Karakteristik Fenotipe Dan Jarak Genetik Domba Donggala Di Tiga Lokasi Di Sulawesi Tengah
KARAKTERISTIK FENOTIPE DAN JARAK GENETIK
DOMBA DONGGALA DI TIGA LOKASI
DI SULAWESI TENGAH
AMIRUDIN DG MALEWA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
2
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Karakteristik
Fenotipe dan Jarak Genetik Domba Donggala di Tiga Lokasi Di Sulawesi Tengah
adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2007
Amirudin Dg Malewa
NIM. D051040031
3
ABSTRACT
AMIRUDIN DG MALEWA. Fenotype characteristics and genetic distance of
sheep from three different location at Donggala regency, Central Sulawesi.
Supervised by SRI SUPRAPTINI MANSJOER and CECE SUMANTRI.
Sheeps is one of preeminent commodities of Central Sulawesi in term of
natural/pastural resources, climatic and cultural social condition. All varieties of
sheep in Central Sulawesi were results of cross-breeding between Fat-tail sheep
(FTS) and Merbas sheep. This research was aimed to identify the potential of
pasture, population dynamic, reproduction, quantitative and qualitative traits as
well as their genetic distance as criteria for sheep selection. The study carried out
in Palu City, Subdistrict Biromaru, Central Sulawesi in November 2005, from
Februari up to May and from November up to December 2006. Data were
collected from different location and all of sheep. A total of 412 sheep were used
and selected randomly. Adult sheep were observed 102 heads (24%) from East
Palu, 122 heads (10%), from South Palu, and 56 heads (28%) from Biromaru.
Sheep kids 28 heads from east and 64 heads from south of Palu, respectively.
Baby sheep were 15 heads from East Palu and 25 heads from South Palu and 17
heads from Biromaru.
Results showed that sheep population tended to decrease every year and
only 3 270 remains. Between three locations, the highest body weight of sheep
were found in Biromaru. The average of birth weight, weaning, adult males and
females body were 3.25±0.53 kgs, 11.25±3.33 kgs, 42.00±6.245 kgs, and
30.14±6.28 kgs, respectively. Body size of sheep 18-24 months from Biromaru
were also higher compared to the other location, while from age of groups 36 at
months, sheep from East Palu and Biromaru were higher than from South Palu.
Principal Component Analysis (PCA) showed that the best characters of sheep for
selection were breast diameter, body lenght, height of hip, and wide of tail.
Qualitative characters of sheep from Donggala regency at 3 reserach locations
were varies on head and ear colour and type wool and tails. Dominant colour wool
of sheep and colour patterns were white 60-80% and solid FTS in South Palu
dominated by male sheep (94.59%) while Medium tail sheep (MTS) were
dominant in Biromaru (67.50%). The genetic distance of sheep from East Palu
and South Palu were closer than the sheep from higher Biromaru.
Keywords: fenotype characteristics, genetic distance, Donggala sheep
4
ABSTRAK
AMIRUDIN DG MALEWA. Karakteristik Fenotipe dan Jarak Genetik Domba
Donggala di Tiga Lokasi di Sulawesi Tengah. Dibimbing oleh SRI SUPRAPTINI
MANSJOER dan CECE SUMANTRI
Domba merupakan salah satu komoditas unggulan di Sulawesi Tengah
berdasarkan kondisi sumber daya lahan, iklim dan sosial budaya. Domba yang ada
pada awalnya hanya domba ekor gemuk (DEG) kemudian disilangkan dengan
domba Merbas. Penelitian ini bertujuan untuk identifikasi potensi sumber pakan,
dinamika populasi, sifat reproduksi, berbagai sifat kuantitatif, kualitatif dan jarak
genetik domba Donggala di Sulawesi Tengah untuk digunakan sebagai kriteria
seleksi. Penelitian ini dilaksanakan di Kodya Palu dan Kec. Biromaru Sulawesi
Tengah. Penelitian pendahuluan telah dilakukan pada bulan November 2005,
Februari-Mei dan Nov-Des 2006. Pengumpulan data ukuran tubuh ternak diambil
dari tiga daerah yaitu Kel. Poboya Kec. Palu Timur, Kel. Kawatuna Kec. Palu
Selatan dan Desa Loru Kec. Biromaru. Ternak domba yang digunakan milik
peternak rakyat sebanyak sebanyak 412 ekor. Teknik pengambilan ternak sampel
dilakukan secara acak, dimana domba dewasa di Palu Timur 102 ekor (24%), Palu
Selatan 122 ekor (10%) dan Biromaru 56 ekor (28%). Domba anak 28 ekor Palu
Timur dan 64 ekor Palu Selatan. Domba muda 15 ekor Palu Timur, 25 ekor Palu
Selatan dan 17 ekor di Biromaru.
Populasi domba Donggala cenderung menurun dari tahun ke tahun dan
kini tinggal 3 270 ekor. Domba di Biromaru memiliki rerata bobot badan yang
tertinggi dibanding lokasi lainnya yakni bobot lahir (3.25±0.53) kg, bobot sapih
(11.25±3.33) kg. Demikian pula rerata bobot dewasa domba jantan umur 36
bulan (42.00 ±6.245) kg dan domba betina (30.14 ± 6.28) kg). Secara umum
ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan domba pada umur 18-24 bulan di Biromaru
lebih besar dibandingkan di lokasi lainnya. Hasil analisis AKU menunjukkan
bahwa penciri ukuran dan bentuk tubuh yang juga dapat dijadikan kriteria seleksi
domba Donggala jantan dan betina adalah lingkar dada, panjang badan, tinggi
pundak, tinggi pinggul, lebar ekor di tiga lokasi. Sifat kualitatif domba Donggala
di tiga lokasi penelitian beragam pada warna kepala, warna telinga, bentuk bulu
dan bentuk ekor. Warna bulu domba di tiga lokasi umumnya berwarna putih 6080% dengan pola warna polos. Di Palu Selatan domba ekor gemuk dengan
persentase terbanyak (94.59%) adalah pada domba jantan, sedangkan persentase
domba ekor sedang terbanyak di Biromaru (67.50%). Domba Palu Timur dan
Palu Selatan memiliki jarak genetik yang lebih dekat dibandingkan domba di
Biromaru.
Kata Kunci: Karakteristik Fenotipe, Jarak Genetik, Domba Donggala.
5
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak Cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.
6
KARAKTERISTIK FENOTIPE DAN JARAK GENETIK
DOMBA DONGGALA DI TIGA LOKASI
DI SULAWESI TENGAH
AMIRUDIN DG MALEWA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ternak
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
7
Judul Tesis
: Karakteristik Fenotipe dan Jarak Genetik Domba Donggala di
Tiga Lokasi di Sulawesi Tengah
Nama
: Amirudin Dg Malewa, SPt
NIM
: D051040031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.
Anggota
Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer
Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Ternak
Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc.
Tanggal Ujian: 30 April 2007
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Tanggal Lulus: 15 Mei 2007
8
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
rahmat, karunia dan pertolongan yang diberikan Tesis dengan judul “Karakteristik
Fenotipe dan Jarak Genetik Domba Donggala di Tiga Lokasi di Sulawesi Tengah
dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun berdasarkan data yang diperoleh melalui pengukuran
dilapangan (data primer) maupun data yang diperoleh dari peneliti lain
(data sekunder).
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah
informasi dasar mengenai karakteristik fenotipe domba yang ada di Indonesia,
sehingga akan mempermudah dalam penyusunan program pemuliaan.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibunda Dr. Ir. Sri
Supraptini Mansjoer selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Cece
Sumantri, M.Agr.Sc. selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah banyak
memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis sehingga penyusunan tesis ini
dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
rekan-rekan Program Studi Ilmu Ternak angkatan 2004 Syahrir Akil, Fitri Nova
Lubis,
Moh Rusdin, Dian Agustina, Desy Berliana, Merry, Linda, Nursanti
Asminaya, Yusmadi, Jhon Bestari dan Janetty. Dalam kesempatan ini penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Harimurti Martojo, Zakaria, Toto
Toharmat, Jerry F. Salamena, Feri Munier, Harun dan rekan-rekan HIMPAST
(Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Tengah) dan teman-teman komunitas
Nurul Falah. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibunda Johareng atas
segala doa dan kasih sayangnya dan
ayahanda Abdul Karim almarhum yang
meninggal saat penulis masih menempuh S2 semoga almarhum mendapat tempat
yang terindah disisi-Nya.
Penulis sangat menyadari Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu diharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca. Semoga karya ilmiah
ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2007
Amirudin Dg Malewa
9
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Solonsa Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah pada
tanggal 21 Pebruari 1969 dari ayah Abdul Karim (almarhum) dan ibu Johareng.
Penulis merupakan anak kedua dari delapan bersaudara.
Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri I Kolonodale Kab. Morowali
dan pada tahun yang sama lulus seleksi bebas tes masuk Universitas Tadulako.
Penulis memilih Program Studi Produksi Ternak Jurusan Peternakan Fakultas
Pertanian.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar Universitas Tadulako Jurusan
Peternakan sejak tahun 2000 melalui jalur beasiswa Tunjangan Ikatan Dinas
(TID) Departemen Pendidikan Nasional. Sebelum
menjadi staf di UNTAD,
penulis pernah menjadi dosen di Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Kendari.
Penulis telah menikah dengan Sitti Radhiah SKM tahun 2002 dan telah dikaruniai
dua anak yaitu Tsabita Mardatillah dan Fatih Abdurrahman.
10
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ..................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ........................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang .....................................................................................
Permasalahan ....................................................................................
Kerangka Fikir .....................................................................................
Tujuan dan Manfaat Penelitian ...........................................................
1
3
3
4
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Domba .....................………………………………….
Domba Ekor Gemuk ………………………………………………..
Dinamika Populasi .........................................................................
Sifat Reproduksi Ternak Domba .................................................... .
Sifat Kuantitatif ............................................................................... ..
Analisis Komponen Utama (AKU) .................................................
Penentuan Umur Domba ................................................................
Peningkatan Mutu Genetik Domba Ekor Gemuk ..........................
Sifat Kualitatif ……………………………………………………..
Jarak Genetik ....................................................................................
5
5
7
9
11
15
15
16
16
19
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................
Peubah yang Diamati .....................................................................
Analisis Data ....................................................................................
21
22
26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian .................................................
Keadaan Umum Peternak ..................................................................
Populasi dan Kepemilikan Domba.......................................................
Sifat Kuantitatif ..............................................................................
Bobot Badan .......................................................................................
Tubuh Bagian Kepala .........................................................................
Tubuh Bagian Depan ..........................................................................
Tubuh Bagian Tengah .........................................................................
Tubuh Bagian Belakang ......................................................................
Perbandingan Ukuran dan Bentuk Domba di Lokasi Penelitian ......
Sifat Kualitatif ................................................................................
Penentuan Jarak Genetik dan Pohon Fenogram...................................
Program Pemuliaan Secara Umum .....................................................
29
33
36
40
40
48
54
58
63
72
90
97
99
SIMPULAN ..............................................................................................
101
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
102
11
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Rataan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh domba ekor gemuk di
Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Sumenep .............................
11
2. Standar mutu bibit domba lokal, garut dan ekor gemuk ....................
14
3. Umur domba berdasarkan pergantian gigi seri tetap ..........................
15
4. Gambaran umum keadaan lokasi penelitian ......................................
30
5. Populasi ternak besar dan kecil di tiga lokasi penelitian ....................
31
6. Tingkat pendidikan menurut kelurahan/desa .....................................
33
7. Struktur populasi domba Donggala di lokasi penelitian ....................
36
8. Dinamika populasi domba Sulawesi Tengah tahun 2005 ..................
37
9. Beberapa sifat reproduksi domba Donggala .....................................
38
10. Rataan bobot badan domba jantan umur 0-12 minggu di lokasi
penelitian ............................................................................................
40
11. Rataan bobot badan domba betina umur 0-12 minggu di lokasi
penelitian ............................................................................................
40
12. Persentase kelahiran domba kembar dua di lokasi penelitan .............
42
13. Rataan dan simpangan baku bobot badan (kg) domba dari umur
6-36 bulan di lokasi penelitian . ...........................................................
46
14. Rataan ukuran tengkorak domba Donggala di lokasi penelitian ........
49
15. Rataan ukuran tanduk domba Donggala di lokasi penelitian .............
51
16. Rataan ukuran telinga domba Donggala di lokasi penelitian .............
53
17. Rataan ukuran leher domba Donggala jantan dan betina di lokasi
penelitian .............................................................................................
55
18. Rataan ukuran tubuh bagian depan domba Donggala .........................
56
19. Rataan ukuran bagian tengah domba Donggala ..................................
59
20. Rataan ukuran dada jantan dan betina domba Donggala dari umur
12-36 bulan di lokasi penelitian .........................................................
61
21. Rataan ukuran tubuh bagian belakang domba Donggala jantan dan
betina umur 12-36 bulan di lokasi penelitian....................................
64
22. Rataan ukuran kaki belakang domba Donggala jantan dan betina
umur 12-36 bulan di lokasi penelitian ..............................................
66
23. Rataan ukuran ekor domba Donggala di lokasi penelitian .................
68
24. Rataan ukuran scrotum domba Donggala di lokasi penelitian ...........
71
12
25. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh domba Donggala jantan
dan betina umur 18 bulan di lokasi penelitian ..................................
