Pertanggungjawaban Pidana Anak Terhadap Penyalahgunaan Internet Sebagai Media Bullying Menurut Undang Undang No 11 Tahun 2008

  

PENGATURAN TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK

TERHADAP PENYALAHGUNAAN INTERNET SEBAGAI MEDIA

BULLYING

A. PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA

  Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar dasar dan aturan-aturan untuk: 1)

  Menentukan perbuatan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. 2)

  Menentukan kapan dan dalam hal hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan. 3)

  Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Hukum pidana bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma yang baru, melainkan hanya mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum yang mengenai kepentingan umum. Hukum pidana mengadakan suatu jaminan yang istimewa, yaitu dengan memberikan suatu hukuman berupa siksaan untuk menjaga kepentingan umum tersebut. Pidana adalah berupa siksaan atau penderitaan berupa hukuman yang merupakan keistimewaan dan unsur terpenting dalam hukum pidana.

   Simons mendefenisikan pidana sebagai suatu penderitaan menurut

  undang-undang pidana yang berkaitan dengan pelanggaran norma berdasarkan putusan hakim yang dijatuhkan terhadap orang yang bersalah. Van Hammel 36 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, Halaman 1 37 Kansil, Pengantar Imu Hukum Dan Tata Hukum Indonesi, Balai Pustaka, Jakarta, 1989,

  menyatakan bahwa pidana adalah suatu penderitaan yang bersifat khusus yang dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang sebagai penanggung jawab ketertiban hukum umum terhadap seorang pelanggar karena telah melanggar peraturan hukum yang harus ditegakkan oleh negara. Sudarto menyatakan bahwa pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan dan memenuhi syarat tertentu. Terhadap pengertian-pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan : Pertama, pidana adalah penderitaan yang sengaja diberikan oleh negara kepada seseorang. Kedua, pidana diberikan sebagai reaksi atas perbuatan seseorang yang melanggar hukum pidana. Ketiga, sanksi pidana

   diberikan oleh negara diatur dan ditetapkan secara rinci.

  Pada literatur berbahasa inggris tujuan pidana biasa disingkat dengan tiga R dan satu D. Tiga R itu adalah Reformation, Restraint, dan Restribution, sedangkan satu D adalah Deterrence yang terdiri atas individual deterrence dan

  general deterence (pencegahan khusus dan pencegahan umum).

  Reformation (reformasi) berarti memperbaiki atau merehabilitasi penjahat

  menjadi orang baik dan berguna bagi masyarakat. Masyarakat akan memperoleh keuntungan dan tiada seorang pun yang akan memperoleh keuntungan dan tiada seorang pun yang merugi jika penjahat menjadi baik. Restraint maksudnya mengasingkan pelanggar dari masyarakat. Masyarakat akan menjadi lebih aman dengan tersingkirnya pelanggar hukum dari masyarakat. Retribution adalah pembalasan terhadap pelanggar karena telah melakukan kejahatan. Sistem ini dianggap sebagai sistem yang bersifat barbar dan tidak sesuai dengan masyarakat yang beradab. Deterrence berarti menjera atau mencegah sehingga baik terdakwa sebagai individual maupun orang lain yang berpotensial menjadi penjahat akan jera atau takut untuk melakukan kejahatan, melihat pidana yang dijatuhkan kepada

   terdakwa.

  Berkaitan dengan tujuan pidana munculah teori-teori mengenai tujuan

  

  pidana secara garis besar yang terbagi menjadi tiga yakni: 1.

  Teori imbalan (absolute/vergeldingstheorie). Menurut teori ini, dasar hukum harus dicari dari kejahatan itu sendiri karena kejahatan telah menimbulkan penderitaan bagi orang lain sebagai imbalannya (vergeliding), pelaku juga harus diberi penderitaan.

  2. Teori maksud atau tujuan (relative/doeltheorie). Berdasarkan teori ini, hukuman dijatuhkan berdasarkan maksud dan tujuan dari hukuman, yaitu memperbaiki ketidakpuasan masyarakat sebagai akibat dari kejahatan itu. Tujuan hukuman harus dipandang secara ideal. Selain itu tujuan hukuman adalah mencegah (prevensi) kejahatan. Ada perbedaan pendapat dalam hal prevensi, ada yang berpendapat bahwa prevensi ditujukan kepada umum yang disebut prevensi umum (algamene preventie). Hal ini dapat dilakukan dengan ancaman hukuman dan pelaksanaan (eksekusi) hukuman . ada pula yang berpendapat bahwa prevensi ditujukan kepada orang yang melakukan kejahatan itu (speciale preventie).

  3. Teori gabungan (verenigingstheorie). Pada dasarnya, teori ini 39 merupakan gabungan dari teori imbalan dan teori tujuan. Teori ini 40 Andi Hamzah, Asas Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, Halaman 28-29.

  

Juhaya S. Praja, Teori Hukum Dan Aplikasinya, Pustaka Setia, Bandung, 2011, mengajarkan bahwa hukuman bertujuan mempertaruhkan tata tertib hukum dalam masyarakat dan meperbaiki pribadi si penjahat.

  Ketiga hal tersebut menjadi dasar diadakannya sanksi pidana kepada pelaku tindak pidana.

  Suatu perbuatan dapat dipersalahkan pada pelaku tindak pidana, jika ia melakukan perbuatan pidana tersebut, menghendaki akibat yang disebabkannya

   atau setidak tidaknya akibat itu dapat diketahuinya terlebih dahulu.

  Perbuatan pidana menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan dengan suatu pidana. Apakah orang yang melakukan perbuatan kemudian juga dijatuhi pidana, sebagaimana telah diancamkan, ini tergantung dari soal apakah dalam melakukan perbuatan ini dia mempunyai kesalahan. Sebab asas dalam pertanggungjawaban dalam hukum pidana ialah “Tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (Geen straf zonder schuld; Actus non facit reum nisi mens sist rea)”.

