Temuan – Penatausahaan dan Pencatatan Aset Tetap Pada 72 Kementerian/Lembaga Belum Tertib

5.3 Temuan – Penatausahaan dan Pencatatan Aset Tetap Pada 72 Kementerian/Lembaga Belum Tertib

Neraca Pemerintah Pusat Tahun 2017 (audited) menyajikan saldo Aset Tetap 31 Desember

masing-masing sebesar Rp2.035.803.553.929.061,00 dan Rp1.921.794.337.569.450,00. Nilai bersih aset tetap per

31 Desember 2017 sebesar Rp2.035.803.553.929.061,00 yaitu berasal dari nilai bruto sebesar Rp2.687.012.386.941.308,00 dikurangi akumulasi penyusutan sebesar Rp652.208.833.012.249,00. Rincian atas saldo Aset Tetap dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 16 Saldo Aset Tetap Dalam Neraca per 31 Desember 2017 dan 2016

Saldo Aset Tetap (Rp) No

Jenis Aset Tetap

Per 31 Desember 2017

Per 31 Desember 2016 Per 31 Desember 2016

Pemerintah menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan (a) meminta K/L melakukan penatausahaan dan pengelolaan BMN sesuai dengan ketentuan perundang- undangan dan meningkatkan pengawasan dan pengendalian BMN dan menyusun Laporan Tahunan Hasil Pengawasan dan Pengendalian Barang Milik Negara Tingkat Pengelola Barang Tahun Anggaran 2016; (b) melakukan verifikasi laporan pengawasan dan pengendalian dari Satker K/L secara berjenjang; (c) menyusun kajian penerapan reward and punishment system dalam penatausahaan BMN; (d) meminta K/L untuk mengoptimalkan peran APIP dalam penatausahaan dan pengelolaan BMN.

Namun demikian, berdasarkan hasil pemeriksaan pada LKPP Tahun 2017, BPK masih menemukan adanya kelemahan dalam pengelolaan Aset Tetap sebagai berikut.

a. Terdapat aset bersaldo minus

Aset tetap disajikan berdasarkan harga perolehan aset tetap tersebut dikurangi dengan akumulasi penyusutan. Neraca menyajikan nilai perolehan aset tetap beserta akumulasi penyusutannya sehingga diperoleh nilai buku masing-masing aset tetap sebagai gambaran dari potensi manfaat yang masih dapat diharapkan dari masing- masing aset. Nilai akumulasi penyusutan suatu aset tetap seharusnya tidak melebihi harga perolehannya.

Berdasarkan database SIMAK-BMN pada DJKN Kementerian Keuangan diketahui terdapat aset tetap dengan nilai akumulasi penyusutan yang melebihi harga perolehannya (aset bersaldo minus) atas 141.283 Barang Milik Negara dengan nilai sebesar minus Rp1.972.483.733.999,00. Aset bersaldo minus tersebut dapat terjadi sebagai dampak kesalahan penyajian data atau proses kompilasi database ADK yang Berdasarkan database SIMAK-BMN pada DJKN Kementerian Keuangan diketahui terdapat aset tetap dengan nilai akumulasi penyusutan yang melebihi harga perolehannya (aset bersaldo minus) atas 141.283 Barang Milik Negara dengan nilai sebesar minus Rp1.972.483.733.999,00. Aset bersaldo minus tersebut dapat terjadi sebagai dampak kesalahan penyajian data atau proses kompilasi database ADK yang

Berdasarkan hasil pemeriksaan pada LKPP Tahun 2017, BPK menemukan adanya kelemahan dalam pengelolaan Aset Tetap pada Kementerian/Lembaga dengan rincian permasalahan sebagai berikut.

Tabel 18 Permasalahan Pengelolaan Aset Tetap Pada K/L Tahun 2017 No

Permasalahan

Jumlah KL

Nilai Temuan (Rp)

1 Pencatatan Aset Tetap Tidak Tertib 26 240.502.713.268,00 2 AT Tidak Diketahui Keberadaannya 33 1.636.124.700.773,99 3 AT Belum Didukung Dengan Dokumen Kepemilikan

20 1.366.463.565.105,00 4 AT Dikuasai/Digunakan Pihak Lain Yang Tidak Sesuai

20 6.485.975.920.482,01 Ketentuan Pengelolaan BMN 5 Terdapat KDP Yang Tidak Mengalami Mutasi Dalam

8 444.486.874.291,00 Jangka Waktu Lama (KDP Mangkrak) 6 Aset Rusak Berat Belum Direklas

21 103.632.096.419,62 7 Aset tetap belum ditetapkan status penggunaannya

2 17.555.856.778.224,00 8 Aset Tetap Belum Dimanfaatkan

6 41.394.127.936,00 9 Permasalahan AT Signifikan Lainnya

Permasalahan pengelolaan Aset Tetap Tahun 2017 dapat diuraikan sebagai berikut.

