Pengembangan Produk Krim Sup Instan Tinggi Betakaroten Berbasis Labu Kuning (Cucurbita Moschata) Untuk Lansia

PENGEMBANGAN PRODUK KRIM SUP INSTAN
TINGGI BETAKAROTEN BERBASIS LABU KUNING
(Cucurbita moschata) UNTUK LANJUT USIA (LANSIA)

WAWAN SAEPUL IRWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Produk Krim
Sup Instan Tinggi Betakaroten Berbasis Labu Kuning (Cucurbita Moschata)
Untuk Lansia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017

Wawan Saepul Irwan
NIM I 1511 24081

RINGKASAN
WAWAN SAEPUL IRWAN. Pengembangan Produk Krim Sup Instan Tinggi
Betakaroten Berbasis Labu Kuning (Cucurbita Moschata) Untuk Lansia.
Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN dan AHMAD SULAEMAN.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan produk krim sup instan
tinggi beta-karoten berbasis labu kuning untuk lanjut usia. Desain penelitian
menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dan menggunakan 3 formula.
Terdapat dua faktor yang diujikan yaitu jenis pengolahan dan proporsi antara labu
dan wortel. Formula terpilih merupakan hasil pengujian terhadap panelis agak
terlatih. Formula sup krim instan terpilih terdiri dari labu dan wortel dengan rasio
2:1. Hasil uji kesukaan pada panelis konsumen lansia menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara sup krim segar dengan sup krim instan.
Lansia lebih menyukai sup krim instan daripada sup krim segar. Sifat kimia pada
sup krim instan formula terpilih terdiri dari kadar air 4,9% (bb), kadar abu 3,0%

(bk), protein 2,2% (bk), lemak 16,5% (bk), karbohidrat 78,3% (bk) dan betakaroten 3380 mcg/g. Sup krim instan terpilih dapat diklaim sebagai produk
pangan tinggi beta-karoten dan kalium.
Kata kunci: sup instan, beta-karoten, lanjut usia (lansia)

SUMMARY
WAWAN SAEPUL IRWAN. Development of high Betacarotene Instant Cream
Soup Product Based on Yellow Pumpkin (Cucurbita moschata) for Elderly.
Supervised by BUDI SETIAWAN and AHMAD SULAEMAN.
The purpose of this study was to produce instant soup cream with high betacarotene for elderly. The study design used a factorial completely randomized
design with two replications with 3 formulas. There were two factors given to the
treatment unit, processing type and proportion between the pumpkin and carrot.
Selected formula determined by the preference by trained panelist. Cream instant
soup with pumpkin and carrot ratio 2:1 was the chosen formula. Test
acceptability between fresh cream and instant soup for the elderly using hedonic
test with resulted significantly different between fresh and instant soups cream.
Chemical properties of selected instant cream soup including moisture (4.9%),
ash (3.0%), protein (2. 2%), total fat content (16.5%), and carbohydrate (78.3%).
Beta-carotene content of selected instant cream soup 3380 mcg/g respectively.
Selected instant cream soup can be claimed as high beta-carotene food and
kalium.

Keywords: instant soup, beta-carotene, elderly

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGEMBANGAN PRODUK KRIM SUP INSTAN
TINGGI BETAKAROTEN BERBASIS LABU KUNING
(Cucurbita moschata) UNTUK LANJUT USIA (LANSIA)

WAWAN SAEPUL IRWAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji luar komisi pada ujian tesis : Prof. Dr. Drh. Clara M Kusharto, M.Sc.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah Produk Pangan untuk Lansia, dengan judul
Pengembangan Produk Krim Sup Instan Tinggi Betakaroten Berbasis Labu
Kuning (Cucurbita Moschata) untuk Lanjut Usia (Lansia).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Budi Setiawan dan
Bapak Prof. Dr. Ahmad Sulaeman selaku pembimbing. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN.

Sebagai Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat yang telah mengarahkan
penulis untuk dapat menyelesaikan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2017

Wawan Saepul Irwan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian


1
1
2
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA

3

3 KERANGKA PEMIKIRAN

8

4 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Tahapan Penelitian
Rancangan Percobaan

Pengolahan dan Analisis Data

10
10
10
10
10
14
15

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Formulasi Sup Krim
Analisis Fisik Bubuk Sup Krim Instan
Sifat Organoleptik Sup Krim Segar dan Instan
Kandungan Gizi dan Betakaroten
Kandungan Gizi Per Takaran Saji
Kontribusi Zat Gizi Sup Krim Segar dan Sup Krim Instan
Terpilih terhadap Acuan Label Gizi (ALG)
Retensi Kandungan Gizi dan -karoten Setelah Proses Pengeringan
Karakteristik Organoleptik Sup Krim Labu Kuning yang Diujikan

kepada Lansia

15
15
16
16
27
30
31
32
32

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

35
35
35


DAFTAR PUSTAKA

36

LAMPIRAN

40

RIWAYAT HIDUP

59

DAFTAR TABEL
1 Komposisi zat gizi labu kuning per 100 gram bahan (daging buah
segar)
2 Batas atas dan batas bawah zat gizi makro dan mikro
3 Formulasi krim sup labu
4 Analisis fisik bubuk sup krim instan formula
5 Hasil uji hedonik paramater warna sup krim
6 Hasil uji mutu hedonik paramater warna sup krim

7 Hasil uji hedonik paramater tekstur sup krim
8 Hasil uji mutu hedonik paramater tekstur sup krim
9 Hasil uji hedonik paramater aroma labu sup krim
10 Hasil uji mutu hedonik paramater aroma labu sup krim
11 Hasil uji mutu hedonik paramater aroma wortel sup krim
12 Hasil uji mutu hedonik paramater aroma bawang bombay sup krim
13 Hasil uji mutu hedonik paramater aroma kaldu sup krim
14 Hasil uji hedonik paramater rasa sup krim
15 Hasil uji mutu hedonik paramater rasa pahit sup krim
16 Hasil uji mutu hedonik paramater rasa asin sup krim
17 Hasil uji mutu hedonik paramater rasa manis sup krim
18 Hasil uji mutu hedonik paramater rasa gurih sup krim
19 Kandungan gizi dan karoten sup krim formula terpilih
20 Kandungan gizi sup krim segar dan sup krim instan per takaran saji
21 Kandungan dan kontribusi zat gizi per takaran saji terhadap ALG
22 Retensi kandungan gizi dan -karoten setelah proses pengeringan

5
12
12

16
18
18
19
20
21
21
22
22
23
24
24
25
26
26
28
30
31
32

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Bagan kerangka pemikiran
Diagram alur tahapan penelitian
Proses pembuatan sup krim instan (Modifikasi Olney 1979)
Hasil penilaian uji organoleptik pada panelis semi terlatih
Hasil uji hedonik (tingkat kesukaan) keseluruhan
Profil uji kesukaan produk krim sup segar dan instan pada lansia
Profil daya terima keseluruhan pada lansia