  Asas ini tidak tedapat dalam hukum tertulis tapi terdapat dalam hukum tidak

   tertulis yang berlaku di Indonesia.

  Asas geen straf zonder schuld mempunyai sejarah yang dimulai dari aliran klasik dalam hukum pidana bahwa hukum pidana hanya melihat pada perbuatan dan akibatnya saja atau yang disebut dengan tatstrafrecht. Dalam perkembangannya, hukum pidana aliran modern mulai menitik beratkan pada orangnya atau pelaku yang dikenal dengan istilah taterstrafrecht namun tidak meninggalkan tatstrafrecht. Pada saat ini (aliran neo-klasik), hukum pidana

41 Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 2009, halaman 329.

  berorientasi pada perbuatan, akibat dan orang atau pelakunya, yang dikenal dengan istilah tat-tatersrafrecht atau daad-daderstrafrecht.

  Pertanggungjawabaan pidana dalam pembahasannya berbicara mengenai orang yang melakukan perbuatan pidana. Hukum pidana memisahkan antara karakteristik perbuatan yang dijadikan tindak pidana dan karakteristik orang yang melakukan. George P.Fletcher secara lengkap menyatakan “we distinguish

  

between characteristics of the act (wrongful, criminal) and characteristics of the

actor (insane, infant). Indeed, the model Penal Code builds on this distinction by

defining insanity as a state on non responbility involving, in part, the abssence of

susbtantial capacity to apprecieate the wrongfulness of the criminal act. This

defenition would not be coherent unless the issue of responbility were separable

from the issues of wrongfulness; if non-responsible acts were not wrongful, it

would make sense to say that insane actor did not appreciate the wrongfulness of

his act”. Orang yang melakukan perbuatan pidana belum tentu dijatuhi pidana,

  tergantung apakah orang tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana atau tidak, sebaliknya, seseorang yang dijatuhi pidana, sudah pasti telah melakukan perbuatan pidana dan dapat dipertanggungjawabkan. Elemen

   terpenting dari pertanggung jawaban pidana adalah kesalahan.

  Berkaitan dengan kesalahan, Teguh Prasetyo dalam buku Hukum Pidana, menyatakan bahwa kesalahan memiliki beberapa unsur: 1)

  Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku dalam arti jiwa si pelaku dalam keadaan sehat dan normal;

  2) Adanya hubungan batin antara si pelaku dengan perbuatannya baik yang disengaja (dolus) maupun karena kealpaan (culpa);

3) Tidak adanya alasan pemaaf yang dapat menghapus kesalahan.

  Unsur pertama mengenai kemampuan bertanggungjawab sebagaimana yang disebut dalam Pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, bahwa orang yang tidak dapat dihukum adalah orang yang tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya karena kurang sempurna akalnya, sakit

   berubah akalnya, dan orang yang terganggu pikirannya.

  Pasal 44 kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak menjelaskan mengenai kapan keadaan seseorang mampu bertanggung jawab. Berpikir sebaliknya dari ketentuan Pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dapat disimpulkan bahwa orang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya ialah bila dalam berbuat itu, tidak terdapat dua keadaan sebagaimana diterangkan dalam

  Pasal 44 Ayat (1) tersebut. Alasan Undang Undang merumuskan tentang keadaan jiwa yang tidak mampu bertanggungjawab dan bukan mengenai bertanggung jawab, tidak lepas dari sikap pembentuk Undang Undang yang menganggap

   “bahwa setiap orang itu mampu bertanggung jawab .

  Unsur kedua terdapat kesengajaan dan kealpaan. Kesengajaan tidak didefenisikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Defenisi kesengajaan terdapat dalam dua teori, yaitu teori kehendak dan teori pengetahuan. Menurut Von Hippel “sengaja adalah akibat yang telah dikehendaki sebagaimana dibayangkan sebagai tujuan”, sedangkan menurut Frank “sengaja dilihat dari 44 Muladi dan Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Kencana Prenada

  Media Group, Jakarta, 2010, Halaman 43 akibat yang telah diketahui dan kelakuan mengikuti pengetahuan tersebut”. Menurut Moeljatno tidak ada perbedaan perinsip antara kedua teori tersebut terkait kesengajaan terhadap unsur-unsur delik. Teori pengetahuan mempunyai gambaran dari apa yang ada dalam kenyataan, sedangkan teori kehendak

   menyatakan kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik.

  Kesengajaan pada umumnya terbagi menjadi tiga jenis, dalam beberapa literatur tiga jenis kesengajaan ini dikenal dengan isitilah tiga corak kesengajaan.

   Tiga corak kesengajaan tersebut yaitu:

  1. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk) Kesengajaan sebagai maksud adalah kesengajaan untuk mencapai suatu tujuan, dimana antara motivasi seseorang melakukan perbuatan, tindakan dan akibatnya benar-benar terwujud (affectio tua nomen imponit operi tuo ).

  2. Kesengajaan sebagai kepastian (opzet bij noodzakelijkheids of

  zekerheidsbewustzijn )

  Kesengajaan sebagai kepastian adalah kesengajaan yang menimbulkan dua akibat. Akibat pertama dikehendaki oleh pelaku, sedangkan akibat kedua tidak dikehendaki , namun pasti atau harus terjadi.

  3. Kesengajaan sebagai kemungkinakan (opzet bij

  mogelijkheidsbewustzijn)

46 Eddy O.S. Hiariej, Op.cit, halaman132-133

  Kesengajaan sebagai kemungkinan adalah suatu kesengajaan yang menimbulkan akibat yang tidak pasti terjadi, namun kesengajaan tersebut merupakan kesengajaan dengan kesadaraan akan besarnya suatu kemungkinan.

  Kealpaan juga merupakan bagian dari kesalahan. Imperetia culpae

  

annumeratur, yang berarti kealpaan adalah kesalahan. Akibat ini timbul karena

  seseorang alpa, semberono, teledor, lalai berbuat, kurang hati-hati atau kurang penduga-duga. Perbedaannya dengan kesengajaan ialah bahwa ancaman pidana pada delik-delik kesengajaan lebih berat bila dibandingkan dengan delik-delik

  

culpa. Kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan daripada

kesengajaan, tetapi tidak berarti bahwa kealpaan adalah kesengajaan yang ringan.

