Periode 1960 – 1975 Periodisasi Kesenian Gajah-gajahan
begitu familiarnya sebagian konco Reog mulai membawa kebiasaan pada saat Reogan dalam lingkungan kesenian Gajah-gajahan.
Bagi kalangan kesenian Gajah-gajahan yang belum terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan konco-konco Reog memang awalnya terkaget-keget,
namun lama-kelamaan mereka juga bisa membaur Pamujo, Wawancara 28 Mei 2014. Walaupun begitu kebiasaan buruk yang ditularkan oleh beberapa
anggota Reog tidak sepenuhnya diterima. Karena Grup kesenian Gajah- gajahan biasanya mempunyai aturan-aturan yang harus ditaati oleh para
anggota kesenian Gajah-gajahan termasuk grup kesenian Gajah-gajahan sekar Budaya yang ada di desa Coper.
Pada awal berdirinya, penari dalam kesenian Gajah-gajahan Sekar Budaya adalah seorang anak laki-laki berusia pra akil baliq yang konon
menggambarkan seorang Raja. Akan tetapi karena dilihat dari fungsi kesenian sebagai sarana hiburan dan penarik massa akhirnya penari diganti
oleh seorang perempuan yang menggunakan kostum jathil. Hal ini bertujuan agar dapat menghibur masyarakat sebagai penikmat kesenian Gajah-gajahan
Atim, Wawancara 30 Mei 2014. Alat musik yang digunakan juga sudah berkembang. Antara alat musik
modern dan tradisional sudah dikombinasikan menjadi iringan yang menarik. Iringan yang digunakan oleh kesenian ini juga tidak hanya
menggunakan syair-syair Islam atau shalawat tetapi juga menggunakan lagu campursari ataupun lagu dangdut. Dari segi kostum juga disesuaikan dengan
kostum kesenian Reog yang merupakan kesenian identitas Ponorogo. Dari awal terciptanya kesenian Gajah-gajahan sampai sekarang ini terjadi banyak
perkembangan dalam bentuk penyajian pementasannya.
Gambar 3 Anggota kesenian
Gajah-gajahan Foto: Fillya, 2014
Gambar 4 Penari kesenian
Gajah-gajahan mengadakan latihan Foto: Disbudparpora, 2006
Gambar 5 Penabuh kesenian
Gajah-gajahan mengadakan latihan Foto: Disbudparpora, 2006
Tabel 4. Periodisasi Perkembangan kesenian Gajah-gajahan
No Tahun
Perkembangan 1
1960-1975 Awal berdirinya kesenian Gajah-gajahan
digunakan sebagai sarana dakwah agama Islam. Bersamaan dengan adanya pemilu, kesenian ini
juga digunakan sebagai perekrutan massa. Kesenian Gajah-gajahan lahir dikalangan para
santri dengan tujuan untuk membuat sebuah kesenian yang islami. Pada saat itu antara
kesenian Gajah-gajahan dan Reog tidak bisa akur. Kesenian ini menggunakan iringan
shalawatan. Alat musiknya JedorDum, kenthongan, dan kecer. Penari yang menari diatas
Gajah-gajahan adalah seorang laki-laki. Kostum bernuansa islami dengan menggunakan baju
panjang.
1975-1990 Kesenian Gajah-gajahan mulai jarang diminati
masyarakat. Para santri lebih tertarik mengembangkan kesenian Hadrah dan Samproh.
1990- sekarang
Para seniman Ponorogo memunculkan lagi kesenian Gajah-gajahan dan mengkreasikannya
menjadi sebuah kesenian yang menarik. Alat musik ditambah dengan menggunakan kendhang,
sound system, dan sering dikreasikan dengan alat musik modern seperti gitar. Selain shalawatan,