72
26. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh domba Donggala jantan
dan betina di lokasi penelitian umur 24 bulan ..................................
78
27. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh domba Donggala jantan
dan betina di lokasi penelitian Umur 36 Bulan ..................................
83
28. Persentase peubah penciri ukuran dan bentuk domba jantan di tiga
lokasi penelitian ..................................................................................
88
29 Persentase peubah penciri ukuran dan bentuk domba betina di tiga
lokasi penelitian ..................................................................................
89
30. Sifat-sifat kualitatif domba Donggala di tiga lokasi penelitian ..........
91
31. Persentase nilai kesamaan dan campuran di dalam dan antar
subpopulasi domba Donggala ............................................................
97
13
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Kerangka fikir penelitian ......................................................................... 3
2.
Peta lokasi penelitian ............................................................................... 21
3.
Pengukuran berdasarkan anatomi kerangka (skeleton ) pada domba ...... 28
4. Kawasan penggembalaan ternak ruminansia di Kawatuna ...................... 32
5.
Kandang domba Donggala di lokasi penelitian
..................................... 35
6.
Histogram bobot anak domba jantan (kiri) dan betina (kanan)
dari umur 0 - 8 minggu di tiga lokasi penelitian ..................................... 41
7.
Pertumbuhan domba Donggala jantan dan betina dari
umur 0-36 bulan di lokasi penelitian ....................................................... 45
8.
Grafik pertumbuhan domba jantan dan betina masing-masing
lokasi sejak lahir sampai umur 36 bulan ............................................... 47
9. Ukuran dan bentuk tubuh domba jantan umur 18 bulan ......................... 74
10. Ukuran dan bentuk tubuh domba betina umur 18 bulan ......................... 77
11. Ukuran dan bentuk tubuh domba jantan umur 24 bulan .......................... 80
12. Ukuran dan bentuk tubuh domba betina umur 24 bulan .......................... 82
13. Ukuran dan bentuk tubuh domba jantan umur 36 bulan ........................... 85
14. Ukuran dan bentuk tubuh domba betina umur 36 bulan .......................... 87
15. Variasi warna kepala domba Donggala .................................................. 90
16. Variasi warna bulu domba Donggala ...................................................... 92
17. Variasi pola warna bulu domba Donggala .............................................
94
18. Variasi bentuk bulu/wol domba Donggala ............................................... 95
19. Variasi bentuk ekor domba Donggala ..................................................... 96
20. Pohon fenogram subpopulasi domba Donggala ...................................... 98
14
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Domba merupakan salah satu komoditas unggulan Sulawesi Tengah
berdasarkan kondisi sumber daya lahan, iklim, dan sosial ekonomi. Domba
merupakan salah satu ternak ruminansia kecil sebagai sumber protein hewani di
pedesaan. Domba yang berkembang di Indonesia adalah domba Priangan, domba
ekor gemuk dan domba-domba lokal. Domba Priangan banyak dijumpai di daerah
Jawa Barat, sedangkan domba ekor gemuk berkembang di daerah Jawa Timur,
Madura, Nusatenggara dan Sulawesi.
Salah satu domba–domba lokal yang berada di kawasan timur Indonesia
dikenal dengan nama domba Donggala atau domba lokal Palu yang berada di
lembah Palu dan Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Domba yang ada pada
awalnya hanya domba ekor gemuk (DEG) yang kemudian disilangkan dengan
domba pejantan Merbas (Doho dan Tantu 1997), sehingga kini cenderung terdapat
dua jenis domba di Palu yaitu domba ekor gemuk dan domba hasil silangan.
Domba lokal ini telah
berkembang
puluhan generasi, sehingga membentuk
karakteristik khas yang hanya dimiliki oleh ternak tersebut.
Ternak ini memiliki daya adaptasi yang tinggi, dapat hidup dan
berkembang biak pada kondisi padang penggembalaan lembah Palu yang kering
dan panas dengan kualitas dan kuantitas pakan yang rendah. Sulawesi Tengah
memiliki temperatur rata-rata 34,5oC, namun ketika diukur 30 cm di atas
permukaan tanah untuk areal penggembalaan temperatur lingkungan mencapai
41-45oC (Husain 2002) dengan jumlah bulan hujan hanya 3-4 bulan pertahun.
Hasil evaluasi yang telah dilakukan, kapasitas tampung padang penggembalaan di
lembah Palu 14,2 ha/unit ternak/tahun (Amar 1989). Rendahnya kualitas habitat
tersebut sangat berpengaruh besar terhadap penampilan produksi dan reproduksi
domba Donggala, namun domba Donggala mempunyai beberapa keunggulan
antara lain
dapat bertahan
hidup dengan pakan berkualitas rendah, mampu
bertahan hidup pada tekanan iklim setempat, daya tahan yang tinggi terhadap
penyakit dan parasit. Keunggulan ini merupakan karakteristik yang khas untuk
15
digunakan sebagai sumber genetik dalam perbaikan domba Donggala melalui
seleksi dan
persilangan.
Dengan demikian domba Donggala merupakan
sumberdaya genetik (plasma nutfah) ternak yang dapat dikembangkan untuk
pengembangan
dan perbaikan mutu genetik bangsa domba secara nasional
dengan tetap menjaga kemurnian dan kelestariannya. Apalagi domba Donggala
termasuk ternak spesifik lokasi yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak
diusahakan masyarakat, sehingga sangat mendesak untuk ditangani secara serius.
Populasi domba Donggala masih sangat rendah dibandingkan dengan
daerah lain di Indonesia. Pada tahun 1989 populasi domba Donggala masih
berjumlah 16.192 ekor tahun 1987 kemudian menjadi 7.408 ekor tahun 2003
bahkan
populasi domba tersebut kini tinggal berjumlah 3.270 ekor (Disnak
Sulteng 2005).
Hal tersebut
sangat memprihatinkan mengingat penurunan
populasi tersebut dikhawatirkan berdampak terhadap mutu genetik domba
Donggala. Hal ini kemungkinan disebabkan penjualan/pemotongan atau kematian
domba yang tidak terkontrol, artinya ternak-ternak besar yang memiliki harga
tinggi dijual atau dipotong. Sebagai akibatnya ternak yang tertinggal di kandang
mutu genetiknya dapat menjadi lebih rendah, dan jika hal ini terus berlangsung,
maka akan terjadi pengurasan sumber daya genetik, sehingga yang tersisa adalah
domba yang memiliki produktivitas rendah. Apalagi Domba Donggala sudah
tercemar dengan darah domba Merbas (Duma dan Rusdi 2001). Sehingga sangat
ironis jika kualitas ternak seperti ini yang akan menjadi bibit generasi domba
masa mendatang.
Rataan bobot badan domba jantan Donggala umur 1 tahun 16 kg
(Abdullah 2001), domba betina umur 1-1,5 tahun ±20 kg (Munier et al. 2002)
Munir et al. (2004) menyatakan bahwa rataan bobot badan domba di Sulawesi
Tengah umur 1-1,5 tahun masih rendah hanya mencapai 18-20 kg/ekor untuk
betina dan 18-22 kg/ekor untuk jantan dengan sistem penggembalaan di padang
rumput alam. Salah satu upaya peningkatan populasi dan produktivitas domba
Donggala dengan menekan terjadinya seleksi negatif dan seleksi diarahkan untuk
pengembangan
domba
Donggala
yang
berkelanjutan
terutama
untuk
mempertahankan mutu genetiknya, agar tersedia bibit unggul yang telah sesuai
dengan kondisi iklim setempat. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang
16
berkaitan dengan status populasi, sifat reproduksi dan inventarisasi sifat
kuantitatif, sifat kualitatif dan jarak genetiknya.
Permasalahan
1. Domba Donggala mengalami penurunan populasi dan dikhawatirkan terjadi
penurunan mutu genetiknya.
2. Karakterisasi fenotipik domba Donggala belum memadai, padahal informasi
ini penting dalam penyusunan kebijakan pemuliaan untuk perbaikan mutu
genetiknya dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan regional,
khususnya protein hewani.
Kerangka Fikir
Pengembangan Domba
Donggala sbg Penghasil Daging
Keunggulan :
¾ Daya adaptasi tinggi
¾ Dpt bertahan hidup dgn pakan
kualitas rendah dan tekanan
iklim setempat (suhu34,5 oC)
Masalah :
¾ Terjadi penurunan populasi
¾ Karakteristik fenotipik & status
populasi belum diketahui
Peningkatan jumlah populasi,
Seleksi & pemurnian, persilangan
Konservasi dan pelestarian
PENELITIAN
Dukungan Kebijakan
PEMDA SULTENG
Keragaman sifat reproduksi
sifat kuantitatif & kualitatif,
¾ Kriteria seleksi
¾ Perbaikan mutu genetik
Dinamika populasi
Status populasi
REKOMENDASI
17
Gambar 1 Kerangka fikir penelitian.
TUJUAN
Melakukan identifikasi potensi sumber pakan, dinamika populasi, sifat
reproduksi, berbagai sifat kuantitatif, kualitatif dan jarak genetik domba Donggala
di Sulawesi Tengah untuk kriteria seleksi.
MANFAAT
Hasil penelitian dapat digunakan untuk menyusun kebijakan dalam upaya
pengembangan domba Donggala di Sulawesi Tengah.
33
pertalian genetik yang relatif dekat akan kurang memberikan laju pertumbuhan
anaknya dengan baik.
Sifat morfolgis ternak seperti ukuran tubuh dan pola warna
dapat
digunakan untuk menganalisis estimasi jarak pertalian genetik rumpun domba
antar daerah seperti yang dilakukan oleh Herera et al. (1996) dan Suparyanto et al.
(1999). Hartl (1988) menyatakan bahwa pola perbedaan sifat fenotipik yang ada
dalam setiap individu ternak dapat digunakan untuk menentukan asal rumpun
ternak.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kodya Palu dan Kecamatan Biromaru
Sulawesi Tengah. Penelitian pendahuluan telah dilakukan pada bulan November
2005 dan selanjutnya dilakukan pada bulan Februari - Mei serta Nov-Des 2006.
Poboya
Kawatuna
Biromaru
Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian.
34
Materi dan Peralatan
Pengumpulan data ukuran tubuh ternak diambil dari tiga daerah yaitu Kel.
Poboya Kecamatan Palu Timur, Kel. Kawatuna Kec. Palu Selatan dan Desa Loru
Kec. Biromaru. Ternak domba yang digunakan milik peternak rakyat sebanyak
sebanyak 412 ekor. Teknik pengambilan ternak sampel dilakukan secara acak,
domba dewasa di Palu Timur 102 ekor (24%), Palu Selatan 122 ekor (10%) dan
Biromaru 56 ekor (28%). Domba anak 28 ekor Palu Timur dan 64 ekor Palu
Selatan. Domba muda 15 ekor Palu Timur, 25 ekor Palu Selatan dan 17 ekor
berasal dari Biromaru.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan
berdiri kapasitas 100 kg, mistar ukur, kaliper, pita ukur, borang dan alat-alat tulis.
Peubah yang Diamati
Dinamika Populasi
1.
Jumlah jantan dan betina dewasa
2.
Jumlah domba pada berbagai strata umur (anak, muda, dewasa),
3.
Ternak masuk,
4.
Ternak keluar/ pemotongan
5.
Mortalitas .
6.
Jumlah pemilikan ternak domba/KK,
7.
Jumlah peternak,
8.
Pekerjaan peternak,
9.
Pendidikan peternak dan pengalaman peternak
Sifat Reproduksi
1.
Jumlah anak sepelahiran (tunggal, kembar dua, kembar tiga,)
2.
Jarak beranak antara dua partus
3.
Jumlah anak sapihan (disusui – sapih - hidup)
4.
Jumlah jantan dan betina dewasa perkelompok
5.
Umur jantan afkir dan umur betina afkir.
35
Sifat Kuantitatif
Penentuan umur dilakukan terlebih sebelum pengamatan dengan melihat
pergantian gigi seri
dan berdasarkan informasi dari peternak. Peubah yang
berkaitan dengan ukuran-ukuran tubuh yang diukur pada domba jantan dan
betina dewasa (gigi genap/12-36 bulan).
Bobot Badan
Bobot badan (BB) pada domba dewasa, bobot lahir-12 minggu, sapih dan
muda pada jantan dan betina(6 bulan), ditimbang pada pagi hari sebelum domba
diberi makan/digembalakan dengan timbangan gantung kapasitas 50 kg (satuan
dalam kg).
Tubuh Bagian Kepala
1. Panjang tengkorak (PTR) diukur jarak antara titik yang anterior kepala
sampai titik posterior tengkorak, dengan mistar ukur (satuan dalam cm).
2. Lebar Tengkorak (LTR), diukur jarak antara titik penonjolan tengkorak
paling luar kiri dan kanan menggunakan kaliper (satuan dalam cm).
3. Tinggi tengkorak (TKR), diukur jarak antara titik dorsal tengkorak sampai
titik lateral rahang terendah dengan kaliper (satuan dalam cm).
4. Panjang tanduk (PTD), diukur dari pangkal tanduk sampai ujung tanduk
mengikuti alur putaran tanduk sebelah luar dengan mistar ukur (satuan
dalam cm).
