INTISARI KEMAMPUAN MENJUMLAHKAN BILANGAN PECAHAN DENGAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING LEARNING) PADA PESERTA DIDIK KELAS IV SD MUHAMMADIYAH PROGRAM KHUSUS, KOTA BARAT, SURAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kondisi pembelajaran di sekolah, khususnya Sekolah Dasar (SD) dewasa
ini masih banyak yang monoton. Monoton maksudnya selalu itu-itu saja atau tidak
ada ragamnya (Tim, 2005:754). Pembelajaran lebih identik dengan membaca,
menghafal dan mengingat materi pelajaran. Demikian juga mengajar diibaratkan
hanya sebagai proses transfer pengetahuan dari guru kepada peserta didik. Guru
hanya memaknai mengajar sebagai menyampaikan materi, hal ini dapat diamati
dalam praksis pembelajaran sehari-hari. Dampak dari hal tersebut, peserta didik
menjadi pasif, mudah bosan, mengantuk dan guru mendominasi aktivitas
pembelajaran.
Berdasarkan kenyataan tersebut, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) ingin mengubah paradigma lama, yaitu guru menjadi tokoh sentral dalam
kegiatan pembelajaran ke arah perilaku yang menuju kemajuan, yaitu peserta
didik menjadi pusat kegiatan pembelajaran dan guru sebagai fasilitator. KTSP
adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan
di masing-masing satuan pendidikan (Mulyasa, 2007:19).
Mempelajari matematika tidak terlepas dengan bilangan. Salah satu bagian
dari klasifikasi bilangan adalah bilangan pecahan. Bilangan pecahan ini sudah

diajarkan di jenjang SD kelas 3. Namun peserta didik di SD masih sulit
membayangkan hal-hal yang abstrak sehingga kita sering menemukan peserta
1

didik lanjutan tidak menguasai materi bilangan pecahan dengan baik. Sebagai

contoh, ketika guru menerangkan bilangan pecahan

melalui peragaan

kepada peserta didik dengan membagi sebatang kapur menjadi 2 bagian, guru

berkata, satu batang kapur ini jika dibelah menjadi 2 maka hasilnya

. Lalu

peserta didik bertanya, “Mengapa setengah?”.
Hal tersebut didukung hasil penelitian The National Assesment of
Education Proggess yang menunjukkan bahwa siswa mengalami kesukaran pada
konsep bilangan rasional. Misalnya pada anak usia 13–17 tahun berhasil


menjumlahkan bilangan pecahan dengan penyebut sama, tetapi hanya

13 tahun dan

usia 17 tahun dapat menjumlahkan

anak usia

dengan benar.

Pada penjumlahan dan pengurangan pecahan yang penyebutnya tidak
sama, peserta didik banyak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal
pada pokok bahasan yang lain yang dikaitkan dengan topik tersebut. Hasil belajar
matematika siswa kelas IV pada kompetensi dasar bilangan pecahan masih
kurang. Hal ini ditunjukkan dengan nilai terendah individu yang hanya mencapai
nilai 4 dan nilai rata-rata kelas hanya mencapai 6,5 serta ketuntasan belajar kelas
kurang dari 70%, karena selama ini guru mengajar dengan pendekatan
pembelajaran langsung (Fitriyani, 2010).
Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Badan Penelitian

dan Pengembangan (Depdikbud, 1999) menyatakan bahwa pecahan merupakan
salah satu topik yang sulit untuk diajarkan. Kesulitan itu terlihat dari kurang
2

bermaknanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru, dan sulitnya pengadaan
media pembelajaran sebagai alat peraga. Akibatnya, guru biasanya langsung
mengajarkan pengenalan angka, seperti pada pecahan, 1 disebut pembilang dan 2
disebut penyebut. Motivasi serta minat belajar peserta didik menjadi kurang.
Padahal pembelajaran matematika, khususnya materi menjumlahkan bilangan
pecahan mempunyai peranan penting dalam mengembangkan keterampilan dan
berpikir logis, sistematis, dan kreatif. Hal ini, karena matematika mempunyai
fungsi