9
11
13
17
27
33
34

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Kuesioner Organoleptik (hedonik)
Kuesioner Organoleptik (mutu hedonik)
Hasil analisis kesukaan warna
Hasil analisis mutu hedonik warna
Hasil analisis kesukaan tekstur

40
42
44
45
46

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Hasil analisis mutu hedonik tekstur
Hasil analisis kesukaan aroma
Hasil analisis mutu hedonik aroma labu
Hasil analisis mutu hedonik aroma wortel
Hasil analisis mutu hedonik aroma Bawang Bombay
Hasil analisis mutu hedonik aroma kaldu
Hasil analisis kesukaan rasa
Hasil analisis mutu hedonik rasa pahit
Hasil analisis mutu hedonik rasa asin
Hasil analisis mutu hedonik rasa manis
Hasil analisis mutu hedonik rasa gurih
Hasil analisis kesukaan keseluruhan

47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia seperti negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik akan
mengalami penuaan penduduk dengan amat sangat cepat. Seiring kemajuan
tingkat perawatan kesehatan dan penurunan jumlah kelahiran, Lansia di Indonesia
diproyeksikan akan bertambah sebesar 11.34% penduduk pada tahun 2020 (BPS
2010). Menurut UU Republik Indonesia No. 13 tahun 1998 Tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia, definisi lanjut usia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Bertambahnya usia akan disertai
dengan penurunan fungsi dan metabolisme serta komposisi tubuh sehingga
menimbulkan masalah gizi.
Masalah gizi dan penyakit yang dipengaruhi oleh makanan yang sering
kali menimpa lansia adalah berkaitan dengan masalah kekurangan dan kelebihan
gizi (Maryam et al. 2008). Di Indonesia, angka kejadian masalah gizi pada lansia
cukup tinggi, sekitar 31% untuk masalah gizi kurang dan hanya 1.8% untuk
masalah gizi lebih (Depkes RI 2005). Pada kelompok lansia, zat gizi yang
bermutu baik tetap diperlukan dalam pembentukan jaringan tubuh untuk
pergantian jaringan-jaringan yang rusak (Manton et al. 2007).
Meningkatnya jumlah lansia dan masalah gizi di berbagai negara termasuk
Indonesia belum diiringi dengan berbagai produk makanan yang dapat menopang
kebutuhan gizi lansia. Sementara lansia sudah akan menjadi konsumen potensial.
Pengembangan produk yang memperhatikan kebutuhan zat gizi untuk lansia
masih tergolong sedikit dan sulit ditemukan (Amalia et al. 2013). Survey
menyatakan bahwa jumlah dan daya beli pada populasi penduduk berusia 65
tahun ke atas mengalami peningkatan. Namun lebih dari separuh responden (51%)
menyatakan tidak melihat produk yang merefleksikan konsumen lansia.
Sementara separuhnya lagi mengatakan, merupakan hal yang sulit bagi lansia
untuk menemukan label produk yang mudah dibaca (Nielsen Consumer Research
2013).
Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas maka diperlukan
pengembangan produk makanan yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
fisiologi lansia, bernilai gizi tinggi, berbahan dasar lokal serta praktis dalam
pembuatan dan penyajiannya. Pengembangan produk krim sup instan tinggi
betakaroten berbasis labu kuning menjadi pilihan peneliti dalam mengembangkan
jenis makanan yang sesuai untuk lanjut usia ini. Labu kuning terkenal di seluruh
dunia – termasuk ke dalam famili Cucurbitaceae – yang penting dan memiliki
nilai ekonomi tinggi (Svjetlana Medjakovic et al. 2016). Labu kuning mudah
ditemukan di Amerika dan daratan Eropa serta tumbuh subur di Asia dan Afrika
(Nishimura et al. 2014). Labu kuning merupakan jenis sayuran yang baik untuk
kesehatan, kaya senyawa fenolik, flavonoid dan vitamin serta rendah kalori
(Assous et al. 2014). Labu kuning sejak dulu dikenal sebagai makanan sehat yang
baik sebagai bahan anti diabetes maupun penyakit lainnya. Labu kuning biasa
digunakan sebagai bahan penelitian farmakologi (Adam et al. 2011). Polisakarida
labu kuning berperan penting untuk recovery fungsi hati dan kebermanfaatan

2

glukosa seperti yang ditemukan dalam sistem pengobatan tradisional China (Hu
2010; Zhao 2011)
Pemilihan labu kuning sebagai bahan utama produk juga dikarenakan labu
kuning relatif awet dibanding buah-buah lainnya. Daya awet dapat mencapai 6
bulan atau lebih, tergantung pada penyimpanannya. Namun buah yang sudah
dibelah harus segera diolah karena akan sangat mudah rusak. Hal tersebut menjadi
kendala dalam pemanfaatan labu pada skala rumah tangga sebab labu kuning yang
besar tidak dapat diolah sekaligus. (Gardjito 2006).
Sup instan merupakan produk makanan kering olahan tepung nabati dan
hewani dengan tambahan makanan lain dan atau tanpa bahan tambahan makanan
yang diijinkan, yang siap dikonsumsi setelah diseduh atau dimasak dalam air
mendidih menjadi larutan kental. Umumnya sup sering dikonsumsi masyarakat
untuk sarapan pagi karena mengingat selera masyarakat yang mulai berubah.
Namun sebelum sup instan dikembangkan, perlu dilakukan evaluasi terkait
daya terima masyarakat dan kandungan gizi terhadap produk tersebut. Salah satu
cara untuk melakukan evaluasi adalah melalui perbandingan sup segar hasil
pemasakan biasa dengan sup dalam bentuk instan dan siap makan. Sup krim
instan berbasis labu kuning merupakan salah satu alternatif produk olahan pangan
lokal dalam rangka memenuhi kepraktisan, keawetan dan kemudahan dalam
pengemasan. Namun demikian diharapkan produk ini tidak merusak kandungan
gizi dan betakaroten serta kalium selama proses pengolahan serta tetap dapat
memenuhi kandungan gizi yang cukup bagi tubuh. Oleh karena itu, dilakukan
penelitian lanjutan guna mempelajari perbedaan karakteristik daya terima serta
kandungan gizi dalam produk sup krim segar yang dibuat menjadi instan melalui
proses pengeringan.

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan beberapa
masalah, yaitu:
1. Bagaimana mendapatkan formulasi yang tepat dalam pemubuatan krim sup
instan labu kuning tinggi betakaroten yang dapat disukai lansia?
2. Bagaimana tingkat penerimaan dari lansia terhadap produk sup krim instan
labu kuning tinggi betakaroten?
3. Bagaimana pengaruh penggunaan alat pengering drum dryer terhadap
kandungan gizi dan betakaroten sup krim labu kuning instan?

