Conservation of Rafflesia zollingeriana Koord in Meru Betiri National Park, East Java.

(1)

KONSERVASI

Rafflesia zollingeriana

Koord

DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI,

JAWA TIMUR

DEWI LESTARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Konservasi Rafflesia zollingeriana Koord di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Dewi Lestari NIM E351100051


(4)

RINGKASAN

DEWI LESTARI. Konservasi Rafflesia zollingeriana Koord di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan ERVIZAL AM ZUHUD.

Rafflesia zollingeriana Koord merupakan tumbuhan langka yang dilindungi di Indonesia menurut Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999. Spesies ini tumbuh endemik di kawasan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB). Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa R. zollingeriana di TNMB terus menurun populasinya. Padahal masih banyak informasi ilmiah yang belum diketahui dari spesies ini. Oleh karena itu, populasi R. zollingeriana harus segera diselamatkan dan konservasi yang lebih efektif dan efisien harus segera dilakukan. Untuk dapat menyusun strategi konservasi yang efektif dan efisien, informasi mengetahui kondisi populasi, pemanfaatan, stakeholder yang terlibat, kekuatan kelemahan, peluang dan ancaman konservasi R. zollingeriana harus diketahui. Oleh karena itulah penelitian yang bertujuan menganalisis kondisi populasi R. zollingeriana di TNMB; menganalisis pemanfaatan R. zollingeriana; mengidentifikasi stakeholder yang terlibat dalam konservasi; menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari konservasi R. zollingeriana di TNMB selama ini; merekomendasikan strategi dan program konservasi; ini dilakukan.

Penelitian dilakukan di kawasan TNMB dan lima desa sekitar TNMB (Wonoasri, Curahnongko, Andongrejo, Sanenrejo dan Sarongan). Penelitian dilakukan selama 15 bulan, yaitu dari bulan Mei 2012–Juli 2013. Data penelitian dikumpulkan dengan metode wawancara, survei, observasi dan studi pustaka. Jenis data yang dikumpulkan adalah data kondisi populasi R. zollingeriana, data pemanfaatan dan data pengelolaan konservasi. Data ini dianalisis secara deskriptif, kuantitatif dan kualitatif.

Ditemukan 26 sub populasi R. zollingeriana dalam 19 plot pengamatan. Tingkat kematian kenop cukup tinggi dan tingkat keberhasilan kenop untuk mekar rendah sehingga regenerasi alami R. zollingeriana terancam. Oleh karena itu, penelitian teknik budidaya harus segera dilakukan. Dari 19 plot tersebut, 9 di antaranya adalah lokasi tumbuh yang baru terdokumentasikan.

Bentuk pemanfaatan R. zollingeriana selama ini adalah pengumpulan kenop untuk jamu dan pariwisata. Pengumpulan kenop berpengaruh negatif terhadap populasi, sementara pariwisata berkembang terbatas dan belum meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar TNMB.

Kegiatan konservasi R. zollingeriana dibedakan menjadi 3 kegiatan: perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan. Diidentifikasikan terdapat 12 stakeholder yang terlibat kegiatan perlindungan, 9 stakeholder terlibat kegiatan pengawetan dan 20 stakeholder yang terlibat dalam pemanfaatan. Stakeholder perlindungan terdiri atas 2 stakeholder key player, 1 context setter, 1 subject dan 8 crowd. Stakeholder pengawetan terdiri atas 3 stakeholder key player, 1 context setter, 1 subject dan 4 crowd. Stakeholder pemanfaatan terdiri atas 7 stakeholder key player, 4 subject dan 9 stakeholder crowd.


(5)

Analisis SWOT menunjukkan bahwa faktor internal dan eksternal nilainya positif, namun faktor internal bernilai lebih tinggi. Kekuatan bernilai 1.8, kelemahan bernilai 0.95, peluang bernilai 1.6 dan ancaman bernilai 0.6.

Strategi yang direkomendasikan adalah strategi agresif: memaksimalkan kekuatan sehingga peluang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya. Oleh karena itu, kerjasama dengan dan antar stakeholder key player harus ditingkatkan, komunikasi dengan stakeholder context setter ditingkatkan, demikian pula dengan pemberdayaan stakeholder subject. Program yang diusulkan adalah sosialisasi R. zollingeriana sebagai tanaman langka, unik dan endemik di TNMB, sosialisasi R. zollingeriana sebagai ikon kawasan dan flora identitas daerah. kolaborasi pengembangan ekowisata R. zollingeriana berbasis stakeholder dan kolaborasi pengelolaan konservasi R. zollingeriana berbasis zonasi.

Kata kunci: konservasi, Rafflesia zollingeriana Koord, Taman Nasional Meru Betiri


(6)

SUMMARY

DEWI LESTARI. Conservation of Rafflesia zollingeriana Koord in Meru Betiri National Park, East Java. Supervised by AGUS HIKMAT and ERVIZAL AM. ZUHUD.

Rafflesia zollingeriana Koord is a protected rare plants in Indonesia, according to Government Regulation No. 7 of 1999. This species is endemic to Meru Betiri National Park. However, reality shows that R. zollingeriana population in the national park was declining. Because there are a lot of scientific information that has not known yet, R. zollingeriana population must been saved, more effective and efficient conservation must be done immediately. To be able to formulate effective and efficient conservation strategies, information about: the condition of the population; utilization; stakeholders involved; strengths, weaknesses, opportunities and threats of R. zollingeriana conservation; must be known. Therefore, the study aimed to analyze the population condition R. zollingeriana in the national park; analyze the utilization of R. zollingeriana; identify the stakeholders involved in R. zollingeriana’s conservation; analyze the strengths, weaknesses, opportunities and threats of R. zollingeriana conservation at this time; recommended some strategies and conservation programs of R. zollingeriana.

The study was conducted in the Meru Betiri National Park and five villages around it (Wonoasri, Curahnongko, Andongrejo, Sanenrejo and Sarongan). Research conducted over the 15 months, from May 2012 to July 2013. Data were collected by interviews, surveys, observations, and literature study. Data that collected were: data of R. zollingeriana population condition, data of the utilization and data about management of R. zollingeriana conservation. Those data analyzed descriptively, quantitatively and qualitatively.

Observations were done in 19 plots and there were 26 sub populations of R. zollingeriana that have been found. The mortality rate of knobs was high enough and blooming success rate for knobs was low, so propagation researches are need to be done. From 19 plots, 9 of them are recently documented populations.

R. zollingeriana was utilized for herbal medicine (through knobs collecting and trading) and for tourism. The impact of collecting and trading activity R. zollingeriana were increasing income and welfare of the culprit but decline and extinction of Rafflesia in the other hand. Another forms of utilization was ecotourism of R. zollingeriana. Ecotourism has not developed yet and has not given a significant economical benefit for people.

There were 12 stakeholder involved in protection, 9 stakeholder involved in preservation dan 20 stakeholder involved in utilization. Protection stakeholder consist of 2 key player stakeholder, 1 context setter, 1 subject dan 8 crowd. Preservation stakeholder consist of 3 key player stakeholder, 1 context setter, 1 subject dan 4 crowd. Utilization stakeholder consist of 7 key player stakeholder, 4 subject dan 9 crowd stakeholder.

SWOT analysis indicated that the value of internal and external factors were positive. The internal factors for conservation of R. zollingeriana have greater


(7)

value than the external factors. Value for strength was 1.8, weakness was 0.95, opportunity was 1.6 dan threat was 0.6.

Recommended strategies was aggressive strategy: maximize the strengths so that the opportunities can be exploited as much as possible. So cooperation with and among the key player stakeholder, communication with context setter stakeholder and empowerment of subject stakeholder must be enhanced. The proposed program were stakeholder empowerment, stakeholder base of R. zollingeriana ecotourism and zonation based of conservation management.

Keywords: conservation, Meru Betiri National Park, Rafflesia zollingeriana Koord


(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika

KONSERVASI

Rafflesia zollingeriana

Koord

DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI, JAWA TIMUR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(10)

(11)

(12)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT karena atas limpahan berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis dengan judul “Konservasi Rafflesia zollingeriana Koord di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur” ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Agus Hikmat, MScF Trop dan Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, pertimbangan dan saran selama masa penelitian sampai tersusunnya tesis ini. Terima kasih kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah memberikan kesempatan beasiswa dan The Toyota Foundation yang telah memberikan dukungan finansial selama penelitian.

Penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada berbagai pihak, di antaranya:

1. Ayah dan Ibu Haryoso, atas dukungan moril dan kasih sayang yang telah diberikan.

2. Kepala UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali dan koordinator kepegawaian UPT BKT KR Eka Karya Bali-LIPI.

3. Ellyn K Damayanti, PhD Agr atas dukungan dan bantuan finansial selama penelitian.

4. Ir Nurrohmah, MSi dan staf Balai Taman Nasional Meru Betiri yang telah memberikan dukungan data dan teknis selama penelitian.

5. Masyarakat Desa Wonoasri, Sanenrejo, Curahnongko, Andongrejo dan Sarongan yang telah memberikan informasi dan dukungan data.

6. Dosen-dosen Pascasarjana Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika atas ilmu, pengetahuan dan pengalaman yang telah diberikan. 7. Teman-teman Pascasarjana Program Studi Konservasi Biodiversitas

Tropika, Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan 2010 atas kehangatan persahabatan, diskusi-diskusi yang membangun dan mencerahkan serta teman-teman KPM 38 atas dukungan moralnya.

8. Sekretariat Pascasarjana Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika atas bantuan dan dukungan administratif yang telah diberikan

9. Nanang Joko Rianto, SP yang memberikan dukungan moral dan teknis selama penelitian.

10. Ir Drajat, MS dan teman-teman MAPENSA UNEJ atas diskusi-diskusi menariknya.

Semoga karya ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013 Dewi Lestari


(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

Kerangka Pemikiran 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Biologi Rafflesia 6

Fenologi Rafflesia 7

Konservasi Rafflesia 8

Deskripsi Rafflesia zollingeriana Koord 10

Analisis Stakeholder 13

Analisis SWOT 14

Manajemen Konservasi 14

3 METODE PENELITIAN 15

Lokasi dan Waktu Penelitian 15

Alat dan Bahan 16

Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data 16

Metode Analisis Data 18

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 19

Kondisi Populasi R. zollingeriana 22

Pemanfaatan R. zollingeriana oleh Masyarakat Sekitar 33

Konservasi R. zollingeriana di TNMB 41

Stakeholder Konservasi R. zollingeriana 43

Faktor Internal dan Eksternal Konservasi R. zollingeriana 54 Strategi dan Program Konservasi R. zollingeriana 62

5 SIMPULAN DAN SARAN 66

Simpulan 66

Saran 67

DAFTAR PUSTAKA 68

LAMPIRAN 75


(14)

DAFTAR TABEL

1 Status kelangkaan Rafflesia berdasarkan kriteria IUCN 1997, WCMC

terkini dan IUCN terkini (Nais 2001) 9

2 Komposisi mata pencaharian responden 17

3 Variabel pengukuran kepentingan dan pengaruh stakeholder dalam

perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan R. zollingeriana di TNMB 18 4 Luas, jumlah dan kepadatan penduduk di lima desa penelitian (BPS 2011) 21 5 Jenis mata pencaharian penduduk di lima desa penelitian (Badan