  Penghukuman terhadap kealpaan lebih ringan dari pada kesengajaan: imperetia

  

est maxima mechanicorum poena (kealpaan memiliki mekanisme pidana terbaik,

   meskipun dapat membuat seseorang dituntut pertanggungjawabannya).

  Van Hammel membagi culpa atau kealapaan menjadi dua jenis yaitu: pertama kurang melihat kedepan yang perlu, kedua kurang hati-hati yang perlu.

  Vos mengkritik pembagian Van Hammel dengan mengatakan bahwa tidak ada batas tegas antara kedua pembagian tersebut, oleh karena itu Vos juga membuat pembagiannya sendiri terhadap kealpaan. Pertama Vos mengatakan bahwa terdakwa dapat melihat ke depan yang akan terjadi, kedua ketidakhati-hatian atas

   perbuatan yang dilakukan.

48 Ibid, halaman 149

  Unsur ketiga dari kesalahan adalah tiada alasan pemaaf. Alasan pemaaf merupakan bagian dari alasan penghapus pidana. Pembentuk undang undang menentukan pengecualian dengan batasan tertentu bagi suatu perbuatan tidak dapat diterapkan peraturan hukum pidana sehingga terdapat alasan penghapus pidana. Alasan penghapus pidana terbagi menjadi alasan pembenar alasan pemaaf dan alasan penghapus penuntutan.

50 Alasan pembenar adalah merupakan suatu alasan yang dapat

  menghapuskan sifat melawan hukum, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar. Alasan ini menghapuskan suatu peristiwa pidana yaitu kelakuan seseorang bukan suatu peristiwa pidana walaupun sesuai dengan ketentuan yang dilarang didalam Undang-undang.

  

  1. Perbuatan yang merupakan pembelaan darurat (Pasal 49 ayat 1 KUHP)

  Alasan pembenar dapat kita jumpai didalam:

  2. Perbuatan untuk melaksanakan perintah undang-undang (Pasal 50 KUHP)

  3. Perbuatan yang melaksanakan perintah jabatan dari penguasa yang sah (Pasal 51 ayat 1 KUHP)

  

Alasan pemaaf atau penghapus kesalahan adalah alasan yang

  menghapuskan kesalahan terdakwa, menghilangkan pertanggungjawaban pembuat atas peristiwa yang dilakukannya. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap 50 Alviprofdr.blogspot.com/2010/11/alasan-penghapusan-pidana.html. Diakses pada pukul 07.05 WIB, Tanggal 21 Maret 2015. 51 Ibid

  bersifat melawan hukum, tetapi tidak dapat dipidana karena tidak ada kesalahan. Kelakuan seseorang tetap merupakan suatu peristiwa pidana tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pembuat. Alasan penghapus penuntutan bukan mempersoalkan ada alasan pembenar maupun alasan pemaaf, tetapi pemerintah menganggap bahwa atas dasar kemanfaatannya kepada masyarakat, sebaiknya

   tidak diadakan penuntutan.

B. PENYALAHGUNAAN INTERNET

  Teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi bagian dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Perkembangan teknologi mempengaruhi penurunan biaya komputansi dan pengolahan informasi yang dibarengi dengan peningkatan kemampuan dan keberagaman layanan. Saat ini komputer bukan hanya sekedar alat hitung, tetapi media yang juga dapat menyebarkan informasi dan layanan multiguna, begitu juga dengan telepon genggam yang memiliki berbagai fitur, bukan hanya sekedar alat telekomunikasi tetapi juga sarana mengekspresikan diri dan mencari informasi. Teknologi informasi dan komunikasi juga memudahkan

   setiap orang untuk berkomunikasi dan berinteraksi melalui internet.

  Internet merupakan suatu media siber dan dipandang sebagai cara berkomunikasi yang baru. Apabila selama ini pola komunikasi terdiri dari one-to-

  

many atau dari satu sumber ke banyak audiences (seperti buku, radio dan TV),

  dan pola dari satu sumber ke satu audience atau one-to-one ( seperti telepon dan

53 Alviprofdr.blogspot.com/2010/11/alasan-penghapusan-pidana.html. Diakses pada

  pukul 07.05 WIB, Tanggal 21 Maret 2015 surat), maka pola yang ada di media siber bisa menjadi many-to-many dan few-to-

   few .

   Berikut beberapa jenis-jenis media siber:

  1. Situs (Web Site) Situs adalah halaman yang merupakan suatu alamat domain yang berisi informasi, data, visual, audio, memuat aplikasi, hingga berisi tautan dari halaman web lainnya.

  2. E-mail

  E-mail atau surat elektronik ini merupakan bentuk media siber yang

  paling populer setelah situs. Cara kerja surat elektronik ini sama seperti surat konvensional dimana selalu ada tujuan penerima dan isi surat. Keberadaan e-mail juga digunakan untuk penanda sekaligus prasyarat identitas bagi pengguna jenis media siber lain, disamping kegunaannya untuk berinteraksi melalui internet

  3. Forum di internet (Bulletin Boards) Fasilitas Mail List atau disebut juga dengan istilah “milis” merupakan salah satu jenis media siber yang digunakan untuk berkomunikasi. Milis bekerja pada komunitas yang memiliki kesukaan atau minat yang sama atau berasal dari suatu tempat. Milis 55 memiliki sifat keanggotaan yang lebih spesifik atau memiliki minat

  Rulli Nasrullah, Teori Dan Riset Media Siber (Cybermedia), Kencana, Jakarta, 2014, Halaman 23 yang sama, milis bekerja dengan dua cara, yakni tertutup dan terbuka. Dari segi keanggotaan milis bisa dimasuki oleh siapa saja, namun sebaliknya milis juga bisa sangat ketat untuk menerima anggota tergantung dari persetujuan (approve) dari moderator (admin) grup itu.

