 kg serta diberi label lapangan.

Tahap pengolahan data

Pengolahan

data

dilakukan

dengan

metode

Matching


yaitu

membandingkan karakteristik lahan pada setiap SPL dengan kriteria kelas
kesesuaian lahan tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) menurut

Universitas Sumatera Utara

Djaenudin, dkk (2003). Karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Temperatur (tc)

6. Bahaya erosi (eh)

– Temperatur rata-rata (0C).

-

lereng

– Ketinggian tempat (m dpl)


-

Bahaya erosi

2. Ketersediaan air (wa)

7. Bahaya banjir (fh)



- Genangan

Curah hujan tahunan rata-rata (mm)

3. Ketersediaan oksigen (oa)

8. Penyiapan lahan (lp)

-


- Batuan di Permukaan (%)

Drainase

4. Media perakaran (rc)

- Singkapan Batuan (%)

- Tekstur metode hydrometer
– Bahan kasar (%)
– Kedalaman tanah (cm)
5. Retensi hara (nr)


KTK (me/100 g) metode ekstraksi NH4OAc pH 7



pH H2O metode elektrometri (1 : 2,5)




Kejenuhan basa (%) NH4 Asetat 1 N pH 7



C-organik (%) metode Walkey and Black

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Ketinggian tempat

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani bawang merah di
Kecamata Muara, ketinggian tempat mempengaruhi pertumbuhan tanaman
bawang merah. Hal ini terlihat di lapangan bahwa ketinggian tempat 900-1300

meter di atas permukaan laut banyak ditemukan tanaman bawang merah
sedangkan pada ketinggian tempat >1300 meter di atas permukaan laut tidak
ditemukan tanaman bawang merah di daerah tersebut.
Curah hujan

Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) Sampali, data curah hujan 10 tahun terakhir (2002-2012) Kecamatan
Muara dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Data Curah Hujan Tahunan (2003-2012)
Tahun
Curah Hujan (mm)
2003
3155
2004
2933
2005
1884
2006
2400
2007
2885
2008
2872
2009
2276
2010
1933
2011
2243
2012
2550
2513
Rata-rata

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa Kecamatan Muara memiliki
curah hujan tahunan rata-rata sebesar 2513 mm. Bila dicocokkan dengan
kesesuaian lahan untuk tanaman bawang merah, Kecamatan Muara memiliki kelas
kesesuaian aktual tidak sesuai / N. Padahal pada kenyataannya di lapangan
terdapat tanaman bawang merah.

Kemiringan lereng

Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman bawang merah dengan faktor
pembatas kemiringan lereng dibagi menjadi 4 kelas, yaitu sebagai berikut:
1.

S1 dengan kemiringan lereng 0-8%

2.

S2 dengan kemiringan lereng 8-16%

3.

S3 dengan kemiringan lereng 16-30%

4.

N dengan kemiringan lereng >30%

Jenis tanah

Berdasarkan peta jenis tanah (sumber: Legenda Peta Satuan Lahan dan
Tanah Lembar Sidikalang), Kecamatan Muara memiliki jenis tanah inseptisol.
Inseptisol ini memiliki kelas tekstur agak halus dengan bahan kasar yang sedikit
yaitu lempung berliat dan lempung liat berpasir, memiliki reaksi tanah yang
masam yaitu pH 4,70, Kapasitas Tukar Katon (KTK) tanah ini rendah yaitu
13,00 me/100 gr, Kejenuhan Basa (KB) tanah termasuk rendah yaitu 20,73 %, dan
Kandungan C-Organik tanah ini termasuk tinggi yaitu 4,34 %.

Universitas Sumatera Utara

Satuan Peta Lahan (SPL)

Berdasarkan hasil analisis dan teknik overlay peta jenis tanah, peta
kemiringan lereng, dan peta ketinggian tempat Kecamatan Muara, maka diperoleh
3 (tiga) Satuan Peta Lahan (SPL) untuk tanaman bawang merah. Adapun rincian
setiap SPL dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Karakteristik Lahan SPL (Satuan Peta Lahan)
Satuan Peta Jenis Tanah
Kemiringan
Ketinggian
Lahan
Lereng (%)
Tempat
(SPL)
(mdpl)
1
Inseptisol
15
>100

S1

S1

S1
S1

S1
S1

14,75
20,73

S2
S2

S1
S1

5,28
4,34

S3
S1

S1
S1

1-2
Sangat rendah

S1
S1

S1
S1

F0

S1

S1

100

S1

S1

S1
S1

S1
S1

14,00
20,29
5,09
3,02

S2
S2
S3
S1

S1
S1
S1
S1

16
Sangat rendah

S2
S1

S2
S1

F0

S1

S1

>5
>5

S1
S1

S1
S1

S3 (nr)
S2 (tc)

Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman bawang merah pada SPL 2
adalah sesuai marginal / S3 (nr) dengan faktor pembatas retensi hara yaitu pH
H20. Setelah dilakukan usaha perbaikan maka diperoleh kelas kesesuaian lahan
potensialnya adalah cukup sesuai / S2 (tc) dengan faktor pembatas temperatur.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 6. Kesesuaian Lahan Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)
Untuk SPL (Satuan Peta Lahan) 3
Karakteristik
Data
Kelas
Kelas
Kesesuaian Kesesuaian
Aktual
Potensial
Temperatur (tc)
Temp. Rata-rata (oC)
19,53
S2
S2
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan rata-rata (mm)
*
*
*
Ketersediaan oksigen (oa)
Baik
Drainase
S1
S1
Media Perakaran (rc)
Tekstur
Bahan Kasar (%)
Kedalaman tanah (cm)
Retensi Hara (nr)
KTK (me/100 gr)
Kejenuhan Basa (%)
pH H20
C-organik (%)
Bahaya Erosi (eh)
Lereng (%)
Bahaya erosi (ton/ha/thn)
Bahaya banjir (fh)
Genangan
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%)
Singkapan batuan (%)
Kesesuaian Lahan aktual
Kesesuaian Lahan potensial
*tidak berdasarkan kriteria

Lempung berliat
(ah)
>15
>100

S1

S1

S1
S1

S1
S1

13,00
20,05
4,70
3,05

S2
S2
S3
S1

S1
S1
S1
S1

20
Sangat rendah

S3
S1

S2
S1

F0

S1

S1

>5
>5
S3 (nr, eh)
S2 (tc, eh)

S1
S1

S1
S1

Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman bawang merah pada SPL 3
adalah sesuai marginal / S3(nr, eh) dengan faktor pembatas retensi hara yaitu
pH H20 dan faktor pembatas bahaya erosi yaitu lereng. Setelah dilakukan usaha
perbaikan maka diperoleh kelas kesesuaian lahan potensialnya adalah cukup
sesuai / S2 (tc, eh) dengan faktor pembatas temperatur dan bahaya erosi.

Universitas Sumatera Utara

Pembahasan
Dengan menggunakan metode pencocokkan (matching) antara data
karakteristik tanah dan kesesuian lahan untuk tanaman bawang merah
(Djaenudin, dkk), maka diperoleh hasil SPL yang dapat dilihat pada Tabel 7
berikut ini.
Tabel 7. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual dan Potensial Setiap SPL
SPL
Kelas Kesesuaian Lahan
Aktual
Potensial
1
S3 (nr)
S2 (tc)
2
S3 (nr)
S2 (tc)
3
S3 (nr, eh)
S2 (tc, eh)
Kelas kesesuaian lahan aktual untuk SPL 1, 2, dan 3 adalah sesuai
marginal / S3 (nr) dengan faktor pembatas

retensi hara yaitu pH H20.

Permasalahan pH tanah dapat dilakukan usaha perbaikan dengan beberapa cara,
yaitu sebagai berikut:


Pemupukan



Penambahan bahan organik



Pengapuran
Sedangkan untuk SPL 3 kelas kesesuaian lahan aktual sesuai marginal /

S3 (eh) dengan faktor pembatas

bahaya erosi yaitu lereng. Permasalahan

kemiringan lereng dapat dilakukan usaha perbaikan dengan beberapa cara, yaitu
sebagai berikut:


Pengurangan laju erosi



Pembuatan teras



Penanaman sejajar kontur



Penanaman tanaman penutup tanah

Universitas Sumatera Utara

Gambar 6. Satuan Peta Lahan (SPL) Aktual/Potensial Untuk Bawang Merah
Kecamatan Muara

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1.

Satuan Peta Lahan (SPL) untuk tanaman bawang merah yang diperoleh dari
peta kemiringan lereng, jenis tanah, dan ketinggian tempat Kecamatan Muara
ada tiga yaitu SPL 1, SPL 2, dan SPL 3.

2.

Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman bawang merah

pada SPL 1

dan 2 adalah sesuai marginal / S3 (nr) dengan faktor pembatas retensi hara
sedangkan pada SPL 3 kelas kesesuaian lahan aktualnya adalah S3 (nr, eh)
dengan faktor pembatas retensi hara dan bahaya erosi.
3.

Kelas kesesuaian lahan potensial untuk tanaman bawang merah pada SPL 1
dan 2 adalah cukup sesuai / S2 (tc) dengan faktor pembatas temperatur
sedangkan pada SPL 3 kelas kesesuaian lahan potensialnya adalah cukup
sesuai S2 (tc, eh) dengan faktor pembatas temperatur dan bahaya erosi.

4.

Usaha perbaikan untuk faktor pembatas retensi hara yaitu dengan cara
pemupukan, penambahan bahan organik, dan pengapuran. Sedangkan untuk
bahaya erosi dapat dilakukan dengan cara usaha pengurangan laju erosi,
pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, penanaman tanaman penutup
tanah.

5.

Potensi untuk pertanaman bawang merah di Kecamatan Muara adalah
1.363 ha.