1) Terdapat Aset Tetap sebesar Rp240.502.713.268,00 pada 26 K/L yang pencatatan aset tetapnya tidak tertib, diantaranya terjadi pada (1) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sebesar Rp81.352.383.535,00 berupa laporan hasil inventarisasi yang tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya dimana aset berupa peralatan dan mesin pada Sekretariat Jenderal Kemendesa PDTT belum dilakukan inventarisasi; dan (2) Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar Rp54.226.286.899,00 antara lain berupa Aset Tetap berupa Peralatan dan Mesin, Gedung dan Bangunan, Jalan, Irigasi dan Jaringan, dan Aset Tetap Lainnya yang mempunyai nilai perolehan sebesar Rp49.974.496.969,00 namun tidak disusutkan. Rincian permasalahan pada masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran 5.3.1.

2) Terdapat Aset Tetap sebesar Rp1.636.124.700.773,99 pada 33 K/L yang tidak diketahui keberadaannya, diantaranya terjadi pada (1) Lembaga Penyiaran Publik

Rp475.231.013.472,00 dan Aset Tanah yang belum bersertifikat atas nama Kementerian LHK sebanyak 333 bidang seluas 3.632.512 m2 atau senilai Rp197.258.796.075,00;

Pertanian sebesar Rp220.044.381.686,00 berupa tanah dan kendaraan yang belum didukung bukti kepemilikan. Rincian permasalahan pada masing-masing K/L dapat dilihat pada

4) Terdapat Aset Tetap yang dikuasai/digunakan pihak lain yang tidak sesuai dengan ketentuan pengelolaan BMN sebesar Rp6.485.975.920.482,01 pada 20 K/L, diantaranya terjadi pada (1) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat sebesar Rp4.961.700.417.064 antara lain berupa aset tetap yang digunakan/dikelola Pihak Lain belum seluruhnya diproses hibah atau transfer keluar pada tujuh satker senilai Rp4.960.409.933.064,00; dan (2) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp954.246.386.530 berupa aset berupa tanah dan peralatan dan mesin yang dikuasai pihak lain. Rincian permasalahan pada masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran 5.3.4.

5) Terdapat Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) mangkrak yang belum jelas penyelesaiannya mangkrak sebesar Rp444.486.874.291,00 pada 8 K/L, antara lain terjadi pada (1) Kementerian Agama sebesar Rp229.739.988.314,00 berupa

96 item KDP; dan (2) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi sebesar Rp97.634.938.373,00 berupa KDP di perguruan tinggi yang belum dilanjutkan untuk menyelesaikan aset tetap definitifnya pada lima PTN. Rincian permasalahan pada masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran 5.3.5.

6) Terdapat aset rusak yang belum diproses penghapusannya sebesar Rp103.632.096.419,62 pada 21 K/L, diantaranya terjadi pada (1) Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar Rp52.424.628.682,00 antara lain berupa Aset Tetap Peralatan dan Mesin senilai Rp27.264.909.802,00 dan Aset Tetap Gedung dan Bangunan Tercatat dengan Kondisi Rusak Berat senilai Rp15.684.938.047,00;

Pertanian sebesar Rp14.877.482.245,00 antara lain berupa peralatan dan mesin sebanyak 1.246 unit senilai Rp6.775.839.245,00 dan gedung dan bangunan sebanyak 221 unit senilai Rp7.295.888.000,00. Rincian permasalahan pada masing-masing K/L dapat

dan

(2)

Kementerian

9) Permasalahan lainnya terkait dengan pengelolaan Aset Tetap terjadi pada 47 K/L sebesar Rp3.064.644.617.430,00 diantaranya terjadi pada (1) Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar Rp1.640.338.233.552,00 antara lain berupa Aset Tetap yang berasal dari Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dengan nilai total Rp1.292.291.081.659,00 masih tercatat di Neraca dan belum diserahterimakan serta tidak diketahui kondisinya; dan (2) Kementerian Pemuda dan Olahraga sebesar Rp541.133.005.008,00 berupa nilai KDP Hambalang dikoreksi/dikeluarkan dari Neraca atas rekomendasi dari BPKP namun belum didukung penetapan status penghentian secara permanen. Rincian permasalahan pada masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran 5.3.9.