  4. Blog Istilah bog berasal dari kata Web-blog, yang pertama kali dikenalkan oleh Jorn Berger pada 1997. Pada awalnya blog merupakan suatu bentuk situs pribadi yang berisi kumpulan tautan kesitus lain yang dianggap menarik dan diperbarui setiap harinya, perkembangan selanjutnya blog banyak memuat jurnal (tulisan keseharian pribadi) si pemilik dan terdapat kolom komentar yang bisa diisi oleh pengunjung.

  5. Wiki Wiki merupakan situs yang mengumpulkan artikel maupun berita sesuai dengan suatu kata kunci. Mirip dengan kamus, wiki menghadirkan kepada pengguna pengertian, sejarah, hingga rujukan buku atau tautan tentang satu kata.

  6. Aplikasi Pesan Teknologi telepon genggam berkembang tidak hanya sebagai perangkat untuk berkomunikasi seperti telepon atau SMS semata, sebuah telepon genggam kini telah dilengkapi oleh perangkat yang memungkinkan warga bisa terkoneksi dengan internet (smartphone), contoh nya seperti Blcakberry Messenger (BBM), KakaoTalk,

  Whatsapp, Line yang tidak hanya menampilkan pesan teks, tetapi juga data pesan yang beragam dari audio, visual, dan sebagainya.

  7. Internet “Broadcasting” Internet tidak hanya menampilkan liputan berupa teks atau lampiran (attach) file video dan audio semata. Internet juga mampu menjadi menyiarkan secara langsung siaran televisi maupun radio, hal ini berimplikasi kepada pengguna internet untuk memproduksi serta mendistribusikan informasi dengan biaya yang jauh lebih murah.

  8. Peer-to-peer Seperti halnya cara kerja SMS, peer-to-peer (P2P) merupakan media untuk berkomunikasi antar pengguna di internet, seperti untuk percakapan atau berbagi file. Biaya P2P relatif murah dan mampu menyelesaikan masalah penyimpanan file dalam suatu server.

  Apabila selama ini pengguna dikenakan biaya untuk menyimpan dan mengakses file itu, kini P2P menghubungkan pengguna ke berbagai tempat dari penyimpanan yang bisa didapat secara gratis, atau yang disebut dengan istilah cloud.

  9. The RSS

  Content-syndication format atau dikenal dengan sebutan RSS atau sindikasi konten sebagai revolusi dalam pernagkat lunak internet.

  Perangkat lunak ini bekerja untuk mengambil dan mengumpulkan konten berita sesusai dengan keinginan pengguna. Sebagai contoh, apabila pengguna menginginkan berita dari situs tertentu atau kanal dari situs itu, maka RSS akan mendeteksi seluruh kata kuncu yang terkait dengan konten dimaksud.

  10. MUDs Menurut istilah MUDs berasal dari Multi-User Dungeons atau bisa juga Multi-User Dimensions. Secara terminologi MUDs diartikan sebaggai suatu program komputer yang diatur sedemikian rupa sehingga dapat diakses oleh beragam user dalam satu waktu bersamaan. Saat melakukan aktivitasnya pengguna dapat membangun jaringan, membuat pertemanan, dan pada akhirnya mengekspresikan perasaannya secara virtual dalam proses komunikasi.

  11. Media Sosial (Social Media) Kehadiran situs jejaring sosial (social networking site) atau sering disebut dengan media sosial (social media) seperti Facebook, Twitter, dan Skype merupakan media yang digunakan untuk mempublikasikan konten seperti profil, aktivitas, atau bahkan pendapat pengguna juga sebagai media yang memberikan ruang bagi komunikasi dan interaksi dalam jejaring sosial di ruang siber atau

  cyberspace .

  Internet sebagai media siber telah berkembang dan mendapatkan kedudukan yang penting bagi kemajuan sebuah bangsa. Internet memegang peran penting, baik dimasa kini maupun dimasa mendatang. Internet atau teknologi informasi diyakini membawa keuntungan dan kepentingan yang besar bagi negara negara di dunia. Internet atau teknologi informasi telah berhasil merubah tatanan kehidupan masyarakat dibidang sosial dan ekonomi yang sebelumnya bertransaksi ataupun bersosialisasi secara konvensional menuju transaksi ataupun sosialisasi

   secara elektronik. Hal ini dianggap lebih efektif dan efisien.

  Internet lama kelamaan dengan sendirinya telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global. Perkembangan internet telah melahirkan dunia tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial secara signifikan. Bagai pedang bermata dua internet dapat berkontribusi sebagai peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia sekaligus menjadi

   sarana efektif perbuatan melawan hukum (cybercrime).

  Penggunaan internet pada kehidupan sehari-hari dapat menghemat waktu dan biaya, meningkatkan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia.

  Penggunaan internet juga dapat mengurangi tempat penyimpanan fisik yang cukup besar yaitu dengan cara menyimpan dalam bentuk dokumen elektronik, selain itu internet juga saat ini digunakan sebagai salah satu sumber informasi yang cukup lengkap. Internet dapat mengirimkan data secara instan kemanapun, juga dapat membantu melakukan transaksi dan komunikasi menjadi lebih mudah. Kemudahan yang diberikan oleh internet juga dapat disalahgunakan untuk melakukan perbuatan melawan hukum. Penggunaan internet, selain memberikan kemudahan bagi manusia, juga dapat memudahkan manusia dalam melakukan kejahatan. Kejahatan yang dilakukan melalui internet (cybercrime) merupakan suatu perbuatan penyalahgunaan internet. Internet dapat digunakan untuk 57 Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (cybercrime), PT RajaGrafindo

  Persada, Jakarta, 2013, Halaman 1 mendukung manusia melakukan kegiatan-kegiatan yang positif (baik) dan internet

   seharusnya tidak disalahgunakan untuk melakukan kejahatan. (cybercrime).

