Pengaruh Faktor Ekonomi Terhadap Dinamika Penggunaan Lahan Di Indonesia

PENGARUH FAKTOR EKONOMI TERHADAP DINAMIKA
PENGGUNAAN LAHAN DI INDONESIA

DEDEN DJAENUDIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengaruh Faktor
Ekonomi terhadap Dinamika Penggunaan Lahan di Indonesia adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Agustus 2016

Deden Djaenudin
NRP H363110081

RINGKASAN
DEDEN DJAENUDIN. Pengaruh Faktor Ekonomi terhadap Dinamika Penggunaan
Lahan di Indonesia. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI, SRI HARTOYO dan
HARIYATNO DWIPRABOWO.
Sumberdaya lahan merupakan modal utama dalam pembangunan ekonomi.
Tujuan pembangunan ekonomi yang ditetapkan akan berdampak pada dinamika
penggunaan lahan yang pada akhirnya menentukan dinamika tutupan hutan.
Indonesia kaya dengan sumberdaya hutan. Di samping menghasilkan produk hutan
baik kayu dan non kayu, hutan juga memberikan manfaat lain seperti jasa
lingkungan dan lahan yang dapat digunakan untuk berbagai penggunaan, seperti
perkebunan, pertanian tanaman pangan. Keputusan penggunaan lahan dan
perubahan penggunaan lahan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah
faktor ekonomi. Aktvitas pembangunan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah
daerah berimplikasi terhadap perbedaan dinamika tutupan hutan. Keberagaman

dinamika tutupan hutan tersebut diindikasikan dengan perbedaan laju deforestasi
yang terjadi. Dimana deforestasi tersebut sebagai hasil akhir dari adanya persaingan
penggunaan lahan yang terjadi sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Di samping itu, keputusan penggunaan lahan dan perubahan penggunaan
lahan menjadi isu perubahan iklim, dimana Indonesia telah berkomitment untuk
menurunkan emisi gas rumah kacanya sebesar 26% pada tahun 2020. Lebih jauh
lagi kontribusi hutan dan lahan gambut berkontribusi sekitar 87% dalam komitmen
tersebut. Menjaga hutan atau meningkatkan tutupan hutan berimplikasi pada
pembatasan alokasi lahan untuk penggunaan lain. Oleh karena itu diperlukan upaya
konservasi hutan dan bahkan meningkatkan tutupan hutan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika tutupan hutan Indonesia
dengan menggunakan kerangka transisi hutan, menganalisis faktor-faktor yang
mempercepat terjadinya penurunan laju deforestasi, dan menganalisis pengaruh
faktor ekonomi terhadap persaingan penggunaan lahan di Indonesia. Dengan menggunakan data tutupan lahan dan peubah ekonomi selama periode 2000-2013 dikembangkan model peluang ordered logistic regression (OLR) untuk menganalisis
transisi hutan dan model seemingly unrelated regression (SUR) untuk menganalisis
persaingan penggunaan lahan.
Berdasarkan laju deforestasi pada periode 2000-2013, provinsi-provinsi di
Indonesia dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok, yaitu tinggi, sedang dan
rendah. Dari model OLR diperoleh hasil bahwa tinggi rendahnya pangsa tutupan

hutan, kepadatan penduduk, dan lokasi mempengaruhi peluang tercapainya laju
deforestasi yang rendah. Sementara itu pendapatan per kapita dan kerapatan jalan
tidak berpengaruh secara nyata. Pangsa tutupan hutan dan kepadatan penduduk
meningkatkan peluang terjadinya penurunan laju deforestasi. Kepadatan penduduk
meningkatkan kesadaran untuk melakukan kegiatan penanaman. Untuk mempercepat tercapainya penurunan laju deforestasi dapat dilakukan melalui kejelasan
tenurial, peningkatan kebijakan perbaikan lingkungan seperti pengembangan
sistem imbal jasa lingkungan, peningkatan nilai tambah output untuk meningkatkan
daya saing produk, serta pemberian insentif kepada masyarakat untuk melakukan

reforestasi dan peningkatan teknologi pertanian dalam rangka peningkatan
produktivitas pertanian.
Model SUR yang dikembangkan mampu menangkap persaingan penggunaan
lahan di Indonesia, dimana penggunaan lahan untuk perkebunan lebih responsif
terhadap perubahan harga. Terkait dengan upaya mitigasi perubahan iklim berbasis
lahan dalam bentuk mempertahankan hutan dan meningkatkan luas hutan, maka
dilakukan melalui kebijakan harga kayu dan pembangunan infrastruktur jalan.
Harga kayu yang berlaku sekarang cenderung under valued. Harga tersebut masih
didasarkan pada biaya penebangan saja dan menimbulkan biaya eksternalitas yang
tinggi karena adanya dampak lingkungan, biodevisersitas dan sosial, sehingga
dengan internalisasi eksternalitas akan meningkatkan nilai kayu. Meningkatkan

keintegrasian industri kayu dari hulu hilir antara pasar domestik dan internasional
akan meningkatkan daya saing kayu terhadap harga perkebunan dan tanaman
pangan.
Investasi memberikan dampak terhadap penurunan pangsa luas hutan. Dari
realisasi investasi berbasis lahan, investasi untuk hutan sangat kecil sementara
untuk pertanian dan perkebunan jauh lebih besar. Dari hasil yang diperoleh
investasi berbasis lahan yang dilakukan lebih diarahkan untuk peningkatan atau
penggunaan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas pertanian, sehingga
ketergantungan terhadap lahan berkurang. Demikian juga halnya dengan
pembangunan infrastruktur jalan yang cenderung membuka akses ke sumberdaya
hutan. Pembangunan jalan lebih diarahkan untuk memperlancar akses baik untuk
pasar output maupun pasar input untuk peningkatan hutan tanaman dan hutan
rakyat. Pembangunan infrastruktur jalan ini perlu disertai dengan peningkatan
efektivitas pengawasan terhadap pengelolaan hutan lestari terutama untuk hutan
konservasi dan hutan lindung.
Masih terdapat keterbatasan dalam penelitian ini terkait dengan ketersediaan
data dimana model belum melihat perilaku hutan tanaman dan hutan rakyat secara
terpisah. Untuk itu disarankan untuk penelitian selanjutnya melakukan disagregasi
luas hutan tersebut. Di samping itu, terkait dengan pengujian hipotesis transisi
hutan, periode data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2000-2013 sehingga

pola pada periode sebelumnya tidak dapat terlihat. Untuk itu disarankan untuk
menambah periode data analisis untuk penelitian lanjutan. Dari hasil pemodelan
terlihat adanya persaingan penggunaan lahan di Indonesia, maka informasi yang
diperoleh dapat digunakan sebagai landasan dalam menentukan optimalisasi
penggunaan lahan di Indonesia
Kata kunci: persaingan penggunaan lahan, deforestasi, transisi hutan, faktor
ekonomi, ordered logistic regression, seemingly unrelated regression