5. Lingkar pangkal tanduk (LPT), diukur melingkar pada pangkal tanduk
dengan pita ukur (satuan dalam cm).
6. Jarak antar tanduk (JAT), diukur dari jarak antar pangkal tanduk sebelah
kiri dan kanan dengan pita ukur (satuan dalam cm).
7. Panjang telinga (PTl), diukur jarak antara pangkal daun telinga sampai titik
ujung telinga dengan mistar ukur (satuan dalam cm).
8. Lebar telinga (LTl), diukur jarak antara dua titik terluar tengah daun
telinga secara tegak lurus terhadap panjang telinga dengan pita ukur
(satuan dalam cm).
36
Tubuh Bagian Depan
1. Panjang leher (tulang leher) (PL), diukur dari pangkal leher sampai
pangkal punggung dengan pita ukur (satuan dalam cm).
2. Lingkar leher (LkH), diukur melingkar leher bagian tengah dengan pita
ukur (satuan dalam cm).
3. Tinggi pundak (TPd), jarak tertinggi pundak sampai tanah, diukur
menggunakan mistar ukur (satuan dalam cm).
4. Panjang humerus (PH) diukur dari ujung head humerus sampai ujung
bagian bawah humerus diukur dengan mistar ukur (satuan dalam cm).
5. Panjang radius- ulna (PRU) diukur dari olecranon sampai stiloid process
of ulna dekat carpus diukur dengan mistar ukur (satuan dalam cm).
6. Panjang metacarpus (PM) diukur dari carpus sampai prox sesamoids
diukur dengan mistar ukur (satuan dalam cm).
7. Lingkar kanon (LkK)/ tulang pipa (metacarpus), diukur melingkar di
tengah-tengah tulang pipa kaki depan sebelah kiri dengan pita ukur (satuan
dalam cm).
Tubuh Bagian Tengah
1. Tinggi punggung (TPg), jarak bagian punggung paling atas sampai ke
tanah, diukur menggunakan mistar ukur (satuan dalam cm).
2. Panjang badan (PB), jarak garis lurus dari tepi depan luar tulang Scapula
sampai benjolan tulang tapis (tulang duduk/os ischium), diukur
menggunakan mistar ukur (satuan dalam cm).
3. Lebar dada (LD), jarak antara bagian tengah tulang dada kiri dan kanan
diukur dengan kaliper (satuan dalam cm).
4. Dalam dada (DD), jarak antara titik tertinggi pundak dan tulang dada
bawah, diukur dengan mistar ukur (satuan dalam cm).
5. Lingkar dada (LD), diukur melingkar rongga dada di belakang sendi tulang
bahu (os scapula) menggunakan pita ukur (satuan dalam cm).
Tubuh Bagian Belakang
1. Tinggi pinggul (TPgl), jarak antara titik tertinggi pinggul sampai tanah,
diukur menggunakan mistar ukur (satuan dalam cm).
37
2. Panjang dalam pinggul (PDPgl), jarak antara bagian anterior tulang
pinggul sampai ujung benjolan tulang tapis (os ischium), diukur dengan
menggunakan mistar (dalam cm).
3. Lebar antara tulang tapis (LATT) jarak antara dua os ischium sisi tulang
tapis kiri dan kanan, diukur dengan kaliper (satuan dalam cm).
4. Panjang tulang paha (PTP) femur, jarak antara dua ujung tulang paha
diukur dengan mistar (satuan dalam cm).
5. Panjang tibia (PT) diukur dari bagian atas sampai ujung bawah tibia
diukur dengan mistar ukur (satuan dalam cm).
6. Panjang metetarsus (PMt) diukur dari jarak antara dua ujung metatarsus
dengan mistar ukur (satuan dalam cm).
Bagian Ekor
1.
Panjang ekor (PEk), diukur jarak dari pangkal ekor sampai ujung ekor
dengan pita ukur (dalam satuan cm).
2. Lebar pangkal ekor (LPEk), diukur jarak lebar antara titik sisi kiri dan
kanan pangkal ekor dengan pita ukur (satuan dalam cm).
3. Lingkar pangkal ekor(LkPEk), diukur dengan melingkarkan pita ukur ke
pangkal ekor dengan pita ukur (satuan dalam cm).
Bagian Scrotum
1. Panjang
scrotum
(PjS),
diukur
tegak
lurus
sepanjang
scrotum
menggunakan pita ukur (satuan dalam cm).
2. Lebar scrotum (LS), diukur jarak antara sisi kiri dan kanan bagian tengah
scrotum menggunakan kaliper (satuan dalam cm).
3. Lingkar scrotum (LkS), diukur melingkar bagian tengah scrotum
menggunakan pita ukur (satuan dalam cm).
Sifat Kualitatif
1. Garis muka, dilihat dari samping dan diklasifikasikan
dalam dua
kelompok yaitu lurus dan cembung.
2. Mata, diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu menonjol keluar
(cembung) dan normal.
38
3. Posisi telinga, diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu mengantung,
tegak samping dan tegak atas.
4. Bentuk telinga diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu rumpung
(sempit) daun hiris (medium) dan rubak (lebar). Telinga rumpung yaitu
bila daun telinga menguncup (seperti kuncup bunga ros) atau menggulung
dan lubang telinga tidak tampak jelas, berukuran pendek, kecil bahkan
tampak seolah olah tidak berdaun telinga. Telinga berdaun hiris (medium)
seolah–olah hampir menggulung, tetapi lubang telinga masih tampak jelas
dan daun telinga meruncing ke ujung. Telinga rubak (lebar) daun telinga
lebar dan panjang, ujung telinga tidak runcing (bulat), lubang telinga
tampak jelas. Secara kuantitatif menurut Mulliadi (1996), telinga rumpung
(sempit) bila ukuran panjang krang dari 4 cm, daun telinga hiris (medium)
panjang daun telinga antara 4-8 cm dan daun telinga rubak (lebar) bila
panjang daun telinga lebih dari 8 cm.
5. Ada tidaknya tanduk, baik pada jantan atau betina diklasifikasikan dalam
tiga kelompok yaitu tidak bertanduk, benjolan dan bertanduk.
6. Garis punggung, dilihat dari samping pada posisi berdiri normal,
diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu cembung, lurus dan cekung.
7. Bentuk ekor, diklasifikasikan dalam tiga kelompok
berdasarkan
pengukuran lebar pangkal ekor, yaitu gemuk bila pangkal ekor lebar lebih
dari 9 cm, ekor sedang antara 5-8 cm dan ekor tipis (sempit) lebar kurang
dari 4 cm.
8. Bentuk wol/bulu, diklasifikasikan
dalam tiga kelompok, yatiu lurus,
berombak dan keriting.
9. Sebaran pola warna wol/bulu pada bagian badan yang diamati mulai dari
leher dan badan tanpa kaki dan ekor. Sebaran pola warna dibagi dalam
empat kelompok utama, yaitu
putih, hitam coklat dan abu-abu atau
kombinasi dari keempat warna tadi sesuai dengan sebaran dominasinya.
Pola warna dikelompokkan dalam warna polos, bintik-bintik, bercak
(belang kecil), bercak (belang besar) , strip sempit dan strip besar.
39
ANALISIS DATA
Sifat Kuantitatif
Data sifat kuantitatif berupa bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh domba
Donggala dihitung nilai rata-rata (X), simpangan baku (SB) dan koefisien
keragaman (KK). Untuk mengetahui pengaruh lokasi, umur dalam lokasi dan jenis
kelamin dalam umur dalam lokasi terhadap bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh
domba Donggala dilakukan analisis keragaman (ANOVA) dengan menggunakan
General Linier Model (GLM).
Untuk memberikan diskriminasi terhadap ukuran dan bentuk tubuh domba
Donggala, data ukuran-ukuran tubuh dianalisis dengan menggunakan Analisis
Komponen Utama (AKU). Pengolahan data hasil penelitian dan pembuatan
diagram menggunakan perangkat lunak statistik Minitab 14. Hasil AKU akan
diperoleh persamaan ukuran dan bentuk diturunkan dari matriks kovarian.
Model matematika AKU menurut Gasperz (1992) sebagai berikut :
Yp = a1pX1 + a2pX2 + . . . + appXp
Keterangan :
Yp
= komponen utama ke-p
a1p-app = vektor ciri atau vektor Eigen ke-p untuk p = 1,2,3,......,17.
Xp
= peubah ke-p untuk p = 1,2,3,......,17
Dua komponen utama yang mempunyai nilai keragaman tertinggi
digunakan sebagai persamaan ukuran dan bentuk. Korelasi antara ukuran dan
bentuk dari masing-masing peubah dihitung berdasarkan rumus (Gaspersz 1992) .
rxiyj =
aij λ j
Si
Keterangan :
rxiyj =
korelasi antara peubah-peubah xi dan komponen utama ke-j (j
=1,2,3,......,17 )
vektor Eigen/Vektor ciri ke-j ; λ j = nilai Eigen /Akar ciri ke-j
aij
=
Si
= simpangan baku dari peubah xi
40
Sifat Kualitatif
Sifat kualitatif yang diamati. yaitu morfologi tubuh meliputi warna kepala,
warna bulu tubuh, pola warna bulu, bentuk wol dan bentuk ekor dianalisis secara
deskriptif.
Analisis menggunakan Frekuensi Relatif (Mulliadi 1996) dengan
formula sebagai berikut .
Frekuensi Relatif Sifat A = Σ Sifat A x 100%
N
Keterangan : A = salah satu sifat yang diamati
N = total sampel yang diamati
Jarak Genetik
Fungsi diskriminan sederhana dilakukan untuk penentuan jarak genetik
(Manly 1989). Pendugaan kesamaan genetik dan jarak genetik dihitung dengan
menggunakan semua peubah morfometrik yang diamati.
Analisis data
menggunakan paket program SAS 6,12. Dari hasil matrik tersebut dilakukan
analisis pohon fenogram dengan menggunakan soft ware aplikasi MEGA2 yang
dibangun oleh Kumar at al. (1993).
Gambar 3 Pengukuran berdasarkan anatomi kerangka (skeleton ) pada domba;
Sisson (1953).
18
PUSTAKA
Klasifikasi Domba
Domba
termasuk
dalam filum
Chordata,
klas
mammalia,
ordo
Artiodactyla, famili Bovidae, Sub-famili Caprinae, genus Ovis dan dalam spesies
Ovis aries (Banerjee 1982). Domba-domba domestik umumnya memiliki
komposisi genetik dari berbagai jenis domba lainnya seperti domba argali, Ovis
ammon, yang hidup di Asia tengah, domba Urial, Ovis vignei, juga hidup di Asia
dan domba Moufflon, Ovis musimon, yang hidup di Asia Kecil dan Eropa.
Pada umumnya domba di Indonesia berekor tipis (thin-thailed) seperti
domba Garut, tetapi ada pula yang berekor gemuk (fat-tailed) seperti domba
Donggala atau domba yang berada di Jawa Timur (Devendra dan McLeroy 1992).
Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia dikenal sebagai domba lokal,
domba kampung atau domba kacang yang disebut demikian, karena bertubuh
kecil. Domba ini tidak jelas asal-usulnya dan dijumpai di daerah Jawa Barat dan
Jawa Tengah (Devendra dan McLeroy 1992).
Domba Ekor Gemuk
Diperkirakan domba ekor gemuk yang hidup di Indonesia berasal dari
Asia Barat Daya atau Afrika Timur lewat jalur pedagang-pedagang Arab
(Devendra dan McLeroy 1982). Pada awalnya pulau Madura memiliki populasi
domba ekor gemuk terbanyak, kemudian menyebar ke daerah Jawa Timur.
Akhirnya domba ekor gemuk (DEG) menjadi domba khas daerah Jawa Timur
(Edey 1983). Di Sulawesi ada domba peranakan disebut domba Donggala
mempunyai ekor tidak terlalu gemuk, dan termasuk tipe ekor gemuk sedang
(Devendra dan McLeroy 1992).
Ciri-ciri khusus domba ekor gemuk adalah berbulu kasar, tidak bertanduk,
warna putih dan telinga sedang (Mason 1980). Panjang ekor normal 15-18 cm,
berbentuk hurup S atau sigmoid dan menyimpan lemak dalam jumlah besar
(Devendra dan McLeroy 1982). Domba ekor gemuk jantan kadang-kadang
19
bertanduk tetapi ukuran tanduknya kecil (Edey 1983). Biasanya terdapat sedikit
wol di bagian belakang dan sisi tengah badan, dan ukuran tubuhnya relatif besar
(Smith 1979). Bobot badan domba ekor gemuk jantan unggul dapat mencapai
43 kg, betina unggul mencapai 40 kg, dan rataan bobot potong mencapai 24 kg
(Devendra dan McLeroy 1982).
Menurut Kasim (1996) bahwa pertambahan bobot badan anak prasapih
domba Donggala sebesar 38,57 g/ekor/hari lebih rendah dibandingkan domba
daerah tropik 45-64 g/ekor/hari. Selanjutnya menurut (Amar et al. 2005) bahwa
rataan pertambahan bobot badan pascasapih tanpa pakan tambahan adalah 65,07
g/ekor/hari sedangkan pertambahan bobot badan domba Donggala yang diberi
pakan tambahan adalah 82,84 g/ekor/hari. Hal ini berarti pemberian pakan
tambahan dapat meningkatkan pertambahan bobot badan domba Donggala.