Pemberdayaan Masyarakat Jember 2010, Badan Pemberdayaan

Masyarakat Banyuwangi 2010, BTNMB 2007) 22

6 Tingkat pendidikan penduduk di lima desa penelitian (Badan Pemberdayaan Masyarakat Jember 2010, Badan

Pemberdayaan Masyarakat Banyuwangi 2010) 22

7 R. zollingeriana hasil observasi pada Juli 2012 23 8 Plot R. zollingeriana berdasarkan kemiringan, kedekatan sumber air

dan ketinggian 27

9 Pengamatan R. zollingeriana di plot permanen Sukamade 30 10 Jumlah, diameter batang dan diameter akar Tetrastigma spp. di setiap plot 32 11 Desa asal pengumpul R. zollingeriana, jumlah dan persentasenya 36 12 Rata-rata individu R. zollingeriana yang tumbuh di setiap

plot pengamatan 38

13 Tingkat kepentingan stakeholder dalam perlindungan R. zollingeriana 46 14 Tingkat kepentingan stakeholder dalam pengawetan R. zollingeriana 47 15 Tingkat kepentingan stakeholder dalam pemanfaatan R. zollingeriana 48 16 Tingkat pengaruh stakeholder dalam perlindungan R. zollingeriana 49 17 Tingkat pengaruh stakeholder dalam pengawetan R. zollingeriana 50 18 Tingkat pengaruh stakeholder dalam pemanfaatan R. zollingeriana 51 19 Pengukuran IFAS dan EFAS konservasi R. zollingeriana 61

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 6

2 Peta lokasi penelitian 16

3 Matriks klasifikasi stakeholder berdasarkan pengaruh

dan kepentingan 18

4 Bunga R. zollingeriana (a) Mekar pada akar; (b) Mekar pada

batang inang 24

5 Morfologi bunga R. zollingeriana (a) Lubang diafragma yang berbentuk segi delapan dan penampilan diskus yang terdapat di dalamnya

(b) Ramenta di bagian atas dan bawah diafragma 25 6 Lokasi sebaran R. zollingeriana di TNMB berdasarkan zonasi 26 7 Lokasi sebaran R. zollingeriana di TNMB pada tahun 1988-2012 29 8 Persentase individu R. zollingeriana yang ditemukan 28


(15)

9 Jumlah kenop hidup dan mati R. zollingeriana berdasarkan kelas

diameter 30

10 Pemagaran R. arnoldii untuk menghindarkan bunga dan

kenop dari kerusakan 31

11 Variasi morfologi daun Tetrastigma spp. yang ditemukan di plot

pengamatan 33

12 Bentuk dan persentase pemanfaatan R. zollingeriana di TNMB 34 13 Tetrastigma spp. batangnya berair dan bisa diminum 34 14 Perkembangan jumlah kenop R. zollingeriana di plot permanen Krecek

pada tahun 2010-2011 36

15 Habitat R. zollingeriana 40

16 Pemasangan papan informasi, pagar dan tangga di plot permanen Krecek 42 17 Matriks kepentingan dan pengaruh stakeholder perlindungan

R. zollingeriana 52

18 Matriks kepentingan dan pengaruh stakeholder pengawetan R.

zollingeriana 52

19 Matriks kepentingan dan pengaruh stakeholder pemanfaatan R.

zollingeriana 53

20 Matriks SWOT konservasi R. zollingeriana 62

DAFTAR LAMPIRAN

1 Spesies-spesies Rafflesia yang berhasil dideskripsikan hingga tahun 2011


(16)

(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rafflesia adalah tumbuhan yang unik karena ukuran bunganya yang besar dan kehadirannya yang baru disadari ketika kuncup dan bunganya mekar (Zen 2001). Meski bersifat holoparasit hanya terhadap inang dari spesies Tetrastigma spp. (Barkman et al. 2004; Barcelona et al. 2011), tumbuhan ini menghasilkan bunga yang berukuran besar.

Populasi Rafflesia umumnya kecil (Nais 2001). Populasi Rafflesia lobata di Gunung Igtuog Filipina hanya sebanyak 76 individu (Galang dan Madulid 2006). Populasi Rafflesia manillana yang ditemukan di 3 lokasi di Mt. Makiling pada tahun 2007 hanya sebanyak 86 individu (Yahya et al. 2010). Populasi Rafflesia bengkuluensis di 7 titik di Talang Tais Bengkulu hanya berkisar 2-7 individu per sub populasi (Susatya 2011). Populasi Rafflesia arnoldi di 5 lokasi di Sumatera Barat juga hanya sebanyak 80 individu (Syahbuddin dan Chairul 2010). Jumlah populasi cukup besar hanya ditunjukkan oleh Rafflesia kerri, yaitu sebanyak 440 individu. Populasi ini ditemukan oleh Nadia et al. (2012) pada 17 lokasi di Dataran Tinggi Lojing Kelantan, Malaysia.

Kecilnya populasi Rafflesia ini disebabkan oleh hambatan sifat biologi dan atribut ekologinya (Susatya 2003). Hambatan tersebut antara lain adalah tingkat reproduksinya yang rendah (Nais 2001) karena bunganya yang berumah dua (Meijer 1997; Refaei et al. 2011) namun jarang mekar bersamaan, sehingga sangat membutuhkan bantuan serangga penyerbuk untuk polinasinya (Zuhud et al. 1999; Kahono et al. 2010; Davis et al. 2008). Terdapat 1110 kenop Rafflesia yang diamati Nais (2001) selama 3 tahun, 10.18% diantaranya berhasil mekar dengan proporsi bunga betinanya hanya sebesar 12.39% dan yang berhasil membentuk buah hanya 35.71%. Seks rasio yang tidak berimbang juga ditunjukkan oleh penelitian Galang (2006) pada populasi R. lobata di Filipina, yaitu sebesar 6:1.

Kecilnya populasi Rafflesia juga disebabkan oleh kemampuan bertahan hidupnya yang rendah. Rafflesia patma yang dijumpai Mukmin et al. (2009), 33.33% individunya mati sebelum mekar, hanya 8.65% yang berhasil mekar. Ribuan individu Rafflesia diamati Nais di Malaysia juga menunjukkan kematian sebelum mekar hingga 90% (Milius 1999). Tak hanya itu, kelangkaan juga disebabkan oleh siklus hidup Rafflesia yang panjang (Sofiyanti dan Yen 2012). R. arnoldii membutuhkan waktu kurang lebih 5 tahun, dari mulai terpencarnya biji hingga terbentuknya biji kembali (Meijer 1997).

Semakin kecilnya populasi juga dipicu oleh faktor eksternal seperti pengambilan kenop untuk obat, fragmentasi hutan dan perusakan habitat oleh manusia (Nais 2001). Penurunan populasi R. patma di Leweung Sancang, dari yang semula 256 individu (Priatna 1989) menjadi 96 individu (Suwartini et al. 2008) disebabkan oleh perambahan hutan dan penebangan kayu. Penurunan populasi Rafflesia banahaw di Filipina terjadi karena tanah longsor dan bencana angin topan yang merusakkan inangnya (Barcelona et al. 2007). Sementara populasi R. hasseltii di Taman Nasional Bukit Tigapuluh terancam oleh adanya


(18)

perladangan berpindah, pencurian kayu dan kegiatan pengusaha (Zuhud et al. 1999).

Terdapat 30 spesies Rafflesia yang telah berhasil dideskripsikan hingga saat ini. Spesies yang berhasil dideskripsikan dalam empat tahun terakhir adalah R. aurantia Barcelona, Co & Balete (Barcelona et al. 2009), Rafflesia meijeri Wiriad. & Sari (Wiriadinata dan Sari 2009), Rafflesia verrucosa Balete, Pelser, Nickrent & Barcelona (Balete et al. 2010) dan Rafflesia lawangensis Mat-Salleh, Mahyuni & Susatya (Mat-Salleh et al. 2010). Kemungkinan deskripsi jenis baru masih terbuka namun berpacu dengan tingkat kepunahan populasi akibat tekanan internal dan eksternal yang semakin besar. Apalagi hingga kini budidaya Rafflesia juga belum berhasil dilakukan. Hanya metode transplantasi yang dilaporkan berhasil dilakukan untuk beberapa jenis, antara lain Rafflesia keithii (Nais 2001), R. patma, R. arnoldii dan Rafflesia rochussenii (Astuti et al. 2001). Oleh karena itu, Rafflesia patut menjadi prioritas konservasi. Apalagi Rafflesia spp. telah ditetapkan sebagai tumbuhan yang dilindungi di Indonesia menurut Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999.

Selain karena keunikan dan kelangkaannya, konservasi Rafflesia meningkatkan motivasi konservasi hutan secara keseluruhan. Rafflesia hanya mampu hidup di hutan primer (Zuhud 1989; Syahbuddin dan Chairul 2010). Oleh karena itu, supaya populasinya terus berlanjut, ekosistem hutan harus dipertahankan tetap dalam kondisi primer. Dengan demikian, menyelamatkan Rafflesia berarti menyelamatkan hutan secara keseluruhan.

Ketiga puluh spesies Rafflesia yang telah dideskripsikan tersebut menyebar di Asia Tenggara, yaitu di Thailand, Malaysia, Filipina dan Indonesia. Sebagian besarnya, menyebar di Indonesia, yaitu 7 spesies menyebar di pulau Sumatra, 4 spesies menyebar di Kalimantan dan 3 spesies menyebar di Jawa.

Pulau Jawa yang luas hutannya hanya sebesar 3 040 023.97 ha (Ditjen Planologi Kehutanan 2010), atau 2.32% dari keseluruhan hutan Indonesia, menjadi habitat bagi tiga spesies Rafflesia, yaitu R. patma Blume, R. rochussenii Teijsm. & Binn dan Rafflesia zollingeriana Koord. R. patma menyebar di Nusa Kambangan Cilacap, Cagar Alam Pananjung Pangandaran Ciamis (Gamasari 2007), Cagar Alam Leweung Sancang Garut (Priatna et al. 1989) dan Cagar Alam Bojonglarang Cianjur (Ali 2013). Sementara R. rochussenii menyebar di Jampang, Garut, Gunung Mandalawangi, Gunung Salak, Gunung Pangrango (Zuhud et al. 1998), dan R. zollingeriana hanya menyebar di Taman Nasional Meru Betiri (Darmadja et al. 2011).

Dibandingkan dua spesies yang lain, R. zollingeriana memiliki wilayah penyebaran yang lebih terbatas, yaitu hanya di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) dan hanya tumbuh di hutan dataran rendah kering, pada ketinggian 1-270 m di atas permukaan laut (Mat-Salleh et al. 2001). Keberadaan R. zollingeriana yang dikenal dengan nama lokal patmosari juga dimanfaatkan oleh masyarakat untuk jamu (Zuhud 1988). Dengan demikian, R. zollingeriana lebih rentan terhadap kepunahan. Oleh karena itulah R. zollingeriana dijadikan fokus kajian ini.