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan produk krim
sup instan tinggi betakaroten berbasis labu kuning untuk lanjut usia.
Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menentukan formulasi terbaik yang disukai lansia

3

2. Mengetahui penerimaan produk pada lansia
3. Mengetahui pengaruh penggunaan alat pengering drum dryer terhadap
kandungan gizi dan betakaroten pada pembuatan krim sup instan labu kuning
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pengembangan produk krim sup instan tinggi betakaroten berbasis labu kuning
dan juga dapat melahirkan produk yang bermanfaat untuk pemenuhan gizi lanjut
usia (lansia) sebagai pangan fungsional agar lansia tetap aktif dan produktif.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Manusia Lanjut Usia (LANSIA)
Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah lanjut usia terbanyak
di dunia. Lanjut usia adalah seseorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60
tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan (potensial) maupun
karena sesuatu hal tidak lagi mampu berperan secara aktif dalam pembangunan
(Depkes RI 2001). Umur yang dijadikan patokan sebagai lanjut usia berbedabeda, umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Menurut WHO ada empat tahap
batasan umur yaitu usia pertengahan (middle age) antara 45-59 tahun, usia lanjut
(elderly) antara 60-74 tahun, dan usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun, serta
usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Nugroho 2008).
Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu
pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan usia lanjut yang
menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia
lanjut dini (prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara
55-64 tahun, kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun ke atas dan usia lanjut
dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau
kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita
penyakit berat, atau cacat (Mutiara 1996). Menurut Hurlock (2002) lanjut usia
atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu
suatu periode di mana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang
lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat.
Proses penuaan sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia
dewasa sehingga dapat terjadi kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf dan
jaringan lain sehingga tubuh "mati" sedikit demi sedikit, karena pengalaman usia
maka fungsi organ tubuh berusia lanjut akan mengalami penurunan. Penurunan
fungsi organ ini menyebabkan para lansia menjadi lamban dan terganggu dalam
melakukan aktivitas. Aktivitas dasar harian adalah segala aktivitas yang dilakukan
oleh lansia seperti berpakaian dan mandi. Instrumen aktivitas kehidupan seharihari yang bersifat kompleks seperti mempergunakan pesawat telepon, memelihara
rumah dan pengaturan keuangan (Gallo et al. 1998).

4

Seiring dengan bertambahnya usia, tubuh akan mengalami penurunan fungsi,
metabolisme, dan komposisi yang akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang
harus dipenuhi untuk tetap hidup sehat. Menurunnya aktivitas fisik dengan
bertambahnya umur pada akhirnya menurunkan Angka Metabolisme Basal
(AMB) sehingga kebutuhan energi menurun pula. Namun, kebutuhan zat-zat gizi
mikro tidak menurun pada usia lanjut (Almatsier 2011). Menurut Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi VIII (LIPI 2004), angka kecukupan gizi rata-rata
Vitamin A adalah sebesar 500 μg RE yang dianjurkan untuk lansia.
Labu Kuning
Labu kuning merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang berasal dari
family Cucurbitaceae, tergolong jenis tanaman semusim. Tanaman ini telah
banyak ditanam di Indonesia yang terdiri dari varietas lokal berbagai jenis, seperti
dari jenis bokor (crème), kelenting, dan ular (Hendrasty 2003). Labu kuning
mencakup beberapa spesies anggota genus Cucurbita, yaitu C. argyrosperma, C.
maxima, C. moschata, dan C. pepo. Dalam beberapa pengertian setempat di
Indonesia, waluh disebut sebagai "labu" saja, meskipun sebenarnya labu
mencakup kelompok tanaman yang lebih luas, seperti labu air, labu ular, labu
siam, dan beligo. Labu kuning dibedakan dari labu lainnya karena buahnya
dimakan yang telah masak (biasanya berwarna jingga), berukuran relatif besar,
berbentuk bulat sampai bulat telur dengan lekukan daun buah yang tampak jelas,
dan berkulit keras. Pengertian labu kuning mempunyai persamaan dengan
gabungan pumpkin dan beberapa squash dalam bahasa Inggris.
Labu kuning merupakan tanaman tahunan yang bersifat menjalar atau
merambat dengan perantara alat berbentuk pipih. Batangnya cukup kuat dan
panjang serta di permukaan batangnya terdapat bulu-bulu yang agak tajam. Pucuk
daun dan daun muda dapat digunakan sebagai bahan sayuan yang lezat, bisa
dimakan sebagai sayuran bersantan, oseng-oseng atau gado-gado. Selain daun,
bagian dari tanaman ini yang memiliki nilai ekonomis dan zat gizi terpenting
adalah buahnya. Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong atau panjang
dengan banyak alur (15-30 alur). Ukuran pertumbuhannya cepat sekali, mencapai
350 gram per hari. Buah besar dan warnanya bervariasi (buah muda berwarna
hijau, sedangkan yang lebih tua berwarna kuning pucat). Daging buah tebalnya
sekitar 3 cm dan rasanya agak manis. Bobot buah labu kuning utuh rata-rata 3-5
kg, untuk labu ukuran besar beratnya dapat mencapai 20 kg per buah. Buah labu
kuning mempunyai kulit yang sangat tebal dan keras, sehingga dapat bertindak
sebagai penghalang laju respirasi, keluarnya air melalui proses penguapan,
maupun masuknya udara penyebab proses oksidasi. Hal tersebut menyebabkan
labu kuning cukup awet dibanding buah-buah lainnya. Daya awet dapat mencapai
6 bulan atau lebih, tergantung pada penyimpanannya. Namun buah yang sudah
dibelah harus segera diolah karena akan sangat mudah rusak. Hal tersebut menjadi
kendala dalam pemanfaatan labu pada skala rumah tangga sebab labu kuning yang
besar tidak dapat diolah sekaligus (Gardjito 2006).
Buah labu kuning kaya akan kandungan gizi. Kandungan kalorinya tidak
tinggi, hanya 32 kkal sehingga cukup aman dikonsumsi walaupun sudah
ditambahkan beberapa bahan penunjang seperti tepung terigu dan beras, juga

5

aman bagi yang sedang melakukan diet rendah kalori (Widayati & Damayanti
2000). Labu kuning tinggi akan β-karoten, yang memberikan warna kuning atau
warna orange pada makanan (Bhaskarachary et al. 2008). Labu kuning juga kaya
akan serat dan mineral (Dhiman et al. 2009). Labu kuning juga dikenal kaya akan
karotenoid yang berfungsi sebagai antioksidan. Beta karoten (pro vitamin A) juga
berguna pada kesehatan mata dan kulit, kekebalan tubuh, serta reproduksi
(Brotodjojo 2010). Secara rinci kandungan zat gizi dalam labu kuning tercantum
dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi zat gizi labu kuning per 100 gram bahan (daging buah segar)
No
Komponen
1 Energi (kkal)
2 Protein (g)
3 Lemak (g)
4 Karbohidrat (g)
5 Kalsium (mg)
6 Fosfor (mg)
7 Zat Besi (mg)
8 Vitamin A (SI)
9 Vitamin B1 (mg)
10 Vitamin C (mg)
11 Air (g)
12 b.d.d. (%)
Depkes RI (1996).

