BAHAN DAN METODE Fruitfly eggs and larvae disinfestation in gedong gincu mango (Mangifera indica) by vapor heat treatment technique

pakan. Telur lalat buah diinokulasikan ke permukaan pakan secara merata. Telur diinkubasi selama 1 – 2 hari di biotron sampai proses penetasan. Lima hari setelah inokulasi telur, kontainer berisi pakan buatan dan larva dipindahkan ke sangkar khusus untuk pupasi. Sangkar khusus tersebut diberi pasir yang sudah diayak. Stadia larva berumur 5 -7 hari pada kondisi pakan buatan. Larva instar ketiga siap melenting ke pasir pada umur 5 sampai 7 hari setelah penetasan. Pupa akan berumur sekitar 10 hari dan selanjutnya dipindahkan ke wadah tersendiri. Pemindahan pupa diawali dengan pengayakan pasir yang telah tercampur stadia pupa lalat buah. Pupa ditempatkan di sangkar untuk stadia imago. Setelah bermetamorfosis menjadi lalat buah imago, nutrisi lalat buah dipenuhi dengan pemberian pakan buatan gula dan autoliese yeast perbandingan 1:4. Stadia lalat buah yang berpotensi terbawa oleh buah segar adalah telur dan larva. Oleh karena itu periode hidup lalat buah di dalam buah mangga dan pakan buatan mutlak diketahui untuk persiapan pengujian. Uji perkembangan lalat buah pada pakan buatan dan mangga. Pengujian pendahuluan dibutuhkan untuk mengetahui periode hidup telur dan larva lalat buah pada buah mangga dan pakan buatan. Informasi tersebut berguna untuk keakuratan stadia uji yang dibutuhkan dalam perlakuan uap panas. Peneluran dilakukan ± 1 jam, kemudian diinokulasikan ke pakan buatanmangga sebanyak 1 ml per 1 liter pakan. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai hari ke-9 setelah inokulasi telur ke pakan buatan. Sebanyak 300 larva diambil dari pakan dan dibunuh dengan air panas. Selanjutnya diidentifikasi instar perkembangan setiap larva. Prosedur yang sama dilakukan terhadap lalat buah di buah mangga, namun setiap mangga hanya diinokulasi 100 telur secara artifisial. Selanjutnya diidentifikasi instar perkembangan setiap larva pada buah mangga. Uji Perendaman Air Panas Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap pengujian. Tahap pertama adalah pengujian perendaman air panas yang bertujuan untuk mengetahui tingkat toleransi spesies dan stadia hidup lalat buah terhadap panas serta memberikan gambaran temperatur tinggi yang mampu membunuh lalat buah. Pengujian perbandingan antar stadia menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL Faktorial dengan 3 ulangan. Stadia lalat buah yang diuji adalah telur dan larva tiga instar berbeda masing-masing spesies. Temperatur yang digunakan dalam penelitian adalah 44ºC, sedangkan waktu perlakuan meliputi 0 menit kontrol, 5, 10, 15, dan 20 menit. Pengujian perbandingan antar spesies menggunakan RAL Faktorial dengan 2 ulangan. Temperatur yang digunakan adalah 46 o C terhadap telur dan larva B. carambolae dan B. papayae. Waktu perendaman hingga 20 menit dengan interval per 2 menit. Perbandingan temperatur bertingkat menggunakan RAL Faktorial dengan 3 ulangan. Perendaman dilakukan pada air dengan temperatur 44 – 48 o C terhadap stadia larva B. carambolae. Waktu perendaman yang digunakan adalah 0 menit kontrol, 5, 10, 15, dan 20 menit. Tempat peletakan telur ditempatkan pada sangkar lalat buah selama ± 1 jam untuk mendapatkan sejumlah telur yang dibutuhkan. Selanjutnya telur diinokulasikan ke pakan buatan. Inokulasi telur untuk mendapatkan larva sesuai instar yang diinginkan dilakukan bedasarkan hasil uji perkembangan lalat buah di pakan buatan. Peneluran untuk mendapatkan larva instar pertama dilakukan 2 hari sebelum perlakuan, larva instar kedua