Tanggung Jawab Pengembang Perumahan Terhadap Konsumen Perumahan Dalam Perjanjian Jual Beli Rumah Yang Dilakukan Antara Pengembang Perumahan Dengan Konsumen Perumahan (Studi Di PT. Berkah Tawakkal)

HASIL WAWANCARA
A.

Wawancara dengan Bapak Endang Harcipta

Wawancara dengan Bapak Endang Harcipta selaku Direktur Utama PT
Berkah Tawakkal, dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu :
1.

Wawancara pertama dilakukan pada tanggal 18 Nopember 2015 di Medan
a.

Apakah yang menjadi latar belakang PT Berkah Tawakkal
membangaun perumahan di Rantauprapat?
Latar belakang PT Berkah Tawakkal membangun perumahan di
Rantauprapat adalah karena peluang bisnis yang begitu menjanjikan,
dimana tingginya permintaan rumah dan semakin modernnya gaya
hidup masyarakat Rantauprapat ingin tinggal dikawasan perumahan.

b.


Kapan PT Berkah Tawakkal memulai usaha perumahan?
Perumahan ““Azzahra Residence”” dimulai pada awal tahun 2011,
dengan berbadan hukum CV. Indra Jaya. Kemudian karena kebutuhan
akan kerja sama dengan Bank BTN selaku kreditur perumahan, maka
diubahlah badan hukumnya menjadi PT. Berkah Tawakkal.

c.

Dimana lokasi perumahan ““Azzahra Residence””?
Perumahan “Azzahra Residence” terletak dijalan Sampurna
disamping jalan kampus universitas UNIVA. Lokasi ini sangat
strategis karena dikelilingi oleh sekolah-sekolah ternama mulai
tinggkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.

d.

Bagaimana cara
pengembang?

memasarkan


rumah

yang

dibangun

oleh

Pada awalnya (sebelum launching) pengembang perumahan
memasarkan rumah kepada kawan-kawan atau kerabat dekat
manajemen PT Berkah Tawakkal, kemudian dilaunching
kemasyarakat umum.
e.

Bagaimana cara membuat perjanjian dengan pembeli di perumahan?
Perjanjian jual beli rumah pada perumahan “Azzahra Residence”
dilakukan dengan sangat sederhana, hal ini karena perjanjian jual beli
hanya sebagai bukti komitmen pengembang dalam melakukan
pembangunan. Adapun pada dasarnya sistem yang dipakai dalam jual


1
Universitas Sumatera Utara

2

2.

beli rumah adalah kepercayaan dan kekeluargaan.
Wawancara kedua dilakukan pada tanggal 30 Nopember 2015 di
Rantauprapat
a.

Bagaimana tanggung jawab pengembang perumahan dalam perjanjian
jual beli rumah?
Tanggung jawab pengembang perumahan (developer) kepada
konsumen sebenarnya tidak hanya terpaku pada isi perjanjian jual beli
rumah saja, tetapi secara umum tanggung jawab pengembang
perumahan (developer) sudah ada sejak pengembang ingin
membangun rumah.

Pengembang perumahan (developer)
bertanggung jawab untuk mengurus segala persyaratan dan perijinan
yang diperlukan sebelum membangun perumahan “Azzahra
Residence”.

b.

Mengapa ada klausula :
“Perjanjian yang telah disepakati tidak dapat dibatalkan oleh pihak
pemilik dalam hal ini pengembang perumahan”
Klausula diatas membuktikan komitmen pihak pengembang dalam
melakukan pembangunan dan penjualan rumah. Sehingga konsumen
melihat kesungguhan pengembang.
“Tanda jadi atau Down Payment yang telah dibayarkan oleh pembeli
tidak dapat ditarik kembali jika pembeli membatalkan perjanjian
secara sepihak”
Klausula tersebut sebagai balasan klausula sebelumnya, dan sebagai
bukti keseriusan pihak pembeli dalam melaksankan perjanjian jual
beli rumah.


c.

Apakah pernah terjadi sengketa dalam
perjanjian?

dalam melaksanakan

sejauh ini belum pernah terjadi perselisihan atau sengketa antara
pengembang perumahan (developer) dengan konsumen. Hal ini terjadi
karena pengembang memegang komitmen penuh dalam membangun
rumah serta menjaga kualitas rumah. Dan pihak pengembang selaku
pelaku usahapun tentu tidak menginginkan terjadi hal-hal yang
menimbulkan konflik antara konsumen dengan pengembang yang
dapat berakibat konsumen membatalkan jual beli rumah yang telah
disepakati sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

3


Sekalipun dikemudian hari timbul masalah antara pihak pengembang
dengan konsumen, maka pengembang akan menyelesaikan masalah
tersebut dengan cara musyawarah (kekeluargaan) dengan konsumen.
B.

Wawancara dengan Bu Helda
Wawancara dengan Bu Helda selaku Bagian Admistrasi diperumahan
“Azzahra Residence”, dilakukan pada tanggal 29 Nopember 2015, dikantor
pemasaran di blok B 03 komplek perumahan “Azzahra Residence”.
a.

Berapa jumlah rumah dan tipe apa sajakah yang dibangun oleh
pengembang perumahan?
Jumlah rumah yang dibangun sebanyak 88 unit rumah dengan
berbagai tipe, yaitu tipe 50 berjumlah 31 unit rumah, tipe 45
berjumlah 19 unit rumah dan tipe 36 dengan jumlah 38 unit rumah.

b.

Berapa luas lahan perumahan “Azzahra Residence”?

Perumahan “Azzahra Residence” dibangun diatas lahan seluas 2
hektar.

c.

Mengapa bentuk perjanjian jual beli rumah dalam bentuk perjanjian
baku dan sederhana?
pembuatan surat perjanjian atau akta perjanjian dalam bentuk baku
dan sederhana, semata-mata hanya untuk mempermudah kedua belah
pihak dalam melakukan perjanjian sepanjang isinya tidak merugikan
kedua belah pihak.

d.

Apakah pernah terjadi pembatalan perjanjian dengan konsumen?
Sejauh ini belum pernah.

e.

