Kecacatan Tingkat Dua Pada Penderita Kusta Multibasiler Yang Telah Menyelesaikan Pengobatan (Release From Treatment)

Laporan Kasus
KECACATAN TINGKAT DUA PADA PENDERITA KUSTA MULTIBASILER YANG TELAH MENYELESAIKAN PENGOBATAN (RELEASE FROM TREATMENT) dr. Riana Miranda Sinaga, SpKK
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN 2013
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI DAFTAR ISI ............................................................................................................................. i PENDAHULUAN ....................................................................................................................1 LAPORAN KASUS ..................................................................................................................2 DISKUSI ...................................................................................................................................3 DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................6
Universitas Sumatera Utara

KECACATAN TINGKAT DUA PADA PENDERITA KUSTA MULTIBASILER YANG TELAH MENYELESAIKAN PENGOBATAN (RELEASE FROM TREATMENT)
PENDAHULUAN
Kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Kusta terutama menyerang saraf tepi, namun juga dapat menyerang kulit dan organ lainnya seperti mata, mukosa saluran nafas atas, otot, tulang, dan testis kecuali susunan saraf pusat.1-3
Prevalensi kusta di dunia diperkirakan kurang dari 1 kasus per 10.000 populasi.4 Diperkirakan jumlah penderita baru kusta di dunia pada tahun 2006 adalah sekitar 259.017. Dari jumlah tersebut paling banyak terdapat di regional Asia Tenggara (174.118), diikuti regional Amerika (47.612), regional Afrika (27.902) dan sisanya berada di regional lain di dunia.5
Diagnosis dari kusta adalah dijumpainya satu atau lebih tiga tanda kardinal yaitu; 1) Kelainan kulit berupa hipopigmentasi atau eritematosa yang mati rasa, 2) Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf akibat peradangan kronis saraf tepi, gangguan ini dapat berupa mati rasa apabila mengenai fungsi sensoris, kelemahan otot atau kelumpuhan apabila mengenai fungsi motoris dan kulit kering dan retak apabila mengenai fungsi otonom, 3) Adanya bakteri tahan asam didalam kerokan jaringan kulit.3,5
Menurut WHO, cacat pada kusta dibagi menjadi tiga tingkat yakni tingkat 0,1, dan 2. Cacat tingkat 0 berarti tidak dijumpai adanya cacat. Cacat tingkat 1 berarti adanya cacat yang disebabkan oleh kerusakan saraf sensoris. Cacat tingkat 2 berarti adanya cacat atau kerusakan yang terlihat.5 Cacat tingkat 2 pada kaki yang paling serius adalah ulkus. Ulkus ini 70% terjadi dibagian depan telapak kaki dan 30% ditumit dan pinggir luar telapak kaki. Hal ini disebabkan karena bagian depan kaki adalah bagian yang paling besar tertekan untuk memberi daya dorong saat orang berjalan, dimana tekanan memiliki peranan penting dalam terjadinya ulkus.4
Prinsip perawatan cacat bertujuan untuk mencegah timbulnya cacat yang lebih lanjut dan mencegah agar cacat tidak kambuh kembali. Dapat dilakukan dengan 3M yaitu 1.Memeriksa yaitu sering berhenti dan memeriksa kaki dengan teliti apakah ada luka atau lecet yang sekecil apapun, 2. Melindungi yaitu melindungi kaki dari benda yang panas, kasar
Universitas Sumatera Utara

ataupun tajam, dengan memakai alas kaki dan mencegah luka dengan membagi tugas rumah tangga supaya orang lain mengerjakan bagian yang berbahaya bagi kaki yang mati rasa, 3.Merawat luka yaitu jika ada luka, memar atau lecet sekecil apapun, rawatlah dan istirahatkan bagian kaki tersebut sampai sembuh.5
Jika pada penderita kusta yang sudah menyelesaikan pengobatan (RFT) kemudian mendapat luka atau ulkus pada telapak kakinya seringkali penderita berfikir bahwa penyakit kustanya kambuh kembali. Hal tersebut tidaklah benar. Luka pada kaki yang mati rasa tersebut bukanlah disebabkan oleh Mycobacterium leprae oleh karena itu pemberian MDT tidak perlu diulangi.5
LAPORAN KASUS

