PENYERAHAN BENDA MILIK PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU KEPADA KABUPATEN MAMUJU TENGAH SETELAH PEMEKARAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAMUJU TENGAH DI PROVINSI SULAWESI BARAT
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Ilmu Hukum
Diajukan Oleh: Nama : M. Arief Setiawan
NIM : 20120610115
Program Studi : Ilmu Hukum
Bagian : Hukum Administrasi Negara
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(2)
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Ilmu Hukum
Diajukan Oleh: Nama : M. Arief Setiawan
NIM : 20120610115
Program Studi : Ilmu Hukum
Bagian : Hukum Administrasi Negara
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(3)
(4)
1. Bapak dan Ibu tercinta, Sudirman Sabir, S.P. dan Hj. Rosmawati Aco yang selalu mendukung, memberi semangat dan mendoakan selama penulis menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
2. Kedua Saudaraku, Awan Daramawan dan M. Agung Kurniawan yang banyak memberikan bantuan kepada penulis.
(5)
yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang sombong”
(Al-Quran: An Nahl, 23)
“Setiap orang punya jatah gagal, habiskan jatah gagalmu dimasa muda”
(Dahlan Iskan)
“Jangan memulai pertarungan kalau tidak mau mengakhirinya. (Anonim)
“Lakukan yang terbaik, berdo’a dan bersyukur. Allah SWT akan memberikan yang terbaik”
(6)
menyelesaikan skripsi dengan judul “PENYERAHAN BENDA MILIK PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU KEPADA KABUPATEN MAMUJU TENGAH SETELAH PEMEKARAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAMUJU TENGAH DI PROVINSI SULAWESI BARAT” sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Bapak Dr. Leli Joko Suryono, S.H., M.Hum. selaku Ketua Prodi Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 3. Bapak Nasrullah, S.H., S.Ag., MCL. dan Bapak Bagus Sarnawa, S.H.,
M.Hum. selaku Dosen Pembimbing yang telah dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan arahan serta memberikan waktu, tenaga dan pikirannya dalam membimbing saya dalam menyusun skripsi ini.
(7)
5. Bapak Muhammad Yani, S.H. M.Si selaku Kepala Bidang Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Mamuju yang telah meluangkan waktu untuk wawancara dan memberikan ilmunya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Syamsuddin Hatta selaku anggota Komisi I DPRD Kabupaten Mamuju yang telah meluangkan waktu untuk wawancara dan memberikan ilmunya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
7. Dosen - dosen yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga selama saya belajar di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 8. Untuk keluargaku tercinta yang selalu memberi semangat dan dukungan. 9. Teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
10.Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga amal baik yang telah dilakukan oleh semua pihak di atas mendapatkan pahala dari Allah SWT. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, 24 Agustus 2016
Penulis,
(8)
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN MOTO ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C.Tujuan Penelitian ... 8
D.Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A.Tinjauan Umum Pemerintahan Daerah ... 9
1. Pemerintahan Daerah ... 9
2. Perangkat dan Penyelenggara Pemerintahan Daerah ... 15
3. Kewenangan Pemerintahan Daerah ... 16
(9)
4. Tahapan Pembentukan Daerah Kabupaten/ Kota ... 31
C.Tinjauan Umum Aset dan Barang Milik Daerah ... 36
1. Aset ... 36
2. Barang Milik Daerah ... 38
3. Pengelolaan Aset/ Barang Milik Daerah ... 40
4. Wewenang dan Tanggung Jawab Pejabat Pengelolaan Aset/ Barang Milik Daerah ... 42
5. Mekanisme Penyerahan Aset/ Barang Milik Daerah ... 47
BAB III METODE PENELITIAN ... 51
A.Jenis Penelitian ... 51
B. Data Penelitian ... 51
C.Lokasi Penelitian dan Cara Pengambilan Data Primer ... 51
D.Tempat Pengambilan Data Sekunder ... 52
E. Teknik Analisis Data ... 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54
A.Gambaran Umum Kabupaten Mamuju Tengah ... 54
B. Proses Penyerahan Aset Daerah Kabupaten Mamuju kepada Kabupaten Mamuju Tengah ... 56
1. Proses Penyerahan Tahap Pertama ... 60
(10)
BAB V PENUTUP ... 73 A.Kesimpulan ... 73 B. Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA
(11)
Tabel 2 Daftar Koreksi Aset yang Diserahkan Kabupaten Mamuju Tahap Pertama ... 63 Tabel 3 Daftar Rincian dan Nilai Aset yang Diserahkan kepada Pemerintah
Kabupaten Mamuju Tengah Tahap Kedua ... 65 Tabel 4 Daftar Total Nilai Aset yang Diserahkan Tahap Pertama dan Kedua
Kepada Pemerintah Kabupaten Mamuju Tengah ... 68 Tabel 5 Jumlah Sertifikat Tanah dan Bukti Kepemilikan Kendaraan yang
(12)
(13)
(14)
(15)
pemerintahan, dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan yang merupakan peningkatan model demokrasi lokal. Desentralisasi juga dinilai merupakan antitesis dari ajaran pengelolaan pemerintahan, sebagai konsep penyelenggaraan pemerintahan, desentralisasi menjadi pilihan akibat ketidakmungkinan sebuah negara dengan wilayah yang luas dan berpenduduk banyak untuk mengelola manajemen pemerintahan secara sistematik. Namun dalam pelaksanaan pemekaran daerah tersebut banyak terjadi permasalahan, masalah yang sering muncul ialah proses penyerahan aset dari daerah induk ke daerah yang baru dibentuk.
Pada penyerahan aset daerah Kabupaten Mamuju kepada Kabupaten Mamuju Tengah yang diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabupaten Mamuju Tengah di Provinsi Sulawesi Barat terdapat penyimpangan diantaranya adalah tidak dilibatkannya Pemerintah Kabupaten Mamuju Tengah dalam proses inventarisasi aset yang akan diserahkan sehingga proses penyerahan tersebut rentan akan timbulnya sengketa .
Pada penyerahan tersebut terdapat berbagai penimpangan yaitu tidak dilibatnya pemerintah Kabupaten Mamuju Tengah, tidak falidnya daftar inventarisasi aset yang akan diserahkan, dalam dua penyerahan hanyya dibuat satu surat keputusan bupati yang merangkum semua penyerahan tahap pertama dan kedua tersebut, dan pada berita acara penyerahan aset yang dikeluakan oleh BPKAD Kabupaten Mamuju tedapat perubahan nilai aset. Hal ini tejadi dikarenakan ketidakpahaman penyelenggara pemerintah di daerah terkait prosedur penyerahan aset daerah dari daerah induk ke daerah yang baru dibentuk.
(16)
1 A.Latar Belakang
Pemekaran daerah merupakan implementasi dari desentralisasi yang memiliki
berbagai macam tujuan, yang secara umum tujuan tersebut dapat diklasifikasikan ke
dalam dua fariabel penting yakni peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan
pemerintahan, dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan
pembangunan yang merupakan peningkatan model demokrasi lokal.1 Desentralisasi juga
dinilai merupakan antitesis dari ajaran pengelolaan pemerintahan, sebagai konsep
penyelenggaraan pemerintahan, desentralisasi menjadi pilihan akibat ketidakmungkinan
sebuah negara dengan wilayah yang luas dan berpenduduk banyak untuk mengelola
manajemen pemerintahan secara sistematik.2
Pasal 33 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan pemekaran daerah berupa pemecahan daerah provinsi atau daerah kabupaten/ kota untuk menjadi dua atau lebih daerah baru. Pemekaran daerah harus didasari pada 2 (dua) persyaratan, yaitu persyaratan dasar dan persyaratan administratif. Dengan persyaratan tersebut, diharapkan agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh dan berkembang serta mampu menyelenggarakan
1 Eko Prasojom, 2006, Desentralisasi dan Pemekaran Daerah: Antara Model Demokrasi Lokal
dan Efisiensi Struktural, Depok, Departemen Ilmu Administrasi Fisip UI, hlm. 2
2 Tri Ratnawati, 2009, Pemekaran Daerah: Politik Lokal dan Beberapa Isu Terdeteksi,
(17)
otonomi daerah dalam rangka mewujudkan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, peningkatan kesejahteraan masyarakat, kualitas pelayanan publik, tata kelola pemerintahan, daya saing nasional dan daya saing daerah serta memelihara keunikan adat istiadat, tradisi dan budaya daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain itu dengan adanya pemekaran daerah pelayanan publik menjadi efisien dan efektif dikarenakan melalui otonomi daerah terjadi optimalisasi hierarki, dimana penyediaan pelayanan publik yang dilakukan oleh institusi memiliki kedudukan lebih dekat dengan masyarakat sehingga keputusan-keputusan strategis dapat lebih mudah dibuat, adanya penyesuaian layanan terhadap kebutuhan dan kondisi yang ada ditingkat lokal, adanya tingkat perawatan terhadap infrastruktur yang ada melalui alokasi anggaran yang sesuai kebutuhan dan kondisi wilayahnya.3
Pemekaran daerah tidak selalu berjalan sesuai dengan harapan. Pembentukan daerah pada dasarnya dilakukan dengan tujuan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, justru pada akhirnya menimbulkan permasalahan baru di daerah. Permasalahan yang sering muncul akibat pembentukan daerah otonomi baru adalah masalah penyerahan aset atau distribusi aset dari daerah induk kepada daerah otonomi baru.
