Daftar Isi

Madura 2020

Status kepemilikan harta sangkol ini merupakan harta asal suami atau istri masing-masing, tidak berubah statusnya menjadi harta ghuna kajeh . Peristiwa hukum perkawinan yang terjadi di antara mereka tidak membawa akibat hukum berupa peralihan hak milik terhadap status harta sangkol tersebut. Harta sangkol ini, biasanya berupa harta yang bernilai tinggi secara ekonomis, seperti tanah, rumah, dan perhiasan.

Harta sangkol ini mempunyai nilai kebudayaan yang tinggi karena berfungsi sebagai lambang atau simbol kerukunan dan keterikatan suatu keluarga suami atau istri, dan merupakan bekal dasar penghidupan bagi anak keturunannya atas perkawinan yang dilakukan. Berdasarkan fungsi tersebut, maka jika harta sangkol tersebut menghasilkan sesuatu, maka hasilnya menjadi harta ghuna kajeh . Mengapa menjadi harta ghuna kajeh, karena upaya meng- hasilkan sesuatu dari harta sangkol tersebut disebabkan oleh penge- lolaan bersama suami istri, seperti harta sangkol suami berupa tanah sawah pengelolaannya melibatkan istri, yang bukan saja berupa tenaga fisik akan tetapi tenaga moril yang tak kalah pentingnya dalam memberikan gairah suami untuk bekerja lebih tekun lagi. Demikian pula sebaliknya terhadap harta sangkol istri yang berupa tanah sawah, yang tidak mungkin dikerjakan sendiri oleh seorang istri, peran suami sangat menentukan dalam hal ini.

Harta kowat kajeh. Harta kowat kajeh merupakan harta yang dibeli sendiri oleh salah satu calon suami atau istri yang kemudian dibawa masuk kedalam perkawinan. Peristiwa hukum perkawinan yang terjadi tidak menyebabkan harta kowat kajeh ini berubah status- nya menjadi harta ghuna kajeh.

Seorang laki-laki atau perempuan yang membeli harta kowat kajeh adalah sebagai bekal dalam mengarungi rumah tangga, sehingga ketika harta kowat kajeh ini dibawa kedalam perkawinan, dan mem- peroleh sesuatu yang berharga, maka itu merupakan harta ghuna kajeh yang digunakan untuk keperluan dan kebutuhan rumah tangga mereka.

Harta ban ghiban. Harta ban ghiban merupakan harta yang dibawa oleh kerabat suami dan atau istri pada saat akan berlang- sungnya perkawinan atau setelah perkawinan. Jenis harta ban ghiban ini sesuai dengan karakter kerabat suami atau istri. Jika berasal dari

Membumikan Madura Menuju Globalisasi

kerabat suami, harta ban ghiban ini biasanya berupa sapi, alat pertanian, dll, sedangkan kerabat istri biasanya berupa rumah dan perabotnya.

Harta ban ghiban ini tetap berada dalam penguasaan dan kepemi- likan masing-masing suami atau istri, oleh karena itu jika harta ban ghiban ini dijual oleh salah satu pihak tanpa persetujuan suami atau istri, maka harta ban ghiban itu harus diganti senilai harta ban ghiban masing masing.

Harta Ghuna Kajeh. Pada umumnya termasuk pengertian harta ghuna kajeh adalah meliputi segala macam harta yang diterima atau diperoleh suami dan atau istri dengan maksud yang jelas untuk kemanfaatan, kesejahteraan dan kelangsungan hidup suami istri dan turunannya (Mohammad Amir Hamzah, 1987:23). Harta ghuna kajeh ini pada pokoknya adalah harta yang diperoleh atas usaha suami istri selama dalam perkawinan, namun terdapat beberapa harta yang merupakan hadiah perkawinan dari kerabat suami atau istri yang juga merupakan harta ghuna kajeh. Jika pemberian atau hadiah perkawinan itu secara tegas diperuntukan untuk suami atau istri maka harta pemberian atau hadia perkawinan bukan merupakan harta ghuna kajeh.

Harta ghuna kajeh bagi masyarakat Madura melambangkan kedudukan suami istri sebagai orang tua terhadap anak-anaknya, yang merupakan kewajiban untuk memberikan pembekalan apabila anak anaknya tersebut akan berkeluarga. Harta ghuna kajeh mem- berikan peringatan kepada suami dan istri akan kewajibannya untuk menyantuni anak anaknya.

Proses Budaya Pewarisan Harta Keluarga Masyarakat Madura Pewarisan merupakan proses penerusan dan peralihan harta

kekayaan pewaris kepada ahli waris yang berlangsung pada waktu pewaris masih hidup sampai meninggal dunia, bukan merupakan suatu yang statis, tetapi suatu yang dinamis, karena merupakan budaya yang melibatkan pewaris, ahli waris, dan kerabat keluarga. Pada konteks ini akan muncul ke permukaan tentang pranata hukum yang berisi hak dan kewajiban yang merupakan inti dari hukum, dan menjadi bagian penting dalam proses kebudayaan ini. Harus ada kepastian hukum tentang status pewaris karena hanya pewaris

Madura 2020

yang berhak mewariskan hartanya kepada ahli waris. Harus ada kepastian hukum status kepemilikan harta waris, karena menentu- kan keabsahan proses pewarisan. Harta warisan adalah semua harta benda yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia, baik harta benda itu sudah dibagi atau belum dibagi atau memang tidak dibagi.

