Pesan Dalam Iklan Televisi Yang Diperankan Oleh Anak-Anak Ditinjau Dari Bahasa Rupa
(2)
(3)
(4)
Oleh
Linda Mega Silviana 90.102.13.006
TESIS
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Magister Desain
FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
2016
(5)
(6)
(7)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan tesis ini. Penelitian berjudul “PESAN DALAM IKLAN TELEVISI YANG DIPERANKAN OLEH ANAK-ANAK, DITINJAU DARI BAHASA RUPA” ini, penulis harap mampu menghadirkan sebuah wacana alternatif mengenai penyiaran televisi beserta aturan dan Undang-undang penyiaran khususnya dalam iklan televisi. Penelitian mengenai iklan ini didasarkan atas keingintahuan penulis terhadap fenomena iklan televisi khususnya yang diperankan oleh anak-anak sebagai pembawa muatan pesan dalam iklan. Selain itu penulis ingin mengetahui secara lebih mendalam bagaimana penggunaan dan penerapan teori Bahasa Rupa dalam media audio visual.
Selain itu, penulis ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberi kontribusi atas terselesaikannya laporan tesis ini:
1. Bapak Prof. Primadi Tabrani selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, saran dan arahan dalam proses penulisan serta penyelesaian tesis.
2. Para dosen Fakultas Desain Pascasarjana Unikom yang telah memberikan banyak masukan dan pembelajaran.
3. Ibu Yunita Sari, M.Psi., dosen dan praktisi psikologi anak-anak selaku narasumber dalam penelitian.
4. Para dosen Fakultas Desain Komunikasi Visual Unikom yang telah berbagi ilmu, informasi serta masukan dalam penelitian.
(8)
5. Suami tercinta, Liliq Abdul Kholiq, S.Ds dan orang tua yang selalu memberikan semangat dan motivasi hingga terselesaikannya laporan tesis ini.
6. Teman-teman mahasiswa Pascasarjana Fakultas Desain Unikom angkatan 2013 yang selalu berbagi ilmu dan sama-sama berjuang demi terselesaikannya tesis dan studi S2 ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan, setidaknya laporan tesis ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan untuk diri penulis dan pembaca pada umumnya.
Bandung, Februari 2016
Penulis
(9)
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRACT ... iv
ABSTRAK ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR BAGAN ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 6
1.3 Rumusan Masalah ... 7
1.4 Tujuan Penelitian ... 7
1.5 Manfaat Penelitian ... 8
1.6 Pembatasan Masalah dan Asumsi ... 9
1.6.1 Batasan Masalah ... 9
1.6.2 Asumsi Penelitian ... 9
1.7 Sistematika Penulisan... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1 Iklan Televisi ... 12
2.1.1 TeknikVisual Iklan Televisi ... 14
2.1.2 Daya Tarik dan Pendekatan Iklan Televisi ... 16
2.1.3 Naskah Iklan Televisi... 19
(10)
2.2.1 Angle dan Pergerakan Kamera ... 21
2.2.2 Ukuran Pengambilan ... 23
2.3 Peran Anak-anak ... 27
2.3.1 Psikologi Anak-anak ... 27
2.3.2 Anak-anak Dalam Undang-undang Penyiaran ... 34
2.4 Penelitian Sebelumnya ... 37
2.5 Teori Bahasa Rupa ... 41
2.6 Alur Penelitian ... 45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46
3.1 Metode dan Alur Pembahasan ... 46
3.2 Sumber Data dan Cara Penentuan Informasi ... 50
3.2.1 Sumber Data ... 50
3.2.2 Cara Penentuan Informasi ... 51
3.3 Perancangan dan Analisis Data ... 53
3.3.1 Storyboard Iklan Tri Indie+ ... 54
3.3.2 Storyboard Iklan Walls Selection ... 63
3.3.3 Storyboard Iklan Margarin Forvita ... 68
3.4 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 71
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 72
4.1 Iklan Televisi Dengan Figur Anak ... 72
4.1.1 Pesan Iklan Televisi yang Diperankan Oleh Anak-anak ... 73
4.1.2 Bahasa Rupa Iklan Televisi yang Diperankan Oleh Anak-anak ... 86
4.1.3 Pesan Iklan dan Aturan Periklanan ... 103
4.2 Pembahasan Penelitian ... 106
4.2.1 Membaca Bahasa Rupa Iklan Tri Indie+ ... 106
4.2.2 Membaca Bahasa Rupa Iklan Wall’s Selection ... 135
(11)
BAB V KESIMPULAN... 158
5.1 Kesimpulan ... 158
5.2 Saran ... 161
DAFTAR PUSTAKA ... 163
LAMPIRAN ... 167
(12)
1 1.1Latar Belakang Masalah
Hakikat bahasa rupa berkaitan dengan pengungkapan makna atau pesan pada gambar atau karya visual yang mengandung cerita. Dalam membaca teks (pesan) adalah konteks bahasa kata, sedangkan konteks bahasa rupa adalah membaca dan membuat gambar. Seperti yang ditulis dalam buku Bahasa Rupa Primadi Tabrani (2012) bahwa gambar atau karya visual yang diteliti dalam bahasa rupa mencakup gambar yang representatif bukan gambar abstrak maupun geometris. Gambar atau karya visual yang bercerita misalnya gambar anak, lukisan prasejarah, gambar cadas, relief candi, wayang, komik, film, poster, dan karya sejenis lainnya. Adapun gambar yang tidak representatif (gambar abstrak, geometris) memerlukan teknik yang berbeda dalam menangkap pesan.
Dalam bahasa rupa terdapat beberapa rumpun bahasa rupa yang dapat ditinjau dari media yang digunakan. Salah satu rumpun bahasa rupa adalah audio visual media atau bahasa rupa pada media rupa-rungu dwimatra dinamis diantaranya adalah wayang kulit/golek, film, dan televisi. Televisi merupakan media bahasa rupa yang cukup berkembang, hal ini karena televisi merupakan media yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia serta televisi memiliki berbagai kelebihan dibandingkan jenis media lain (Morrisan, 2010: 240). Televisi merupakan media audio visual yang dapat didengar sekaligus dilihat, karena
(13)
melibatkan dua alat indera, yaitu indera pendengaran dan indera penglihatan. Lain halnya dengan media komunikasi lain seperti radio, surat kabar, dan majalah yang hanya menggunakan satu indera. Penelitian di Barat membuktikan bahwa indera penglihatan memiliki peranan yang lebih besar bagi manusia dalam menerima dan menangkap informasi, dibanding menggunakan indera lain (Tabrani, 2012: 59).
Televisi sebagai bagian dari media komunikasi tidak hanya menayangkan program siaran tertentu saja melainkan televisi pun digunakan sebagai media untuk mempromosikan dan mengiklankan barang dan jasa. Media dalam iklan dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu iklan cetak dan iklan elektronik. Dua jenis kelompok media iklan tersebut (kecuali radio) tidak akan lepas dari unsur visual yang mempengaruhi. Dalam bahasa rupa, visual lebih berperan penting dalam menyampaikan pesan. Iklan elektronik seperti dalam iklan televisi lebih banyak menampilkan visual sebagai media utama dalam menyampaikan pesan iklan. Dalam mendukung visual, iklan pun menampilkan teks, seperti penambahan nama atau merek produk, nama perusahaan produsen, slogan, dan lain-lain dengan tujuan untuk memperjelas pesan iklan. Dalam periklanan, istilah ini disebut dengan super yang merupakan singkatan dari istilah perfilman super imposed, yaitu huruf, tulisan, atau gambar grafis yang dimunculkan atau dicetak diatas gambar (Madjadikara, 2004: 51).
Iklan merupakan sebuah alat atau perangkat yang memuat dan membawa pesan-pesan penjualan kepada calon pembeli (Jefkins, 1997: 84), sedangkan dalam Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia, iklan adalah segala bentuk pesan mengenai suatu produk yang disampaikan melalui suatu media serta
(14)
ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Tujuan iklan adalah mengenalkan dan mempromosikan produk atau jasa kepada konsumen dengan melakukan strategi pemasaran. Menurut Jefkins, tanpa adanya periklanan, maka keberadaan berbagai produk barang atau jasa tidak diketahui oleh masyarakat, dan barang atau jasa tersebut tidak dapat mengalir ke masyarakat. Tujuan iklan tidak akan tercapai jika pesan yang disampaikan tidak dipahami dan dimengerti oleh konsumen/calon konsumen baik itu dalam iklan media cetak maupun iklan pada media elektronik.
Salah satu media yang digunakan dalam menyampaikan pesan serta mempromosikan iklan pada masa kini adalah televisi. Televisi merupakan bentuk media komunikasi massa yang bertujuan untuk menyampaikan informasi, pendidikan, hiburan serta kontrol dan perekat sosial. Muatan atau pesan yang disampaikan dalam iklan ditelevisi yang dikemas menarik dapat menarik perhatian masyarakat. Beberapa iklan dari beragam produk saling bersaing menampilkan iklan yang menarik dengan menggunakan tema kehidupan sosial, tren masa kini, hingga pendekatan dengan tema-tema komedi baik dari visual yang ditampilkan maupun narasi atau naskah iklan yang digunakan.
Fenomena dalam iklan yang terjadi menurut Harris Thajeb selaku ketua umum lembaga periklanan yang berwenang dalam menjaga kode etik periklanan, yaitu Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia mengatakan bahwa, dengan meningkatnya intensitas persaingan bisnis melalui iklan untuk merebut pasar konsumen, iklan yang dibangun tidak sepenuhnya efektif dan etis, sebagian iklan melanggar aturan Etika Pariwara Indonesia. Etika Pariwara Indonesia atau
(15)
disingkat EPI, merupakan sebuah aturan khusus yang mengatur ketentuan normatif menyangkut profesi dan usaha periklanan di Indonesia. Salah satu pelanggaran dalam EPI yaitu terkait dengan penggunaan istilah atau kata yang bersifat superlatif tanpa bukti pendukung yang objektif. Berdasarkan laporan Badan Pengawas Periklanan ditemukan total pelanggaran sebanyak 358 kasus pada tahun 2009-2013.
Indonesia memiliki lembaga yang mengatur penyelenggaraan penyiaran di Indonesia, yaitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan lembaga khusus penyiaran iklan oleh Badan Pengawas Periklanan (BPP) yang berada dibawah naungan lembaga Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI). Selain mengatur ketentuan mengenai profesi dan usaha periklanan, dalam EPI pun dijelaskan bagaimana batasan-batasan normatif untuk konten iklan, berikut penggunaan tokoh dalam iklan. Salah satu aturan EPI adalah aturan penggunaan tokoh anak-anak, ketentuan tersebut diantaranya:
Anak-anak tidak boleh digunakan untuk mengiklankan produk yang tidak layak dikonsumsi oleh anak-anak, tanpa didampingi orang dewasa.
Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan- adegan yang berbahaya, menyesatkan atau tidak pantas dilakukan oleh anak-anak.
Iklan tidak boleh menampilkan anak-anak sebagai penganjur bagi penggunaan suatu produk yang bukan untuk anak-anak.