SUMMARY
DEDEN DJAENUDIN. The Influence of Economic Factors on the Dynamic of
Land Use in Indonesia. Supervised by RINA OKTAVIANI, SRI HARTOYO, and
HARIYATNO DWIPRABOWO.
Land resources are the main capital in economic development. Economic
development goals set by the government will affect the dynamics of land use as
well as forest cover dynamic. Indonesia has abundant forest resources producing
both timber and non-timber forest products. In addition, forest resources provide
other benefits including environmental services and land that could be suitable and
utilized for variety land-base productive activities, such as plantation, cropland, and
mining. The decision of land use and land use change are influenced by many
factors, including economic factors. Economic development implemented by local

governments has different implications on the dynamics of forest cover. The
diversity of the dynamics of the forest cover is indicated by the rate of deforestation.
Where deforestation as the end result of the competition of land use that occurred
in an effort to improve the welfare of the community.
Currently, the decision of land use and land use change have changed to the
issue of climate change in which Indonesia has committed to reducing its
greenhouse gas emission rate by about 26% in 2020. It is expected that the
contribution of forests and peatlands is about 87% to the commitment. Keeping
forests or increasing forest cover has implications for the restriction of land
allocation for ther uses. Therefore, the issues with respect to forest conservation and
increasing forest cover become more important.
This study aims to analyze the dynamics of Indonesia's forest cover by using
the forest transition framework, analyze factors that accelerate the decline of the
rate of deforestation, and analyze the influence of economic factors on competition
of land use in Indonesia.
By using land cover data and economic variables over the period of 20002013, this study develops probabilistic model i.e., ordered logistic regression (OLR)
models to address forest transition theory and seemingly unrelated regression
(SUR) to analyze land use competition. Based on the rate of deforestation in the
period 2000-2013, the provinces in Indonesia can be classified into three groups:
high, medium and low. The OLR results that the high and low share of forest cover,

population density, and location affect the chances of achieving low rates of
deforestation significantly, in contrast the income per capita and road density do
not affect significantly. The share of forest cover and population density increases
the probability of a decrease in the rate of deforestation. Income per capita and road
density are indicated to be a factor which inhibits a decrease in the rate of
deforestation. To speed up the achievement of a decrease in the rate of deforestation
can be done through the clarity of tenure, improved policy environment
improvements including establishing payment for environmental services system
development, increasing value-added of output to improve product
competitiveness, as well as providing incentives to the public to carry out
reforestation and improved agricultural technologies in order to increase the
productivity.

The model developed in the study is able to capture the competition of land
use in Indonesia. In order to address climate change mitigation efforts, forest
conservation, and forest plantation, it can be achieved through timber pricing policy
and the development of road infrastructure. Currently, timber prices tend to be
under-valued. The price is only based on cost cutting without considering the cost
of externalities for their social, environmental and biodiversity benefits. In such,
internalizing externalities will increase the value of timber. Improvement of timber

industry integration between domestic market and global market would increase
timber price so that it will increase the timber competitiveness.
Based on the modeling results, investment has a significant impact on the
decline of the forest share area. Realization of land-based investment on forestry
sector was very small. Meanwhile, investment realization on agriculture sector was
much larger. From the results obtained land-based investments that do more geared
to increase or the use of technology to increase agricultural productivity, so that the
dependence on land is reduced. Similarly, the construction of road infrastructure is
likely to open up access to forest resources. However, road construction is more
geared to facilitate better access to markets both output and input markets to
increase in forest plantation and community forests. However, it will need
complement policies to improve the effectivity of control effort on sustainable
forest management.
However, there are limitations in this study with respect the availability of
data in which the model has not included the behavior of forest plantation and
community forests separately. As such, further research can focus to disaggregate
the forest area into forest plantation and community forest. In addition, the period
of data used in this study is 2000-2013; therefore, the pattern of the previous period
cannot be observed. For further research, it is recommended to add the period of
the data analysis. The modeling results indicate the competition of land use in

Indonesia, the information obtained can be used as a basis for determining the
optimization of land use in Indonesia.
Keywords: land use competition, deforestation, forest transition, economic factors,
ordered logistic regression, seemingly unrelated regression

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH FAKTOR EKONOMI TERHADAP DINAMIKA
PENGGUNAAN LAHAN DI INDONESIA

DEDEN DJAENUDIN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup

: Dr Ir Harianto, MS.
Dr Ir Iman Santoso, MSc

Penguji Luar Komisi pada Sidang Promosi

: Dr Ir Harianto, MS.
Dr Ir Iman Santoso, MSc


Judul Disertasi
Nama
NRP
Program Studi

: Pengaruh Faktor Ekonomi terhadap Dinamika Penggunaan
Lahan di Indonesia
: Deden Djaenudin
: H363110081
: Ilmu Ekonomi Pertanian

