zollingeriana Conservation of Rafflesia zollingeriana Koord in Meru Betiri National Park, East Java.

30 Gambar 9 Jumlah kenop hidup dan kenop mati R. zollingeriana berdasarkan kelas diameter. Tabel 9 Pengamatan R. zollingeriana di plot permanen Parangkulon Sukamade Titik Individu di bulan Januari 2012 Individu di bulan Juli 2012 Titik 1 - Mekar 1 - Sudah mekar 1 - Kenop Hidup - Kenop mati 1 Titik 2 Mekar Sudah mekar 2 Kenop Hidup 2 5 Kenop mati 4 Titik 3 Mekar Sudah mekar Kenop Hidup 3 Kenop mati Titik 4 Mekar Sudah mekar Kenop Hidup 1 Kenop mati 1 Titik 5 Mekar Sudah mekar Kenop Hidup 1 Kenop mati 1 Persentase jumlah kenop hidup semakin menurun seiring bertambah besarnya diameter. Hal ini terlihat dalam Gambar 9. Dari 96 kenop yang ditemukan hidup, mayoritas berdiameter 1.0-5.0 cm, yaitu sebanyak 50. Sementara yang berdiameter 5.1-10.0 cm sebanyak 32.3, yang berdiameter 10.1-15.0 cm sebanyak 13.5 dan yang berdiameter 15.1 cm sebanyak 0.42. Kematian kenop terutama terjadi pada awal perkembangan kenop, yaitu ketika kenop masih berdiameter 1.0-10.0 cm 68.2. Hal ini sesuai pendapat Nais 2001 yang menyatakan bahwa kematian Rafflesia terutama terjadi pada masa perkembangan kenop sebelum mekar. 31 Hasil observasi menunjukkan bahwa kematian karena pemangsaan atau perusakan oleh hewan menyebabkan kematian 25 kenop. Gangguan oleh hewan ini terutama terjadi pada kenop yang berdiameter 10 cm maupun pada bunga setelah mekar. Sementara kematian karena ketidakcukupan nutrisi dari inang maupun sebab yang tidak diketahui mendominasi kematian sebesar 75. Sebab kematian kenop Rafflesia hingga ini masih menjadi misteri. Brown 1912 yang dikutip Yahya et al. 2010 mengungkapkan bahwa kematian mungkin disebabkan oleh terputusnya suplai makanan bagi embrio Rafflesia karena adanya selaput mirip felogen yang dibentuk inang di sekeliling embrio. Namun studi anatomi endofotik yang dilakukan Mursidawati dan Sunaryo 2012 tidak memperlihatkan adanya selaput tersebut dalam fase pertumbuhan R. patma di dalam sel inang. Bahkan pembentukan organ penghubung haustorium untuk pemotongan nutrisi dari inang ke parasit juga tidak tampak. Angka keberlanjutan hidup yang rendah dan penyebabnya yang belum diketahui, serta angka gangguan hewan yang cukup besar ini harus diatasi dengan meningkatkan pengawetan dan perlindungan terhadap populasi yang sudah diketahui. Perlindungan kawasan perlu ditingkatkan supaya pengambilan kenop hidup oleh masyarakat bisa dihindarkan dan pengumpulan hanya dilakukan pada kenop mati. Perlindungan dan pengawetan terutama difokuskan pada populasi yang menjadi objek wisata. Misalnya dengan memasang pagar pengurung tidak permanen. Pemagaran ini dilakukan untuk menghindari penginjakan oleh pengunjung dan pemangsaanperusakan hewan pada kenop yang belum mekar. Pagar sebaiknya dibuat dari bahan tidak permanen, sehingga bisa dibongkar kembali setelah buah tampak terbentuk. Dengan demikian, proses pemencaran biji oleh hewan masih dimungkinkan. Pemagaran tidak permanen ini dilakukan di populasi R. arnoldi di CA Taba Penanjung, Bengkulu seperti yang terlihat pada Gambar 10. Gambar 10 Pemagaran R. arnoldii untuk menghindarkan bunga dan kenop dari kerusakan. Gambar direproduksi dari http:travel.kompas.comread2012110413333631Yuk.Lihat.Rafflesia.Meka r.di.Kebun.Raya.Bogor . 32 Perawatan habitat untuk meningkatkan persentase tumbuhnya bunga betina juga perlu dilakukan di populasi yang menjadi objek wisata. Doust and Doust 1988 menyatakan bahwa bunga betina membutuhkan kondisi lingkungan yang lebih kondusif, yaitu CO 2 tinggi, tanah yang lembab, suhu yang sejuk, intensitas penyinaran yang tinggi dan pemupukan, sedangkan bunga jantan sebaliknya. Oleh karena habitat di kawasan objek wisata harus dimodifikasi untuk memenuhi syarat tersebut, misalnya dengan diberi pupuk. Selain itu, perawatan habitat juga diperlukan untuk menghindarkan kenop dari kematian karena kondisi lingkungan yang tidak kondusif. Kelembaban tanah berpengaruh terhadap Rafflesia. R. lobata di Filipina mati membusuk saat penghujan Galang 2009. Demikian pula dengan R. rochussenii Zuhud et al. 1994. Serasah tanah yang tebal mematikan kenop