(16)
Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengeksploitasi daya rengek (pester power) anak-anak dengan maksud memaksa para orang tua untuk mengabulkan permintaan anak-anak mereka pada produk terkait.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka sebuah iklan harus memperhitungkan kesesuaian antara tokoh dalam iklan dengan produk yang diiklankan, khususnya penggunaan anak-anak. Selain itu, terdapat beberapa iklan bermasalah dan melanggar aturan lainnya adalah terkait ketidaksesuaian penempatan jam tayang, penggunaan model yang tidak sesuai dengan produk, dan lain sebagainya.
Dalam iklan, sebuah produk hendaknya merepresentasikan manfaat, fungsi, atau keunggulan produk yang ditawarkan berdasarkan fakta-fakta dan bukti relevan. Mulai dari pemilihan tokoh yang sesuai dengan segmentasi produk atau pun target konsumen. Namun, beberapa iklan muncul ditelevisi terkadang menampilkan iklan yang kontroversial hingga memunculkan pro dan kontra dimasyarakat. Salah satunya adalah ketidaksesuaian antara muatan pesan iklan yang disajikan dengan karakter dan tokoh yang menyajikan pesan dari produk, diluar kapasitas tokoh untuk membawakan pesan iklan tersebut. Konsep demikian bisa jadi bagian dari strategi pemasaran. Namun dalam merancang strategi pemasaran produk khususnya pada iklan televisi harus tetap memperhitungkan efek positif maupun negatif yang diterima oleh masyarakat secara umum.
Terdapat beberapa iklan yang menayangkan produk untuk dewasa dan diperankan sepenuhnya oleh anak-anak. Salah satu iklan yang menggunakan figur anak-anak dan dianggap bermasalah dengan aturan EPI dan KPI adalah iklan
(17)
dengan adegan dan narasi yang tidak layak diperankan dan diucapkan oleh anak-anak dan mengajarkan tentang hal diluar kapasitas anak-anak-anak-anak untuk berpikir dan meniru perilaku orang dewasa.
Namun dari berbagai pelanggaran tersebut, intensitas persaingan bisnis melalui iklan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, serta produk yang diiklankan dalam berbagai media khususnya televisi mengalami peningkatan kebutuhan, walaupun konten dalam iklan dianggap salah, tidak efektif, dan etis, serta melanggar aturan. Hal tersebut dijadikan asumsi dasar penelitian untuk mengetahui bagaimana sebenarnya muatan-muatan pesan yang dibangun dalam suatu iklan, khususnya iklan yang diperankan oleh anak-anak, dan dianggap bersalah melanggar aturan dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI).
1.2Identifikasi Masalah
Permasalahan yang dapat diidentifikasi mengenai muatan pesan iklan televisi yang diperankan oleh anak-anak ditinjau dari bahasa rupa adalah:
Peningkatan intensitas persaingan bisnis yang tidak diiringi dengan iklan yang efektif dan etis dalam merebut pasar konsumen, yang menyebabkan banyaknya pelanggaran terjadi.
Penggunaan figur anak-anak yang membicarakan konteks dewasa pada iklan yang tidak sesuai dengan usia anak-anak.
Penggunaan naskah iklan yang terkesan berlebihan (hiperbola) dan tidak sewajarnya disampaikan oleh anak-anak.
(18)
1.3Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah:
Bagaimana pesan yang disampaikan dalam iklan televisi yang diperankan oleh anak-anak dan dianggap melanggar aturan undang-undang penyiaran.
Bagaimana Bahasa Rupa dalam iklan televisi yang diperankan oleh anak-anak.
Bagaimana pesan pada iklan televisi yang diperankan oleh anak-anak dikaitkan dengan aturan undang-undang penyiaran.
1.4Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah:
Untuk mengetahui bagaimana pesan yang disampaikan pada iklan yang diperankan oleh anak-anak dan dianggap melanggar aturan undang-undang penyiaran dalam kaitannya promosi sebuah produk.
Untuk mengetahui bagaimana penggunaan Bahasa Rupa pada iklan yang diperankan oleh anak-anak, sebagai bahasa komunikasi visual dalam membawa pesan-pesan penjualan iklan.
Untuk mengetahui bagaimana pesan pada iklan televisi yang diperankan oleh anak-anak dikaitkan dengan aturan undang-undang penyiaran.
(19)
1.5Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian adalah: Bagi dunia akademik
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi dalam mengkaji iklan televisi, khususnya dikaitkan dengan kajian dan teori bahasa rupa secara baik dan benar.
Bagi instansi pemerintah dan swasta
Diantaranya KPI, BPP, dan PPPI, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menilai suatu tayangan khususnya iklan yang diindikasi mendapatkan pelanggaran. Selain itu hasil penelitian dapat dijadikan bahan pengembangan bagi aturan dalam EPI. Bagi profesional/praktisi
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi pegangan atau catatan serta gambaran umum dalam membuat sebuah iklan, khususnya terkait dengan iklan televisi.
Bagi peneliti
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti pada bidang desain, menambah dan memperkaya pengetahuan mengenai kajian bahasa rupa, periklanan dan aturan penyiaran yang berlaku di Indonesia, serta menambah pemahaman peneliti mengenai naskah iklan. Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan dan pengembangan bagi penelitian selanjutnya terkait iklan televisi dengan kajian bahasa rupa.
(20)
1.6Pembatasan Masalah dan Asumsi 1.6.1 Batasan Masalah
Dengan beragam dan banyaknya iklan yang ditayangkan ditelevisi, maka batasan masalah adalah sebatas mengungkap pesan-pesan yang terkandung dalam iklan televisi dengan teori bahasa rupa sebagai landasan yang digunakan dalam menganalisis penelitian. Iklan yang dipilih adalah iklan yang paling signifikan untuk diteliti, yaitu iklan yang diperankan oleh anak-anak dan melanggar aturan/undang-undang penyiaran (EPI).
1.6.2 Asumsi Penelitian
Berdasarkan objek penelitian dan rumusan masalah, maka dapat diasumsikan bahwa muatan pesan dalam iklan televisi yang diperankan oleh anak-anak yang mendapatkan pelanggaran oleh KPI ataupun EPI tidak sepenuhnya salah, terdapat hal lain yang menyangkut konteks kebudayaan dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat Indonesia yang sebenarnya sudah mengakar sejak lama. Dapat diasumsikan pula jika iklan-iklan yang diteliti sebenarnya memiliki pesan yang secara tidak langsung membuat pemirsa atau audiens „berpikir’ yang kemudian pesan-pesan dalam iklan tersebut tersimpan dibenak pemirsa yang menyaksikan. Adapun asumsi penelitian terkait aturan/undang-undang penyiaran, yang cenderung secara sepihak „membatasi’ kreatifitas pembuat iklan tanpa melihat konteks iklan sesungguhnya.
(21)
1.7Sistematika Penulisan BAB I: PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi mengenai deskripsi topik kajian dan latar belakang, masalah yang dikaji (statement of the problem), tujuan, dan lingkup permasalahannya, cara pendekatan dan metode penelitian yang digunakan, serta sistematika (outline) tesis.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisi mengenai uraian tentang alur pikir dan perkembangan keilmuan topik kajian serta referensi-referensi guna membahas permasalahan penelitian yang berkaitan dengan Bahasa Rupa pada iklan televisi. Dalam bab ini dijelaskan pula ulasan mengenai kesimpulan yang terdapat dalam setiap judul dalam daftar pustaka dan hubungan antara mengapa dan bagaimana topik kajian dipilih serta arah yang akan ditempuh dalam menyelesaikan pembahasan topik kajian.
BAB III: OBJEK PENELITIAN
Dalam bab ini berisi mengenai uraian cara dan pelaksanaan kerja, hasil pengamatan percobaan atau pengumpulan data dan informasi lapangan, pengolahan data dan informasi, analisis dan pembahasan data dan informasi serta pembahasan hasil.
(22)
BAB IV: PEMBAHASAN PENELITIAN
Dalam bab ini berisi mengenai pengolahan data dan informasi, analisis dan pembahasan data dan informasi serta pembahasan hasil penelitian mengenai iklan ditinjau dari Bahasa Rupa yang didasari oleh landasan teori serta metode penelitian.
BAB V: KESIMPULAN
Dalam bab ini berisi mengenai uraian kesimpulan dari hasil penelitian yang mengungkapkan pesan yang terkandung dalam iklan, khususnya iklan yang diperankan oleh anak-anak pada produk dewasa. Dalam bab berisi pula saran-saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan, baik bagi praktisi periklanan, instansi pemerintahan seperti KPI, PPPI, BPP, beserta aturan yang mengatur penyiaran periklanan yaitu EPI, dan juga pengembangan bagi penelitian selanjutnya.
(23)
12 2.1Iklan Televisi
Istilah iklan di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh Soedardjo Tjokrosisworo yang merupakan seorang tokoh pers nasional. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, iklan diartikan sebagai berita pesan (untuk mendorong, membujuk) kepada pemirsa/khayalak ramai tentang barang dan jasa yang ditawarkan; atau pemberitahuan kepada pemirsa/khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang didalam media massa.
Televisi termasuk kedalam kategori media massa elektronik yang memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan media lain karena televisi merupakan media yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia (Ardianto, 2007: 134). Mc.Luhan (1964) dalam Tabrani (2012: 53), menyebutkan kelebihan televisi, dibandingkan media lain diantaranya televisi merupakan perpanjangan indera peraba yang bersifat seketika, instant, total, sinaestesi, dan melibatkan partisipasi seluruh indera. Dapat dikatakan bahwa, semua indera dalam tubuh manusia terlibat secara langsung ketika menonton televisi. Mata tidak hanya melihat, telinga tidak hanya mendengar, namun menggabungkan dan melibatkan semua indera yang ada. Rhenald Kasali, seorang praktisi manajemen dan penulis pun mengatakan bahwa televisi hidup dan dihidupkan oleh pemirsa, mempengaruhi cara masyarakat berpikir dan bertindak, mengubah persepsi khalayak tentang
(24)
segala objek, dan membentuk perilaku (Kasali, 2013: 8). Menurut Ardianto, televisi memiliki karakteristik tertentunya diantaranya adalah 1) audio-visual yaitu dapat didengar sekaligus dilihat; 2) berpikir dalam gambar yaitu bagaimana sebuah naskah dapat diinterpretasikan oleh pemirsa televisi. Terdapat dua tahapan yang dilakukan dalam proses berpikir dalam gambar, pertama visualisasi yaitu menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan menjadi gambar secara individual, kedua penggambaran (picturization) yaitu merangkai/menggabungkan gambar individual menjadi makna tertentu; 3) pengoperasian lebih kompleks, maksudnya adalah dalam menyiarkan program televisi tentunya melibatkan orang banyak untuk memproduksi sebuah siaran termasuk memproduksi satu siaran iklan.
Iklan televisi merupakan salah satu media atau bagian dari klasifikasi iklan lini atas (above the line) selain tayangan iklan di media cetak, radio, billboard, dan lain sebagainya (Jeffkins, 1997: 28). Beberapa kelebihan maupun keunggulan televisi dibandingkan dimedia lain khususnya dalam penayangan iklan menurut Jeffkins (1997: 109) adalah kesan realistik, masyarakat lebih tanggap, bersifat repetisi/pengulangan, adanya pemilahan area siaran (zoning) dan jaringan kerja (networking) yang mengefektifkan penjangkauan masyarakat, ideal bagi pedagang eceran, serta terkait erat dengan media lain. Sedangkan menurut Morrisan (hal.240) kelebihan televisi diantaranya mencakup daya jangkau luas, selektifitas dan fleksibilitas, fokus perhatian, kreatifitas dan efek, serta prestise.