Penyelesaian permasalahan ini perlu strategi yang baik dalam menyelesaikan
distribusi aset mengingat antar satu daerah kabupatan/ kota dengan lainnya berbeda pada
(18)
keterhubungan yang erat dan saling ketergantungan (interdependensi).4Adapun masalah
sebagai akibat dari pemekaran wilayah dan distribusi barang (aset) daerah diantaranya
adalah:5
1. Batas Adminstratif dan Aspek Legal
a. Penerapan batas-batas administratif antar provinsi (terutama provinsi baru) dan antar kabupaten/ kota dalam satu provinsi, berimplikasi pada aspek legal dan pengelolaan potensi ekonomis aset (kekayaan) daerah.
b. Pengelolaan atas infrastruktur publik, misalnya jalan raya, jembatan, sungai, dll. yang berhubungan dengan daerah lain, berimplikasi dengan aspek regulasi lokal, misalnya dalam penetapan perda tertentu.
c. Kemungkinan terjadinya saling klaim antar daerah kabupaten/ kota terhadap wilayah tertentu yang memiliki potensi ekonomi yang strategis.
2. Pengelolaan Aset Strategis
a. Dikelola oleh BUMN atau PMA, misalnya minyak dan bahan tambang lainnya.
b. Pembagian hasil secara ekonomis tidak seimbang/ adil.
c. Risiko kerusakan lingkungan (ekosistem) dan sosio-ekonomi yang lebih dirasakan oleh masyarakat lokal.
3. Pengelolaan Aset
4 Doli D. Siregar, 2004, Manajemen Aset: Stategi Penataan Konsep Pembangunan
Berkelanjutan secara Nasional dalam Konteks Kepala Daerah Sebagai CEO’s pada Era Globalisasi & Otonomi Daerah, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, hlm. 559
(19)
Belum dimilikinya visi dan konsep yang memadai tentang aset dan menajemen aset serta kawasan, berimplikasi pada menajemen aset lebih ditekankan pada kebutuhan adminstratif, ketimbang proses untuk mendukung pengambilan keputusan strategis.
Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah menyatakan pada daerah yang baru terbentuk, maka aset/ barang milik daerah atau yang dikuasai dan atau yang dimanfaatkan oleh pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/ kota induk yang lokasinya berada dalam wilayah daerah yang baru dibentuk, wajib diserahkan dan menjadi milik daerah yang baru dibentuk begitupun dengan hutang piutang. Pelaksanaan penyerahan ini dilakukan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak peresmian provinsi/ kabupaten/ kota yang baru dan dalam hal aset daerah kabupaten induk yang bergerak dan tidak bergerak serta utang piutang yang akan diserahkan kepada kota yang baru dibentuk yang cakupan wilayahnya merupakan ibukota kabupaten, penyerahan dapat dilakukan secara bertahap dan paling lama 5 (lima) tahun sejak ditetapkannya ibukota kabupaten induk yang baru.
Penyerahan aset daerah tersebut berdasarkan analisis BPK terhadap pemenuhan kewajiban pada masa transisi pemekaran daerah dari tahun 2001-2007 mencatat beberapa daerah yang timbul sengketa aset/ barang milik daerah dengan daerah induknya. yaitu Kabupaten Karimun, Kota Tanjung Pinang, Kota Tasikmalaya, dan Kabupaten Kepahiang. Hal ini terjadi karena pelimpahan dan dokumentasi yang tidak memadai serta belum adanya kesepakatan jumlah dan nilai aset yang diserahkan,
(20)
ketidaklengkapan berita acara pelimpahan aset, dan juga dokumen pendukung lain dari daerah induknya.6
Permasalahan sengketa aset daerah juga terjadi di Kota Palopo dimana daerah tersebut sejak pembentukannya tahun 2002-2014 selalu mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK dikarenakan persoalan aset yang belum dapat diselesaikan dengan daerah induknya yaitu Kabupaten Luwu. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK ada 62 aset berupa tanah dan gedung senilai Rp. 31,42 miliar belum jelas status kepemilikannya. Rinciannya, yakni 43 aset senilai Rp. 28,61 miliar belum ada Berita Acara Serah Terima (BAST) dari Pemerintah Kabupaten Luwu sebagai daerah induk, 8 aset senilai Rp. 2,53 miliar dicatat ganda oleh Pemerintah Kota Palopo dan Pemerintah Kabupaten Luwu, dan aset tersebut telah diperjualbelikan Pemerintah Kabupaten Luwu.7 Kondisi tersebut tidak hanya merugikan Pemerintah Kota Palopo, tetapi juga merugikan Pemerintah Kabupaten Luwu. Karena itu, sampai masalah 62 aset yang belum jelas status kepemilikannya belum terselesaikan, maka Pemkot Palopo dan Pemkab Luwu tidak akan pernah mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK.
6 Tim Analisa BPK & Iman Sugema, “Analisis Terhadap Hasil Pemeriksaan BPK Mengenai
Pemenuhan Kewajiban Pembiayaan Pada Masa Transisi Pemekaran Daerah”, diakses dari http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/bpkdpd_Analisis_tentang_Transisi_Pemekaran_ Daerah2013 0308092847.pdf, pada 19 Maret 2016 Pukul 17.00 WIB.
7 Anonim, “Gawat! Palopo-Luwu Tak akan Pernah WTP” diakses dari http://www.
palopopos.co.id/headline/item/5756-gawat-palopo-luwu-tak-akan-pernah-wtp.html, pada 17 Maret 2016 Pukul 14.25 WIB.
(21)
Persolaan penyerahan aset tersebut begitu banyak sehingga dapat diketahui proses transisi pemekaran daerah yang terkait dengan masalah aset sangat rentan timbulnya permasalahan. Penyerahan aset daerah Kabupaten Mamuju kepada Kabupaten Mamuju Tengah ini juga diatur dalam UU No. 4 Tahun 2013 tentang Pembentukan Kabupaten Mamuju Tengah di Provinsi Sulawesi Barat Pasal 14 yaitu: (1) Bupati Mamuju bersama Pejabat Bupati Mamuju Tengah mengatur dan
melaksanakan pemindahan personil, penyerahan aset serta dokumen kepada Pemerintahn Kabupaten Mamuju Tengah sesuai dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Mamuju dan Bupati Mamuju.
(2) Pemindahan personil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat (enam) bulan sejak pelantikan Pejabat Bupati Mamuju Tengah.
(3) Penyerahan aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak pelantikan Pejabat Bupati Mamuju Tengah. (4) Personil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi pegawai
negeri sipil yang karena tugas dan kemampuannya diperlukan oleh kabupaten Mamuju Tengah.
(5) Gubernur Sulawesi Barat mengoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan personil, penyerahan aset dan dokumen kepada Kabupaten Mamuju Tengah. (6) Gaji dan tunjangan pegawai sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (4), selama
belum ditetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Mamuju Tengah, dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja dari asal satuan kerja personel yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (7) Aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) meliputi:
a. Barang milik Kabupaten Mamuju yang bergerak dan tidak bergerak dan/atau yang dikuasai atau dimanfaatkan oleh Pemerintah kabupaten mamuju Tengah yang berada dalam wilayah kabupaten Mamuju Tengah;
b. Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Mamuju yang berkedudukan, kegiatan dan lokasinya berada di Kabupaten mamuju Tengah
c. Utang piutang Kabupaten Mamuju yang digunakan untuk Kabupaten Mamuju Tengah menjadi tanggung jawab Kabupaten Mamuju Tengah; dan
d. Dokumen dan arsip yang karena sifatnya diperlukan oleh Kabupaten Mamuju Tengah.
(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (7) tidak dilaksanakan atau belum selesai dilaksanakan oleh Bupati Mamuju, Gubernur Sulawesi Barat selaku wakil Pemerintah wajib menyelesaikan dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun.
(22)
(9) Pelaksanaan pemindahan personel dan penyerahan aset serta dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Gubernur Sulawesi Barat kepada Menteri Dalam Negeri
Undang-undang Pembentukan Kabupaten Mamuju Tengah telah mengatur tentang penyerahan aset daerah Kabupaten Mamuju kepada Kabupaten Mamuju Tengah namun terdapat permasalahan dimana berdasarkan LHP BPK Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2014 terdapat penyimpangan dimana dalam penyerahan aset tidak dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga ini merupakan permasalahan yang muncul pada proses transisi daerah tersebut dalam hal penyerahan aset.
Penjelasan latar belakang permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang penyerahan aset milik pemerintah Kabupaten Mamuju kepada Kabupaten Mamuju Tengah dan menuangkannya kedalam suatu karya ilmiah dengan Judul Penyerahan Benda Milik Pemerintah Kabupaten Mamuju kepada Kabupaten Mamuju Tengah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2013 tentang Pembentukan Kebupaten Mamuju Tengah di Provinsi Sulawesi Barat.
(23)
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah yaitu: 1. Bagaimana proses penyerahan aset Pemerintah Kabupaten Mamuju kepada
Kabupaten Mamuju Tengah?
2. Penyimpangan apa saja yang terjadi dalam proses penyerahan aset daerah Kabupaten Mamuju kepada Kabupaten Mamuju Tengah?