Domba Donggala dengan bobot potong 20 kg mempunyai bobot karkas
8 kg atau 40% pada domba ekor gemuk dan pada domba persilangan, bobot
karkasnya lebih tinggi yakni 9 kg atau 45% dari bobot potong. Hal tersebut
menurut (Kasim 1996) bahwa introduksi pejantan Merbas kedalam populasi
ternak domba lokal (DEG) mempunyai efek positif terhadap peningkatan
produktivitas karkas meskipun tidak berbeda nyata karena kondisi pemeliharaan
yang masih tradisional. Hal ini berarti ada potensi untuk meningkatkan bobot
potong dan bobot karkas jika ada pemberian pakan yang berkualitas. Menurut
Herman (2005) domba ekor gemuk dengan bobot potong 25,0 kg mempunyai
bobot karkas 13,04 kg atau 52,16%. Dengan demikian bobot karkas domba
Donggala masih lebih rendah dibanding bobot karkas domba ekor gemuk di
Jawa.
Banyak domba ekor gemuk betina bunting dan mempunyai anak di
bawah umur satu tahun, berarti domba ini masak dini (Fakultas Peternakan IPB
1985), sangat prolifik dengan (lambing) interval beranak hanya 8-9 bulan,
lamb crop 23,4%, dan pertama kali beranak pada umur 11-17 bulan (Devendra
dan McLeroy 1982). Nurjadi (1982) dalan rangkaian penelitiannya melaporkan
bahwa hasil pengamatan dari 263 ekor domba ekor betina yang memperlihatkan
ovulasi tunggal, dua, tiga dan empat masing-masing sebesar 12,55; 50,95; 25,86
dan 8,75%. Dilaporkan pula bahwa domba betina yang mempunyai dua embrio
20
dalam uterusnya sebesar 59%.
Beberapa induk domba ekor gemuk dapat
melahirkan anak kembar tiga dan kadang-kadang empat (Junus 1984).
Seleksi umumnya dilakukan pada sifat kualitatif dan kuantitatif. Seleksi
yang dilakukan oleh masyarakat umumnya berdasarkan sifat kualitatif ternak.
Sifat kualitatif ternak yang banyak diperhatikan oleh petani peternak adalah
bangsa, warna bulu dan bentuk tanduk.
Diantara kriteria yang digunakan
tersebut lebih banyak mengarah pada penampilan ternak, dari pada
produktivitasnya.
Ciri-ciri fisik yang terdapat pada domba, diyakini dapat
menentukan status sosial dan hal ini tidak dapat dipisahkan dari unsur seni,
budaya (Sutisna 2001).
Mempelajari komponen-komponen keragaman pada ternak sangat
penting artinya, karena akan membantu dalam perencanaan pemuliaan untuk
meningkatkan mutu genetik (Liu dan Makarechian 1990). Selanjutnya Lasley
(1978) menjelaskan bahwa keragaman fenotipik total merupakan sumbangan
keragaman yang disebabkan oleh faktor genetik,
lingkungan dan interaksi
keduanya. Keragaman fenotipik sifat-sifat yang dimiliki setiap individu dapat
digunakan untuk membantu dalam mempelajari keragaman genetik suatu
populasi ternak terutama bila dilakukan terhadap sifat-sifat yang sudah diketahui
mempunyai nilai repitabilitas yang tinggi.
Keragaman fenotipik total dari suatu sifat yang diakibatkan oleh
pengaruh genetik
digunakan istilah heritabilitas (Warwick et al.1995).
Heritabilitas dalam arti sempit merupakan dugaan bagian aditif dari ragam
keturunan yang sangat penting, karena dapat menunjukkan perubahan yang
dicapai seleksi untuk suatu sifat dalam populasi (Johanson dan Randel 1966).
Heritabilitas dapat digunakan untuk menunjukkan keunggulan atau
kelemahan individu yang diperkirakan akan diwariskan kepada keturunannya
(Lasley 1978). Namun yang perlu diperhatikan dalam menghitung nilai
heritabilitas adalah jumlah data harus cukup banyak, karena tidak jarang
diperoleh angka heritabilitas yang berada di luar kisarannya, yaitu negatif atau
lebih dari satu ( Hardjosubroto 1994).
21
Dinamika Populasi
Pada tahun 1989 populasi domba Donggala masih berjumlah 16.192 ekor
(Disnak Sulteng 1987), namun populasi domba tersebut kini tinggal berjumlah
3.270 ekor (Disnak Sulteng 2005). Populasi adalah suatu kelompok mahluk yang
sama spesiesnya dan mendiami suatu ruang tertentu pada waktu tertentu
(Tarumingkeng 1994). Populasi ternak selalu mengalami perubahan atau
dinamika, dan dinamika ini dipengaruhi oleh adanya
kelahiran, kematian,
pemotongan ekspor/impor dan populasi awal (Soehadji 1991). Pengembangan
domba sebagaimana ternak lainnya diperlukan ketersediaan data populasi dan
dinamika populasi yang akurat dan handal. Disamping itu pengembangan domba
pada suatu wilayah dan periode tertentu, akan sangat dipengaruhi oleh besarnya
populasi, daya dukung wilayah dan jumlah peternak domba (Sumadi 2001).
Suatu cara untuk mempertahankan mutu genetik domba Donggala sebagai
sumber bibit adalah dengan menghitung secara tepat jumlah yang dapat
dikeluarkan seimbang dengan jumlah dan mutu bibit yang dipertahankan sebagai
ternak pengganti (Sumadi 2001). Natural increase dihitung berdasarkan selisih
tingkat kelahiran dengan tingkat kematian dalam kurun waktu satu tahun.
(Hardjosubroto 1994). Banyaknya domba yang dapat dikeluarkan untuk dikirim
ke daerah lain atau dipotong dari suatu daerah tertentu tanpa menggangu
keseimbangan populasi ternak tersebut adalah merupakan out put domba di suatu
daerah.
Disamping itu pola pengembangbiakan ternak akan mempengaruhi
komposisi dari ternak yang dipotong dari suatu wilayah, karena ternak yang
disingkirkan dari pembiakan merupakan salah satu bagian dari jumlah ternak
yang dapat dikeluarkan atau dipotong, sedangkan bagian lainnya adalah ternak
muda yang jumlahnya sama dengan sisa natural increase (pertambahan alami)
yang telah dikurangi dengan jumlah ternak yang dibutuhkan untuk mengganti
ternak yang telah disingkirkan tadi (Hardjosubroto 1994).
Berdasarkan
pertimbangan kebutuhan ternak pengganti yang akan digunakan untuk
perkembangan maka diharapkan populasinya tidak akan terkuras akibat
pengeluaran atau pemotongan yang berlebihan (Sumadi 2001).
22
Produktivitas Ternak Domba
Produktivitas adalah hasil yang diperoleh oleh seekor ternak pada kurun
waktu tertentu dan dapat dinyatakan sebagai fungsi dari tingkat reproduksi dan
pertumbuhan (Hardjosubroto 1994), sehingga produktivitas ternak merupakan
gabungan sifat-sifat produksi dan reproduksi (Lasley 1978). Produktivitas pada
ternak dapat dilihat dari Service per Conception (S/C), jumlah anak sekelahiran
(litter size), panen anak selama satu tahun (kid crop), interval kelahiran dan
mortalitas (Hardjosubroto 1994).
Atkins (1980), menyatakan bahwa produktivitas induk domba berdasarkan
bobot lahir, bobot sapih, bobot potong setelah dipuasakan 24 jam bobot karkas
dan bagian-bagiannya. Edey et al. (1981), menyatakan bahwa bobot lahir anak
domba ekor gemuk rataannya adalah 2,16 kg ±0,36 kg bagi yang lahir tunggal dan
1,48 ± 0,23 kg bagi yang lahir kembar dua; rataan pertambahan bobot hidup
harian sebelum disapih pada jantan adalah 66,07 g dan betina 61,25 g bagi yang
dilahirkan tunggal dan jantan 42,52 g, betina 53,70 g bagi anak lahir kembar.
Sifat Reproduksi Ternak Domba
Kegiatan reproduksi domba di negara beriklim panas tidak dipengaruhi
oleh musim dan reproduksinya berlangsung sepanjang tahun.
Penampilan
reproduksi dapat diperkirakan sebagai petunjuk dari kemampuan produktivitas
dari ternak domba, yang terutama dititik beratkan pada anak domba dan perlu
diusahakan perbaikan faktor-faktor yang mempengaruhi reproduksi tersebut
(Hafez 1996). Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi reproduksi induk
diantaranya sistem perkawinan, umur beranak pertama, jumlah anak yang
dilahirkan (litter size), selang beranak dan laju mortalitas (Subandriyo et al.
1994).
Rataan Jumlah Anak Perkelahiran
Menurut Subandriyo et al. (1994) bahwa jumlah yang dilahirkan
perkelahiran dipengaruhi faktor induk yang ditentukan oleh laju ovulasi, laju
pembuahan dan kemampuan hidup prenatal serta nutrisi induk selama bunting.
Hasil penelitian Sutama et al. (1991) menunjukkan bahwa rataan jumlah anak
perkelahiran domba ekor gemuk sebesar 1,57 ekor. Subandriyo et al. (1994)
23
menyatakan bahwa jumlah anak perkelahiran domba ekor gemuk lebih rendah
dari domba ekor tipis.
Selang Beranak
Selang beranak berhubungan dengan lama waktu dikawinkan seperti
beranak, terjadinya pembuahan, laju mortalitas anak dan kualitas nutrisi yang
dikonsumsi (Subandrio 1994). Rataan jarak beranak pada induk domba yang
digembalakan lebih pendek dibandingkan dengan domba yang dikandangkan (249
hari dan 266 hari). Hal tersebut disebabkan kesempatan untuk kawin pada domba
yang digembalakan lebih besar dibanding domba yang dikandangkan, karena
perkawinan domba di pedesaan dilakukan secara alami tanpa bantuan petani
peternak (Priyanto et al. 1992).
Mortalitas
Eleiser et al. (1994) menyatakan bahwa mortalitas anak disebabkan oleh
persaingan untuk mendapatkan colustrum dan air susu induk, persaingan selama
dalam kandungan dan sifat keindukan dalam menghadapi masing-masing anak
dibandingkan kembar dua atau tunggal. Laju mortalitas ini menurut Subandrio et
al. (1994) dapat ditekan dengan sedikit perbaikan dalam perawatan induk bunting
tua, induk menyusui dan perbaikan tatalaksana pemberian pakan. Menurut Eleiser
et al. (1994) bahwa adanya
hubungan antara mortalitas anak dengan tipe
kelahiran, dan umumnya anak kembar mortalitasnya lebih besar dibandingkan
dengan anak tunggal, karena vigoritas anak tunggal lebih tinggi dari pada dengan
anak kembar, dimana zat makanan yang tersedia dalam uterus hanya dikonsumsi
untuk satu ekor calon anak.
Sifat Reproduksi Jantan
Testis merupakan alat reproduksi jantan yang utama dan besar
pengaruhnya terhadap produksi ternak, salah satu kriteria produksi ternak
ditentukan oleh keberhasilan pejantan dalam membuahi induk untuk memperoleh
keturunan. Performa reproduksi merupakan salah satu faktor yang menentukan
24
produktivitas, aplikasinya pada ternak untuk memperoleh daging, susu, kulit, wol
atau rambut. Kegagalan reproduksi baik pada jantan ataupun betina, berarti pula
kegagalan terhadap harapan produksi.
Alat reproduksi yang berfungsi baik,
merupakan hal utama dalam menentukan keberhasilan ternak. Aktivitas
reproduksi ternak jantan dapat diukur melalui libido dan besarnya testes yang
secara tidak lansung diukur berdasarkan skrotum, karena lingkaran skrotum
mempunyai hubungan dekat dengan berat testes. Dengan mengetahui besarnya
skrotum dapat diharapkan memiliki kuantitas dan kualitas sperma yang baik
(Ismaya 1992).
Sifat Kuantitatif
Bobot Badan dan Ukuran Tubuh
Rataan bobot badan domba ekor gemuk menurut Doho (1994) telah berada
di atas rataan bobot potong (24 kg), namun masih jauh bila dibandingkan dengan
bobot badan jantan unggul (43 kg) dan betina unggul (40 kg) yang dinyatakan
Devendra dan McLeroy (1982). Rataan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh
domba ekor gemuk di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Sumenep dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Rataan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh domba ekor
gemuk di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Sumenep
No. Ukuran-ukuran tubuh
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Bobot badan (kg)
Panjang badan (cm)
Tinggi pundak (cm)
Lingkar dada (cm)
Panjang ekor (cm)
Lebar ekor (cm)
Lokasi
Bondowoso
27,63
58,12
59,16
68,92
26,66
10,12
Sumenep
26,75
56,04
59,58
66,94
26,28
10,28
Sumber : Doho (1994)
Mulliadi (1996) menyimpulkan
bahwa pada domba Priangan, ukuran
tinggi pundak, tinggi panggul, panjang badan dan lingkar dada merupakan ukuran
utama yang dapat dijadikan patokan dalam seleksi domba. Menurut Fourie et al.
(2002), bobot badan dan panjang badan merupakan faktor penting yang
25
mempengaruhi tinggi pundak. Tinggi pundak dianggap sebagai indikator yang
baik untuk ukuran kerangka. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Diwyanto et al.