(25)
2.1.1 Teknik Visual Iklan Televisi
Dalam TVC (Tape Video Commercial) berisi materi iklan yang diberikan oleh biro iklan kepada stasiun televisi yang umumnya memiliki durasi mulai dari 5, 15, 30, 45, dan 60 detik. Terdapat beberapa teknik visual dan narasi yang dapat menarik perhatian pemirsa/audiens dalam pembuatan TVC atau iklan, diantaranya adalah: (1) Spoken Person: merupakan teknik yang menampilkan seseorang
dengan sebuah produk yang beriklan dan bergaya didepan kamera dengan gaya tertentu.
(2) Testimonial: teknik yang menggunakan seseorang yang terkenal, seperti selebritis yang memberikan kesaksiannya menggunakan produk yang diiklankan. Dalam teknik ini, selebritis diatur sedemikian rupa untuk mengiklankan produk.
(3) Close-ups: yaitu teknik yang mengclose-up sebuah produk dengan penyajian/pengambilan sudut kamera yang artistik guna menarik perhatian pemirsa/audiens.
(4) Story Line: merupakan teknik iklan yang bercerita mirip dengan pembuatan film pendek yang memiliki alur cerita tertentu.
(5) Direct Product Comparison: yaitu teknik dengan cara menggabungkan/membandingkan dua produk berbeda secara langsung dalam sebuah iklan.
(6) Humor: adalah teknik yang menggunakan dan menampilkan gaya komedi, baik pada visual/gambar maupun pada audio/cerita.
(26)
(7) Slice of Life: merupakan teknik iklan dengan pemecahan masalah, misalnya seseorang mengalami gangguan pencernaan karena terlalu banyak makan pedas, dengan meminum salah satu merek obat, rasa sakit yang dialami pun hilang.
(8) Customer Interview: yaitu teknik mewawancarai seseorang atau beberapa orang mengenai pendapat atau kebiasaan orang yang diwawancarai jika mengalami sesuatu. Sama halnya dengan teknik testimonial, dalam teknik ini pun konsumen diatur sedemikian rupa untuk mengungkapkan pengalamannya.
(9) Vignettes dan Situations: merupakan teknik memvisualkan suatu aktifitas yang diiringi dengan musik dan lirik untuk memberikan suasana mendukung.
(10)Animation: yaitu teknik yang menggunakan pelaku/karakter kartun dalam iklan. Baik dalam adegan cerita maupun dalam bentuk wawancara dan sebagainya.
(11)Combination: merupakan teknik yang menggabungkan teknik animasi dengan beberapa teknik lainnya.
(12)Music: yaitu iklan yang diiringi dengan musik. Visual dalam iklan biasanya menyesuaikan dengan teks lagu. Sedangkan jingle adalah pengulangan nama brand dan slogan dengan ritme tertentu atau gambaran dari sebuah iklan yang direalisasikan dalam bentuk musik.
(27)
2.1.2 Daya Tarik dan Pendekatan Iklan Televisi
Daya tarik iklan (advertising appeal) mengacu pada pendekatan yang digunakan untuk menarik perhatian konsumen dan/atau mempengaruhi perasaan konsumen terhadap suatu produk (barang dan jasa) (George E.Blech dalam Morrisan: 342). Sebagai bagian dari strategi kreatif iklan, secara umum J.Morrisan membagi kelompok daya tarik iklan kedalam dua kategori, diantaranya adalah
1) Daya tarik informatif/rasional (informational/rational appeal) yaitu daya tarik yang menekankan pada pemenuhan kebutuhan konsumen terhadap aspek praktis, fungsional, kegunaan suatu produk, atribut/manfaat, atau alasan memiliki/menggunakan merek produk tertentu. Isi pesan dengan daya tarik ini menekankan pada fakta, pembelajaran, serta logika yang disampaikan suatu iklan (W.Wells dalam Morrisan: 343). Tujuan iklan adalah membujuk konsumen untuk membeli karena produk yang bersangkutan adalah yang terbaik dan dapat memenuhi kebutuhan. Motif rasional lain yang digunakan dalam daya tarik iklan antara lain adalah kenyamanan, ekonomi, kesehatan, relaksasi, manfaat sensorik seperti sentuhan, rasa, dan aroma, kualitas, efisiensi, efektifitas, kemampuan, dan kepercayaan.
Adapun pendekatan lain dalam daya tarik iklan adalah
2) Daya tarik emosional (emotional appeal) yaitu daya tarik yang berhubungan dengan kebutuhan sosial dan psikologi konsumen dalam membeli suatu produk. Motif pembelian bersifat emosional karena
(28)
perasaan konsumen terhadap merek lebih penting daripada pengetahuan terhadap produk/merek tersebut. Daya tarik emosional ditentukan berdasarkan kondisi psikologis konsumen seperti minat, ketertarikan, aktualisasi diri, kesenangan, kenyamanan, dan juga ditentukan berdasarkan hal-hal yang berorientasi sosial seperti status, pengakuan, penghormatan, dan lain sebagainya.
Dalam artikel yang berjudul „5 Theories of Advertising‟, mengulas tentang beberapa pendekatan periklanan yang dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya, The Hidden Message, (Vance Packard) mengemukakan gagasan bahwa, iklan secara tidak sadar memanipulasi pemirsa dengan menggunakan psikologi untuk menciptakan pesan-pesan tersembunyi dengan muatan emosi. Pendekatan kedua adalah Shifting loyalties, yaitu iklan mencerminkan konflik yang dapat mengubah loyalitas seorang konsumen terhadap suatu produk. Ketika sebuah iklan mencoba menumbuhkan loyalitas yang kuat terhadap suatu merek, maka iklan pun mendesak konsumen untuk mengubah loyalitasnya, yaitu untuk mencoba sesuatu yang baru khususnya pada produk baru yang muncul dalam iklan. Pendekatan ketiga adalah The mediation of reality, (Mc Luhan) mengungkapkan pendekatan iklan bukan hanya pada kontennya, melainkan media yang digunakan untuk menggabungkan kehidupan dunia nyata dengan dunia fiksi, dan juga kekuatan pesan yang dimiliki oleh iklan dalam menyampaikan pesan/makna pada produk yang diiklankan. Pendekatan selanjutnya
(29)
adalah The magic of meaning. Iklan tidak hanya menjual produk tetapi menanamkan produk mereka dengan „makna‟ bagi orang/konsumen yang menggunakannya. Dengan cara ini, iklan mempengaruhi nilai-nilai dan keyakinan yang mendasari pemikiran konsumen tersebut. Pendekatan terakhir adalah Imitative desire (Vandenberg), bahwa fungsi iklan sebagai ritual interaktif, bukan sebagai pesan satu arah. Inti dari ritual adalah bahwa orang-orang menempatkan diri mereka dalam masyarakat melalui proyeksi imajinatif terhadap orang lain. Iklan memainkan peran terhadap kecenderungan orang untuk menginginkan apa yang orang lain inginkan, khususnya ketika objek yang ditiru lebih baik daripada dirinya.
Pada jurnal ilmiah karya Hariyanto yang berjudul Fenomena Parodi Dalam Iklan Televisi Indonesia menyebutkan bahwa gaya iklan tidak hanya mengacu pada hal yang realistis melainkan menggunakan gaya pendekatan lain.
“Gaya iklan televisi sekarang sudah tidak mengangkat realitas yang ada di dalam masyarakat, tetapi cenderung ke dalam situasi realitas semu. Topik atau ceritera yang diangkat dari iklan televisi sudah tidak lagi merujuk pada realitas, tetapi lebih suka mengambil referensi yang berasal dari dunia lain yaitu dunia fiksi. Iklan tidak hanya mengambil atau meminjam unsur budaya fiksi saja tetapi telah menggabungkan dengan unsur budaya lainnya sehingga terjadi dialog budaya atau sering disebut dengan istilah intertekstualitas. Gejala semacam itu merupakan ciri-ciri budaya posmodern dimana dalam menciptakan produk budaya seperti iklan televisi dapat dilakukan dengan cara mengimitasi unsur budaya lain dengan tujuan menyindir (parodi) ataupun sekedar humor saja (pastiche)” (Hariyanto, 2004: 125)
(30)
2.1.3 Naskah Iklan Televisi
Naskah iklan merupakan pesan iklan yang dapat dilihat atau ditonton oleh khalayak/pemirsa (pada majalah, surat kabar, televisi, dan internet), dan juga didengar (pada radio) (Suhandang, 2010: 63). Naskah iklan yang dibuat harus dapat „berbicara‟ dalam artian bagaimana sebuah produk dapat dijual dengan bantuan naskah iklan yang menarik. Hal yang harus diperhatikan dalam membuat sebuah naskah iklan adalah panjang naskah dan jumlah kata yang digunakan. (Lowe, 1996: 97). Lowe menjelaskan jumlah kata yang digunakan dalam naskah iklan standar dengan durasi 30 detik untuk media televisi.
60-70 kata : untuk naskah iklan yang mengutamakan perasaan santai, ideal untuk iklan dengan penjualan ‘soft-sell’ (penjualan iklan dengan cara yang lembut).
70-80 kata : jumlah rata-rata kata yang digunakan untuk naskah iklan pada umumnya, yang dapat dibaca dengan enak.
80-90 kata : untuk iklan yang dibaca dengan cepat, digunakan untuk iklan yang membawa „pulang‟ pesannya.
Proses berpikir manusia dalam menangkap informasi, tidak terlepas dari peranan berbagai indera. Indera pengecap memiliki persentase 1%, indera peraba 1,5%, indera penciuman 3,5%, indera pendengaran memiliki persentase sebesar 11% dalam menangkap informasi, dan indera penglihatan yang memiliki persentase sebesar 83% dalam menangkap informasi (Wirasti, 1999 dalam Prasetyo).
(31)
Jumlah kata yang dibaca dalam iklan, serta pemahaman terhadap pesan iklan pun dipengaruhi oleh kemampuan berpikir manusia melalui berbagai indera, khususnya indera penglihatan.
2.2 Teknik Pengambilan Gambar
Sama halnya dengan bahasa rupa, dalam ilmu pembuatan film (sinematografi), dijelaskan pula mengenai dasar dan teknik-teknik yang digunakan pada pembuatan video, film, dan program siaran yang dapat digunakan pada iklan televisi, dan TVC. (Latief, 2015: 229). Terdapat lima hal yang harus diperhatikan diantaranya adalah camera Angle, frame size, gerakan kamera, gerakan objek, dan komposisi (Latief, 2015: 164).