  Kejahatan internet atau cybercrime dalam praktiknya memiliki beberapa

  

  karakteristik umum, yaitu:

  1. Perbuatan yang dilakukan secara ilegal, tanpa hak atau tidak etis yang terjadi dalam ruang atau wilayah siber (cyberspace), sehingga sulit memastikan yurisdiksi negara bagian mana yang dapat berlaku terhadapnya.

  2. Perbuatan tersebut dilakukan dengan menggunakan perangkat atau alat yang terhubung dengan internet.

  3. Perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian materil maupun immateril (waktu, nilai, jasa, uang, barang, harga diri, martabat, kerahasiaan informasi) yang cenderung lebih besar dibandingakn dengan kejahatan konvensional.

  4. Pelaku perbuatan jahat tersebut merupakan orang yang menguasai penggunaan internet beserta aplikasinya.

  5. Perbuatan tersebut dapat dilakukan secara transnasional atau melintasi batas negara (borderless).

  Terkait mengenai kejahatan di media siber (cybercrime) ada beberapa

  

  kategori yangdapat dikatakan sebagai kejahatan siber, antara lain: 59 60 Josua Sitompul, Op.cit, Halaman 27-29 Abdul Wahid Dan M.Labib, Kejahatan Mayantara, Refika Aditama, Bandung 2005,

  Halaman 76

  1. Akses tidak sah (illegal access) Perbuatan memasuki sistem komputer seperti data penyimpanan rahasia perusahaan atau individu yang sudah dilengkapi oleh sistem keamanan tanpa izin pemilik. Pada jenis ini juga bisa dimasukkan adanya upaya menggunakan akses komputer untuk melakukan perbuatan melanggar hukum. Beberapa jenis kejahatan ini misalnya:

  a. Penyadapan tidak sah (intercepting)

  b. Penipuan melalui bank (banking fraud)

  c. Pencucian uang (money laundring)

  d. Penggunaan jaringan milik pihak lain (phreaking)

  2. Konten ilegal (illegal content) Perbuatan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet yang tidak benar, tidak etis, melanggar hukum, dan melanggar ketertiban hukum. Kejahatan ini juga bisa berupa penggunaan data milik orang lain untuk kepentingan pribadi atau perusahaan serta bisa juga disebarkan kepada orang atau perusahaan lain. Beberapa jenis kejahatan ini adalah: a. Pornografi

  b. Pelanggaran hak cipta

  c. Terorisme virtual

  3. Data illegal (illegal data) Beberapa jenis kejahatan ini misalnya:

  a. Pemalsuan kartu kredit (carding)

  b. Penjiplakan situs (typosquatting)

  4. Cyber sabotage Perbuatan kejahatan yang secara tidak sah mensabotase sehingga menyebabkan gangguan, kerusakan bahkan penghancuran suatu data. Beberapa jenis kejahatan ini misalnya:

  a. Perusakan data (defacing/cracking)

  b. Penyebaran virus (worm)

  c. Perusakan sistem komputer (denial of service [Dos] attack) Kemunculan kasus cybercrime di Indonesia telah menjadi ancaman stabilitas Keamanan dan ketertiban masyarakat dengan dengan eskalatif yang cukup tinggi. Pemerintah dengan perangkat hukumnya belum mampu mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer khususnya berhubungan dengan internet atau Media siber (internetwork). Perbuata melawan hukum di dunia cyber tidak mudah diatasi jika hanya

   mengandalkan hukum positif konvensional.

  Hukum merupakan instrumen penting dalam mencegah dan menanggulangi kejahatan, akan tetapi tidak mudah untuk membuat suatu ketentuan hukum terhadap bidang hukum yang berubah sangat cepat seperti teknologi informasi. Kekosongan hukum tidak akan terjadi jika dalam persoalan

  cybercrime digunakan metode penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum.

  Sayangnya dalam persoalan mengenai penafsiran ini, para hakim belum sepakat mengenai kategori beberapa perbuatan, untuk itu dirasa perlu pengembangan tentang suatu pemahaman kepada para hakim dan juga para penegak hukum mengenai teknologi informasi agar penafsiran mengenai bentuk cybercrime

   kedalam pasal KUHP atau Undang-Undang lain tidak membingungkan.

  Penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi, atau kejahatan penyalahgunaan transaksi elektronik telah memberikan alasan kepada pemerintah untuk melahirkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang sering diebut dengan UU ITE. Hukum sebagai alat pembaharuan sosial (a tool of social engineering) harus dapat digunakan untuk memberikan jalan terhadap perkembangan yang terjadi di masyarakat, terutama terhadap perkembangan perkembangan dibidang teknologi, Untuk itu pengaturan

   alih teknologi harus dapat diatur secara hukum tersendiri.

  Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik (UU ITE) merupakan undang-undang pertama di Indonesia yang secara khusus mengatur tindak pidana siber. Undang Undang ITE disahkan pada tanggal 21 April 2008, Undang Undang ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal.

  Dalam penerapannya Undang Undang ITE Menganut asas Ekstrateritorial, melihat kenyataan bahwa dunia siber memiliki sifat borderless dan ubiquitous yaitu tidak mengenal batas lintas negara. Perwujudan daripada asas Ekstrateritorial ini dapat kita lihat pada Pasal 2 UU ITE yang menegaskan bahwa ketentuan-ketentuan dalam UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar 63 Ibid, Halaman 3 wilayah hukum indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum

   indonesia, dan/atau diluar wilayah hukum Indonesia.

  Tindak-tindak pidana yang diatur dalam UU ITE diatur dalam Bab VII tentang perbuatan yang dilarang, Perbuatan perbuatan tersebut dapat

  

  dikategorikan menjadi beberapa kelompok yaitu i.