untuk

mengembangkan

kemampuan

menghitung,


mengukur

dan

menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk itu kreativitas guru dalam proses pembelajaran matematika agar dapat
menarik dan tidak membosankan sangat diperlukan.
Sesuai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan materi pokok di SD wajib
dikembangkan melalui pembelajaran CTL (Depdiknas, 2007:21). Pembelajaran
CTL adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan,
menceritakan) kejadian pada dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami
siswa

kemudian

dikaitkan dengan konsep matematika yang dibahas. Pada

pembelajaran kontekstual, konsep dikonstruksi oleh siswa melalui proses tanya
jawab dalam bentuk diskusi.

Berdasarkan uraian di atas karakteristik pembelajaran yang diharapkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam proses pembelajaran di SD,
antara lain sebagai berikut.
1.

Menyediakan pengalaman belajar dengan mengkaitkan pengetahuan yang
telah dimiliki siswa.
3

2. Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar (penyelesaian soal
dengan berbagai cara).
3. Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistik dan relevan dengan
melibatkan pengalaman kongkrit dan mengaitkan dengan kehidupan seharihari.
4. Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya interaksi
dan kerjasama dengan orang lain atau lingkungannya.
5. Memanfaatkan berbagai media sehingga pembelajaran efektif.
6. Melibatkan peserta didik secara emosional dan sosial sehingga pembelajaran
matematika menjadi menarik dan menyenangkan.
Penelitian ini dilaksanakan di SD Muhammadiyah Program Khusus
Kotabarat,


Surakarta.

Hal

ini

berdasarkan

pertimbangan

bahwa

SD

Muhammadiyah Program Khusus memiliki fasilitas yang memadai untuk
melaksanakan penelitian dan menerapkan hasil penelitian berupa pembelajaran
CTL dalam materi menjumlahkan bilangan pecahan.
Penelitian ini akan mengkaji tentang kemampuan peserta didik kelas IV
SD untuk menjumlahkan bilangan pecahan dengan menggunakan pembelajaran

CTL. Ketepatan dan kecepatan peserta didik dalam menjumlahkan bilangan
pecahan serta nilai ulangan yang bagus, salah satunya dikarenakan ketepatan
pembelajaran yang digunakan guru.

4

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, ada tiga masalah yang
perlu dicari jawabannnya dalam penelitian ini.
1. Bagaimanakah implementasi pembelajaran CTL di SD Muhammadiyah
Program Khusus, Kota Barat, Surakarta pada peserta didik kelas IV?
2. Bagaimanakah

kemampuan

menjumlahkan

bilangan

pecahan


setelah

mengikuti pembelajaran dengan metode kolaboratif tipe CTL pada peserta
didik kelas IV SD Muhammadiyah Program Khusus, Kota Barat, Surakarta?
3. Bagaimanakah motivasi belajar peserta didik dalam belajar menjumlahkan
bilangan pecahan setelah mengikuti pembelajaran dengan CTL pada peserta
didik kelas IV SD Muhammadiyah Program Khusus, Kota Barat, Surakarta?

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

A. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka yang memiliki relevansi dengan penelitian ini di
antaranya penelitian Tonkes and Staces (2005) dengan penelitiannya yang
berjudul

”An


Innovative

Learning

Model

for

Computation

in

First”

menyimpulkan bahwa matlab merupakan software canggih yang digunakan untuk
analisis numerik dan visual. University of Queensland menggunakan matlab
sebagai pembelajaran ilmu matematika pada tahun pertama dan hasilnya lebih
memudahkan


siswa

dalam

melakukan

komputasi

serta

siswa

mampu

mengkontruksi pengetahuannya. Penelitian tersebut memiliki relevansi dengan
penelitian ini, yaitu memiliki fokus pada pembelajaran matematika.
Penelitian Haryani (2006) dengan judul ”Manajemen Pembelajaran Aktif
dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran di Sekolah Dasar” menyimpulkan bahwa
pelaksanaan manajemen pembelajaran aktif mata pelajaran matematika telah
berlangsung dengan baik di SD Negeri Ngesrep 1. Manajemen pembelajaran aktif