Konsep dasar pembuatan film yang juga dapat diaplikasikan dalam pembuatan iklan, diantaranya adalah shot, scene, dan sequence. Shot adalah bagian dari adegan atau suatu rangkaian gambar hasil rekaman kamera yang dimaksudkan untuk menceritakan sesuatu. Pengertian scene atau dalam Bahasa Indonesia merupakan adegan adalah tempat atau setting dimana suatu kejadian berlangsung. Scene terdiri dari satu atau gabungan dari beberapa shot gambar dalam suatu lokasi yang disusun sesuai dengan jalan cerita. Dalam scene terdapat adegan yang dipandang/disusun dengan beberapa sudut pengambilan gambar. Scene atau adegan-adegan yang disusun menjadi satu kesatuan adalah sequence yang menampilkan satu kejadian utuh. Sequence atau disebut babak, terdiri dari scene/adegan-adegan pendahuluan, tengah, dan akhir yang kemudian disambung oleh sequence lain dengan struktur yang sama.
(32)
2.2.1 Angle dan Pergerakan Kamera
Bird Eye View merupakan teknik atau sudut pengambilan gambar dengan ketinggian kamera diatas ketinggian objek. Hasil perekaman memperlihatkan keadaan lingkungan luas dengan benda-benda lain dibawah yang tampak kecil.
Gambar 2.1 Bird Eye View
Frog Eye merupakan teknik atau sudut pengambilan gambar untuk memberikan kesan dramatik yang diambil dari ketinggian atau sudut pandang lebih rendah dari kedudukan/dasar objek.
Gambar 2.2 Frog Eye
Straight Angle atau Eye Level merupakan teknik atau sudut pengambilan gambar yang wajar yaitu posisi kamera sejajar dengan pandangan mata.
(33)
Low Angle merupakan teknik atau sudut pengambilan gambar untuk memberikan kesan berkuasa yang diambil dari sudut yang lebih rendah dari objek sasaran.
Gambar 2.4 Low Angle
High Angle merupakan sudut pengambilan gambar dari atas objek yang memberikan kesan dramatik pada objek, yaitu kecil atau kerdil.
Gambar 2.5 High Angle
Zoom In merupakan gerakan lensa kamera dalam merekam objek dimana posisi kamera dalam keadaan diam dengan gerakan lensa yang memperbesar atau mendekatkan objek dalam gambar.
(34)
Zoom Out merupakan gerakan lensa kamera dalam merekam objek dengan gerakan lensa yang mengecil atau menjauhkan objek dalam gambar.
Gambar 2.7 Zoom Out 2.2.2 Ukuran Pengambilan
Close Up (CU) merupakan ukuran bingkai gambar atau ukuran manusia yang diambil dari jarak dekat, dengan menyisakan sedikit ruang pada bagian atas kepala sampai leher bagian bawah.
Gambar 2.8 Close Up
Big Close Up (BCU) merupakan ukuran bingkai gambar yang diambil dengan memotong sedikit bagian kepala atau dahi dan dagu yang bertujuan untuk menunjukkan ekspresi dari objek.
(35)
Extreme Close Up (ECU) merupakan ukuran bingkai gambar yang diambil hanya memperlihatkan detail-detail bagian tertentu, misalnya hidung, mata, atau telinga.
Gambar 2.10 Extreme Close Up
Medium Close Up (MCU) merupakan ukuran bingkai gambar yang diambil mulai dari kepala hingga dada, yang bertujuan untuk menunjukkan profil seseorang.
Gambar 2.11 Medium Close Up
Medium Shot (MS) merupakan ukuran bingkai gambar yang diambil dari kepala hingga pinggang.
(36)
Knee Shot (KS) merupakan ukuran bingkai gambar yang diambil dari kepala hingga lutut dari objek.
Gambar 2.13 Knee Shot
Full Shot (FS) merupakan ukuran bingkai dengan pengambilan gambar dari kaki hingga kepala yang bertujuan untuk memperlihatkan objek dengan keadaan ataupun lingkungan sekitar.
Gambar 2.14 Full Shot
Long Shot (LS) merupakan ukuran bingkai dengan pengambilan gambar objek dengan latar belakang yang jelas.
(37)
One Shot (1S) merupakan pengambilan gambar dengan satu orang/objek dalam frame (bingkai).
Gambar 2.16 One Shot (1S)
Two Shot (2S) merupakan pengambilan gambar dengan dua objek.
Gambar 2.17 Two Shot (2S)
Three Shot (3S) merupakan pengambilan gambar dengan tiga orang objek dalam satu frame (bingkai) yang sedang berinteraksi.
Gambar 2.18 Three Shot (3S)
Group Shot (GS) merupakan pengambilan gambar lebih dari tiga objek dalam satu frame.
(38)
2.3 Peran Anak-anak
2.3.1 Psikologi Anak-anak
Dalam iklan, baik iklan pada media cetak maupun media elektronik seperti televisi, terkadang menampilkan figur ataupun sosok tertentu sebagai daya tarik konsumen. Daya tarik iklan (advertising appeal) mengacu pada pendekatan yang digunakan untuk menarik perhatian dan mempengaruhi perasaan konsumen terhadap suatu produk yang diiklankan (George A.Blench dalam Morrisan, 2010: 342).
Anak-anak merupakan salah satu tokoh yang digunakan dalam iklan, baik pada produk yang dikhususkan untuk target market anak-anak, atau produk yang secara spesifik tidak ditujukan untuk anak-anak-anak, namun tetap menggunakan tokoh anak-anak sebagai pelengkap dalam iklan, contohnya iklan bumbu masak, atau deterjen. Pengertian Anak secara umum dipahami sebagai keturunan kedua setelah ayah dan ibu (Poerdarminta, 1992: 38), sedangkan menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah seorang yang belum berusia 18 Tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Tumbuh kembang anak dalam buku bahasa rupa Tabrani (2012: 12 dan 69) dimulai dari perkembangan dasar terbentuknya kemampuan berbagai indera, pertumbuhan susunan syaraf dan otak, pertumbuhan dan perkembangan imaji, cara berpikir anak, perkembangan fisik, kreatif, rasio, serta bentuk kerjasama seluruh indera dalam tumbuh kembang anak. Selengkapnya dijelaskan dalam bagan berikut.
(39)
1. Perkembangan Indera-indera
-Raba rasa (kulit) --saat siap lahir - Gerak & keseimbangan
- Raba rasa (tangan) matra ruang proses
& waktu integrasi
- Penciuman-pengecap indera-indera
- Penglihatan -Dinamis: matra ruang & waktu; (baru jadi diusia 8 th) -Statis: matra ruang.
penghayatan
2. Pertumbuhan Susunan Syaraf Dan Otak
- Susunan syaraf vertikal & horizontal tumbuh kembang, - Hemisphere kiri & kanan otak keseimbangan
dinamis
3. Pertumbuhan dan Perkembangan Imaji
- Bentuk imaji: pra imaji, imaji konkrit berpikir integral, Imaji konkrit, imaji abstrak (bahasa) lengkap dengan - Sumber imaji: sensasi, persepsi, memori film-nya
Imajinasi
4. Cara Berpikir Anak
- Masip, total, partisipasi memungkinkan terjadinya - Seperti dialam mimpi proses kreasi
(40)
5. Perkembangan Fisik, Kreatif, Rasio
- Fisik : masa bayi bila pendidikan benar, akan terjadi integrasi fisik-kreatif-rasio dan terbentuk intuisi
- Kreatif : masa anak bila pendidikan salah, fisik lebih unggul untuk bayi, kreatifitas hanya untuk anak, dan rasional untuk dewasa.
- Rasio : masa remaja akibatnya kreatifitas mundur.
Pada dasarnya, anak-anak memiliki karakter dan perilaku tersendiri sesuai dengan usianya, baik yang dipengaruhi oleh stimulus yang datang dari luar lingkungan, maupun karakter yang dibawa sejak lahir. Hal ini pun dapat menentukan segmentasi produk dalam iklan khususnya produk untuk anak-anak sesuai dengan usia anak. Elizabeth B.Hurlock membagi rentang usia yang dibagi berdasarkan pola dan perilaku yang tampak khas pada usia-usia tertentu, diantaranya:
(1) prenatal : usia konsepsi sampai lahir.
(2) masa neonatus : lahir sampai akhir minggu kedua setelah lahir.
(3) masa bayi : akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.
(4) masa kanak-kanak awal : dua tahun sampai enam tahun. (5) masa kanak-kanak akhir: enam sampai sebelas tahun.
(41)
Berbeda halnya dengan konsep dan teori psikologi Syamsu Yusuf, seorang guru besar bidang psikologi pendidikan, bimbingan, dan konseling Universitas Pendidikan Indonesia, membagi usia anak pada usia prasekolah yaitu dua sampai enam tahun, dan usia sekolah dengan usia enam tahun sampai duabelas tahun. Anak usia prasekolah merupakan fase dimana anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai laki-laki atau perempuan (Yusuf, 2001: 162). Daya pikir pada anak usia prasekolah masih bersifat imajinatif, dan berangan-angan atau berkhayal. Sedangkan pada anak usia sekolah, sudah dapat merasakan reaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar dengan kemampuan kognitif (membaca, menulis, menghitung). Pada anak usia sekolah, daya pikir berkembang kearah yang lebih konkret dan rasional. Perbedaan dan perbandingan antara anak usia prasekolah dan anak usia sekolah, menurut Syamsu Yusuf selengkapnya dalam bagan berikut ini.
Tabel 2.1 Perkembangan Anak Fase Prasekolah dan Fase Sekolah
Perkembangan yang dialami
Fase Anak Prasekolah (usia 2-6 th)
Fase Anak Sekolah (usia 6-12 th) Perkembangan Fisik
Pada usia 3 tahun memiliki tinggi rata-rata 80-90 cm, dengan berat sekitar 10-13 kg. Pertumbuhan otak pada usia 5 tahun mencapai 75% dari ukuran orang dewasa.
Perkembangan fisik beranjak matang dengan
gerakan yang selaras dengan kebutuhan, aktivitas
motorik lebih lincah, siap menerima pelajaran keterampilan motorik.
(42)
Intelektual berpikir dengan menggunakan simbol, cara berpikir masih dibatasi oleh
persepsinya dan bersifat memusat, sudah mulai
mengerti dasar-dasar mengelompokkan sesuatu
berdasarkan kesamaan warna, bentuk, dan ukuran.
rangsangan intelektual, melaksanakan tugas-tugas belajar dengan kemampuan
kognitif daya pikir berkembang kearah yang lebih konkret dan rasional,
memiliki kemampuan memecahkan masalah
secara sederhana
Perkembangan Bahasa Anak bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna, mampu memahami perbandingan,
banyak bertanya, menggunakan kata-kata
yang berawalan dan berakhiran, tingkat berpikir
anak sudah lebih maju.
Anak menguasai sekitar 2500 kata, dan 50.000 kata
pada usia 11-12 tahun, gemar membaca dan berkomunikasi dengan orang lain secara kritis.
Perkembangan Emosi Emosi yang berkembang pada masa ini adalah takut,
cemas, marah, cemburu, gembira, senang, kasih sayang, phobi, ingin tahu.
Dapat mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosi
melalui peniruan dan latihan (pembiasaan).
Perkembangan Kepribadian
Meliputi hal dependency & self – image: konsep tentang diri masih sulit
dipahami karena keterampilan bahasa yang belum jelas dan pandangan
terhadap orang lain masih egosentris. Hal kedua:
Initiative vs Guilt: berkembang rasa percaya
Sudah dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma
kelompok, tradisi, dan moral (agama), memiliki kesanggupan menyesuaikan
diri sendiri kepada sikap kooperatif, dan mau memperhatikan kepentingan
orang lain, berminat terhadap kegiatan-kegiatan
(43)
diri untuk melakukan sesuatu, dan lebih mampu
mengontrol lingkungan fisik, berkeinginan untuk belajar dan bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuannya, jika mengalami hambatan atau
kegagalan maka rentan dengan perasaan bersalah
(guilt).
teman sebaya.