C.Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui proses penyerahan benda milik Pemerintah Kabupaten Mamuju kepada Kabupaten Mamuju Tengah.
2. Untuk mengetahui penyimpangan apa saja yang terjadi dalam proses penyerahan barang milik Pemerintah Kabupaten Mamuju kepada Kabupaten Mamuju Tengah. D.Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pemerintahan daerah pada khususnya. 2. Secara Praktis
a. Dapat digunakan pemerintah sebagai rujukan dalam membuat kebijakan mengenai pemerintahan daerah, khususnya mengenai pembentukan daerah. b. Dapat digunakan sebagai bahan evaluasi oleh Kabupaten Mamuju dan
Kabupaten Mamuju Tengah terhadap proses penyerahan aset daerah yang telah dilakukan.
(24)
9
1. Pemerintahan Daerah
Pemerintahan Daerah menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah dengan prinsip seluas-luasnya dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam dalm Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun yang dimaksud dengan pemerintah daerah sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Kata pemerintahan secara etimologis berasal dari kata pemerintah. Kata pemerintah berasal dari kata perintah yang berarti menyuruh melakukan suatu pekerjaan. Akan tetapi, kata pemerintahan sebenarnya berasal dari kata dalam Bahasa Inggris, yaitu government yang diterjemahkan sebagai pemerintah dan pemerintahan.1
(25)
Definisi pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan pemerintahan di daerah oleh DPRD dan pemerintah daerah. DPRD adalah lembaga legislatif yang keberadaannya dalam penyelenggaraan otonomi daerah sangat penting, karena DPRD merupakan perwujudan adanya kewenangan politisi suatu daerah.2 Sedangkan pemerintah daerah adalah lembaga penyelenggara pemerintahan daerah (eksekutif) yang melaksanakan tugas/ kewajiban daerah sesuai dengan fungsi yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Widjaja mengungkapkan lebih lanjut defenisi pemerintahan daerah yaitu pemerintah daerah adalah pelaksana fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan daerah yaitu pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kemudian memberikan deskripsi tentang penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah berdasarkan prinsip negara kesatuan sebagai berikut:3
a. Sistem pemerintahan terdiri dari satuan pemerintahan nasional (pusat) dan satuan pemerintahan sub-nasional (pemerintah daerah). Kedaulatan yang melekat pada bangsa dan negara indonesia tidak dibagi-bagi dalam satuan pemerintahan sub-nasional tersebut. Oleh karena itu, satuan pemerintah sub-nasional tidak memiliki kekuasaan untuk membentuk
2 Arenawati, 2014, Administrasi Pemerintahan Daerah: Sejarah Konsep dan Pelaksanaan di
Indonesia, Yogyakarta, Graha Ilmu, hlm 51.
3 HAW. Widjaja, 2013, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia dalam Rangka Sosialisasi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta, Rajagrafindo Persada, hlm. 37
(26)
undang-undang dasar dan undang-undang serta menyusun organisasi pemerintahannya sendiri;
b. Pemerintah daerah merupakan hasil pembentukan dan pengembangan pemerintah pusat melalui proses hukum. Keberadaan satuan pemerintah daerah adalah tergantung (dependent) dan di bawah (sub-ordinat) pemerintah pusat. Walaupun demikian, penyelenggaraan pemerintahan Indonesia tidak akan sepenuhnya didasarkan pada atas sentralisasi belaka;
c. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk (pluralis) yang mempunyai aspirasi beragam pula (Bhineka Tunggal Ika). Aspirasi yang beragam ini perlu diakmodasi secara kelembagaan dengan pemberian otonomi daerah melalui desentralisasi di wilayah Indonesia dibentuk provinsi dan diwilayah provinsi dibentuk kabupaten dan kota sebagai daerah otonom;
d. Secara yuridis dan politis, otonomi daerah diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat setempat dalam wilayah tertentu guna terselenggaranya pemerintahan sendiri sesuai dengan kondisi dan potensi masyarakat setempat. Dalam daerah otonom itulah terselenggaranya otonomi daerah.
(27)
Pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan asas-asas sebagai berikut:4
a. Asas desentralisasi, adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI.
b. Asas dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada gubernur, sebagai wakil pemerintah kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
c. Asas tugas pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/ atau desa, dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/ kota dan/ atau desa; serta dari pemerintah kabupaten/ kota kepada desa untuk melaksankan tugas tertentu.
Praktek dalam penyelenggaraan pemerintahan ketiga asas pemerintahan tersebut harus dilaksanakan dengan memperhatikan asas-asas pemerintahan yang baik, meliputi:5
a. Kepastian hukum, adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh aparat pemerintahan harus berdasarkan kepada hukum yang berlaku. Semua tindakan juga berimplikasi kepada hukum. Karena itu hukum harus dijadikan pegangan dan pedoman dalam menentukan cara berprilaku;
4 Siswanto Sunarno, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia,, Jakarta, Sinar Grafika,
hlm. 7
5 Dharma Setyawan Salam, 2004, Manajemen Pemerintahan Indonesia. Jakarta, Djambatan,
(28)
b. Keadilan dan kewajaran, adalah pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sehubungan dengan tugas yang dilakukan harus berifat adil dan wajar secara proporsional. Adil yang dimaksud adalah suatu perlakuan yang seharusnya diberikan sesuai dengan hukum yang menaunginya dan pelayanan yang harus diberikan. Wajar yang dimaksud adalah bahwa tindakan yang dilakukan tidaklah berlebihan dan tidak juga menyepelekan;
c. Kesamaan, adalah pelayanan yang diberikan aparat pemerintah tidaklah diskriminatif berdasarkan suka atau tidak suka. Sesuai dengan persyaratan hukum yang menaunginya maka setiap warga negara atau penduduk wajib mendapatkan suatu tindakan pelayanan yang proporsional;
d. Permainan yang layak, adalah aturan yang diberlakukan kepada setiap warga negara mengikuti pertimbangan hukum yang wajar dan tidak memberatkan;
e. Cermat, adalah ketelitian dalam pelaksanaan tugas harus dilaksanakan agar terhindar dari permasalahan di kemudian hari.
f. Keseimbangan, adalah tindakan yang dilakukan harus dilaksanakan dari berbagai segi secara sinergis sehingga tidak ada yang dirugikan;
g. Pengharapan yang wajar, adalah imbalan yang didapat dari suatu pekerjaan sudah mempunyai ukuran yang baku;
h. Motivasi keputusan, adalah setiap keputusan ada motivasi yang mendorongnya baik bersifat prefentif, problem solving atau pro-aktif;
(29)
i. Kebijaksanaan, adalah situasi dan kondisi yang berbeda-beda menyebabkan perlunya kemampuan untuk mengadaptasikan suatu tindakan terhadap lingkungan setempat;
j. Penyelenggaraan kepentingan umum, adalah pelayanan pemerintah terutama ditujukan kepada kepentingan umum. Kepentingan umum didahulukan dari pada kepentingan kelompok, golongan atau pribadi; k. Perlindungan atas pendangan hidup, adalah setiap warga negara
mempunyai hak atas pendangan hidupnya. Pandangan hidup bangsa haruslah diutamakan dan dibela dalam setiap tindakan aparatur pemerintah;
l. Kordinasi dan kesatuan arah, adalah segenap tindakan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah haruslah ditujukan kepada satu arah yaitu tujuan negara. Pembagian kerja hanyalah merupakan suatu usaha untuk pelaksanaan kerja yang efektif dan efesien. Semangat pegawai (esprit de corps) menjunjung kebersamaan tindakan dan kesatuan arah tindakan.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah menurut Widjaja menyebutkan bahwa “pemerintahan daerah yang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan menurut asas otonomi (desentalisasi) dan tugas pembantuan (medebewind), diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan
(30)
pinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.6
2. Perangkat dan Penyelenggara Pemerintahan Daerah
Penyelenggara pemerintahan daerah menurut Pasal 58 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yaitu penyelenggara pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/ kota terdiri atas kepala daerah dan DPRD dibantu oleh perangkat daerah. Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintahan daerah yang disebut kepala daerah, untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut walikota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah, yang masing-masing untuk provinsi disebut wakil gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati, dan untuk kota disebut sebagai wakil walikota.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah. Perangkat daerah terdiri atas sekretariat daerah, dinas daerah, lembaga teknis daerah, dan lainnya sesuai dengan kebutuhan daerah. Susunan perangkat daerah ditetapkan dengan peraturan daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah (peraturan pemerintah).7
Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah, sedangkan perangkat daerah
6 HAW. Widjaja, Op.cit. 7 Ibid, hlm. 142
(31)
kabupaten/ kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah dan lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.
3. Kewenangan Pemerintah Daerah
Pembagian urusan pemerintahan dapat dijelaskan bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan, kecuali urusan pemerintah yang oleh undang-undang ditentukan menjadi urusan pemerintah. Urusan pemerintah ini adalah urusan pemerintahan yang mutlak menjadi kewenangannya dan urusan bidang lainnya yaitu bagian-bagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah. Urusan pemerintah meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut, pemerintah dapat menyelenggarakan sendiri, atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat pemerintahan atau wakil pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintah daerah dan/ atau pemerintah desa. Disamping itu, di luar urusan pemerintahan seperti di atas, pemerintah dapat menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan, atau melimpahkan sebagian urusan kepada gubernur selaku wakil pemerintah, atau menugaskan sebagian urusan kepada pemerintah daerah dan/ atau pemerintah desa berdasarkan asas tugas pembantuan.