(1984), bahwa peranan tinggi pundak dalam persamaan untuk
DOMBA DONGGALA DI TIGA LOKASI
DI SULAWESI TENGAH
AMIRUDIN DG MALEWA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
2
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Karakteristik
Fenotipe dan Jarak Genetik Domba Donggala di Tiga Lokasi Di Sulawesi Tengah
adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2007
Amirudin Dg Malewa
NIM. D051040031
3
ABSTRACT
AMIRUDIN DG MALEWA. Fenotype characteristics and genetic distance of
sheep from three different location at Donggala regency, Central Sulawesi.
Supervised by SRI SUPRAPTINI MANSJOER and CECE SUMANTRI.
Sheeps is one of preeminent commodities of Central Sulawesi in term of
natural/pastural resources, climatic and cultural social condition. All varieties of
sheep in Central Sulawesi were results of cross-breeding between Fat-tail sheep
(FTS) and Merbas sheep. This research was aimed to identify the potential of
pasture, population dynamic, reproduction, quantitative and qualitative traits as
well as their genetic distance as criteria for sheep selection. The study carried out
in Palu City, Subdistrict Biromaru, Central Sulawesi in November 2005, from
Februari up to May and from November up to December 2006. Data were
collected from different location and all of sheep. A total of 412 sheep were used
and selected randomly. Adult sheep were observed 102 heads (24%) from East
Palu, 122 heads (10%), from South Palu, and 56 heads (28%) from Biromaru.
Sheep kids 28 heads from east and 64 heads from south of Palu, respectively.
Baby sheep were 15 heads from East Palu and 25 heads from South Palu and 17
heads from Biromaru.
Results showed that sheep population tended to decrease every year and
only 3 270 remains. Between three locations, the highest body weight of sheep
were found in Biromaru. The average of birth weight, weaning, adult males and
females body were 3.25±0.53 kgs, 11.25±3.33 kgs, 42.00±6.245 kgs, and
30.14±6.28 kgs, respectively. Body size of sheep 18-24 months from Biromaru
were also higher compared to the other location, while from age of groups 36 at
months, sheep from East Palu and Biromaru were higher than from South Palu.
Principal Component Analysis (PCA) showed that the best characters of sheep for
selection were breast diameter, body lenght, height of hip, and wide of tail.
Qualitative characters of sheep from Donggala regency at 3 reserach locations
were varies on head and ear colour and type wool and tails. Dominant colour wool
of sheep and colour patterns were white 60-80% and solid FTS in South Palu
dominated by male sheep (94.59%) while Medium tail sheep (MTS) were
dominant in Biromaru (67.50%). The genetic distance of sheep from East Palu
and South Palu were closer than the sheep from higher Biromaru.
Keywords: fenotype characteristics, genetic distance, Donggala sheep
4
ABSTRAK
AMIRUDIN DG MALEWA. Karakteristik Fenotipe dan Jarak Genetik Domba
Donggala di Tiga Lokasi di Sulawesi Tengah. Dibimbing oleh SRI SUPRAPTINI
MANSJOER dan CECE SUMANTRI
Domba merupakan salah satu komoditas unggulan di Sulawesi Tengah
berdasarkan kondisi sumber daya lahan, iklim dan sosial budaya. Domba yang ada
pada awalnya hanya domba ekor gemuk (DEG) kemudian disilangkan dengan
domba Merbas. Penelitian ini bertujuan untuk identifikasi potensi sumber pakan,
dinamika populasi, sifat reproduksi, berbagai sifat kuantitatif, kualitatif dan jarak
genetik domba Donggala di Sulawesi Tengah untuk digunakan sebagai kriteria
seleksi. Penelitian ini dilaksanakan di Kodya Palu dan Kec. Biromaru Sulawesi
Tengah. Penelitian pendahuluan telah dilakukan pada bulan November 2005,
Februari-Mei dan Nov-Des 2006. Pengumpulan data ukuran tubuh ternak diambil
dari tiga daerah yaitu Kel. Poboya Kec. Palu Timur, Kel. Kawatuna Kec. Palu
Selatan dan Desa Loru Kec. Biromaru. Ternak domba yang digunakan milik
peternak rakyat sebanyak sebanyak 412 ekor. Teknik pengambilan ternak sampel
dilakukan secara acak, dimana domba dewasa di Palu Timur 102 ekor (24%), Palu
Selatan 122 ekor (10%) dan Biromaru 56 ekor (28%). Domba anak 28 ekor Palu
Timur dan 64 ekor Palu Selatan. Domba muda 15 ekor Palu Timur, 25 ekor Palu
Selatan dan 17 ekor di Biromaru.
Populasi domba Donggala cenderung menurun dari tahun ke tahun dan
kini tinggal 3 270 ekor. Domba di Biromaru memiliki rerata bobot badan yang
tertinggi dibanding lokasi lainnya yakni bobot lahir (3.25±0.53) kg, bobot sapih
(11.25±3.33) kg. Demikian pula rerata bobot dewasa domba jantan umur 36
bulan (42.00 ±6.245) kg dan domba betina (30.14 ± 6.28) kg). Secara umum
ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan domba pada umur 18-24 bulan di Biromaru
lebih besar dibandingkan di lokasi lainnya. Hasil analisis AKU menunjukkan
bahwa penciri ukuran dan bentuk tubuh yang juga dapat dijadikan kriteria seleksi
domba Donggala jantan dan betina adalah lingkar dada, panjang badan, tinggi
pundak, tinggi pinggul, lebar ekor di tiga lokasi. Sifat kualitatif domba Donggala
di tiga lokasi penelitian beragam pada warna kepala, warna telinga, bentuk bulu
dan bentuk ekor. Warna bulu domba di tiga lokasi umumnya berwarna putih 6080% dengan pola warna polos. Di Palu Selatan domba ekor gemuk dengan
persentase terbanyak (94.59%) adalah pada domba jantan, sedangkan persentase
domba ekor sedang terbanyak di Biromaru (67.50%). Domba Palu Timur dan
Palu Selatan memiliki jarak genetik yang lebih dekat dibandingkan domba di
Biromaru.
Kata Kunci: Karakteristik Fenotipe, Jarak Genetik, Domba Donggala.
5
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak Cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.
6
KARAKTERISTIK FENOTIPE DAN JARAK GENETIK
DOMBA DONGGALA DI TIGA LOKASI
DI SULAWESI TENGAH
AMIRUDIN DG MALEWA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ternak
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
7
Judul Tesis
: Karakteristik Fenotipe dan Jarak Genetik Domba Donggala di
Tiga Lokasi di Sulawesi Tengah
Nama
: Amirudin Dg Malewa, SPt
NIM
: D051040031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.
Anggota
Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer
Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Ternak
Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc.
Tanggal Ujian: 30 April 2007
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Tanggal Lulus: 15 Mei 2007
8
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
rahmat, karunia dan pertolongan yang diberikan Tesis dengan judul “Karakteristik
Fenotipe dan Jarak Genetik Domba Donggala di Tiga Lokasi di Sulawesi Tengah
dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun berdasarkan data yang diperoleh melalui pengukuran
dilapangan (data primer) maupun data yang diperoleh dari peneliti lain
(data sekunder).
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah
informasi dasar mengenai karakteristik fenotipe domba yang ada di Indonesia,
sehingga akan mempermudah dalam penyusunan program pemuliaan.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibunda Dr. Ir. Sri
Supraptini Mansjoer selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Cece
Sumantri, M.Agr.Sc. selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah banyak
memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis sehingga penyusunan tesis ini
dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
rekan-rekan Program Studi Ilmu Ternak angkatan 2004 Syahrir Akil, Fitri Nova
Lubis,
Moh Rusdin, Dian Agustina, Desy Berliana, Merry, Linda, Nursanti
Asminaya, Yusmadi, Jhon Bestari dan Janetty. Dalam kesempatan ini penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Harimurti Martojo, Zakaria, Toto
Toharmat, Jerry F. Salamena, Feri Munier, Harun dan rekan-rekan HIMPAST
(Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Tengah) dan teman-teman komunitas
Nurul Falah. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibunda Johareng atas
segala doa dan kasih sayangnya dan
ayahanda Abdul Karim almarhum yang
meninggal saat penulis masih menempuh S2 semoga almarhum mendapat tempat
yang terindah disisi-Nya.
Penulis sangat menyadari Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu diharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca. Semoga karya ilmiah
ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2007
Amirudin Dg Malewa
9
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Solonsa Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah pada
tanggal 21 Pebruari 1969 dari ayah Abdul Karim (almarhum) dan ibu Johareng.
Penulis merupakan anak kedua dari delapan bersaudara.
Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri I Kolonodale Kab. Morowali
dan pada tahun yang sama lulus seleksi bebas tes masuk Universitas Tadulako.
Penulis memilih Program Studi Produksi Ternak Jurusan Peternakan Fakultas
Pertanian.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar Universitas Tadulako Jurusan
Peternakan sejak tahun 2000 melalui jalur beasiswa Tunjangan Ikatan Dinas
(TID) Departemen Pendidikan Nasional. Sebelum
menjadi staf di UNTAD,
penulis pernah menjadi dosen di Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Kendari.
Penulis telah menikah dengan Sitti Radhiah SKM tahun 2002 dan telah dikaruniai
dua anak yaitu Tsabita Mardatillah dan Fatih Abdurrahman.
10
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ..................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ........................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang .....................................................................................
Permasalahan ....................................................................................
Kerangka Fikir .....................................................................................
Tujuan dan Manfaat Penelitian ...........................................................
1
3
3
4
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Domba .....................………………………………….
Domba Ekor Gemuk ………………………………………………..
Dinamika Populasi .........................................................................
Sifat Reproduksi Ternak Domba .................................................... .
Sifat Kuantitatif ............................................................................... ..
Analisis Komponen Utama (AKU) .................................................
Penentuan Umur Domba ................................................................
Peningkatan Mutu Genetik Domba Ekor Gemuk ..........................
Sifat Kualitatif ……………………………………………………..
Jarak Genetik ....................................................................................
5
5
7
9
11
15
15
16
16
19
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................
Peubah yang Diamati .....................................................................
Analisis Data ....................................................................................
21
22
26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian .................................................
Keadaan Umum Peternak ..................................................................
Populasi dan Kepemilikan Domba.......................................................
Sifat Kuantitatif ..............................................................................
Bobot Badan .......................................................................................
Tubuh Bagian Kepala .........................................................................
Tubuh Bagian Depan ..........................................................................
Tubuh Bagian Tengah .........................................................................
Tubuh Bagian Belakang ......................................................................
Perbandingan Ukuran dan Bentuk Domba di Lokasi Penelitian ......
Sifat Kualitatif ................................................................................
Penentuan Jarak Genetik dan Pohon Fenogram...................................
Program Pemuliaan Secara Umum .....................................................
29
33
36
40
40
48
54
58
63
72
90
97
99
SIMPULAN ..............................................................................................
101
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
102
11
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Rataan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh domba ekor gemuk di
Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Sumenep .............................
11
2. Standar mutu bibit domba lokal, garut dan ekor gemuk ....................
14
3. Umur domba berdasarkan pergantian gigi seri tetap ..........................
15
4. Gambaran umum keadaan lokasi penelitian ......................................
30
5. Populasi ternak besar dan kecil di tiga lokasi penelitian ....................
31
6. Tingkat pendidikan menurut kelurahan/desa .....................................
33
7. Struktur populasi domba Donggala di lokasi penelitian ....................
36
8. Dinamika populasi domba Sulawesi Tengah tahun 2005 ..................
37
9. Beberapa sifat reproduksi domba Donggala .....................................
38
10. Rataan bobot badan domba jantan umur 0-12 minggu di lokasi
penelitian ............................................................................................
40
11. Rataan bobot badan domba betina umur 0-12 minggu di lokasi
penelitian ............................................................................................
40
12. Persentase kelahiran domba kembar dua di lokasi penelitan .............
42
13. Rataan dan simpangan baku bobot badan (kg) domba dari umur
6-36 bulan di lokasi penelitian . ...........................................................
46
14. Rataan ukuran tengkorak domba Donggala di lokasi penelitian ........
49
15. Rataan ukuran tanduk domba Donggala di lokasi penelitian .............
51
16. Rataan ukuran telinga domba Donggala di lokasi penelitian .............
53
17. Rataan ukuran leher domba Donggala jantan dan betina di lokasi
penelitian .............................................................................................
55
18. Rataan ukuran tubuh bagian depan domba Donggala .........................
56
19. Rataan ukuran bagian tengah domba Donggala ..................................
59
20. Rataan ukuran dada jantan dan betina domba Donggala dari umur
12-36 bulan di lokasi penelitian .........................................................
61
21. Rataan ukuran tubuh bagian belakang domba Donggala jantan dan
betina umur 12-36 bulan di lokasi penelitian....................................
64
22. Rataan ukuran kaki belakang domba Donggala jantan dan betina
umur 12-36 bulan di lokasi penelitian ..............................................
66
23. Rataan ukuran ekor domba Donggala di lokasi penelitian .................
68
24. Rataan ukuran scrotum domba Donggala di lokasi penelitian ...........
71
12
25. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh domba Donggala jantan
dan betina umur 18 bulan di lokasi penelitian ..................................