Perkembangan Moral
Anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas
terhadap kelompok sosialnya seperti orangtua, saudara, dan teman sebaya.
Anak mulai mengenal konsep moral (benar-salah
atau baik-buruk) dari lingkungan keluarga. Anak
dapat mengikuti tuntutan dari orangtua.
Dalam buku Pengantar Psikologi Media (Dewi, 2015: 109), terdapat bab yang membahas mengenai iklan dan anak, dan juga beberapa tahapan masa perkembangan anak-anak sebagai konsumen sesuai dengan karakteristik usianya, diantaranya adalah:
1) Usia 0-2 tahun
Selama masa ini, anak-anak cenderung tertarik pada program televisi yang berwarna cerah, termasuk iklan dan mulai meminta produk yang mereka lihat di iklan televisi.
2) Usia 2-5 tahun
Selama periode prasekolah, anak-anak berada pada kerentanan terhadap iklan televisi, karena pada usia ini mereka memiliki
(44)
pemahaman dan percaya bahwa objek yang digambarkan ditelevisi adalah nyata berdasarkan persepsi imajinasinya.
3) Usia 5-8 tahun
Anak-anak pada usia ini menjadi konsumen yang lebih aktif dan memiliki kemampuan dalam mengembangkan strategi untuk bernegosiasi dengan orang tua untuk memenuhi permintaannya, terhadap apa yang dilihatnya dalam iklan.
4) Usia 9-8 tahun
Pada usia ini anak-anak menjadi pengguna yang lebih kritis dan tertarik ke arah bentuk hiburan yang lebih dewasa, serta pengaruh teman sebaya lebih penting daripada penggunaan media.
Menurut Yunitasari, seorang dosen psikolog dan praktisi perkembangan anak mengungkapkan bahwa anak-anak usia sekolah, yaitu enam sampai dua belas tahun memiliki tahapan perkembangan yang berbeda-beda. Karakter, pola pikir/pemikiran, tumbuh kembang anak dipengaruhi pula oleh lingkungan. Perkembangan anak terdiri dari beberapa macam aspek, diantaranya adalah aspek kognitif, aspek emosi, aspek perkembangan moral, aspek perkembangan fisik dan motorik, dan aspek perkembangan lain yang mempengaruhi karakter anak, termasuk pola asuh keluarga berpengaruh terhadap perilaku anak.
Anak yang memiliki pemikiran dewasa atau cenderung berpikir diatas usianya, memiliki tingkat kecerdasan yang baik. Namun pemikiran tersebut harus dikonfirmasi kepada anak, sejauh mana anak
(45)
paham terhadap apa yang mereka ketahui dan pikirkan. Pengaruh unsur genetik atau unsur bawaan anak ketika lahir dapat berinteraksi kuat dengan lingkungan dalam membentuk perilaku anak. Misalnya dalam menonton suatu tayangan dengan kategori bimbingan orang tua (parenting guide) ditelevisi, jika anak tidak diberikan arahan, penjelasan, atau pendamping oleh orang tuanya atau orang dewasa, maka akan terjadi proses pembelajaran mandiri pada diri anak terhadap apa yang anak lihat dalam tayangan tersebut, dan mengaplikasikannya kedalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan apa yang anak tersebut lihat dan pahami.
2.3.2 Anak-anak Dalam Undang-Undang Penyiaran
Pedoman yang digunakan dalam beriklan diatur dalam sebuah ketentuan atau peraturan khusus mengenai standar periklanan. Standar periklanan ditetapkan untuk melindungi semua yang terlibat disetiap kampanye periklanan, yaitu pemasang iklan, media yang terlibat, pelanggan, dan siapa pun yang terlibat dalam bisnis iklan atau produk yang bersangkutan (Lowe, 1996: 125).
Lembaga pemerintahan di Indonesia pun memiliki aturan terkait iklan, yaitu EPI (Etika Pariwara Indonesia) yang merupakan sebuah aturan atau ketentuan normatif yang menyangkut profesi dan usaha dalam periklanan yang berisi mengenai tata krama dan tata cara periklanan di Indonesia. Adapun KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang mengawasi setiap tayangan dan siaran yang muncul ditelevisi.
(46)
KPI memiliki aturan dan ketentuan tersendiri dalam penayangan siaran yang diatur dalam P3SPS (Pedoman Perilaku Siaran dan Standar Program Siaran).
Dalam EPI (Etika Pariwara Indonesia), terdapat aturan-aturan khusus yang mengatur mengenai penggunaan anak-anak dalam iklan (Bab IIIA, nomor 3 terkait pemeran iklan). Dalam aturan tersebut, dikemukakan bahwa:
(1) Anak-anak tidak boleh digunakan untuk mengiklankan produk yang tidak layak dikonsumsi oleh anak-anak, tanpa didampingi orang dewasa.
(2) Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan- adegan yang berbahaya, menyesatkan atau tidak pantas dilakukan oleh anak-anak.
(3) Iklan tidak boleh menampilkan anak-anak sebagai penganjur bagi penggunaan suatu produk yang bukan untuk anak-anak.
(4) Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengeksploitasi daya rengek (pester power) anak-anak dengan maksud memaksa para orang tua untuk mengabulkan permintaan anak- anak mereka akan produk terkait. (Etika Pariwara Indonesia, 2007: 33)
Berdasarkan ketentuan tersebut maka sebuah iklan harus memperhitungkan kesesuaian antara figur yang menjadi tokoh dalam iklan dengan produk yang diiklankan, khususnya penggunaan figur anak-anak. Selain itu, terdapat beberapa iklan bermasalah dan
(47)
melanggar aturan lainnya adalah terkait ketidaksesuaian penempatan jam tayang, misalnya tayangan iklan rokok dibawah jam 10 malam, penggunaan model yang tidak sesuai dengan produk, dan lain-lain.
Menurut Komisioner KPI, Agatha Lily dalam talkshow tentang Parenting Guide (2014), mengingatkan bahwa anak-anak tidak boleh menonton televisi lebih dari 2 jam (penelitian YPMA, 2009) per hari karena akan mempengaruhi pertumbuhan fisik dan mental anak. Anggota Bidang Pengawasan Isi Siaran KPID Sumatera Utara, Dr.Syafruddin Pohan dalam acara Literasi Media (2012) menjelaskan bahwa berdasarkan fakta, pola menonton televisi di Indonesia, rata-rata anak usia sekolah di Indonesia menonton televisi 3-6 jam per hari. Tiga jam pada hari biasa, dan 6 jam pada hari libur. Fakta tersebut dua kali lipat mengalahkan anak-anak di Amerika Serikat, dan lima kali lipat lebih tinggi dibandingkan anak-anak di Kanada. Ia pun mengatakan bahwa anak-anak belum memiliki filter yang utuh dalam menyerap informasi dimedia, dan menganggap apa yang dilihat oleh anak merupakan suatu kebenaran (hal yang nyata) dan kemudian menirunya. Sementara itu di Amerika, lembaga penyiaran non-komersial, seperti stasiun publik, sekolah, dan kampus serta lembaga penyiaran komunitas, dilarang keras untuk menyiarkan iklan. Namun lembaga tersebut boleh menyiarkan sponsor dengan batasan-batasan aturan yang jelas, diantaranya dilarang menyiarkan program yang menghimbau
(48)
pemirsa untuk membeli sesuatu, atau memberi potongan harga atas sebuah produk atau jasa.
Regulasi bidang konten di Amerika pun mengatur mengenai isi siaran untuk anak-anak. Salah satu aturan tersebut adalah seluruh stasiun televisi harus menyediakan tiga jam per minggu untuk menyiarkan program siaran pendidikan/informasi untuk anak-anak dengan waktu siar iklan dibatasi sampai 10 menit per jam pada hari Senin-Jumat, dan 12 menit per jam pada akhir pekan (Sabtu-Minggu). Peraturan tersebut wajib ditaati oleh semua lembaga penyiaran di Amerika.
2.4 Penelitian Sebelumnya
Penelitian mengenai iklan sangat banyak, namun penelitian yang secara spesifik membahas mengenai peran anak-anak dalam iklan televisi adalah penelitian yang dilakukan oleh Alit Kumala Sari dalam penelitian S2 Desain Institut Teknologi Bandung (ITB). Dalam penelitiannya, Alit menggali dan membuktikan bahwa peran model anak dalam iklan televisi adalah sebagai influencer, yakni pemberi pengaruh, pencetus ide/gagasan, penganjur dalam keputusan pembelian produk, serta sebagai pelengkap atau berperan untuk membantu dalam merepresentasikan daya tarik iklan (Sari, 2011:i). Menurut penelitian Alit Kumala Sari, pendekatan yang digunakan pada iklan secara langsung berkaitan dengan konsep, ide, gagasan yang ingin dituangkan untuk menarik minat dan perhatian pemirsa. Dengan demikian, iklan yang diperankan
(49)
oleh model anak dapat memberi pengaruh dan daya tarik dalam keputusan pembelian produk. Penelitian ini menggunakan metode Semiotika Roland Barthes.
Adapun penelitian lain yang membahas mengenai iklan dan anak-anak adalah penelitian dari Australian Communications and Media Authority (ACMA) Australia, yang dilakukan oleh Dr Jeffrey E. Brand, Dr Mark Bahr, Jill Borchard, PhD; dan Tanya Neves, PhD pada tahun 2006 yang berjudul Television Advertising to Children. Penelitian tersebut merupakan penelitian yang dilakukan pemerintah Australia mengenai pengaruh iklan televisi yang ditujukan untuk anak-anak. Terdapat beberapa poin pokok dalam penelitian tersebut terkait perhatian dan ketertarikan anak terhadap iklan, diantaranya adalah, perkembangan kognitif anak, pengulangan iklan, karakter, penawaran premium dalam iklan, daya rengek (pester power), preferensi makanan dan minuman, media interaktif, literatur media, penggambaran ras, budaya, dan gender, serta wilayah dan perspektif pengetahuan.
Laporan tersebut difokuskan pada penelitian terhadap aturan pemerintah yang mengatur mengenai Standar Televisi untuk Anak-anak. Aturan tersebut bertujuan untuk memberikan pelayanan khusus pada anak-anak terhadap tayangan televisi, dan juga menyediakan perlindungan untuk anak-anak dari dampak dan efek berbahaya yang ditimbulkan oleh televisi. Ketentuan periklanan merupakan bagian dari CTS (Children’s Television Standards) yang mengatur jumlah, konten/isi, dan tampilan meterial iklan yang ditujukan untuk anak-anak.