Seorang wanita, 58 tahun, datang ke poliklinik kusta RSUP.H.Adam Malik Medan pada tanggal 22 Oktober 2008 dengan keluhan borok tanpa disertai rasa sakit pada telapak kaki kanan sejak 6 bulan yang lalu. Awalnya hanya berupa luka kecil akibat tertusuk duri sewaktu membersihkan halaman yang semakin lama semakin melebar hingga membentuk borok, namun karena tidak sakit tidak diobati oleh penderita. Sebelumnya penderita pernah berobat ke puskesmas dan dinyatakan menderita kusta, serta telah diberi pengobatan dengan memakan 12 papan obat yang dimakan secara teratur selama 12 bulan dan telah menyelesaikan pengobatannya sekitar 2 tahun yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik, didapat keadaan umum dan status gizi baik dan suhu tubuh afebris. Pada pemeriksaan dermatologis dijumpai ulkus dengan ukuran 1,5 x 2,5 cm, dengan dasar yang bersih dan pinggir yang menebal pada regio plantaris dekstra serta dijumpai mutilasi pada digiti I&V pedis dekstra. Pada pemeriksaan saraf tepi pembesaran N. tibialis posterior dekstra positif, nyeri tekan negatif. Pada pemeriksaan fungsi sensoris pada telapak kaki kanan dijumpai anestesi, ballpoint test menunjukkan hasil negatif. Pada pemeriksaan fungsi motoris dijumpai kekuatan otot pada regio pedis dekstra sedang.
Pada pemeriksaan bakteriologis yang diambil dari cuping telinga kanan dan kiri tidak dijumpai kuman kusta (BTA negatif). Pemeriksaan laboratorium dijumpai hemoglobin 13,6 gr%, leukosit 10,400/ul, laju endap darah (LED) 15 mm/jam, hitung jenis 1/0/1/86/9/3, KGD ad random 128 gr/dl, pemeriksaan urin dan feses dalam batas normal.
Universitas Sumatera Utara

Pasien didiagnosis banding dengan cacat kusta tingkat 2 pada penderita kusta multibasiler yang telah menyelesaikan pengobatan, ulkus diabetik. Dengan diagnosis kerja cacat kusta tingkat 2 pada penderita kusta multibasiler yang telah menyelesaikan pengobatan.
Penatalaksanaan pada pasien ini diajarkan cara perawatan ulkus yaitu ulkus dibersihkan dengan sabun, kemudian ulkus direndam dalam air selama 20-30 menit, kemudian digosok bagian pinggir luka yang menebal dengan batu apung & jaringan nekrotik dibuang. Setelah dikeluarkan dari air diberi minyak atau pelembab pada bagian kaki yang tidak luka (untuk mengurangi kekeringan kulit) kemudian dibalut (pembalutan luka diganti dua kali sehari) lalu pada bagian kaki tersebut diistirahatkan (jangan diinjak pada waktu berjalan, berjalanlah pincang, atau pakai tongkat) serta dianjurkan untuk memakai alas kaki yang lembut dan selalu menghindar benda-benda panas, tajam dan kasar yang dapat menimbulkan luka baru maupun memperberat kondisi luka yang telah ada. Kontrol ulang 1 bulan kemudian, tampak ulkus pada kaki mulai membaik, perawatan ulkus tetap diteruskan.
Kontrol ulang 3 bulan kemudian, ulkus sudah tidak tampak lagi. Kepada pasien diajarkan cara pencegahan cacat dengan prinsip 3M yaitu Memeriksa kaki secara teratur, Melindungi kaki dari trauma fisik, dan Merawat kaki yang terluka sampai sembuh.
Prognosis quo ad vitam bonam, quo ad functionam dubia, quo ad sanationam dubia.
DISKUSI
Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan dermatologis.
Dari anamnesis ditemukan bahwa penderita mengalami borok tanpa disertai rasa sakit pada telapak kaki kanan sejak 6 bulan yang lalu. Awalnya hanya berupa luka kecil akibat tertusuk duri yang semakin lama semakin melebar hingga membentuk borok, namun karena tidak sakit tidak diobati oleh penderita. Dijumpai riwayat penyakit kusta dengan riwayat pengobatan dengan memakan 12 papan obat yang dimakan secara teratur selama 12 bulan dan telah menyelesaikan pengobatannya sekitar 2 tahun yang lalu. Berdasarkan kepustakaaan disebutkan bahwa pada kaki yang sensibilitasnya normal, lesi akan menimbulkan nyeri, sehingga penderita mengistirahatkan kaki yang sakit. Pada kaki yang sensibilitasnya terganggu, mekanisme protektif ini tidak berfungsi dan penderita terus menggunakan kaki tersebut sehingga meningkatkan kerusakan jaringan. Pada kepustakaan juga disebutkan
Universitas Sumatera Utara