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS
Ketua

Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS
Anggota

Dr Ir Haryatno Dwiprabowo, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS

Tanggal Ujian Tertutup : 8 Agustus 2016
Tanggal Sidang Promosi : 29 Agustus 2016

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur di[anjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena atas rahmat dan anugrah-Nya saya diberikan kesempatan untuk menjalani
studi S3 di IPB, serta atas ijin Nya saya dapat menyelesaikan diseratsi yang berjudul
“Pengaruh Faktor Ekonomi terhadap Dinamika Penggunaan Lahan di Indonesia”
Pada kesempatan ini, saya juga ingin menyampaikan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah sangat membantu selama penyelesaian disertasi ini sebagai
berikut.
1. Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MSc (Ketua), Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS (anggota),
dan Dr Ir Hariyatno Dwiprabowo, MSc (anggota) atas dedikasinya dalam
membimbing, mendukung dan memberikan motivasi sejak awal hingga penyelesaian disertasi ini. Hal ini merupakan kehormatan bagi saya untuk mendapatkan kesempatan dibimbing selama penelitian berlangsung.
2. Dr Ir Iman Santoso, MSc dan Dr Ir Harianto, MS yang telah memberi masukan
substansial, komentar yang bermanfaat, saran dan koreksi, sehingga
meningkatkan kualitas disertasi ini.
3. Dr Ir Lukman M. Baga, MAec sebagai pimpinan sidang ujian sidang tertutup
dan Prof Dr Ir Yusman Syaukat, MEc sebagai pimpinan sidang promosi serta
Dr Meti Ekayani, SHut. M.Sc sebagai penguji mewakili Program Studi Ilmu
Ekonomi Pertanian.
4. Ayahanda H Djudjuh Atmadjasaputra (alm) dan ibunda Hj Idah Sumirah
Purwitasari (almh) atas didikan dan ajarannya selama ini kepada saya. Mudahmudahan ilmu yang saya peroleh bisa menjadi amal bagi keduanya. Amin. Juga
kepada keluarga besar di Subang, kakak-kakak dan adik yang terus memberikan
dukungan dan keluarga besar di Palembang dan Tangerang.
5. Dr Kirsfianti L. Ginoga (Kapuspijak) yang telah memberikan ijin belajar kepada
saya untuk melanjutkan studi program doktor di EPN, Dr Bambang Tri Hartono
(Kapuspijak) dan Dr Bambang Suprianto, MSc yang turut mendukung dan
meningkatkan konsentrasi saya untuk penyelesaian disertasi ini. Kepada semua
rekan di Puslitbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI)
yang terus memberikan semangat dan menjadi teman diskusi, Mas Donny
Wicaksono yang telah banyak membantu dalam penyediaan data tutupan lahan
dan peta melalui analisis citra satelit.
6. Istri tercinta, Dr Sahara, serta anak-anak tercinta, Radja Ahmad Nur Fikri dan
Dwi Fitri Maharani atas kesabaran dan pengorbanan waktu karena
berkurangnya waktu berinteraksi di rumah.
7. Rekan-rekan kuliah Angkatan 2011, Kang Johan, Kang Widi, Teh Ina, Teh
Kokom, dan Kang Husen atas bantuannya di kesekretariatan selama ini.
Akhirnya semua dukungan yang telah diberikan kepada kami adalah bagian
penting dari penyelesaian disertasi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Deden Djaenudin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xvi

DAFTAR GAMBAR

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

xvii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Kebaruan Penelitian
Ruang Lingkup
TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teori
Maksimisasi Keuntungan
Hipotesis Transisi Hutan
Penelitian Sebelumnya
METODOLOGI
Kerangka Pemikiran
Model Transisi Hutan
Alokasi penggunaan lahan
Hipotesis
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Tutupan Lahan dan Faktor Ekonomi
Dinamika tutupan hutan: proses transisi hutan
Perubahan Tutupan Lahan Indonesia Periode 1990-2013
Perkembangan faktor-faktor ekonomi
Peluang Penurunan Laju Deforestasi
Hasil Pendugaan Model Transisi Hutan
Hasil Pendugaan Respon Areal Penggunaan Lahan
Isu statistik
Respon Alokasi Penggunaan Lahan
Elastisitas Respon Areal
Analisis Kebijakan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

1
1
4
9
9
9
10
10
12
14
16
21
21
22
25
28
28
32
32
32
32
37
41
48
51
53
54
55
59
61
65
65
66

DAFTAR PUSTAKA

68

LAMPIRAN

73

RIWAYAT HIDUP

90

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

Sasaran perluasan lahan pertanian tahun 2015-2019
Luas kawasan hutan dan PDRB per kapita menurut pulau di Indonesia
tahun 2013
Hubungan antara kesejahteraan nasional dan tutupan hutan
Pendapatan per kapita, kepadatan penduduk dan laju deforestasi
Indonesia menurut pulau
Pengelompokan provinsi berdasarkan laju deforestasi pada periode
2000-2013
Pengkelasan kembali tutupan lahan pada penelitan
Perkembangan luas tutupan lahan Indonesia
Perubahan tutupan hutan alam Indonesia, 1990-2013 (Hektar)
Perubahan hutan tanaman Indonesia, 1990-2013 (Hektar)
Perubahan tutupan perkebunan Indonesia, 1990-2013 (Hektar)
Perubahan tutupan pertanian Indonesia, 1990-2013 (Hektar)
Perubahan lahan pertambangan Indonesia, 2009-2013 (Hektar)
Perkembangan produksi kayu bulat Indonesia, 2010-2013
Perkembangan produksi tanaman pangan Indonesia, 2000-2013
Perkembangan harga ril komoditas tanaman pangan, 2000-2013
Perkembangan harga komoditas perkebunan, 2000-2013
Perkembangan produksi komoditas perkebunan, 2000-2013
Perkembangan panjang jalan darat di Indonesia, 2000-2014 (Km)
Perkembangan realisasi investasi dalam negeri (Triliun Rupiah)
Hasil Estimasi model peluang laju deforestasi rendah
Ringkasan statistik penggunaan lahan pada tahun 2000 dan 2013 dan
seluruh data panel
Ringkasan statistik untuk peubah penjelas
Ringkasan hasil pengujian korelasi semu, autokorelasi, dan
heteroskedastisitas
Hasil estimasi sistem persamaan alokasi lahan
Nilai elastisitas respon areal terhadap harga
Nilai elastisitas respon areal terhadap faktor ekonomi
Stok karbon (C) setiap penggunaan lahan (ton C/Ha)
Elastisitas harga jangka panjang respon penggunaan lahan
Elastisitas faktor ekonomi jangka panjang respon penggunaan lahan

3
6
18
23
24
29
36
38
39
39
40
41
41
42
43
44
45
46
47
51
53
54
54
55
59
60
61
63
63

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Dinamika tutupan lahan Indonesia
Laju deforestasi di Indonesia
Perkembangan laju deforestasi Indonesia 2009-2014
Perkembangan kontribusi sektor berbasis lahan terhadap PDB
Hasil analisis tutupan lahan Indonesia tahun 2000 dan 2013
Pengaruh perubahan harga output terhadap alokasi lahan
Kurva transisi hutan
Kerangka analisis
Perkembangan harga kayu, 2000-2013
Perkembangan harga CPO dan karet di pasar dunia dan domestik
Sebaran provinsi berdasarkan pendapatan per kapita dan laju
deforestasi tahun 2013
Sebaran provinsi menurut kepadatan penduduk dan laju deforestasi
tahun 2013
Sebaran provinsi antara pangsa tutupan hutan dan laju deforestasi
tahun 2013

2
4
5
6
8
12
15
22
42
44
49
49
50

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Peta tutupan lahan di Pulau Sumatera tahun 2000 dan 2013
Peta tutupan lahan di Pulau Kalimantan tahun 2000 dan 2013
Peta tutupan lahan di Pulau Jawa tahun 2000 dan 2013
Peta tutupan lahan di Pulau Bali dan NT tahun 2000 dan 2013
Peta tutupan lahan di Pulau Sulawesi tahun 2000 dan 2013
Peta tutupan lahan di Pulau Maluku dan Papua tahun 2000 dan 2013
Perkembangan kapasitas produksi industri pengolahan kayu primer
(m3/tahun)
Hasil estimasi ordered logistic model
Hasil estimasi model alokasi lahan