72
26. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh domba Donggala jantan
dan betina di lokasi penelitian umur 24 bulan ..................................
78
27. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh domba Donggala jantan
dan betina di lokasi penelitian Umur 36 Bulan ..................................
83
28. Persentase peubah penciri ukuran dan bentuk domba jantan di tiga
lokasi penelitian ..................................................................................
88
29 Persentase peubah penciri ukuran dan bentuk domba betina di tiga
lokasi penelitian ..................................................................................
89
30. Sifat-sifat kualitatif domba Donggala di tiga lokasi penelitian ..........
91
31. Persentase nilai kesamaan dan campuran di dalam dan antar
subpopulasi domba Donggala ............................................................
97
13
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Kerangka fikir penelitian ......................................................................... 3
2.
Peta lokasi penelitian ............................................................................... 21
3.
Pengukuran berdasarkan anatomi kerangka (skeleton ) pada domba ...... 28
4. Kawasan penggembalaan ternak ruminansia di Kawatuna ...................... 32
5.
Kandang domba Donggala di lokasi penelitian
..................................... 35
6.
Histogram bobot anak domba jantan (kiri) dan betina (kanan)
dari umur 0 - 8 minggu di tiga lokasi penelitian ..................................... 41
7.
Pertumbuhan domba Donggala jantan dan betina dari
umur 0-36 bulan di lokasi penelitian ....................................................... 45
8.
Grafik pertumbuhan domba jantan dan betina masing-masing
lokasi sejak lahir sampai umur 36 bulan ............................................... 47
9. Ukuran dan bentuk tubuh domba jantan umur 18 bulan ......................... 74
10. Ukuran dan bentuk tubuh domba betina umur 18 bulan ......................... 77
11. Ukuran dan bentuk tubuh domba jantan umur 24 bulan .......................... 80
12. Ukuran dan bentuk tubuh domba betina umur 24 bulan .......................... 82
13. Ukuran dan bentuk tubuh domba jantan umur 36 bulan ........................... 85
14. Ukuran dan bentuk tubuh domba betina umur 36 bulan .......................... 87
15. Variasi warna kepala domba Donggala .................................................. 90
16. Variasi warna bulu domba Donggala ...................................................... 92
17. Variasi pola warna bulu domba Donggala .............................................
94
18. Variasi bentuk bulu/wol domba Donggala ............................................... 95
19. Variasi bentuk ekor domba Donggala ..................................................... 96
20. Pohon fenogram subpopulasi domba Donggala ...................................... 98
14
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Domba merupakan salah satu komoditas unggulan Sulawesi Tengah
berdasarkan kondisi sumber daya lahan, iklim, dan sosial ekonomi. Domba
merupakan salah satu ternak ruminansia kecil sebagai sumber protein hewani di
pedesaan. Domba yang berkembang di Indonesia adalah domba Priangan, domba
ekor gemuk dan domba-domba lokal. Domba Priangan banyak dijumpai di daerah
Jawa Barat, sedangkan domba ekor gemuk berkembang di daerah Jawa Timur,
Madura, Nusatenggara dan Sulawesi.
Salah satu domba–domba lokal yang berada di kawasan timur Indonesia
dikenal dengan nama domba Donggala atau domba lokal Palu yang berada di
lembah Palu dan Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Domba yang ada pada
awalnya hanya domba ekor gemuk (DEG) yang kemudian disilangkan dengan
domba pejantan Merbas (Doho dan Tantu 1997), sehingga kini cenderung terdapat
dua jenis domba di Palu yaitu domba ekor gemuk dan domba hasil silangan.
Domba lokal ini telah
berkembang
puluhan generasi, sehingga membentuk
karakteristik khas yang hanya dimiliki oleh ternak tersebut.
Ternak ini memiliki daya adaptasi yang tinggi, dapat hidup dan
berkembang biak pada kondisi padang penggembalaan lembah Palu yang kering
dan panas dengan kualitas dan kuantitas pakan yang rendah. Sulawesi Tengah
memiliki temperatur rata-rata 34,5oC, namun ketika diukur 30 cm di atas
permukaan tanah untuk areal penggembalaan temperatur lingkungan mencapai
41-45oC (Husain 2002) dengan jumlah bulan hujan hanya 3-4 bulan pertahun.
Hasil evaluasi yang telah dilakukan, kapasitas tampung padang penggembalaan di
lembah Palu 14,2 ha/unit ternak/tahun (Amar 1989). Rendahnya kualitas habitat
tersebut sangat berpengaruh besar terhadap penampilan produksi dan reproduksi
domba Donggala, namun domba Donggala mempunyai beberapa keunggulan
antara lain
dapat bertahan
hidup dengan pakan berkualitas rendah, mampu
bertahan hidup pada tekanan iklim setempat, daya tahan yang tinggi terhadap
penyakit dan parasit. Keunggulan ini merupakan karakteristik yang khas untuk
15
digunakan sebagai sumber genetik dalam perbaikan domba Donggala melalui
seleksi dan
persilangan.
Dengan demikian domba Donggala merupakan
sumberdaya genetik (plasma nutfah) ternak yang dapat dikembangkan untuk
pengembangan
dan perbaikan mutu genetik bangsa domba secara nasional
dengan tetap menjaga kemurnian dan kelestariannya. Apalagi domba Donggala
termasuk ternak spesifik lokasi yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak
diusahakan masyarakat, sehingga sangat mendesak untuk ditangani secara serius.
Populasi domba Donggala masih sangat rendah dibandingkan dengan
daerah lain di Indonesia. Pada tahun 1989 populasi domba Donggala masih
berjumlah 16.192 ekor tahun 1987 kemudian menjadi 7.408 ekor tahun 2003
bahkan
populasi domba tersebut kini tinggal berjumlah 3.270 ekor (Disnak
Sulteng 2005).
Hal tersebut
sangat memprihatinkan mengingat penurunan
populasi tersebut dikhawatirkan berdampak terhadap mutu genetik domba
Donggala. Hal ini kemungkinan disebabkan penjualan/pemotongan atau kematian
domba yang tidak terkontrol, artinya ternak-ternak besar yang memiliki harga
tinggi dijual atau dipotong. Sebagai akibatnya ternak yang tertinggal di kandang
mutu genetiknya dapat menjadi lebih rendah, dan jika hal ini terus berlangsung,
maka akan terjadi pengurasan sumber daya genetik, sehingga yang tersisa adalah
domba yang memiliki produktivitas rendah. Apalagi Domba Donggala sudah
tercemar dengan darah domba Merbas (Duma dan Rusdi 2001). Sehingga sangat
ironis jika kualitas ternak seperti ini yang akan menjadi bibit generasi domba
masa mendatang.
Rataan bobot badan domba jantan Donggala umur 1 tahun 16 kg
(Abdullah 2001), domba betina umur 1-1,5 tahun ±20 kg (Munier et al. 2002)
Munir et al. (2004) menyatakan bahwa rataan bobot badan domba di Sulawesi
Tengah umur 1-1,5 tahun masih rendah hanya mencapai 18-20 kg/ekor untuk
betina dan 18-22 kg/ekor untuk jantan dengan sistem penggembalaan di padang
rumput alam. Salah satu upaya peningkatan populasi dan produktivitas domba
Donggala dengan menekan terjadinya seleksi negatif dan seleksi diarahkan untuk
pengembangan
domba
Donggala
yang
berkelanjutan
terutama
untuk
mempertahankan mutu genetiknya, agar tersedia bibit unggul yang telah sesuai
dengan kondisi iklim setempat. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang
16
berkaitan dengan status populasi, sifat reproduksi dan inventarisasi sifat
kuantitatif, sifat kualitatif dan jarak genetiknya.
Permasalahan
1. Domba Donggala mengalami penurunan populasi dan dikhawatirkan terjadi
penurunan mutu genetiknya.
2. Karakterisasi fenotipik domba Donggala belum memadai, padahal informasi
ini penting dalam penyusunan kebijakan pemuliaan untuk perbaikan mutu
genetiknya dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan regional,
khususnya protein hewani.
Kerangka Fikir
Pengembangan Domba
Donggala sbg Penghasil Daging
Keunggulan :
¾ Daya adaptasi tinggi
¾ Dpt bertahan hidup dgn pakan
kualitas rendah dan tekanan
iklim setempat (suhu34,5 oC)
Masalah :
¾ Terjadi penurunan populasi
¾ Karakteristik fenotipik & status
populasi belum diketahui
Peningkatan jumlah populasi,
Seleksi & pemurnian, persilangan
Konservasi dan pelestarian
PENELITIAN
Dukungan Kebijakan
PEMDA SULTENG
Keragaman sifat reproduksi
sifat kuantitatif & kualitatif,
¾ Kriteria seleksi
¾ Perbaikan mutu genetik
Dinamika populasi
Status populasi
REKOMENDASI
17
Gambar 1 Kerangka fikir penelitian.
TUJUAN
Melakukan identifikasi potensi sumber pakan, dinamika populasi, sifat
reproduksi, berbagai sifat kuantitatif, kualitatif dan jarak genetik domba Donggala
di Sulawesi Tengah untuk kriteria seleksi.
MANFAAT
Hasil penelitian dapat digunakan untuk menyusun kebijakan dalam upaya
pengembangan domba Donggala di Sulawesi Tengah.
33
pertalian genetik yang relatif dekat akan kurang memberikan laju pertumbuhan
anaknya dengan baik.
Sifat morfolgis ternak seperti ukuran tubuh dan pola warna
dapat
digunakan untuk menganalisis estimasi jarak pertalian genetik rumpun domba
antar daerah seperti yang dilakukan oleh Herera et al. (1996) dan Suparyanto et al.
(1999). Hartl (1988) menyatakan bahwa pola perbedaan sifat fenotipik yang ada
dalam setiap individu ternak dapat digunakan untuk menentukan asal rumpun
ternak.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kodya Palu dan Kecamatan Biromaru
Sulawesi Tengah. Penelitian pendahuluan telah dilakukan pada bulan November
2005 dan selanjutnya dilakukan pada bulan Februari - Mei serta Nov-Des 2006.
Poboya
Kawatuna
Biromaru
Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian.
34
Materi dan Peralatan
Pengumpulan data ukuran tubuh ternak diambil dari tiga daerah yaitu Kel.
Poboya Kecamatan Palu Timur, Kel. Kawatuna Kec. Palu Selatan dan Desa Loru
Kec. Biromaru. Ternak domba yang digunakan milik peternak rakyat sebanyak
sebanyak 412 ekor. Teknik pengambilan ternak sampel dilakukan secara acak,
domba dewasa di Palu Timur 102 ekor (24%), Palu Selatan 122 ekor (10%) dan
Biromaru 56 ekor (28%). Domba anak 28 ekor Palu Timur dan 64 ekor Palu
Selatan. Domba muda 15 ekor Palu Timur, 25 ekor Palu Selatan dan 17 ekor
berasal dari Biromaru.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan
berdiri kapasitas 100 kg, mistar ukur, kaliper, pita ukur, borang dan alat-alat tulis.
Peubah yang Diamati
Dinamika Populasi
1.
Jumlah jantan dan betina dewasa
2.
Jumlah domba pada berbagai strata umur (anak, muda, dewasa),
3.
Ternak masuk,
4.
Ternak keluar/ pemotongan
5.
Mortalitas .
6.
Jumlah pemilikan ternak domba/KK,
7.
Jumlah peternak,
8.
Pekerjaan peternak,
9.
Pendidikan peternak dan pengalaman peternak
Sifat Reproduksi
1.
Jumlah anak sepelahiran (tunggal, kembar dua, kembar tiga,)
2.
Jarak beranak antara dua partus
3.
Jumlah anak sapihan (disusui – sapih - hidup)
4.
Jumlah jantan dan betina dewasa perkelompok
5.
Umur jantan afkir dan umur betina afkir.
35
Sifat Kuantitatif
Penentuan umur dilakukan terlebih sebelum pengamatan dengan melihat
pergantian gigi seri
dan berdasarkan informasi dari peternak. Peubah yang
berkaitan dengan ukuran-ukuran tubuh yang diukur pada domba jantan dan
betina dewasa (gigi genap/12-36 bulan).
Bobot Badan
Bobot badan (BB) pada domba dewasa, bobot lahir-12 minggu, sapih dan
muda pada jantan dan betina(6 bulan), ditimbang pada pagi hari sebelum domba
diberi makan/digembalakan dengan timbangan gantung kapasitas 50 kg (satuan
dalam kg).
Tubuh Bagian Kepala
1. Panjang tengkorak (PTR) diukur jarak antara titik yang anterior kepala
sampai titik posterior tengkorak, dengan mistar ukur (satuan dalam cm).
2. Lebar Tengkorak (LTR), diukur jarak antara titik penonjolan tengkorak
paling luar kiri dan kanan menggunakan kaliper (satuan dalam cm).
3. Tinggi tengkorak (TKR), diukur jarak antara titik dorsal tengkorak sampai
titik lateral rahang terendah dengan kaliper (satuan dalam cm).
4. Panjang tanduk (PTD), diukur dari pangkal tanduk sampai ujung tanduk
mengikuti alur putaran tanduk sebelah luar dengan mistar ukur (satuan
dalam cm).
5. Lingkar pangkal tanduk (LPT), diukur melingkar pada pangkal tanduk
dengan pita ukur (satuan dalam cm).