(19)

Perumusan Masalah

Rafflesia spp. telah ditetapkan sebagai tumbuhan yang dilindungi di Indonesia menurut Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999. Selain karena keunikan dan kelangkaannya, konservasi Rafflesia juga harus dilakukan untuk meningkatkan motivasi konservasi hutan secara keseluruhan. Rafflesia hanya mampu hidup di hutan primer (Zuhud 1989; Syahbudin dan Chairul 2010). Oleh karena itu, supaya populasinya terus berlanjut, ekosistem hutan harus dipertahankan tetap dalam kondisi primer. Dengan demikian, menyelamatkan Rafflesia berarti menyelamatkan hutan secara keseluruhan.

Status kelangkaan R. zollingeriana adalah langka (Wiriadinata 2001) atau R (Rare) menurut WCMC (2013). Sementara Nais (2001) menggolongkannya ke dalam kriteria vulnerable, sedangkan Susatya (2011) menggolongkannya ke dalam kriteria CR (Critical Endangered). Oleh Balai Taman Nasional Meru Betiri (BTNMB) R. zollingeriana juga telah ditetapkan sebagai spesies yang habitatnya dilindungi dan dibina oleh pengelola (BTNMB 2003). Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa R. zollingeriana di TNMB terus menurun populasinya. Pada plot permanen di Krecek, tinggal 2 sub populasi yang tersisa dari 8 sub populasi yang ditemukan setahun sebelumnya. Hal sama juga terjadi di plot permanen Sukamade. Hanya ada 1 sub populasi yang bertahan dari 5 sub populasi yang ditemukan sebelumnya di tahun 2002 (BTNMB 2003). Di luar plot permanen, populasi alami Rafflesia juga berkurang signifikan. Tahun 1988, populasi Rafflesia ditemukan di 8 lokasi, sementara pada tahun 2003, populasi hanya dapat ditemukan di 3 lokasi (Hikmat 2006).

Seiring dengan penurunan populasi R. zollingeriana tersebut, tantangan informasi teknik budidaya dan regenerasi dari spesies ini belum terjawab. Oleh karena itu, tak ada kata lain, populasi R. zollingeriana di kawasan ini harus benar-benar dilindungi dan diawetkan supaya tidak punah sehingga dapat dikaji lebih jauh. Hal ini sesuai dengan prinsip save it, study it, and use it dalam Convention on Conservation of Biodiversity. Konservasi suatu ekosistem atau spesies adalah penyelamatan sebelum hilang (rusak) dan pengkajian kegunaannya sehingga pemanfaatan secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan hidup manusia dapat dilakukan (Putro et al. 2012).

Untuk dapat menjaga keberlanjutan populasi R. zollingeriana, diperlukan strategi konservasi yang efektif dan efisien. Strategi ini dapat dirumuskan jika keadaaan populasi, informasi mengenai pemanfaatan selama ini, sejauhmana konservasi telah dilakukan, siapa saja pihak yang terlibat, bagaimanakah kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman konservasi yang telah dilakukan selama ini diketahui.

Oleh karena itulah, pertanyaan yang diajukan pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah kondisi populasi R. zollingeriana di TNMB ?

2. Bagaimanakah pemanfaatan R. zollingeriana ?

3. Siapakah stakeholder yang terlibat dalam konservasi R. zollingeriana selama ini ?

4. Bagaimanakah kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari pengelolaan konservasi R. zollingeriana di TNMB selama ini ?

5. Bagaimanakah strategi dan program konservasi R. zollingeriana yang sebaiknya dilakukan ?


(20)

Keadaan populasi R. zollingeriana di TNMB saat ini penting dipelajari untuk memperoleh informasi mengenai populasi, regenerasi, preferensi habitat, persebaran, status konservasi dan strategi konservasi bagi spesies tumbuhan tersebut (Wihermanto 2004; Partomihardjo dan Naiola 2009). Silvertown (1982) mengemukakan bahwa setidaknya ada dua hal utama yang harus dilakukan dalam setiap kajian populasi, yaitu mengetahui jumlah atau ukuran dari populasi serta proses yang mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap ukuran populasi. Sementara Widyatmoko dan Irawati (2007) mengungkapkan bahwa kelimpahan, pola penyebaran, struktur populasi, serta demografi populasinya adalah beberapa aspek yang harus dipelajari dalam studi populasi.

Pemanfaatan R. zollingeriana penting diketahui karena pemanfaatan sumberdaya alam adalah kata yang tidak dapat dipisahkan dari konservasi (Asanga 2005). Demikian pula dengan hutan. Kelestarian hutan sangat terkait pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitarnya. Jika masyarakat lokal memperoleh akses pada produk hutan dan memperoleh pendapatan, mereka akan berkontribusi pada konservasinya (Fisher 1995). Untuk itulah pemanfaatan R. zollingeriana oleh masyarakat sekitar perlu dipelajari sehingga bagaimana pemanfaatan masyarakat sekitar terhadap R. zollingeriana dan sejauhmana pemanfaatan ini berdampak pada populasi R. zollingeriana bisa diketahui.

Stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan R. zollingeriana di TNMB penting untuk dipelajari karena pengelolaan konservasi sumberdaya hayati di Indonesia saat ini diarahkan ke pengelolaan multi-stakeholder. Kebijakan pengelolaan konservasi multi-stakeholder ini telah disahkan pelaksanaannya melalui penerbitan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19 Tahun 2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan KSA dan KPA, Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56 Tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional dan Peraturan Pemerintah No P.28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam. Dalam pengelolaan sumberdaya hayati dan ekosistem yang pasti akan melibatkan banyak stakeholder, identifikasi stakeholder sangat penting dilakukan untuk mengetahui siapa stakeholder yang harus diajak bekerjasama, siapa yang tak perlu diajak bekerja sama dan bagaimana cara memperlakukan mereka sehingga bisa lebih berkontribusi dalam pencapaian tujuan (Bryson 2004).

Penilaian terhadap kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman terhadap pengelolaan R. zollingeriana selama ini perlu dilakukan untuk merumuskan strategi konservasi berikutnya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Rangkuti (1997) bahwa untuk merencanakan strategi selanjutnya, kekuatan dan kelemahan komponen internal, serta peluang dan ancaman yang muncul dari komponen eksternal dalam suatu proyek atau dalam bisnis usaha harus dievaluasi.

Tujuan

Dengan pertanyaan penelitian tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai adalah :

1. Menganalisis kondisi populasi R. zollingeriana di TNMB

2. Menganalisis pemanfaatan R. zollingeriana oleh masyarakat sekitar

3. Mengidentifikasi stakeholder yang terlibat dalam konservasi R. zollingeriana


(21)

4. Menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari pengelolaan konservasi R. zollingeriana di TNMB

5. Merekomendasikan strategi dan program konservasi R. zollingeriana selanjutnya

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada pihak terkait, mengenai perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan R. zollingeriana. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran mengenai strategi dan program konservasi R. zollingeriana yang sebaiknya dilakukan, supaya pelaksanaannya lebih efisien dan efektif.

Kerangka Pemikiran

Konservasi adalah upaya untuk mengelola sumberdaya alam hayati secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya (UU No 5 Tahun 1990). Tindakan konservasi mencakup tiga kegiatan yaitu: (1) Perlindungan sistem penyangga kehidupan, (2) Pengawetan keragaman jenis baik flora maupun fauna termasuk ekosistemnya, dan (3) Pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara optimal dan berkelanjutan. Kegiatan perlindungan dilakukan dengan menetapkan wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan, melakukan pola dasar pembinaan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan dan mengatur cara pemanfaatan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan. Pengawetan jenis tumbuhan dilakukan dengan membiarkan agar populasi semua jenis tumbuhan dan satwa tetap seimbang menurut proses alami di habitatnya, menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan untuk menghindari bahaya kepunahan. Pengawetan dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan suaka alam. Sedangkan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dapat dilaksanakan dalam bentuk pengkajian, penelitian dan pengembangan, penangkaran, perburuan, perdagangan, peragaan, pertukaran, budidaya tanaman obat-obatan, pemeliharaan untuk kesenangan.

Ketiga kegiatan tersebut saling terkait. Perlindungan dan pengawetan dilakukan supaya ekosistem dan keanekaragaman hayati dapat berlanjut dan dimanfaatkan. Sementara pemanfaatan dilakukan untuk menjamin keberlanjutan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Konservasi sumberdaya alam tidak dapat terpisah dari pemanfaatan ekonomis, karena jika masyarakat lokal memperoleh akses pada produk hutan dan memperoleh pendapatan, mereka akan berkontribusi pada konservasi (Fisher 1995).

Pengelolaan konservasi harus melibatkan berbagai stakeholder. Pengelolaan tidak bisa lagi bertumpu hanya pada satu pemangku kepentingan, melainkan harus menyebar dalam kelompok-kelompok pemangku kepentingan yang telah dapat mengatur dirinya sendiri menurut wewenang, peran dan fungsi serta tanggung jawabnya masing-masing (Anshari 2006). Jika kerja sama telah tercapai, tata


(22)

kelola mandiri (self governance) diharapkan terwujud sehingga pengelolaan konservasi tidak lagi berdasarkan inisiatif proyek tetapi dilakukan atas dasar kesadaran dan kemandirian.

Hal sama juga diharapkan terjadi dalam konservasi R. zollingeriana. Perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan R. zollingeriana harus berjalan beriringan. Pemanfaatan yang dilakukan harus menjamin keberlanjutan R. zollingeriana sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar TNMB. Jika mendapat manfaat ekonomi dari R. zollingeriana, partisipasi mereka dalam konservasi diharapkan akan meningkat. Untuk dapat mencapai tujuan keberlanjutan pemanfaatan, maka konservasi harus dilakukan dengan melibatkan semua stakeholder terkait.

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Rafflesia

Rafflesia adalah tumbuhan yang unik. Berwujud bunga besar, berukuran 2– 120 cm. Tumbuhan ini bersifat holoparasit, seluruh kebutuhan makannya tergantung pada inang (Zuhud 1988). Namun proses parasitisme tersebut masih misterius. Mursidawati (2012) menunjukkan bahwa tak ada organ semacam haustorium yang dibangun oleh Rafflesia untuk mengambil kebutuhan nutrisinya dari inang.

Genus ini pertama kali dideskripsikan oleh Brown (1921) berdasarkan spesimen yang ditemukan oleh Raffles dan Joseph Arnold pada tahun 1818 di Pulau Lebar dekat Sungai Manna, Bengkulu. Secara taksonomi, Rafflesia termasuk ke dalam kingdom Plantae meski hanya memiliki bunga, tidak memiliki daun, batang dan akar. Rafflesia tetap digolongkan tumbuhan karena memiliki alat reproduksi jantan berupa pollen dan alat reproduksi betina berupa ovule. Rafflesia termasuk subkingdom Viridaeplantae, filum Tracheophyta, subfilum Spermatophyta, infrafilum Angiospermae, kelas Magnoliopsida-Dicotyledon,


(23)

subkelas Magnolidae, superordo Rafflesianae, Ordo Rafflesiales, famili Rafflesiaceae dan genus Rafflesia (Zuhud 1989).