Apakah konsumen pernah komplain mengenai kualitas bangunan atau

hal-hal lain terkait perumahan?
Sejauh ini konsumen belum pernah komplain mengenai kualitas
rumah karena pengembang membangun dengan memberikan kualitas
yang terbaik. Sekalipun nanti ada masalah dengan konsumen maka
kami akan langsung berdiskusi secar kekeluargaan untuk mencari
solusinya.

Universitas Sumatera Utara

4

C.

Wawancara dengan Bapak H. Asmuni
Wawancara dengan Bapak H. Asmuni selaku konsumen (tinggal di
Blok C 17), dilakukan pada tanggal 29 Nopember 2015 di perumahan
“Azzahra Residence”
a.

Apa alasan bapak membeli rumah di perumahan “Azzahra

Residence”?
Alasan saya memilih perumahan “Azzahra Residence” karena
perumahan “Azzahra Residence” merupakan salah satu perumahan
yang termasuk program KPR BTN Sejahtera FLPP, sehingga
pengembang akan melakukan pembangunan dengan baik selain itu
pengembang perumahan akan diawasi oleh pihak bank dalam
pembangunannya.

b.

Bagaimana tanggung jawab pengembang perumahan?
Sejauh ini menurut saya, pengembang perumahan (developer) telah
melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya sesuai dengan iklan
atau brosur yang disebarkan.
Saya juga tidak mengalami permasalahan mulai dari proses
pemecahan sertifikat tanah dan Sertifikat Hak Milik (SHM) serta
fasilitas rumah seperti instalasi air dan listrik maupun fasilitas umum
lainnya.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU
Ali, Zainuddin. 2009. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Badrulzaman, Mariam Darus. 1993. KUHPerdata Buku III (Hukum Perikatan
dengan Penjelasan). Bandung: Alumni.
Badrulzaman, Mariam Darus, Dkk. 2001. Kompilasi Hukum Perikatan. Jakarta:
Citra Aditya Bakti.
Budihardjo, Eko. 2009. Perumahan dan Permukiman di Indonesia. Bandung:
Alumni.
Casnadi M, Baihaqi. 2014. Rahasia Membeli Rumah Tanpa Modal. Jakarta: Dan
Idea.
Harahap, M. Yahya. 1986. Segi-Segi Hukum perjanjian. Bandung: Alumni.
H.S, Salim. 2004. Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia.
Jakarta: Sinar Grafika.
_________. 2011. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak.
Jakarta: Sinar Grafika.
Khairandy, Ridwan. 2004. Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak. Jakarta:
Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2009. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar
Grafika.
Miru, Ahmadi. 2007. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
____________. 2012. Hukum Kontrak Bernuansa Islam. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Miru, Ahmadi dan SutarmanYodo. 2010. Hukum Perlindungan Konsumen.
Jakarta: Rajawali Press.
Muhammad, Abdulkadir. 1992. Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya.
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. 2003. Seri Hukum Perikatan (Perikatan
Yang Lahir dari Perjanjian). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Purnomo, R. Serfianto Dibyo, Iswi Hariyani dan Cita Yustisia. 2011. Kitab
Hukum Bisnis Properti. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Sastra M., Suparno dan Endy Marlina. 2006. Perencanaan dan Pengembangan

88
Universitas Sumatera Utara

89

Perumahan. Yogyakarta: Andi.
Satrio, J. 2001. Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian (buku 1).
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Shidarta. 2006. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Sidabalok, Janus. 2010. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung:
Citra Aditya Bakti.
Soekanto, Soerjono. 1981. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.
Soeryatin. 1981. Hukum Perikatan. Jakarta: Pradya Paramita.
Subekti. 1987. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermassa.
_______. 1995. Aneka Perjanjian. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Subekti, R. dan R. Tjitrosudibio. 2009. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Jakarta: Pradnya Paramita.
Suratman dan Philips Dillah. 2013. Metode Penelitian Hukum. Bandung:
Alfabeta.
Susanto, Happy. 2008. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta: Visimedia.
Usman, Rachmadi. 2013. Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Widjaja, Gunawan. 2007. Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan
(Aanvullend Recht) dalam Hukum Perdata. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. 2003. Hukum tentang Perlindungan
Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGANAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternarif Pilihan
Penyelesaian Sengketa
INTERNET
http://www.btn.co.id/produk/produk-kredit/kredit-perorangan/kpr-bersubsidi,
diakses tanggal 18 Nopember 2015 pukul 21:06.

Universitas Sumatera Utara

BAB III
TINJAUN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI ANTARA
PENGEMBANG PERUMAHAN DAN KONSUMEN

A.

Perjanjian jual beli rumah

1.

Pengertian Perjanjian Jual Beli
Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-

undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara
khusus terhadap perjanjian ini.
Jual-beli menurut pasal 1457 KUHPerdata adalah “suatu perjanjian, dengan
mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan
dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.43
Perkataan jual beli menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan
dinamakan menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan membeli. Istilah
yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik itu adalah sesuai dengan
istilah belanda “koop en verkoop” yang mengandung pengertian bahwa pihak
yang satu “verkoopt” (menjual) sedang yang lainnya “koopt” (membeli). Dalam
bahasa Inggris jual beli disebut dengan hanya “sale” saja yang berarti “penjualan”
(hanya dilihat dari sudut si penjual), begitu pula dalam bahasa Perancis disebut
dengan “vente” yang berarti “penjualan”, sedangkan dalam bahasa Jerman
dipakainya perkataan “kauf” yang berarti “pembelian”.44
Menurut Salim H.S, perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat
antara pihak penjual dan pihak pembeli. Di dalam perjanjian itu pihak penjual
43
44

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Op.Cit. hal. 366.
R. Subekti (2), Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995. Hal. 2.