dilakukan 4 hari sebelumnya, dan larva instar ketiga dilakukan 5 hari sebelumnya. Sedangkan stadia telur disiapkan sehari sebelumnya. Dua puluh individu larvatelur ditempatkan di tabung gelas beralas kain kasa. Tabung gelas direndam dalam air pada water bath dengan temperatur konstan 44ºC. Selanjutnya tabung gelas dipindahkan dari water bath sesuai dengan lama perlakuan yang diinginkan dan didinginkan dengan air pada temperatur ± 27ºC. Serangga uji kemudian diberi pakan dan ditempatkan di biotron dengan temperatur 28 o Mortalitas terkoreksi = x 100 100 – mortalitas kontrol Pada Gambar 3 disajikan skema prosedur perlakuan perendaman air panas. Prosedur yang sama juga digunakan untuk perbandingan antar spesies dan perbandingan temperatur bertingkat. Larva yang digunakan adalah instar tiga karena mempunyai periode hidup paling panjang di buah mangga dibandingkan instar lain. C dan RH 65 – 70. Pengamatan dilakukan dua hari setelah perlakuan perendaman untuk memastikan bahwa serangga telah benar-benar mati dan bukan hanya pingsan. Mortalitas terkoreksi digunakan untuk mengeliminasi faktor di luar perlakuan yang mungkin mengakibatkan kematian serangga uji. Mortalitas terkoreksi diperoleh melalui rumus Abbott: mortalitas perlakuan – mortalitas kontrol Catatan: = tidak dilakukan untuk uji telur Gambar 3 Skema prosedur perlakuan perendaman air panas terhadap telur dan larva lalat buah Peneluran lalat buah Pemindahan telurlarva ke tabung Perendaman di air panas 44ºC selama 5, 10, 15, dan 20 menit Pemindahan telurlarva ke pakan buatan dan simpan di temperatur 27ºC Pengamatan Pemindahan telur ke pakan buatan dan simpan di temperatur 27ºC - 2 hari Pendinginan di air temperatur ruang - 2-5 hari untuk larva - 1 hari untuk telur Gambar 4 Pelaksanaan perlakuan perendaman air panas terhadap telur dan larva lalat buah Uji Toleransi Jaringan Buah Mangga Pengujian toleransi buah mangga gedong gincu terhadap temperatur tinggi dilakukan dengan teknik perendaman air panas. Aveno et al. 2006 menyatakan bahwa perendaman air panas pada temperatur di atas 55ºC terhadap buah mangga akan mengakibatkan gejala scalding dan diskolorasi buah. Pada temperatur 42-49ºC, mangga varietas tertentu yang direndam dalam air panas akan menunjukkan luka atau kerusakan di dalam maupun permukaan buah Jacobi et al 2001. Temperatur yang digunakan dalam pengujian adalah 45ºC, 47ºC, dan 49ºC. Temperatur yang digunakan adalah temperatur pusat buah mangga yang diukur dengan sensor. Perendaman air panas dilakukan pada water bath yang dilengkapi dengan termometer merkuri bersertifikasi untuk validitas temperatur. Buah mangga dibawa dari kebun dengan karton plastik yang dilapisi dengan kertas koran. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan mekanis selama penanganan dan pengangkutan. Setelah di laboratorium, mangga dicuci dengan air bersih untuk membebaskan buah dari partikel tanah atau kotoran lain yang mungkin menempel di permukaan buah. Setelah dikeringkan dengan kertas tisu, buah disortasi berdasarkan bobot buah. Masing-masing buah ditimbang dengan timbangan analitik untuk mendapatkan bobot buah yang relatif seragam untuk pengujian. Hasil penimbangan ditulis pada buah mangga dengan spidol hitam Buah mangga direndam dalam air di water bath pada temperatur 49ºC. Buah mangga kontrol direndam di air temperatur ruang ±27ºC. Buah dipindahkan setelah mencapai temperatur perlakuan. Kemudian buah didinginkan dengan penganginan untuk mengembalikan temperatur buah seperti semula. Selanjutnya buah dilapisi kertas koran dan dimasukkan ke dalam karton. Setelah itu, buah disimpan pada