Mekanisme Penyidikan Tindak Pidana Penipuan Melalui Internet Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 SKRIPSI

Mekanisme Penyidikan Tindak Pidana Penipuan Melalui Internet Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum DisusunOleh : Yulistia NIM : 090200046 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
Universitas Sumatera Utara

MEKANISME PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI INTERNET MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
DisusunOleh : YULISTIA
NIM : 090200334 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
Disetujui Oleh : Ketua Departemen Hukum Pidana

Dr. M, Hamdan SH.,M.H. NIP. 195703261986011001

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Madiasa Ablisar SH.M.Hum. NIP. 196104081986011002


Syafruddin SH, MH, DFM NIP.196305111989031001

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Dr. Madiasa Ablisar, SH., M.S.∗
Syafruddin, SH., M.H., DFM**
Yulistia***
Tindak pidana penipuan melalui internet merupakan salah satu tindak pidana dalam lingkup dunia maya yang disebut dengan cybercrime. Kejahatan ini dilakukan dengan cara menyebarkan informasi yang tidak benar yaitu dengan melakukan bisnis online menjualkan barang dagangannya melalui internet ataupun melalui sms, namun barang dagangan tersebut tidak sampai ke tangan konsumen. Atas adanya laporan dari korban penipuan kepada polisi, maka penyidik melakukan penyidikan secara khusus karena penipuan ini bukanlah penipuan pada umumnya. Oleh karena itu adapun rumusan permasalahannya yaitu bagaimana pengaturan hukum pidana terhadap tindak pidana penipuan melalui internet menurut KUHP maupun menurut Undang –Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta bagaimana mekanisme penyidik melakukan penyidikan tindak pidana penipuan melalui internet.
Metode pendekatan yang dilakukan penelitian ini adalah metode penelitian normatif dan metode penelitian sosiologis. Metode penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan berdasarkan studi kepustakaan serta analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan. Metode penelitian sosiologis yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara penerapan dalam praktek dilapangan.
Pengaturan tindak pidana penipuan melalui internet/sms diatur dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur penipuan secara khusus. Pengaturan penipuan secara umum diatur dalam Pasal 378 KUHP. Pengaturan penyidikan diatur dalam Pasal 6 KUHAP dan pasal 44 UU ITE. Praktek dilapangan dilakukan di Dirreskrimsus Polda Sumut untuk mendapatkan informasi bagaimana mekanisme penyidikan yang dilakukan penyidik dalam kasus tindak pidana penipuan melalui internet/sms yang masuk dalam kategori cybercrime. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan mekanisme penyidikan tindak pidana penipuan melalui internet menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008.

∗ Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama

: Yulistia

NIM : 090200334

Judul

:MEKANISME PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI INTERNET MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan orang lain.

Apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut diatas, maka saya bersedia mempertanggungjawabkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk menerima sanksi pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.

Medan,


Januari 2014

YULISTIA NIM. 090200334
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan masa studi dan memperoleh gelar Sarjana Hukum Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera utara yang berjudul “MEKANISME PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI INTERNET BERDASARKAN UNDANGUNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008”
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu, dengan kerendahan hati penulis bersedia menerima segala kritikan dan saran dari para pembaca guna penyempurnaan dan untuk pengembangan penulisan kedepannya.
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengucapkan rasa terima kasih dari berbagai pihak yang turut membantu, membimbing dan mendukung jalannya skripsi ini hingga selesai, yaitu :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Unversitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan I, Bapak Syafruddim, SH, M.H, DFM., selaku Pembantu Dekan II, Bapak Muhammad Husni, SH, M.Hum.
Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Dr. M. Hamdan SH., M.H., selaku Ketua Departemen Hukum Pidana dan Ibu Liza Erwina SH., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana.
3. Bapak Dr. Jelly Leviza SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik saya.
4. Bapak Dr. Madiasa Ablisar SH., M.S., selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbinga, arahan dan pengetahuan kepada penulis.
5. Bapak Syafruddin, SH., M.H., DFM., selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memeberikaan bimbingan, arahan dan pengetahuan kepada penulis.
6. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memeberikan pengajaran berbagai ilmu pengetahuan selama penulis menjalankan dan menyelesaikan studinya.
7. Kepada Kepala Dirreskrimsus Polda Sumut yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian lapangan, khususnya kepada Bapak Kompol Jumanto, SH., dan Bapak Brigadir Doli Silaban SH. Yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan informasi berupa wawancara sehingga penulis sangat terbantu dalam menyelesaikan penelitian.
8. Kepada orang tua ku, Ayahanda Ngadiman, dan Ibunda Misniwati, mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya yang telah mendidik, membimbing, memberikan kasih sayang, doa dan dukungan secara materil
Universitas Sumatera Utara


sehingga saya termotivasi dalam menyelesaikan studi. Saya akan memberikan yang terbaik buat kalian. 9. Kepada abang saya Rullyawan dan adik-adik saya Ella Syafitri dan Anis Savista yang selalu memberikan semangat dan dukungan. 10. Kepada kekasih hati Ean Ferogey, terimakasih banyak karena tak hentihentinya selalu memberikan semangat dan dukungannya. 11. Kepada sahabat-sahabat saya Rahmi Pambpha Patrecia, Ayu Ananda Tarigan, Kania Syafiza SH, Oky Wiratama Siagian SH, Rabithah Khairul SH, dan Andini Pratiwi Siregar SH, terima kasih buat kebersamaannya selama masa kuliah yang selalu memberikan tangis serta canda dan tawa. Berharap kitakan selalu bersama lagi. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi semua pihak.
Medan, Januari 2014
Yulistia
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……………………………………………………………
LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………
KATA PENGANTAR ……………………………………………….
DAFTAR ISI ………………………………………………………….
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................... ... B. Rumusan Masalah..................................................... ..... C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ...................................... D. Keaslian Penulisan ..................................................... ... E. Tinjauan Kepustakaan ...................................................
1. Pengertian Penyidikan …………………………..... 2. Peranan Penyidik Dalam Penyidikan ………… ...... 3. Pengertian Tindak Pidana Penipuan Menurut
KUHP …………………………………………….. 4. Pengertian Tindak Pidana Penipuan Melalui
Internet Menurut Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik …………………… ................................................ F. Metode Penelitian ................................................... ...... G. Sistematika Penulisan .............................................. .....

