Sarasehan di UMM, Politisi Perempuan Deklarasikan Jejaring Politik

Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita
www.umm.ac.id

Sarasehan di UMM, Politisi Perempuan Deklarasikan Jejaring Politik
Tanggal: 2011-11-19

para peserta antusias mendengarkan pemaparan dari politisi perempuan
Indonesia

Sarasehan nasional politisi perempuan muda di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (19/11) berlangsung
hangat. Tiga politisi perempuan dari partai yang berbeda membedah keluh kesahnya memperjuangkan posisinya di
antara dominasi budaya politik patriarkhi. Mereka adalah Andi Nurpati (Partai Demokrat), Wa Ode Nurhayati (Partai
Amanat Nasional) dan Sri Rahayu (PDI Perjuangan).
Acara yang digelar Lembaga Pengkajian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LP3A) UMM itu dihadiri tak kurang 200
peserta yang terdiri politisi, aktivis perempuan dan akademisi. Sarasehan dibuka rektor UMM, Muhadjir Effendy.
Rektor mendorong agar LP3A menjadi jujugan aktivis perempuan dalam memperbincangkan dan memperjuangkan
hak-hak perempuan dan anak. Mahasiswa juga diharapkan bisa terlibat di dalamnya agar ke depan lahir aktivis-aktivis
atau politisi perempuan yang memang memiliki background pengalaman memperjuangkan hak-hak perempuan.
“Keterlibatan mahasiswi di LP3A dan aktivitas lainnya akan memberikan pengalaman dan memperkuat determinasinya
dalam kemampuan bertarung, terutama bagi mahasiswi yang ingin terjun ke dunia politik,” kata Muhadjir. Untuk itu,

rektor berharap LP3A bisa memasang “antenna” lebih tinggi lagi agar sinyalnya bisa ditangkap sejauh mungkin.
Di tengah-tengah acara, LP3A menyodorkan naskah Deklarasi Jejaring Politisi, Akademisi dan Aktivis Perempuan
kepada pembicara dan perwakilan peserta. Deklarasi itu disambut oleh ketiga pembicara. Selain itu ikut
menandatangani, Ketua LP3A UMM Dr. Trisakti Handayani, Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Malang, Ir. Rahayu
Relawati, MM, PSW Universitas Ma-Chung Ang Swat Ling Lindawati, M.Com, PhD, serta Bhayangkari Kota Malang,
Wiwin Didik Arif.
Dalam deklarasi itu tertera tiga poin yang akan diperjuangkan oleh jejaring ini. Yakni, menghimpun potensi perempuan,
memperluas jaringan dan memperkuat pengaruh politiknya. “Deklarasi ini akan kita tindak lanjuti untuk memperkuat
kapasitas perempuan Indonesia,” kata Trisakti.
Sementara itu, Andi Nurpati memaparkan UU Politik yang memberi kuota minimal 30% politisi perempuan tidak memiliki
dasar yang jelas. Hal ini juga diakui oleh Rahayu, di mana partainya tidak pernah mempermasalahkan prosentase
kuota. Baginya yang penting perempuan tetap diberi posisi penting di kepengurusan partai yang dipimpin Megawati
Soekarno Putri itu.
Andi memprediksi, persaingan politisi perempuan tak hanya berhadapan dengan laki-laki tetapi juga dengan kaum
perempuan sendiri. Saat ini saja, politisi perempuan nampaknya sulit untuk muncul, kecuali ketika mereka sedang
berkasus. “Porsi 30% perempuan di DPR, belum terlihat suaranya. Misalnya ketika pengambilan kebijakan diambil,
kemana suara mereka,” katanya.
Sebagai politisi perempuan Andi menyadari akan banyak waktu yang harus dicurahkan. Untuk itu, kualitas peran politisi
perempuan sebenarnya harus disyukuri oleh laki-laki karena jika perempuan kuat, keluarga juga kuat. “Politik itu tidak
memiliki jam kerja,” katanya.

Di sisi lain Wa Ode mengungkap pengalamannya menjadi pihak yang dipersalahkan ketika menjadi kritis di DPR.
Banyak pihak yang mengecamnya, tetapi dia merasa tak perlu mundur karena dukungannya juga tidak sedikit.
Pengalaman pahit masa lalu, menjadikannya lebih sensitive terhadap nasib rakyat yang harus diperjuangkannya.
Ketika galau karena terus didesak, Wa Ode memperoleh spirit dari tokoh reformasi, Amien Rais, agar dia tetap
berjuang. “Kata pak Amien, bukan beliau atau pak Hatta yang akan membela. Amal perbuatan saya sendirilah yang
harus saya perjuangkan. Jika saya yakin itu benar untuk rakyat, maka lanjutkanlah berjuang,” ungkap Wa Ode
mengutip Ketua Dewan Pembina PAN, Amien Rais.
Wa Ode berpesan agar generasi muda perempuan tidak takut masuk ke dunia politik. Sebaliknya, justru dengan
politiklah eksistensi perempuan bisa dibangun. “Komitmen saya adalah menyalakan obor bagi generasi perempuan
Indonesia agar tertarik untuk masuk ke dunia politik. Tentu saja berpolitik harus bisa berdamai dengan diri sendiri dan
meninggalkan ego agar bisa memperjuangkan kepentingan rakyat,” ujar politisi asal Sulawesi Tenggara ini.

page 1 / 2

Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita
www.umm.ac.id

Di sisi lain, menurut Yayuk, panggilan Sri Rahayu, berpolitik harus dilihat dari dua indikator, yakni fisik dan substansi.
Indikator fisik terlihat peran atau kehadiran dalam pengambilan kebijakan. “Sedangkan subtansi adalah peran individu

pada masyarakat, apakah kebijakan itu memang kepentingan rakyat atau ikut-ikutan saja,” kata politisi asal Malang ini.
Yayuk menyayangkan, dari sisi fisik saja, kehadiran politisi laki-laki justru minim dibanding politisi perempuan. Namun
ketika menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan kepentingannya, laki-laki tiba-tiba mementahkan begitu saja. “Itulah
sebabnya, perbaikan bukan hanya pada mekanisme, melainkan harus juga pada orangnya,” pungkasnya. (bib/nas)

page 2 / 2