44
Universitas Sumatera Utara

45

berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak
menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak
menerima objek tersebut.45
Unsur-unsur pokok (essentialia) perjanjian jual-beli adalah barang dan
harga. Sesuai dengan asas “konsensualisme” yang menjiwai hukum perjanjian,
perjanjian jual-beli itu dilahirkan pada detik tercapainya “sepakat” mengenai
barang dan harga. Begitu kedua pihak setuju tentang barang dan harga, maka
lahirlah perjanjian jual beli yang sah. 46
Perjanjian jual beli pada umumnya merupakan perjanjian konsensual,
karena mengikat para pihak saat terjadinya kesepakatan para pihak tersebut
mengenai unsur esensial dan eksidentalia dari perjanjian tersebut.
Dikatakan adanya kesepakatan mengenai unsur esensial dan eksidentalia,
karena walaupun para pihak sepakat mengenai barang dan harga, jika ada hal-hal
lain yang tidak disepakati yang terkait dengan perjanjian jual beli tersebut maka
perjanjian jual beli tetap tidak terjadi karena tidak tercapai kesepakatan. Akan
tetapi, jika para pihak telah menyepakati unsur esensial dari perjanjian jual beli
tersebut, yaitu tentang barang yang akan dijual dan harga barang tersebut dan para
pihak tidak mempersoalkan hal lainnya, maka klausula-klausula yang dianggap
berlaku dalam perjanjian tersebut adalah ketentuan-ketentuan tentang jual beli
yang ada dalam perundang-undangan atau biasa disebut unsur naturalia.
Perjanjian jual beli dikatakan pada umumnya merupakan perjanjian
konsensual, karena ada juga perjanjian jual beli yang termasuk perjanjian formal,

45

Salim H.S. (2), Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak , Sinar Grafika,
Jakarta, 2011, hal. 49.
46
R. Subekti (2), Op.Cit. hal.2.

Universitas Sumatera Utara

46

yaitu yang mengharuskan dibuat dalam bentuk tertulis yang berupa akta autentik,
yakni jual beli barang-barang tidak bergerak.
Kesepakatan dalam perjanjian jual beli yang pada umumnya melahirkan
perjanjian

jual

beli

tersebut,

juga

dikecualikan

apabila

barang

yang

diperjualbelikan adalah barang yang harus dicoba dulu pada saat pembelian,
karena apabila yang menjadi objek perjanjian jual beli tersebut adalah barang
yang harus dicoba dulu untuk mengetahui apakah barang tersebut baik atau sesuai
keinginan pembeli, perjanjian tersebut selalu dianggap dibuat dengan syarat
tangguh, artinya perjanjian tersebut hanya mengikat apabila barang yang menjadi
objek perjanjian adalah baik (setelah dicoba). Dengan demikian, walaupun harga
telah disepakati dan barang telah ditentukan jika pada saat dicoba ternyata tidak
berfungsi sebagaimana mestinya, maka perjanjian jual beli tersebut tidak terwujud
atau tidak lahir.47
2.

Subjek dan objek jual beli
Pada dasarnya semua orang atau badan hukum dapat menjadi objek dalam

perjanjian jual beli, yaitu bertindak sebagai penjual dan pembeli, dengan syarat
yang bersangkutan telah dewasa dan atau sudah menikah. Namun, secara yuridis
ada beberapa orang yang tidak diperkenankan untuk melakukan perjanjian jual
beli, sebagaimana dikemukakan berikut ini.48
a.

Jual beli antara suami istri
Pertimbangan hukum tidak diperkenankannya jual beli antara suami
istri adalah karena mereka sejak terjadi perkawinan, maka sejak saat itulah

47
48

Ahmadi Miru (2), Op.Cit. hal.138.
Salim H.S (2), op.cit, hal. 51

Universitas Sumatera Utara

47

terjadi percampuran harta, yang disebut

harta bersama, kecuali ada

perjanjian kawin. Namun :
1)

Jika seorang suami atau istri menyerahkan benda-benda kepada istri
atau kepada suaminya, dari siapa ia oleh pengadilan telah dipisahkan
untuk memenuhi apa yang menjadi hak suami atau istri menurut
hukum.

2)

Jika penyerahan dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya, juga
dari siapa ia dipisahkan berdasarkan pada suatu alasan yang sah,
misalnya mengembalikan benda-benda si istri yang telah dijual atau
uang yang menjadi kepunyaan istri, jika benda itu dikecualikan dari
persatuan.

3)

Jika si istri menyerahkan barang-barang kepada suaminya untuk
melunasi sejumlah uang telah dijanjikan kepada suaminya sebagai
harta perkawinan.

b.

Jual beli oleh para hakim, jaksa, advokat, pengacara, juru sita dan notaris.
Para pejabat ini tidak diperkenankan melakukan jual beli hanya
terbatas pada benda-benda atau barang dalam sengketa. Apabila hal itu tetap
dilakukan, maka jual beli itu dapat dibatalkan, serta dibebankan untuk
penggantian biaya, rugi dan bunga.

c.

Pegawai yang memangku jabatan umum.
Yang dimaksud disini adalah membeli untuk kepentingan diri sendiri
terhadap barang yang dilelang.

Universitas Sumatera Utara

48

3.

Hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli
Apabila kesepakatan antara pihak penjual dan pembeli telah tercapai maka

akan menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.
a.

Kewajiban pihak penjual
Adapun kewajiban si penjual diatur dalam bagian kedua dari buku keIII KUHPerdata, yang dimulai dari pasal 1473 sampai pasal 1512.
1)

Menyatakan dengan tegas tentang perjanjian jual beli.49 Hal ini sesuai
dengan pasal 1473 KUHPerdata “si penjual diwajibkan dengan tegas
untuk apa ia mengikatkan dirinya, segala janji yang tidak terang dan
dapat diberikan berbagai pengertian, harus ditafsirkan untuk
kerugiannya.”50

2)

Menyerahkan barang
Penyerahan adalah suatu pemindahan barang yang telah dijual
kedalam kekuasaan dan kepunyaan si pembeli (pasal 1475
KUHPerdata).
Cara penyerahan barang yang diperjual belikan berbeda
berdasarkan kualifikasi barang yang diperjualbelikan tersebut. Adapun
cara penyerahannya sebagai berikut :51
a)

Barang

bergerak

bertubuh,

cara

penyerahannya

adalah

penyerahan nyata dari tangan penjual atau atas nama penjual
ketangan pembeli, akan tetapi penyerahan secara langsung dari
tangan ke tangan tersebut dalam jumlah yang sangat banyak

49
50
51

Ibid. Hal. 55
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Op.cit. hal.369
Ahmadi Miru (1), op.cit. hal. 128

Universitas Sumatera Utara

49

sehingga dapat dilakukan dengan simbol-simbol tertentu
(penyerahan simbolis).
Pengecualian lain yang bersifat umum atas penyerahan
nyata dari tangan ke tangan tersebut adalah, jika :
(1)