BAB II : PENGATURAN HUKUM PIDANA TINDAK PIDANA PENIPUAN INTERNET


TERHADAP MELALUI

A. Pengaturan Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)... .........................................................

i ii iii vi
1 10 11 11 12 12 16 20
21 23 26
28

Universitas Sumatera Utara

B. Pengaturan Menurut Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik … ...

34

BAB III : MEKANISME PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI INTERNET
A. Mekanisme Penyidikan Tindak Pidana Penipuan Melalui Internet …………………….. .........................
B. Kendala yang Dihadapi Dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana Penipuan Melalui Internet …... .............
C. Upaya yang Dilakukan Dalam Mengatasi Kendala yang Dihadapi Dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana Penipuan Melalui Internet ………………… ....


44 79
81

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan............................................................... ..... B. Saran ..............................................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ LAMPIRAN

83 84
86

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Dr. Madiasa Ablisar, SH., M.S.∗
Syafruddin, SH., M.H., DFM**
Yulistia***
Tindak pidana penipuan melalui internet merupakan salah satu tindak pidana dalam lingkup dunia maya yang disebut dengan cybercrime. Kejahatan ini dilakukan dengan cara menyebarkan informasi yang tidak benar yaitu dengan melakukan bisnis online menjualkan barang dagangannya melalui internet ataupun melalui sms, namun barang dagangan tersebut tidak sampai ke tangan konsumen. Atas adanya laporan dari korban penipuan kepada polisi, maka penyidik melakukan penyidikan secara khusus karena penipuan ini bukanlah penipuan pada umumnya. Oleh karena itu adapun rumusan permasalahannya yaitu bagaimana pengaturan hukum pidana terhadap tindak pidana penipuan melalui internet menurut KUHP maupun menurut Undang –Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta bagaimana mekanisme penyidik melakukan penyidikan tindak pidana penipuan melalui internet.
Metode pendekatan yang dilakukan penelitian ini adalah metode penelitian normatif dan metode penelitian sosiologis. Metode penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan berdasarkan studi kepustakaan serta analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan. Metode penelitian sosiologis yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara penerapan dalam praktek dilapangan.
Pengaturan tindak pidana penipuan melalui internet/sms diatur dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur penipuan secara khusus. Pengaturan penipuan secara umum diatur dalam Pasal 378 KUHP. Pengaturan penyidikan diatur dalam Pasal 6 KUHAP dan pasal 44 UU ITE. Praktek dilapangan dilakukan di Dirreskrimsus Polda Sumut untuk mendapatkan informasi bagaimana mekanisme penyidikan yang dilakukan penyidik dalam kasus tindak pidana penipuan melalui internet/sms yang masuk dalam kategori cybercrime. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan mekanisme penyidikan tindak pidana penipuan melalui internet menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008.

∗ Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kemajuan teknologi pada saat ini telah berkembang dengan pesat sehingga
menyebabkan dunia yang tanpa batas dan secara langsung maupun tidak langsung mengubah pola hidup dan perilaku masyarakat di dunia yang dapat menyebabkan perubahan dalam hidup mereka misalnya perubahan sosial, ekonomi, budaya dan tidak menutup kemungkinan dalam hal penegakan hukum di dunia.
Perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi, media dan komunikasi misalnya komputer,handphone, facebook, email, internet dan lain sebagainya telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global. Teknologi informasi dan komunikasi ini telah dimanfaatkan dalam kehidupan sosial masyarakat dalam berbagai sektor kehidupan baik sektor pemerintahan, bisnis, perbankan, pendidikan, kesehatan, kehidupan pribadi dan lain sebagainya.
Teknologi informasi dan komunikasi ini dapat memberikan manfaat yang positif, namun disisi yang lain, juga perlu disadari bahwa teknologi ini memberikan peluang pula untuk dijadikan media melakukan tindak pidana atau kejahatan-kejahatan yang disebut secara popular sebagai Cybercrime (kejahatan di dunia maya) sehingga diperlukan (Cyber Law) hukum dunia maya.
Saat ini telah lahir suatu hukum baru yang dikenal dengan Hukum Siber. Istilah “Hukum Siber” diartikan sebagai padanan kata dari Cyber Law, saat ini
Universitas Sumatera Utara

secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Dua Istilah lain yang digunakan adalah Hukum Dunia Maya (Virtual World Law), Hukum Teknologi Informasi (Law Of Information Technology), dan hukum Mayantara. Istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual atau maya1.
Cybercrime adalah sebuah bentuk kriminal yang mana menggunakan internet dan komputer sebagai alat atau cara untuk melakukan tindakan kriminal2. Jadi, cybercrime merupakan bentuk kriminal yang menngunakan internet dan komputer sebagai alat atau cara untuk melakukan tindakan kriminal. Dalam definisi lain, kejahatan dunia maya adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan.
Cyber Law adalah hukum yang mengatur aktivitas dunia maya, yang mencakup lapangan hukum privat dan lapangan hukum politik3. Jadi, Cyber Law meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyber Law sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law. Perkembangan Cyber Law
1 Ahmad Ramli, Cyber Law dan HAKI Dalam Sistem Hukum Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2006, hal. 1
2 Widodo, Hukum Pidana di Bidang Teknologi Informasi (Cybercrime Law);Telaah Teoritik dan Bedah Kasus, Aswaja Presindo, Yogyakarta, 2011, hal. 12
3 Ibid, hal. 13
Universitas Sumatera Utara

di Indonesia sendiri belum bisa dikatakan maju. Hal ini diakibatkan oleh belum meratanya pengguna internet di seluruh Indonesia.