Universitas Sumatera Utara

Saran

Perlu dilakukan modifikasi kesesuaian lahan tanaman bawang merah
(Allium ascalonicum L) untuk Kecamatan Muara dengan faktor pembatas
ketinggian tempat dan curah hujan.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Survei Tanah

Survei tanah dapat didefinisikan sebagai penelitian tanah di lapangan dan
di

laboratorium,

yang

dilakukan

secara

sistematis,

disertai

dengan

mendeskripsikan, mengklafikasikan, dan memetakan tanah dengan metodemetode tertentu terhadap suatu daerah (areal) tertentu yang ditunjang oleh
informasi dari sumber-sumber lain yang relevan (Rayes, 2007).
Tujuan survei adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan
mengelompokkan tanah-tanah yang sama atau hampir sama sifatnya ke dalam
satuan peta tanah yang sama serta melakukan interpretasi kesesuaian lahan dari
masing-masing satuan peta tanah tersebut untuk penggunaan-penggunaan lahan
tertentu. Sifat dari masing-masing satuan peta tanah secara singkat dicantumkan
dalam legenda, sedangkan uraian lebih detail dicantumkan dalam laporan survei
tanah

yang

selalu

menyertai

peta

tanah

tersebut

(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
Survei dan pemetaan tanah dilakukan untuk mengetahui penyebaran jenisjenis tanah dan menentukan potensinya untuk bermacam-macam penggunaannya.
Potensi tanah ditentukan dengan melakukan interpretasi kemampuan ( kesesuaian)
lahan dari masing-masing satuan peta tanah berdasar atas sifat-sifat tanah yang
dimiliki dan keadaan lingkungannya. Satuan peta tanah merupakan satuan wilayah
yang

mempunyai

jenis

tanah

dan

faktor

lingkungan

yang

sama

(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Interpretasi terhadap hasil survei tanah bagi pengembang sampai saat ini
meliputi:
1.

Pendugaan potensi produksi jenis-jenis tanaman utama pada setiap tipe tanah
di bawah tingkat pengelolaan tertentu.

2.

Kebutuhan masukan (input) bagi setiap jenis tanaman, yakni sebesar input
yang perlu bagi setiap level produksi yang diinginkan atau setiap tipe tanah
tertentu.

3.

Kemungkinan perubahan perilaku setiap tipe tanah akibat irigasi.

4.

Kemungkinan pembuatan drainase buatan.

5.

Pendugaan respon terhadap penggunaan pupuk dan kapur yang banyak
mengkonsumsi oleh sifat-sifat tanah yang permanen berdasarkan tingkat
kesuburan yang ditunjukkan oleh uji tanah.

(Hakim, dkk, 1986).

Evaluasi Lahan

Evaluasi lahan adalah suatu proses untuk menilai kesesuaian komoditas
pertanian pada tingkat manejemen tertentu di suatu wilayah pengembangan. Oleh
karenanya diperlukan data kualitas dan karakteristik lahan dalam bentuk tabular
dan spasial (peta). Data sumber daya lahan menakup kualitas dan karakteristik
lahan, meliputi data iklim, tanah, dan topografi. Data sumber daya lahan yang
diperlukan untuk evaluasi lahan harus rinci dan akurat, minimal tersedia pada
tingkat semi detail skala 1:50.000. Namun peta ideal adalah tingkat detail skala
1:10.000,

karena

langsung

dapat

diaplikasikan

di

lapag

oleh

petani

(Djaenudin, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Evaluasi lahan merupakan proses pendugaan potensi lahan untuk macammacam alternatif penggunaannya. Evaluasi lahan melibatkan pelaksanaan survei
atau penelitian bentuk bentang alam, sifat dan distribusi tanah, macam dan
distribusi vegetasi, dan aspek-aspek lahan yang lain agar dapat mengidentifikasi
dan membuat perbandingan dari macam-macam penggunaan lahan yang
dikembangkan. Evaluasi lahan merupakan penghubung antara berbagai aspek dan
kualitas fisik, biologi, dan teknologi penggunaan lahan dengan tujuan sosial
ekonominya. Tergantung pada tujuan evaluasi, klasifikasi lahan dapat berupa
klasifikasi kemampuan lahan atau klasifikasi kesesuaian lahan (Arsyad, 2009).
Tujuan evaluasi lahan (land evaluation and land assessment) adalah
menentukan nilai potensi suatu lahan untuk tujuan tertentu. Usaha ini dapat
dilakukan

dengan

melakukan

usaha

klasifikasi

teknis

suatu

daerah

(Hardjowigeno, 2003).
Menurut Djaenudin, dkk (2003) kegiatan utama dalam mengevaluasi lahan
adalah sebagai berikut:
1.

Konsultasi pendahuluan meliputi pekerjaan-pekerjaan persiapan antara lain
penetapan yang jelas tujuan evaluasi, jenis data yang digunakan, asumsi yang
akan digunakan mengevaluasi, daerah penelitian serta intensitas dan skala
survei.

2.

Deskripsi dari jenis penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan dan
persyratan-persyratan yang diperlukan.

3.