karena menyebabkan tanah terlalu lembab dan memicu munculnya mikroorganisme hama dan penyakit. R. kerrii sebanyak 54.7 mati akibat rayap yang muncul karena tanah yang terlalu lembab Nadia et al. 2012. Oleh karena itu, tumpukan serasah di sekitar kenop saat musim penghujan harus dikurangi. Tindakan kedua adalah mencabut tumbuhan penutup permukaan tanah di mana individu R. zollingeriana tumbuh, sehingga kompetensi pengambilan unsur hara berkurang. Kondisi Inang Tetrastigma spp. tumbuh di setiap plot pengamatan. Jumlah rata-rata Tetrastigma spp. di setiap plot pengamatan adalah sebesar 15 batangplot. Populasi terbanyak terdapat di plot Mandego dan Sumbertengu. Kondisi Tetrastigma yang ditemukan dalam setiap plot ini ditampilkan dalam Tabel 10. Tabel 10 Jumlah, diameter batang dan diameter akar Tetrastigma spp. di setiap plot Nama Kawasan Plot Jumlah dB cm dA cm Timunan 1 2 2.5-5 3 Timunan 2 1 10 3.5 Proliman 3 3 6-8 2 Grautan 4 14 4-6 1.5 Mandego 5 36 2-18 2 Pletes 6 1 6 2 Pletes 7 12 4-10 1.5-3 Pletes 8 8 4-8 2 Sumbersalak 9 22 5 3 Bun Ngetek 10 30 2.5-8 2 Lodadi 11 22 5 1.1-2.1 Pasir Ireng 12 20 12 2-3 Pasir Ireng 13 14 11 0.5-4 Krecek 14 10 4 1 Klatakan Watu 15 16 8 3 Pasir Pendek 16 2 15 2-4 Sukamade 17 20 8 1-3 Parangkulon 18 19 5 2.5 Sumbertengu 19 34 8 1.5-2 Keterangan: dB = diameter batang, dA = diameter akar 33 Diameter batang Tetrastigma yang berada di plot berukuran 2.5-18 cm, sementara batang yang ditumbuhi R. zollingeriana berdiameter 8 cm. Sedangkan diameter akar yang ada di plot berukuran 0.5-4 cm, namun yang ditempeli kenop berdiameter 0.5-2 cm. Jumlah individu R. zollingeriana yang tumbuh di batang hanya sebesar 7.89, sedangkan yang tumbuh di akar sebesar 92.11. Persebaran inang yang ditemukan di plot observasi bersifat mengelompok karena perbanyakannya menggunakan tunas akar. Hal ini sesuai dengan penelitian Julianti 2006 yang menyatakan bahwa 50 T. papillosum dan T. lanceolarium sekarang T. coriaceum menurut Veldkamp 2009 yang ditemukan di Lodadi bersifat mengelompok. Zuhud 1989 mengungkapkan bahwa ada dua jenis Tetrastigma yang menjadi inang R. zollingeriana, yaitu T. papillosum dan T. lanceolarium. Namun pengamatan menunjukkan kemungkinan lebih dari dua jenis Tetrastigma yang menjadi inang. Hal ini dilihat dari morfologi daun yang dijumpai di plot yang menunjukkan variasi morfologi lebih dari dua. Variasi morfologi daun Tetrastigma spp. tersebut disajikan dalam Gambar 11. Gambar 11 Variasi morfologi daun Tetrastigma spp. yang ditemukan di plot pengamatan. Pemanfaatan R. zollingeriana oleh Masyarakat Sekitar Hasil survei menyatakan bahwa jumlah responden yang memanfaatkan keberadaaan R. zollingeriana hanya sebesar 31 atau sebanyak 49 responden. Pemanfaat didominasi oleh laki-laki, yaitu sebesar 93.9 dan didominasi oleh penduduk yang berusia 40 tahun, yaitu sebesar 93.9. Bentuk pemanfaatan yang dilakukan adalah pengumpulan kenop untuk diperdagangkan dan pemanfaatan untuk objek wisata. Pemanfaatan berupa pengumpulan kenop dilakukan oleh 35 responden, pemanfaatan untuk diperdagangkan ke pengepul yang lebih tinggi atau ke produsen dilakukan oleh 3 34 Gambar 13 Tetrastigma spp. batangnya berair dan bisa diminum. responden, sedangkan pemanfaatan untuk tujuan wisata dilakukan oleh 11 responden. Bentuk dan persentase pemanfaatan ini disajikan dalam Gambar 12. Pengumpulan R. zollingeriana Kenop R. zollingeriana dikumpulkan ilegal oleh penduduk sejak dekade 1970-an hingga akhir dekade 1980-an. Kenop-kenop tersebut dikumpulkan dari hutan, kemudian diiris, dikeringkan dan dijual ke pengepul di desa. Dari pengepul desa, irisan R. zollingeriana tersebut dijual ke pengepul di kabupaten untuk kemudian dijual pada penjual jamu atau produsen jamu di Solo dan Semarang. Di Sarongan, R. zollingeriana dikenal dengan nama padmosari. Namun di Wonoasri, penduduk lebih mengenalnya dengan sebutan kembang banyu karena dianggap bunga dari Tetrastigma spp. yang batangnya berair dan bisa diminum. Air dari batang Tetrastigma spp. ini sering digunakan oleh penduduk yang kehabisan minuman ketika berada di hutan. Hal ini seperti yang terlihat dalam Gambar 13. Pengetahuan Masyarakat tentang