Kejahatan dunia maya atau cybercrime umumnya mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer sebagai unsur utamanya, istilah ini juga digunakan untuk kegiatan kejahatan tradisional dimana komputer atau jaringan komputer digunakan untuk mempermudah atau memungkinkan kejahatan itu terjadi.
Salah satu jenis kejahatan e-commerce adalah penipuan online. Penipuan online yang dimaksud dalam e-commerce adalah penipuan online yang menggunakan internet untuk keperluan bisnis dan perdagangan sehingga tidak lagi mengandalkan basis perusahaan yang konvensional yang nyata.4
Dunia maya menjadi sarana untuk tempat terjadinya suatu kejahatankejahatan yang disebut juga sebagai kejahatan siber atau Cybercrime, bagi beberapa orang kejahatan siber ini hanya dalam ruang lingkup kejahatan penipuan, hacker, penyebaran berita palsu maupun penyebaran suatu hal yang mengandung unsur pornografi, tetapi bukan hal tersebut saja yang dapat dikatakan sebagai Cybercrime banyak sekali bentuk kejahatan lain yang masih asing yang juga termasuk di dalam kategori Cyber Crime, salah satu dari kejahatan tersebut adalah kejahatan penipuan. Penipuan sendiri memiliki arti sebagai penyalahgunaan dalam pengiriman berita elektronik untuk menampilkan berita iklan dan keperluan lainnya yang mengakibatkan ketidaknyamanan bagi para
4 Asril Sitompul, Hukum Internet : Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di Cyberspace, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 8
Universitas Sumatera Utara

pengguna web, penipuan ini biasanya datang dengan cara bertubi-tubi tanpa diminta dan sering kali tidak dikehendaki oleh korbannnya.5
Kebanyakan orang di seluruh dunia menganggap penipuan melalui internet ini hanya terdapat pada email namun sesuai dengan perkembangan teknologi yang semakin hari semakin tidak terkendali, dan dunia mayapun semakin meluas. Sehingga penipuan melalui internet tidak hanya terbatas pada email saja namun juga terdapat pada situs-situs, blog dan lain-lain. Penipuan melalui internet pada blog biasanya berisi iklan dan mengarahkan pada situs yang berkualitas rendah atau situs berbahaya yang mengandung penipuan atau berita bohong.6
Biasanya penipuan melalui internet dikirim dengan tujuan tertentu misalnya sebagai media publikasi dan promosi untuk produk-produk perusahaan yang dilakukan oleh pemilik email atau spammer.7 Misalnya sebuah perusahaan tertentu ingin menjual barang produk mereka, jika melalui periklanan tentu akan memakan biaya yang cukup mahal, dengan menggunakan cara ini maka perusahan tersebut akan dapat mengirim email sebanyak-banyaknya ke seluruh pemilik email yang ada di dunia ini.
Penipuan secara online pada prinisipnya sama dengan penipuan konvensional. Yang membedakan hanyalah pada sarana perbuatannya yakni menggunakan Sistem Elektronik (komputer, internet, perangkat telekomunikasi). Sehingga secara hukum, penipuan secara online dapat diperlakukan sama
5 Josua Sitompul, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw : Tinjauan Aspek Hukum Pidana, Tatanusa, Jakarta, 2012, hal. 36
6 http://m.kompasiana.com/post/read/553463/2/mengenal--ciri-ciri-situs-penipuan-online , diakses tanggal 20-8-2013
7 Widodo, Hukum Pidana di Bidang Teknologi Informasi Cybercrime Law : Telaah teoritik dan Bedah Kasus, Aswaja, Yogyakarta, 2013, hal. 92
Universitas Sumatera Utara

sebagaimana delik konvensional yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Selain penipuan melalui internet, penipuan melalui SMS (Short Message Service) juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Media yang digunakan dalam penipuan SMS adalah handphone yang merupakan salah satu media elektronik yang dimaksud dalam UU ITE. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 angka 2 UU ITE yang berbunyi sebagai berikut : “Teknologi Informasi adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.”
Sebelum diundangkannya UU ITE, pengaturan mengenai penipuan melalui SMS diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.8 Namun sesuai dengan perkembangan jaman penipuan melalui SMS yang juga mencantumkan website dalam isi SMS tersebut, maka hukum telekomunikasi masuk dalam UU ITE tanggal 21 April 2008.
Hukum telekomunikasi masuk dalam kerangka hukum telematika, karena adanya perkembangan aspek-aspek telematika bergerak begitu cepat mengikuti perubahan dunia hari ini. Aspek-aspek tersebut terus menyesuaikan diri dalam praktik secara substansi, sementara dari sisi aturan main tidaklah signifikan. Peran pemerintah di setiap negara menjadi begitu penting dimana pemerintah seluruh dunia berjuang menghadapi masalah telematika khususnya apa yang disebut dengan informasi yang tidak diinginkan” yang tersedia bagi warga negaranya di
8 Ibid, hal. 9