Menurut Beaman et al. (1988), dasar penentuan spesies Rafflesia ada 8 variabel, yaitu ukuran, diameter diafragma, jumlah proses di atas diskus, ukuran dan jumlah titik putih di mahkota dan diafragma, jumlah dan ukuran jendela pada bagian bawah diafragma, jumlah kepalasari, bentuk, panjang dan posisi tumbuh ramenta, dan jumlah mahkota (perigone) dan kelopak. Berdasarkan kriteria tersebut, hingga tahun 1997, ada 13 spesies Rafflesia yang berhasil dideskripsikan (Meijer 1997). Jumlah ini bertambah menjadi 17 spesies pada tahun 1998 (Zuhud et al. 1998) dan berdasar penelusuran pustaka penulis, jumlah ini berkembang menjadi 30 spesies pada tahun 2011. Daftar dari spesies-spesies tersebut tersaji dalam Lampiran 1.

Fenologi Rafflesia

Fenologi adalah ilmu yang berkaitan dengan fenomena (gejala) biologi yang berkala, dalam hubungannya dengan iklim, misalnya waktu berbunga dan berbuahnya tanaman tertentu (Hadiat et al. 2004). Atau bisa dikatakan ilmu yang mempelajari penampakan aktivitas tumbuhan yang terjadi secara berkala pada waktu-waktu tertentu dalam satu tahun. Fenologi berdasar pada hasil observasi tentang tahapan perkembangan tumbuhan (phenophase) eksternal yang tampak, seperti perkecambahan biji, pembungaan, perubahan warna daun, gugur daun dan semi daun. Fenologi Rafflesia penting diamati untuk menentukan kapan sebaiknya wisatawan datang berkunjung dan lokasi mana yang sebaiknya dikunjungi (Nais 2001).

Di Malaysia pembungaan R. keithii, R. pricei dan R. tengku-adlinii adalah sepanjang tahun, tidak tergantung pada cuaca dan curah hujan. Namun waktu puncaknya adalah Agustus-Oktober dan April-Juli (Nais 2001).

Persentase mekarnya bunga Rafflesia tergolong rendah. Dari 86 kuncup R. keithii yang diamati Nais (2001), hanya 13 bunga yang berhasil mekar. Dari 28 kuncup R. tengku-adlinii yang diamati, hanya 10 kuncup yang berhasil mekar dan dari 996 kuncup R. pricei yang diamati, hanya 91 kuncup berhasil mekar.

Menurut Nais (2001), ada 3 tahap perkembangan kuncup sebelum mekar, yaitu tahap awal (pasca kemunculan kenop) yang berlangsung selama 2-3 bulan, tahap menengah yang merupakan masa pembesaran kenop dan tahap sebelum mekar. Kenop terutama mati pada masa transisi dari tahap 1 ke tahap 2. Hal ini kemungkinan besar terjadi karena ketidakcukupan nutrisi dari inang dan adanya gangguan hewan. Hidayati et al. (2000) menyatakan bahwa kematian R. patma di Cagar Alam Pangandaran terjadi karena dimakan landak dan tupai, diinjak mamalia, dipatuk dan dicakar burung, terinjak oleh pengunjung dan banjir. Sementara Nais (2001), menyatakan kematian kuncup Rafflesia di Malaysia terjadi karena dirusak oleh tikus (27%), diganggu oleh tawon (7%) dan tanpa alasan jelas (66%).

Waktu perkembangan kuncup ke mekar sangat lama, 9 bulan untuk R. adlinii, 12 bulan untuk R. pricei dan 16 bulan untuk R. keithii (Nais 2001). Sementara R. patma memerlukan waktu 230 hari (7.5 bulan) dan butuh waktu sekitar 3-4 tahun untuk menghasilkan biji lagi (Hidayati et al. 2000).


(24)

Proporsi bunga jantan dan betina Rafflesia tidak berimbang. Bunga jantan lebih banyak daripada bunga betina. Hal ini diduga terjadi karena faktor lingkungannya yang kurang mendukung, yaitu karena suplai nutrisinya yang kurang cukup (Nais 2001). Bunga betina biasa membutuhkan kondisi lingkungan yang lebih kondusif, yaitu CO2 tinggi, tanahnya lembab, suhu yang sejuk, intensitas penyinaran yang tinggi dan pemupukan, sedangkan bunga jantan sebaliknya (Doust and Doust 1988).

Pembungaan Rafflesia sangat pendek, yaitu kurang dari 8 hari. Viabilitas benangsarinya hanya bertahan dalam tempo 72 jam dan akan menurun jadi 12 jam jika polen tersebut terendam air (Nais 2001).

Saat mekar, bunga banyak dikunjungi serangga. Serangga ini muncul karena tertarik pada bau busuk yang dikeluarkan, karena warna, corak bercak pada perigone yang menarik dan karena suhu hangat Rafflesia yang menyerupai bangkai hewan (Patino et al. 2002). Serangga juga tertarik pada Rafflesia karena adanya polen dan bentuk bunganya yang menawarkan perlindungan dan tempat istirahat (Nais 2001).

Bau busuk yang dikeluarkan Rafflesia bervariasi tergantung spesiesnya, ada yang sangat busuk (R keithii) bisa tercium hingga 10 meter, ada yang malah tidak tercium (R tengku-adlinii). Bau terkuatnya muncul pada hari ke-3 sampai ke-4 setelah mekar dan meredup hingga hari ke-5 dan ke-6 dan akan sama sekali hilang pada hari ke-7 (Nais 2001).

Nais (2001) melaporkan bahwa setidaknya ada dua spesies lalat, yaitu Lucilia papuensis dan Chrysoma pinguis yang mengerubuti bunga Rafflesia yang mekar di Malaysia. Selain itu adapula Drosophila spp., tawon dan ulat. Jumlah serangga ini biasanya meningkat seiring meningkatnya intensitas bau yang dikeluarkan oleh bunga (Hidayati et al. 2000). Lalat ini berkunjung terutama saat sore (jam 13.00 – 17.00) dan puncak kunjungan terjadi pada hari ke-2 dan ke-3 setelah bunga mekar. Di habitat ex-situ, bunga R. patma dikunjungi 23 spesies serangga (Kahono et al. 2010), 18 spesies di antaranya adalah lalat.

Konservasi Rafflesia

Hingga kini, baru spesies Rafflesia magnifica yang diketahui status konservasinya, yaitu Critically Endangered (Madulid et al. 2008). Namun demikian, Nais (2001) telah melakukan assessment terhadap beberapa spesies Rafflesia berdasarkan kriteria IUCN 1997, WCMC terkini dan IUCN terkini. Hasil assessment tersebut menyatakan bahwa status kelangkaan sebagian spesies adalah rentan, terancam punah, punah dan sebagian besarnya belum diketahui. Hasil assessment ini tersaji dalam Tabel 1.

Rafflesia kemudian dikonservasi oleh berbagai pihak, termasuk kebun raya. Menurut Astuti et al. (2001), Kebun Raya Bogor (KRB) telah berhasil melakukan konservasi ex-situ terhadap beberapa spesies Rafflesia. Pada tahun 1856, KRB berhasil menanam R. arnoldii. Tumbuhan ini berhasil berbunga pada Februari 1857. Keberhasilan serupa juga terjadi pada tahun 1872, 1874 dan 1875. R. rochussenii juga berhasil ditanam pada tahun 1850 dan berbunga 3 tahun kemudian. Spesies ini kembali ditanam pada tahun 1924, berhasil berbunga pada tahun 1929.


(25)

Tabel 1 Status kelangkaan Rafflesia berdasarkan kriteria IUCN 1997, WCMC terkini dan IUCN terkini (Nais 2001)

No Jenis Status

menurut kriteria WCMC (IUCN 1997) Status menurut kriteria WCMC saat ini Status menurut kriteria baru IUCN

1 Rafflesia arnoldii R. Brown

var. arnoldii

var. atjehensis (Koord.) Meijer

Sinonim R. titan Jack

- - Vulnerable Vulnerable VU VU

2 R. patma Blume - Endangered VU

3 R.

manillana Teschemacher

Sinonim R.

lagascae Blanco, R. cumingii R. Brown, R. panchoana Madulid, Tandang & Agoo

Endangered Endangered EN

4 R. rochussenii Teijsm. & Binnend.

- Endangered VU

5 R. tuan-mudae Beccari - Vulnerable VU

6 R. hasseltii Suringar Indetermined Vulnerable VU 7 R.

schadenbergiana Göppert

- Endangered CR

8 R. cantleyi Solms-Laubach

Rare Vulnerable VU

9 R. borneensis Koorders - Indetermined DD

10 R. ciliata Koorders - Indeterminate DD

11 R. witkampii Koorders - Indeterminate DD 12 R. zollingeriana Koorders Rare Endangered VU

13 R. gadutensis Meijer - Endangered EN

14 R. keithii Meijer Vulnerable Vulnerable VU

15 R. kerrii Meijer Rare Rare VU

16 R. micropylora Meijer - Vulnerable VU

17 R. pricei Meijer Vulnerable Rare LR (cd)

18 R. tengku-adlinii Salleh & Latiff

- Endangered EN

Keterangan: EW = extinct in the wild, CR = critically endangered, EN = endangered, VU= vulnerable, LR= low risk, DD = data defficient

Pada tahun 1991-2001, upaya penanaman Rafflesia kembali dilakukan dengan menginfeksikan biji Rafflesia dari Bengkulu dan Jambi pada Tetrastigma koleksi KRB dan memindahkan inang Tetrastigma coriceum yang telah terinfeksi


(26)

R. patma dari kawasan hutan CA Leweung Sancang ke dalam KRB. Kedua upaya ini gagal menumbuhkan kuncup. Keberhasilan baru dicapai beberapa tahun kemudian, ketika R. patma yang diambil dari CA Pangandaran pada tahun 2004 berhasil mekar di Kebun Raya Bogor pada tahun 2010, 2011 dan 2012 (Mursidawati S 6 November 2012, komunikasi pribadi). Selain Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibodas juga berhasil mengkonservasi R. rochussenii secara ex-situ.

Tak hanya di Indonesia, konservasi ex-situ juga berhasil dilakukan oleh Malaysia. Rafflesia keithii yang tumbuh di Sabah berhasil ditanam di luar habitat alaminya pada tahun 1997 (Nais 2001).

Selain konservasi ex-situ, konservasi in-situ juga dilakukan di habitat alaminya. Di Taman Wisata Megamendung, Sumatera Barat, upaya konservasi Rafflesia arnoldii dilakukan dengan pengawasan, pemberian penerangan pada masyarakat, pembuatan pagar kawat berduri di sekitar lokasi, pembuatan tugu Rafflesia arnoldi dan pembuatan jalan setapak (Hartini 2001). Sementara inventarisasi dan pemantauan penyebarannya dilakukan oleh universitas Bengkulu (Zen 2001).

Di Malaysia, upaya konservasi in-situ dilakukan bersama-sama dengan masyarakat lokal melalui skema insentif (Nais 1998; Nais 2001). Masyarakat sekitar yang mengumpulkan kenop Rafflesia diminta menjadi guide bagi wisatawan yang datang. Karena nilai yang didapatkan dari menjaga keberadaan Rafflesia itu untuk tujuan ekowisata jauh lebih tinggi dari nilai yang didapatkan dari pengumpulan kenop, maka aktivitas pengumpulan kenop pun berkurang dan populasi lebih terjaga.

Deskripsi Rafflesia zollingeriana Koord

R. zollingeriana pertama kali dijumpai Koorders pada tahun 1902 di Puger, Jember. Saat ini, habitat alaminya hanya dijumpai di TNMB (Darmadja et al. 2011). Oleh masyarakat setempat, Rafflesia ini dikenal dengan nama patmosari.