Memandingkan jenis penggunaan lahan dengan tipe-tipe lahan yang ada. Ini
merupakan proses penting dalam evaluasi lahan, dimana data penggunaan

Universitas Sumatera Utara

lahan serta informasi-informasi ekonomi dan sosial digabungkan dan
dianalisis secara bersama-sama.
4.

Hasil dari empat butit tersebut adalah klasifikasi kesesuaian lahan.

5.

Penyajian dari hasil-hasil evaluasi lahan.
Kelas kesesuaian lahan pada prinsipnya ditetapkan dengan mencocokkan

(matching) antara data kualitas / karakteristik lahan dari setiap satuan peta dengan
kriteria kelas kesesuaian lahan untuk masing-masing komoditas yang dievaluasi.
Kelas kesesuaian lahan ditentukan oleh kualitas dan atau karakteristik lahan yang
merupakan faktor pembatas yang paling sulit dan atau tidak dapat diatasi atau
diperbaiki (Djaenudin, 2008).
Menurut Ritung, dkk (2007) kelas kesesuaian lahan digolongkan atas kelaskelas kesesuaian, yaitu sebagai berikut:


Kelas S1 (sangat sesuai), lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang
berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor
pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas
lahan secara nyata.



Kelas S2 (cukup sesuai), lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor
pembats ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan
tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh
petani sendiri.



Kelas S3 (sesuai marginal), lahan mempunyai faktor pembatas yang berat,
dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhada produktivitasnya,
memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang
tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal

Universitas Sumatera Utara

tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (investasi)
pemerintah atau pihak swasta.


Kelas N (tidak sesuai), lahan yang mempunyai faktor pembatas yang sangat
berat dan/atau suli diatasi.
Kesesuaian lahan dikenal kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan

potensial. Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat
biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukanmasukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa
karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh
tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian
yang

akan

dicapai

apabila

dilakukan

usaha-usaha

perbaikan

(Djaenudin, dkk, 2003).

Karakterisitik Lahan

Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi,
penggunaan karakteristik lahan untuk keperluan evaluasi lahan bervariasi.
Karakteristik lahan yang digunakan adalah : temperatur udara, curah hujan,
lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, bahan kasar,
kedalaman tanah, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, pH, H2O, C-organik,
salinitas, alkalinitas, kedalaman bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan,
batuan di permukaan dan singkapan batuan (Djaenudin, dkk, 2003).
1. Temperatur udara : merupakan temperatur udara tahunan dan dinyatakan
dalam 0C.

Universitas Sumatera Utara

2. Curah hujan : merupakan curah hujan rerata tahunan yang dinyatakan
dalam mm.
3. Lamanya masa kering : merupakan jumlah bulan kering berturut-turut dalam
setahun dengan jumlah curah hujan < 60 mm.
4. Kelembaban udara : merupakan kelembaban udara rerata tahunan dan
dinyatakan dalam %.
5. Drainase : merupakan laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara
dalam tanah.
6. Tekstur : menyatakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan
ukuran < 2 mm.
7. Bahan kasar : menyatakan volume dalam persen dan adanya bahan kasar
dengan ukuran > 2 mm.
8. Kedalaman tanah : menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat
dipakai dalam perkembangan perakaran dari tanaman yang dievaluasi.
9. KTK liat : menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi liat.
10.Kejenuhan basa : jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g contoh
tanah.
11. Reaksi tanah : nilai pH tanah; pada lahan kering yang dinyatakan dengan data
laboratorium, sedangkan pada lahan basah diukur di lapangan.
12. C-organik : kandungan karbon organik tanah dinyatakan dalam %.
13. Salinitas : kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan oleh daya
hantar listrik, dinyatakan dalam dS/m.
14. Alkalinitas : kandungan natrium dapat ditukar, dinyatakan dalam %.

Universitas Sumatera Utara

15. Kedalaman sulfidik : dalamnya bahan sulfidik diukur dari permukaan tanah
sampai batas atas lapisan sulfidik, dinyatakan dalam cm.
16. Lereng : menyatakan kemiringan lereng diukur dalam %.
17. Bahaya erosi : bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan adanya erosi
lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit
(gully erosion), atau dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang
(rata-rata) pertahun.
18. Genangan : jumlah lamanya genangan dalam bulan selama satu tahun.
19. Batuan di permukaan : volume batuan (dalam %) yang ada di permukaan
tanah/lapisan olah.
20. Singkapan batuan : volume batuan (dalam %) yang ada dalam solum tanah.

Sifat Fisik Tanah

Tekstur tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan kandungan partikel-partikel tanah
primer berupa fisik liat, debu, dan pasir dalam suatu massa tanah. Partikel-partikel
primer itu mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda dan dapat
digolongkan kedalam tiga fraksi tersebut. Ada yang berdiameter besar sehingga
dengan mudah dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi ada pula yang
sedemikian luasnya, seperti koloidal, sehingga tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang (Foth, 1994).
Pengelompokkan kelas tekstur yang digunakan adalah:


Halus (h) : liat berpasir, liat, liat berdebu.

Universitas Sumatera Utara



Agak halus (ah): lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat
berdebu.



Sedang (s): lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu.