74
75
76
77
78
79
80
81
83

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan Indonesia dengan luas hutan terluas ketiga di dunia mendapatkan
perhatian yang tinggi dari dunia internasional terkait dengan isu deforestasi. Luas
kawasan hutan di Indonesia yang mencapai 130 juta ha atau sekitar 60 persen dari
total luas daratan Indonesia mempunyai fungsi langsung dan tidak langsung
terhadap kehidupan masyarakat. Hutan Indonesia berperan sebagai penggerak
ekonomi dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan nasional
di masa datang. Selain kontribusi dari hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu
seperti rotan, minyak kayu putih, gondorukem, terpentin, serta berbagai jenis
tumbuhan dan satwa liar, hutan dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam
bentuk jasa-jasa lingkungan dan wisata alam diantaranya melalui penyediaan
oksigen dan keindahan bentang alamnya. Hutan Indonesia juga berpotensi menjadi
solusi terhadap kemungkinan terjadinya krisis pangan, air dan energi di masa depan
dengan kemampuannya dalam mengatur siklus air serta potensinya sebagai salah
satu sumber energi baru terbarukan (bioenergi, panas, dan air).
Selama empat dasawarsa terakhir, sejak dimulainya pemanfaatan dan
pengusahaan hutan secara komersial dalam skala besar, pengelolaan hutan di
Indonesia telah menjadikan hutan sebagai modal utama pembangunan ekonomi
nasional yang memberikan dampak positif antara lain terhadap peningkatan devisa,
penyerapan tenaga kerja, serta mendorong pengembangan wilayah dan
pertumbuhan ekonomi. Keberadaan hutan juga berperan dalam penanganan
kemiskinan. Jumlah angka kemiskinan di Indonesia adalah sebesar 28.5 juta jiwa
dan lebih dari 50% tinggal di wilayah pedesaan1. Masyarakat yang ada di dalam
dan sekitar kawasan hutan hidupnya sangat tergantung pada sumberdaya hutan.
Di samping itu peran hutan selain menyediakan produk baik barang maupun
jasa lingkungan yang penting, hutan juga berperan sebagai jaring pengaman ekonomi ketika terjadi krisis ekonomi yang parah. Selama krisis ekonomi tahun 19971998, jumlah rumah tangga di sekitar hutan yang memperoleh penghasilan dari
sumberdaya hutan meningkat dari 23.3 persen ke 32.9 persen, kontribusi terbesar
adalah dari kayu dan rotan (Sunderlin dan Resosudarmo 1996). Hal ini berarti
bahwa sektor kehutanan digunakan sebagai alternatif mata pencaharian ketika
terjadinya kesulitan ekonomi yaitu dengan memanfaatkan hasil hutan non-kayu
lebih banyak daripada biasanya oleh masyarakat.
Sektor kehutanan juga turut berperan dalam mendukung pembangunan sektor
non kehutanan melalui penyediaan lahan baik melalui mekanisme pinjam pakai
kawasan hutan maupun melalui mekanisme tukar menukar dan pelepasan kawasan
hutan untuk kepentingan berbagai sektor seperti pertambangan, energi, transportasi
dan lain sebagainya. Sampai dengan tahun 2011 seluas 5.9 juta hektar kawasan
hutan telah dilepaskan untuk mendukung usaha perkebunan dan pengembangan
1

BPS (2014). Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan,
1970-2013. (online). https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1494

2

Hektar (x 1000)

wilayah transmigrasi. Kemudian ditargetkan sampai dengan tahun 2030 total seluas
18 juta hektar kawasan hutan dapat dialokasikan untuk kepentingan pembangunan
sektor non kehutanan. Alokasi kawasan hutan tersebut ditujukan untuk memenuhi
tuntutan dinamika pembangunan nasional serta kebutuhan masyarakat dengan tetap
berlandaskan pada optimalisasi distribusi fungsi dan manfaat kawasan hutan serta
dilakukan sesuai peraturan perundangan yang berlaku (Kemenhut 2011).
Terkait dengan isu perubahan iklim, pengelolaan sumberdaya hutan
Indonesia yang mengarah pada terjadinya konversi hutan ke bentuk penggunaan
lain menjadi sorotan internasional. Sektor berbasis lahan seperti pertanian,
kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya menyumbang emisi gas rumah kaca yang
penting dari aktivitas manusia terutama deforestasi dan pertanian (IPCC 2014).
Untuk menghindari dampak buruk yang diakibatkan oleh pemanasan global
tersebut, maka negara-negara yang mempunyai hutan harus mengelolanya secara
lestari. Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar
26% pada tahun 2020, dimana sektor hutan dan gambut memberikan kontribusi
pengurangan emisi yang terbesar (87%) dari total target pengurangan emisi
tersebut2.
Penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan dan kehutanan (Land use,
Land Used Change and Forestry, LULUCF) menyumbang emisi sebesar 18% 20% dari total emisi (Pagiola dan Bosquet 2009; Stern 2007). Secara kuantitas
emisi karbon, LULUCF diperkirakan menyumbang sekitar 1,6 milyar ton karbon
diemisi setiap tahun (Köhl et al. 2009). Dengan demikian upaya pengurangan emisi
gas rumah kaca melalui pengelolaan hutan dalam bentuk pengurangan laju
deforestasi menjadi sangat penting.
Deforestasi merupakan penyumbang emisi karbon yang penting yang
berdampak pada proses kerusakan lingkungan seperti desertifikasi, erosi, dan
kehilangan keanekaragaman hayati. Secara historis, luas kawasan hutan
menunjukkan kecenderungan yang berkurang sebagai akibat dari konversi kawasan
hutan tersebut untuk penggunaan lain, seperti untuk lahan pertanian tanaman
pangan, perkebunan, pemukiman, dan pembangunan infrastruktur (Gambar 1).
120000,00

1990

2000

100000,00

2003

2006

2009

2011

2012

2013

80000,00
60000,00
40000,00
20000,00
0,00
Hutan alam

Hutan
Tanaman

Perkebunan

Tanaman
Pangan

Pemukiman

Gambar 1 Dinamika tutupan lahan Indonesia

2

Secara detil kontribusi setiap sektor terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 26% pada
tahun 2020 dapat dilihat pada Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi
Nasional pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK)