Jumlah
29
1.1
0.3
6.6
45
64
1.4
180
0.08
52
91.2
77

Warna oranye pada labu kuning menandakan labu mengandung
antioksidan penting yaitu betakaroten. Bahan ini dikonversi menjadi vitamin A di
dalam tubuh. Pada proses konversinya menjadi vitamin A menghasilkan banyak
fungsi penting untuk kesehatan secara keseluruhan. Karoten merupakan salah satu
pigmen karotenoid (Muchtadi & Sugiyono 1992). Kandungan karotenoid di dalam
sayur-sayuran berhubungan dengan vitamin A di dalamnya. Sebagai contoh
betakaroten yang banyak terdapat dalam labu kuning adalah precursor vitamin A
(provitamin A) yang penting karena setiap molekul betakaroten di dalam tubuh
manusia akan diproses menjadi dua molekul vitamin A. fortifikasi karoten pada
makanan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kapasitas antioksidan di
dalam plasma (Holt et al. 2002)

Sup Instan Labu Kuning
Makanan instan merupakan suatu istilah yang berarti kemudahan dalam
penggunaan dan pengolahan makanan tersebut. Hal ini biasanya mengacu pada
produk berbasis bubuk atau kering yang dapat larut secara cepat ketika
ditambahkan air, contohnya susu bubuk instan, teh instan, kopi instan dan sup
instan. Sup instan adalah produk makanan kering olahan tepung nabati dan
hewani, dengan tambahan makanan lain dan atau tanpa bahan tambahan makanan
yang diizinkan, yang siap dikonsumsi setelah diseduh atau dimasak dengan air
mendidih menjadi larutan kental (SNI 01-4967-1999). Pada umumnya, sup sering

6

dikonsumsi masyarakat untuk sarapan pagi, karena mengingat selera masyarakat
yang mulai berubah. Sup instan yang ada di pasaran masih menggunakan tepung
terigu dan tepung jagung sebagai bahan dasar pembuatannya. Selain tepung
jagung, sup instan dapat juga dibuat dari tepung berbahan labu (pumpkin).
Penambahan pumpkin pada bahan makanan akan meningkatkan daya terima
sensori dan meningkatkan level karoten dalam bahan pangan (Kulkarni dan Joshi
2013).
Pada penelitian yang dilakukan Soetedjo (2009), pembuatan sup instan
dapat menggunakan tepung labu kuning. Sup labu kuning yang telah disukai oleh
panelis pada penelitian tersebut menggunakan buah labu kuning segar tanpa
proses blanching dan formulasi perbandingan substitusi tepung labu kuning
dengan tepung terigunya sebanyak 2:1. Buah labu kuning tersebut dikeringkan
dengan dehumidifier, proses pengeringan ini bertujuan untuk memperkecil
kandungan air di dalamnya, tetapi akan berakibat pada perubahan sifat bahan
(tepung labu kuning) menjadi bersifat higroskopis dan banyak memiliki lubang
udara yang kecil (Gaman & Sherrington 1994).
Karakteristik sup labu kuning instan ini hampir sama dengan sup krim
instan pada umumnya, untuk menentukan lamanya umur simpan produk selama
penyimpanan dapat diuji secara fisik dan kimia. Sup instan yang beredar di
pasaran umumnya berbahan dasar dari jagung yang memiliki rasio lemak tak
jenuh sebanyak 1.5 – 2% (Robertson 2010). Semakin besar persentase kandungan
asam lemak tak jenuh pada suatu produk pangan maka semakin rentan terkena
oksidasi dan mengakibatkan relatif singkatnya umur simpan produk tersebut
(Parker 2003). Sedangkan pada sup labu kuning ini, kadar lemak dalam tepung
labu kuning itu sendiri di bawah kadar lemaknya tepung jagung yaitu hanya 0.8%.
Begitu pula kadar lemak pada susu skim bubuk yang digunakan dalam komposisi
sup nya tidak lebih dari 1.5% yaitu hanya 1% dan kandungan airnya pun tidak
lebih dari 5%, hanya 4% (Clark 1992 dalam Robertson 2010 dan Lees & Jackson
1980).
Pada sup labu kuning ini juga, ditemukan adanya kandungan mikronutrien
yang hanya dimiliki oleh beberapa jenis bahan pangan tertentu yaitu betakaroten.
Namun kandungan betakaroten dan lemak pada sup labu kuning ini tidak dapat
dijadikan faktor kritis berkurangnya mutu sup instan tersebut. Karena degradasi
kandungan mikronutrien produk tepung dalam kemasan hanya terjadi sangat
lambat dan tidak akan menjadi faktor utama dalam menentukan umur simpan
produk pangan tersebut (Labuza et al. 1979). Peningkatan dari warna produk sup
instan dapat terjadi oleh mikroorganisme maupun reaksi enzimatik dan reaksi non
enzimatik. Reaksi pencoklatan enzimatik terjadi pada jaringan yang masih hidup
dan masih mengandung enzim aktif sedangkan reaksi pencoklatan non-enzimatik
biasanya terjadi pada suhu di atas suhu ruang yang dapat mengakibatkan
perubahan penampakan (warna) dan cita rasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi
reaksi pencoklatan non-enzimatik yaitu suhu, kadar air, pH dan senyawa kimia
pada produk (Yuliani et al. 2005). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Malec et
al. (2002) yang menyatakan bahwa reaksi maillard atau reaksi pencoklatan adalah
salah satu reaksi kimia yang menyebabkan penurunan kualitas bubuk selama
pengolahan dan penyimpanan makanan.
Pada tepung instan kering seperti bumbu instan, sup instan dan kopi instan,
fenomena caking (penggumpalan) dapat menurunkan kelarutan, aktifitas enzim,