(50)
Temuan dalam penelitian tersebut membuktikan bahwa perkembangan kognitif anak dapat menjadi mediasi dalam pemahaman dan respon anak terhadap iklan televisi. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi pemahaman dan respon anak adalah pengaruh orang tua, media literatur, pengalaman membeli, dan iklan itu sendiri. Adapun iklan yang ditayangkan secara berulang-ulang dapat mempengaruhi pemahaman anak. Bahasan selanjutnya dalam laporan penelitian adalah mengenai karakter dalam iklan. Karakter nyata maupun karakter fiksi/animasi dalam iklan dapat menarik perhatian anak pada program televisi dan juga iklan. Karakter iklan dapat menarik respon positif ketika anak-anak dapat mengidentifikasi karakter/tokoh kartun/film yang mereka suka, serta karakter tersebut dapat diasosiasikan dengan ingatan dan sikap yang ditunjukkan pada produk yang diiklankan. Anak-anak yang terpapar iklan televisi memiliki kemungkinan mendapatkan produk baru yang menarik perhatiannya, termasuk pengaruh iklan dalam menciptakan daya rengek anak sering dibuat dalam konteks bauran pemasaran.
Poin pokok bahasan dalam penelitian selanjutnya adalah preferensi iklan makanan dan minuman, termasuk restoran menjadi kategori utama yang mendominasi periklanan di Australia. Penelitian lain membuktikan bahwa dalam satu waktu sekitar 48-49% iklan makanan diidentifikasi sebagai iklan makanan dengan kadar lemak tinggi dan iklan permen/manisan. Pengaruh media sangat berperan dalam perkembangan iklan, termasuk media yang banyak memanfaatkan interaksi dengan khalayaknya (interaktif media), baik yang dikemas secara formal maupun informal dirancang untuk membantu khalayak dalam memahami pesan
(51)
iklan dalam media yang digunakan. Berdasarkan laporan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi pemahaman dan juga pemikiran yang dialami oleh khayalak televisi, khususnya dalam iklan dan juga anak-anak sebagai konsumen utamanya.
Penelitian lain dilakukan oleh American Psychological Association (APA) dalam jurnal dan laporan penelitian mengenai Iklan dan Anak yang ditulis oleh Brian Wilcox, PhD; Joanne Cantor, PhD; Peter Dowrick, PhD; Dale Kunkel, PhD; Susan Linn, EdD; dan Edward Palmer, PhD pada 2004. Penelitian difokuskan pada peranan iklan dalam kehidupan sosial dan kontribusi penelitian psikologis dalam kegiatan pemasaran yang efektif. Hasil temuan penelitian mengungkapkan bahwa usaha para pengiklan di Amerika adalah mempengaruhi konsumen melalui setiap pesan iklan yang dilihat, khususnya oleh anak-anak. Terdapat aturan khusus yang mensyaratkan bahwa pesan-pesan dalam iklan harus dapat diidentifikasi dengan jelas sesuai dengan target audiensnya. Beberapa desain iklan yang unik dirancang dan secara khusus ditujukan untuk khalayak anak, namun tidak menjamin bahwa pada dasarnya anak-anak memiliki keterbatasan pemahaman dalam memahami sifat dan tujuan dari iklan televisi.
Adapun penelitian lain yang secara spesifik membahas mengenai fenomena iklan Tri Indie+, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Ricki Hermanto dalam penelitian Skripsi program studi Ilmu Komunikasi Universitas Telkom tahun 2014. Dalam penelitiannya yang berjudul “Makna Dewasa dalam Iklan Three Indie+ (Analisis Semiotika Iklan Three Indie+ Versi Anak Cowok di Televisi)”, Ricki mengungkapkan bahwa makna denotasi dan
(52)
konotasi yang tergambar pada iklan merupakan sebuah kegiatan natural dari anak-anak yang mengungkapkan pandangan mereka terhadap orang dewasa. Makna yang terungkap pada iklan tidak sepenuhnya benar karena anak-anak hanya mempunyai pengertian sederhana mengenai kenyataan sosial dan fisik. Makna yang digambarkan dalam iklan iklan Three Indie+ adalah mengenai pekerjaan orang dewasa, yaitu minat pekerjaan, profesionalisme, dan penghasilan. Metodologi penelitian yang digunakan adalah kualitatif konstruktivis dengan pendekatan semiotika Roland Barthes.
2.5 Teori Bahasa Rupa
Pada hakikatnya alat komunikasi bukan hanya berupa tulisan, lisan, atau bahasa isyarat saja, adapun alat komunikasi lain yaitu bahasa rupa. Hakikat bahasa rupa berkaitan dengan pengungkapan makna atau pesan pada gambar atau karya visual yang mengandung cerita. Dalam membaca teks (pesan) adalah konteks bahasa kata, sedangkan konteks bahasa rupa adalah membaca dan membuat gambar. Seperti yang ditulis dalam buku Bahasa Rupa Primadi Tabrani (2012) bahwa gambar atau karya visual yang diteliti dalam bahasa rupa mencakup gambar yang representatif bukan pada gambar abstrak maupun geometris. Terdapat dua jenis sistem penggambaran dalam bahasa rupa, yaitu Bahasa Rupa Barat (NPM), dan Bahasa Rupa Tradisi (RWD).
1) NPM
NPM merupakan sistem menggambar yang menghasilkan gambar deskriptif seperti apa adanya, seperti dilihat mata. NPM merupakan singkatan dari
(53)
Naturalis–Perspektif–Moment Opname. Sistem NPM adalah konsep seni rupa Barat/ sistem menggambar yang berasal dari Barat. Penemuan sistem NPM bagi Barat merupakan tonggak sejarah dalam perkembangan gambar. Sistem NPM mendeskripsikan alam seperti apa adanya, yaitu dari satu arah, satu tempat, satu waktu dalam satu sistem perspektif seperti pada lukisan, foto, film, dan televisi. Apa yang digambar dengan sistem NPM menjadi sebuah gambar mati (still picture) yang dibatasi dengan bingkai (frame), sehingga gambar menjadi kehilangan dimensi waktu (gambar NPM tidak ada matra waktu), oleh karena itu gambar dengan sistem NPM tidak bisa banyak bercerita.
2) RWD
RWD merupakan seni rupa pendahulu, seperti yang terdapat pada gambar prasejarah, gambar primitif, tradisional, dan juga gambar anak. Sistem RWD merupakan singkatan dari Ruang-Waktu-Datar, dimana menggambar dengan sistem ini menggambar dari berbagai arah, berbagai tempat, dan berbagai waktu. Gambar yang dihasilkan oleh RWD pun bisa terdiri dari beberapa adegan, objek-objek disusun menjadi sebuah sekuen, bukan gambar mati, tidak menggunakan bingkai, dan objek mampu „bergerak‟ dalam ruang dan waktu. Contoh dari sistem RWD ini adalah gambar anak, lukisan prasejarah, gambar cadas, wayang, relief candi, dan lain sebagainya. Gambar dengan sistem RWD umumnya bercerita dengan gesture/gerak tubuh dengan karakteristik objek yang mudah dikenali, karena inti dari sistem RWD lebih mementingkan pesan dalam gambar tersebut.
(54)
3) Wimba
Dalam bahasa rupa dikenal istilah wimba atau „gambar didalam gambar‟. Wimba merupakan suatu objek yang digambar atau dideskripsikan. Misalnya dalam satu bidang terdapat gambar berupa sapi, maka wimba pada gambar tersebut adalah sapi. Wimba dibedakan antara Isi Wimba dengan Cara Wimba. Isi Wimba merupakan objek yang digambar dan bisa langsung terbaca, sedangkan Cara Wimba adalah dengan cara apa objek tersebut digambar. Berikut ini merupakan macam-macam cara penggambaran pada wimba.
(1) Cara wimba I: Ukuran Pengambilan (2) Cara wimba II: Sudut Pengambilan (3) Cara wimba III: Skala
(4) Cara wimba IV: Penggambaran (5) Cara wimba V: Cara Dilihat 4) Tata Ungkapan Dalam
Tata Ungkapan Dalam merupakan cara menyusun berbagai wimba dan cara wimba dalam satu gambar, agar gambar dapat bercerita. Tata Ungkapan Dalam dibagi kedalam empat kelompok berikut.
(1) TU Dalam I: Menyatakan Ruang (2) TU Dalam II: Menyatakan Gerak
(3) TU Dalam III: Menyatakan Waktu dan Ruang (4) TU Dalam IV: Menyatakan Penting
(55)
5) Tata Ungkapan Luar
Tata Ungkapan Luar merupakan perubahan Isi Wimba, Cara Wimba, lengkap dengan Tata Ungkapan Dalam antara gambar yang satu ke gambar berikutnya pada suatu rangkaian gambar. Tata ungkapan luar menceritakan peralihan tertentu antara dua gambar pada rangkaian sejumlah gambar tunggal seperti komik, film, televisi, dan wayang beber. Tata Ungkapan Luar dibagi kedalam empat kelompok berikut.
(1) TU Luar I: Menyatakan Ruang (2) TU Luar II: Menyatakan Gerak
(3) TU Luar III: Menyatakan Waktu dan Ruang (4) TU Luar IV: Menyatakan Penting
Dalam Tata Ungkapan Luar dikenal pula apa yang disebut Teknik Peralihan Gambar, diantaranya teknik Peralihan Cut yang terdiri dari straight cut, cross cut, jump cut, dan cut on action. Adapun teknik Peralihan Dissolve yaitu fast dissolve, normal dissolve, slow dissolve, dan mix dissolve.
(56)
2.6 Alur Penelitian
Bagan 2.1 Kerangka Penelitian
(57)
46 3.1Metode dan Alur Pembahasan
Metode penelitian yang digunakan untuk membahas masalah yang dianalisa adalah kualitatif, yaitu sebuah proses penelitian untuk memahami masalah manusia dan masalah sosial dengan penggambaran secara holistik yang disajikan dengan kata-kata dan pelaporan pandangan informan secara rinci (Creswell, 1994). Analisis yang digunakan adalah teori Bahasa Rupa Primadi Tabrani. Teori Bahasa Rupa digunakan untuk membuka dan memaparkan dengan teliti apa saja unsur-unsur visual yang ada dan mengetahui bagaimana pesan visual yang tergambar dalam iklan.
Sebelum menganalisis objek penelitian dengan teori Bahasa Rupa, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah menentukan terlebih dahulu wimba-wimba dari objek yang diteliti, yaitu isi wimba dan cara wimba. Isi Wimba merupakan objek yang digambar dan bisa langsung terbaca, sedangkan Cara Wimba adalah dengan cara apa objek tersebut digambar. Kemudian menentukan Tata Ungkapan yang digunakan dalam objek penelitian, yang terdiri dari Tata Ungkapan Dalam yang merupakan cara menyusun berbagai wimba dan cara wimba dalam satu gambar, agar gambar dapat bercerita, dan Tata Ungkapan Luar yang merupakan perubahan Isi Wimba, Cara Wimba, lengkap dengan Tata Ungkapan Dalam antara gambar yang satu ke gambar lain pada suatu rangkaian gambar.
(58)
Tahap penelitian secara keseluruhan adalah sebagai berikut:
Penelitian dimulai dengan mengumpulkan data objek penelitian berupa iklan-iklan yang mendapatkan pelanggaran dari Badan Pengawas Periklanan (BPP) tahun 2009-2014. Objek penelitian didapat dari situs Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia. Hasil pengumpulan data diseleksi sesuai dengan kategori iklan yang diteliti, yaitu iklan produk dewasa yang diperankan oleh anak-anak.