3
Deforestasi terjadi karena konversi hutan untuk penggunaan lain seperti
pertanian, perkebunan, pemukiman, pertambangan dan prasarana wilayah.
Penanganan deforestasi sangat terkait dengan bagaimana penanganan persaingan
penggunaan lahan untuk berbagai penggunaan. Secara umum kejadian deforestasi
tersebut dapat dibedakan menjadi yang terencana (planned deforestation) dan tidak
terencana (unplanned deforestation). Dengan demikian pengurangan laju
deforestasi berimplikasi pada kinerja perekonomian, khususnya alokasi lahan untuk
kegiatan produksi tanaman pangan, perkebunan, pertambangan dan hutan.
Dinamika tutupan lahan yang terjadi di Indonesia tidak dapat lepas
pertumbuhan penduduk yang tinggi. Sebagaimana halnya kota di negara-negara
berkembang lain, jumlah penduduk kota meningkat dengan laju pertumbuhan 5.5 %
per tahun pada dekade 1980-1990 dan 6% pada dekade 1990-2000. Makin
banyaknya penduduk akibat pertumbuhan alami maupun migrasi berimplikasi pada
makin besarnya tekanan penduduk atas lahan, karena kebutuhan lahan untuk tempat
tinggal dan lahan untuk fasilitas-fasilitas lain sebagai pendukungnya yang semakin
meningkat.
Ekspansi lahan pertanian merepresentasikan sebagai faktor langsung
terjadinya deforestasi. Di negara-negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia, sebagian besar lahan dimanfaatkan untuk bidang pertanian. Lahan
sebagai faktor produksi pertanian dan perkebunan bertujuan untuk memenuhi
konsumsi dan kebutuhan hidup manusia. Sesuai dengan rencana strategis (Renstra)
Pertanian 2015-2019, kebutuhan lahan pertanian sampai dengan tahun 2019 terus
meningkat (Kementan 2015) seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Sasaran perluasan lahan pertanian tahun 2015-2019
Tipologi lahan
Cetak Sawah
Perluasan Areal Hortikultura
Perluasan Areal Perkebunan
Rakyat
Perluasan Areal Peternakan
Total

2015

2016

2017 2018 2019
(ribu Ha)

Jumlah

40
5

130
10

250
10

280
10

300
10

1.000
45

15

20

20

20

20

95

5
65

5
165

5
285

5
315

335

5

25
1 165

Sumber: Renstra Kementerian Pertanian (2014)
Demikian juga halnya dengan pertambangan. Di satu sisi sektor
pertambangan dan energi merupakan salah satu sektor pembangunan penting bagi
Indonesia. Tahun 2013 Sektor pertambangan menyumbang sekitar 11.2% dari nilai
ekspor Indonesia dan memberikan kontribusi sekitar 2.8% terhadap produk
domestik bruto (PDB). Industri pertambangan mempekerjakan sekitar 37 787
tenaga kerja orang Indonesia. Namun demikian pengembangan pertambangan
berkompetisi dengan hutan, karena fakta yang ada potensi pertambangan ada di
bawah lahan dalam status kawasan lindung yang memiliki fungsi utama untuk
perlindungan. Operasionalisasi pertambangan yang berada dalam kawasan hutan
adalah melalui proses ijin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). Di mana sampai
dengan Oktober 2013 sudah diterbitkan ijin pertambangan untuk 2 138 unit dengan
luasan mencapai 3.9 juta hektar. Meskipun demikian unit yang aktif hanya 945 unit
dengan luasan sekitar 2 juta hektar (Kemenhut 2013).

4
Berdasarkan uraian di atas penggunaan lahan dan kejadian perubahan
penggunaan lahan tidak dapat dihindari. Hasil akhir dari persaingan penggunaan
lahan ini adalah perubahan tutupan hutan ke bentuk penggunaan lain atau
deforestasi. Hal ini diakibatkan oleh sumberdaya hutan yang menyediakan berbagai
produk seperti kayu, non-kayu dan lahan yang cocok untuk penggunaan lahan yang
lain. Dengan demikian seiring dengan upaya mitigasi perubahan iklim berbasis
lahan, diperlukan informasi terkait dengan faktor-faktor sebagai pendorong
penurunan laju deforestasi di Indonesia dan bagaimana faktor-faktor tersebut
mempengaruhi persaingan penggunaan lahan di Indonesia. Lebih jauh penelitian
ini diharapkan akan diperoleh rekomendasi kebijakan untuk penanganan isu
perubahan penggunaan lahan dan hutan terkait isu perubahan iklim berbasis lahan.
Perumusan Masalah
Perekonomian Indonesia tahun 2015 yang diukur berdasarkan Produk
Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp11 540.8 triliun dan
PDB perkapita mencapai Rp45,2 juta atau US$3 377.1. Ekonomi Indonesia tahun
2015 tumbuh 4.79 persen melambat bila dibanding tahun 2014 sebesar 5.02 persen
(BPS 2016). Pertumbuhan ekonomi tersebut tidak terlepas dari kontribusi yang
diberikan aktivitas pembangunan ekonomi yang berbasis lahan, seperti pertanian
tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.

Laju deforestasi (juta ha/tahun)

3,51
2,83

1,87
1,37
0,68

0,5
1990-1996

1,08
0,78
0,3

1996-2000

Total

2000-2003

1,17
0,76
0,41
2003-2006

Dalam kawasan hutan

0,83
0,61
0,22

0,45
0,32
0,13

2006-2009

2009-2011*

Luar kawasan hutan

Sumber: Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Kehutanan

Gambar 2 Laju deforestasi di Indonesia
Sejalan dengan perkembangan kontribusi sektor perekonomian berbasis lahan
tersebut, laju deforestasi menunjukkan kecenderungan yang menurun (Gambar 2).
Dari Gambar 2 terlihat bahwa secara nasional terdapat kecenderungan penurunan
laju deforestasi mulai dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2009. Laju deforestasi
yang tertinggi terjadi pada periode 1996-2000. Pada masa tersebut Indonesia
kehilangan hutan seluas 3.5 juta hektar per tahun. Laju deforestasi tersebut
menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun. Pada peiode 2006-2009,
tingkat laju deforestasi sekitar 0.8 juta hektar per tahun. Kemudian pada periode

5
2009-2011 laju deforestasi Indonesia terus menunjukkan penurunan, dimana pada
periode tersebut laju deforestasi sebesar 0.45 juta hektar per tahun. Penurunan laju
deforestasi tersebut ternyata diikuti dengan dengan penurunan kontribusi sektor
kehutanan terhadap perekonomian nasional, di mana pada tahun 2012 besar
kontribusi sektor kehutanan dibawah 1%.
Kinerja deforestasi Indonesia pada periode berikutnya seperti disajikan pada
Gambar 3. Terlihat bahwa laju deforestasi mengalami peningkatan kembali dan
puncaknya pada periode 2012-2013 yang mencapai sekitar 0.7 juta hektar per tahun.
Meskipun demikian laju deforestasi tersebut menunjukan kecenderungan yang
menurun lagi.