Universitas Sumatera Utara

internet (cyberspace). Oleh karena itu. Merumuskan kerangka akomodatif terhadap masalah yang dihadapi merupakan keharusan.9
Aturan hukum telematika menjadi landasan hukum yang dijadikan oleh para penegak hukum dalam menjalankan tugas. Penegak hukum baik dalam konteks ius constitutum maupun ius constituendum. Tentunya, pasca diundangkannya UU ITE keseluruhan problematika hukum khususnya di bidang informatika dan transaksi elektronik akan merujuk pada UU ITE. 10
Dasar hukum yang digunakan untuk menjerat pelaku penipuan saat ini adalah Pasal 378 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:
"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun." Sedangkan berdasarkan Undang- Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, lebih spesifik di dalam Pasal 28 ayat 1 disebutkan bahwa “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik”. Dalam Pasal 28 ayat 1 ini dapat dikatakan masih belum sempurna atau masih kabur untuk digunakan sebagai dasar acuan untuk tindakan penipuan, hal ini dikarenakan tindakan penipuan itu sendiri memiliki berbagai bentuk untuk melakukan kejahatan atau luasnya kualifikasi pengertian dari spamming itu
9 Maskun, Kejahatan Siber;Cybercrime Suatu Pengantar, Kencana, Makasar. 2013, Hal. 16
10 Ibid , hal. 17
Universitas Sumatera Utara

sendiri. Dari Pasal 28 ayat 1 dapat dikatakan hanya untuk tindakan penyebaran
berita bohong dan menyesatkan, tetapi apabila pasal ini digunakan dalam tindakan
spamming pasal tersebut masih terlalu kabur dan dirasa masih belum mencukupi
untuk menjerat pelaku tindak pidana penipuan melalui internet. Hal ini juga
dikarenakan belum tercantumnya definisi penipuan dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dalam
undang-undang tersebut hanya mencantumkan unsur-unsur dan kualifikasi dari
cybercrime hanya secara umum semata sehingga tidak membedakan apakah
kualifikasi dari cybercrime tersebut termasuk kategori dari cracking, hacking,
carding, phising, spamming ataupun yang lain.11

Apabila dibandingkan Negara lain, dapat dikatakan tindakan cybercrime khususnya tindakan penipuan melalui internet telah menjadi suatu permasalahan yang sangat serius yang dapat merugikan individu, kelompok tertentu misalnya perusahaan maupun Negara itu sendiri, sehingga diatur secara khusus mengenai cybercrime tersebut misalnya di Amerika telah dikeluarkan peraturan khusus mengenai cybercrime yaitu Uniform Electronic Transaction Act (UETA). yang diadopsi oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL) pada tahun 1999, Eropa dengan European E-Commerce Directive, sejauh ini mengenai penipuan melalui internet telah ditetapkan di level negara bagian. Misalnya, di California pesan iklan tertentu harus mengawali subjek mereka dengan ADV: atau ADV:ADLT. Karena pesan seperti ini mudah difilter/dibedakan secara manual, maka harapannya motivasi melakukan penipuan melalui internet akan berkurang. Atau di Nevadanegara bagian yang paling awal sadar akan spam, kita dilarang mengirim email komersial sama sekali, kecuali jika email tersebut menyertakan nama asli dan alamat fisik pengirim, ditandai agar langsung dapat dikenali sebagai iklan, negara jerman dengan Information and Communication Service Act, Australia dengan Digital Copyright Act 2000 dimana mengenai spam telah dibuat undang-undang anti spam, Hongkong dengan Anti-Spam Code of Practices, Negara Singapore dengan The Electronic Transactions Act (ETA) 1998, negara Singapore ini merupakan
11 Ibid, hal. 64
Universitas Sumatera Utara

satu-satunya negara di ASEAN yang memberlakukan hukum secara tegas terhadap spammers dengan Spam Control Act 2007.12 Pentingnya kesadaran hukum masyarakat Indonesia dalam merespon aktivitas cyber crime masih dirasa kurang. Hal ini disebabkan antara lain oleh kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap jenis kejahatan cyber crime. Pemahaman dan pengetahuan ini menyebabkan upaya penanggulangan cyber crime mengalami kendala, dalam hal ini kendala yang berkenaan dengan penataan hukum dan proses pengawasan masyarakat terhadap setiap aktivitas yang diduga berkaitan dengan kejahatan cyber crime tersebut.13
Beberapa contoh penipuan melalui internet/sms sebagai berikut:
1. Melalui SMS
Kasus ini bersumber dari media internet yang beralamat www.medan.tribunews.com14 dimana penipuan melalui SMS ini terkait undian berhadiah. SMS itu dikirim melalui nomor ponsel yang mengatasnamakan PT M Kios dan menyebutkan pemegang nomor ponsel yang dikirimi SMS memenangkan hadiah dengan mencantumkan nomor undian. Hadiah undian itu anatara lain mobil, motor, uang tunai, dan blackberry.
Selain itu pengirim SMS juga mencantumkan website yang berisi informasi tentang undian. Websitenya adalah www.undianisipulsa2013.webs.com. Dalam website disebutkan hadiah bisa diterima apabila pemenang sudah melunasi biaya administrasi balik nama STNK/BPKB hadiah yang dimenangkan sebesar Rp. 1.780.000 (untuk kendaraan mobil) dan Rp. 520.000 (untuk kendaraan
12 http://pyia.wordpress.com/2012/05/01/peraturan-dan-regulasi--1/, diakses tanggal 208-2013
13 Ibid 14 http://medan.tribunnews.com/2013/08/23/waspada-penipuan-lewat-sms-kini-makincanggih, diakses tanggal 20-08 2013
Universitas Sumatera Utara