7

oksidasi lemak, perubahan aroma dan kegaringan. Penjelasan terjadinya
penggumpalan disebutkan dalam penelitian Chan-Ick Cheigh et al. (2011) yang
menyatakan bahwa penggumpalan pada produk instan/bubuk terjadi karena
redistribusi air atau penyerapan selama pemrosesan dan penyimpanan.
Redistribusi kelembaban yang tidak diinginkan di bahan-bahan ini dapat
menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan dalam kualitas dan stabilitas
jangka panjang. Bagi konsumen, fenomena caking (penggumpalan) adalah
indikator rendahnya mutu dan keamanan produk. Fenomena caking belum dapat
dideteksi secara kasat mata, tetapi akan berpengaruh pada sifat fisik tepung (sup
instan) tersebut, di mana terjadi peningkatan densitas kamba dan terjadi
penurunan dispersibility (Arpah et al. 2002). Nilai densitas kamba untuk makanan
3
berbentuk bubuk umumnya antara 0.3 – 0.8 g/cm (Ardhianditto et al. 2013). Nilai
densitas kamba akan sangat berpengaruh dalam hal konsumsi, pengemasan, serta
penyimpanan produk berbasis tepung (Sudarmadji 1989).
Sedangkan nilai dispersibility akan menunjukkan tingkat kelarutan tepung
di dalam air, di mana nilai yang tinggi menunjukkan bahwa produk berbasis
tepung tersebut lebih mudah larut di dalam air (Hartoyo & Sunandar 2006).
Menurut hasil penelitian Prabowo (2010) mengenai sifat fisikokimia tepung millet,
dikatakan bahwa kemampuan daya serap air suatu bahan pangan seperti tepung
dapat berkurang apabila kadar air dalam tepung terlalu tinggi ataupun karena
tempat penyimpanan yang lembab. Kadar air merupakan salah satu karakteristik
kimia yang penting karena kandungan air dalam suatu produk dapat
mempengaruhi kenampakan, tekstur, dan cita rasa produk, terutama untuk produk
berbasis tepung seperti sup instan. Menurut hasil penelitian Kusumawati et al
(2012) dikatakan bahwa semakin tinggi suhu penyimpanannya, semakin besar
panas yang dibawa udara sehingga semakin banyak jumlah air yang diuapkan.
Oleh karena itu, kadar airnya akan semakin menurun seiring tingginya suhu
penyimpanan. Kadar air maksimal untuk sup instan adalah 8% (SNI 01-49671999).
Selain kandungan lemak suatu produk, oksidasi lemak juga dapat terjadi
karena adanya pengaruh oleh cahaya, Aw dan oksigen (Robertson 2010).
Aktivitas air (Aw) adalah banyaknya air yang terkandung dalam bahan pangan
yang dapat digunakan oleh mikroorganisme atau seluruh mikroorganisme untuk
mempertahankan hidupnya (Labuza 1980). Aktivitas air adalah sebuah ukuran
ketersediaan air dan telah menjadi pedoman utama keamanan/keselamatan dan
kualitas pengendalian makanan, biologi dan produk – produk farmasi
(Schwimmer 1980). Ketersediaan air mengacu pada "bebasnya" molekul air dapat
berpartisipasi dalam reaksi atau bagaimana mudahnya molekul air berdifusi ke
untuk berpartisipasi ke dalam suatu reaksi (Lai & Schmidt 1990). Aktivitas air
(Aw) sup instan umumnya antara 0.50-0.60 seperti pasta dan bumbu-bumbu
(Steele 2004). Untuk meminimalisir oksidasi lemak tersebut dapat dilakukan
dengan cara mengendalikan Aw dalam kemasan tersebut dan menggunakan highO2 barrier pada sistem pengemasannya (Robertson 2010). Oleh karena itu,
membutuhkan pengemasan yang baik untuk melindungi sup labu kuning instan
dari degradasi mutu tersebut.

8

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Faktor risiko terjadinya kurang gizi pada lansia diakibatkan antara lain
karena beberapa faktor seperti selera makan rendah, gangguan gigi geligi, dan
kondisi fisik lainnya (Arisman 2004). Separuh lansia banyak kehilangan gigi, hal
ini mengakibatkan terganggunya kemampuan dalam mengkonsumsi makanan
dengan tekstur keras, sedangkan makanan yang lunak kurang mengandung
vitamin A, vitamin C, dan serat sehingga menyebabkan mudah mengalami
konstipasi. (Rusilanti 2006).
Selera makan rendah atau berkurangnya nafsu makan berujung pada
penurunan asupan pangan pada lansia.Pemilihan makanan yang dikonsumsi dan
dikombinasikan dengan melemahnya daya serap saluran pencernaan pada lansia,
memicu kekurangan vitamin dan mineral (Arisman 2004). Hasil survey di
Amerika, dan Negara Barat, terhadap lansia menunjukkan defisiensi zat gizi
seperti Fe, Ca, Vitamin A, B kompleks dan D, bergantung pada keadaan ekonomi
dan ras (Mosley et al. 1988). Penambahan pangan kaya β-karoten pada menu
makanan merupakan cara terbaik untuk meningkatkan zat gizi vitamin A individu
(Chandrashekhar and Kowsalya. 2002; Siems et al. 2005) dan merupakan upaya
pendekatan yang cost effective dalam mengatasi masalah dan penyakit yang
disebabkan kekurangan vitamin A (Berteram and Bortkiewicz 1995).
Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan vitamin A,
B1, B2, B6, dan Vitamin C dengan kejadian demensia pada lansia (Pratiwi et al.
2013).Terdapat perbedaan kecukupan konsumsi vit A di antara lansia yang
disebabkan perbedaan status ekonomi (Rusilanti et al. 2006). Kecukupan Vitamin
A lebih banyak menitikberatkan pada fungsi sebagai faktor penunjang sistem
kekebalan tubuh pada lansia (Fatmah 2006). Konsumsi pangan yang mengandung
karoten membantu dalam pencegahan penyakit mata, kanker dan penyakit terkait
dengan kulit (Bendich 1989). Bukti epidemiologi menyebutkan diet tinggi
karotenoid berkaitan dengan peningkatan respon dan penurunan risiko penyakit
degeneratif seperti kanker, penyakit kardiovaskular, aterosklerosis dan katarak
(González et al. 2001).
Sup merupakan makanan berbentuk cairan kental yang dapat dibuat dari
berbagai bahan pangan baik hewani maupun nabati dalam rebusan air kaldu
sampai mengeluarkan rasa dan zat gizi (Johnston 1976). Sup berfungsi sebagai
pembangkit selera makan, penambah nilai gizi dan penetral rasa pada lidah. Sup
dapat disajikan sebagai hidangan makan siang, makan malam, jamuan lengkap
dan kudapan/makanan ringan/selingan (Kinton et al. 1987). Sebagai jamuan
lengkap, sup dapat berdiri sebagai hidangan yang dikaitkan dengan giliran
hidangan atau sebagai hidangan pembuka. Hidangan pembuka merupakan
hidangan sebelum hidangan utama (main course) yang disajikan dengan tujuan
membangkitkan nafsu makan atau selera makan karena itu porsinya kecil dengan
rasa gurih.
Sup instan adalah produk makanan kering olahan tepung nabati dan
hewani, dengan tambahan makanan lain dan atau tanpa bahan tambahan makanan
yang diizinkan, yang siap dikonsumsi setelah diseduh atau dimasak dengan air
mendidih menjadi larutan kental (SNI 01-4967-1999). Bagan kerangka pemikiran
dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