Barang yang dibeli tersebut sudah ada ditangan pembeli
sebelum penyerahan benda tersebut dilakukan, misalnya
barang tersebut sebelumnya telah dipinjam oleh pembeli;

(2)

Barang yang dibeli tersebut masih berada ditangan penjual
pada saat penyerahan karena adanya suatu perjanjian
lainnya, misalnya barang yang sudah dijual tersebut
langsung dipinjam oleh penjual;

(3)

Barang yang dijual tersebut berada ditangan pihak ketiga,
baik karena persetujuan penjual sebelum penyerahan,
maupun atas persetujuan pembeli setelah penyerahan
langsung.

b)

Barang bergerak tidak bertubuh dan piutang atas nama, cara
penyerahannya adalah dengan melalui akta dibawah tangan atau
akta autentik. Akan tetapi, agar penyerahan piutang atas nama
tersebut mengikat bagi si berutang, penyerahan tersebut harus
diberitahukan kepada si berutang atau disetujui atau diakui
secara tertulis oleh si berutang.

c)

Barang tidak bergerak atau tanah, cara penyerahannya adalah
melalui pendaftaran atau balik nama.

Universitas Sumatera Utara

50

Dalam soal jual beli diatur juga masalah biaya penyerahan.
Siapa yang harus memikul biaya itu diatur dalam pasal 1476
KUHPerdata. Hal ini ada sangkut-pautnya dengan kebiasaan, yang
berlaku terhadap barang-barang tertentu dan juga dengan kebiasaan
yang berlaku untuk tempat-tempat tertentu.
Pasal 1477 KUHPerdata menentukan bahwa biaya penyerahan
harus dipikul oleh si penjual dan biaya pengambilan harus ditanggung
oleh si pembeli, kecuali apabila diperjanjikan berlainan.52
Mengenai tempat, dimana barang yang bersangkutan harus
diserahkan, terdapat ketentuan dalam pasal 1477 KUHPerdata, bahwa
tempat itu ialah tempat dimana barang tadi berada, pada waktu
terjadinya ikatan jual beli, kecuali apabila diadakan suatu ikatan lain. 53
3)

Kewajiban menanggung pembeli.
Kewajiban menanggung dari si penjual adalah dimaksudkan agar:
a)

Penguasaan benda secara aman dan tenteram, dan

b)

Adanya cacat barang-barang tersebut secara tersembunyi atau
sedemikian rupa sehingga menerbitkan alasan untuk pembatalan
(pasal 1473 KUHPerdata).54

4)

Wajib

mengembalikan

kepada

si

pembeli

atau

menyuruh

mengembalikan oleh orang yang mengajukan tuntutan barang, segala
apa yang telah dikeluarkan oleh pembeli, segala biaya yang telah

52
53
54

Soeryatin, Hukum Perikatan, Pradya Paramita, Jakarta, 1981, hal. 135.
Loc.it
Salim H.S (2), op.cit, hal. 55

Universitas Sumatera Utara

51

dikeluarkan untuk barangnya atau semata-mata untuk perhiasaan atau
kesenangan.55
5)

Wajib menanggung terhadap adanya cacat tersembunyi, meskipun ia
sendiri tidak mengetahui adanya cacat tersebut, kecuali telah
diperjanjikan.56

6)

Wajib mengembalikan harga pembelian yang diterimanya, jika
penjual mengetahui barang yang dijual mengandung cacat, serta
mengganti segala biaya, kerugian dan bunga kepada sipembeli.

7)

Wajib mengembalikan harga pembelian, apabila ia sendiri mengetahui
adanya cacat tersebut.57

8)

Jika barang yang dijual musnah disebabkan karena cacat tersembunyi,
maka kerugian dipikul oleh si penjual dan diwajibkan mengembalikan
uang harga pembelian dan kerugian.58

b.

Kewajiban pembeli
Adapun kewajiban si pembeli diatur dalam bagian ketiga dari buku
ke-III KUHPerdata, yang dimulai dari pasal 1513 sampai pasal 1518.
Kewajiban utama pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu
dan ditempat yang telah diperjanjikan. Akan tetapi, apabila waktu dan
tempat pembayaran tidak ditetapkan dalam perjanjian, pembayaran harus
dilakukan di tempat dan pada waktu penyerahan barang dilakukan.
Apabila pembeli tidak membayar harga barang tersebut si penjual
dapat menuntut pembatalan perjanjian sebagaimana halnya pembeli dapat

55
56
57
58

Loc.it
Loc.it
Loc.it
Loc.it

Universitas Sumatera Utara

52

menuntut

pembatalan

perjanjian

jika

penjual

tidak

menyerahkan

barangnya.59
Didalam konvensi perserikatan bangsa-bangsa tentang penjualan
barang-barang internasional (United Nations Convention on Contract for the
International Sale of Goods) telah diatur tentang kewajiban antara penjual
dan pembeli. United Nations Convention on Contract for the International
Sale of Goods ini ditetapkan pada tanggal 7 april 1980 di Wina. Tujuan
konvensi ini adalah penetapan keseragaman pengaturan yang akan mengatur
berbagai

kontrak

untuk

penjualan

barang-barang

internasional

memperhitungkan perbedaan sosial, ekonomi dan sistem hukum. Hal ini
akan memberikan sumbangan untuk menghapuskan hambatan hukum dalam
perdagangan

internasional dan mendorong pengembangan perdagangan

internasional. Pasal 30 sampai dengan pasal 52 United Nations Convention
on Contract for the International Sale of Goods mengatur tentang kewajiban
penjual dan pasal 53 sampai dengan pasal 60 United Nations Convention on
Contract for the International Sale of Goods mengatur tentang kewajiban
pembeli.
Ada 3 kewajiban pokok penjual, yaitu :

1)

1)

Menyerahkan barang;

2)

Menyerahterimakan dokumen ; dan

3)

Memindahkan hak milik.