  Tindak pidana yang berhubungan dengan aktivitas Illegal, yaitu:

  a. Distribusi atau penyebaran, transmisi, dapat diakses nya konten ilegal, yang terdiri dari: a)

  Kesusilaan (Pasal 27 ayat [1] UU ITE)

  b) Perjudian (Pasal 27 ayat [2] UU ITE)

  c) Penghinaan atau pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat [3]

  UU ITE)

  d) Pemerasan atau pengancaman (Pasal 27 ayat [4] UU ITE)

  e) Berita bohong yang menyesatkan dan merugikan konsumen

  (Pasal 28 ayat [1] UU ITE)

  f) Menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA (Pasal 28 ayat [2] UU ITE) g)

  Mengirimkan informasi berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (Pasal 29 UU ITE)

  b. Dengan cara apapun melakukan akses illegal (Pasal 30 UU 65 ITE)

  Josua sitompul Op.cit, Halaman 136-138 c. Intersepsi illegal terhadap Informasi atau dokumen elektronik dan sistem elektronik (Pasal 31 UU ITE) ii.

  Tindak pidana yang berhubungan dengan gangguan (interferensi), yaitu:

  a. Gangguan terhadap informasi atau dokumen elektronik atau

  data interference (Pasal 32 UU ITE)

  b. Ganguan terhadap sistem elektronik atau system interference (Pasal 33 UU ITE) iii. Tindak pidana memfasilitasi perbuatan yang dilarang (Pasal 34 UU ITE) iv. Tindak Pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik (Pasal 35

  UU ITE) v. Tindak pidana tambahan atau accessoir (Pasal 36 UU ITE) vi.

  Perberatan-Perberatan terhadap ancaman pidana (Pasal 52 UU ITE)

  

C. ATURAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG

MELAKUKAN PENYALAHGUNAAN INTERNET SEBAGAI MEDIA BULLYING

  Berdasasrkan kamus besar bahasa indonesia (KBBI), anak adalah keturunan kedua. Dalam konsideran Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dikatakan bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Lebih lanjut dikatakan anak adalah Tunas, Potensi, dan

   generasi muda penerus cita-cita bangsa. Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak didalam Pasal 10 dikatakan: “Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai nilai kesusilaan dan kepatutan”.

  Pada Pasal 10 dikatakan bahwa anak memiliki hak untuk menerima dan mencari informasi untuk pengembangan dirinya. Didalam mencari informasi anak saat ini sering menggunakan media teknologi informasi yaitu internet.

  Berdasarkan perkembangannya sehari hari media teknolgi informasi telah melahirkan dunia siberr (cyberspace). Didalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008, Mahkamah konstitusi menyatakan bahwa duni cyber (siber) adalah sebuah konstruksi maya yang diciptakan oleh komputer yang berisi data-data abstrak sebuah konstruksi maya yang diciptakan oleh komputer yang berisi data-data abstrak yang berfungsi sebagai aktualisasi diri, wadah bertukar gagasan, dan sarana penggugatan prinsip demokrasi. Aktivitas pada dunia siber mempunyai karakter, yaitu mudah, penyebarannya sangat cepat dan meluas yang dapat diakses oleh siapapun dan dimanapun, dan dapat bersifat destruktif dari pemuatan materi penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dengan menggunakan media elektronik yang sangat luar biasa karena memiliki corak viktimasasi yang tidak terbatas. Melalui pemahaman hakekat dunia siber beserta karakternya, maka diperlukan pengaturan tersendiri untuk mengakomodasi perkembangan dan konvergensi teknologi informasi, yang dapat digunakan sebagai sarana kejahatan.

  Pengaruh penggunaan sarana teknologi informasi telah mengubah pola hidup manusia dan anak didalam tatanan kehidupan baru dan mendorong terjadinya perubahan sosial, ekonomi, budaya, pertahanan, kemanaan, dan penegakan hukum. Internet tidak lagi digunakan sebagi media yang positif tetapi

   internet juga digunakan sebagai media melakukan kejahatan baru (cybercrime).

  Perkembangan kejahatan siber (cybercrime) saat ini lebih bervariasi, tindak pidana cyber yang saat ini antara lain penipuan, hacking, cracking,deface, pencemaran nama baik, prostitusi, pornografi, perjudian, dan lain lain. Tindak pidana tersebut dapat dilakukan melalui jejaring sosial di internet sperti facebook, twitter dan sebagainya ataupun melalui media siber lain yang berhubungan

   dengan internet.

  Pada saat ini terdapat kasus kejahatan baru dan sering dilakukan oleh anak melalui media internet, yaitu adalah bullying. Bullying merupakan peristilahan atau suatu terminologi, konon istilah bullying ini terkait dengan bull, sapi jantan yang suka mendengus (untuk mengancam, menakut-nakuti, atau memberi tanda).

  Kamus Marriem Webster menjelaskan bahwa bully itu adalah to treat abusively (memperlakukan secara tidak sopan) atau to affect by means of force orcoercion (mempengaruhi denggan paksaan dan kekuatan ). Dan Olweus, seorang pakar yang berkonsentrasi menangani praktek bullying, menyimpulkan, bullying

  

  mencakup penjelasan antara lain :

  68 69 Siswanto Sunarso Op.cit, Halaman 39

Sigid Suseno, Yurisdiksi Tindak Pidana Siber, Refika Aditama, Bandung , 2012, halaman 137 a. Upaya yang dilakukan untuk melancarkan permusuhan atau penyerangan terhadap korban bullying.

  b. Korban merupakan seseorang atau pihak yang dianggap lebih lemah atau tidak berdaya oleh pelaku c. Dapat menimbulkan efek yang buruk bagi fisik atau jiwanya.

  Bullying dikalangan anak-anak memiliki bentuk yang beragam antara

  lain:

  

  a. Penyerangan yang dilakukan secara fisik, yaitu seperti: memukul, menendang, mendorong, dan seterusnya b.