(32)
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi dalam beberapa kriteria-kriteria sebagai berikut:8
a. Kriteria eksternalitas, adalah penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang timbul akibat penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan;
b. Kriteria akuntabilitas, adalah penanggung jawab penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan kedekatannya dengan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang timbul akibat penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan;
c. Kriteria efesiensi, penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan perbandingan tingkat daya guna yang paling tinggi yang dapat diperoleh.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antar susunan pemerintahan, sebagai suatu sistem antara hubungan kewenangan pemerintah, kewenangan pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah kabupaten/ kota, atau antar pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis.9
Urusan lain yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib merupakan
8 HAW. Widjaja, Op.Cit., hlm. 164. 9 Ibid.
(33)
urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan warga negara antara lain: perlindungan hal konstitusional, perlindungan kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat, ketentraman, dan ketertiban umum dalam rangka menjaga keutuhan NKRI, serta pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi internasional.10
Penyelenggaraan urusan pemerintahan merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara susunan pemerintahan, sebagai suatu sistem antara hubungan kewenangan pemerintah, kewenangan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/ kota atau antar pemerintah daerah yang saling terkait, tergantung dan sinergis. Kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada daerah dalam rangka desentralisasi harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiyaan, sarana dan prasarana yang diserahkan tersebut. 11
Setiap urusan pemerintahan senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah, terdapat bagian yang diserahkan kepada provinsi dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/ kota.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yeng secara bertahap ditetapkan oleh pemerintah. Urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. Urusan
(34)
pemerintahan yang diserahkan/ dilimpahkan kepada gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan yang didekonsentrasikan.12
Siswanto Sunarno mengemukakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah merupakan urusan dalam skala provinsi dan dalam skala kabupaten/ kota, meliputi:13
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. Penyelenggaraan tata tertib umum dan ketentraman masyarakat; d. Penanganan bidang kesehatan;
e. Penyelenggaraan pendidikan f. Penanggulangan masalah sosial; g. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;
h. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; i. Pengendalian lingkungan hidup;
j. Pelayanan pertanahan;
k. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil; l. Pelayanan administrasi umum pemerintahan; m. Pelayanan administrasi penanaman modal; n. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya;
11 Bratakusumah, Deddy S dan Dadang Solihin, 2004, Otonomi Penyelengaraab Pemerintahan
Daerah, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, hlm. 11.
12 Arenawari, Op.Cit., hlm. 49. 13 Siswanto Sunarno, Op.Cit., hlm. 35.
(35)
o. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Kewenangan provinsi sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya. Kewenangan bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota adalah kewenangan di bidang pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan dan perkebunan. Lebih lanjut dijelaskan kewenangan daerah kabupaten/ kota yaitu mencakup semua kewenangan daerah kabupaten dan daerah kota mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan. Dengan demikian, pada dasarnya seluruh kewenangan sudah berada pada daerah kabupaten dan daerah kota. Oleh karena itu, penyerahan kewenangan tidak perlu dilakukan secara aktif tetapi dilakukan melalui pengakuan oleh pemerintah.14
Untuk urusan pemerintahan yang bersifat pilihan, baik untuk pemerintah daerah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota meliputi urusan yang secara nyata ada di daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah. Urusan pemerintahan yang secara nyata ada sesuai dengan kondisi dan
(36)
kekhasan serta potensi yang dimiliki antara lain pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan dan pariwisata.15
B. Tinjauan Umum Pembentukan Daerah 1. Pembentukan Daerah
Otonomi daerah selalu menjadi perdebatan nasional yang berupaya menguji tentang validitas teori antara acceptabilty dan capability dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan. Pemerintah pusat lebih condong menghendaki dan mengutamakan capability, sedangkan pihak rakyat lebih condong kepada acceptabilty.16 Pendapat lain bahwa proses demokratisasi di Indonesia antara lain ditandai dengan adanya desentralisasi pemerintahan dengan wujud bertambahnya kewenangan daerah dalam mengatur (regeling) dan mengurus (beschikking) urusan rumah tangganya. Dengan kewenangan daerah otonom yang lebih besar maka pelayanan masyarakat akan semakin lancar dan cepat dikarenakan pemerintah daerah lebih dekat dan memahami aspirasi serta kebutuhan masyarakat.17
Desentralisasi pemerintah melalui pembentukan daerah otonom dipandang sebagai model pemerintahan yang dapat memperkokoh kesatuan dan membuat sistem pemerintahn menjadi lebih efesien dan efektif. Secara empirik pada negara-negara otokratis yang paling efektif sekalipun ternyata melaksanakan seluruh fungsi pemerintahan melalui organ pusat secara
15 Arenawati, Op.Cit., hlm. 50. 16 Siwanto Sunarno, Op.Cit., hlm. 14
(37)
langsung tidak pernah dicapai. Pemusatan dan konsentrasi kekuasaan yang berlebihan ternyata menjadi sangat tidak efesien dan kegagalan mendelegasikan kewenangan kepada pemerintah daerah akan menghambat efektifitas penyelenggaraan pemerintahan, menunjukkan rendahnya sensitivitas demokratis dan akuntabilitas.
Pembentukan daerah otonom didasarkan pada 4 (empat) tuntutan meliputi:18
a. Tuntutan hukum, yaitu Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum (rechtstaat) yang dicirikan adanya pembagian kekuasaan dan pemencaran kekuasaan (scheidingenspreiding van machten). Pembagian dan pemencaran kekuasaan tersebut sebagai upaya untuk mencegah bertumpuknya kekuasaan pada suatu pusat pemerintahan, yang akan memberikan beban pekerjaan yang harus dijalankan. Dengan pemencaran, pusat akan diringankan dalam menjalankan pekerjaan;
b. Tuntutan negara kesejahteraan, yaitu negara kesejahteraan adalah negara hukum yang memperhatikan upaya mewujudkan kesejahteraan orang banyak;
c. Tuntutan demokrasi, yaitu kerakyatan atau kedaulatan adalah demokrasi yang menghendaki partisipasi daerah otonom yang disertai badan
17 Murtir Jeddawi, Op.Cit., hlm. 1 18 Ibid
(38)
perwakilan sebagai wadah (yang memperluas) kesempatan rakyat berpartisipasi;
d. Tuntutan ke-bhinnekaan, yaitu Indonesia, baik sosial, ekonomi maupun budaya adalah masyarakat pluralistik yang mempunyai sifat dan kebutuhan yang berbeda-beda untuk mewujudkan keadilan, kesejahteraan, keamanan, tidak mungkin memaksa keseragaman. Setiap keseragaman, dapat meningkatkan gangguan terhadap keamanan, keadilan dan kesejahteraan.
Direktorat Jendral Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri menyebutkan 3 (tiga) faktor pemicu pemekaran wilayah meliputi:19
1. Terlalu luasnya wilayah
Wilayah kabupaten yang terlalu luas menjadi salah satu faktor pendorong tuntutan pemekaran wilayah. Apalagi luasnya daerah kabupaten tidak diimbangi dengan tersedianya infrastruktur jalan dan jembatan yang memudahkan akses warga dan tidak adanya upaya meretas daerah terisolir.
2. Faktor keadilan
Faktor ketidakadilan, juga menjadi faktor pemicu tuntutan pemekaran wilayah. Pihak yang mengusulkan pemekaran wilayah merasa,
19Anonim, “Pemekaran Wilayah Antara Harapan dan Tantangan” diakses dari
http://otda.kemendagri.go.id/index.php/berita-210/1330-pemekaran-wilayah-antara-harapan-dan-tanta ngan, pada 27 April 2016 pukul 16.30 WIB.
(39)
besarnya hasil pendapatan daerah tidak sebanding dengan kesejahteraan yang di dapatkan masyarakat di wilayahnya dan ini menimbulkan ketimpangan kesejahteraan antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya.
3. Lemahnya daya saing sumber daya manusia
Banyak data menunjukkan, ada daerah tertentu disebuah kabupaten mamiliki keunggulan sumber daya manusia, memiliki daya saing, mendominasi jabatan-jabatan di pemerintahan. Akibatnya ada sumber daya manusia kawasan lain merasa sulit bersaing.
Pembentukan daerah otonom baru harus didasarkan pada kebutuhan dan kemampuan daerah untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi daerah otonom yang mandiri dan maju. Bukan hanya didasarkan atas keinginan sesaat.
2. Tujuan Pembentukan Daerah
Pembentukan daerah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal. Untuk itu, pembentukan daerah harus memperhatikan berbagai faktor seperti kemampuan ekonomi. Potensi daerah, luas wilayah dan pertimbangan dari aspek sosial, budaya pertahanan dan keamanan serta pertimbangan dan syarat
(40)
lain yang memunugkinkan daerah itu dapat menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya daerah dan diberikan otonomi daerah.20
Pendapat lain menjelaskan tujuan pembentukan daerah otonom baru meliputi:21
a. Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
b. Keadilan sosial dan dapat memberikan rasa aman; c. Kepastian hukum;
d. Efektifitas dan efesiensi tugas pemerintah daerah;
e. Memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah.