motor). Pengiriman uang dilakukan melalui transfer bank. Namun untuk mendapatkan nomor rekening, pemenang harus menghubungi nomor telepon penipu yang juga nomor ponsel, bukan nomor kantor.
2. Melalui Internet Kasus ini bersumber dari media cetak yaitu koran Kompas15, dimana
penipuan ini dilakukan tersangka dengan merekrut investor dengan menawarkan investasi dengan menggunakan empat situs internet yaitu www.asiakita.com, www.asiabersama.com, www.investasimandiri.com, dan www.mandirikita.com.
Melalui empat situs tersebut Tohir mengajak siapapun yang mengunjungi situs untuk berinvestasi dengan prinsip multilevel marketing. Tersangka menawarkan program investasi dengan mencari downline empat orang dengan mentransfer uang melalui dua rekening Bank BCA dan Mandiri. Khusus untuk investasi di rekening BCA masing-masing investor diminta mentransfer Rp.20.000 sehingga satu downline investasinya Rp.80.000. adapun melalui rekening Mandiri masing-masing investor diminta mentransver Rp.50.000 sehingga satu downline investasinya RP. 200.000.
Sampai bulan November 2012, total investor yang telah menyetor ke rekening BCA mencapai 162.549 orang. Kemudian, investor yang mentransfer uang ke rekening Mandiri mencapai 22.378 orang. Tersangka memegang sendiri rekening BCA dan Mandiri tersebut.
15 Kompas, Penipuan Investasi “online” Terungkap., Kamis, 26-11- 2012, hal 22.
Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan contoh kasus diatas maka sangat menarik untuk dapat menguraikan problematika mengenai tindak pidana penipuan melalui internet/sms dengan melakukan penyidikan menurut Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 ( ITE ) karena penyidikan dilakukan secara khusus dari mekanisme penyidikan sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana. untuk itu, perlu adanya aspek hukum secara luas karena tidak terbatasnya ruang lingkup dari dunia maya yang mempengaruhi terjadinya kejahatan dalam dunia maya, karena pengaturan mengenai penipuan melalui internet ini sangat berguna terutama berkaitan dengan keamanan dalam “cyber space”, untuk itu dibutuhkan suatu kebijakan baik yang bersifat peraturan pemerintah maupun kebijakan khusus lainnya yang mengatur dalam perbuatan cyber sebagai upaya memberikan kenyamanan penggunaan internet dan menghindari perbuatan-perbuatan yang mengarah ke penipuan.
Sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan hukum di bidang cyber crime di Indonesia. Karena hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah : Mekanisme Penyidikan Tindak Pidana Penipuan Melalui Internet Menurut Undang – Undang No 11 Tahun 2008.
B. Perumusan Masalah Bertitik tolak dari uraian latar belakang tersebut di atas ada beberapa
masalah yang akan menjadi pembahasan dalam penulisan skripsi ini, yaitu : 1. Bagaimanakah pengaturan hukum tindak pidana penipuan melalui internet? 2. Bagaimana mekanisme penyidik melakukan penyidikan dalam kasus tindak
pidana penipuan melalui internet?
Universitas Sumatera Utara

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan
Berdasarkan permasahan yang dipilih di atas tujuan yang ingin dicapai adalah : a. Mengetahui ketentuan – ketentuan hukum pidana dalam tindak pidana
penipuan melalui internet b. Mengetahui bagaimana proses penyidikan yang dilakukan penyidik terhadap
tindak pidana penipuan melalui internet
2. Manfaat Penulisan Penelitian yang dilakukan ini di harapkan hasilnya dapat bermanfaat baik
secara teoritis maupaun secara praktis. a. Manfaat teoritis dimaksudkan hasil dari penelitian ini di harapkan dapat
bermanfaat untuk mengembangkan ilmu hukum pidana, khususnya dalam hukum pidana mengenai penipuan melalui internet. b. Manfaat praktis dimaksudkan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada dalam hukum pidana yang menyangkut tentang penipuan melalui internet dalam proses penyidikan.
D. Keaslian Penulisan Topik permasalahan di atas sengaja dipilih dan di tulis, oleh karena
sepengetahuan penulis, pokok pembahasan ini adalah sebagai salah satu subsistem
Universitas Sumatera Utara

dari sistem peradilan pidana yang sering di persoalkan mengenai mekanisme penyidikan yang berkaitan dengan tindak pidana penipuan melalui internet.
Kalaupun ada, pengamatan penulis berbeda dalam subtansi pembahasan, pendekatan dan penulisannya dalam skripsi ini, permasalahan terhadap mekanisme penyidikan tindak pidana penipuan melalui internet ini, bahwa dalam permasahan ini adalah murni hasil pemikiran yang dikaitkan dengan teori-teori hukum melalui referensi buku-buku dan bantuan dari berbagai pihak dalam rangka melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulisan skripsi dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan dan di samping itu juga diadakan penelitian.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Penyidikan
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya.
Istilah penyidik ini bisa kita lihat didalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang ditegaskan di dalam Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi : “Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat Negeri Sipil tertentu
Universitas Sumatera Utara

yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan
penyidikan’’.16
Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa yang menjadi penyidik
dalam hal ini adalah :
a. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang dan ini dapat berupa :
1. Pejabat bea cukai
2. Pejabat imigrasi
3. Pejabat kehutanan
Menurut Pasal 6 ayat (2) KUHAP, bahwa syarat kepangkatan pejabat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) KUHAP, akan diatur lebih lanjut
dalam peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983. 17
Menurut Pasal 2 No. 27 Tahun 1983 :
1. Penyidik adalah : a. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi. b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat pengatur Muda Tingkat I (Golongan II/b) atau yang disamakan dengan itu.
2. Dalam hal disuatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka komandan sektor kepolisian yang berpangkat bintara di bawah pembantu letnan dua polisi, karena jabatannya penyidik.
16 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Penerbit CV Sapta Artha Jaya, Jakarta, 1996, hal. 89
17 Ibid, hal. 79
Universitas Sumatera Utara