Analisis vegetasi yang dilakukan Hikmat (1988) menunjukkan bahwa areal yang ditumbuhi Rafflesia didominasi oleh pohon Diospyros maritima Blume, Pterospermum diversifolium Blume dan Erythrina variegata L. Sedangkan tingkat saplingnya, didominasi oleh Diospyros maritima Blume, Tetrastigma sp. dan Pterospermum diversifolium Blume. Sedangkan pada tingkat seedling, didominasi oleh Diospyros maritima Blume, Donax canniformis Rolfe dan Colocasia sp. Sedangkan untuk areal non Rafflesia, pohon didominasi oleh Spondias pinnata (L.f.) Kurz, Sterculia campanulata Wall. ex Mast. dan Ervatomia sphaerocarpus. Untuk tingkat saplingnya, didominasi oleh Elatostema nigrescens Miq, Polyalthia rumphii Merr dan Tetrastigma sp. Sedangkan untuk tingkat seedling/tumbuhan bawah didominasi oleh spesies Aglaia variegata, Polyalthia rumphii dan Pandanus sp.

Pada habitat Rafflesia, jumlah spesies maupun kerapatan tumbuhan lebih rendah daripada habitat non Rafflesia, namun jumlah luas bidang dasar pohonnya lebih besar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa R. zollingeriana menyukai tumbuh di kondisi vegetasi primer yang berpepohonan besar karena memberikan lindungan yang cukup terhadap permukaan lantai hutan, sehingga tumbuhan


(27)

bawah tidak tumbuh berlimpah. Kehadiran tumbuhan bawah dan sapling yang berlimpah adalah ancaman bagi R. zollingeriana karena ini akan menimbulkan kompetisi pengambilan unsur hara.

Menurut Zuhud (1988), R. zollingeriana di TNMB sebagian besar tumbuh pada inang yang tumbuh di tanah litosol, dengan warna coklat, coklat tua coklat tua kekuningan dan coklat tua keabu-abuan. Suhu tanah berkisar 21.5 0C-24.5 0C. Sementara tekstur tanahnya tanah lempung, lempung berpasir dan pasir berlempung. Drainase tanahnya baik sampai agak baik. pH tanah agak masam sampai netral, KTK sedang sampai tinggi, kejenuhan basa sangat tinggi, K, Na, Ca dan Mg tinggi sampai sangat tinggi, C organik sedang sampai tinggi, N total rendah sampai sedang, C/N sedang dan P sangat rendah.

R. zollingeriana sebagian besar tumbuh pada ketinggian 0-50 m dpl, namun dapat pula mencapai ketinggian 300 m dpl dengan tingkat kemiringan 61-80% (sangat curam). Tempat tumbuhnya berjarak 5-100 m dari pantai, namun adapula yang berjarak lebih dari 200 m (Zuhud 1989).

Suhu rata-rata pada habitat R. zollingeriana adalah 23.2 0C sementara kelembaban rata-rata 89.1%. Kelembaban ini lebih tinggi daripada kelembaban di habitat non Rafflesia.

Kuncup R. zollingeriana kebanyakan tumbuh pada akar (96.5%) dan batang (3.5%). Kuncup terkecil ditemukan berdiameter 1 cm dan bunga yang sedang mekar berdiameter 33 cm. Kematian kuncup yang belum mekar ditemukan sebesar 34% (Hikmat 1988).

Inang

Inang R. zollingeriana di TNMB terdiri atas Tetrastigma lanceolarium Roxb dan Tetrastigma papillosum (Blume) Planch (Hikmat 1988). Oleh Meijer (1997), T. lanceolarium ini direvisi namanya menjadi T. leucostaphylum (Dennst.) Alston dan kemudian direvisi kembali oleh Veldkamp (2009) menjadi T. coriaceum (DC.) Gapnep.

Tetrastigma mempunyai jaringan kayu yang lunak, berpori banyak dan besar. Permukaan kulit akar dan batangnya kasar dan pecah-pecah. Batangnya mengandung banyak air (Jamil 1998).

Batang utama Tetrastigma tidak melilit pohon penyokong, namun merambat dengan mengeluarkan sulur-sulur dari pangkal tangkai daun dan melilit atau menempel pada pohon penunjangnya. Sementara daunnya majemuk dengan bentuk menjari, terdiri atas 1-6 helai daun, mempunyai sulur dan tanpa cakram yang melekat. Bunganya tersusun dalam tangkai, di mana buahnya berkelompok, berbentuk bulat atau elips dengan diameter sekitar 1.5 mm. Bijinya berjumlah 1-4/buah, berkerut melintang di atas ventral dan ukuran biji relatif kecil (Zuhud 1988).

Tetrastigma memerlukan cahaya matahari langsung sehingga merambati tumbuhan penyokong hingga bagian atasnya. Pohon yang dirambati memiliki tajuk yang luas, percabangan yang banyak dan merupakan pohon tinggi yang bebas naungan dari pohon lain. Dari petak kajian, ada 34 spesies pohon yang dirambati Tetrastigma, beberapa di antaranya adalah Pterospermum diversifolium Blume, Diospyros maritima Blume, Erythrina variegata L, Sterculia campanulata Wall ex Mast, Litsea monopetala Pers, Terminalia catappa L, Acalypha caturus Blume, Ficus variegata Blume dan lain-lain (Zuhud 1988).


(28)

Pertumbuhan dan perkembangan akar cenderung horizontal, tidak jauh dari permukaan tanah. Sistem perakarannya memiliki banyak percabangan. Akar tumbuhan yang ditumbuhi Rafflesia muncul atau sebagian muncul di permukaan tanah. Tetapi ada pula yang tertimbun sedalam 1 cm. Perbanyakan sebagian besar bukan melalui biji, melainkan dari tunas akar (Zuhud 1988).

Menurut Hikmat (1988), diameter inang yang ditumbuhi kuncup berukuran 0.4–10.2 cm. Kuncup terutama muncul di akar yang berdiamater 0.6–5 cm (paling banyak pada diameter 1.1-2 cm).

Menurut Zuhud (1989), ada hubungan yang nyata antara populasi Rafflesia dengan populasi Tetrastigma. Semakin tinggi populasi Tetrastigma, maka populasi Rafflesia yang bisa didukungnya semakin besar pula. Jika Y adalah populasi Rafflesia dan X adalah populasi Tetrastigma, berikut adalah persamaannya

Kuncup yang mati sebagian besar terjadi pada kuncup yang berdiameter kecil < 5 cm. Dari 42 bunga yang mekar, hanya 4 individu yang berhasil membentuk biji (9%). Tingkat kematian alami kuncup tinggi, yaitu sebesar 34%, terutama pada musim kemarau (Hikmat 1988).

Bunga

Perbedaan bunga jantan dan bunga betina R. zollingeriana ditentukan oleh diameter diafragma, ukuran bunga dan munculnya lendir anther berwarna putih kekuningan (Jubil 1984 seperti yang dikutip dalam Zuhud 1988). Diafragma bunga jantan berukuran lebih besar dari bunga betina dan ukuran bunganya yang lebih pendek dan lebih tipis daripada bunga betina.

Bunga tersebut akan mekar selama 5-6 hari, setelah itu akan membusuk dan menghitam. Bagian yang segera busuk adalah segmen tenda, diafragma, tabung tenda, cakram. Sedangkan bagian yang terakhir rusak adalah buah yang terletak di sekitar tugu tengah dan kupula. Bagian bunga akan hancur sekitar 2-3 minggu sesudah mekar. Sedangkan buahnya akan terus menempel pada akar dan kemudian akan pecah setelah biji matang.

Buah

Bentuk buah dari R. zollingeriana kerucut terpancung gabungan dari cakram, tugu tengah dan kupula bunga betina. Buah tersebut berdiameter + 7- 11 cm dan tinggi + 6 cm (Zuhud 1989). Buah ini beberapa lama masih menempel pada inang hingga bagian bunga yang lain hancur terurai. Saat kering, buahnya sangat keras, seiring dengan masaknya biji, maka buah mulai pecah dan hancur karena terjadi pembusukan. Selanjutnya, lepaslah biji yang berukuran + 0,5 mm ke permukaan tanah ataupun terbawa hewan. Jika memperoleh kondisi yang kondusif, biji akan tumbuh.

Siklus Hidup

Awal pertumbuhan biji dalam inang ditandai oleh pembengkakan pada akar/batang inang berbentuk bulat, mulai dari beberapa mm hingga sebesar biji kelereng. Bulatan itu terus berkembang sampai kuncup mencapai diameter +15 cm, kemudian robek dan mekarlah bunga (Zuhud 1988).


(29)

Tanda-tanda lain dari kenop yang akan mekar adalah kenopnya berbentuk segi lima, mengkilat dan warna kenop mulai kemerah-merahan. Ujung kelopaknya menghitam dan perigonenya mulai membuka satu per satu hingga processus terlihat dari diafragmanya. Proses mekar tersebut berlangsung 18-24 jam, sedang mulai munculnya kenop hingga menjadi bunga mekar memakan waktu 6-7 bulan (Darmadja et al. 2011).

Kehadiran Hewan sebagai Polinator, Pengurai dan Pemencar Biji

Menurut Hikmat (1988), fauna yang berperan penting dalam kehidupan R. zollingeriana adalah fauna penyerbuk, fauna pengurai dan fauna penyebar biji. Kehadiran fauna untuk pemencaran biji juga diidentifikasikan oleh Bouman dan Meijer (1994); Banziger (2004); Mursidawati (2012).

Fauna penyerbuk terdiri atas lalat hijau (Lucilia sp.), lalat biru (Protocalliphora sp.), lalat bercak kehitaman/abu-abu (Sarcophaga sp.), lalat buah (Drosophila sp.) dan lalat bermata hijau (Tabanus sp.). Sementara fauna pengurai jaringan bunganya berupa rayap tanah (famili Rhinotermitidae), semut merah (famili Formicidae), kumbang kecil (famili Histeridae), springtails (famili Entomobrydae), spesies cacing kecil (kelas Nematoda). Kehadiran fauna pengurai penting bagi proses pemencaran biji, karena membantu melenyapkan bagian bunga yang menghalangi keluar/tersebarnya biji. Terakhir, fauna penyebar biji terdiri atas rayap tanah (famili Rhinotermidae), semut merah (famili Formicidae), babi hutan (Sus scrofa L), landak (Hystrix brachyura L), tupai (Tupaia glis) dan muntjak (Muntiacus muntjak). Kehadiran babi, kijang dibutuhkan untuk penyebaran biji agar tumbuh di akar, sementara kehadiran tupai serta semut dibutuhkan untuk tumbuhnya Rafflesia di bagian batang. Selain oleh fauna, penyebaran biji bisa pula terbantu oleh air.

Ancaman Kepunahan

Aktivitas manusia yang mengancam kelangsungan hidup R. zollingeriana adalah pemungutan kenop secara liar dan penebangan pohon yang disuluri inang (Hikmat 1988). Kenop yang diambil untuk bahan jamu adalah kenop yang belum sempat mekar dan melakukan penyerbukan, sehingga reproduksi generatif terhenti dan kelangkaan terjadi.