Kewajiban menyerahkan barang oleh penjual kepada pembeli
meliputi:

59

Ahmadi Miru (1), op.cit, hal. 133

Universitas Sumatera Utara

53

a)

Menyerahterimakan barang kepada pengangkut pertama untuk
diteruskan

kepada

sipembeli,

jika

kontrak

penjualan

menyangkut pengangkutan barang (pasal 31);
b)

Merinci jenis-jenis barang yang dikirimkan kepada pembeli
(pasal 32);

c)

Menyerahkan barang sesuai dengan tanggal yang telah
ditetapkan dalam kontrak (pasal 33);

d)

Menyerahkan barang yang jumlahnya, mutunya dan uraian
barang yang diminta dalam kontrak yang dipetikan atau
dibungkus (pasal 35);

e)

Menyerahkan barang yang bebas dari hak apapun atau klaim
dari pihak ketiga, kecuali pembeli setuju untuk mengambil
barang itu bersyarat pada hak-hak itu atau klaim (pasal 41); dan

f)

Menyerahkan barang yang bebas dari hak apapun atau klaim
dari pihak ketiga yang berdasarkan atas hak milik industri atau
hak kekayaan intelektual lainnya (pasal 42).

2)

Kewajiban pembeli adalah
a)

Memeriksa barang-barang yang dikirim oleh penjual (pasal 38);

b)

Membayar harga barang sesuai dengan kontrak (pasal 53); dan

c)

Menerima penyerahan barang seperti disebut dalam kontrak
(pasal 53).

Kewajiban pembeli untuk membayar harga barang termasuk tindakan
mengambil langkah-langkah dan melengkapi dengan formalitas yang
mungkin dituntut dalam kontrak atau oleh hukum dan peraturan untuk

Universitas Sumatera Utara

54

memungkinkan pelaksanaan pembayaran (pasal 54). Tempat pembayaran
ditempat yang disepakati oleh kedua belah pihak. Jika tidak ditentukan oleh
kedua belah pihak, maka pembayaran dapat dilakukan ditempat bisnis
penjual atau jika pembayaran harus dilakukan dengan penyerahan barang
atau dokumen ditempat dimana serah terima itu dilakukan.60

B.

Pengembang Perumahan

1.

Pengertian Pengembang Perumahan
Pengembang perumahan atau biasa disebut juga dengan istilah developer

menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, pengembang perumahan masuk dalam kategori penyelenggara atau
pengembang pembangunan perumahan dan pemukiman yang penyelenggaraan
rumah dan perumahan dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau
setiap orang untuk menjamin hak setiap warga negara untuk menempati,
menikmati, dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat,
aman, serasi, dan teratur.
“Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan
perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di
dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan,
serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. (Pasal 1 angka 6
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman).”
Sedangkan menurut Pasal 5 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
5 Tahun 1974, disebutkan pengertian Perusahaan Pembangunan Perumahan yang
dapat pula masuk dalam pengertian developer, yaitu :

60

Salim H.S (2), op.cit, hal. 56

Universitas Sumatera Utara

55

“Perusahaan Pembangunan Perumahan adalah suatu perusahaan yang
berusaha dalam bidang pembangunan perumahan dari berbagai jenis dalam
jumlah yang besar di atas suatu areal tanah yang akan merupakan suatu
kesatuan lingkungan pemukiman yang dilengkapi dengan prasaranaprasarana lingkungan dan fasilitas-fasilitas sosial yang diperlukan oleh
masyarakat penghuninya.”
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, developer masuk dalam
kategori sebagai pelaku usaha. Pengertian Pelaku Usaha dalam Pasal 1 angka 3
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu:
“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan
dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”
Pengembang perumahan (real estate developer) atau biasa juga disingkat
pengembang (developer) adalah orang perorangan atau perusahaan yang bekerja
mengembangkan suatu kawasan permukiman menjadi perumahan yang layak huni
dan memiliki nilai ekonomis sehingga dapat dijual kepada masyarakat. 61
Secara umum, pengembang (developer) dapat digolongkan dalam 3 (tiga)
kategori, yaitu :
a.

Pengembang besar : membangun perumahan dengan harga satuan rumah
diatas Rp. 800 juta;

b.

Pengembang menengah : membangun perumahan dengan harga per satuan
antara Rp. 300 juta hingga Rp. 800 juta; dan

c.

Pengembang kecil mengkhususkan pembangunan perumahan dengan harga
satuan rumah maksimal Rp. 300 juta.62

61

R. Serfianto Dibyo Purnomo; Iswi Hariyani; Cita Yustisia, Kitab Hukum Bisnis Properti,
Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2011, hlm. 11
62
Ibid. Hal.12

Universitas Sumatera Utara

56

Pengembang (developer) dapat terdiri dari orang-perorangan maupun
perusahaan, baik perusahaan yang belum berbadan hukum (seperti CV atau
Firma) maupun perusahaan yang sudah berbadan hukum (seperti PT atau
Koperasi).

2.

Hak dan Kewajiban Pengembang Perumahan
Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha63 dan

menciptakan hubungan yang sehat antara produsen dan konsumennya, sekaligus
menciptakan iklim berusaha yang kondusif bagi perkembangan usaha dan
perekonomian pada umumnya.64 Maka undang-undang perlindungan konsumen
memberikan sejumlah hak dan membebankan sejumlah kewajiban dan larangan
kepada pelaku usaha (pengembang perumahan).
a.

Hak Pengembang Perumahan
Hak pelaku usaha (pengembang perumahan) diatur dalam pasal 6
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
yaitu :
a.

b.
c.
d.

e.

Hak untuk menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang
diperdagangkan;
Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan
konsumen yang beritikad tidak baik;
Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian sengketa konsumen;
Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum
bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.

63

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2003. Hal.33
64
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2010. Hal. 84

Universitas Sumatera Utara

57

b.

Kewajiban Pengembang Perumahan
Kewajiban pelaku usaha (pengembang perumahan) diatur dalam Pasal
7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
yaitu :
a.
b.

c.
d.

e.

f.

g.

c.

Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan
jujur, serta tidak diskriminatif;
Memperlakukan mutu barang dan/jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan, berdasarkan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku;
Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji,
dan/atau mencoba barang dan/atau garansi atas barang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
Memberi kompensasi, ganti kerugian dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
Memberi kompensasi, ganti kerugian dan/atau penggantian
apabila barang dan/atau jasa yang diterima dan dimanfaatkan
tidak sesuai dengan perjanjian.