Dalam penelitian ini, peneliti membagi tahapan analisa kedalam dua bagian, yaitu bedah visual dengan teori Bahasa Rupa dan bedah naskah iklan yang dikorelasikan dengan konteks psikologi anak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui elemen/bagian-bagian apa saja yang ada pada masing-masing iklan termasuk konteks cerita iklan secara umum. Untuk memperjelas bagaimana pembahasan analisa serta penggunaan teori dalam penelitian, berikut peneliti tampilkan dalam bentuk bagan/alur pembahasan.
Bagan 3.1 Alur Pembahasan Teori
Isi Wimba Cara Wimba Tata Ungkapan Dalam Tata Ungkapan Luar Psikologi Anak
Tokoh Atribut
Dialog, dsb Cara Wimba I, II,
III, IV, V Tata Ungkapan Dalam I, II, III, Tata Ungkapan
Luar I, II, III, IV B
ag ai m an a k em u n cu la n t o k o h d en g an n ar as i/ te k sn y a . Bahasa Rupa
(59)
Dibawah ini merupakan alur pembahasan secara rinci yang dibagi kedalam tiga tahapan analisa pada teori Bahasa Rupa. Tahapan pertama (A) adalah membedah visual/gambar dan juga naskah iklan. Tahapan kedua (B) adalah analisis bahasa rupa yang mencakup Isi Wimba, Cara Wimba, dan Tata Ungkapan Dalam, serta analisis tahapan ketiga (C) adalah mencakup kajian terhadap Tata Ungkapan Luar iklan. Selengkapnya dapat dilihat pada bagan berikut.
A. Bedah Visual dan Naskah Iklan
Bagan 3.2 Alur Pembahasan Objek Tahap Pertama
Audio (Efek Suara);
Lisan; Super Imposed
(60)
Analisis Bahasa Rupa: Cara Wimba dan Tata Ungkapan Dalam
Selanjutnya adalah analisa/pembahasan tahapan kedua, dimana pada tahapan ini peneliti mengambil kembali objek analisa tahapan pertama beserta kesimpulan umum iklan. Cara Wimba dalam tahapan kedua ini mencakup pembahasan terhadap Isi Wimba, dan juga Tata Ungkapan Dalam. Selengkapnya peneliti tampilkan dalam bagan berikut.
Bagan 3.3 Alur Pembahasan Objek Tahap Kedua
B. Analisis Bahasa Rupa: Tata Ungkapan Luar
Tahapan selanjutnya dalam pembahasan analisa penelitian adalah mengungkapkan Tata Ungkapan Luar yang masih termasuk kedalam bagian Bahasa Rupa yang dikorelasikan dengan konteks iklan yang diteliti, termasuk naskah dalam iklan tersebut. Selengkapnya peneliti tampilkan kedalam bagan berikut.
(61)
Bagan 3.4 Alur Pembahasan Tahap Tiga
3.2 Sumber Data dan Cara Penentuan Data/Informasi
Peneliti akan menjelaskan bagaimana dan apa saja sumber data yang dijadikan bahan dalam penelitian begitupun dengan cara penentuan data yang sesuai dengan topik maupun tujuan penelitian.
3.2.1 Sumber Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian adalah:
Penelitian Lapangan
Penelitian memiliki tujuan untuk memperoleh data primer secara langsung dari objek penelitian. Adapun cara yang digunakan adalah:
Studi pustaka
Menggunakan sumber-sumber dari buku, yaitu yang berkaitan dengan bahasa rupa, periklanan, copywriting, psikologi anak dan dewasa, serta buku lain yang mendukung kelengkapan data penelitian.
(62)
Wawancara
Wawancara dilakukan kepada pihak-pihak terkait penelitian seperti masyarakat/pemirsa televisi yang pernah menonton iklan yang sedang diteliti, yaitu iklan tri indie+, iklan wall’s selection, dan iklan margarin forvita untuk mengetahui pendapat masyarakat umum terkait iklan tersebut. Wawancara pun dilakukan kepada praktisi psikolog anak, yaitu untuk mengetahui bagaimana sebenarnya karakter anak-anak khususnya di Indonesia secara spesifik.
Pencarian online
Penelitian dalam jaringan internet pada situs pemerintah seperti kpi.go.id; p3i-pusat.com, dan sebagainya untuk mengetahui bagaimana fenomena yang terjadi dalam periklanan, termasuk undang-undang yang mengatur mengenai penyiaran dan periklanan, serta daftar iklan/tayangan iklan yang melanggar aturan pemerintah. Selain itu, pencarian online dilakukan untuk mendapatkan publikasi/jurnal ilmiah khususnya yang berasal dari luar negeri.
3.2.2 Cara Penentuan Data/Informasi
Cara penentuan data/informasi pertama adalah memilah terlebih dahulu iklan yang mendapat pelanggaran oleh (KPI) Komisi Penyiaran Indonesia dan (BPP) Badan Pengawas Periklanan terkait (EPI) Etika Pariwara Indonesia, yang diperoleh dari situs resmi PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia) (p3i-pusat.com) dan KPI (kpi.go.id). Kemudian menentukan iklan apa saja yang umumnya diperankan oleh
(63)
anak-anak. Selanjutnya, meninjau konteks iklan apakah bagian dari tema slice of life atau story line, yaitu teknik-teknik visual dan narasi yang digunakan untuk menarik perhatian pemirsa (R.Latief, 2015: 230) yang dilihat dari ciri-ciri umum penyampaian pesan dalam iklan. Kemudian dipilih iklan yang sesuai dengan kriteria tersebut dan cocok digunakan dalam penelitian.
Peneliti memilih tiga iklan dengan durasi yang berbeda, iklan pertama memiliki durasi 60 detik, iklan kedua memiliki durasi 30 detik, dan iklan ketiga memiliki durasi 15 detik. Hal ini dilakukan selain terbatasnya data yang diperoleh, peneliti menganggap bahwa iklan tersebut mewakili masing-masing iklan televisi yang rata-rata memiliki durasi tayang antara 60 sampai 15 detik.
Selain untuk menunjang dalam analisis dan kelengkapan penelitian, data pun diperoleh dari literatur terkait dan relevan dengan topik pembahasan. Selengkapnya cara penentuan data/informasi dapat dilihat dalam bagan berikut.
Bagan 3.5 Cara Penentuan Data/Objek Penelitian
Tema Iklan Story Line
(64)
3.3 Perancangan dan Analisis Data
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sebenarnya pesan apa yang terkadung dalam iklan, serta korelasi antara visual dengan naskah iklan yang membentuk sebuah pesan tertentu. Maka sebelum masuk ke dalam tahap analisis yang lebih rinci, peneliti membedah terlebih dahulu elemen-elemen visual dan naskah iklan yang terkandung dalam objek penelitian sesuai dengan landasan teori pada bab dua. Pendekatan yang digunakan untuk membedah objek adalah sinematografi untuk membedah visual iklan, dan naskah iklan.
Pada tahap ini analisis dilakukan pada tiga objek iklan televisi yang telah dipilih berdasarkan kriteria yang mengacu pada tujuan penelitian. Kriteria tersebut diantaranya adalah,
(1) Objek yang dipilih merupakan iklan televisi yang diperankan oleh anak-anak dan mendapatkan pelanggaran oleh (BPP) Badan Pengawas Periklanan terkait (EPI) Etika Pariwara Indonesia;
(2) Iklan televisi yang diteliti adalah iklan komersial dengan durasi 60 detik, 30 detik, dan15 detik;
(3) Teknik penyampaian pesan dalam iklan televisi yang dipilih adalah story line, yaitu teknik iklan yang bercerita seperti membuat film pendek (R.Latief, 2015: 230)
Objek penelitian yang dipilih sesuai dengan kriteria tersebut adalah: 1) Iklan Tri Indie+ versi “kalo aku udah gede”;
2) Es krim Wall’sversi “Double Dutch”; dan 3) Margarin Forvita versi “kawin atau kerja”
(65)
Dibawah ini merupakan Storyboard dari iklan-iklan yang diteliti. Storyboard mencakup cuplikan iklan per adegan, dan juga narasi/dialog yang dikemukakan. Dalam Storyboard terdiri dari tokoh iklan, properti yang digunakan, ukuran pengambilan gambar, teknik kamera, dan audio (narasi) iklan.
3.3.1 Storyboard Iklan Tri Indie+
Tri merupakan operator jaringan GSM (Global System for Mobile Communication) adalah salah satu standar komunikasi nirkabel dan penyedia layanan internet serta layanan komunikasi telepon dan SMS terjangkau yang dikelola oleh PT Hutchison 3 Indonesia. H3I merupakan anggota dari grup CK Hutchison Holdings yang menyediakan layanan telekomunikasi di Indonesia, Vietnam, Sri Lanka, Australia, Austria, Denmark, HongKong, Irlandia, Italia, Macau, Swedia dan Inggris.
Tri memiliki beberapa layanan prabayar perdana (telepon, SMS, dan internet) kepada para pelanggannya diantaranya adalah Cengli, Indie+, AlwaysOn, Jumbo, Janet (Jagoan Internet), dan Blackberry. Indie+ adalah layanan yang menggabungkan keuntungan prabayar dengan kenyamanan pascabayar. Pada setiap pembelian Indie+, selain mendapatkan pulsa, pelanggan pun akan mendapatkan kantong kredit, yaitu pulsa senilai tertentu yang dapat ditukarkan dengan pulsa telepon, sms atau internet. Kantong kredit bisa digunakan diawal dan pembayaran dilakukan pada akhir tenggat waktu, seperti layanan pascabayar.
(66)
Agar dapat bertahan dalam persaingan bisnis, maka tri membuat sebuah media dalam mempromosikan barang dan jasanya. Namun, yang terjadi dilapangan adalah beberapa iklan Tri mendapatkan pelanggaran terkait konten yang ditampilkan dalam iklan televisi (surat pelanggaran terlampir). Salah satu iklan tri yang mendapatkan dua pelanggaran sekaligus oleh KPI maupun EPI adalah iklan tri Indie+. Berikut ini merupakan cuplikan iklan Tri Indie+ .
Tabel 3.1 Bedah VisualIklan Tri Indie+
1) Storyboard Iklan Tri Indie+
KETERANGAN VIDEO AUDIO
Detik 00”-04” Adegan 1 Rumah Susun Shot seorang tokoh dengan
baju putih dan rok merah yang sedang duduk. Kamera: TILT UP seorang
anak perempuan (tokoh 1A) berambut panjang yang diidentifikasi sebagai
anak Sekolah Dasar. Kamera Long shot tampak
keberadaan tokoh yang sedang bermain ayunan disebuah halaman rumah
susun.
Kalo aku udah gede, aku mau jadi eksmud.
Frame Size: Medium Shot, Close Up, Very Long Shot
Tokoh/Pemeran: Anak perempuan (kalangan menengah bawah)
(67)
Detik 04”-06” Adegan 2 Lahan Konstruksi Close up anak laki-laki
berambut gimbal dan berkulit coklat (tokoh 2A).
Kamera: ZOOM OUT tokoh 2A yang sedang berada didalam beton dan
memperhatikan sesuatu.