Penyidik pembantu merupakan penyidik yang terdiri dari pejabat kepolisian negara republik Indonesia, baik yang menjabat pangkat polisi maupun yang termasuk pegawai negeri sipil dalam lingkungan kepolisian negara yang diangkat oleh kepala kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pangkat tertentu yang diatur dengan peraturan pemerintah.
Penyidik dan penyidik pembantu ini di atur dalam Pasal 6 - Pasal 13
Bagian kesatu dan kedua Bab IV KUHAP.
Tugas dan Wewenang Penyidik Dalam melakukan tugas penyidik, penyidik juga dibantu oleh beberapa penyidik pembantu. Menurut pasal 1 butir 13 dan pasal 10 KUHAP, penyidik pembantu yaitu pejabat kepolisian negara republik Indonesia diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini18.Sedangkan Dalam Pasal 10 ayat (2) KUHAP, diatur oleh PP No. 27 Tahun 1983 ( Pasal 3 ayat 1) berbunyi penyidik pembantu adalah : a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya
berpangkat sersan dua polisi. b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dalam lingkungan kepolisian
Negara RI yang sekurang-kurangnya berpangkat pengatur muda (Golongan II/a) atau yang disamakan untuk itu. Wewenang pejabat penyidik ini oleh KUHAP diperluas.19 Dalam pasal 7
KUHAP ayat (1) disebutkan bahwa penyidik polri karena kewajibanya mempunyai
wewenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
18 Ratna Nurul Afiah, Praperadilan dan Ruang Lingkupnya, Cet. Pertama, Penerbit CV Akademika Pressindo, Jakarta 1986, hal. 13
19 Ibid, hal. 14
Universitas Sumatera Utara

b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian; c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka; d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi; h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara; i. Mengadakan penghentian penyidikan ; j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Dalam bunyi ayat (1) KUHAP, ternyata bahwa kewenangan yang diatur
dalam ini kenyataannya adalah kewengan penyidik polri, sedangkan kewenangan
penyidik Pegawai Negeri Sipil Menurut Pasal 7 ayat (2) KUHAP diatur sesuai
dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing yang
dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan pejabat
penyidik Polri. Koordinansi dan pengawasan tersebut tercakup juga di dalamnya
tindakan memberi petunjuk serta tindakan memberi bantuan kepada pejabat
Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Penyidik pembantu juga wewenang yang sama seperti penyidik polri yang
diatur dalam pasal 7 ayat (2) KUHAP. Menurut pasal 11 KUHAP, wewenang
penyidik pembantu terbatas, artinya wewenang penahanan harus terlebih dahulu
mendapat pelimpahan wewenang dari penyidik, terkecuali penahanan dimana
perintah penyidik tidak dimungkinkan kerena hal yang sangat diperlukan atau
pada daerah yang terpencil dimana belum ada petugas penyidik.
Dalam hal ini, penyidik pembantu menyerahakan berkas perkara kepada
penyidik untuk dilimpahkan kepada Jaksa Penuntut Umum, terkecuali acara
Universitas Sumatera Utara

pemeriksaan singkat, dapat langsung diserahkan oleh penyidik pembantu kepada Jaksa Penuntut Umum.20
Mengingat betapa pentingnya kelancaran penyidikan dalam prosesnya, sangat diperlukan kerjasama yang sebaik-baiknya antara penyidik Polri dan penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu.
2. Peranan Penyidik Dalam Penyidikan Sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan ketentuan umum,
Pasal 1 butir 1 dan 2, merumuskan pengertian penyidikan yang menyatakan, penyidik adalah pejabat polri atau pejabat pegawai negeri “tertentu” yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Sedangkan penyidikan berarti; serangkain tindakan yang dilakukan pejabat penyidik sesuai dengan cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, dan dengan bukti itu membuat atau menjadi terang tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau pelaku tindak pidananya.21
Pada tindakan penyelidikan penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari dan menemukan peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindak pidana. Pada penyidikan, titik berat tekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti” supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi dapat menjadi terang, serta agar dapat menemukan dan menentukan pelakunya.
20 Ibid, hal. 16 21 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Edisi 2, Cetakan 11, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 109
Universitas Sumatera Utara

Dari penjelasan dimaksud hampir tidak ada perbedaan makna keduanya. Hanya bersifat gradual saja. Antara penyelidikan dan penyidikan adalah dua fase tindakan yang berwujud satu. Antara keduanya saling berkaitan dan isi-mengisi guna dapat diselesaiakan pemeriksaan suatu peristiwa pidana. Namun demikian, ditinjau dari beberapa segi, terdapat perbedaan antara kedua tindakan tersebut:22
1. Dari segi pejabat pelaksana, pejabat penyelidik terdiri dari “semua anggota” Polri, dan pada dasarnya pangkat dan wewenangnya berada di bawah pengawasan penyidik,
2. Wewenangnya sangat terbatas, hanya meliputi penyelidikan atau mencari dan menemukan data atas suatu tindakan yang diduga merupakan tindak pidana. Hanya dalam hal-hal telah mendapat perintah dari penyidik, barulah penyelidik melakukan tindakan yang disebut Pasal 5 ayat (1) huruf b (penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, penyitaan, dan sebagainya).
Di dalam penyidikan perlu dilakukan berbagai kegiatan yaitu pemeriksaan tersangka atau saksi, penangkapan, penahanan, penggeledahan, pemasukan rumah, penyitaan benda, pemeriksaan surat, pemeriksaan ditempat kejadian. Berbagai hal yang harus dilakukan tersebut memerlukan waktu dan kecermatan agar semua yang dilakukan tersebut mendapatkan hasil yang berdaya guna dan berhasil guna.
Dalam KUHAP mengenai berita acara diatur dalam Pasal 75 butir (1) yang berbunyi sebagai berikut :
22 Ibid
Universitas Sumatera Utara