6. Jarak antar tanduk (JAT), diukur dari jarak antar pangkal tanduk sebelah
kiri dan kanan dengan pita ukur (satuan dalam cm).
7. Panjang telinga (PTl), diukur jarak antara pangkal daun telinga sampai titik
ujung telinga dengan mistar ukur (satuan dalam cm).
8. Lebar telinga (LTl), diukur jarak antara dua titik terluar tengah daun
telinga secara tegak lurus terhadap panjang telinga dengan pita ukur
(satuan dalam cm).
36
Tubuh Bagian Depan
1. Panjang leher (tulang leher) (PL), diukur dari pangkal leher sampai
pangkal punggung dengan pita ukur (satuan dalam cm).
2. Lingkar leher (LkH), diukur melingkar leher bagian tengah dengan pita
ukur (satuan dalam cm).
3. Tinggi pundak (TPd), jarak tertinggi pundak sampai tanah, diukur
menggunakan mistar ukur (satuan dalam cm).
4. Panjang humerus (PH) diukur dari ujung head humerus sampai ujung
bagian bawah humerus diukur dengan mistar ukur (satuan dalam cm).
5. Panjang radius- ulna (PRU) diukur dari olecranon sampai stiloid process
of ulna dekat carpus diukur dengan mistar ukur (satuan dalam cm).
6. Panjang metacarpus (PM) diukur dari carpus sampai prox sesamoids
diukur dengan mistar ukur (satuan dalam cm).
7. Lingkar kanon (LkK)/ tulang pipa (metacarpus), diukur melingkar di
tengah-tengah tulang pipa kaki depan sebelah kiri dengan pita ukur (satuan
dalam cm).
Tubuh Bagian Tengah
1. Tinggi punggung (TPg), jarak bagian punggung paling atas sampai ke
tanah, diukur menggunakan mistar ukur (satuan dalam cm).
2. Panjang badan (PB), jarak garis lurus dari tepi depan luar tulang Scapula
sampai benjolan tulang tapis (tulang duduk/os ischium), diukur
menggunakan mistar ukur (satuan dalam cm).
3. Lebar dada (LD), jarak antara bagian tengah tulang dada kiri dan kanan
diukur dengan kaliper (satuan dalam cm).
4. Dalam dada (DD), jarak antara titik tertinggi pundak dan tulang dada
bawah, diukur dengan mistar ukur (satuan dalam cm).
5. Lingkar dada (LD), diukur melingkar rongga dada di belakang sendi tulang
bahu (os scapula) menggunakan pita ukur (satuan dalam cm).
Tubuh Bagian Belakang
1. Tinggi pinggul (TPgl), jarak antara titik tertinggi pinggul sampai tanah,
diukur menggunakan mistar ukur (satuan dalam cm).
37
2. Panjang dalam pinggul (PDPgl), jarak antara bagian anterior tulang
pinggul sampai ujung benjolan tulang tapis (os ischium), diukur dengan
menggunakan mistar (dalam cm).
3. Lebar antara tulang tapis (LATT) jarak antara dua os ischium sisi tulang
tapis kiri dan kanan, diukur dengan kaliper (satuan dalam cm).
4. Panjang tulang paha (PTP) femur, jarak antara dua ujung tulang paha
diukur dengan mistar (satuan dalam cm).
5. Panjang tibia (PT) diukur dari bagian atas sampai ujung bawah tibia
diukur dengan mistar ukur (satuan dalam cm).
6. Panjang metetarsus (PMt) diukur dari jarak antara dua ujung metatarsus
dengan mistar ukur (satuan dalam cm).
Bagian Ekor
1.
Panjang ekor (PEk), diukur jarak dari pangkal ekor sampai ujung ekor
dengan pita ukur (dalam satuan cm).
2. Lebar pangkal ekor (LPEk), diukur jarak lebar antara titik sisi kiri dan
kanan pangkal ekor dengan pita ukur (satuan dalam cm).
3. Lingkar pangkal ekor(LkPEk), diukur dengan melingkarkan pita ukur ke
pangkal ekor dengan pita ukur (satuan dalam cm).
Bagian Scrotum
1. Panjang
scrotum
(PjS),
diukur
tegak
lurus
sepanjang
scrotum
menggunakan pita ukur (satuan dalam cm).
2. Lebar scrotum (LS), diukur jarak antara sisi kiri dan kanan bagian tengah
scrotum menggunakan kaliper (satuan dalam cm).
3. Lingkar scrotum (LkS), diukur melingkar bagian tengah scrotum
menggunakan pita ukur (satuan dalam cm).
Sifat Kualitatif
1. Garis muka, dilihat dari samping dan diklasifikasikan
dalam dua
kelompok yaitu lurus dan cembung.
2. Mata, diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu menonjol keluar
(cembung) dan normal.
38
3. Posisi telinga, diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu mengantung,
tegak samping dan tegak atas.
4. Bentuk telinga diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu rumpung
(sempit) daun hiris (medium) dan rubak (lebar). Telinga rumpung yaitu
bila daun telinga menguncup (seperti kuncup bunga ros) atau menggulung
dan lubang telinga tidak tampak jelas, berukuran pendek, kecil bahkan
tampak seolah olah tidak berdaun telinga. Telinga berdaun hiris (medium)
seolah–olah hampir menggulung, tetapi lubang telinga masih tampak jelas
dan daun telinga meruncing ke ujung. Telinga rubak (lebar) daun telinga
lebar dan panjang, ujung telinga tidak runcing (bulat), lubang telinga
tampak jelas. Secara kuantitatif menurut Mulliadi (1996), telinga rumpung
(sempit) bila ukuran panjang krang dari 4 cm, daun telinga hiris (medium)
panjang daun telinga antara 4-8 cm dan daun telinga rubak (lebar) bila
panjang daun telinga lebih dari 8 cm.
5. Ada tidaknya tanduk, baik pada jantan atau betina diklasifikasikan dalam
tiga kelompok yaitu tidak bertanduk, benjolan dan bertanduk.
6. Garis punggung, dilihat dari samping pada posisi berdiri normal,
diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu cembung, lurus dan cekung.
7. Bentuk ekor, diklasifikasikan dalam tiga kelompok
berdasarkan
pengukuran lebar pangkal ekor, yaitu gemuk bila pangkal ekor lebar lebih
dari 9 cm, ekor sedang antara 5-8 cm dan ekor tipis (sempit) lebar kurang
dari 4 cm.
8. Bentuk wol/bulu, diklasifikasikan
dalam tiga kelompok, yatiu lurus,
berombak dan keriting.
9. Sebaran pola warna wol/bulu pada bagian badan yang diamati mulai dari
leher dan badan tanpa kaki dan ekor. Sebaran pola warna dibagi dalam
empat kelompok utama, yaitu
putih, hitam coklat dan abu-abu atau
kombinasi dari keempat warna tadi sesuai dengan sebaran dominasinya.
Pola warna dikelompokkan dalam warna polos, bintik-bintik, bercak
(belang kecil), bercak (belang besar) , strip sempit dan strip besar.
39
ANALISIS DATA
Sifat Kuantitatif
Data sifat kuantitatif berupa bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh domba
Donggala dihitung nilai rata-rata (X), simpangan baku (SB) dan koefisien
keragaman (KK). Untuk mengetahui pengaruh lokasi, umur dalam lokasi dan jenis
kelamin dalam umur dalam lokasi terhadap bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh
domba Donggala dilakukan analisis keragaman (ANOVA) dengan menggunakan
General Linier Model (GLM).
Untuk memberikan diskriminasi terhadap ukuran dan bentuk tubuh domba
Donggala, data ukuran-ukuran tubuh dianalisis dengan menggunakan Analisis
Komponen Utama (AKU). Pengolahan data hasil penelitian dan pembuatan
diagram menggunakan perangkat lunak statistik Minitab 14. Hasil AKU akan
diperoleh persamaan ukuran dan bentuk diturunkan dari matriks kovarian.
Model matematika AKU menurut Gasperz (1992) sebagai berikut :
Yp = a1pX1 + a2pX2 + . . . + appXp
Keterangan :
Yp
= komponen utama ke-p
a1p-app = vektor ciri atau vektor Eigen ke-p untuk p = 1,2,3,......,17.
Xp
= peubah ke-p untuk p = 1,2,3,......,17
Dua komponen utama yang mempunyai nilai keragaman tertinggi
digunakan sebagai persamaan ukuran dan bentuk. Korelasi antara ukuran dan
bentuk dari masing-masing peubah dihitung berdasarkan rumus (Gaspersz 1992) .
rxiyj =
aij λ j
Si
Keterangan :
rxiyj =
korelasi antara peubah-peubah xi dan komponen utama ke-j (j
=1,2,3,......,17 )
vektor Eigen/Vektor ciri ke-j ; λ j = nilai Eigen /Akar ciri ke-j
aij
=
Si
= simpangan baku dari peubah xi
40
Sifat Kualitatif
Sifat kualitatif yang diamati. yaitu morfologi tubuh meliputi warna kepala,
warna bulu tubuh, pola warna bulu, bentuk wol dan bentuk ekor dianalisis secara
deskriptif.
Analisis menggunakan Frekuensi Relatif (Mulliadi 1996) dengan
formula sebagai berikut .
Frekuensi Relatif Sifat A = Σ Sifat A x 100%
N
Keterangan : A = salah satu sifat yang diamati
N = total sampel yang diamati
Jarak Genetik
Fungsi diskriminan sederhana dilakukan untuk penentuan jarak genetik
(Manly 1989). Pendugaan kesamaan genetik dan jarak genetik dihitung dengan
menggunakan semua peubah morfometrik yang diamati.
Analisis data
menggunakan paket program SAS 6,12. Dari hasil matrik tersebut dilakukan
analisis pohon fenogram dengan menggunakan soft ware aplikasi MEGA2 yang
dibangun oleh Kumar at al. (1993).
Gambar 3 Pengukuran berdasarkan anatomi kerangka (skeleton ) pada domba;
Sisson (1953).
18
PUSTAKA
Klasifikasi Domba
Domba
termasuk
dalam filum
Chordata,
klas
mammalia,
ordo
Artiodactyla, famili Bovidae, Sub-famili Caprinae, genus Ovis dan dalam spesies
Ovis aries (Banerjee 1982). Domba-domba domestik umumnya memiliki
komposisi genetik dari berbagai jenis domba lainnya seperti domba argali, Ovis
ammon, yang hidup di Asia tengah, domba Urial, Ovis vignei, juga hidup di Asia
dan domba Moufflon, Ovis musimon, yang hidup di Asia Kecil dan Eropa.
Pada umumnya domba di Indonesia berekor tipis (thin-thailed) seperti
domba Garut, tetapi ada pula yang berekor gemuk (fat-tailed) seperti domba
Donggala atau domba yang berada di Jawa Timur (Devendra dan McLeroy 1992).
Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia dikenal sebagai domba lokal,
domba kampung atau domba kacang yang disebut demikian, karena bertubuh
kecil. Domba ini tidak jelas asal-usulnya dan dijumpai di daerah Jawa Barat dan
Jawa Tengah (Devendra dan McLeroy 1992).
Domba Ekor Gemuk
Diperkirakan domba ekor gemuk yang hidup di Indonesia berasal dari
Asia Barat Daya atau Afrika Timur lewat jalur pedagang-pedagang Arab
(Devendra dan McLeroy 1982). Pada awalnya pulau Madura memiliki populasi
domba ekor gemuk terbanyak, kemudian menyebar ke daerah Jawa Timur.
Akhirnya domba ekor gemuk (DEG) menjadi domba khas daerah Jawa Timur
(Edey 1983). Di Sulawesi ada domba peranakan disebut domba Donggala
mempunyai ekor tidak terlalu gemuk, dan termasuk tipe ekor gemuk sedang
(Devendra dan McLeroy 1992).
Ciri-ciri khusus domba ekor gemuk adalah berbulu kasar, tidak bertanduk,
warna putih dan telinga sedang (Mason 1980). Panjang ekor normal 15-18 cm,
berbentuk hurup S atau sigmoid dan menyimpan lemak dalam jumlah besar
(Devendra dan McLeroy 1982). Domba ekor gemuk jantan kadang-kadang
19
bertanduk tetapi ukuran tanduknya kecil (Edey 1983). Biasanya terdapat sedikit
wol di bagian belakang dan sisi tengah badan, dan ukuran tubuhnya relatif besar
(Smith 1979). Bobot badan domba ekor gemuk jantan unggul dapat mencapai
43 kg, betina unggul mencapai 40 kg, dan rataan bobot potong mencapai 24 kg
(Devendra dan McLeroy 1982).
Menurut Kasim (1996) bahwa pertambahan bobot badan anak prasapih
domba Donggala sebesar 38,57 g/ekor/hari lebih rendah dibandingkan domba
daerah tropik 45-64 g/ekor/hari. Selanjutnya menurut (Amar et al. 2005) bahwa
rataan pertambahan bobot badan pascasapih tanpa pakan tambahan adalah 65,07
g/ekor/hari sedangkan pertambahan bobot badan domba Donggala yang diberi
pakan tambahan adalah 82,84 g/ekor/hari. Hal ini berarti pemberian pakan
tambahan dapat meningkatkan pertambahan bobot badan domba Donggala.