Sumber: DJPKTL (2016)
Gambar 3 Perkembangan laju deforestasi Indonesia 2009-2014
Tingginya laju deforestasi di Indonesia menjadi sorotan dunia internasional
terutama setelah dinyatakan bahwa deforestasi dan degradasi hutan menyumbang
terhadap emisi gas rumah kaca. Guna menangani permasalahan tersebut pemerintah
mengeluarkan kebijakan pengurangan deforestasi, seperti kebijakan penundaan ijn
baru untuk pemanfaatan hutan di hutan alam dan gambut, kebijakan soft landing
produksi kayu, dan penerapan sertifikat legalitas kayu. Semua kebijakan tersebut
diarahkan untuk mengendalikan konversi hutan ke peruntukan lain. Permasalahan
lain yang muncul adalah bahwa sebagai negara berkembang Indonesia masih
membutuhkan lahan untuk proses pembangunannya. Kondisi ini mengakibatkan
kebijakan-kebijakan tersebut tidak berjalan secara efektif. Hal ini diindikasikan
dengan kejadian deforestasi yang masih berlanjut.
Tingginya laju deforestasi tersebut terkait dengan peranan sumberdaya hutan
yang telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi
dampak positif antara lain terhadap peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja
dan mendorong pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi. Meskipun
PDB Indonesia terus menunjukkan kenaikan. Secara nominal nilai produk domestik
bruto untuk sektor berbasis lahan menunjukkan kecenderungan meningkat kecuali
untuk sektor kehutanan yang cenderung konstan (Gambar 4a). Meskipun demikian
secara relatif, kontribusi sektor ekonomi berbasis lahan tersebut meenunjukkan
kecenderungan menurun. Sektor pertanian tanaman pangan memberikan kontribusi
yang tertinggi, sementara itu sektor kehutanan memberikan kontribusi yang
terendah bahkan di bawah 1%, mulai tahun 2009 (Gambar 4b).

6
Penurunan luas hutan terjadi karena ada perubahan tutupan lahan ke
penggunaan yang lain. Seperti disajikan pada Gambar 1, penurunan tutupan hutan
diikuti dengan peningkatan luas hutan tanaman, pertanian, perkebunan dan
pertambangan. Dinamika tutupan tersebut tidak dapat lepas perkembangan faktor
ekonomi, sosial, dan kebijakan pemerintah.

(a)

(b)

Gambar 4 Perkembangan kontribusi sektor berbasis lahan terhadap PDB
Variasi pengelolaan sumberdaya hutan yang berbeda-beda ini berdampak
pada tingkat pertumbuhan ekonomi yang bervariasi juga, seperti dapat dilihat pada
Tabel 2. Perbedaan pengelolaan sumberdaya hutan di tiap wilayah menggiring
terhadap penanganan pengurangan laju deforestasi antar wilayah yang berbedabeda juga. Seperti diuraikan sebelumnya bahwa setiap pemerintah daerah akan
memanfaatkan sumberdaya alam yang dimilikinya untuk mencapai tingkat
pembangunan ekonomi yang maksimum. Sebagai misal di Pulau Sumatera, Jawa
dan Kalimantan porsi luas hutan yang kecil tetapi memiliki PDRB per kapita yang
tinggi. Sementara itu di Pulau Papua dan Maluku, pangsa hutan tersisa sebesar
74.16%, juga mempunyai PDRB per kapita yang tinggi. Terkait dengan upaya
pengurangan laju deforestasi dalam rangka pengurangan emisi gas rumah kaca,
Tabel 2 mengindikasikan bahwa laju deforestasi di Sumatera, Jawa, dan
Kalimantan adalah tinggi. Sementara laju deforestasi di Pulau Maluku dan Papua
relatif rendah.
Tabel 2

Luas kawasan hutan dan PDRB per kapita menurut pulau di Indonesia
tahun 2013
Pulau

Sumatera
Jawa
Kalimantan
Sulawesi
Nusa Tenggara & Bali
Maluku & Papua

Kepadatan
Penduduk
(Orang/km2)
123.70
1 086.20
41.50
104.83
352.67
22.25

PDRB
Perkapita
(x1000 / jiwa)
34.391
22.341
53.340
18.420
15.057
30.694

Sumber: Badan Pusat Statistik (berbagai terbitan), diolah

Porsi luas kawasan hutan
terhadap luas daratan
(%)
29.50
20.59
45.81
49.34
33.91
74.16

7
Intensitas pengelolaan dan luas tutupan hutan di Indonesia berbeda-beda
menurut wilayah di Indonesia. Gambar 5 menyajikan perubahan tutupan lahan
tahun 2000 dan 2013. Dari gambar tersebut terlihat bahwa tingkat intensitas
perubahan hutan ke penggunaan lain di Pulau Sumatera, Jawa dan sebagian
Kalimantan termasuk yang mengeksploitasi hutannya yang tinggi. Hal ini
diindikasikan dengan sisa tutupan hutan yang relatif kecil. Sementara tutupan lahan
di Pulau Jawa tahun 2000 dan 2013 sudah didominasi oleh pertanian, meskipun
menunjukan kecenderungan peningkatan luas hutannya. Kondisi yang sangat
berbeda untuk wilayah-wilayah yang ada di Pulau Maluku dan Papua dimana
dominasi tutupan hutan masih sangat tinggi. Hal ini menggambarkan intensitas
perubahan tutupan hutan pada periode yang sama di kedua pulau ini masih rendah.
Keberagaman perubahan tutupan hutan ini tidak lepas kekayaan sumberdaya
alam yang ada dan kebijakan pembangunan yang diterapkan di wilayah tersebut.
Pemanfaatan sumber daya alam tersebut sangat tergantung pada perkembangan
faktor ekonomi yang terjadi wilayah tersebut. Sebagai misal di Pulau Jawa
perkembangan lahan pertanian sangat cepat dibandingkan dengan di wilayah lain.
Kondisi ini terjadi sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk yang tinggi di
wilayah Jawa ini dan juga pembangunan infrastruktur yang sangat maju. Hal ini
mendorong terhadap laju konversi hutan ke lahan pertanian dan pemukiman yang
sangat tinggi. Kondisi yang sangat bertolak belakang dengan di wilayah Maluku
dan Papua dimana pertumbuhan penduduk yang rendah dan pembangunan
infrastruktur yang masih terbatas menjadikan intensitas perubahan hutan menjadi
lebih rendah.
Terkait dengan upaya pengurangan emisi gas rumah kaca melalui
pengurangan deforestasi, terdapat mekanisme insentif bagi wilayah yang berhasil
mengurangi laju deforestasinya tersebut. Upaya pengurangan laju deforestasi
tersebut dapat dilakukan melalui banyak upaya seperti konservasi hutan,
meningkatkan kegiatan penanaman dan/atau dengan penerapan pengelolaan hutan
lestari. Permasalahan yang muncul dengan upaya pengurangan laju deforestasi ini
adalah semakin terbatasnya lahan yang dapat digunaan untuk kebutuhan
penggunaan lain. Dengan demikian diperlukan informasi terkait dengan dinamika
tutupan hutan dan bagaimana persaingan penggunaan lahan selama ini.
Seperti telah diuraikan di atas bahwa laju deforestasi yang terjadi di Indonesia
cenderung menurun. Hal ini mendorong terhadap kondisi dinamika tutupan hutan
yang mencapai kondisi transisi hutan, yaitu kondisi dimana terjadi penambahan
tutupan hutan. Transisi hutan terjadi pada saat pembangunan sosial ekonomi
menggiring pola pengelolaan hutan dari deforestasi ke reforestasi (Yackulic et al.
2011). Oleh karena itu berdasarkan uraian di atas muncul pertanyaan penelitian
yang ingin di jawab, yaitu (1) bagaimana kondisi pengelolaan sumberdaya hutan
Indonesia, apakah masih mengarah pada deforestasi atau sudah mengarah pada
suatu transisi hutan dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi terhadap laju
deforestasi di Indonesia sehingga terjadi pembalikan arah hutan ke reforestasi?; (2)
bagaimana persaingan penggunaan lahan terjadi di Indonesia?; dan (3) kebijakan
apa yang dapat direkomendasikan terkait dengan upaya pengurangan deforestasi?

