xxxiii
Menurut Effendy dan Kerstan 2003:13 ada tiga dimensi pengembangan kapasitas, yaitu kapasitas individu, institusi organisasi, dan sistem. Individu
merupakan orang-orang yang terkait dengan tujuan tertentu. Sementara sistem merupakan keseluruhan proses yang berkaitan perumusan kebijakan dan
pengambilan keputusan.
2.4 Sumber Daya Manusia
Beban kerja yang semakin banyak sehubungan dengan diberlakukannya otonomi daerah dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia, baik jumlah maupun
kualitasnya. Untuk menyiapkan sumber daya manusia perlu dilakukan peningkatan pendidikan dan kesehatannya. Membangun suatu wilayah, minimal
ada tiga pilar yang perlu diperhatikan, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi. Pilar sumber daya manusia memegang peranan sentral
karena mempunyai peran ganda dalam sebuah proses pembangunan. Pertama, sebagai obyek pembangunan, sumber daya manusia merupakan sasaran
pembangunan untuk disejahterakan. Kedua, sumber daya manusia berperan sebagai subyek pembangunan. Dengan demikian, pembangunan suatu wilayah
sesungguhnya merupakan pembangunan yang berorientasi kepada manusia, dimana sumber daya manusia dipandang sebagai sasaran sekaligus sebagai pelaku
pembangunan Ambardi, 2002:158. Unsur-unsur sumber daya manusia meliputi kemampuan-kemampuan
capabilities , sikap attitudes, nilai-nilai values, kebutuhan-kebutuhan needs,
dan karakteristik-karakteristik demografisnya penduduk. Unsur-unsur sumber
xxxiv
daya manusia tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, seperti norma-norma dan nilai-nilai masyarakat, tingkat pendidikan, dan peluang-peluang
yang tersedia Gomes, 2003:26. Sumber daya manusia yang besar harus dapat diubah menjadi suatu aset yang bermanfaat bagi pembangunan. Untuk itu,
berbagai keahlian, keterampilan, dan kesempatan harus dibekalkan kepada sumber daya manusia.
2.5 Kapasitas Daerah dalam Pengembalian Pinjaman Daerah
Kapasitas pemerintah daerahkotakabupaten dalam mengembalikan pinjaman daerah antara lain dapat diukur dari kemampuan keuangan daerah dan
kemampuan kelembagaan. Kriteria dan indikator yang didapat dari kajian literatur sebelumnya dapat dijelaskan dalam Tabel II.2 berikut ini.
TABEL II.2 KRITERIA DAN INDIKATOR KAPASITAS PENGEMBALIAN PINJAMAN
DAERAH DALAM PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN Kriteria Indikator
Pembiayaan : - Keuangan Daerah - Pendapatan dan belanja daerah - Pokok pinjaman 75 PU APBD
t-1
- DSCR 2,5 Kelembagaan: - Transparansi
- Keterbukaan dan data termasuk pinjaman dapat diakses oleh publik
- Adanya lembaga informasi keuangan - Akuntabilitas
- Adanya peraturan daerahperangkat kebijakan
- Adanya lembaga khusus tentang pinjaman - Adanya lembaga pengawas
- Prosedur -
Sistem berjalan sesuai peraturan Sumber Daya Manusia
- Tingkat pendidikan dan jenis latar
belakang pendidikan -
Adanya pelatihan
Sumber: hasil olahan, 2005
xxxv
BAB III KONDISI KEUANGAN DAN PINJAMAN DAERAH
PEMERINTAH KOTA SEMARANG
3.1 Potensi Perekonomian Kota Semarang
Kondisi perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto PDRB dengan memperhatikan sektor-sektor dominan yang
berkembang. PDRB merupakan instrumen pokok untuk memahami kondisi perekonomian suatu daerah yang terdiri dari 9 sembilan sektor perekonomian
utama, yaitu: 1 Sektor Pertanian; 2 Sektor Pertambangan dan Penggalian; 3 Sektor Industri Pengolahan; 4 Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih; 5 Sektor
Bangunan; 6 Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; 7 Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; 8 Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan; dan
9 Sektor Jasa-jasa. PDRB Kota Semarang pada tahun 2003 atas dasar harga berlaku sebesar Rp 19,123 miliar dan atas dasar harga konstan sebesar Rp 5,876
miliar. PDRB Kota Semarang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel III.1 TABEL III.1
PDRB ATAS DASAR HARGA BERLAKU DAN KONSTAN 1993 KOTA SEMARANG TAHUN 1999–2003 Jutaan Rp
Tahun PDRB ADH
Berlaku PDRB ADH
Konstan 1999 11.189.721,81
4.899.241,88 2000 12.886.561,76
5.142.632,90 2001 5.097.150,93
5.405.239,39 2002 17.198.169,19
5.626.854,73 2003 19.122.931,11
5.875.871,62
Sumber: PDRB Kota Semarang 2003