yang telah dilaksanakan dengan baik mempunyai dampak terhadap peningkatan
mutu pembelajaran yaitu mutu proses pembelajaran dan mutu hasil belajar pada
mata pelajaran matematika. Penelitian tersebut memiliki relevansi dengan
penelitian ini, yaitu memiliki fokus pada pembelajaran matematika.
Penelitian mengenai cara mengatasi kesulitan peserta didik dalam
pembelajaran pecahan dilakukan oleh Mutijah (2008) dengan judul “Mengatasi
6

Kesulitan Anak dalam Pembelajaran Pecahan Menggunakan Model Konkret dan
Gambar”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam
pembelajaran konsep pecahan dan operasi pecahan dapat digunakan model
konkret dan model gambar. Di samping itu, pada pembelajaran konsep pecahan
dan operasi pecahan dengan menggunakan model konkret dan model gambar akan
lebih membantu anak sehingga sesuatu yang dirasa sulit bagi anak menjadi
sesuatu yang mudah. Penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian ini,
yaitu gambaran mengenai kesulitan yang dialami dalam pembelajaran konsep
pecahan dan operasi pecahan dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini.
Penelitian mengenai pembelajaran konsep pecahan dengan menggunakan
media komik dilakukan oleh Hadi (2008) dengan judul “Pembelajaran Konsep
Pecahan Menggunakan Media Komik dengan Strategi Bermain Peran pada Siswa
SD Kelas IV Semen Gresik”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan media komik yang dapat
memahamkan siswa terhadap materi pecahan di kelas IV SD Semen Gresik
dilakukan dengan menggunakan tiga tahap yaitu: tahap awal, tahap inti, dan tahap
akhir. Selain menggunakan media komik pembelajaran juga disertai dengan alat
peraga manipulatif untuk membantu pemahaman siswa terhadap konsep. Strategi
yang digunakan adalah dengan bermain peran. Penelitian tersebut memiliki
relevansi dengan penelitian ini, yaitu memiliki fokus pada pembelajaran
matematika, khususnya materi pecahan.
Penelitian Suryati (2010) mengenai penggunaan pendekatan kontekstual
pada pembelajaran Bahasa Indonesia di SD dengan judul “Implementasi
7

Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kreativitas Siswa”
menyimpulkan bahwa implementasi pendekatan kontekstual yang selalu terkait
dengan dunia empirik siswa, pola komunikasi yang bersifat negosiasi-bukan
instruksi, partisipasi siswa tinggi, konstruksivis, dan penciptaan suasana yang
nyaman serta menyenangkan ternyata dapat mengubah siswa menjadi bergairah
dalam berpuisi. Adapun relevansi dengan penelitian ini adalah mengkaji tentang
pendekatan kontekstual.
Penelitian

mengenai

penggunaan

pendekatan

kontekstual

pada

pembelajaran matematika di SD yang dilakukan Gita (2007) dengan judul
“Implementasi Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Prestasi Belajar
Matematika Siswa di Sekolah Dasar”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa implementasi pendekatan kontekstual melalui pembelajaran
kooperatif berbantuan LKS dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa
kelas V SD 3 Sambangan. Penelitian tersebut memiliki relevansi dengan
penelitian ini, yaitu penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran
matematika.
Penelitian mengenai pembelajaran matematika SD dengan pendekatan
kontekstual yang dilakukan Supinah (2008) dengan judul “Pembelajaran
Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP”.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika dengan pendekatan kontekstual hendaknya ditandai antara lain:
1. Didasarkan pada masalah.