Mau jadi bos. FX: musik
Frame Size: Close Up, Full Shot/Long shot
Tokoh/Pemeran: Anak laki-laki (kalangan menengah bawah)
Properti Set: Kaos cokelat, celana jeans, sendal jepit, beton/konstruksi
drainase atau saluran air
Detik 07”-10” Adegan 3 Dapur
Kamera: FOLLOW anak laki-laki (tokoh 3A) membawa gelas berisi air
putih menuju sebuah wastafel, kemudian menuangkan sirup jeruk
kedalamnya.
Hari-hari ngomong campur bahasa inggris.
Frame Size: Close up
Tokoh/Pemeran: Anak laki-laki (kalangan menengah atas)
(68)
Detik 11”-18” Adegan 4 Lapangan Golf
TWO SHOT – Dua Anak laki-laki (tokoh 4A) & (tokoh 5A), sedang berada, dan duduk didepan sebuah
lapangan golf. THREE SHOT – Tokoh 4A & 5A, beserta figuran yang sedang bermain golf
dengan ukuran pengambilan gambar
separuh badan.
Tiap Jumat pulang kantor, nongkrong bareng sesama
eksmud.
Ngomongin proyek besar, biar kelihatan sukses.
Frame Size: Long Shot, medium close up, full shot, knee shot
Tokoh/Pemeran: Dua Anak Laki-laki (kalangan menengah atas)
Laki-laki dewasa (figuran) (bermain golf)
Properti set: Kaos polo, kursi, kemeja, sepatu, kaos kaki, stik golf
Detik 19”-22” Adegan 5 Balkon Rumah
Kamera: CUT TO CUT-Close up anak perempuan
berambut panjang terurai (tokoh 6A) menghadap
Suara agak digedein biar kedengeran cewek dimeja
(69)
kamera dan berbicara kearah kamera.
Insert Scene GROUP SHOT Anak-anak (figuran) disebuah balkon rumah. Dua anak laki-laki yang
sedang bermain.
Insert
Frame Size: Big close up, long shot, extreme close up
Tokoh/Pemeran:
Anak Perempuan berambut panjang.
Beberapa anak perempuan yang sedang bermain disebuah balkon, dan insert adegan dua anak laki-laki dengan lokasi yang berbeda.
Properti set: Kaos
Detik 23”-27” Adegan 6 Jalan
Kamera: ZOOM IN Long Shot anak perempuan
(tokoh 7A) berdiri dipinggir jalan dengan latar (figuran) pejalan kaki
dan gedung perkotaan. Kamera: Close up tokoh
7A dengan ciri rambut berkucir kanan-kiri.
Kalo weekend sarapan di cafe sambil sibuk
laptopan.
Frame Size: Long shot, close up
Tokoh/Pemeran: Anak perempuan dengan ekstras beberapa para pejalan
(70)
Properti set: Kaos ungu bergaris, ikat rambut kanan-kiri
Detik 27”-28” Adegan 7 Balkon Rumah
Kamera: TWO SHOT Dua anak laki-laki (tokoh 8A & seorang figuran) sedang
mengobrol disebuah pelataran dengan latar belakang gedung tinggi.
Frame Size: Long shot
Tokoh/Pemeran: Tokoh baru dalam iklan dengan ciri anak laki-laki
bertubuh gemuk dan anak laki-laki bertubuh kecil.
Properti set: Kaos hijau dan kuning
Detik 29”-36” Adegan 8 Rumah Makan
Kamera TWO SHOT- seorang anak perempuan
(tokoh 9A) dengan pengambilan ukuran yang
kecil. Shot seorang wanita dewasa (tokoh 10A). Shot medium close up tokoh 9A yang sedang
minum.
Long shot tokoh 9A dan beberapa figuran yang sedang berada disebuah
rumah makan.
(VO) Pesen kopi secangkir harga 40ribuan. Minumnya pelan-pelan, biar tahan sampai siang
demi Wifi gratis.
Frame Size: Big close up, close up, medium close up, long shot, over shoulder
(71)
Tokoh/Pemeran:
Seorang anak perempuan sebagai tokoh utama dalam iklan. Shot beberapa pengunjung wanita, dan
pengunjung lain yang wujudnya diburamkan,
Shot seorang ibu dan anaknya sebagai figuran.
Properti set:
Kaos berwarna krem, dress tanpa lengan, jus dalam gelas dan sedotan, set kursi dan meja makan, dan suasana rumah makan.
Detik 36”-40” Adegan 9 Supermarket
Kamera: TWO SHOT Anak laki-laki (tokoh 11A)
berada disebuah supermarket dengan latar
belakang deretan produk dan minyak goreng. Kamera: Over shoulder
Shot seorang karyawan supermarket yang membawa satu keranjang
mi instan.
Kalau tanggal tua, pagi-siang-malam makannya mi
instan.
Frame Size: Knee shot, medium close up, over shoulder
Tokoh/Pemeran:
Seorang anak laki-laki sebagai tokoh utama, dan beberapa ekstras pengunjung supermarket, dan seorang pegawai supermarket.
Properti set: Kemeja putih, Rak pajang makanan, produk rumah tangga, keranjang/trolley belanja, mi instan satu kerangjang berlanja, nametag
(1)
mengatur mengenai periklanan, khususnya aturan mengenai pemeran anak-anak, agar tidak terjadi kesimpangsiuran mengenai undang-undang yang tercantum dalam Etika Pariwara Indonesia, yang saat ini dirasa kurang spesifik dalam menetapkan ketentuan.
Aturan dibuat bukan hanya untuk melindungi masyarakat dari pengaruh dan ancaman siaran televisi, melainkan agar segala bentuk kreatifitas para pembuat iklan pun tidak terbatasi. Karena dengan adanya aturan yang jelas, maka baik para pembuat iklan dan juga lembaga penyiaran dapat berjalan dengan selaras.
5.2Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan bahan pertimbangan terkait penelitian mengenai iklan televisi yang khususnya diperankan oleh anak-anak, baik bagi praktisi periklanan dan lembaga pemerintah yang mengatur mengenai penyiaran dan periklanan di Indonesia.
Bagi praktisi periklanan diharapkan dapat lebih selektif dalam memilih peran dan tokoh dalam iklan dengan dialog yang diucapkan. Karena orang awam, pada umumnya akan langsung menjustifikasi apa yang dilihatnya dalam iklan, baik secara positif maupun negatif, yang juga akan berimbas pada keputusan lembaga penyiaran dalam menetapkan apakah iklan melanggar aturan atau tidak. Bagi lembaga penyiaran dan periklanan Indonesia diharapkan dapat mengevaluasi kembali aturan yang terdapat dalam Etika Pariwara Indonesia.
Jika ditinjau kembali, terdapat beberapa aturan yang tidak mengarah secara spesifik terhadap apa yang dimaksudkan dalam Undang-undang, sehingga yang
(2)
162
terjadi dilapangan adalah pelanggaran yang berulang dan terus-menerus terjadi setiap tahun. Aturan yang dibuat diusahakan seobjektif mungkin tanpa menghilangkan dan membatasi ruang gerak para pembuat iklan untuk membuat iklan yang kreatif, efektif, dan dapat mengedukasi masyarakatnya, yang tentu sesuai dengan aturan periklanan.
(3)
163
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Bersumber Buku:
Ardianto, E. Komala, L. & Karlinah, S. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Agustrijanto. 2002. Copywriting. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Creswell, J.W. 2002. Research Design: Desain Penelitian Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: KIK Pers.
Dewi, I.C. 2015. Pengantar Psikologi Media. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Hurlock, E.B. 2005. Psikologi Remaja. Dalam Panuju, P. & Umami, I. “Rentangan Usia” hlm. 4-6. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya
Jefkins, F. 1997. Periklanan. Jakarta: Erlangga.
Kasali, R. 1992. Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Kasali, R. 2013. Camera Branding: Cameragenic vs. Auragenic: Televisi, Kita, dan Perubahan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Latief, R. & Yusiantie, U. 2015. Siaran Televisi Non Drama: Kreatif, Produktif, Public relation, dan Iklan. Jakarta: Kencana.
Lowe, B. W. 1996. Clever Advertising: Seni Menggunakan dan Meningkatkan Periklanan yang Efektif. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Madjadikara, A.S. 2004. Bagaimana Biro Iklan Memproduksi Iklan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Morrisan, J. 2010. Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta: Kencana.
(4)
164
Noeradi, W. 1996. Kamus Istilah Periklanan Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Poerwadarminta, W.J.S. 1992. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Sari, A.K. 2011. Peran Model Anak Dalam Iklan Televisi Produk Untuk Dewasa. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Suhandang, K. 2010. Periklanan: Manajemen, Kiat, dan Strategi. Bandung: Nuansa.
Stokes, J. 2006. How to do Media and Cultural Studies. Bandung: Bentang. Tabrani, P. 2012. Bahasa Rupa. Bandung: Kelir.
Yusuf, S. 2001. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Referensi Bersumber Rujukan Elektronik:
Dewan Periklanan Indonesia. 2014. “Etika Pariwara Indonesia: Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia”. Jakarta
E. Brand, J. et al. 2006. “Television Advertising to Children”. Australia: Australian Communications and Media Authority (ACMA).
Hariyanto. 2004. Fenomena Parodi Dalam Iklan Televisi Indonesia. Malang: Universitas Negeri Malang.
Hermanto, R. 2014. “Makna Dewasa dalam Iklan Three Indie+ (Analisis Semiotika Iklan Three Indie+ Versi Anak Cowok di Televisi)”. Bandung: Universitas Telkom.
(5)
Prasetyo, Eko Budi. Peran Ilustrasi Visual dalam Pembelajaran. Universitas Negeri Yogyakarta.
Trikanti. 2013. “Komodifikasi Anak dalam Iklan (Analisis Semiotika dalam Iklan Tri-indie+ Buat Kamu yang Udah Gede versi ‘Cewe’ dan ‘Cowo’ Di Televisi)”. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Wilcox, B. L. et.al. 2004. Report of the APA Task Force on Advertising and Children. Amerika: American Psychological Association (APA).
Wirasti, Murti Kusuma. 1999. Komunikasi Visual. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Yogyakarta.
Referensi Bersumber Internet:
Dougcube. 2012. 5 Theories of Advertising. Melalui: http://cubicmuse.com [20/02/16]
MSInteraction. 2011. Iklan Wall’s Selection Double Dutch. Melalui: http://youtube.com [29/06/15].
Narendra, S. 2013. “Dewasa Itu Enak Tapi Susah Dijalanin (Ulasan Iklan Tri)”. Melalui: http:// kompasiana.com [26/11/15].
Noor, A.R. 2009. “Belanja Iklan Operator Telko Rp 2,867 Triliun”. Melalui: http://inet.detik.com [13/03/15].
Pariwara, Nusantara. 2014. “Iklan Margarin Forvita versi Kawin Apa Kerja Dulu”. Tersedia di: http://youtube.com [29/06/15].
RG. 2013. Peringatan Tertulis Untuk 11 Stasiun TV Perihal iklan “Tri Indie+ (semua versi; versi Anak Laki-laki dan Anak Perempuan)”. Melalui: http://kpi.go.id [18/05/14].
(6)
166
Tri, Indonesia. 2013. “Iklan Tri Indie+ (versi cewe)”. Melalui: http://youtube.com [23/03/14].
Yudianto. 2013. “Iklan Indie+ Three Ditegur KPI”. Melalui: http://kompasiana.com [26/11/15].