Agak kasar (ak): lempung berpasir.



Kasar (k): pasir, pasir berlempung.



Sangat halus (sh): liat.

(Djaenudin, dkk, 2003).

Drainase tanah

Drainase tanah menunjukkan kescepatan meresapnya air dari tanah atau
keadaan tanah yang menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh air. Tujuan utama
drainase pada pertanian dan kehutanan adalah menurunkan dataran air untuk
meningkatkan kedalaman perakaran. Drainase menurunkan kandungan air pada
musim semi, yang menyebabkan tanah menjadi hangat dan lebih cepat
(Foth, 1994).
Kelas drainase tanah yang dibedakan dalam tujuh kelas, yaitu:


Cepat, tanah yang mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat
tinggi dan daya menaha air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk
tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah yang
berwarna tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium sera warna gley
(reduksi).



Agak cepat, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya
menahan air rendah. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian tanaman
kalau tanpa irigasi, ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah

Universitas Sumatera Utara

berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warba
gley (reduksi).


Baik, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air
sedang, lembab, tetapi tidak cukup basah. Ciri yang dapat diketahui di
lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan
atau naungan serta warna gley reduksi) pada lapisan sampai > 100 cm.



Agak baik, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak
rendah dan daya menahan air rendah, tanah basah dekat ke permukaan. Tanah
demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di
lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan
atau mangan sera warna gley (reduksi) pada lapisan > 50 cm.



Agak terhambat, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan
daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke
permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil
tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna
homogen tanpa bercak atau karatan besi dan atau naungan serta warna gley
(reduksi) pada lapisan > 25 cm.



Terhambat, tanah mempunyai kondukstivitas hidrolik rendah dan daya
menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang
cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah
dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat dketahui di lapangan,
yaitu tanah mempunyai warna gey (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan
atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.

Universitas Sumatera Utara



Sangat terhambat, tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan
daya menahan air sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang
untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok
untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat
diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen
sampai pada lapisan permukaan.

(Djaenudin, dkk, 2003).

Kedalaman tanah

Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang masih

dapat

ditembus akar tanaman. Banyaknya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar,
serta dalamnnya akar-akar tersebut dapa menembus tanah dan dapat menembus
tanah dan bia tidak dijumpai akar tanaman, maka kedalaman efektif ditentukan
berdasarkan kedalaman solum tanah (Hardjowigeno, 2003).
Kedalam tanah dibedakan menjadi sebagai berikut:
– Sangat dangkal: < 20 cm
– Dangkal: 20-50 cm
– Sedang: 5-75 cm
– Dalam: > 75 cm
(Djaenudin, dkk, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Bahaya banjir

Ancaman banjir sangat perlu diperhatikan dalam pengelolaan lahan
pertanian

karena

sangat

berpengaruh

terhadap

pertumbuhan

tanaman.

Djaenudin, dkk (2003) mengelompokkan bahaya banjir sebagai berikut:
f0 = tidak ada banjir di dalam periode satu tahun
f1 = ringan yaitu periode kurang dari satu bulan banjir bisa terjadi dan bisa tidak.
f2 = sedang yaitu selama 1 bulan dalam setahun terjadi banjir.
f3 = agak berat yaitu selama 2-5 bulan dalam setahun dilanda banjir.
f4 = berat yaitu selama 6 bulan lebih dalam setahun dilanda banjir.

Bahan kasar

Bahan kasar adalah persentasi kerikil, kerakal atau batuan pada setiap
lapisan tanah, dibedakan menjadi:
sedikit : < 15 %
sedang : 15 - 35 %
banyak : 35 - 60 %
sangat banyak : > 60 %
(Djaenudin, dkk, 2003)

Bahaya erosi

Tingkat bahaya erosi dapat diprediksikan berdasarkan kondisi lapangan,
yaitu dengan cara memperlihatkan adanya erosi lembar permukaan (sheet
erosion), erosi alur (rill erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain
untuk memprediksikan tingkat nahaya erosi yang relatif lebih mudah dilakukan

Universitas Sumatera Utara

adalah dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun,
dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang dicirikan oleh masih adanya horizon
A. Horizon A biasanya dicirikan oleh warna gelap karena relatif mengandung
bahan organik yang lebih tinggi. Tingkat bahaya erosi tersebut adalah sebagai
berikut:
– Sangat ringan (sr): < 0,15
– Ringan (r): 0,15-0,9
– Sedang (s): 0,9-1,8
– Berat (b): 1,8-4,8)
– Sangat berat (sb): > 4,8
(Djaenudin, dkk, 2003).

Sifat Kimia Tanah

pH tanah

pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas kemasaman, bukan ukuran
total asam yang ada di tanah tersebut. Pada tanah-tanah tertentu seperti tanah liat
berat, gambut yang mampu menahan perubahan pH atau kemasaman yang lebih
besar dibandingkan dengan tanah yang berpasir (Mukhlis, 2007).
Kelas kemasaman tanah (pH) tanah, sebagai berikut:
– Sangat masam: < 4,5
– Masam: 4,5-5,5
– Agak masam: 5,6-6,5
– Netral: 6,6-7,5
– Agak alkalis: 7,6-8,5

Universitas Sumatera Utara

– Alkalis: > 8,5
(Djaenudin, dkk, 2003).

Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Fraksi koloid membawa muatan positif maupun negatif. Walaupun
demikian, muatan negatif jauh lebih besar ukurannya dan lebih penting bagi
pertumbuhan tanaman pada kebanyakan tanah. Kapasitas pertukaran kation
(cation exchange capacity = CEC) merupakan ekspresi jumlah tapak penyerapan
kation per satuan bobot tanah. Kapasitas ini didefinisikan sebagi jumlah
keseluruhan kation terserap yang dipertukarkan, yang dinyatakan miliekuivalen
per 100 gram tanah kering oven (Damanik, dkk, 2011).
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan ukuran kemampuan suatu koloid
unutuk mengadsorbsi dan mempertukarkan kation. KTK ini dapat diefenisikan
pula sebagai ukuran kuantitas kation, yang segera dapat dipertukarkan dan yang
menetralkan muatan negatif tanah. Jadi penetapan KTK merupakan pengukran
jumlah total muatan negatif per unit berat bahan (Foth, 1994).
Kelas Kapasitas Kation (KTK) tanah (me/100 gr), sebagai berikut:
– Sangat rendah: 40
(Mukhlis, 2007)

Universitas Sumatera Utara

Kejenuhan basa

Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-katio
basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat
dalam kompleks jerapan tanah. julah maksimum kation yang dapat dijerap tanah
menunjukkan bearnya nilai kapasitas tukar kation (Mukhlis, dkk, 2011).
Kation-kation basa umumnya merupakan hara yang diperlukan tanaman.
Di samping itu, basa-basa ummnya mudah tercuci sehingga dengan kejenuhan
basa tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami
pencucian dan merupakan tanah yang subur (Damanik, dkk, 2011).
Kelas Kejenuhan Basa (KB) tanah (%), sebagai berikut:
– Sangat rendah: 70
(Mukhlis, 2007)

C-organik tanah

Komponen organik tanah adalah residu tumbuhan dan hewan di dalam
tanah pada berbagai tingkat dekomposisi. Komponen organik tanah dibedakan
atar organisme hidup (biomassa) dan organisme yang telah mati. Organisme yang
mati diklasikfikasikan atas bahan non humik dan humik. Bahan non humik
merupakan senyawa yang dibebaskan proses dekomposisi tanaman, seperti
karbohidrat, asam amino, lemak, asam nukleat, lignin, dan asam-asam yang

Universitas Sumatera Utara

berberat molekul rendah. Sedangkan bahan humik adalah bentukan alami,
biogenik, senyawa heterogen, tak terhumifikasi, bahannya tak teridentifikasi dan
berberat molekul cukup tinggi, amorfus sebagian aromatik (Mukhlis, dkk, 2011).
Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak
besar hanya sekitar 3-5%, tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar
sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat tanah dan akibatnya juga
terhadap pertumbuhan tanaman adalah memperbaiki struktur tanah, sumber unsur
hara N, P, S, dan unsur mikro lainnya, meningkatkan KTK, sumber energi bagi
mikroorganisme tanah (Hardjowigeno, 2003).
Kelas C-Organik tanah (%), sebagai berikut:
– Sangat rendah: 5,00
(Mukhlis, 2007)

Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

Tanaman bawang merah lebih senang tumbuh di daerah beriklim kering.
Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang
tinggi, serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya
matahari yang maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25-320C, dan
kelembaban nisbi 50-70% (AAK, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Yang paling baik, untuk budidaya bawang merah adalah daerah yang
beriklim kering yang cerah dengan suhu udara panas. Tempatnya yang terbuka,
tidak berkabut dan angin sepoi-sepoi. Daerah yang cukup mendapat sinar
matahari juga sangat diutamakan, dan lebih baik jika lama penyinaran matahari
lebih dari 12 jam. Perlu diingat, pada tempat-tempat yang terlindung dapat
menyebabkan pembentukan umbinya kurang baik dan berukuran kecil
(Wibowo, 2007).
Bawang merah dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi,
yakni pada ketinggian antara 0 – 900 m di atas permukaan air laut. Tanaman
bawang merah sangat bagus dan memberikan hasil optimum, baik kualitas
maupun kuantitas, apabila ditanam di daerah dengan ketinggian sampai dengan
250 m di atas permukaan laut. Bawang merah yang ditanam di ketinggian
800 – 900 m di atas permukaan laut hasilnya kurang baik. Selain umur panennya
lebih panjang, umbi yang dihasilkan pun kecil-kecil. Curah hujan yang sesuai
untuk pertumbuhan tanaman bawang merah adalah 300 – 2500 mm per tahun,
dengan intensitas sinar matahari penuh (Samadi dan Cahyono, 2005).
Tanaman ini memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang
sampai liat, drainase / aerase baik, mengandung bahan organik, dan reaksi tanah
tidak masam (pH tanah : 5,6 - 6,5). Tanah yang paling cocok untuk tanaman
bawang merah adalah tanah aluvial atau kombinasinya dengan tanah humus
(Rahayu dan Berlian, 1999).
Adapun

data

karakteristik

kesesuaian

lahan

untuk

tanaman

bawang merah ( Allium ascalonicum L.) dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