9

Penyakit
Degeneratif

Masalah Gizi :
Gizi
kurang/lebih

Pemenuhan Gizi
dari Makanan
Penurunan
fungsi &
metabolisme &
psikologis

Minimnya produk
pangan untuk lansia

Krim Soup Labu
kuning tinggi
beta karoten

Uji hedonik &
Mutu hedonik
(semi terlatih)

Pengembangan Produk
makanan untuk lansia

Uji Daya
Terima
Lansia

Pengaruh
Pengeringan

Hubungan yang diteliti
Hubungan yang tidak diteliti
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti

Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran

10

4 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan data organoleptik pada panelis semi terlatih, dilaksanakan
pada bulan April 2015 di Laboratorium Percobaan Makanan, Departemen Gizi
Masyarakat, FEMA – IPB. Proses pengeringan menggunakan Laboratorium
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Laboratorium Seafast Center IPB dan
Laboratorium Balai Besar Industri Agro Bogor untuk analisis kandungan beta
karoten, uji kalium di Lab Saraswanti Indo Genetech serta uji pada panelis
konsumen lanjut usia pada Panti Sosial Tresna Werdha “Budhi Dharma” Bekasi
pada Juni sampai dengan November 2016.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari bahan-bahan
yang digunakan untuk pembuatan krim sup segar, krim sup instan dan bahan
kimia untuk analisis kandungan gizi. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatan krim sup segar adalah labu kuning berumur 2-2.5 bulan yang diperoleh
dari Perkebunan Fateta IPB (labu hibrida Suprema F1), wortel merah, bawang
Bombay, daun bawang (batang putih), seledri, kaki ayam (untuk membuat kaldu),
butter dan fresh cream (cream cooking) Elle & Vire dan seasoning (garam dan
lada). Bahan kimia untuk analisis kandungan gizi adalah aquades, H2SO4 pekat,
selenium mix, NaOH, pelarut Hexana, HNO3, HCl, ammonium molibdat,
potassium dihidrogen, etanol 95% dan metil merah.

Alat
Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini terdiri atas alat masak krim
sup, alat pengeringan dan peralatan analisis fisik dan kimia. Peralatan dalam
membuat krim sup adalah kompor, pisau, papan iris, panci, blender dan wooden
spatula. Alat pengeringan adalah drum drier, disc mill, sealer, container stainless,
timbangan dan panci besar. Alat yang digunakan dalam analisis kimia adalah oven,
tanur, desikator, kondensor, soxhlet, labu kjeldahl, alat destilasi, labu Erlenmeyer
dan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer).

Tahapan Penelitian
Setelah penetapan jenis labu kuning yang akan digunakan, tahap penelitian
yang dilakukan berikutnya meliputi : (1) Penentuan formulasi (2) Pengeringan
(Drum dryer) (3) Uji Organoleptik panelis semi terlatih – formula terpilih (4)
analisis proksimat, analisis betakaroten dan kalium (5) uji organoleptik panelis
konsumen lansia (acceptance test). Diagram alur tahapan penelitian
divisualisasikan pada Gambar 2.

11

Formulasi

(F1)

(F2)

(F3)

Pengeringan (Drum dryer)

Produk (krim sup instan)

Uji organoleptik (semi terlatih)

Formula terpilih

Analisis proksimat, betakaroten dan Kalium
(krim sup segar dan instan)

Uji Daya Terima (Lansia)
Gambar 2. Diagram alur tahapan penelitian

Pemilihan jenis labu
Labu kuning yang digunakan adalah labu hibrida yang telah terdaftar
sebagai varietas pada kementerian pertanian dengan kode produksi
118/Kpts/TP.240/3/2000 yaitu labu suprema F1 yang dapat ditanam di dataran
rendah sampai tinggi, warna kulit hijau pada waktu muda, kuning coklat pada saat
tua, buah berwarna kuning, rasanya pulen, mampu hidup di lahan kritis, dengan
Umur panen 85 – 90 (hst), bobot buah 3500 4500 (gram), diameter 2 - 20 cm dan
hasil panen 25 ton/ha.

12

Penentuan formulasi
Susunan bahan yang menjadi formula dasar krim sup labu kuning diadopsi
dan merupakan kombinasi dari 4 (empat) buku, diantaranya adalah Quality,
Quantity Cuisine II 1976, Nutrition For Foodservice and Culinary Professionals
2007, Practical Cookery 1987 dan The Good Cook – Soups 1979. Dari resep dasar
tersebut, kemudian disesuaikan dengan AKG 2013 untuk lansia ≥ 60 tahun dan
persyaratan pangan untuk lansia (Arisman 2004) dengan 16 pembatas zat gizi
(makro dan mikro) dengan pembatas utama vitamin A diaplikasikan pada
Microsoft excel 2010. Jika AKG energi lansia adalah 2300 kkal, AKG Vitamin A
nya adalah 60 mcg (microgram), dan estimasi porsi per hari dari sup krim labu
kuning adalah 94. 18 gram (460 kkal), maka pembatas zat gizi makro dan mikro
dapat di lihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Batas atas dan bawah zat gizi makro dan mikro
Pembatas Atas
Pembatas Bawah
Lemak
30%
Serat pangan
9.9 g
Protein
15%
Kalsium
300 mg
Sodium
390 mg
Fe
3.9 Mg
Vitamin A
0.18 mg
Magnesium
105 mg
Besi
3.9 mg
Copper
0.27 Mg
Vit. D
4.5 Ug
Vit. E
4.5 mg
Vit. K
19.5 Ug
Vit. B6
0.51 mg
Vit. B12
0.72 Ug
Ascorbic Acid
27 mg
Dari ketentuan tersebut di atas, kemudian didapat tiga formulasi sebagai berikut:
Tabel 3. Formulasi krim sup labu
Bahan
Labu kuning
Wortel
Bawang bombai
Daun bawang
Seledri
Butter/Margarin
Lada
Garam
Stock / Kaldu
Fresh Cream
Tepung Terigu

Satuan
Gram
Gram
Gram
Gram
Gram
Gram
ml
ml
ml
Gram
Gram

Perbandingan Labu dan Wortel
2:1
1:1
1: 2
120
60
60
60
60
120
40
40
40
25
25
25
10
10
10
45
45
45
5
5
5
2
2
2
350
350
350
30
30
30
300
300
300