R. zollingeriana

Menurut Blume 1829 diacu dalam Heyne 1987, padmosari adalah simbol untuk meneruskan keturunan dan bernilai tinggi di Jawa. Jika dicampur kayu Gambar 12 Bentuk dan persentase pemanfaatan R. zollingeriana di TNMB. 35 manis dapat menghentikan keluarnya darah nifas dan juga memperkuat bagian- bagian yang lemah. Lemmens dan Bunyapraphatsara 2003 juga mengemukakan bahwa kenop padmosari digunakan untuk membersihkan rahim perempuan pasca melahirkan dan menghentikan pendarahan. LATIN 2002 dalam laporannya juga menyatakan bahwa kuncup bunga R. zollingeriana dapat digunakan untuk obat keperkasaan, keputihan, memperlancar melahirkan dan menghentikan darah pasca melahirkan. Namun ketika dikonfirmasikan kepada 6 dukun beranak yang berpraktek di desa penelitian, mereka tidak mengetahui dan tidak mempraktekkan pengetahuan tersebut. Penduduk sekitar TNMB pun tidak mengetahui bagaimanakah bentuk dan kegunaan R. zollingeriana jika tidak diberitahu oleh pengepul. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengetahuan padmosari sebagai jamu bukan pengetahuan lokal yang dimiliki dan dikembangkan oleh warga, namun diintroduksikan dari tempat lain. Masyarakat sekitar mendapat informasi dari pengepul TNMB bahwa kembang banyu berbentuk seperti kubis berwarna merah dan dapat digunakan sebagai jamu. Namun mereka tidak mengetahui lebih jauh, tanaman tersebut sebagai jamu apa dan bagaimana khasiatnya Meskipun demikian, beberapa responden pernah mencoba meminum air rebusan R. zollingeriana dan menyatakan badannya yang loyo jadi enteng, lukanya cepat sembuh dan pegal- pegalnya hilang. Dari pengalaman empiris tersebut, warga kemudian mencoba menjual jamu berbahan bubuk padmosari dicampur dengan kedawung dan babakan pule. Usaha tersebut tidak berlangsung lama karena harga jualnya lebih rendah daripada harga irisan kering. Terdapat beberapa jamu kemasan bermerk padmosari yang ditemukan di pasar Tanjung Jember, yaitu padmosari 18 jamu Iboe, galian padmosari air mancur dan kapsul galian padmosari produksi Madura. Namun ketika dicek kemasannya, jamu yang berkhasiat untuk awet muda dan pemelihara kerampingan bagi perempuan ini tidak mencantumkan padmosariR. zollingeriana sebagai bahan baku. Dengan demikian, sementara dapat disimpulkan bahwa nama padmosari pada jamu kemasan tersebut hanya sebagai merk dagang, bukan sebagai bahan baku. Ramuan herbal berbahan bubuk padmosari untuk obat keputihan juga masih diperdagangkan di pasar Jember. Ramuan tersebut berbahan utama joho lawe, sirih kering dan padmosari. Per bungkus ramuan dijual dengan harga Rp2 000. LATIN 2002 juga masih menjumpai simplisia R. zollingeriana dijual di pasar Banyuwangi dengan harga Rp20 000kg. Karakteristik Pelaku Pengumpulan

R. zollingeriana

Hasil wawancara menyatakan bahwa para pengumpul kenop pada era 1970- an hingga akhir 1980-an adalah warga sekitar TNMB, terutama dari desa Wonoasri, Sanenrejo dan Sarongan. Ini juga ditunjukkan oleh hasil survei yang menyatakan bahwa 42.86 pengumpul berasal dari desa Wonoasri, 25.71 berasal dari desa Sanenrejo, 20 dari desa Sarongan dan 11.43 dari desa Andongrejo. Hal ini terlihat dalam Tabel 11. Para pengepul yang menampung hasil irisan R. zollingeriana dari para pengumpul juga terdapat di desa-desa tersebut. Pengepul R. zollingeriana biasanya juga mengepul hasil hutan lain seperti kapulaga, cabe jawa, joho, kemiri, kedawung dan lain-lain. 36 Gambar 14 Perkembangan jumlah kenop R. zollingeriana di plot permanen Krecek pada tahun 2010-2011.