Universitas Sumatera Utara

Tabel
1.
Karakteristik
Kesesuaian
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)
Karakteristik Lahan
S1
Temperatur (tc)
Temp.rata-rata(0C)
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan tahunan
rata-rata (mm)
Ketersediaan oksigen
(oa)
Drainase

Media perakaran (rc)
Tekstur
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm)
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol)
Kejenuhan basa (%)
pH H2O
C-organik
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%)
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
Bahaya erosi
Bahaya banjir (fh)
Genangan
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan
(%)
Singkapan batuan (%)

Lahan

Untuk

Kelas Kesesuaian Lahan
S2
S3

Tanaman

N

20-25

25-30
18-20

30-35
15-18

>35
1600
55
16
>35
6,0-7,8

Universitas Sumatera Utara

Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Kecamatan Muara merupakan kecamatan yang terkecil di Kabupaten
Tapanuli Utara yaitu seluas 79,75 km2 atau 2,10 % dari luas lahan Kabupaten
Tapanuli

Utara.

Kecamatan

Muara

memiliki

letak

geografis

yaitu

02º15’-02º22’ LU dan 98º49’-98º58’ BT. Berdasarkan informasi terakhir
kecamatan Muara memiliki total luas lahan panen bawang merah sebesar 56 ha
dengan produksi 366,80 ton dengan rata-rata produksi 65,50 Kw/ha (BPS, 2011).
Adapun peta administrasi Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara
dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. Peta administrasi Kecamatan Muara Kabupaten
Tapanuli Utara

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanah sebagai akumulasi tubuh alam bebas yang menduduki sebagian
besar permukaan bumi, mampu menumbuhkan tanaman karena memiliki sifatsifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap
bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula
(Sutanto, 2005).
Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna lahan.
Inti evaluasi adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe
penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan
yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini, maka akan
diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe
penggunaan lahan tersebut (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
Pengembangan usaha agribisnis hortikultura termasuk komoditas sayuran
dilaksanakan melalui pemilihan komoditas unggulan yang kompetitif di pasaran
dapat memenuhi permintaan dalam negeri maupun ekspor. Salah satu komoditas
unggulan nasional yang dikembangkan secara luas dan diusahakan oleh petani di
dataran tinggi maupun dataran rendah adalah bawang merah.
Wilayah pengembangan bawang merah saat ini tersebar pada 15 propinsi
dengan sentra utama terletak pada Provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa
Tengah, di Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Selatan dan Sulawesi
Tengah. Di Sumatera Utara produksi bawang merah berada di Kabupaten Samosir

Universitas Sumatera Utara

dan kabupaten lain seperti Humbang Hasundutan, Simalungun, dan Tapanuli
Utara. Petani di Sumatera Utara melakukan usaha budidaya bawang merah pada
areal seluas 2.766 ha dengan produksi 26.224 ton (BPS, 2011)
Kecamatan Muara adalah salah satu dari 15 kecamatan yang ada di
Kabupaten Tapanuli Utara, yang memiliki luas daerah sekitar 79,75 Km2.
Kecamatan

Muara memiliki letak geografis yaitu 02º15’-02º22’ LU dan

98º49’-98º58’ BT. Dan sebagian besar masyarakat di daerah ini memiliki mata
pencaharian sebagai petani tanaman bawang merah.
Berdasarkan data BPS (2011) tanaman bawang merah di daerah
Kecamatan Muara mengalami peningkatan luas panen dan produksi. Pada tahun
2009 luas panen 52 ha dengan produksi 340,60 ton dengan rata-rata produksi
65,50 Kw/ha, pada tahun 2010 luas panen 54 ha dengan produksi 353,70 ton
dengan rata-rata produksi 65,50 Kw/ha, dan pada tahun 2011 luas panen 56 ha
dengan produksi 366,80 ton dengan rata-rata produksi 65,50 Kw/ha. Namun
sejalan dengan peningkatan luas panen ini, diduga belum diketahui sebenarnya
dimana areal yang cocok atau berpotensi untuk tanaman bawang merah.
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian evaluasi
kesesuaian lahan untuk tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) di
Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara dan usaha-usaha perbaikannya.
Dengan adanya kegiatan penelitian ini, diharapkan petani di kecamatan Muara
dapat mengembangkan komoditi ini sesuai dengan potensi lahan yang telah
dievaluasi, sehingga produksi yang akan diperoleh dapat meningkat dan pada
akhirnya dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya di
Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kesesuaian lahan
tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) di Kecamatan Muara Kabupaten
Tapanuli Utara.