13

Unsalted
Butter

Bawang
Bombay
sauteing

Boiling
Labu
kuning

Air
kaldu

Daun
bawang

Wortel

WET
MIXING
BLENDING

Selederi

Selederi
tidak
diblender

5 menit

SIMMERING

t outlet : 1800C
t inlet : 93 - 960C
P tabung : 5 psi
Time : 20” – 30”

Fresh
cream

Terigu

Lada
garam

PUREE

DRUM
DRYING

LEMPENG
KERING

PENGHALUS
AN

AYAK

PACKING

Gambar 3. Proses pembuatan sup krim instan (Modifikasi Olney 1979)

Analisis karakteristik kimia produk
Analisis karakteristik kimia produk terdiri atas analisis proksimat dan
analisis kadar beta karoten serta kalium. Analisis proksimat digunakan untuk
mengetahui kandungan zat gizi makro produk seperti air, abu, protein, lemak dan
karbohidrat. Kadar air dan abu produk ditentukan secara gravimetri. Kadar lemak

14

produk ditentukan dengan menggunakan metode soxhletasi. Metode mikrokjeldahl digunakan untuk mengetahui kandungan protein pada produk. Sementara
itu kandungan karbohidrat produk ditentukan secara by-difference, yaitu dengan
mengurangi 100% dengan (% air + % abu + % lemak + % protein). Kadar beta
karoten pada produk dihitung dengan menggunakan metode HPLC dan kadar
kalium dihitung dengan metode Inductively Couple Plasma – Optical Emission
Spectrophotometer (ICP-OES).
Analisis karakteristik sensori, tingkat kesukaan dan persen penerimaan
produk
Karakteristik sensori, tingkat kesukaan dan persen penerimaan produk
diketahui dengan menggunakan uji organoleptik. Uji organoleptik produk
meliputi parameter rasa, warna, aroma dan tekstur. Uji organoleptik terhadap
produk terdiri atas uji mutu hedonik dan uji hedonik. Uji mutu hedonik
merupakan uji yang dipergunakan untuk mengetahui karakteristik sensori produk
menurut panelis. Pengukuran skala mutu hedonik dilakukan dengan menggunakan
skala garis dari mulai nilai satu (amat sangat lemah) sampai sembilan (amat
sangat kuat). Sementara itu uji hedonik dipergunakan untuk mengetahui tingkat
kesukaan dan persen penerimaan panelis terhadap produk. Skala yang digunakan
dalam uji hedonik dimulai dari satu (amat sangat tidak suka) sampai sembilan
(amat sangat suka). Panelis yang dilibatkan dalam uji organoleptik ini sebanyak
30 orang yang merupakan panelis semi terlatih.

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan dari penelitian ini adalah Rancang Acak Lengkap
(RAL) Faktorial. Faktor yang diberikan kepada unit perlakuan ada dua, yaitu jenis
pengolahan (segar dan instan) serta proporsi antara labu kuning dan wortel.
Perlakuan yang diberikan adalah perbedaan bahan utama sebagai bahan dasar
pembuatan krim sup instan berupa perbandingan labu kuning dan wortel sesuai
dengan formula yang telah disesuaikan dengan AKG dan kriteria pangan untuk
lansia. Model yang digunakan adalah:
Yijk = μ + Ai + Bj + AiBj + ijk
Keterangan:
Yij : Hasil pengamatan respon faktor A taraf ke i, faktor B taraf ke j, pada
ulangan ke-k
μ
: Rataan umum
Ai : Pengaruh faktor A (jenis pengolahan terhadap sup krim) pada taraf ke – i
Bj : Pengaruh faktor B (proporsi labu kuning dan wortel terhadap sup krim)
pada taraf ke – j
AiBj : Pengaruh interaksi faktor A taraf ke – i dan faktor B taraf ke – j
ijk : Galat penelitian karena pengaruh faktor A taraf ke – i, faktor B taraf ke – j,
pada ulangan ke – k

15

Pengolahan dan Analisis Data
Data-data hasil penelitian diolah dengan menggunakan Microsoft Excell
2010 kemudian dianalisis secara statistik dengan SPSS 16.0 for windows. Data
hasil organoleptik yang meliputi uji hedonik dan mutu hedonik dianalisis secara
statistik dengan Analisis Ragam Dua Arah (ANOVA two-way). Uji Anova
digunakan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis pengolahan dan proporsi
antara labu kuning dan wortel pada hedonik dan mutu hedonik produk,
dilanjutkan uji lanjut Duncan Multiple Range Test untuk mencari keberadaan
perbedaan dari perlakuan yang ada. Kemudian, untuk mengetahui perbedaan
antara sup krim segar dan instan dalam hal daya terima dan kandungan gizi
dilakukan uji beda (Independent Sample t-Test).

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Formulasi Sup Krim
Guna mendapatkan formula sup krim yang tepat maka harus melewati
beberapa tahapan sebagai berikut: persiapan, pengolahan, lalu pengeringan
penyajian. Tahap awal pembuatan sup krim adalah persiapan dengan menimbang
bahan-bahan sesuai formula yang diinginkan, mengiris dan memotong bahan dan
mempersiapkan kaldu ayam. Kemudian dilakukan proses pengolahan dengan
menumis bawang bombay, dengan margarin lalu dimasukkan kaldu ayam
bersamaan dengan labu kuning, wortel, bawang daun, seledri, tomat dan daun
salam sesuai formulasi. Setelah itu direbus hingga lunak. Pada tahap selanjutnya
semua bahan dihaluskan menggunakan blender. Hasil dari semua itu dipanaskan
kembali hingga mengental dengan menambahkan garam dan lada. Api dimatikan
dan ditambahkan fresh cream.
Tahap berikutnya adalah pembuatan bubuk sup instan dengan menggunakan
drum dryer. Pengering drum digunakan untuk mengeringkan bahan dalam bentuk
pasta atau larutan. Drum berputar pada sumbu horizontal dan dipanaskan secara
internal dengan uap panas atau medium panas lainnya (Brennan et al. 1974).
Pengering drum ini biasanya digunakan untuk memproduksi flakes kentang, sereal
molases, sup kering, pure buah dan whey (Fellow 2000). Sebelum dikeringkan
masing-masing formula sup krim yan gsudah jadi dicampurkan dengan
maltodekstrin sebanyak 30% dari berat total sup krim. Meltodekstrin merupakan
hasil hidrolisis pati dan memiliki sifat-sifat higroskopis dan dapat menyebabkan
retensi minyak dan stabilitas emulsi yang rendah. Maltodekstrin digunakan
sebagai bahan pengental sekaligus emulsifier (Srihari et al. 2010). Sebelum
dilakukan proses pengeringan terlebih dahulu diatur parameter proses yang
berpengaruh terhadap karakteristik produk akhir yang dihasilkan yaitu tekanan
boiler 2 bar dan kecepatan putaran silinder 3 putaran per menit (rpm).
Tahap ketiga adalah rehidrasi bubuk sup krim instan dengan menggunakan
air. Bubuk instan sebanyak 100 gram harus dimasak dalam air sebanyak 300 ml
dengan suhu 80-900C selama 3 menit.