Analisis Stakeholder

Stakeholder atau yang dikenal dengan istilah pemangku kepentingan adalah komunitas atau organisasi yang secara permanen menerima dampak dari aktivitas atau kebijakan, di mana mereka berkepentingan terhadap hasil aktivitas atau kebijakan tersebut (Iqbal 2007). Setiap kelompok ini memiliki sumber daya dan kebutuhan masing-masing yang harus terwakili dalam proses pengambilan keputusan dalam kegiatan.

Menurut Reed et al. (2009), analisis stakeholder dilakukan dengan cara: (1) Melakukan identifikasi stakeholder; (2) Mengelompokkan dan membedakan antar stakeholder; dan (3) Menyelidiki hubungan antar stakeholder.

Identifikasi stakeholder merupakan proses yang dilakukan secara berulang, hingga ditetapkan stakeholder yang benar-benar mengetahui permasalahan.


(30)

Setelah stakeholder teridentifikasi, langkah selanjutnya yaitu mengelompokkan dan membedakan antar stakeholder. Menurut Ackermann (1998) yang dikutip oleh Reed et al. (2009) metode analisis yang digunakan yaitu menggunakan matriks pengaruh dan kepentingan untuk mengklasifikasikan stakeholder ke dalam key players, context setters, subjects, dan crowd.

Pengaruh (influence) merujuk pada kekuatan (power) yang dimiliki stakeholder untuk mengontrol proses dan hasil dari suatu keputusan. Kepentingan (importance) merujuk pada kebutuhan stakeholder di dalam pencapaian output dan tujuan (Reed et al. 2009).

Key player merupakan stakeholder yang aktif karena mereka mempunyai kepentingan dan pengaruh yang tinggi terhadap pengembangan suatu proyek. Context setter memiliki pengaruh yang tinggi tetapi sedikit kepentingan. Oleh karena itu, mereka dapat menjadi resiko sehingga harus dipantau. Subjects memiliki kepentingan yang tinggi tetapi pengaruhnya rendah dan walaupun mereka mendukung kegiatan, kapasitasnya terhadap dampak mungkin tidak ada. Meskipun demikian, mereka dapat menjadi pengaruh jika membentuk aliansi dengan stakeholder lainnya. Crowd merupakan stakeholder yang memiliki sedikit kepentingan dan pengaruh terhadap hasil yang diinginkan dan hal ini menjadi pertimbangan untuk mengikutsertakannya dalam pengambilan keputusan. Pengaruh dan kepentingan akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu, sehingga perlu menjadi bahan pertimbangan.

Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah sebuah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan komponen internal, serta peluang dan ancaman yang muncul dari komponen eksternal dalam suatu proyek atau dalam bisnis usaha (Rangkuti 1997). Analisis ini dilakukan dengan menyusun matriks faktor strategi internal (Internal Strategic Factor Analysis Summary/IFAS) dan matriks faktor eksternal (External Strategic Factors Analysis Summary/EFAS). Masing-masing faktor dihitung nilai pengaruhnya dengan cara mengalikan nilai bobot dengan nilai peringkatnya. Selanjutnya, dibuat matriks SWOT untuk mengetahui alternatif-alternatif strategi yang ada. Keputusan mengenai strategi mana yang akan diambil didasarkan atas justifikasi yang dibuat secara kualitatif maupun kuantitatif. Selanjutnya, prioritas strategi yang akan diambil tersebut kemudian diformulasikan (Rangkuti 1997).

Manajemen Konservasi

Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional, mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta menambah spesies tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli. Setiap orang juga dilarang melakukan


(31)

kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional (UU No 5 tahun 1990). Sedangkan konservasi adalah upaya untuk mengelola sumberdaya alam hayati secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya (UU No 5 Tahun 1990).

Menurut paradigma non-equilibrium (Meffe et al. 1994), kawasan konservasi merupakan suatu sistem ekologi yang tidak stabil, terbuka pada pertukaran bahan dan energi dari sekitarnya. Dengan kata lain, kawasan konservasi tidak mempertahankan dirinya sendiri secara internal, namun sangat dipengaruhi oleh gangguan periodik yang mempengaruhi struktur dan fungsi internalnya. Oleh karena itu, perspektif pengelolaan kawasan konservasi yang muncul dewasa ini lebih menekankan proses, dinamika dan hubungan-hubungan daripada stabilitas statis yang tidak berubah (Putro et al. 2012). Perencanaan konservasi pun dilakukan dengan mempertimbangkan pengaruh luar dan semua bagian ekosistem, termasuk manusia (Djohan 1995).

Pengelolaan sumberdaya alam tidak mungkin dilakukan oleh satu stakeholder karena banyak kepentingan dari berbagai pihak yang berpartipasi di dalamnya. Oleh karena itu, pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia pun mulai diarahkan pada pengelolaan dengan melibatkan banyak stakeholder tersebut. Pergeseran kebijakan pengelolaan konservasi satu stakeholder menjadi multi-stakeholder ini telah disahkan pelaksanaannya melalui penerbitan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19 Tahun 2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan KSA dan KPA, Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56 Tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional dan Peraturan Pemerintah No P.28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam.

3 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama 15 bulan. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei–Desember 2012, sementara pengolahan, analisis dan penyusunan tesis dilakukan pada Januari-Juli 2013. Penelitian dilakukan di kawasan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) dan lima desa: Wonoasri, Curahnongko, Andongrejo dan Sanenrejo (Kabupaten Jember) dan Sarongan (Kabupaten Banyuwangi). Peta lokasi penelitian ini tersaji dalam Gambar 2.


(32)

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: GPS, alat tulis, pita ukur, alat perekam dan kamera. Sedangkan bahan yang digunakan adalah daftar pertanyaan (kuisioner dan panduan wawancara).

Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan metode wawancara, survei, observasi dan studi pustaka sebagai berikut :

1. Data kondisi populasi R. zollingeriana di TNMB

Data mengenai populasi R. zollingeriana dikumpulkan dengan mengobservasi keberadaan Rafflesia pada plot berukuran 0.1 ha. Plot ditentukan secara purposif. Luasan plot 0.1 ha ditentukan berdasarkan Soerianegara dan Indrawan (1988) yang menyatakan bahwa luasan petak contoh untuk pohon adalah sebesar 0.1 ha. Data yang dikumpulkan adalah titik koordinat plot, ketinggian, keberadaan inang (jumlah inang, diameter batang dan akar) dan keberadaan kenop Rafflesia (jumlah, ukuran dan kondisi kenop).

2. Data pemanfaatan R. zollingeriana

Data pemanfaatan yang dikumpulkan adalah bentuk pemanfaatan, waktu pemanfaatan, jumlah pemanfaatan, lokasi pemanfaatan dan kriteria R. zollingeriana yang dimanfaatkan, karakteristik pelaku, sebab dan motivasi pemanfaatan, tujuan pemanfaatan dan dampak pemanfaatan. Data bentuk pemanfaatan diperoleh dengan survei dan wawancara mendalam kepada 18 orang pengumpul kenop dan 3 orang pengepul. Pengumpul dan pengepul kenop tersebut ditemukan dengan teknik snowballing.


(33)

3. Data pengelolaan konservasi R. zollingeriana selama ini

Data mengenai kegiatan konservasi (perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan) yang dilakukan, pengetahuan warga sekitar (bentuk, inang, bau, lokasi tumbuh R. zollingeriana), dan kesediaan warga berpartisipasi dalam konservasi dikumpulkan dari masyarakat melalui survei. Survei dilakukan kepada 157 responden yang dipilih secara purposif dari warga yang telah tinggal di sekitar TNMB minimal 5 tahun.

Komposisi 157 responden jika dilihat dari jenis kelaminnya didominasi oleh laki-laki, yaitu sebanyak 84.07%, sementara responden perempuan hanya sebesar 15.93%. Jika dilihat dari mata pencahariannya, responden didominasi oleh petani. Komposisi mata pencaharian responden tersaji dalam Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi mata pencaharian responden

Mata pencaharian Jumlah Persentase

Aparat desa 4 2.55

Buruh tani 4 2.55

Dukun 6 3.82

Karyawan kebun 9 5.73

Nelayan 9 5.73

Pembuat Jamu 5 3.18

Pemungut hasil hutan 3 1.91

PNS dan honorer 6 3.82

Serabutan 2 1.27

Swasta 5 3.18

Pedagang 8 5.10

Petani 96 61.15

Jumlah 157 100

Data pengelolaan konservasi R. zollingeriana juga dikumpulkan melalui observasi habitat R. zollingeriana dan wawancara kepada 15 staf TNMB yang masih aktif dan 2 pensiunan staf Suaka Margasatwa Meru Betiri. Selain itu data juga didapatkan melalui studi pustaka terhadap dokumen-dokumen terkait.

Data mengenai keterlibatan stakeholder lain dilakukan dengan melakukan wawancara kepada 3 staf LSM, 3 akademisi, 7 staf pemerintahan daerah (tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten) dan 2 staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Data dielaborasi untuk mengetahui stakeholder yang terlibat, pengaruh dan kepentingan mereka.

Keseluruhan data digunakan untuk merumuskan unsur-unsur yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman konservasi R. zollingeriana di TNMB. Pembobotan unsur-unsur tersebut dilakukan oleh 10 narasumber, terdiri atas 2 staf BTNMB, 1 staf LSM, 1 akademisi, 1 aktivis lingkungan dan 5 warga desa. Pemberian rating disesuaikan dengan kinerja yang ditampilkan oleh unsur-unsur tersebut.


(34)

Gambar 3 Matriks klasifikasi stakeholder berdasarkan pengaruh dan kepentingan.

Metode Analisis Data Data yang telah diperoleh dianalisis sebagai berikut:

1. Kondisi populasi R. zollingeriana dianalisis secara deskriptif sementara titik eksistensinya diolah dengan software ArcGIS 9.3 dan ditampilkan dalam bentuk peta. Peta tersebut dianalisis secara deskriptif.

2. Data kualitatif mengenai pemanfaatan R. zollingeriana dianalisis dengan melakukan reduksi, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Miles & Hubermans 1992 diacu dalam Agusta 2003) secara terus menerus, dari awal pengumpulan data hingga penelitian selesai. Demikian pula dengan data kualitatif mengenai konservasi R. zollingeriana.

3. Data kuantitatif hasil survei dianalisis secara deskriptif, ditampilkan dalam bentuk tabel persentase.

4. Analisis stakeholder dilakukan dengan mengukur pengaruh dan kepentingan stakeholder konservasi selama ini. Cara pengukurannya adalah dengan memberikan skor pada variabel-variabel yang tercantum dalam Tabel 3. Skor tertinggi sebesar 5 dan skor terendah sebesar 1.

Tabel 3 Variabel pengukuran kepentingan dan pengaruh stakeholder dalam perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan R. zollingeriana di TNMB

Kepentingan Pengaruh

Stakehol der

Tingkat ketergantung an

stakeholder Manfaat bagi stakeholder

Posisi dan peranan

stakeholder Program stakeholder

Kemampuan memperjuan kan aspirasi Dukungan anggaran

Kontri busi fasilitas stakehol der Kapasi tas SDM stakehol der

Hasil penilaian tersebut kemudian diolah dengan software SPSS 16 dan ditampilkan dalam bentuk matriks klasifikasi stakeholder seperti yang tersaji pada Gambar 3. Dari matriks tersebutlah bisa dilihat stakeholder yang termasuk key players, context setters, subjects, dan crowd di dalam pencapaian output dan tujuan (Reed et al. 2009).