Pembentukan daerah baru tersebut diharapkan dapat memunculkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, mampu meningkatkan berbagai potensi yang selama ini belum tergarap secara optimal baik potensi sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia, dapat memutus mata rantai pelayanan yang sebelumnya terpusat di satu tempat/ ibukota kabupaten atau ibukota kecamatan, memicu motivasi masyarakat untuk ikut secara aktif dalam proses pembangunan dalam rangka meningkatkan taraf hidup.
Pembentukan daerah baru adalah bagian dari proses implementasi desentralisasi yang memiliki berbagai macam tujuan yang dapat
20 Siwanto Sunarno, Op.Cit., hlm. 15
21 Restriawan, 2012, “Pemekaran Daerah Masih Perlukah?” Majalah Warta BPK RI, 6-17,
Diakses dari http://www.bpk.go.idassetsfilesmagazineedisi-04-volii-april-2012_hal_2_22_.pdf pada 27 April 2016 pukul 17.00 WIB.
(41)
diklarisifikasikan ke dalam dua variabel yakni peningkatan dan efektifitas penyelenggaraan pemerintah serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang dilakukan pemerintah sehiingga melalui otonomi daerah akan terjadi optimalisasi pelayanan publik dilakukan oleh instansi yang memiliki kedudukan yang lebih dekat dengan masyarakat sehingga keputusan-keputusan strategis dapat dibuat lebih muda, adanya penyesuaian layanan terhadap kebutuhan dan kondisi yang ada di tingkat lokal, adanya tingkat perawatan terhadap infrastruktur yang ada melalui alokasi anggaran yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada di wilayah masing-masing, adanya pengalihan fungsi-fungsi kebijakan, adanya peningkatan kompetisi dalam penyediaan layanan di antara unit-unit pemerintah dan antar sektor publik dan swasta berdasarkan arahan dari pemerintah daerah dapat menjadikan birokrasi yang lebih berorientasi pada daerah.
3. Syarat Pembentukan Daerah Kabupaten/ Kota
Pembentukan daerah harus mampu melaksanakan otonomi daerahnya sesuai dengan kondisi, potensi, kebutuhan dan kemampuan daerah yang bersangkutan. Pembentukan suatu daerah otonom baru, tidak boleh mengakibatkan daerah induk, baik daerah yang dibentuk maupun daerah yang dimekarkan atau daerah induk secara sendiri-sendiri dapat melaksanakan otonomi daerahnya sesuai ketentuan yang berlaku. Demikian
(42)
pula bagi daerah proovinsi, daerah kabupaten/ kota dapat dihapus apabila tidak mampu melaksanakan otonominya.22
Pasal 5 ayat (2) PP Nomor 78 Tahun 2007 menyebutkan pembentukan daerah kabupaten/ kota berupa pemekaran dan penggabungan harus memenuhi syarat administratif syarat teknis dan syarat fisik kewilayahan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1. Syarat Administratif
Persyaratan administratif didasarkan atas aspirasi sebagian besar masyarakat. Syarat administratif pembentukan daerah kabupaten/ kota sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah meliputi:
a. Keputusan DPRD kabupaten/ kota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/ kota yang diproses berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat;
b. Keputusan bupati/ walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/ kota;
c. Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/ kota;
d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/ kota;
(43)
e. Rekomendasi menteri, rekomendasi menteri ditetapkan berdasarkan hasil penelitian terhadap usulan pembentukan kabupaten/ kota yang dilakukan oleh tim yang dibentuk menteri. Tim dimaksud dapat bekerja sama dengan lembaga independen atau perguruan tinggi. 2. Syarat Teknis
Syarat teknis meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah. Faktor tersebut dinilai berdasarkan hasil kajian daerah terhadap indikator dalam rangka pembentukan daerah.
a. Kemampuan ekonomi
Kemampuan ekonomi Kemampuan ekonomi merupakan cerminan hasil kegiatan ekonomi dalam bentuk (1) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita; (2) Pertumbuhan ekonomi; dan (3) Kontribusi PDRB terhadap PDRB total.
b. Potensi daerah
Potensi daerah merupakan perkiraan penerimaan dari rencana pemanfaatan ketersediaan sumber daya buatan, sumber daya aparatur, serta sumber daya masyarakat yang akan digunakan untuk meningkatkan pelayanan publik yang dapat diukur dengan (1) Rasio bank dan lembaga keuangan non bank per 10.000 penduduk; (2) Rasio
(44)
kelompok pertokoan per 10.000 penduduk; (3) Rasio pasar per 10.000 penduduk; (4) Rasio sekolah SD per penduduk usia SD; (5) Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP; (6) Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA; (7) Rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk; (8) Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk; (9) Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal motor; (10) Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga; (11) Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor; (12) Persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas; (13) Persentase pekerja yang berpendidikan minimal S-1 terhadap penduduk usia 25 tahun ke atas; dan (14) Rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk.
c. Sosial budaya
Sosial budaya merupakan cerminan aspek sosial budaya yang diukur dengan (1) Rasio sarana peribadatan per 10.000 penduduk; (2) Rasio fasilitas lapangan olahraga per 10.000 penduduk; dan (3) Jumlah balai pertemuan.
d. Sosial politik
Merupakan cerminan aspek sosial politik yang diukur dengan (1) rasio penduduk yang ikut pemilu legislatif penduduk yang mempunyai hak pilih; dan (2) jumlah organisasi kemasyarakatan.
(45)
e. Kependudukan
Merupakan cerminan aspek penduduk yang diukur dengan (1) Jumlah Penduduk; dan (2) Kepadatan Penduduk.
f. Luar daerah
Merupakan cerminan sumber daya lahan/ daratan cakupan wilayah yang dapat diukur dengan (1) Luas wilayah keseluruhan; dan (2) Luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan.
g. Pertahanan
Merupakan cerminan ketahanan wilayah yang dapat diukur dengan karakter wilayah dari aspek (1) Rasio jumlah personil aparat pertahanan terhadap luas wilayah; dan (2) Karakteristik wilayah, dilihat dari sudut pandang pertahanan.
h. Keamanan
Merupakan cerminan aspek keamanan dan ketertiban daerah yang dapat diukur dengan rasio jumlah personil aparat keamanan terhadap jumlah penduduk.
i. Kemampuan keuangan
Merupakan cerminan terhadap keuangan yang dapat diukur dengan (1) Jumlah PAD; (2) Rasio PDS terhadap Jumlah Penduduk dan (3) Rasio PDS terhadap PDRB.
(46)
Merupakan cerminan terhadap tingkat pendidikan, kesehatan dan pendapatan masyarakat yang dapat diukur dengan indeks pembangunan manusia.
k. Rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan
Merupakan cerminan terhadap kedekatan jarak ke lokasi calon ibukota yang dapat diukur dengan (1) Rata-rata jarak kabupaten/ kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (ibukota provinsi atau ibukota kabupaten); dan (2) Rata-rata waktu perjalanan dari kabupaten/ kota atau kecamatan ke pusat pemerintahan (ibukota provinsi atau ibukota kabupaten).
Setiap faktor dan indikator tersebut diatas dinilai dan mempunyai bobot yang berbeda-beda sesuai dengan perannya dalam pembentukan daerah otonom yang di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
4. Tahapan Pembentukan Daerah Kabupaten/ Kota
Aturan mengenai tata cara pembentukan daerah, baik yang diatur dalam PP No. 129/2000 maupun PP No. 78 Tahun 2007 sangat kental menekankan kuatnya dukungan dan inisiatif daerah dalam proses inisiasi pembentukan daerah. Hal ini terlihat jelas jika kita mengikuti alur proses inisiasi pemekaran daerah sesuai dengan Pasal 14 sampai Pasal 21 PP No. 78 Tahun 2007.
(47)
Secara garis besar, pembentukan suatu daerah otonom baru dapat disimpulkan menjadi dua tahapan yaitu: Proses/ tahapan yang dijalankan oleh daerah yaitu yang tejadi di calon daerah otonom baru, yang terjadi di pemerintahan daerah kabupaten induk, dan yang terjadi di pemerintah provinsi, serta proses/ tahapan yang dijalankan di pusat.