8

2. Pembelajaran terjadi dalam konteks yang beragam, seperti: rumah, sekolah,
masyarakat, dan tempat kerja.
3. Membantu perkembangan pembelajaran mandiri.
4. Menggambarkan keanekaragaman siswa.
5. Menggunakan kelompok-kelompok belajar yang saling memerlukan.
6. Menggunakan penilaian yang otentik.
7. Memerlukan pemikiran yang lebih tinggi (kritis dan kreatif).

B. Dasar Teori
1. Pembelajaran Matematika
a. Pengertian Pembelajaran Matematika
Tim (2005:17) menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses, cara,
perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Pembelajaran
merupakan proses komunikatif-interaktif antara sumber belajar, guru, dan
siswa yaitu saling bertukar informasi. Menurut Afiatin (2008), pembelajaran
adalah suatu proses alamiah untuk mencapai tujuan yang bermakna secara
pribadi, bersifat aktif, dan melalui mediasi secara internal, merupakan proses
pencarian dan pembentukan makna terhadap informasi dan pengalaman yang
dicari melalui persepsi unik, pemikiran dan perasaan siswa. Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran mempunyai pengertian sebagai suatu
proses atau usaha sadar dan aktif dari guru terhadap siswa agar siswa
memiliki keinginan untuk belajar serta saling bertukar informasi.

9

Tim (2005:723), matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan
antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian
masalah mengenai bilangan. Ditinjau dari struktur dan urutan unsur-unsur
pembentuknya, Purwoto (2003: 12) mengemukakan bahwa “Matematika
adalah pengetahuan tentang pola keteraturan, pengetahuan tentang struktur
yang terorganisasikan mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan ke
unsur-unsur yang didefinisikan ke aksioma dan postulat dan akhirnya ke
dalil”. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu
tentang bilangan-bilangan yang timbul dari pemikiran manusia yang
berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Matematika juga merupakan
serangkaian metode untuk menarik kesimpulan serta mengkomunikasikan
gagasan dengan bahasa.
Berdasarkan pengertian pembelajaran dan matematika yang telah
diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah
suatu upaya yang dilakukan oleh guru dan siswa untuk berinteraksi,
mempelajari bilangan serta mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa.
b. Proses Pembelajaran Matematika
Proses pembelajaran matematika melalui tiga pokok tahapan, yakni
tahap perencanaan pembelajaran, tahap pelaksanaan pembelajaran dan tahap
pengevaluasian suatu tugas pekerjaan selama proses pembelajaran. Deskripsi
lebih lanjut mengenai perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran
dan pengevaluasian pembelajaran secara terperinci digambarkan sebagai
berikut.
10

1) Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan merupakan proses pemikiran terencana sebagai dasar
untuk melakukan kegiatan di masa mendatang. Perencanaan pembelajaran
perlu dilakukan untuk mengkoordinasikan komponen pembelajaran yang
meliputi tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
metode, media, sumber dan evaluasi.
Menurut Hamalik (2003:54), pengajaran adalah kegiatan yang
dilakukan oleh guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Jadi
dapat disimpulkan bahwa perencanaan pembelajaran selain sebagai alat
kontrol juga berguna sebagai pegangan bagi guru itu sendiri dalam
pelaksanaan pembelajaran nanti.
Pengajaran pada hakekatnya, bila suatu kegiatan direncanakan lebih
dahulu, maka tujuan dan kegiatan tersebut akan lebih terarah dan lebih
berhasil. Oleh karena itu, seorang guru harus memiliki kemampuan dalam
merencanakan pembelajaran. Seorang guru sebelum mengajar hendaknya
menyusun perencanaan pembelajaran yang hendak dilaksanakan untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Dengan kata lain,
harus

mengandung

kejelasan

proses perencanaan itu

tujuan yang akan dicapai, dan proses

pembelajaran yang bagus diperlukan adanya perencanaan pembelajaran yang
bagus pula.
2) Pelaksanaan Pembelajaran
Jika proses belajar mengajar itu ditinjau dari segi kegiatan guru, maka
terlihat bahwa guru memegang peranan yeng sangat penting. Guru berfungsi
11

sebagai pembuat keputusan yang berhubungan dengan perencanaan,
implementasi, dan penilaian/evaluasi.
Sebagai implementasi rencana pengajaran yang telah disusun, guru
hendaknya mempertimbangkan situasi dan kondisi yang ada dan berupaya
memoles setiap situasi yang muncul menjadi situasi yang memungkinkan
berlangsungnya kegiatan belajar yang berpusat pada siswa.