8

Gambar 5 Hasil analisis tutupan lahan Indonesia tahun 2000 dan 2013

9
Tujuan
Secara umum disertasi ini bertujuan untuk mengkaji perilaku alokasi lahan di
Indonesia. Secara khusus disertasi ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi pola perubahan tutupan hutan berdasarkan teori transisi
hutan;
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempercepat diperolehnya laju deforestasi
yang rendah;
3. Menganalisis respon luas penggunaan lahan terhadap fluktuasi harga output;
4. Menganalisis respon luas penggunaan lahan terhadap peningkatan kepadatan
penduduk, infrastruktur dan investasi.
Dengan diketahuinya dinamika penggunaan lahan dan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap alokasi penggunaan lahan di Indonesia maka hasil penelitian
ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi yang berguna untuk pengambilan
keputusan dalam kebijakan penurunan laju deforestasi di Indonesia.
Kebaruan Penelitian
Penelitian empiris terkait dengan isu deforestasi lebih banyak menggunakan
pendekatan kehilangan tutupan hutan saja atau ekspansi lahan pertanian secara
umum. Dari beberapa penilaian yang ada tersebut lebih didekati dengan data level
nasional saja atau di provinsi tertentu. Disertasi ini menyajikan bagaimana
dinamika tutupan hutan Indonesia terjadi karena adanya persaingan penggunaan
lahan antara hutan, perkebunan, tanaman pangan dan pertambangan dengan
mengunakan data panel 32 provinsi dalam periode 2000-2013. Disertasi ini juga
berhasil membangun model peluang untuk mempelajari dinamika tutupan hutan
untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemungkinan
pengurangan laju deforestasi di Indonesia.
Hasil estimasi dari model peluang dan model persaingan penggunaan lahan
ini dapat dijadikan sebagai dasar penyusunan kebijakan percepatan pengurangan
laju deforestasi sehingga efektivitas mitigasi perubahan iklim berbasis lahan
menjadi lebih efektif.
Ruang Lingkup
Istilah penggunaan lahan (land use), berbeda dengan istilah penutup lahan
(land cover). Penggunaan lahan biasanya meliputi segala jenis kenampakan dan
sudah dikaitkan dengan aktivitas manusia dalam memanfaatkan lahan, sedangkan
penutup lahan mencakup segala jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi
yang ada pada lahan tertentu. Penggunaan lahan merupakan aspek penting karena
penggunaan lahan mencerminkan tingkat peradaban manusia yang menghuninya.
Data penutupan hutan secara historis sangat diperlukan untuk membangun tingkat
emisi referensi. Menurut KLHK (2014) data tutupan lahan yang tersedia
menggunakan pendekatan kombinasi penginderaan jauh dan inventarisasi terestrial
hutan. Data perubahan penutupan lahan yang digunakan adalah citra Landsat 5,
Landsat 7 ETM+ yang tersedia untuk tahun 2000, 2003, 2006, 2009, 2011, 2012
dan 2013.

10
Tutupan lahan yang digunakan dalam disertasi ini dibatasi pada hutan (yang
merupakan agregasi dari semua kelas tutupan hutan termasuk hutan alam, hutan
tanaman dan hutan rakyat), perkebunan, pertanian tanaman pangan, pertambangan,
dan lainnya. Alokasi penggunaan lahan didekati dengan membangun sistem
persamaan yang didasarkan pada perilaku maksimisasi keuntungan dengan kendala
lahan. Selain itu perubahan tutupan lahan yang dimasukan ke dalam model adalah
sebagai akibat aktivitas penggunaan lahan. Dengan demikian model ini hanya
mencakup kegiatan produksi dan tidak memasukkan bencana alam seperti
kebakaran hutan dan lahan.
Dalam perkembangannya sudah banyak literatur yang mengembangkan
model deforestasi, akan tetapi model yang dikembangkan tersebut bersifat tunggal.
Model tersebut hanya melihat bagaimana luas hutan berkurang atau bagaimana luas
pertanian atau perkebunan meningkat. Model yang dikembangkan dalam penelitian
ini mampu menggambarkan pola persaingan antar penggunaan lahan sehingga
memungkinkan untuk dapat melihat apakah terjadi deforestasi atau sebaliknya
melalui suatu proses transisi hutan.
Deforestasi yang digunakan dalam penelitian ini ini adalah berkurangnya
lahan hutan yang berubah menjadi penggunaan lain seperti pertanian tanaman
pangan dan perkebunan. Luas penggunaan lahan yang digunakan diukur dengan
menggunakan data tutupan lahan yang didefinisikan oleh Kementerian Kehutanan.

TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teori
Tingkat produksi suatu komoditi sangat tergantung pada faktor produksi yang
tersedia. Salah satu faktor produksi yang penting adalah lahan. Bagi suatu wilayah
lahan yang dapat digunakan atau sesuai untuk memproduksi suatu komoditi bersifat
terbatas. Keterbatasan lahan tersebut menggiring pada suatu kompetisi penggunaan
lahan. Dengan asumsi bahwa lahan di suatu wilayah yang terbatas tersebut dapat
digunakan untuk menghasilkan beberapa jenis komoditi dalam satu titik waktu
tertentu, jika lahan tersebut dialokasikan untuk menghasilkan suatu produk maka
alokasi lahan untuk mengembangkan produk yang lain akan berkurang. Dengan
demikian terlihat adanya kompetisi dalam penggunaan lahan untuk berbagai tujuan
penggunaan.
Dalam disertasi ini keputusan alokasi penggunaan lahan didorong oleh pasar
(market driven). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian terkait dengan
tingkat produksi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dikelompokan
menjadi dua pendekatan, yaitu pendekatan primal dan dual. Melalui pendekatan
primal dikembangkan model produksi sebagai fungsi dari faktor produksi (fungsi
produksi). Sementara itu pendekatan dual dilakukan dengan mengembangkan
fungsi keuntungan atau biaya. Dalam analisis alokasi lahan, pendekatan yang
banyak digunakan adalah pendekatan dual dengan menggunakan fungsi
keuntungan, seperti yang dilakukan oleh Boere et al. (2015), Wolfersberger et al.
(2015), dan Wu dan Segerson (1995).
Tinggi rendahnya produksi suatu produk dipengaruhi oleh banyak faktor,
antara lain dipengaruhi oleh harga output, harga input, harga output komoditas lain

