Pola perladangan berpindah Beberapa
26
masih hidup. Hakekat yang terkandung di dalam sistem religi adalah menuntun dan
meneladani masyarakat Dayak untuk senantiasa berperilaku serasi dengan dinamika
alam semesta, sehingga terwujud keseimbangan hubungan antara manusia dengan
alam lingkungan Arkanudin 2012.
Suatu contoh nilai‐nilai kearifan lokal yang diterapkan pada usaha perladangan
berpindah diuraikan sebagai berikut:
• Pola perladangan yang digunakan oleh masyarakat adalah pola berladang gilir balik.
Artinya suatu areal yang sudah dibuka dan setelah dipakai berladang akan ditinggal
untuk beberapa waktu tertentu, sebelum dimanfaatkan kembali. Hal ini dilakukan
untuk mengembalikan kesuburan tanah yang sepenuhnya mengandalkan
pulihnya vegetasi hutan secara alami Surjanto 2010. Kemudian, setelah
ladang yang ditinggal untuk beberapa waktu tersebut, masyarakat kembali
mengelolanya untuk dibuat kebun. • Para peladang lebih suka memanfaatkan Jekau hutan sekunder dari pada
Empak hutan primer Alamsyah 2010. Hutan sekunder merupakan hasil
regenerasi pemulihan setelah sebelumnya mengalami kerusakan sehingga
relative mudah untuk mebukanya dibanding hutan pimer.
• Sebelum membuka ladang, masyarakat terlebih dulu melakukan survey untuk lokasi
perladangan. Survey tersebut dilakukan di hutan jekau Hutan sekunder untuk
mencari lahan yang cocok buat berladang. Tidak hanya itu dalam menentukan
calon lokasi ladang suku Dayak juga terlebih dahulu melakukan ritual
khusus dan kontemplasi tenung. Ritual dan kontemplasi tersebut dimaksudkan
untuk memperoleh petunjuk dan ijin dari roh‐roh gana yang mendiami
hutan yang akan dijadikan calon lokasi ladang apakah daerah tersebut boleh
atau tidak dijadikan lokasi ladang. Jawaban boleh atau tidak dapat disampaikan
oleh roh‐roh salah satunya melalui pertanda gerakan dan suara binatang
burung, rusa dan lain‐lain Dohong 2009a. • Dalam aktifitas membuka lahan, tidak semua tumbuhan yang ada di sekitarnya
dibabat, namun masih ada sebagian yang dibiarkan tumbuh subur di ladang
mereka yang dianggap bermanfaat di kemudian hari.
27
• Membuka ladang dengan cara membakar tidak dilakukan dengan sembarangan. Sebelum
membakar, disiapkan sekat bakar terlebih dahulu hal ini dilakukan agar api
tidak liar sehingga dapat dikontrol olah pembuka ladang. • Peristiwa berladang sebenarnya adalah peristiwa budaya, dimana budaya
handep hapakat atau kerjasama sejak menebas, membakar, menanam, hingga
memanen merupakan rangkaian kearifan yang ditorehkan dalam kebersamaan
dan semangat gotong royong.
• Berladang adalah budaya regeneratif, dimana karet, rotan, damar dan tumbuhan
lainnya ditanam pasca perladangan sebelumnya. Budaya ini, karenanya
masyarakat Dayak menanam tumbuhan tersebut di bekas ladang terdahulu
adalah suatu keharusan dan untuk kepentingan lebih jauh. • Hukum adat memberikan sanksi kepada mereka yang merusak hutan dan lahan
dengan cara membakar secara sembarangan. Hukum adat yang dimaksud dapat
berupa Denda Adat, Pati Pamali, Penggantian Kerugian dan yang lebih berat
biasanya sampai “hukum sosial” yaitu rasa malu yang harus ditanggung oleh
pelaku jika merusak kebun atau ladang orang lain.