(1) : Berita acara di buat untuk setiap tindakan tentang : a. Pemeriksaan tersangka; b. Penangkapan; c. Penahanan; d. Penggeledahan; e. Pemasukan rumah; f. Penyitaan benda; g. Pemeriksaan surat; h. Pemeriksaan saksi; i. Pemeriksaan di tempat kejadian; j. Pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan; k. Pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam undangundang jabatan;
2. Berita acara dibuat oleh pejabat yang bersangkutan dalam melakukan tindakan tersebut pada ayat (1) dan dibuat atas kekuatan sumpah jabatan.
3. Berita acara tersebut selain ditandatangani oleh pejabat pada ayat (2) ditandatangani oleh semua pihak yang terlibat dalam tindakan tersebut pada ayat (1).
Jika dilihat pada pasal 75 ayat (1) KUHAP, maka didalam pembuatan
berita acara sebagian besar adalah pada tingkat pemeriksaan pendahuluan, yaitu
kegiatan penyidikan perkara terkecuali pada butir j. Proses verbal atau berita acara
adalah suatu upaya penyidik dalam memperoleh keterngan yang akan bermanfaat
bagi pemeriksaan di muka hakim atau sidang pengadilan.
Jadi berita acara merupakan rumusan pertangungjawaban petugas yang
membuatnya di dalam mencari dan menyelidiki dan menyidik perbuatan-
perbuatan yang dapat dipidana. Membuat berita acara adalah bagian yang amat
penting di dalam mencari dan menyidik perkara. Dapat dikatakan bahwa proses
berita acara yang dibuat petugas dalam pemeriksaan pendahuluan atas petugas
yang menjumpai perkara itu adalah merupakan dasar pemeriksaan selanjutnya
sampai di muka persidangan pengadilan.23
23 Ibid, hal. 110
Universitas Sumatera Utara

G.J. De Boer dan J.H Smith mengemukakan pendapatnya tentang berita acara sebagai berikut :24
Dalam proses verbal, terutama yang Paling penting pegawai polisi, sebetulnya berlaku untuk semua penyidik, wajib menyatakan pendapatnya dalam proses verbal dengan teliti benar, oleh karena hakim menganggap proses verbal pegawai penyidik itu sebagai keterangan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang dapat dihukum yang dapat di tuduhkan kepadanya.
Oleh sebab itu, penyidik harus mempunyai keterampilan dan kecerdasan untuk menguraikan baik secara lisan maupun dengan tulisan segala perbuatanperbuatan dan pikiran-pikiranya sendiri serta keterangan-keterangan orang lain dengan singkat dan seksama. Ini bukan tugas yang mudah.
Ada 2 (dua) faktor penting untuk membuat proses verbal yang baik, yaitu : 1. Hal yang tertangkap dengan panca indra. 2. Hal mengingat Ini bukan berarti, bahwa selain dari pada itu tidak ada faktor-faktor lain yang penting. Hal yang tidak kurang pentingnya ialah pengetahuan tentang susunan proses verbal dan terutama lagi pengetahuan tentang anasir-anasir kejahatan dan pelanggaran serta kejujuran pegawai penyidik.25
24 Ratna Sari, Penyidikan dan Penuntutan Dalam Hukum Acara Pidana, KHSM FHUSU, Medan, 1995, hal. 50
25 Ibid, hal. 51
Universitas Sumatera Utara

3. Pengertian Tindak Pidana Penipuan Melalui Internet Menurut KUHP Dan Dasar hukum tindak pidana penipuan adalah Pasal 378 KUHP, yang
berbunyi sebagai berikut: "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun." unsur-unsur pokok tindak pidana penipuan26: Yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah orang yang membujuk
orang lain supaya memberikan sesuatu barang atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang dengan melawan hukum dengan: a. tipu muslihat; b. rangkaian kebohongan; c. nama palsu; d. keadaan palsu.
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain adalah : - membujuk ialah menanamkan pengaruh demikian rupa terhadap orang
sehingga orang yang mempengaruhinya mau berbuat sesuatu sesuai dengan kehendaknya, padahal apabila orang itu mengetahui duduk soal yang sebenarnya, tidak akan mau melakukan perbuatan itu. - mengenai cara memberikan barang tidak mutlak harus diserahkan kepada terdakwa sendiri sedang orang yang menyerahkan tidak mutlak
26 R. Sughandhi, KUHP dan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya, 1980, hal.396
Universitas Sumatera Utara

pula harus orang yang dibujuk itu sendiri. hal ini boleh dilakukan orang lain. - "menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum" berarti menguntungkan sendiri tiada hak. - "tipu muslihat" ialah suatu tipu yang diatur sedemikian rapinya sehingga orang yang berpikiran normal pun dapat mempercayai akan kebenaran yang ditipukan itu. - "rangkaian kebohongan" ialah susunan kalimat-kalimat bohong yang tersusun sedemikian rupa, sehingga kebohongan yang sudah ditutup dengan kebohongan-kebohongan yang lain sehingga keseluruhannya merupakan cerita tentang sesuatu yang seakan-akan benar. - "nama palsu" ialah nama yang bukan nama sebenarnya; misalnya Samin diganti Siman. - "keadaan palsu" ialah misalnya seseorang yang tidak mempunyai sesuatu jabatan mengaku dan bertindak sebagai polisi, notaris, pegawai kotamadya, dan sebagainya.
4. Pengertian tindak Pidana Penipuan menurut Undang - Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Penipuan menurut UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE), maka pasal yang dikenakan adalah Pasal 28 ayat (1), yang berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
Universitas Sumatera Utara

menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
Yang dimaksud dengan berita bohong dan menyesatkan adalah berita yang berisi informasi yang tidak benar yang menurut orang yang pada umumnya dapat membuat konsumen yang melakukan transaksi mengambil keputusan yang seharusnya ia tidak lakuakn apabila ia telah mengetahui sebelumnya bahwa informasi tersebut adalah tidak benar. Informasi yang tidak benar yang dimaksud ialah informasi menegnai syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Akibat informasi yang tidak benar itu, konsumen mengalami kerugian. Yang dimaksud kerugian disini haruslah kerugian ekonomis yang dapat diperhitungkan secara meteril.27
Ancaman pidana dari pasal tersebut adalah penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar (Pasal 45 ayat (2) UU ITE). Untuk pembuktiannya, Aparat Penegak Hukum bisa menggunakan bukti elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai perluasan bukti sebagaimana Pasal 5 ayat (2) UU ITE, di samping bukti konvensional lainnya sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Bunyi Pasal 5 UU ITE:
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
UU ITE yang ada saat ini belum memuat pasal khusus/eksplisit tentang delik “penipuan”. Pasal 28 ayat (1) UU ITE saat ini bersifat general/umum dengan
27 Josua Sitompul, 2012, Opcit, hal. 191
Universitas Sumatera Utara

titik berat perbuatan “penyebaran berita bohong dan menyesatkan” serta pada “kerugian” yang diakibatkan perbuatan tersebut. Tujuan rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tersebut adalah untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak dan kepentingan konsumen. Perbedaan prinsipnya dengan delik penipuan pada KUHP adalah unsur “menguntungkan diri sendiri” dalam Pasal 378 KUHP tidak tercantum lagi dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, dengan konsekuensi hukum bahwa diuntungkan atau tidaknya pelaku penipuan, tidak menghapus unsur pidana atas perbuatan tersebut dengan ketentuan perbuatan tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi orang lain.28
F. Metode Penelitian Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam pembuatan skripsi ini
adalah: 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yang mengubungkan antara penelitian hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis Penelitian hukum normatif disebut juga sebagai penelitian kepustakaan atau setudi dokumen. Penelitian hukum normatif disebut penelitian hukum doktriner, karena penelitian dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis yaitu Kitab Undang-Undnag Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, atau bahan hukum yang lain. Penelitian hukum ini juga
28 http://hukumonline.com/klinik/detail/cara-penyidik-melacak-penipuan-dalam-jual-belionline, diakses tanggal 30-08-2013
Universitas Sumatera Utara

disebut dengan penelitian kepustakaan ataupun studi dokumen disebabkan penelitian ini lebih banyak dilakukan literatur-literatur buku yang ada diperpustakaan.
Penelitian hukum sosiologis mempunyai istilah lain yaitu penelitian hukum empiris dan dapat pula disebut dengan penelitian lapangan. Penelitian lapangan dilakukan di Kepolisisan Derah Sumatera Utara. Penelitian lapangan ini berupa data primer (data dasar) yaitu data yang di dapat langsung dari pihak responden yaitu pihak Penyidik dengan melalui penelitian lapangan. Perolehan data primer dari penelitian lapangan dapat dilakukan melalui wawancara. 2. Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan adalah: a. Bahan Hukum Primer adalah bahan yang telah ada dan yang
berhubungan dengan skripsi terdiri dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik UUD. b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang diperoleh untuk mendukung dan berkaitan dengan Bahan Hukum Primer yang berupa literatur-literatur yang terkait dengan bantuan hukum sehingga menunjang penelitian yang dilakukan. c. Bahan Hukum Tersier bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermaknaterhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti jurnal maupun arisp-arsip penelitian.
Universitas Sumatera Utara

3. Pengumpulan Data a. Library Research Materi dalam penelitian ini diambil dari data Primer dan data Sekunder. Jenis data yang meliputi data sekunder yaitu Library research (penelitian kepustakaan), yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan, buku-buku, berbagai literatur, dan juga berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan “Mekanisme Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Penipuan Melalui Internet ”. b. Field Research Data primer diperoleh dengn cara Field Research (penelitian lapangan), yaitu dengan meneliti langsung ke lapangan mengenai Mekanisme Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Penipuan Melalui Internet. Penelitian atau studi lapangan dilakukan melalui wawancara kepada informan, yaitu Penyidik di Kepolisian Daerah Sumatera Utara, sehingga memperoleh salinan data-data yang lebih lengkap dan menunjang pembahasan permasalahan yang disusun penulis.
4. Analisis Data Setelah sumber bahan hukum mengenai Mekanisme Penyidikan Terhadap
Tindak

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Anak Terhadap Penyalahgunaan Internet Sebagai Media Bullying Menurut Undang Undang No 11 Tahun 2008

7 82 127

Pemalsuan Surat Dalam Perkawinan Dihubungkan Dengan Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Dan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974

0 30 80

Tindak Pidana Pencucian Uang Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Jo. Undang-Undang Nomor 25...

0 19 3

PENEGAKAN...HUKUM....PIDANA…TERHADAP ..TINDAK.. .PIDANA GRATIFIKASI. MENURUT. UNDANG.UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 JO UNDANG .UNDANG .NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 5 21

IDENTIFIKASI TINDAK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008)

0 5 16

IDENTIFIKASI TINDAK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008)

1 12 77

ANALISIS YURIDIS RUMUSAN DELIK TENTANG TINDAK PIDANA CYBER TERRORISM DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME DAN UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

0 3 107

Pertanggungjawaban Pidana Anak Terhadap Penyalahgunaan Internet Sebagai Media Bullying Menurut Undang Undang No 11 Tahun 2008

0 0 48

BAB I PENDAHULUAN - Tindak Pidana Penipuan Jual Beli Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik - Ubharajaya Repository

0 0 12

PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) STUDI TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI MELALUI INTERNET - Unissula Repository

0 0 12