Faktor Budaya Faktor Masyarakat

74 Sesuai tugas sebagai seorang fungsional, maka kegiatan yang dilakukan fungsional pemeriksa haruslah tidak terbatas dari jam kerja kantor. Kinerja seorang fungsional ditentukan dari angka kredit yang akan diperoleh apabila ynag bersangkutan menyelesaikan tugas yang diberikan. Untuk mengejar angka kredit tersebut tentulah diperlukan kerja lembur over time. Kenyataan yang dihadapi, kerja lembur overtime yang dilakukan fungsional pemeriksa, bisa dikatakan tidak ada penghargaan sama sekali yang berupa uang lembur. Tentulah hal ini mengakibatkan, rendahnya kinerja fungsional pemeriksa dalam menyelesaikan tugas yang diembannya.

2.4 Faktor Budaya

Di negara kita, apa yang dilakukan pemimpin menjadi contoh keteladanan yang akan diikuti warga masyarakat. Padahal diketahui, masih banyak pemimpin-pemimpin kita belum atau malah tidak sama sekali melaporkan kewajiban perpajakannya dengan semestinya. Pelaporan yang mereka sampaikanpun bersifat formalitas, tidak menunjukkan kekayaan sebenarnya. Bukan perkara yang mudah, bagi pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan pada yang bersangkutan. Budaya pakewuh masih melekat erat di benak otoritas pajak. Akibatnya peran serta masyarakat luas terhadap pajak sangat rendah dan timbul adanya ketidakadilan. Suri tauladan dari para pemimpin tidak ada sama sekali. Jumlah penduduk Indonesia tidak sebanding dengan jumlah NPWP yang ada. 75 Di dalam masyarakat Indonesia, seringkali sanksi-sanksi lebih penting daripada kesadaran untuk mematuhi hukum. Artinya berat-ringannya ancaman hukuman terhadap suatu pelanggaran menjadi tolok ukur kewibawaan hukum. Kepatuhan hukum kemudian didasarkan pada cost and benefit. Kesadaran untuk memiliki NPWP dan menjalankan kewajiban perpajakannya bukan merupakan kebanggaan prestise dari rasa nasionalis bagi warga masyarakat, tetapi kekayaan yang berlimpah merupakan harga diri yang lebih penting. Kebudayaan yang mempengaruhi pola pikir dan pola tindak masyarakat yang cenderung membawe ke arah pelanggaran hukum, dalam hal ini adalah wajib pajak cenderung menunda pelaporan pajak sampai akhir batas waktu yang ditentukan dan akhirnya terlambat melaporkan pajaknya..

2.5 Faktor Masyarakat

Sering dijumpai aparat pemerintah melapangkan sebuah urusan dengan imbalan tertentu. Faktor masyarakat yang sudah terbentuk demikian mengakibatkan rusaknya tatanan yang ada. Contoh yang paling mudah ditemui adalah masalah pembuatan KTP. KTP yang merupakan identitas pribadi seseorang, bisa sangat mudah dibuat sehingga seseorang bisa mempunyai lebih dari satu KTP. Dalam proses pembuatan NPWP, KTPlah syarat mutlak untuk memperolehnya. Dengan mudahnya seseorang mempunyai banyak KTP, berakibat alamat yang akan ditemui pada waktu pemeriksaan akan berbeda dari kenyataan yang ada 76 sehingga pemeriksaan sebagai salah satu proses penegakan hukum susah untuk dilaksanakan. Persepsi yang terbentuk oleh masyarakat umum mengenai keberadaan pajak masih belum maksimal. Pandangan bahwa masih melekatnya budaya korupsi, temuan pemeriksa yang dapat ditawar masih sering dibicarakan Tanggapan yang negatif ini berdampak pada kelancaran proses pemeriksaan. Perihal permintaan dokumen, sering dianggap sebagai permintaan yang mengada-ada, penyegelan yang akan dilakukan dianggap sebagai arogansi dari pemeriksa.

3. Upaya-Upaya yang Dilakukan Untuk Mengatasi Hambatan

Setelah diketahui hambatan-hambatan yang tercipta dalam pelaksanaan pemeriksaan, maka diperlukan berbagai upaya untuk mengatasi hambatan- hambatan tersebut. Dari hasil wawancara yang dilakukan, diperoleh gambaran beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut, antara lain : 23 - Untuk mengetahui kebenaran pelaporan SPT Wajib Pajak, dalam pemeriksaan, pemeriksa harus banyak melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga, termasuk apabila wajib pajak tidak dapat dijumpai karena alamat yang tidak ada tidak dikenal. Pihak ketiga disini, dapat berupa penjual atau pembeli yang berhubungan dengan pihak terperiksa, instansi 23 Hasil Wawancara dengan Bpk. A. Supendi, Anggota II Fungsional Pemeriksa Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Jatinegara, tanggal 14 Mei 2008