1. Proses yang dijalankan oleh daerah
Gambar 1
Proses Pengusulan Pemekaran Wilayah di Tingkat Daerah
Sumber: Diolah dari Pasal 14 sampai 27 PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.
a. Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk keputusan BPD untuk desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah kabupaten/ kota yang akan dimekarkan;
(48)
b. DPRD kabupaten/ kota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi dalam bentuk keputusan DPRD berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang diwakili oleh BPD untuk desa atau nama lain dan Forum Komunikasi Kelurahan untuk kelurahan atau nama lain;
c. Bupati/ walikota memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi dalam bentuk keputusan bupati/ walikota berdasarkan hasil kajian daerah;
d. Bupati/ walikota mengusulkan pembentukan kabupaten/ kota kepada gubernur untuk mendapatkan persetujuan dengan melampirkan: 1) Dokumen aspirasi masyarakat di calon kabupaten/ kota; 2) Hasil kajian daerah;
3) Peta wilayah calon kabupaten/ kota; dan
4) Keputusan DPRD kabupaten/ kota dan keputusan bupati/ walikota.
e. Gubernur selaku kepala daerah provinsi memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan kabupaten/ kota berdasarkan evaluasi terhadap kajian daerah;
f. Gubernur menyampaikan usulan pembentukan calon kabupaten/ kota kepada DPRD provinsi;
g. DPRD provinsi memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan kabupaten/ kota; dan
(49)
h. Dalam hal gubernur menyetujui usulan pembentukan kabupaten/ kota, gubernur mengusulkan pembentukan kabupaten/ kota kepada presiden melalui menteri dengan melampirkan:
1) Dokumen aspirasi masyarakat di calon kabupaten/ kota; 2) Hasil kajian daerah;
3) Peta wilayah calon kabupaten/ kota;
4) Keputusan DPRD kabupaten/ kota dan keputusan bupati/ walikota;
5) Keputusan DPRD provinsi dan keputusan gubernur. 2. Proses yang dijalankan oleh pusat
Inisiasi atau lahirnya keinginan pemekaran haruslah berasal dari daerah, baik dari daerah induk maupun dari masyarakat yang berada di wilayah yang akan dijadikan daerah otonom sendiri terpisah dengan daerah induknya. Pemerintah pusat dalam hal ini hanya merespon usulan pemekaran yang diajukan. Proses yang dijalankan oleh pusat sebagai respon atas usulan pemekaran adalah sebagai berikut:
a. Dengan memperhatikan usulan gubernur, menteri dalam negeri dan otonomi daerah memproses lebih lanjut dan dapat menugaskan tim untuk melakukan observasi ke daerah yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD); b. Berdasarkan rekomendasi tersebut, ketua DPOD meminta tanggapan para anggota DPOD dan dapat menugaskan tim teknis sekretariat
(50)
dewan pertimbangan otonomi daerah ke daerah untuk melakukan penelitian lebih lanjut;
c. Para anggota DPOD memberikan saran dan pendapat secara tertulis kepada Ketua DPOD;
d. Berdasarkan saran dan pendapat DPOD, usul pembentukan suatu daerah diputuskan dalam rapat anggota DPOD;
e. Apabila berdasarkan hasil keputusan rapat anggota DPOD menyetujui usul pembentukan daerah, menteri dalam negeri dan otonomi daerah selaku ketua DPOD mengajukan usul pembentukan daerah tersebut beserta Rancangan Undang-undang Pembentukan Daerah kepada Presiden;
f. Apabila presiden menyetujui usul dimaksud, Rancangan Undang-undang Pembentukan Daerah disampaikan kepada DPR-RI untuk mendapat persetujuan;
g. Pengesahan undang-undang tentang pembentukan daerah.
Setelah undang-undang pembentukan daerah diundangkan, pemerintah melaksanakan peresmian daerah dan melantik penjabat kepala daerah. Peresmian daerah dilaksanakan paling lama 6 (enam) bulan sejak diundangkannya undang-undang tentang pembentukan daerah.
(51)
C. Tinjauan Umum Aset dan Barang Milik Daerah 1. Aset
Pengertian aset secara umum adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersil (commercial value), atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu”. Sedangkan menurut Dadang Suwanda aset adalah barang yang dalam pengertian hukum disebut benda, yang terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak, baik yang berwujud (tangible) maupun yang tidak berwujud (intangible), yang tercakup dalam aktiva/ kekayaan atau harta kekayaan dari suatu instansi, organisasi, badan usaha atau individu perorangan.23
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) menjelaskan aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/ atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/ atau sosial dimasa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Makna dari kata manfaat ekonomi diatas, merupakan potensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, bagi
23 Dadang Suwanda, 2015, Optimalisasi Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Bandung,
(52)
kegiatan operasional pemerintah, berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah.
Aset tersebut dalam PSAP (Pernyataan Standar Akutansi Pemerintahan) terdiri dari:
1) Aset lancar: kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang dan persediaan.
Suatu aset dikategorikan lancar jika diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan atau berupa kas dan setara kas. 2) Investasi jangka panjang
Investasi merupakan aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi seperti bunga, dividen dan royalty atau manfaat sosial, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan pada masyarakat. Investasi pemerintah dibagi atas dua yaitu investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek termasuk dalam kelompok aset lancar sedangkan investasi jangka panjang masuk dalam kelompok aset nonlancar.
3) Aset tetap: Tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, Jalan, irigasi dan jaringan, aset tetap lainnya dan konstruksi dalam pengerjaan.
Merupakan aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
(53)
4) Aset lainnya, terdiri atas aset tak berwujud, tagihan penjualan angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, aset kerjasama dengan pihak ketiga (kemitraan) dan kas yang dibatasi penggunaannya. Aset lainnya merupakan aset pemerintah yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap dan dana cadangan.
Aset tak berwujud yang tercakup dalam aset lainnya meyangkut hal ini secara khusus tidak disebut dalam peraturan perundang-undangan. Aset ini dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang dan jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya. Aset tak berwujud diantaranya berupa lisensi dan
franchise, hak cipta (copyright). Paten dan hak lainya serta hasil kajian/ penelitian, bagaimanapun tetap perlu dilakukan penatausahaannya untuk keperluan pengelolaan barang milik daerah dalam rangka perencanaan kebutuhan, pengadaan dan pengendalian serta pembinaan aset/ barang daerah. 2. Barang Milik Daerah
Pengertian barang milik daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun yang berasal dari perolehan lain yang sah baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak beserta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya. Barang milik daerah sebagaimana dimaksud terdiri dari:
(54)
a. Barang yang dimiliki oleh pemerintah daerah yang penggunaannya berada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/ instansi/ lembaga/ pemerintah daerah yang lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Barang yang dimiliki oleh perusahaan daerah atau badan usaha milik daerah lainnya yang status barangnya dipisahkan.
Barang milik daerah yang dipisahkan adalah barang daerah yang pengelolaanya berada pada perusahaan daerah atau badan usaha milik daerah lainnya yang anggarannya dibebankan pada anggaran perusahaan daerah atau badan usaha milik daerah lainnya. Sedangkan barang milik daerah bersumber dari:
a. Pembentukan daerah otonom berdasarkan Undang-Undang; b. Pembelanjaan APBN/ APBD;
c. Sumbangan dalam/ luar negeri; d. Sumbangan pihak ke III (tiga); e. Penyerahan dari pemerintah pusat; f. Fasilitas sosial dan fasilitas umum; g. Swadaya masyarakat; dan
h. Semua barang yang secara hukum dikuasai pemerintah daerah.
Barang milik daerah digolongkan berupa barang persediaan dan barang inventasis. Barang persediaan adalah barang yang segera direalisasikan, dipakai atau dimiliki dalam waktu maksimal 1 Tahun sejak tanggal
(55)
pelaporan. Sedangkan barang inventaris adalah barang yang penggunaannya lebih dari 1 (satu) tahun yang terdiri dari tanah, peralatan, mesin, gedung, bangunan, jalan, irigasi, jaringan, aset tetap lainnya serta konstruksi dalam pengerjaan. Lingkup aset dan penggolongan barang milik daerah dalam hal tersebut barang milik daerah merupakan bagian dari aset pemerintah daerah yang berwujud yang tercakup dalam aset lancar dan aset tetap.
3.Pengelolaan Aset/ Barang Milik Daerah
Pengelolan aset/ barang milik daerah merupakan rangkaian kegiatan meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: 24
a. Perencanaan
Pada tahap ini dilakukan bebarapa kegiatan sebagai berikut: 1)Identifikasi dan inventarisasi aset;
2)Legal audit;
3)Valuation (penilaian);
4)Studi potensi ekonomi dan optimalisasi aset. b. Pemanfaatan
1)Digunakan untuk kepentingan langsung operational pemda; 2)Dikerjasamakan (diguna-usakan) dengan pihak ketiga. c. Evaluasi dan Monitoring
Meliputi beberapa kegiatan sebagai berikut:
(56)
b. Pembaruan (up-date)data base; c. Penambahan atau penjualan aset;
d. Penyelesaian seluruh kewajiban yang berhubungan dengan keberadaan aset.
Pengelolaan aset/ barang milik daerah ini sebagai salah satu unsur penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat tersebut dilakukan dengan memperhatikan asas pengelolaan aset/ barang milik daerah sebagai berikut:25
a. Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dibidang pengelolaan barang milik daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengelola barang dan kepala daerah sesuai fungsi, wewenang dan tanggungjawab masing-masing;
b. Asas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan; c. Asas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik
daerah harus transparansi terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar;
d. Asas efesiensi, yaitu pengelolaan barang milik daerah diarahkan agar barang milik daerah digunakan sesuai batasan-batasan agar standar
24 Siregar, Op.Cit., hlm. 560.
(57)
kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pmerintah secara optimal;
e. Asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik daerah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat;
f. Asas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang nilik daerah harus didukuung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah serta penyusunan neraca pemerintah daerah.