Larangan dalam pengembang perumahan
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen mengatur larangan pelaku usaha (pengembang perumahan) yang
sifatnya umum dan secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
yaitu:
a.

b.

Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi
syarat dan standar yang layak untuk dipergunakan atau dipakai
atau dimanfaatkan oleh konsumen.
Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar,
tidak akurat, dan yang menyesatkan konsumen.

Universitas Sumatera Utara

58

C.

Konsumen Perumahan

1.

Pengertian Konsumen Perumahan
Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-

Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Secara harafiah arti kata
consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang.
Begitu pula Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai
pemakai atau konsumen.65
Konsumen merupakan salah satu pihak dalam hubungan dan transaksi
ekonomi yang hak-haknya sering diabaikan (oleh sebagian pelaku usaha).
Akibatnya, hak-hak konsumen perlu dilindungi.66 Menurut Undang-Undang
Perlindungan Konsumen pasal 1 angka 2, “Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.’’ Sebelum muncul Undang-Undang Perlindungan
Konsumen yang diberlakukan pemerintah mulai 20 april 2000, praktis hanya
sedikit pengertian normatif yang tegas tentang konsumen dalam hukum positif di
indonesia. Dalam garis-garis besar haluan negara (ketetapan MPR No.
II/MPR/1993) disebutkan kata konsumen dalam rangka membicarakan tentang
sasaran bidang perdagangan. Sama sekali tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang
pengertian istilah ini dalam ketetapan tersebut.
Diantara ketentuan normatif itu terdapat Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(diberlakukan 5 maret 2000; satu tahun setelah diundangkan). Undang-undang ini
65

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2009,

hal.22
66

Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta, 2008, hlm. 22

Universitas Sumatera Utara

59

memuat suatu definisi tentang konsumen, yaitu setiap pemakai dan atau pengguna
barang dan atau jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
orang lain.67
Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para ahli
hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai, pemakai produksi
terakhir dari benda dan jasa (uiteindelijke gebruiker van goederen en dienten).
Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan
pemakai terakhir (konsumen antara) dan konsumen pemakai terakhir. Konsumen
dalam arti luas mencakup kedua kriteria itu, sedangkan konsumen dalam arti
sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir.68
2.

Hak dan Kewajiban Konsumen
Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan

kewajiban.
a.

Hak konsumen
Menurut ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
konsumen memiliki hak sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

67
68

Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang/jasa;
Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan
nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang/jasa;
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang/jasa
yang digunakan;
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2006. Hal. 2
Ibid. Hal 3

Universitas Sumatera Utara

60

h.

i.

Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau
penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.

Disamping

itu

Organisasi

Konsumen

Sedunia

(International

Organization of Consumers Union) memdeklarasikan 4 (empat) hak dasar
konsumen lainnya, yaitu :69

b.

1)

Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup;

2)

Hak untuk memperoleh ganti rugi;

3)

Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen;

4)

Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.

Kewajiban konsumen
Kewajiban konsumen dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, adalah sebagai berikut :
a.

b.

c.
d.

Membaca dan mengikuti petunjuk pemakaian dan pemanfaatan
barang/jasa. Tujuannya adalah untuk menjaga keamanan dan
keselamatan bagi konsumen itu sendiri;
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang/jasa. Itikad baik sangat diperlukan ketika konsumen akan
bertransaksi;
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; dan
Mengikuti upaya penyelesaian hokum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman tidak membedakan secara jelas
tentang hak dan kewajiban antara pengembang perumahan dan konsumen,
dimana hak pengembang perumahan dan konsumen diatur didalam Pasal
129, yaitu :
69

Ahmadi Miru dan SutarmanYodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali Press,
Jakarta, 2010, hal. 39

Universitas Sumatera Utara

61

“Dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman,
setiap orang berhak:
a.
menempati, menikmati, dan/atau memiliki/memperoleh rumah
yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan
teratur;
b.
melakukan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;
c.
memperoleh informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman;
d.
memperoleh manfaat dari penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman;
e.
memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami
secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman; dan
f.
mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang
merugikan masyarakat.”
Sedangkan Pasal 130 mengatur tentang kewajiban pengembang
perumahan dan konsumen, dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman, setiap orang wajib :
a.
b.

c.

d.

menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan, dan kesehatan di
perumahan dan kawasan permukiman;
turut mencegah terjadinya penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman yang merugikan dan membahayakan
kepentingan orang lain dan/atau kepentingan umum;
menjaga dan memelihara prasarana lingkungan, sarana
lingkungan, dan utilitas umum yang berada di perumahan dan
kawasan permukiman; dan
mengawasi pemanfaatan dan berfungsinya prasarana, sarana,
dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
TANGGUNG JAWAB PENGEMBANG PERUMAHAN TERHADAP
KONSUMEN PERUMAHAN DALAM PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH
YANG DILAKUKAN ANTARA PENGEMBANG PERUMAHAN DENGAN
KONSUMEN PERUMAHAN

E.

Gambaran Umum Tentang Perumahan “Azzahra Residence”
Perumahan “Azzahra Residence” merupakan salah satu perumahan yang

terdapat di jalan Sampurna, kecamatan Rantau Selatan, Rantauprapat, yang hadir
untuk menjawab atas kebutuhan rumah oleh masyarakat di Rantauprapat
khususnya dan dikabupaten Labuhan Batu pada umumnya. Berdiri dilahan seluas
2 hektar dan membangun sebanyak 88 unit rumah yang terdiri dari 3 tipe rumah,
yaitu tipe 50 sebanyak 31 unit, tipe 45 sebanyak 19 unit dan tipe 36 sebanyak 38
unit. Harga setiap unit bervariasi sesuai dengan luas yang berbeda pula. Termurah
adalah tipe 36 yang merupakan salah satu tipe rumah yang termasuk dalam
program KPR BTN Sejahtera FLPP, yaitu kredit pemilikan rumah program
kerjasama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan
suku bunga rendah dan cicilan ringan dan tetap sepanjang jangka waktu kredit,
terdiri atas KPR Sejahtera Tapak untuk pembelian rumah Tapak dan KPR
Sejahtera Susun untuk pembelian Rumah Susun.70 Harga tipe 36 ini sebesar 110
juta Sesuai Kepmen PUPR No. 348/KPTS/M/2015 tentang Batasan Harga Jual
Rumah yang dapat diperoleh melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah

70

http://www.btn.co.id/produk/produk-kredit/kredit-perorangan/kpr-bersubsidi, diakses
tanggal 18 Nopember 2015 pukul 21:06.