Semua

itu

memerlukan keterampilan profesional. Dengan demikian, pada pelaksanan
pembelajaran guru hendaknya mengatur kondisi yang mempengaruhi
pembelajaran, antara lain tentang isi, menetapkan sendi pengajaran untuk
siswa yang menjadi obyek pengajaran dan menciptakan suasana yang
menyenangkan dalam proses belajar mengajar.
Adapun langkah-langkah kegiatan pembelajaran adalah melalui tiga
tahapan

pokok, yaitu tahap prainstruksional, tahap instruksional, serta

tahap penilaian. Jika, satu tahapan tersebut ditinggalkan, maka sebenarnya
tidak dapat dikatakan telah terjadi proses pembelajaran.
3) Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut (Penutup)
Syah (2003:141) menyatakan bahwa evaluasi adalah penilaian
terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dalam sebuah program.
Roger dalam Haryani (2006) mengemukakan “evaluation is process of
helping to make things better than they are, of improving the situation”
(evaluasi adalah proses yang membantu membuat segala sesuatu lebih
baik untuk membangun situasi).

12

Dalam kegiatan evaluasi ini, yang harus dilaksanakan guru adalah
sebagai berikut.
a) Melaksanakan penilaian akhir dan mengkaji hasil penelitian.
b) Melaksanakan kegiatan tindak lanjut dengan alternatif kegiatan.
c) Mengalihkan proses-proses pembelajaran dengan menjelaskan atau
memberi bahan materi pokok yang akan dibahas pada pada pelajaran
berikutnya.
2. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
a. Pengertian Pembelajaran CTL
Menurut Mulyasa (2006:217) pembelajaran kontekstual merupakan
konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi
pembelajaran dengan dunia

kehidupan

peserta didik secara

nyata,

sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi
hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Smith (2006) menyatakan bahwa
Contextual teaching and learning is defined as a conception of
teaching and learning that helps teachers relate subject matter content
to real world situations. (Pembelajaran kontekstual didefinisikan
sebagai suatu konsep yang membantu guru menghubungkan isi materi
dengan situasi dunia nyata).
Andika (2009) menyatakan bahwa pembelajaran CTL adalah konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

13

CTL adalah pembelajaran yang mengaitkan materi antara materi pembelajaran
dengan situasi dunia nyata siswa.
Tujuan dari penerapan dan pendekatan pembelajaran konstektual
adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa melalui peningkatan
pemahaman makna materi pelajaran yang dipelajari dengan mengaitkan antara
materi yang dipelajari dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sebagai
individual, anggota keluarga, anggota masyarakat dan anggota bangsa.
b.

Komponen-Komponen Pembelajaran Kontekstual

Menurut Krishannanto (2009), pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh
komponen utama pembelajaran efektif, antara lain sebagai berikut.
1) Konstruktivisme (Constructivism)
a) Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru
berdasar pada pengetahuan awal.
b) Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkontruksi” bukan
menerima pengetahuan.
2) Penemuan (Inquiry)
a) Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
b) Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis.
3) Bertanya (Questioning)
a) Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai
kemampuan berpikir siswa.
b) Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang
berbasis penemuan.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
a) Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
b) Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
c) Tukar pengalaman
d) Berbagi ide.
5) Pemodelan (Modelling)
a) Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja, dan
belajar.
b) Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya.
6) Refleksi (Reflection)
a) Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajar.
b) Mencatat apa yang telah dipelajari.
c) Membuat jurnal, karya seni, dan diskusi kelompok.
14