Domba Donggala dengan bobot potong 20 kg mempunyai bobot karkas
8 kg atau 40% pada domba ekor gemuk dan pada domba persilangan, bobot
karkasnya lebih tinggi yakni 9 kg atau 45% dari bobot potong. Hal tersebut
menurut (Kasim 1996) bahwa introduksi pejantan Merbas kedalam populasi
ternak domba lokal (DEG) mempunyai efek positif terhadap peningkatan
produktivitas karkas meskipun tidak berbeda nyata karena kondisi pemeliharaan
yang masih tradisional. Hal ini berarti ada potensi untuk meningkatkan bobot
potong dan bobot karkas jika ada pemberian pakan yang berkualitas. Menurut
Herman (2005) domba ekor gemuk dengan bobot potong 25,0 kg mempunyai
bobot karkas 13,04 kg atau 52,16%. Dengan demikian bobot karkas domba
Donggala masih lebih rendah dibanding bobot karkas domba ekor gemuk di
Jawa.
Banyak domba ekor gemuk betina bunting dan mempunyai anak di
bawah umur satu tahun, berarti domba ini masak dini (Fakultas Peternakan IPB
1985), sangat prolifik dengan (lambing) interval beranak hanya 8-9 bulan,
lamb crop 23,4%, dan pertama kali beranak pada umur 11-17 bulan (Devendra
dan McLeroy 1982). Nurjadi (1982) dalan rangkaian penelitiannya melaporkan
bahwa hasil pengamatan dari 263 ekor domba ekor betina yang memperlihatkan
ovulasi tunggal, dua, tiga dan empat masing-masing sebesar 12,55; 50,95; 25,86
dan 8,75%. Dilaporkan pula bahwa domba betina yang mempunyai dua embrio
20
dalam uterusnya sebesar 59%.
Beberapa induk domba ekor gemuk dapat
melahirkan anak kembar tiga dan kadang-kadang empat (Junus 1984).
Seleksi umumnya dilakukan pada sifat kualitatif dan kuantitatif. Seleksi
yang dilakukan oleh masyarakat umumnya berdasarkan sifat kualitatif ternak.
Sifat kualitatif ternak yang banyak diperhatikan oleh petani peternak adalah
bangsa, warna bulu dan bentuk tanduk.
Diantara kriteria yang digunakan
tersebut lebih banyak mengarah pada penampilan ternak, dari pada
produktivitasnya.
Ciri-ciri fisik yang terdapat pada domba, diyakini dapat
menentukan status sosial dan hal ini tidak dapat dipisahkan dari unsur seni,
budaya (Sutisna 2001).
Mempelajari komponen-komponen keragaman pada ternak sangat
penting artinya, karena akan membantu dalam perencanaan pemuliaan untuk
meningkatkan mutu genetik (Liu dan Makarechian 1990). Selanjutnya Lasley
(1978) menjelaskan bahwa keragaman fenotipik total merupakan sumbangan
keragaman yang disebabkan oleh faktor genetik,
lingkungan dan interaksi
keduanya. Keragaman fenotipik sifat-sifat yang dimiliki setiap individu dapat
digunakan untuk membantu dalam mempelajari keragaman genetik suatu
populasi ternak terutama bila dilakukan terhadap sifat-sifat yang sudah diketahui
mempunyai nilai repitabilitas yang tinggi.
Keragaman fenotipik total dari suatu sifat yang diakibatkan oleh
pengaruh genetik
digunakan istilah heritabilitas (Warwick et al.1995).
Heritabilitas dalam arti sempit merupakan dugaan bagian aditif dari ragam
keturunan yang sangat penting, karena dapat menunjukkan perubahan yang
dicapai seleksi untuk suatu sifat dalam populasi (Johanson dan Randel 1966).
Heritabilitas dapat digunakan untuk menunjukkan keunggulan atau
kelemahan individu yang diperkirakan akan diwariskan kepada keturunannya
(Lasley 1978). Namun yang perlu diperhatikan dalam menghitung nilai
heritabilitas adalah jumlah data harus cukup banyak, karena tidak jarang
diperoleh angka heritabilitas yang berada di luar kisarannya, yaitu negatif atau
lebih dari satu ( Hardjosubroto 1994).
21
Dinamika Populasi
Pada tahun 1989 populasi domba Donggala masih berjumlah 16.192 ekor
(Disnak Sulteng 1987), namun populasi domba tersebut kini tinggal berjumlah
3.270 ekor (Disnak Sulteng 2005). Populasi adalah suatu kelompok mahluk yang
sama spesiesnya dan mendiami suatu ruang tertentu pada waktu tertentu
(Tarumingkeng 1994). Populasi ternak selalu mengalami perubahan atau
dinamika, dan dinamika ini dipengaruhi oleh adanya
kelahiran, kematian,
pemotongan ekspor/impor dan populasi awal (Soehadji 1991). Pengembangan
domba sebagaimana ternak lainnya diperlukan ketersediaan data populasi dan
dinamika populasi yang akurat dan handal. Disamping itu pengembangan domba
pada suatu wilayah dan periode tertentu, akan sangat dipengaruhi oleh besarnya
populasi, daya dukung wilayah dan jumlah peternak domba (Sumadi 2001).
Suatu cara untuk mempertahankan mutu genetik domba Donggala sebagai
sumber bibit adalah dengan menghitung secara tepat jumlah yang dapat
dikeluarkan seimbang dengan jumlah dan mutu bibit yang dipertahankan sebagai
ternak pengganti (Sumadi 2001). Natural increase dihitung berdasarkan selisih
tingkat kelahiran dengan tingkat kematian dalam kurun waktu satu tahun.
(Hardjosubroto 1994). Banyaknya domba yang dapat dikeluarkan untuk dikirim
ke daerah lain atau dipotong dari suatu daerah tertentu tanpa menggangu
keseimbangan populasi ternak tersebut adalah merupakan out put domba di suatu
daerah.
Disamping itu pola pengembangbiakan ternak akan mempengaruhi
komposisi dari ternak yang dipotong dari suatu wilayah, karena ternak yang
disingkirkan dari pembiakan merupakan salah satu bagian dari jumlah ternak
yang dapat dikeluarkan atau dipotong, sedangkan bagian lainnya adalah ternak
muda yang jumlahnya sama dengan sisa natural increase (pertambahan alami)
yang telah dikurangi dengan jumlah ternak yang dibutuhkan untuk mengganti
ternak yang telah disingkirkan tadi (Hardjosubroto 1994).
Berdasarkan
pertimbangan kebutuhan ternak pengganti yang akan digunakan untuk
perkembangan maka diharapkan populasinya tidak akan terkuras akibat
pengeluaran atau pemotongan yang berlebihan (Sumadi 2001).
22
Produktivitas Ternak Domba
Produktivitas adalah hasil yang diperoleh oleh seekor ternak pada kurun
waktu tertentu dan dapat dinyatakan sebagai fungsi dari tingkat reproduksi dan
pertumbuhan (Hardjosubroto 1994), sehingga produktivitas ternak merupakan
gabungan sifat-sifat produksi dan reproduksi (Lasley 1978). Produktivitas pada
ternak dapat dilihat dari Service per Conception (S/C), jumlah anak sekelahiran
(litter size), panen anak selama satu tahun (kid crop), interval kelahiran dan
mortalitas (Hardjosubroto 1994).
Atkins (1980), menyatakan bahwa produktivitas induk domba berdasarkan
bobot lahir, bobot sapih, bobot potong setelah dipuasakan 24 jam bobot karkas
dan bagian-bagiannya. Edey et al. (1981), menyatakan bahwa bobot lahir anak
domba ekor gemuk rataannya adalah 2,16 kg ±0,36 kg bagi yang lahir tunggal dan
1,48 ± 0,23 kg bagi yang lahir kembar dua; rataan pertambahan bobot hidup
harian sebelum disapih pada jantan adalah 66,07 g dan betina 61,25 g bagi yang
dilahirkan tunggal dan jantan 42,52 g, betina 53,70 g bagi anak lahir kembar.
Sifat Reproduksi Ternak Domba
Kegiatan reproduksi domba di negara beriklim panas tidak dipengaruhi
oleh musim dan reproduksinya berlangsung sepanjang tahun.
Penampilan
reproduksi dapat diperkirakan sebagai petunjuk dari kemampuan produktivitas
dari ternak domba, yang terutama dititik beratkan pada anak domba dan perlu
diusahakan perbaikan faktor-faktor yang mempengaruhi reproduksi tersebut
(Hafez 1996). Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi reproduksi induk
diantaranya sistem perkawinan, umur beranak pertama, jumlah anak yang
dilahirkan (litter size), selang beranak dan laju mortalitas (Subandriyo et al.
1994).
Rataan Jumlah Anak Perkelahiran
Menurut Subandriyo et al. (1994) bahwa jumlah yang dilahirkan
perkelahiran dipengaruhi faktor induk yang ditentukan oleh laju ovulasi, laju
pembuahan dan kemampuan hidup prenatal serta nutrisi induk selama bunting.
Hasil penelitian Sutama et al. (1991) menunjukkan bahwa rataan jumlah anak
perkelahiran domba ekor gemuk sebesar 1,57 ekor. Subandriyo et al. (1994)
23
menyatakan bahwa jumlah anak perkelahiran domba ekor gemuk lebih rendah
dari domba ekor tipis.
Selang Beranak
Selang beranak berhubungan dengan lama waktu dikawinkan seperti
beranak, terjadinya pembuahan, laju mortalitas anak dan kualitas nutrisi yang
dikonsumsi (Subandrio 1994). Rataan jarak beranak pada induk domba yang
digembalakan lebih pendek dibandingkan dengan domba yang dikandangkan (249
hari dan 266 hari). Hal tersebut disebabkan kesempatan untuk kawin pada domba
yang digembalakan lebih besar dibanding domba yang dikandangkan, karena
perkawinan domba di pedesaan dilakukan secara alami tanpa bantuan petani
peternak (Priyanto et al. 1992).
Mortalitas
Eleiser et al. (1994) menyatakan bahwa mortalitas anak disebabkan oleh
persaingan untuk mendapatkan colustrum dan air susu induk, persaingan selama
dalam kandungan dan sifat keindukan dalam menghadapi masing-masing anak
dibandingkan kembar dua atau tunggal. Laju mortalitas ini menurut Subandrio et
al. (1994) dapat ditekan dengan sedikit perbaikan dalam perawatan induk bunting
tua, induk menyusui dan perbaikan tatalaksana pemberian pakan. Menurut Eleiser
et al. (1994) bahwa adanya
hubungan antara mortalitas anak dengan tipe
kelahiran, dan umumnya anak kembar mortalitasnya lebih besar dibandingkan
dengan anak tunggal, karena vigoritas anak tunggal lebih tinggi dari pada dengan
anak kembar, dimana zat makanan yang tersedia dalam uterus hanya dikonsumsi
untuk satu ekor calon anak.
Sifat Reproduksi Jantan
Testis merupakan alat reproduksi jantan yang utama dan besar
pengaruhnya terhadap produksi ternak, salah satu kriteria produksi ternak
ditentukan oleh keberhasilan pejantan dalam membuahi induk untuk memperoleh
keturunan. Performa reproduksi merupakan salah satu faktor yang menentukan
24
produktivitas, aplikasinya pada ternak untuk memperoleh daging, susu, kulit, wol
atau rambut. Kegagalan reproduksi baik pada jantan ataupun betina, berarti pula
kegagalan terhadap harapan produksi.
Alat reproduksi yang berfungsi baik,
merupakan hal utama dalam menentukan keberhasilan ternak. Aktivitas
reproduksi ternak jantan dapat diukur melalui libido dan besarnya testes yang
secara tidak lansung diukur berdasarkan skrotum, karena lingkaran skrotum
mempunyai hubungan dekat dengan berat testes. Dengan mengetahui besarnya
skrotum dapat diharapkan memiliki kuantitas dan kualitas sperma yang baik
(Ismaya 1992).
Sifat Kuantitatif
Bobot Badan dan Ukuran Tubuh
Rataan bobot badan domba ekor gemuk menurut Doho (1994) telah berada
di atas rataan bobot potong (24 kg), namun masih jauh bila dibandingkan dengan
bobot badan jantan unggul (43 kg) dan betina unggul (40 kg) yang dinyatakan
Devendra dan McLeroy (1982). Rataan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh
domba ekor gemuk di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Sumenep dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Rataan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh domba ekor
gemuk di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Sumenep
No. Ukuran-ukuran tubuh
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Bobot badan (kg)
Panjang badan (cm)
Tinggi pundak (cm)
Lingkar dada (cm)
Panjang ekor (cm)
Lebar ekor (cm)
Lokasi
Bondowoso
27,63
58,12
59,16
68,92
26,66
10,12
Sumenep
26,75
56,04
59,58
66,94
26,28
10,28
Sumber : Doho (1994)
Mulliadi (1996) menyimpulkan
bahwa pada domba Priangan, ukuran
tinggi pundak, tinggi panggul, panjang badan dan lingkar dada merupakan ukuran
utama yang dapat dijadikan patokan dalam seleksi domba. Menurut Fourie et al.
(2002), bobot badan dan panjang badan merupakan faktor penting yang
25
mempengaruhi tinggi pundak. Tinggi pundak dianggap sebagai indikator yang
baik untuk ukuran kerangka. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Diwyanto et al.
(1984), bahwa peranan tinggi pundak dalam persamaan untuk