11
dan infrastruktur yang tersedia serta kebijakan yang diberlakukan di suatu daerah.
Dalam pencapaian tujuan untuk memaksimumkan keuntungan, kebutuhan terhadap
lahan merupakan permintaan turunan. Keputusan penambahan lahan untuk
komoditas tertentu diambil karena untuk meningkatkan produksi komoditas
tersebut. Oleh karena itu, keputusan ekspansi penggunaan lahan juga akan
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi
komoditi tertentu yaitu harga output sendiri, harga output produk saingan, dan
infrastruktur. Persaingan penggunaan lahan akibat perubahan harga output
disajikan pada Gambar 6.
Misal terdapat dua kegiatan produksi, yaitu pertanian (A) dan hutan (F).
Diasumsikan pada tingkat produksi yang memungkinkan untuk produk pertanian
(QA) dan produk hutan (QF) yang efisien adalah berada di sepanjang kurva
kemungkinan produksi (KKP) yang berbentuk konkaf terhadap titik original.
Berdasarkan bentuk KKP yang demikian, maka daya transformasi produk (rate of
transformation product, RTP) adalah sebesar negatif dari kemiringan KKP tersebut.
Dengan demikian
dF
RPT ( A untuk F)  
(sepanjang kurva KKP )
dA
Pada saat tercapai keuntungan maksimum, maka tingkat transformasi produk
sama dengan rasio harga produk tersebut, sehingga
RPT ( A untuk F)  

P
dF
 - F (sepanjang kurva KKP )
dA
PA

Misal pada kondisi awal di titik 1 pada KKP, yang berarti bahwa tingkat
produksi pertanian adalah Q1A dan hutan sebesar Q1F. Untuk menghasilkan tingkat
produksi Q1A diperlukan lahan sebesar L1A dan tingkat produksi Q1F diperlukan
L1F. Jika harga produk hutan PF naik dan PA tetap, maka rasio harga output
tersebut akan naik. Akibat dari perubahan output hutan ini menjadikan posisi
kombinasi produksi optimum akan bergerak ke titik 2 (Q2F, Q2A). Hal ini berakibat
pada alokasi lahan untuk hutan akan meingkat menjadi L2F dan alokasi lahan untuk
pertanian akan menjadi L2A. Dengan demikian peningkatan produksi pada salah
satu komoditas akan membutuhkan lahan yang lebih luas dengan asumsi tingkat
teknologi yang tidak berubah. Hal ini berakibat pada pengurangan alokasi lahan
untuk komoditas yang lain sebagai akibat dari ketersediaan lahan yang terbatas.

12

Fungsi produksi
pertanian

Produksi
Pertanian
QA

QA =QA(K, LA)

Kurva Kemungkinan Produksi
(KKP)
'
2

P1F
P
P2F 1 A

3
Input Lahan
Pertanian,
LA

P2 A

L
P

1A

Produksi
QF

Hutan,

1F

Alokasi Lahan

A
Input Lahan
Untuk Hutan, LF)

Fungsi Produksi Hutan
QF =QF(K, LF)

Gambar 6 Pengaruh perubahan harga output terhadap alokasi lahan
Maksimisasi Keuntungan
Alokasi lahan untuk berbagai tujuan penggunaan sangat diperlukan dalam
rangka penetapan kebijakan pencapaian tujuan pembangunan nasional dan kualitas
lingkungan. Pemahaman terhadap bagaimana memutuskan pengalokasian lahan
untuk berbagai penggunaan dan bagaimana faktor-faktor ekonomi dan kebijakan
berpengaruh terhadap keputusann alokasi lahan menjadi isu yang sangat penting.
Persaingan penggunaan lahan antara hutan dan bukan hutan sudah terjadi sejak
dulu. Akan tetapi isu ini semakin meningkat setelah munculnya isu perubahan
iklim.
Berbagai literatur terkait persaingan penggunaan lahan menyimpulkan bahwa
keputusan terhadap alokasi lahan ditujukan untuk memaksimumkan keuntungan
(Boere et al. 2015; Gorddard 2009; Wu dan Segerson 1995). Misalkan terdapat
suatu wilayah atau produsen, h, dengan luas Lh hektar yang digunakan untuk I
buah penggunaan lahan, lhi. Sehingga ℎ = ∑�= ℎ . Untuk setiap penggunaan
lahan, produsen akan mengalokasikan lahannya untuk penggunaan tertentu untuk
memaksimumkan keuntungan.
Misal i = 1, ..., I adalah indeks penggunaan lahan tertentu, m = 1, ..., M
merupakan indeks input yang digunakan. Keputusan alokasi lahan yang dilakukan
oleh produsen akan sangat tergantung pada harga output p = (p1, .... , pI) dan hargaharga input w = (w1, ... , wM).
Fungsi keuntungan yang diperoleh dari sistem alokasi lahan didefinisikan
sebagai berikut:
�ℎ = max ∑ �ℎ � ,


dengan kendala

,



13


=





h = 1, …, I ; t = 1, …, T
Dimana
�ℎ
: fungsi keuntungan untuk produser ke-h
, ℎ : fungsi keuntungan untuk produser ke-h, land-use ke-i
�ℎ � ,

: vektor harga output
: vektor harga input
: luas total lahan yang tersedia

:
luas lahan per penggunaan lahan ke-i


, ℎ mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Fungsi keuntungan �ℎ � ,
a. Homogen derajat satu dalam � ,
b. Terjadi peningkatan keuntungan jika terjadi peningkatan dalam � dan
c. Terjadi penurunan keuntungan jika terjadi peningkatan harga input
d. Cembung terhadap titik origin dan kontinu



Dengan menggunakan fungsi Lagrangian:


= ∑ �ℎ � ,

,

Dimana



+ (



−∑



)

merupakan harga bayangan dari kendala lahan. Syarat perlu dari fungsi
Lagrangian tersebut untuk mendapatkan solusi adalah:
��

�ℎ



=

��ℎ
�ℎ

−∑



=

=



Persamaan pertama merupakan persamaan alokasi lahan yang menunjukan
tambahan k