7) Penilaian Otentik (Authentic Assesment)
a) Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
b) Penilaian produk (kinerja).
c) Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual.

c. Strategi Pembelajaran Kontekstual
Menurut Tim (2007:4), strategi dalam pelaksanaan pembelajaran
kontekstual adalah sebagai berikut.
1) Relating: yaitu belajar dalam konteks menghubungkan apa yang hendak
dipelajari dengan pengalaman atau kehidupan nyata. Untuk itu, bawa
perhatian siswa pada pengalaman, kejadian, dan kondisi sehari-hari. Lalu,
hubungkan/kaitkan hal itu dengan pokok bahasan baru yang akan
diajarkan.
2) Experiencing: yaitu belajar dalam konteks eksplorasi, mencari, dan
menemukan sendiri. Memang, pengalaman itu dapat diganti dengan
video, atau bacaan (dan bahkan kelihatannya dengan cara ini belajar bisa
lebih cepat), tetapi strategi demikian merupakan strategi pasif, artinya,
siswa tidak secara aktif/langsung mengalaminya.
3) Applying: yaitu belajar mengaplikasikan konsep dan informasi dalam
konteks yang bermakna. Belajar dalam konteks ini serupa dengan simulasi,
yang seringkali dapat membuat siswa mencita-citakan sesuatu, atau
membayangkan suatu tempat bekerja dimasa depan.
4) Cooperating: yaitu proses belajar dimana siswa belajar berbagi (sharing)
dan berkomunikasi dengan siswa lain. Pembelajaran kooperatif merupakan
salah satu strategi utama dalam CTL, karena pada kenyataannya, karyawan
berhasil adalah yang mampu berkomunikasi secara efektif dan bisa bekerja
dengan baik dalam tim. Aktivitas belajar yang relevan dengan
pembelajaran kooperatif adalah kerja kelompok; dan kesuksesan kelompok
tergantung pada kinerja setiap anggotanya. Peer grouping juga suatu
aktivitas pembelajaran kooperatif.
5) Transferring : yaitu belajar dalam konteks pengetahuan yang sudah ada,
artinya adalah, siswa belajar menggunakan apa yang telah dipelajari
untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Aktivitas dalam
pembelajaran ini antara lain adalah pemecahan masalah (problem solving).

15

DAFTAR PUSTAKA
Afiatin, Tina. 2008. Pembelajaran Berbasis Student Centered
(www.inparametric.com). Diakses 23 Juli 2009 jam 07.01.

Learning.

Andika. 2009. Pembelajaran Kontekstual. (www.teoripembelajaran.teknodik.net).
Diakses 13 Mei 2009 jam 12.52.
Depdiknas. 2007. Naskah Akademik Pendidikan Keterampilan. Jakarta: Depdiknas.
(www.puskur.net). Diakses 22 Mei 2009 jam 14.14.
Fitriyani, Wulan. 2010. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Pecahan Siswa Kelas IV
SD Sekaran Kota Semarang Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.
(http://digilib.unnes.ac.id). Diakses 27 Agustus 2010).
Gita, I Nyoman. 2007. Implementasi Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Matematika Siswa di Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pendidikan. Vol.1, No.1. (http://freewebs.com). Diakses 9
Februari 2010 jam10.44.
Hadi, Syaiful. 2008. Pembelajaran Konsep Pecahan dengan Menggunakan Media
Komik dengan Strategi Bermain Peran pada Siswa SD Kelas IV Semen
Gresik. (http://www.puslitjaknov.org). Diakses 9 Februari 2010 jam 10.29.
Hamalik, Oemar. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Haryani, Ning. 2006. Manajemen Pembelajaran Aktif Dalam Meningkatkan Mutu
Pembelajaran di Sekolah Dasar. Tesis UMS: Tidak diterbitkan.
Johnson, Elaine B. 2007. Contextual Teaching & Learning: what it is and why it’s
here to stay. Diterjemahkan oleh Ibnu Setiawan, “Contextual Teaching &
Learning: menjadikan kegiatan belajar-mengajar mengasyikkan dan
bermakna. Bandung: Mizan Learning Center (MLC).
Krishannanto.
2009.
Pembelajaran
Kontekstual.
wordpress.com). Diakses 28 Januari 2010 jam 13.41.