  Penyerangan yang dilakukan secara verbal, yaitu seperti: mengejek, menyebarkan isu buruk, atau menjuluki sebutan yang jelek c. Penyerangan yang dilakukan terhadap emosi, yaitu seperti: menyembunyikan peralatan sekolah, memberikan ancaman, menghina d. Penyerangan yang dilakukan terhadap rasial, yaitu seperti: mengucilkan anak karena ras, agama, kelompok dan sebagainya.

  e. Penyerangan yang dilakukan terhadap seksual, yaitu seperti: meraba, mencium, dan seterusnya Barbara Coloroso menyebutkan bullying biasanya terjadi karena adanya kerjasama yang bagus dari tiga pihak yang disebut tiga rantai penindasan.

  

  a. Pertama, bullying terjadi karena ada pihak yang menindas

71 Ibid, halaman 102

  b. Kedua, ada penonton yang diam atau mendukung , entah karena takut atau kerena merasa satu kelompok .

  c. Ketiga, ada pihak yang dianggap lemah dan menganggap dirinya sebagai pihak yang lemah.

  Bullying melalui internet sering disebut dengan istilah cyberbullying,

cyberbullying tidak jauh berbeda dengan bullying, hanya saja cyberbullying

  umumunya merupakan suatu tindakan bullying yang menggunakan media internet, sehingga tidak dapat terjadi kontak atau hubungan fisik diantara korban dan pelaku bullying.

  Menurut Elizabeth Santosa cyberbullying (pelecehan secara online) adalah pengguna media digital untuk mengkomunikasikan informasi yang salah, mempermalukan, dan mengintimidasi orang lain, (umumnya dilakukan antara teman sebaya) yang mengakibatkan gangguan psikis pada korbannya mencakup depresi, gangguan kecemasan atau ketakutan berlebih, mengisolasi diri dari

   lingkungan, dan yang paling tragis adalah bunuh diri.

  Menurut Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Republik Indonesia berupa materi materi penyuluhan yang dapat diunduh dari situs kejaksaan.go.id yang berbentuk slide, memaparkan pengertian cyberbullying yaitu tindakan yang dilakukan secara sadar untuk merugikan atau menyakiti orang lain melalui penggunaan komputer (jejaring sosial dunia maya), telepon seluler dan peralatan elektrnik lainnya (Sameer Hinduja dan Justin W.Patchin dari Cyberbullying

  

Research Center ). Pada slide tersebut dipaparkan juga pengertian cyberbullying

  merupakan segala bentuk kekerasan (diejek, dihina, diintimidasi, atau 73 Elizabeth T. Santosa, Raising Children In Digital Era, PT Elex Media Komputindo, dipermalukan) yang dialami anak atau remaja dan dilakukan teman seusia mereka melalui dunia cyber atau internet, teknologi digital atau telepon seluler (wikipedia). Didalam slide tersebut juga dipaparkan beberapa bentuk-bentuk

  

cyberbullying yang isi nya memiliki kesamaan dengan tujuh identifikasi

   cyberbullying yang dipaparkan oleh Australian Federal Police (AFP).

  Menurut Australian Federal Police (AFP) mengindentifikasikan setidaknya

   ada tujuh bentuk cyberbullying yaitu.

  a. Flaming (perselisihan yang menyebar)

  Flaming adalah ketika suatu perselisihan yang awalnya terjadi antara

  dua orang atau lebih (dalam skala kecil) dan kemudian menyebar luas sehingga melibatkan banyak orang (dalam skla besar) sehingga menjadi suatu kegaduhan dan permasalahan besar.

  b. Harrasment (pelecehan)

  Harrasment adalah upaya seseorang untuk melecehkan orang lain

  dengan mengirim berbagai bentuk pesan baik tulisan maupun gambar yang bersifat menyakiti, Menghina, memalukan, dan mengancam.

  c. Denigration (fitnah)

  Denigration adalah upaya seseorang menyebarkan kabar bohong 74 yang bertujuan merusak reputasi orang lain.

  

Slide Dampak Teknologi Informasi Terhadap Perilaku Kekerasan Di Kalangan

Generasi Muda (Materi penyuluhan/penerangan hukum), diunduh melalui www.kejaksaan.go.id/infohukum.php?hal=2 , diakses pada pukul 18.34 WIB, Pada tanggal 24 Maret 2015 75 M.kompasiana.com/post/read/527409/3/aspek-hukum-dan-pencegahan-cyber-

  d. Impersonation (meniru)

  Impersonation adalah upaya seseorang berpura-pura menjadi orang

  lain dan mengupayakan pihak ketiga menceritakan hal-hal yang bersifat rahasia.

  e. Outing and trickery (penipuan)

  Outing adalah upaya seseorang yang berpura-pura menjadi orang

  lain dan menyebarkan kabar bohong atau rahasia orang lain tersebut atau pihak ketiga.

  f. Exclusion (pengucilan)

  Exclusion adalah upaya yang bersifat mengucilkan atau

  mengecualikan seseorang untuk bergabung dalam suatu kelompok atau komunitas atas alasan yang diskriminatif g. Cyber-stalking (penguntitan didunia maya)

  Cyber-stalking adalah upaya seseorang menguntit atau mengikuti

  orang lain dalam dunia maya dan menimbulkan gangguan bagi orang lain tersebut.