Kegunaan Penelitian
– Sebagai bahan informasi yang berguna bagi pengambil keputusan atau bagi yang
memerlukan dalam budidaya tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.)
yang sesuai dengan kondisi lahannya di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli
Utara.
– Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan tanaman
bawang merah (Allium ascalonicum L.) di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli
Utara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.
Dari hasil overlay dari peta jenis tanah, peta kemiringan lereng, dan peta
ketinggian tempat, diperoleh 3 (tiga) Satuan Peta Lahan (SPL). SPL 1 memiliki
luas 741 ha, SPL 2 memiliki luas 13 ha, dan SPL 3 memiliki luas 609 ha.
Dengan metode Pencocokan, maka diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual
dan potensial untuk tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) pada setiap
SPL. Pada SPL 1 dan SPL 2 kelas kesesuaian lahan aktualnya adalah S3 (nr)
sedangakan kelas kesesuaian lahan potensialnya adalah S2 (tc) dan pada SPL 3
kelas kesesuaian lahan aktualnya adalah S3 (nr,eh) sedangkan kelas kesesuaian
lahan potensialnya adalah S2(tc,eh).

Kata kunci : Kesesuaian lahan bawang merah

Universitas Sumatera Utara

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN
BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA

SKRIPSI

Oleh :
NURHALIMAH RAJAGUKGUK
090301082

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan tanaman
bawang merah (Allium ascalonicum L.) di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli
Utara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.
Dari hasil overlay dari peta jenis tanah, peta kemiringan lereng, dan peta
ketinggian tempat, diperoleh 3 (tiga) Satuan Peta Lahan (SPL). SPL 1 memiliki
luas 741 ha, SPL 2 memiliki luas 13 ha, dan SPL 3 memiliki luas 609 ha.
Dengan metode Pencocokan, maka diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual
dan potensial untuk tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) pada setiap
SPL. Pada SPL 1 dan SPL 2 kelas kesesuaian lahan aktualnya adalah S3 (nr)
sedangakan kelas kesesuaian lahan potensialnya adalah S2 (tc) dan pada SPL 3
kelas kesesuaian lahan aktualnya adalah S3 (nr,eh) sedangkan kelas kesesuaian
lahan potensialnya adalah S2(tc,eh).

Kata kunci : Kesesuaian lahan bawang merah

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dolok Masihul, pada tanggal 17 Desember 1991. dari
Ayahanda S. Rajagukguk dan Ibunda D. br.Sinaga. Penulis merupakan putri ke
lima dari 5 bersaudara.
Riwayat Pendidikan
- SD Negeri No. 107828 Aras Panjang, lulus pada tahun 2003.
- SMP Negeri 1 Dolok Masihul, lulus pada tahun 2006.
- SMA Negeri 1 Tebing Tinggi, lulus pada tahun 2009.
- Tahun 2009 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur
UMB-SPMB di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian.
Aktivitas Selama Pendidikan
- Anggota Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (IMILTA) Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
- Anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK) Fakultas
Pertanian Sumatera Utara, Medan.
- Mengikuti Praktek Kerja Lapangan di PTPN II Kebun Kwala Sawit Langkat
Juli tahun 2012.
- Melaksanakan penelitian di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara.

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini
dengan baik. Adapun judul usulan penelitian ini adalah “Evaluasi Kesesuaian
Lahan Untuk Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)” di
Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang
telah mendidik dan mendukung penulis selama ini. Penulis juga menyampaikan
ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc. Ph. D.
selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Bapak Ir. Razali, M.P. selaku
anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan serta
memberikan masukan berharga kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih kepada seluruh pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak
kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi seluruh pihak yang membutuhkan.

Medan, November 2013

Penulis

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

ABSTRAK................................................................................................. ... i
ABSTRACT................................................................................................ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP..................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL....................................................................................... . viii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………... . x
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………... . xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
Kegunaan Penelitian .......................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Survei Tanah ...................................................................................... 4
Evaluasi Lahan ................................................................................... 5
Karakteristik Lahan............................................................................ 8
Sifat Fisik Tanah................................................................................ 10
Tekstur tanah.............................................................................. . 10
Drainase tanah............................................................................ . 11
Kedalaman tanah........................................................................ . 13
Bahaya banjir.............................................................................. 13
Bahan kasar................................................................................ . 14
Bahaya erosi................................................................................ 14
Sifat Kimia Tanah............................................................................... 15
pH Tanah..................................................................................... 15
Kapasitas Tukar Kation (KTK)................................................... 15
Kejenuhan basa (KB).................................................................. 16
C-Organik tanah......................................................................... . 16
Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)..18
Kondisi Umum Wilayah Penelitian.................................................... 21
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 23
Bahan dan Alat ................................................................................... 23
Metode Penelitian .............................................................................. 24

Universitas Sumatera Utara

Tahap persiapan .................................................................... 24
Tahap kegiatan di lapangan................................................. 24
Tahap pengolahan data........................................................ 25
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil……………………………………………………………….. . 26
Ketinggian tempat..................................................................... .. 26
Curah hujan................................................... .............................. 26
Kemiringan lereng.................................................................. ..... 27
Jenis tanah............................