(http://techonly13’s.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Mulyasa. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
_______. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

35

Mutizah. 2008. Mengatasi Kesulitan Anak dalam Pembelajaran Pecahan
Menggunakan Model Konkret dan Gambar. Jurnal Pemikiran Alternatif
Pendidikan. Vol.13, No.2. (http://insaniaku.file.wordpress.com). Diakses 9
Februari 2010 jam 10.24.
Purwoto. 2003. Strategi Pembelajaran Mengajar. Surakarta: UNS Press.
Smith, Bettye P. 2006. “Contextual Teaching And Learning Practices In The Family
And Consumer Sciences Curriculum”. Journal of Family and Consumer
Sciences Education. Vol. 24, No. 1. (http://www.natefacs.org). Diakses 1 Juni
2009 jam 7.33.
Supinah. 2008. Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam
Melaksanakan KTSP. (http://p4tkmatematika.org). Diakses 9 Februari 2010
jam 10.59.
Suryati, Atit. 2010. Implementasi Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan
Kemampuan Kreativitas Siswa. (http://educare.e-fkipunla.net). Diakses 9
Februari 2010 jam 10.45.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Tim. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Tim. 2007. Menggunakan CTL dan Asesmen Otentik Dalam Rangka Implementasi
KTSP di Sekolah Dasar. (http://www.undiksha.ac.id). Diakses 9 Februari
2010 jam 19.11.
Tonkes, E. J., Loch, B. and Stace, A.W..2005. ”An Innovative Learning Model for
Computation in First”. Journal of Mathematical Education in Science &
Technology. v36 n7 p751-759. (http://www.eric.ed.gov). Diakses 3 Mei 2009
jam 08. 30.

36

Dokumen yang terkait

Peningkatan Hasil Belajar PKn dalam Materi Peranan Globalisasi Melalui Pendekatan Contekstual Teaching Learning (CTL) di kelas IV MI. Masyirotul Islamiyah Tambora Jakarta Barat Tahun Pelajaran 2013/2014.

0 4 180

Pengaruh penerapan pendekatan contextual teaching and learning terhadap keterampilan menulis surat pada siswa kelas iv SDN Cikarang Kota 04

0 9 0

Penerapan pendekatan pembelajaran contextual teaching and learnig/CTL untuk meningkatkan hasil belajar PKN pada siswa kelas IV MI Miftahussa’adah Kota Tangerang

0 10 158

Pembelajaran Penjumlahan Bilangan Pecahan dengan Metode Contextual Teaching and Learning (CTL) di SD Muhamamdiyah Program Khusus, Kota Barat, Surakarta

0 3 9

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS IV SEBAGAI UPAYA MERETAS SEKOLAH HUMANIS DI SD MUHAMMADIYAH PROGRAM KHUSUS KOTA BARAT SURAKARTA

0 3 20

KEMAMPUAN MENJUMLAHKAN BILANGAN PECAHAN DENGAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING LEARNING) SEBAGAI UPAYA MERETAS SEKOLAH HUMANIS

0 4 10

STRATEGI PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU DI SD MUHAMMADIYAH PROGRAM KHUSUS BOYOLALI Strategi Penerimaan Peserta Didik Baru Di SD Muhammadiyah Program Khusus Boyolali.

0 4 18

PENGGUNAAN MEDIA BLOK PECAHAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENJUMLAHKAN BILANGAN PECAHAN SEDERHANA PADA SISWA KELAS IV SDN 5 JATISRONO TAHUN AJARAN 2012/2013.

0 1 21

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Kelas XI

0 0 15

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK DI SD MUHAMMADIYAH PROGRAM KHUSUS KOTA BARAT SURAKARTA

0 0 15