  Anak pelaku cyberbullying atau bullying melalui internet dapat dijatuhi atau diberikan sanksi pidana. Terhadap pengaturan perbuatan cyberbulying, terdapat dalam Pasal 27 ayat (1), (3), (4), Pasal 28 ayat (2), dan Pasal 29 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Eletktronik (UU

  ITE) yaitu:

  Pasal 27 ayat (1), (3), (4) : (1)

  Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki

  (3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi

  Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. (4)

  Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman. Berikut beberapa unsur subjektif Pasal 27 ayat (1), (3), (4) UU ITE:

  1. Unsur subjektif dengan sengaja Unsur dengan sengaja merupakan unsur subjektif tindak pidana. Sengaja mengandung makna mengetahui (knowingly) dan menghendaki (intentionally) dilakukannya suatu perbuatan yang dilarang oleh UU ITE, atau mengetahui dan menghendaki terjadinya suatu akibat yang dilarang UU ITE. Terkait dengan Pasal 27 ayat (1) UU ITE, sengaja yang dimaksud ditujukan terhadap perbuatan mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan kesusilaan, muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

  Sengaja juga mengandung makna “sepatutnya mengetahui”, penerapan dan pengertian ini akan dinilai dari kasus per kasus. Pemahaman kesesengajaan dalam UU ITE mengacu kepada teori teori kesengajaan yang berlaku di Indonesia, yaitu:

  

  a. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk)

  b. Kesengajaan dengan keinsyafan kepastian (opzet bij

  noodzakelijkheids atau zekerheidsbewustzijn)

  c. Kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan (opzet bij

  mogelijkheids-bewustzijn ) Melalui pencantuman kata “dengan sengaja”, maka perlu dibuktikan mengenai kesengajaan dari pelaku dalam hal melakukan delik yang diancamkan.

  Unsur kesalahan ini sangat penting untuk menjadi bahan pertimbangan hakim

   dalam hal pemberian pemberatan ataupun peringanan bagi pelaku.

  2. Unsur subjektif tanpa hak.

  Unsur tanpa hak telah dijelaskan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PPU-VI/2008, dimana Mahakamah Konstitusi menyatakan bahwa unsur tanpa hak dalam Pasal 27 UU ITE merupakan sifat melawan hukum (wedderechtelijk sebagai unsur konstitutif dari suatu tindak pidana yang lebih

   spesifik).

  Tanpa hak maksudnya tidak memiliki hak baik yang diberikan oleh peraturan perundang-udangan, perjanjian, atau alas hukum lain yang sah (without

  

authorization ). Termasuk dalam pengertian melampaui hak atau kewenangan

  yang diberikan kepada orang yang bersangkutan berdasarkan alas hukum itu (in

  

excess of authorization ). Berdasarkan hal tersebut maka, peraturan perundang-

  undangan, perjanjian, atau alas hukum lain yang sah tersebut adalah patokan atau dasar untuk menilai dan menentukan ada tidaknya hak seseorang, atau dilampaui ada tidaknya hak yang diberikan padanya. Alas hukum yang dimaksud harus memberikan hak kepada seseorang untuk mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya muatan yang memiliki muatan kesusilaan, muatan

77 Budi suhariyanto, Op.cit, Halaman 108-109

  penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dan muatan pemerasan dan/atau

   pengancaman.

  3. Unsur subjektif mendistribusikan, mentransmisikan, membuat dapat diakses.

  Pasal 27 UU ITE menyatakan terdapat tiga perbuatan yang dilarang, yaitu mendistribusikan, mentransmisikan, membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik. Hal ini jelas menegaskan hanya tiga perbuatan atau kelakuan tersebut yang dapat dikenakan pidana oleh Pasal 27 UU

80 ITE.

  UU ITE tidak memberikan defenisi mengenai mendistribusikan, mentaransmisikan, membuat dapat diaksesnya. Ketiadaan defenisi terhadap ketiga terminologi ini dipermasalahkan dalam Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara Nomor 50/PPU-VI/2008 dan pada perkara Nomor 2/PUU-VII/2009 terkait dengan

  pasal 27 ayat (3) UU ITE mengenai penghinaan atau pencemaran nama baik di internet. Putusan MK ditujukan untuk Pasal 27 ayat (3) UU ITE, namun pengertian mendistribusikan, mentransmisikan, membuat dapat diaksesnya merupakan unsur yang terdapat dalam perumusan dalam pasal 27 ayat (1), ayat

   (2), ayat (3), dan ayat (4).

  Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PPU-VI/2008 menyatakan bahwa pengertian “mendistribusikan” sebagai “penyalinan”. Pengertian mentransmisikan adalah interaksi sekejap antara pihak pengirim dan penerima dan 79 80 Josua Sitompul, Op.cit, Halaman 152-153 Budi Suhariyanto, Op.cit, Halaman 110 interaksi tersebut merupakan bagian dari distribusi. “Membuat dapat diakses” dapat berupa memberikan akses terhadap muatan secara langsung dan

  

memberikan akses berupa alamat tautan.

  Mendistribusikan adalah mengirimkan informasi atau dokumen elektronik kepada beberapa pihak atau tempat melalui atau dengan Sistem Elektronik.

Dokumen yang terkait

Respon Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) Terhadap Pelaksanaan Program Keluarga Harapan Di Desa Landuh Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang

1 1 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Andaliman - Pengaruh Pemberian Ekstrak Segar Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Mencit Jantan (Mus musculus L.)

0 0 7

Pengaruh Pemberian Ekstrak Segar Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Mencit Jantan (Mus musculus L.)

0 1 12

Pengaturan Batas Wilayah Laut Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan Relevansinya Dengan United Nations Convention On The Aw Of The Sea 1982

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN - Pengaturan Batas Wilayah Laut Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan Relevansinya Dengan United Nations Convention On The Aw Of The Sea 1982

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanfaatan Website Perpustakaan - Pengaruh Situs Jejaring Sosial Terhadap Pemanfaatan Website Perpustakaan USU

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Situs Jejaring Sosial Terhadap Pemanfaatan Website Perpustakaan USU

0 0 9

BAB II TINJAUAN UMUMDALAM PENDAFTARANTANAH A. SejarahPendaftaranTanahdi Indonesia - Peran Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun Terhadap Masyarakat Dikecamatan Sidamanik Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Serta Pelaksanaannya Berdasarkan Uu Pa Dan Peraturan

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang - Peran Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun Terhadap Masyarakat Dikecamatan Sidamanik Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Serta Pelaksanaannya Berdasarkan Uu Pa Dan Peraturan Pemerintah Nomor24 Tahun 1997

0 0 21

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAIHAKCIPTA A. SejarahHakCipta - Penerapan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Terhadap Produksi Karya Seni Berupa Rekaman Musik Daerah ( Studi Pada Elta Record Kota Bukittinggi )

0 0 27