62
Universitas Sumatera Utara

63

Sejahtera. Selanjutnya ada tipe 45 berjumlah 19 unit yang dijual dengan
harga 145 juta. Dan yang termahal adalah tipe 50 dengan harga 170 juta.
Perumahan “Azzahra Residence” memiliki letak yang strategis di
Sampurna, yaitu dikelilingi oleh beberapa sekolah mulai tingkat sekolah dasar
sampai perguruan tinggi dan dekat dengan pusat perbelanjaan. Hal ini menjadi
nilai tambah yang membuat perumahan azzahra residence terjual habis hanya
dalam waktu 3 bulan sejak launching.71
Perumahan “Azzahra Residence” pada awalnya berbadan hukum CV. Indra
Jaya, tapi seiring dengan berjalannya waktu dan adanya kebutuhan untuk bekerja
sama dengan Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai pihak yang akan
menyalurkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), maka manajemen CV. Indra Jaya
merubah badan hukumnya menjadi PT. Berkah Tawakkal.

F.

Pelaksanaaan

perjanjian jual

beli

rumah antara pengembang

perumahan (developer) dengan konsumen perumahan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, ternyata bentuk
perjanjian jual beli rumah dibuat dan lazim dipergunakan dalam dunia usaha
adalah berbentuk perjanjian baku. Hal tersebut dibuat semata-mata hanya untuk
memudahkan dalam transaksi perjanjian jual beli rumah. Pelaku usaha dalam hal
ini pengembang tidak perlu setiap kali melakukan perjanjian, harus membuat
terlebih dahulu surat perjanjian. Demikian pula halnya dengan konsumen, belum
tentu mau direpotkan untuk membuat draft perjanjian secara bersama-sama
mengingat tidak adanya waktu luang. Oleh karenanya pembuatan surat perjanjian
71

Wawancara dengan Bapak Endang Harcipta selaku Direktur Utama PT. Berkah Tawakkal
di Medan.

Universitas Sumatera Utara

64

atau akta perjanjian dalam bentuk baku bukan sesuatu yang buruk, tetapi justru
mempermudah kedua belah pihak dalam melakukan perjanjian sepanjang isinya
tidak merugikan kedua belah pihak.
Ditinjau dari aspek hukum perjanjianpun, perjanjian baku yang dibuat oleh
pegembang perumahan (developer) tetap dianggap sah asal telah memenuhi
ketentuan persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Perjanjian baku atau dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebut dengan klausula baku
adalah “setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan
dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh
konsumen.”
Para pelaku usaha pada prinsipnya tidak dilarang untuk memuat klausula
baku atas setiap dokumen dan/atau perjanjian, selama dan sepanjang perjanjian
baku dan/atau klausula baku tersebut tidak mencantumkan ketentuan sebagaimana
dilarang dalam pasal 18 ayat (1) undang-undang perlindungan konsumen,72 yaitu :
(1)

72

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada
setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a.
menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b.
menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli konsumen;
c.
menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh
konsumen;
d.
menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala
tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran;

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, op.cit, hal. 57

Universitas Sumatera Utara

65

e.
f.

g.

h.

mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa
atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual
beli jasa;
menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang
dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya;
menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha
untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan
terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Dan perjanjian baku tersebut juga, tidak “berbentuk” sebagaimana dilarang
dalam pasal 18 ayat (2).73
(2)

Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau
bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti.
Dengan demikian dengan ditandatanganinya perjanjian jual beli rumah

antara pengembang perumahan (developer) dengan konsumen maka terjadilah
hubungan hukum antara keduanya.
Dalam praktek di lapangan, perjanjian jual beli rumah antara pengembang
perumahan (developer) dengan konsumen didahului oleh Perjanjian Pengikatan
Jual Beli (PPJB), yakni suatu perjanjian awal adanya kesepakatan jual beli rumah.
Perjanjian Pengikatan Jual Beli atau PPJB ini merupakan salah satu bentuk
perikatan yang berasal dari perjanjian dan lahir dari adanya sepakat diantara para
pihak yang membuatnya. Dalam Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1
tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, juga mengatur dengan
jelas mengenai Perjanjian Pengikatan/Pendahuluan Jual Beli, yaitu :

73

Loc.it

Universitas Sumatera Utara

66

(1)

Rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun yang masih dalam
tahap proses pembangunan dapat dipasarkan melalui sistem perjanjian
pendahuluan jual beli sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Perjanjian merupakan sumber perikatan yang penting, karena melalui
perjanjian para pihak mempunyai kebebasan untuk mengadakan segala jenis
perikatan, dengan batasan yang tidak dilarang oleh undang-undang, berlawanan
dengan kesusilaan atau ketertiban umum.
Istilah atau sebutan lain yang berkembang dalam penggunaan istilah
perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian akan jual beli atau perjanjian
pendahuluan jual beli (Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman). Perjanjian pengikatan jual beli
adalah perjanjian pendahuluan yang dibuat oleh calon penjual dan calon pembeli
atas dasar kesepakatan sebelum jual beli dilakukan, dalam rangka untuk
meminimalisir benih sengketa yang mungkin muncul dikemudian hari. Perjanjian
ini dilakukan sebelum terjadinya peristiwa hukum jual beli, dan objek
perjanjiannya dapat berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Tapi, dalam
skripsi ini perjanjian pengikatan jual beli yang dibahas adalah perjanjian
pengikatan jual beli sebagai perjanjian pendahuluan pada jual beli rumah baik
bangunan dan tanahnya.
Selain untuk meminimalisir benih sengketa yang akan muncul kemudian
hari, dari hasil wawancara dengan pihak pengembang perumahan maka dapat
ditemukan beberapa hal yang membuat pihak pengembang selaku penjual dan
pihak pembeli membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli, yaitu sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

67

1.