Permasalahan tersebut tidak sesuai dengan:

a. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara:

1) Pasal 44 yang menyatakan bahwa Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib mengelola dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya; dan

2) Pasal 49 ayat (2) yang menyatakan bahwa bangunan milik Negara/Daerah harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib.

b. PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP Nomor 7 tentang Aset Tetap:

1) Paragraf 14 yang menyatakan bahwa aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya; dan

2) Paragraf 80 yang menyatakan bahwa laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-masing jenis aset tetap yang diantaranya adalah mengenai rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan: penambahan, pelepasan, akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada, dan mutasi aset tetap lainnya.

c. PMK Nomor 52/PMK.06/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan dan c. PMK Nomor 52/PMK.06/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan dan

e. PMK Nomor 181/PMK.06/2016 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara pada Pasal 42:

1) Ayat (1) yang menyatakan bahwa BMN berupa aset tetap dalam kondisi rusak berat dan/ atau usang yang telah dimohonkan oleh Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan, untuk dilakukan pemindahtanganan, pemusnahan atau Penghapusan, selanjutnya:

a) direklasifikasi ke dalam Daftar Barang Rusak Berat;

b) tidak disajikan dalam neraca; dan

c) diungkapkan dalam Catatan atas Laporan BMN dan Catatan atas Laporan Keuangan.

2) Ayat (2) yang menyatakan bahwa dalam hal Pengguna Barang telah menerbitkan Keputusan Penghapusan atas BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kuasa Pengguna Barang menghapus BMN tersebut dari Daftar Barang Rusak Berat;

3) Ayat (3) yang menyatakan bahwa dalam hal Pengelola Barang tidak menyetujui permohonan pemindahtanganan, pemusnahan, atau Penghapusan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang:

a) mereklasifikasi BMN tersebut dari Daftar Barang Rusak Berat;

b) menyajikan BMN tersebut ke dalam neraca; dan

c) melakukan penyusutan atas BMN tersebut sebagaimana layaknya aset tetap.” Permasalahan tersebut mengakibatkan:

a. Saldo aset tetap pada neraca serta beban penyusutan pada laporan operasional tidak dapat menggambarkan kondisi yang sesungguhnya;

b. Tidak terjaminnya keamanan aset tetap yang tidak didukung bukti kepemilikan dan aset tetap yang dikuasai/digunakan pihak ketiga; b. Tidak terjaminnya keamanan aset tetap yang tidak didukung bukti kepemilikan dan aset tetap yang dikuasai/digunakan pihak ketiga;

1) Melanjutkan program percepatan sertifikasi BMN berupa tanah Pengelola Barang mengoordinasikan pelaksanaan pensertifikatan BMN berupa tanah pada seluruh Kementerian/Lembaga dengan tujuan agar seluruh BMN berupa tanah segera dapat disertifikatkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

2) Penelusuran kembali dan koreksi; dan

3) Melakukan pengendalian, pengawasan dan pengamanan fisik aset serta berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan selaku pengelola barang untuk mendapatkan solusi dalam penggunaan dan pemanfaatan aset tersebut.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Menteri Keuangan selaku wakil Pemerintah agar:

a. Melakukan penelusuran lebih lanjut penyebab aset bersaldo minus dan melakukan perbaikan SIMAK-BMN untuk menghindari terjadinya aset bersaldo minus di masa yang akan datang;

b. Meminta seluruh Menteri/Pimpinan Lembaga untuk meningkatkan pengendalian dalam penatausahaan BMN dan melaksanakan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan BMN di lingkungannya masing-masing, serta melaporkan hasilnya kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang;

c. Menindaklanjuti hasil pengawasan dan pengendalian yang disampaikan oleh K/L sesuai ketentuan dan prosedur yang berlaku; dan

d. Menerapkan kebijakan reward and punishment dalam penatausahaan BMN agar penatausahaan BMN.

Atas rekomendasi tersebut, Menteri Keuangan selaku wakil Pemerintah menerima dan akan menindaklanjuti dengan:

a. Menteri Keuangan akan:

1) Melakukan penelusuran lebih lanjut atas penyebab aset bersaldo minus;

2) Melakukan perbaikan dan penyempurnaan pada aplikasi SIMAK-BMN atas transaksi yang menyebabkan aset bersaldo minus;

3) Berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga dalam menyelesaikan penyajian

2) Menerapkan ketentuan sanksi terkait penatausahaan BMN sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 52/PMK.06/2016 tentang Perubahan atas PMK Nomor 244/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian BMN dan PMK Nomor 69/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Rekonsiliasi BMN Dalam Rangka Penyusunan LKPP.