bahwa resiko ulserasi meningkat pada kaki yang tidak sensitif sebesar 10-12 kali apabila terdapat paralisis otot selain hilangnya sensibilitas. 6
Dari pemeriksaan dermatologis ditemukan ulkus dengan ukuran 1,5 x 2,5 cm, dengan dasar yang bersih dan pinggir yang menebal pada regio plantaris dekstra serta dijumpai mutilasi pada digiti I&V pedis dekstra. Pada kepustakaan disebutkan bahwa ulkus yang terjadi pada telapak kaki 70% terjadi dibagian depan telapak kaki dan 30% ditumit dan pinggir luar telapak kaki. Hal ini disebabkan karena bagian depan kaki adalah bagian yang paling besar tertekan untuk memberi daya dorong saat orang berjalan, dimana tekanan memiliki peranan penting dalam terjadinya ulkus.4 Pada pemeriksaan saraf tepi ditemukan pembesaran N. tibialis posterior dekstra serta dijumpai anastesi pada telapak kaki kanan. Hal ini mendukung riwayat penyakit kusta pada penderita tersebut.
Diagnosis banding pada kasus diatas yaitu ulkus diabetik, dapat disingkirkan karena pada pemeriksaan KGD dijumpai nilai yang normal, dan tidak dijumpai ulkus yang nyeri dan bengkak yang dijumpai untuk ulkus diabetik.7
Penatalaksanaan pada pasien yaitu diajarkan cara perawatan ulkus dan cara pencegahan cacat, hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa prinsip perawatan ulkus pada kusta yaitu luka dibersihkan dengan sabun, kemudian rendam kaki dalam air selama 20-30 menit, gosok bagian pinggiran luka yang menebal dengan batu apung dan jaringan nekrotik yang ada harus dibuang. Setelah dikeluarkan dari air, beri minyak atau pelembab pada bagian kaki yang tidak luka untuk mengurangi kekeringan kulit kemudian dibalut dan diistirahatkan pada bagian kaki tersebut (jangan diinjak pada waktu berjalan, berjalanlah pincang, atau pakai tongkat). Jika pada ulkus tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, panas dan sakit), maka tidak ada infeksi sekunder oleh bakteri lain sehingga antibiotik tidak perlu diberikan. Dan pencegahan cacat dapat dilakukan dengan 3M yaitu 1.Memeriksa yaitu sering berhenti dan memeriksa kaki dengan teliti apakah ada luka atau lecet yang sekecil apapun, 2. Melindungi yaitu melindungi kaki dari benda yang panas, kasar ataupun tajam, dengan memakai alas kaki dan mencegah luka dengan membagi tugas rumah tangga supaya orang lain mengerjakan bagian yang berbahaya bagi kaki yang mati rasa, 3.Merawat luka yaitu jika ada luka, memar atau lecet sekecil apapun, rawatlah dan istirahatkan bagian kaki tersebut sampai sembuh.1,3,5
Universitas Sumatera Utara


Pasien datang : Kontrol I (1 bulan setelah pengobatan) : Kontrol II (3 bulan setelah pengobatan) :
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA 1. Bryceson A, Pfaltzgraf RE. Leprosy. Edisi ke-3. London: Churchill Livingstone;
1990. h. 97-151, 165-81. 2. Rea TH, Modlin RI. Leprosy. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke7. New York: McGrawHill Incoorporate; 2008. h. 1786-96. 3. Wisnu IM, Hadilukito G. Pencegahan cacat kusta. Dalam: Sjamsoe-Daili ES, Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H, editor. Kusta. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2003. h. 83-93. 4. Lewis FS, Conologue T, Harrop E. Leprosy. Diperoleh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1104977 5. Direktorat jenderal pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Buku pedoman nasional pengendalian penyakit kusta. Jakarta: Departemen kesehatan RI; 2007. h.37-46, 89-117. 6. Srinivasan H. Disability, Deformity and Rehabilitation. In :Hasting RC, editor. Leprosy. 2 nd ed. London:Churchill Livingstone;1994. h. 443-7. 7. Lower Extremity (Leg & Foot) Ulcers. Available from : http://my.cleavelandclnic.org/heart/disorders/vascular/legfootulcer.aspx. Last update 11/2010
Universitas Sumatera Utara