(35)

5. Analisis SWOT dilakukan dengan menyusun matriks IFAS dan EFAS (Rangkuti 1997). Penyusunan matriks IFAS dan EFAS dilakukan dengan cara berikut:

a) Menentukan unsur-unsur yang menjadi kekuatan, kelemahan (internal), peluang dan ancaman (eksternal) dalam konservasi R. zollingeriana dengan metode diskusi, penelaahan terhadap informasi yang ditemukan di lapang maupun penelaahan terhadap pustaka

b) Menentukan peringkat masing-masing faktor dengan skala 1-4. Nilai 4 pada elemen kekuatan dan peluang berarti pengaruh sangat besar, sebaliknya nilai 4 pada elemen kelemahan dan ancaman berarti sangat rendah.

c) Memberikan bobot masing-masing faktor berdasarkan pendapat narasumber, dengan skala mulai dari 1.0 (paling penting) sampai 0.0 (tidak penting). Jumlah bobot dari seluruh faktor tidak lebih dari 1.00. d) Menghitung nilai masing-masing faktor dengan cara mengalikan nilai

bobot dengan nilai peringkat.

Penentuan strategi konservasi dilakukan dengan menampilkan hasil pengukuran ke dalam matriks kuadran. Nilai kekuatan dan kelemahan merupakan titik koordinat pada sumbu (X), sedangkan nilai peluang dan ancaman merupakan titik koordinat pada sumbu (Y). Titik-titik tersebut dihubungkan dan letak perpotongannya pada kuadran menentukan jenis strategi yang akan direkomendasikan. Selanjutnya program konservasi dikembangkan berdasarkan strategi yang telah direkomendasikan.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi Taman Nasional Meru Betiri

Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) secara geografis terletak pada 113o38’38”–113o58’30” BT dan 8o10’48”-8o33’48”. TNMB ini memiliki luas sebesar 58 000 ha, terbentang di antara dua wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi (BTNMB 2010).

Kawasan TNMB diapit oleh laut, sungai, desa dan perkebunan, yaitu dengan PT. Perkebunan Nusantara XII, Kebun Malangsari dan kawasan hutan Perum PERHUTANI di sebelah utara. Kali Sanen, PT. Perkebunan Nusantara XII, Kebun Sumberjambe, PT. Perkebunan Treblasala dan Desa Sarongan di sebelah timur. Perum PERHUTANI, PT. Perkebunan Nusantara XII Kebun Kalisanen, Kebun Kotta Blater, Desa Sanenrejo, Desa Andongrejo dan Desa Curahnongko di sebelah barat. Terakhir, Samudera Indonesia di sebelah selatan.

Geologi dan Topografi

Geologi kawasan TNMB terdiri atas asosiasi spesies alluvial, regosol dan latosol. Tanah alluvial umumnya terdapat di daerah lembah, tempat rendah sampai


(36)

pantai, sedangkan regosol dan latosol umumnya terdapat di lereng dan punggung gunung (BTNMB 2010).

TNMB juga memiliki topografi wilayah berbukit-bukit dengan kisaran elevasi mulai dari 0 m tepi laut hingga ketinggian 1223 m di atas permukaan laut. Terdapat 15 gunung, 5 pantai dan 4 sungai di dalamnya (BTNMB 2010).

Vegetasi

Kawasan Taman Nasional Meru Betiri merupakan hutan hujan tropis dengan formasi hutan bervariasi yang terbagi ke dalam 5 tipe vegetasi yaitu vegetasi hutan pantai, vegetasi hutan mangrove, vegetasi hutan rawa, vegetasi hutan rheophyte dan vegetasi hutan hujan dataran rendah (BTNMB 2010). Kondisi setiap tipe vegetasi di kawasan Taman Nasional Meru Betiri sebagai berikut :

Tipe Vegetasi Hutan Pantai

Tipe vegetasi ini tersebar di sepanjang garis pantai selatan dalam kelompok hutan yang sempit, misalnya di Teluk Permisan, Teluk Meru, Teluk Bandealit, dan Teluk Rajegwesi. Formasi vegetasi hutan pantai terdiri dari 2 tipe utama yaitu formasi ubi pantai (Ipomea pescaprae) dan formasi Barringtonia (25 - 50 m) pada daerah pantai yang landai dan akan berkurang luasnya jika pantainya terjal dan berbatu. Formasi Pescaprae terdiri dari tumbuhan yang tumbuh rendah dan kebanyakan terdiri dari spesies herba, sebagian tumbuh menjalar. Spesies yang paling banyak adalah ubi pantai (Ipomoea pes-caprae (L.) R.Br) dan rumput lari (Spinifex squarrosus L.). Formasi Baringtonia terdiri dari keben (Barringtonia asiatica (L.) Kurz), nyamplung (Calophyllum inophyllum L), ketapang (Terminalia catappa L), pandan (Pandanus tectorius Parkinson ex Du Roi) dan lain-lain.

Tipe Vegetasi Hutan Mangrove

Vegetasi ini dapat dijumpai di bagian timur Teluk Rajegwesi, Teluk Meru dan Sukamade. Spesies-spesies yang mendominasi adalah pedada (Sonneratia caseolaris Druce) dan tancang (Bruguiera gymnorhiza (L.) Savigny). Di muara sungai Sukamade terdapat nipah (Nypa fruticans Wurmb) yang baik formasinya. Tipe Vegetasi Hutan Rawa

Vegetasi ini dapat dijumpai di belakang hutan mangrove Sukamade. Spesies-spesies yang banyak dijumpai di antaranya mangga hutan (Mangifera sp), sawo kecik (Manilkara kauki Dubard), ingas/rengas (Gluta renghas L.), pulai (Alstonia scholaris (L.) R.Br), kepuh (Sterculia foetida L).

Tipe Vegetasi Hutan Rheophyt

Tipe vegetasi ini terdapat pada daerah-daerah yang dibanjiri oleh aliran sungai, seperti lembah Sungai Sukamade, Sungai Sanen dan Sungai Bandealit. Spesies yang tumbuh antara lain glagah (Saccharum spontaneum L), rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumach) dan beberapa spesies herba berumur pendek serta rumput-rumputan.


(37)

Tipe Vegetasi Hutan Hujan Tropika Dataran Rendah

Sebagian besar kawasan hutan Taman Nasional Meru Betiri merupakan tipe vegetasi hutan hujan tropika dataran rendah. Tumbuhan yang banyak dijumpai adalah spesies walangan (Pterospermum diversifolium Blume), winong (Tetrameles nudiflora R.Br), gondang (Ficus variegata Blume), budengan (Diospyros cauliflora Blume), pancal kidang (Aglaia variegata), rau (Dracontomelon mangiferum Blume), glintungan (Bischofia javanica Blume), ledoyo (Dysoxylum amooroides Miq.), randu agung (Gossampinus heptaphylla Bakh.), nyampuh (Litsea sp.), bayur (Pterospermum javanicum Jungh.), bungur (Lagerstroemia speciosa Pers.), segawe (Adenanthera microsperma Teijsm. & Binn.), aren (Arenga pinnata Merr.), langsat (Lansium domesticum Jack), bendo (Artocarpus elasticus Reinw.), suren (Toona sureni Merr.), dan durian (Durio zibethinus Murray). Terdapat pula vegetasi bambu seperti bambu bubat (Bambusa sp), bambu wuluh (Schizostachyum blumei Ness & McClure), dan bambu lamper (Schizostachyum brachycladum Kurz), beberapa spesies rotan, seperti rotan manis (Daemonorops melanocaetes), rotan slatung (Plectocomia longistigma Madulid), rotan warak (Plectocomia elongata Mart. & Blume) dan lain-lain. Selain itu, tumbuh pula spesies epifit, seperti anggrek, paku-pakuan serta liana.

Aspek Sosial Budaya Masyarakat Lima Desa Penelitian

Terdapat 5 desa yang berbatasan langsung dengan kawasan TNMB. Kawasan TNMB di Jember berbatasan dengan desa Wonoasri, Curahnongko, Andongrejo dan Sanenrejo. Keempatnya termasuk wilayah Kecamatan Tempurejo. Sementara kawasan TNMB di Banyuwangi berbatasan dengan desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran.

Penduduk desa didominasi oleh suku Jawa dan Madura. Jumlah keseluruhan penduduk lima desa tersebut adalah 33 233 jiwa, sedangkan tingkat kepadatannya bervariasi dari 19.88 jiwa/km2 – 1514.72 jiwa/km2 (BPS 2011). Luas dan kepadatan penduduk di tiap desa tersaji dalam Tabel 4.

Sebagian penduduk berada di dalam kawasan TNMB (TNMB 2005), yaitu dalam blok Kebun Pantai (178 jiwa), Sumber Salak (115 jiwa), Lodadi (27 jiwa), Rajegwesi (691 jiwa), perkebunan Sukamade Baru (3000 jiwa) dan perkebunan Bandealit (3000 jiwa). Perkebunan telah ada sejak zaman kolonial Belanda, demikian pula dengan penduduk yang tinggal di sekitarnya.

Tabel 4 Luas, jumlah dan kepadatan penduduk di lima desa penelitian (BPS 2011)

Desa Luas (Km2) Jumlah penduduk (jiwa)

Kepadatan (Jiwa/Km2)

Wonoasri 6.18 9361 1514.72

Curahnongko 283.39 6174 21.78

Andongrejo 262.79 5226 19.88

Sanenrejo 68.90 6862 99.59


(38)

Mata Pencaharian

Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani (61.53%), baik sebagai pemilik lahan maupun buruh tani. Jenis mata pencaharian lainnya adalah swasta, peternak, jasa, pedagang, PNS/ABRI dan nelayan. Komposisi mata pencaharian penduduk sekitar TNMB ini terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jenis mata pencaharian penduduk di lima desa penelitian (Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Jember 2010; Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Banyuwangi 2010; BTNMB 2007)

Desa PP BT P PNS Pt N Jasa Swasta Jumlah Wonoasri 1278 2365 15 73 947 - 582 1489 6749 Curahnongko 1677 1223 22 121 14 91 105 261 3514 Andongrejo 2347 - 67 36 1810 17 167 1821 6265 Sanenrejo 3265 1906 319 43 109 - 8 56 5706 Sarongan 1026 1050 39 55 521 94 120 1088 3993 Jumlah 9593 6544 462 328 3401 202 982 4715 26227

PP : Petani pemilik; BT: Buruh tani; P: pedagang; Pt: peternakan; N: nelayan.

Tingkat Penghasilan dan Pendidikan

Tingkat penghasilan rata-rata penduduk adalah sebesar Rp1 174 686 per tahun atau Rp3 218 per hari (BTNMB 2007). Tingkat pendidikannya didominasi oleh tamatan SD, yaitu sebesar 50.86%. Tingkat pendidikan penduduk di 5 desa tersebut tersaji dalam Tabel 6.