4. Wewenang dan Tanggung Jawab Pejabat Pengelolaan Aset/ Barang Milk Daerah
a. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Barang Milik Daerah
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah kepala daerah merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah yang berwenang dan bertanggungjawab atas pembinaan dan pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah. Kepala daerah sebagai pemegang kekuasan pengelolaan BMD mempunyai kewenangannya sebagai berikut:
1) Menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah;
2) Menetapkan penggunaan, pemanfaatan, atau pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/ atau bangunan;
3) Menetapkan kebijakan pengamanan dan pemeliharaan barang milik daerah;
(58)
4) Menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik daerah;
5) Mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD); 6) Menyetujui usul pemindahtanganan, pemusnahan, dan penghapusan
barang milik daerah sesuai batas kewenangannya;
7) Menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah berupa sebagian tanah dan/ atau bangunan dan selain tanah dan/ atau bangunan; dan 8) Menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk kerja
sama penyediaan infrastruktur. b. Pengelola Barang Milik Daerah
Pasal 5 ayat (3) PP No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah, pengelola barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan barang milik negara/ daerah. Pengelolaan barang milik daerah dilakukan oleh sekertaris daerah. Sekretaris daerah selaku pengelola, berwenang dan bertanggungjawab sebagai berikut:
1) Meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah; 2) Meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/ perawatan
barang milik daerah;
3) Mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan gubernur/ bupati/ walikota;
(59)
4) Mengatur pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan penghapusan barang milik daerah;
5) Mengatur pelaksanaan pemindahtanganan barang milik daerah yang telah disetujui oleh gubernur/ bupati/ walikota atau dewan perwakilan rakyat daerah;
6) Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik daerah; dan
7) Melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik daerah.
Siswanto Sunarno memberikan penjelasan mengenai pejabat pengelola barang milik daerah adalah sebagai berikut:26
1) Kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelola keuangan maupun pengelola barang daerah berwenang dan bertanggung jawab atas pembinaan dan pelaksanaan serta tertib administrasi baik keuangan maupun barang nilik daerah.
2) Sekertariat daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah berkaitan dengan peran dan fungsinya dalam membantu kepala daerah menyusun kebijakan dan mengkordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah termasuk pengelolaan keuangan daerah.
3) Kepala SKDP selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) maupun pejabat pengelola barang milik daerah.
(60)
c. Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang
Pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik negara/ daerah. Sedangkan kuasa pengguna barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
Kepala biro/ bagian perlengkapan/ umum/ unit pengelola BMD bertanggung jawab mengkoordinir penyelenggaraan pengelolaan BMD yang ada pada masing-masing SKPD. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pengguna BMD, berwenang dan bertanggung jawab:27
1) Mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik daerah bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
2) Mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban anggaran pendapatan dan belanja daerah dan perolehan lainnya yang sah;
3) Melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
26 Siswanto Sunarno, Op.Cit., hlm. 20.
27 Pasal 8 ayat (2) PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/
(61)
4) Menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
5) Mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
6) Mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/ atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan barang milik daerah selain tanah dan/ atau bangunan;
7) Menyerahkan barang milik daerah berupa tanah dan/ atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain, kepada gubernur/ bupati/ walikota melalui pengelola barang;
8) Mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah; 9) Melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya; dan
10) Menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran dan laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam penguasaannya kepada pengelola barang.
(62)
5.Mekanisme Penyerahan Aset/ Barang Milik Daerah
Penyerahan aset daerah kepada daerah yang baru dibentuk diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah (PP 78 Tahun 2007) yakni tercantum pada penjelasan Pasal 5 dan juga pada Pasal 33 dan Pasal 34 PP No. 78 Tahun 2007. Dalam penjelasan Pasal 5 PP 78 Tahun 2007 disebutkan bahwa: “Aset kabupaten/ kota berupa barang yang tidak bergerak dan lokasinya berada dalam cakupan wilayah calon kabupaten/ kota wajib diserahkan seluruhnya kepada calon kabupaten/ kota, sedangkan aset yang bergerak disesuaikan dengan kebutuhan calon kabupaten/ kota.” Adapun pada pasal 33 dan pasal 34 disebutkan sebagai berikut:
Pasal 33
(1) Aset provinsi dan kabupaten/ kota induk yang bergerak dan tidak bergerak serta utang piutang yang akan diserahkan kepada provinsi baru dan kabupaten/ kota baru, dibuat dalam bentuk daftar aset.
(2) Aset provinsi dan kabupaten induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diserahkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak peresmian provinsi baru dan kabupaten/ kota baru.
(3) Dalam hal aset daerah kabupaten induk yang bergerak dan tidak bergerak serta utang piutang yang akan diserahkan kepada kota yang baru dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4), dapat diserahkan secara bertahap dan paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak ditetapkannya ibukota kabupaten induk yang baru.
(63)
Pasal 34
(1) Pelaksanaan penyerahan aset provinsi induk kepada provinsi baru difasilitasi oleh Menteri.
(2) Pelaksanaan penyerahan aset daerah induk kepada kabupaten/ kota baru difasilitasi oleh gubernur dan bupati/ walikota kabupaten/ kota induk. (3) Tata cara pelaksanaan penyerahan aset daerah induk sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan penyerahan aset/ barang milik daerah ini kemudian diatur secara khusus dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyerahan Barang dan Hutang Piutang pada Daerah yang Baru Dibentuk (Kepmendagri No. 42 Tahun 2001). Berdasarkan ketentuan tersebut, barang milik daerah atau yang dikuasai dan atau yang dimanfaatkan oleh pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/ kota induk yang lokasinya berada dalam wilayah daerah yang baru dibentuk, wajib diserahkan dan menjadi milik daerah yang baru dibentuk. Begitupun dengan hutang piutang daerah induk yang berkaitan dengan urusan yang telah menjadi wewenang daerah dan penggunaan atau pemanfaatannya berada dalam wilayah daerah yang baru dibentuk, wajib diserahkan dan menjadi hak, kewajiban serta tanggung jawab daerah yang baru dibentuk.
Hutang piutang yang dimaksud meliputi hutang piutang jangka pendek dan jangka panjang, sedangkan barang daerah yang di maksud meliputi:
(64)
a. Tanah, bangunan dan barang tidak bergerak lainnya; b. Alat angkutan bermotor dan alat besar;
c. Barang bergerak lainnya termasuk perlengkapan kantor, arsip, dokumentasi dan perpustakaan.
Pengalihan barang daerah atau hutang piutang kepada daerah yang baru dibentuk, maka terlebih dahulu dilaksanakan inventarisasi bersama, baik administrasi maupun fisik. Barang daerah atau hutang piutang yang termasuk dalam daftar barang inventaris, daftar hutang dan daftar piutang pemerintah propinsi atau pemerintah kabupaten/ kota induk, sebelum ditetapkan penghapusannya harus dimintakan persetujuan DPRD. Daftar barang inventaris dan hutang piutang yang telah mendapat persetujuan dari DPRD tersebut, ditetapkan penghapusannya dengan keputusan kepala daerah.
Penghapusan sebagaimana dimaksud di atas kemudian daerah induk melakukan serah terima barang daerah atau pengalihan hak serta kewajiban atas hutang piutang dengan daerah yang baru dibentuk yang dituangkan dalam bentuk berita acara serah terima. Berdasarkan berita acara serah terima, maka pemerintah daerah induk mencatat penghapusan barang daerah pada buku induk inventaris barang dan hutang piutang yang telah diserahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan daerah yang baru dibentuk mencatat barang daerah dan hutang piutang yang diterima pada buku inventaris barang, daftar hutang dan daftar piutang.
(65)
Pembiayaan yang diperlukan dalam pelaksanaan inventarisasi penyerahan barang dan pengalihan hak serta kewajiban atas hutang piutang tersebut menjadi beban APBD daerah induk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyerahan barang daerah dan pengalihan hak serta kewajiban atas hutang piutang tersebut, dilaporkan kepada menteri dalam negeri, dan pelaksanaan penyerahannya dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal peresmian propinsi/ kabupaten/ kota yang baru dibentuk. Bagi daerah yang pelaksanaan penyerahan barang dan atau hutang piutang telah melebihi 1 (satu) tahun sejak peresmian propinsi/ kabupaten/ kota, diselesaikan paling lambat 6 (enam) bulan sejak ditetapkan kepmendagri tersebut.
Aset daerah kabupaten induk yang bergerak dan tidak bergerak serta utang piutang yang akan diserahkan kepada kota yang baru dibentuk yang cakupan wilayahnya merupakan ibukota kabupaten, penyerahannya dapat dilakukan secara bertahap dan paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak ditetapkannya ibukota kabupaten induk yang baru.
(66)
51
Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris (yuridis sosiologis). merupakan penelitian yang menggunakan fakta-fakta empiris yang diambil dari perilaku manusia1 yaitu dengan memahami bagaimana proses pemidahtanganan benda milik pemerintah Kabupaten Mamuju kepada Kabupaten Mamuju Tengah.
B. Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan bahan penelitian yang berupa fakta-fakta empiris sebagai perilaku maupun hasil perilaku manusia. Baik dalam bentuk perilaku verbal perilaku nyata, maupun perilaku yang terdokumentasi dalam berbagai hasil perilaku atau catatan catatan (arsip). Sedangkan data sekunder merupakan bahan hukum dalam penelitian yang diambil dari studi kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum.2
C. Lokasi Penelitian dan Cara Penggambilan Data Primer 1.Lokasi Penelitian
1 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm. 280.