Termasuk pula dalam hal ini adalah status ahli waris, harus ditetapkan kepastian hukumnya siapa saja yang menjadi ahli waris. Ahli waris merupakan seseorang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris, yang mencakup hubungan darah kebawah, hubungan darah kesamping dan hubungan darah ke atas. Proses budaya pewarisan ini diutamakan hubungan darah ke bawah, jika hubungan darah ke bawah tidak ada maka beralih pada hubungan darah ke samping. Status ini merupakan masalah hukum bukan masalah budaya, oleh karena itu maka hukum itu memberikan kepastian tentang suatu status dalam kebudayaan.

Tiga (3) aspek penting tersebut di atas; pewaris, harta warisan, dan ahli waris menjadi tolok ukur ada atau tidak adanya sengketa harta keluarga dalam masyarakat Madura. Jika status pewarisnya jelas, status harta warisannya jelas, dan status ahli warisnya jelas maka proses budaya untuk menyelesaikan proses pewarisan akan berlangsung secara damai. Namun jika terjadi hal sebaliknya, maka proses pewarisan itu akan menimbulkan perselisihan.

Pada hasil penelitian yang telah dilakukan, sengketa pewarisan harta keluarga di masyarakat Madura yang sering terjadi dalam hal:

1) Terdapat anak kandung (ahli waris) perkawinan pertama dan

kedua

2) Almarhum (pewaris) meninggalkan janda tanpa anak

3) Terdapat anak angkat dan anak kandung (Mohammad Amir

Hamzah, 1987:29). Peranan “ Oreng Seppo” dalam Penyelesaian Sengketa Harta

Keluarga

Di masyarakat Madura ada dua (2) tokoh yang selalu menjadi kajian dalam kontek penyelesaian sengketa harta keluarga, yaitu kyae dan klebun. Konsep kyai dan klebun ini masuk dalam pengertian

Membumikan Madura Menuju Globalisasi

‘reng seppo” dalam arti luas, sedangkan “reng seppo” dalam arti sempit adalah “orang tua atau yang dituakan” dalam susunan kekerabatan keluarga yang bersangkutan. Kajian tentang “reng seppo” ini dalam menyelesaikan sengketa harta keluarga belum banyak dilakukan dan dikaji.

Dua tokoh ini mempunyai andil yang sangat besar dalam men- ciptakan suasana yang tentram dalam tata kehidupan masyarakat. Jika terjadi sengketa atau perselisihan harta keluarga, maka salah seorang anggota keluarga melaporkan kepada klebun, dengan maksud agar perselisihan yang terjadi diselesaikan secara damai dan musya- warah melalui mediator klebun. Konsep klebun sekarang berbeda dengan konsep klebun di masa lalu. Klebun masa lalu merupakan orang cerdik pandai di atas rata rata anggota masyarakat, sehingga menjadi panutan yang disegani. Implikasinya setiap perselisihan yang diajukan kepada klebun saat itu bisa diselesaikan dengan baik dan damai, dan tentu berbeda dengan sekarang. Klebun sekarang diproses melalui demokrasi yang kurang bermartabat, sehingga implikasinya klebun tidak mampu menjadi panutan dalam menyele- saikan sengketa, yang terjadi adalah proses penyelesaian sengketa model krambol, jika tidak mau, tidak mampu untuk diselesaikan maka klebun langsung melemparkan masalah yang terjadi ke pengadilan. Melalui model karambol ini, maka klebun merasa tidak terbebani dan merasa aman dengan berlindung atas ketidakmampuannya dalam menyelesaikan sengketa harta keluarga, sehingga implikasinya adalah tidak terjadi proses kebudayaan yang sakral dalam penyelesaian sengketa harta keluarga, kerukunan dan kedamaian sulit untuk dipertahankan.

Model karambol tersebut tidak selalu terjadi, jika klebun mampu menjadi mediator yang baik, maka penyelesaian perkara diarahkan untuk diselesaikan menurut hukum Islam, sehingga perkara yang terjadi diselesaikan oleh kyae. Prinsip penyelesaian oleh kyae adalah menggunkan hukum Islam. Sikap akhir terhadap perkara tergantung kepada kepatuhan para pihak terhadap hukum Islam yang telah diputuskan oleh kyae.

Terdapat tahapan yang penting dalam penyelesaian sengketa harta keluarga, yaitu tahapan penyelesaian oleh “reng seppo”. Sebelum sengketa diselesaikan oleh klebun dan kyae, terlebih dahulu sengketa

Madura 2020

itu diselesaikan oleh “reng seppo” dalam kekerabatan keluarga. “Reng seppo ” ini adalah orang yang “dituakan” dalam kekerabatan, bisa orang yang paling tua dalam kekerabatan keluarga, bisa orang tua yang masih hidup seperti ayah atau ibu, atau bisa paman atau bibi yang dianggap mampu berlaku adil dan punya wawasan dan kemampuan untuk mempersatukan keluarga. “Reng seppo” ini mempunyai pengaruh yang kuat dalam kekerabatan keluarga sehingga apapun yang disampaikan akan dipatuhi oleh anggota keluarga yang bersengketa. “Reng seppo” ini menggunakan pende- katan budaya dalam menyelesaian sengketa yang terjadi.

Referensi Hamzah, Mohammad Amir. (1987). Sistem Pewarisan dalam

Masyarakat Madura di Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang Khususnya Mengenai Tanah ditinjau Dari Hukum Adat . Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Membumikan Madura Menuju Globalisasi