Tabel 6 Tingkat pendidikan penduduk di lima desa penelitian (Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Jember 2010; Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Banyuwangi 2010)

Desa B/TS BTSD SD SLTP SLTA A/PT Jumlah

Wonoasri 1697 1579 304 316 169 4065

Curahnongko 573 1002 2396 355 536 205 5067

Andongrejo 216 2436 613 217 21 3503

Sanenrejo - 35 1637 311 142 10 2135

Sarongan - 890 2177 1351 901 15 5334

Jumlah 573 3840 10225 2934 2112 420 20104

B/TS: Belum/tidak sekolah; BTSD: belum tamat SD; A/PT: akademi/perguruan tinggi.

Kondisi Populasi R. zollingeriana Jumlah Populasi R. zollingeriana

Berdasarkan keterjumpaan dengan R. zollingeriana, terdapat 19 plot yang diobservasi. Suhu saat observasi berkisar 25-29.5 oC, sementara kelembabannya berkisar 76-96%.

Plot observasi masing-masing memiliki luas 0.1 ha. Jadi, total ada 1.9 Ha yang diamati. Dari 19 plot pengamatan tersebut, ditemukan 26 sub populasi dan 152 kenop/bunga. Jumlah rata-rata dalam setiap sub populasi adalah 6 individu


(39)

dan jumlah rata-rata dalam setiap plot adalah 8 individu. Rincian individu R. zollingeriana yang berhasil ditemukan dalam setiap plot terurai dalam Tabel 7. Tabel 7 R. zollingeriana hasil observasi pada bulan Juli 2012

Nama Kawasan Plot M SM KH KM

Timunan 1 0 0 13 0

Timunan 2 0 0 6 0

Proliman 3 0 0 3 1

Grautan 4a 0 1 4 2

Grautan 4b 0 0 1 0

Grautan 4c 0 0 0 4

Mandego 5 0 0 8 3

Pletes 6 0 0 2 0

Pletes 7a 0 1 6 5

Pletes 7b 0 1 3 3

Pletes 8 0 1 0 1

Sumber salak 9 0 0 0 2

Bun Ngetek 10 0 0 1 3

Lodadi 11 0 1 1 2

Pasir Ireng 12 0 0 1 0

Pasir Ireng 13 0 0 6 0

Krecek 14 0 0 7 2

Watu Jaran 15 0 0 11 0

Pasir Pendek 16 0 2 3 0

Sukamade 17a 0 2 5 4

Sukamade 17b 0 0 1 1

Parangkulon 18a 0 0 3 5

Parangkulon 18b 1 1 3 0

Sumbertengu 19a 0 1 2 0

Sumbertengu 19b 0 0 3 3

Sumbertengu Jumlah

19c 0

1

0 11

3 96

3 44

Keterangan M = mekar ; SM = sudah mekar ; KH = Kenop Hidup ; KM = kenop mati

Jumlah bunga yang ditemukan dalam keadaan sedang mekar pada bulan Juli 2012 hanya 1 dan yang dijumpai sudah mekar 11 bunga. Sementara studi pendahuluan pada bulan Januari 2012 menemukan 1 bunga mekar dan 1 bunga pasca mekar di plot Sukamade.

Dua bunga yang ditemukan pada Januari 2012 menempel pada satu akar yang berdiameter 2 cm. Sementara bunga yang ditemukan di Parangkulon tumbuh pada batang setinggi 70 cm dari permukaan tanah. Foto kedua bunga mekar tersebut disajikan dalam Gambar 4.


(1)

(2)

si

1 1821 R. arnoldii R. Br. var. arnoldii

var. atjehensis (Koord.)

Meijer

Sinonim R. titan Jack

Borneo, Sarawak, Malaysia Kalimantan Barat, Indonesia Bengkulu, Sumatra, Indonesia

Ditemukan oleh Stamford Raffles dan Joseph Arnold pada tahun 1818 dan dideskripsikan oleh Robert Brown (Brown 1821)

2 1825 R. patma Blume Jawa (Indonesia)

Ditemukan oleh Louis Auguste Deschamps pada 1797, tapi baru dideskripsikan oleh Blume pada tahun 1825 (Nais 2001)

3 1841 R. manillana Teschem.

Sinonim R. lagascae Blanco,

R. cumingii R. Brown, R.

panchoana Madulid Tandang

& Agoo Pulau Luzon Filipina

Dideskripsikan pada tahun 1944 oleh JE Teschemacher berdasarkan kuncup jantan yang belum mekar (Nais 2001) 4 1850 R. rochussenii Teijsm. &

Binn

Jawa bagian barat, Sumatra, Indonesia

Spesies inidideskripsikan

olehTeijsmanndanBinnendijkpa

da tahun 1850 dari

koleksiseorang yang tidak

diketahui dari Gede

-PangrangodekatCibodas, Jawa Barat. Diperkirakan ada juga di

GunungLeuser, Sumatra

Utara.Spesies inipernah

dianggappunah, namun terlihat

diGunungSalak, Jawapada

tahun 1990 (Nais 2001) 5 1868 R. tuan-mudae Becc.

Borneo

Dikoleksi dari Gunung Pueh,

Sarawak. Spesimen

dideskripsikan oleh Beccari (Zuhud et al. 1998)

6 1879 R. hasseltii Suringar

Sumatra bagian tengah, Semenanjung Malaysia

Ditemukan di Sumatra Tengah dan dideskripsikan oleh Suringar tahun 1879 (Nais 2001)

7 1884 R. schadenbergiana Göpp. ex Hieron

Mindanao, Filipina

Spesies ini dikumpulkandi

PulauMindanao(GunungApo)di Filipina pada1882.


(3)

2011 dan tempat penyebarannya (lanjutan) No Tahun

Deskrip si

Spesies, Penyebaran

Keterangan

8 1910 R. cantleyi Solms Semenanjung Malaysia

Dideskripsikan oleh H Graft Solms-Laubach dari specimen yang dikoleksi oleh M. Cantley pada 1881 (Nais 2001).

9 1918 R. borneensis Koord. Borneo

Termasuk dalam daftar koleksi Koorders dari Gunung Raya di Kalimantan

Gunung Sekerat, Kalimantan pada tahun 1917; materialnya tidak lengkap (Zuhud et al.1998)

10 1918 R. ciliata Koord.

Pegunungan Sekerat, Kalimantan

Dikoleksi pada tahun 1918,

kemungkinan baru

dideskripsikan tahun 1957 (Nais 2001)

14 1984 R. keithii Meijer

Borneo (Sabah, Malaysia)

Kalimantan Timur

(Indonesia)

Dideskripsikan oleh Willem Meijer pada tahun 1984 (Nais 2001)

15 1984 R. kerrii Meijer Semenanjung Thailand dan Malaysia

Dideskripsikan oleh Willem Meijer pada tahun 1984 (Nais 2001)

16 1984 R. micropylora Meijer Sumatra Utara, Indonesia

Dideskripsikan oleh Willem Meijer pada tahun 1984 (Nais 2001)

17 1984 R. pricei Meijer Borneo Dideskripsikan oleh Willem Meijer pada tahun 1984 (Nais 2001)

18 1989 R. tengku-adlinii Mat-Salleh & Latiff

Borneo, Sabah, Malaysia

Dideskripsikan Kamarudin Mat Saleh, dari spesimen yang dikoleksi dari Gunung Trus Madi, Sabah (Nais 2001) 19 2002 R. speciosa Barcelona &

Fernando Valderrama, Pulau Panay, Filipina

Dideskripsikan oleh JF. Barcelona dan Fernando (Barcelona & Fernando 2002) 20 2003 R. azlanii Latiff & M-Wong

Semenanjung Malaysia

Dideskripsikan oleh A. Latiff dan M. Wong (Latiff & Wong 2003). Mirip dengan Rafflesia

cantleyi tapi bercak pada

perigonenya lebih sedikit dan menyatu


(4)

si

21 2005 R. mira Fernando & Ong SinonimR.

magnificaMadulid et al

Gunung Candalaga Provinsi Mindanao

Selatan

Dideskripsikan oleh DA. Madulid, DN. Tandang dan EMG. Agoo (Madulid et al. 2005)

22 2006 R. baletei Barcelona & Cajano

Luzon Selatan, Provinsi Camarines Sur, Filipina

Dideskripsikan oleh J. F. Barcelona, M. O. Cajano dan A. S. Hadsall (Barcelona et al. 2006)

23 2006 R. lobata R-Galang & Madulid

Pulau Panay, Filipina

Dideskripsikan oleh Galang, dan Madulid (Galang & Madulid2006)

24 2006 R. bengkuluensis Susatya, Arianto, & Mat-Salleh

Sumatra bagian selatan, Indonesia

Dideskripsikan oleh A. Susatya, W. Arianto, dan K. Mat-Salleh (Susatya et al. 2006)

25 2007 R. philippensis Blanco Sinonim R.

banahaw Barcelona et al., R.

banahawensis Madulid et al.

Gunung Banahaw, Pulau Luzon, Provinsi Quezon, Filipina

Dipublikasikan oleh J.F. Barcelona, P.B. Pelser & M.O. Cajano (Barcelona et al. 2007)

26 2008 R. leonardi Barcelona & Pelser

Sinonim R.

banaoana Malabrigo Pulau

Luzon, Filipina

Dideskripsikan oleh J. F. Barcelona, Pelser, P. B., Cabutaje, E. M. & N. A. Bartolome (Barcelona et al. 2008)

27 2009 R. aurantia Barcelona, Co & Balete Provinsi Quirino, Luzon, Filipina

Dideskripsikan oleh J.F Barcelona, L.L. Co, D.S. Balete, & N.A. Bartolome (Barcelona et al. 2009)


(5)

2011 dan tempat penyebarannya (lanjutan) No Tahun

Deskrip si

Spesies, Penyebaran

Keterangan

28 2009 R. meijeri Wiriad. & Sari Sumatra Utara

Dipublikasikan oleh H Wiriadinata & R Sari.

Spesies tersebut mirip dengan

R. rochussenii Teijsm. & Binn.

dari Jawa Barat, namun tidak mempunyai processes pada bagian atas cawan, mempunyai corak berbeda pada permukaan cuping, alur yang lebar dengan dinding tipis pada bagian atas

central column dan ramenta

yang berupa rambut sederhana tanpa benjolan pada ujungnya serta ukuran bunga lebih

kecil (Wiriadinata & Sari 2009)

29 2010 R. verrucosa Balete, Pelser, Nickrent & Barcelona

Pulau Mindanao, Filipina

Dideskripsikan oleh D.S. Balete, P.B. Pelser, D.L. Nickrent & J.F. Barcelona (Balete et al. 2010)

30 2010 R. lawangensis Mat-Salleh, Mahyuni & Susatya

Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatra Utara

Dideskripsikan oleh K Mat Salleh, R Mahyuni, A Susatya dan JF Veldkamp (Mat-Salleh et al. 2010).


(6)

merupakan putri kedua dari Bapak Haryoso dan Ibu Supiatun.

Penulis lulus dari SMAN 1 Pati pada tahun 2001, melanjutkan pendidikan sarjana di Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan berhasil lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2006, penulis diangkat menjadi pegawai negeri sipil Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan ditempatkan di UPT Balai Konservasi Kebun Raya Eka Karya Bali.

Pada tahun 2010, penulis memperoleh kesempatan melanjutkan studi ke program pascasarjana (S2) program studi Konservasi Biodiversitas Tropika Institut Pertanian Bogor. Studi ini ditempuh atas beasiswa dari karyasiswa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).