(67)
Penelitian ini dilakukan di dua daerah yaitu Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Mamuju Tengah.
2.Cara Pengambilan Data
Data primer dalam penelitian ini akan diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara.
3.Narasumber
Untuk memperoleh informasi dan data yang diperlukan peneliti melakukan wawancara terhadap beberapa narasumber yaitu:
a. Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Mamuju;
b. Sekretaris Daerah Kabupaten Mamuju; dan
c. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupetan Mamuju.
D. Tempat Pengambilan Data Sekunder
Data sekunder dan bahan hukum dalam penelitian ini diambil dari:
1. Berbagai perpustakaan baik daerah, nasional maupun perguruan tinggi.
2. Pusat data dari lembaga/ instansi pemerintah yang terkait dengan objek penelitian.
(68)
3. Artikel-artikel di internet yang berkaitan dengan penelitian ini.
E.Teknik Analisis Data
Data yang sudah dikumpulkan dalam menganalisis, baik data primer dan data sekunder, penulis akan menggunakan analisis secara kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menggambarkan, menguraikan, dan menjelaskan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian yang di lakukan oleh penulis, sehingga nantinya diharapkan mampu memberikan gambaran secara jelas.
(69)
54
A. Gambaran Umum Kabupaten Mamuju Tengah
Kabupaten Mamuju Tengah terletak d Provinsi Sulawesi Barat pada posisi 10 47’ 82” – 20 17’ 31 “ Lintang Selatan dan 1990 24’ 08” Bujur Timur. Kabupaten Mamuju Tengah yang beribukota di Tobadak, berbatasan dengan Kabupaten Mamuju Utara di sebelah Utara dan Provinsi Sulawesi Selatan di sebelah Timur, Kabupaten Mamuju di sebelah Selatan serta Selat Makassar di sebelah Barat.
Kabupaten Mamuju Tengah yang terdiri dari 5 Kecamatan memiliki luas wilayah 3014,37 km2. Kecamatan Karossa adalah kecamatan terluas dengan luas 1093,54 km2 atau 36,28 persen dari seluruh wilayah Kabupaten Mamuju Tengah. Kecamatan Pangale dengan luas wilayah sebesar 115.69 km2 atau 3,84 persen dari total luas wilayah Kabupaten Mamuju Tengah, merupakan kecamatan terkecil di Kabupaten Mamuju Tengah.1
Mamuju Tengah merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Mamuju yang disahkan dalam sidang paripurna DPR RI pada 14 Desember 2012 di gedung DPR RI tentang Rancangan Undang-Undang Daerah Otonomi Baru (DOB). Dilihat dari aspek historis, sejarah perjuangan pembentukan Mamuju
1 Badan Pusat Statistik Kabupaten Mamuju, “Mamuju Tengah dalam Angka” diakses dari
http://mamujukab.bps.go.id/web2015/website/pdf_publikasi/dda%20mateng%202015wm.pdf pada 20 April 2016 Pukul 14.00 WIB
(70)
Tengah sudah dimulai sejak tahun 1963 denga nama Kabupaten Bupas (Budong-Budong Pasangkayu) yang merupakan gabungan dari dua wilayah yakni wilayah Budong-Budong dan wilayah Pasangkayu. Namun dalam perjalanannya, wilayah Pasang Kayu sudah menjadi Kabupaten sendiri terlebih dahulu yakni Kabupaten Mamuju Utara. Sehingga dengan demikian keinginan membentuk wilayah Budong-Budong menjadi kabupaten sendiri menjadi aspirasi masyarakat yang kuat dari masyarakat setempat.
Luasnya Kabupaten Mamuju menjadikan rentang kendali antar wilayah menjadi lebih panjang. Oleh karenanya pembentukan kabupaten Mamuju Tengah diharapkan memperpendek rentang kendali pelayanan terhadap masyarakat. Kabupaten Mamuju Tengah mempunyai potensi untuk berbagai jenis komoditi pertanian dan perkebunan. Hasil komoditi pertanian yang menjadi unggulan selain padi adalah buah jeruk, rambutan, durian, mangga, dan pisang. Sedangkan untuk perkebunan, komoditi unggulan adalah kelapa sawit, kakao (coklat) dan kelapa hybrid. Disamping itu juga terdapat jenis bahan tambang seperti tembaga, tanah liat dan pasir besi.
Jumlah penduduk Kabupaten Mamuju Tengah pada tahun 2014, berjumlah 118.188 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata pertahun (2010-2014) sebesar 2,78 persen. Dari 5 kecamatan, Kecamatan Topoyo merupakan jumlah penduduk terbesar, yaitu sekitar 29.271 jiwa. Sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Pangale sebesar 12.311 jiwa.
(71)
Kepadatan penduduk Kabupaten Mamuju Tengah pada tahun 2014 adalah 42 jiwa per km2, atau terdapat sekitar 39 jiwa setiap 1 km2. Kecamatan terpadat adalah Kecamatan Pangale, dengan tingkat kepadatan 106 jiwa per km2, ssedangkan Karossa mennjadi kecamatan yang paling sepi, hanya terdapat sekitar 22 jiwa per km2.2
B. Proses Penyerahan Aset Daerah Kabupaten Mamuju kepada Kabupaten Mamuju Tengah
Penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia salah satunya bermula pada maraknya pembentukan daerah-daerah otonomi baru, karena salah satu bagian yang diamanatkan oleh undang-undang otonomi daerah ialah aturan mengenai (kemungkinan dilakukannya) pembentukan daerah otonomi baru dengan cara pemekaran ataupun penggabungan beberapa daerah. Secara singkat, pembentukan daerah ini dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat dan memperpendek (efektifitas dan efisiensi) pelayanan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan yang ada diwilayahnya.
Pembentukan daerah otonom baru ini tentunya berdampak dalam berbagai bidang, salah satunya berdampak pada kedudukan aset yang berada di daerah otonom baru tersebut. Dimana untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan pada daerah yang baru dibentuk tersebut, perlu segera dilakukan penyerahan aset/ barang milik daerah dan pengalihan hak serta
(72)
tanggung jawab atas hutang piutang dari provinsi/ kabupaten/ kota induk daerah yang baru dibentuk.
Penyerahan aset daerah kepada daerah yang baru dibentuk ini diatur dalam Pasal 5, Pasal 33 dan Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah (mengganti PP 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah), serta diatur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Penyerahan Barang dan Hutang Piutang Pada Daerah yang Baru Dibentuk. Dalam aturan tersebut dikatakan bahwa aset/ barang milik daerah/ utang piutang yang dikuasai atau dana yang dimanfaatkan oleh pemerintah provinsi atau pemeritah kabupaten/ kota induk yang lokasinya berada dalam wilayah daerah yang baru dibentuk, wajib diserahkan dan menjadi milik daerah yang baru dibentuk, begitupun hutang piutang. Penyerahan ini dilakukan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak peresmian provinsi/ kabupaten/ kota yang baru dibentuk.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2013 tentang Pembentukan Kabupaten Mamuju Tengah juga mengatur secara khusus mengenai penyerahan aset daerah Kabupaten Mamuju kepada Kabupaten Mamuju Tengah yakni dalam Pasal 14 yaitu:
(1) Bupati Mamuju bersama Pejabat Bupati Mamuju Tengah mengatur dan melaksanakan pemindahan personil, penyerahan aset serta dokumen
(73)
kepada Pemerintahn Kabupaten Mamuju Tengah sesuai dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Mamuju dan Bupati Mamuju.
(2) Pemindahan personil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat (enam) bulan sejak pelantikan Pejabat Bupati Mamuju Tengah.
(3) Penyerahan aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak pelantikan Pejabat Bupati Mamuju Tengah.
(4) Personil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi pegawai negeri sipil yang karena tugas dan kemampuannya diperlukan oleh kabupaten Mamuju Tengah.
(5) Gubernur Sulawesi Barat mengoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan personil, penyerahan aset dan dokumen kepada Kabupaten Mamuju Tengah.
(6) Gaji dan tunjangan pegawai sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (4), selama belum ditetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Mamuju Tengah, dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja dari asal satuan kerja personel yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(7) Aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) meliputi:
a. Barang milik Kabupaten Mamuju yang bergerak dan tidak bergerak dan/ atau yang dikuasai atau dimanfaatkan oleh Pemerintah kabupaten mamuju Tengah yang berada dalam wilayah kabupaten Mamuju Tengah;
b. Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Mamuju yang berkedudukan, kegiatan dan lokasinya berada di Kabupaten mamuju Tengah
c. Utang piutang Kabupaten Mamuju yang digunakan untuk Kabupaten Mamuju Tengah menjadi tanggungjawab Kabupaten Mamuju Tengah; dan
d. Dokumen dan arsip yang karena sifatnya diperlukan oleh Kabupaten Mamuju Tengah.
(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (7) tidak dilaksanakan atau belum selesai dilaksanakan oleh Bupati Mamuju, Gubernur Sulawesi Barat selaku wakil Pemerintah wajib menyelesaikan dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun.
(9) Pelaksanaan pemindahan personel dan penyerahan aset serta dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Gubernur Sulawesi Barat kepada Menteri Dalam Negeri.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)