16

Analisis Fisik Bubuk Sup Krim Instan
Sebelum uji organoleptik, sup krim instan dalam bentuk bubuk yang sudah
jadi dilakukan beberapa analisis fisik agar dapat dibandingkan dengan sup krim
segar. Hasil analisis fisik bubuk sup krim instan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Analisis fisik bubuk sup krim instan formula
Formula
Rendemen (%)
FI1
27.5
FI2
28.7
FI3
29.5

Daya Rehidrasi (ml/g)
3.0190
2.9852
3.3562

Rendemen
Pengukuran rendemen bertujuan untuk mengetahui efisiensi proses
pembuatan produk bubuk sup krim instan. Setelah dikeringkan dengan drum dryer
dan dilakukan pengayakan, bubuk sup krim instan yang didapatkan dari sekitar
1 kg sup krim segar untuk FI1 adalah sebanyak 342 g, FI2 sebanyak 388 g dan
FI3 sebanyak 383 g. Setelah bobot akhir bubuk sup krim instans diketahui, maka
dapat dihitung rendemen dari sup krim instan tersebut. Muchtadi (1989)
menyatakan bahwa rendemen produk pangan berbanding lurus dengan kadar ai
dimana dengan semakin kecil kadar air maka rendemen akan semakin kecil.
Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa formul adengan proporsi wortel lebih
banyak memiliki rendemen lebih tinggi dibanding formula dengan proporsi labu
kuning lebih banyak. Santosa dan Kusumayanti (2012) menyatakan bahwa kadar
air buah labu kuning sebesar 93.02%, sedangkan kadar air wortel sebesar 91.2%
(Rochimiwati 2011).
Daya Rehidrasi
Pengukuran daya rehidrasi menunjukkan seberapa besar kemampuan suatu
bahan makanan dalam menyerap air (Yoanasari 2003). Faktor-faktor yang
mempengaruhi daya rehidrasi suatu bahan adalah sifat partikel bahan atau
porositas bahan serta komposisinya. Selain itu, daya rehidrasi tergantung pada
ketersediaan gugus hidrofolik dan kapasitas pembentukan gel makromolekul dan
pati yang tergelatinasi. Semakin banyak pati yang tergelatinasi, semakin besar
kemampuan produk menyerap air (Gomez & Aguilera 1983).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa daya rehidrasi sampel sup krim instan
untuk FI1, FI2, dan FI3 masing-masing adalah 3.0190 ml/g, 2.9852 ml/g, dan
3.3562 ml/g. Hasil tersbeut menunjukkan bahwa setiap 1 g bubuk instan dapat
menyerap air sebanyak kurang lebih 3 ml, sehingga dalam penelitian ini
digunakan perbandingan 1:3 antara bubuk sup krim instan dengan air untuk
membuat sup krim instan. Hal ini mempertimbangkan hasil daya rehidrasi sampel
dan kekentalan sampel yang baik.

Sifat Organoleptik Sup Krim Segar dan Sup Krim Instan
Uji organoleptik sup krim segar maupun instan dilakukan melalui uji
hedonik dan uji mutu hedonik. Setyaningsih et.al (2010) menyatakan bahwa uji

17

mutu hedonik digunakan untuk mngetahui kesan panelis terhadap sifat produk
secara lebih spesifik dan penentuan penerimaan terhadap produk makanan dapat
dilakukan melalui uji hedonik atau kesukaan. Menurut Laksmi (2012) uji
organoleptik dilakukan pada empat parameter yaitu warna, aroma, rasa, dan
tekstur karena suka atau tidaknya konsumen terhadap suatu produk dipengaruhi
oleh warna, bau, rasa, dan rangsangan mulut.
Panelis yang dilibatkan dalam uji organoleptik sebanyak 30 orang semi
terlatih. Panelis merupakan mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Panelis semi terlatih maksudnya telah
seringnya panelis menjadi panelis uji organoleptik. Uji organoleptik sendiri
dilakukan dengan menggunakan skala 1-9. Parameter dari uji hedonik sup krim
segar dan sup krim instan meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan keseluruhan
parameter sup krim secara bersamaan. Skala 1 artinya amat sangat tidak suka,
sedangkan skala 9 artinya amat sangat suka. Dalam hal ini sampel dinyatakan
menerima sampel jika nilai yang diberikan olehnya lebih dari 5.

Kelembutan
Kekentalan

asam

Warna
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00

Tekstur
Aroma

F1segar
F2segar

Rasa

F3segar
F1instan
F2instan

pedas

pahit
gurih

F3instan

asin
manis

Gambar 4. Hasil penilaian uji organoleptik pada panelis semi terlatih
Hasil uji organoleptik (hedonik dan mutu hedonik) pada panelis agak terlatih
bertujuan untuk menentukan formula krim sup labu kuning terpilih yang akan
digunakan pada penelitian selanjutnya pada panelis konsumen lanjut usia (lansia).
Warna
Nilai rata-rata hasil sidik ragam hedonik sup krim berbasis labu kuning
untuk paramater warna pada setiap formula dapat dilihat pada Tabel 5.

18

Tabel 5. Hasil uji hedonik paramater warna sup krim
Faktor A (jenis pengolahan)
Faktor B (proporsi labu-wortel)
Instan
Segar
a
2:1
4.73±1.7
5.77±1.57 a
1:1
4.33±1.56 a
5.86±1.34 a
1:2
4.55±1.53 a
6.04±1.1 a

Nilai p
0.643

Ket: Skala atribut yaitu 1=amat sangat tidak suka, hingga 9=amat sangat suka; Angka
dengan huruf yang tidak sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar interaksi
(p0.05) antara faktor A dan faktor B terhadap tingkat
kesukaan warna. Hasil sidik ragam secara lengkap dapat di lihat pada Tabel 5.
Nilai rata-rata uji mutu hedonik dari masing-masing sup krim segar maupun
instan pada setiap formula dapat di lihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil uji mutu hedonik paramater warna sup krim
Faktor A (jenis pengolahan)
Faktor B (proporsi labu-wortel)
Instan
Segar
a
2:1
7.43±1.07
6.08±1.06 a
1:1
7.40±1.04 a
5.59±0.81 a
a
1:2
7.52±1.01
6.30±0.69 a

Nilai p
0.206

Ket: Skala atribut yaitu 1=Oranye kecoklatan, hingga 9=putih; Angka dengan huruf yang
tidak sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar interaksi (p