Bahwa objek yang hendak dijual kepada konsumen, dalam hal ini bangunan
masih dalam tahap proses pembangunan sehingga walaupun konsumen
kemungkinan bisa melakukan pelunasan pembayaran tetapi karena
bangunan belum dapat diserahterimakan sehingga dibuat PPJB terlebih
dahulu;

2.

Bahwa sertipikat tanah yang hendak dijual kepada konsumen masih dalam
proses pemecahan sertipikat, begitu pula dengan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB);

3.

Kemampuan pembeli untuk membeli rumah dengan cara mencicil/angsuran
; dan

4.

Strategi pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengembang dengan
memberikan cara pembayaran dengan cara angsuran yang ringan dan jangka
waktu yang panjang serta sudah dapat menempati bangunan/rumah tersebut.
Format atau isi perjanjian pengikatan jual beli yang ditawarkan oleh

pengembang perumahan kepada konsumen yaitu terdiri dari 4 pasal, yaitu :
a.

Pasal 1 berisi mengenai obyek perjanjian pengikatan jual beli, yaitu jenis
properti yang akan diperjualbelikan;
1.

b.

Properti
Properti
Type
LT/LB

: .............................................................
: .............................................................
: .............................................................
.............................................................

Pasal 2 mengatur mengenai harga jual rumah serta tata cara pembayaran
yang akan dilakukan diantara para pihak yang akan mengikatkan diri;
2.

Harga jual
Terbilang

: ..............................................................
: ..............................................................
..............................................................

Universitas Sumatera Utara

68

Tata cara pembayaran
Tanda jadi
: ..............................................................
DP (Down Payment): ............................................................
Pelunasan
: ..............................................................
..............................................................
c.

Pasal 3 perjanjian pengikatan jual beli berisi mengenai identitas pihak
penjual dalam hal ini pihak pengembang perumahan serta biaya-biaya yang
menjadi tanggungan pihak penjual yaitu pembuatan sertifikat, pengurusan
Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pemasangan instlasi listrik dan air;
3.

d.

Penjual / pemilik property
Nama lengkap
: .............................................................
Biaya yang menjadi tanggungan penjual/pemilik property
a.
...............................................................................................
b.
...............................................................................................
c.
...............................................................................................
d.
...............................................................................................
e.
...............................................................................................

Pasal 4 mengatur mengenai identitas pihak pembeli yang berisikan
mengenai nama lengkap, alamat, nomor Kartu Tanda Penduduk (KTP),
nomor telepon dan biaya-biaya yang menjadi tanggungan pihak pembeli
rumah.
4.

Pembeli
Nama lengkap
Alamat

: ............................................................
: ............................................................
............................................................
Nomor KTP
: ............................................................
Nomor Telepon
: ............................................................
Biaya yang menjadi tanggungan pembeli
a.
..............................................................................................
b.
..............................................................................................
c.
..............................................................................................
d.
..............................................................................................
e.
..............................................................................................
Pada isi perjanjian pengikatan antara pihak pengembang perumahan juga
memuat keterangan perjanjian pengikatan jual beli yang sudah disepakati tidak

Universitas Sumatera Utara

69

dapat dibatalkan oleh pemilik dalam hal ini pihak pengembang, menurut bapak
Endang Harcipta, hal ini membuktikan komitmen pihak pengembang dalam
melakukan pembangunan dan penjualan rumah.74
Dengan komitmen penuh dari pihak pengembang diatas maka pada klausual
berikutnya memuat bahwa uang tanda jadi (Down Payment) pihak pembeli yang
telah sepakat melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli akan hangus apabila
perjanjian tersebut dibatalkan secara sepihak oleh pihak pembeli.
Hangusnya

uang tanda jadi (Down Payment) akibat pembatalan secara

sepihak oleh pembeli atau konsemen ini sesuai dengan Pasal 1464 KUHPerdata,
yaitu : “ jika pembelian dibuat dengan memberi uang panjar tak dapatlah salah
satu pihak meniadakan pembelian itu dengan menyuruh memiliki atau
men

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Developer Perumahan Kepada Konsumen Perumahan Terhadap Iklan dan Brosur Perumahan yang Menyesatkan Konsumen Perumahan Dikaitkan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi pada CV. Surya Abadi)

13 134 95

Perjanjian Jual Beli Kavling Oleh Pengembang Perumahan (Studi Di Kota Medan)

12 128 113

Tanggung Jawab Perusahaan Pengembang Perumahan Terhadap Konsep Pengembangan Permukiman Terpadu Yang Berwawasan Lingkungan (Studi Terhadap Perusahaan Pengembang Perumahan Di Kota Medan,2003

0 48 220

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PERUMAHAN ATAS PENERBITAN BROSUR PEMASARAN OLEH PERUSAHAAN PENGEMBANG PERUMAHAN (DEVELOPER)

3 23 53

TANGGUNG JAWAB PENGEMBANG PERUMAHAN (DEVELOPER) TERHADAP KERUGIAN YANG DIDERITA KONSUMEN (Studi Pada PT Utami Jaya Mandiri)

2 11 74

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN BAKU JUAL BELI PERUMAHAN

1 8 95

TANGGUNG JAWAB PIHAK PENGEMBANG TERHADAP KONSUMEN PERUMAHAN TERKAIT TIDAK DIKELOLA DAN TIDAK DISERAHKANNYA PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS UMUM DI LINGKUNGAN PERUMAHAN OLEH PIHAK PENGEMBANG KEPADA PEME.

0 1 2

TANGGUNG JAWAB PENGEMBANG PERUMAHAN KEPADA KONSUMEN PERUMAHAN TERHADAP KENAIKAN HARGA RUMAH YANG DISEBABKAN PERJANJIAN ANTARA PENGEMBANG PERUMAHAN DENGAN PIHAK KETIGA DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO.

0 0 2

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH - Tanggung Jawab Developer Perumahan Kepada Konsumen Perumahan Terhadap Iklan dan Brosur Perumahan yang Menyesatkan Konsumen Perumahan Dikaitkan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi pada CV.

0 1 24

BAB I PENDAHULUAN - Tanggung Jawab Developer Perumahan Kepada Konsumen Perumahan Terhadap Iklan dan Brosur Perumahan yang Menyesatkan Konsumen Perumahan Dikaitkan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi pada CV. Surya Abadi)

0 1 10