temperatur 13ºC di ruang pendingin. Pengamatan dilakukan 1 hari setelah perlakuan untuk parameter bobot buah dan warna kulit buah. Sedangkan pengamatan 5 hari setelah perlakuan meliputi kondisi kekerasan, bobot, perubahan warna kulit, kandungan gula, dan rasa. Warna kulit buah. Buah diamati untuk memastikan apakah terjadi perubahan penampilan fisik yang mengarah ke penurunan kualitas buah dan nilai jual pemasaran. Penurunan kualitas dapat berupa pembusukan dan diskolorasi kulit buah. Perubahan warna pada buah mangga, sebelum dan sesudah perlakuan diukur dengan alat color reader Konica Minolta CR-13. Pengukuran dilakukan pada bagian pangkal dan ujung buah. Nilai pengukuran menggunakan sistem Lab dimana nilai L menunjukkan tingkat kecerahan. Nilai a menunjukkan warna kromatik campuran merah hijau yang nilainya bergerak dari positif untuk warna merah sampai negatif untuk warna hijau. Nilai b menunjukkan warna kromatik campuran biru kuning yang nilainya bergerak dari positif untuk warna kuning sampai negatif untuk warna biru. Pengukuran warna kulit buah setelah perlakuan dilakukan 1 hari dan 5 hari setelah perlakuan. Bobot. Bobot sebelum dan sesudah perlakuan perlu diketahui untuk mengetahui kemungkinan adanya penurunan bobot buah. Setelah perlakuan, setiap buah ditimbang dengan timbangan analitik dan dibandingkan dengan hasil penimbangan sebelumnya. Penimbangan bobot buah setelah perlakuan dilakukan 1 hari dan 5 hari setelah perlakuan. Kandungan gula. Pada beberapa buah, perlakuan panas dapat mempengaruhi kandungan gula, seperti apel dan muskmelon Lurie 1998. Jus diambil dari bagian yang sama untuk setiap buah. Kandungan gula pada buah diukur dengan digital refractometer Atago PAL-1 dengan meneteskan jus pada prisma refraktometer. Nilai kandungan gula ditentukan dengan melihat angka yang tertera pada alat dengan satuan persen. Pengamatan kandungan gula dilakukan 5 hari setelah perlakuan. Hasil perhitungan kemudian dibandingkan dengan kandungan gula buah mangga kontrol. Gambar 5 Diagram alir proses pengujian toleransi buah mangga dengan perendaman air panas Tingkat kekerasan. Pengukuran tingkat kekerasan buah dilakukan dengan hardness meter. Pengukuran dilakukan pada sisi yang sama dari setiap buah. Terlebih dahulu buah mangga dibelah dan data diambil dari sisi dalam buah mangga. Nilai pengukuran tingkat kekerasan dilakukan 5 hari setelah - 1 hari Buah mangga var. gedong gincu Pencucian, sortasi Perendaman air panas 45ºC, 47ºC, 49ºC, dan kontrol 27ºC Penyimpanan Pengamatan: bobot, warna Penyimpanan Penyimpanan Pengamatan: bobot, warna Pengamatan: bobot, warna, kekerasan, kandungan gula, dan rasa - 5 hari perlakuan. Hasil perhitungan kemudian dibandingkan dengan tingkat kekerasan buah mangga kontrol. Nilai yang ditunjukkan alat merupakan nilai kekerasan buah dengan satuan kgmm. Uji rasa. Pengujian rasa dilakukan dengan metode triangle differential testing JFTA 1996. Penilaian rasa buah dilakukan oleh 10 orang panelis terlatih 5 hari setelah perlakuan. Buah dengan dan tanpa perlakuan disajikan secara acak di meja. Terdapat 3 kombinasi uji yang disiapkan dimana salah satunya merupakan buah mangga tanpa atau dengan perlakuan. Panelis mengidentifikasi potongan buah mangga dengan rasa berbeda dibandingkan potongan lain dalam satu kombinasi uji. Hasil penilaian panelis selanjutnya diuji khi-kuadrat dengan tingkat kepercayaan 95. Gambar 6 Pelaksanaan uji toleransi jaringan buah mangga dengan perendaman air panas Uji Perlakuan Uap Panas terhadap Lalat Buah pada Mangga Gedong Gincu Tujuan pengujian adalah untuk mengetahui kondisi temperatur dan waktu optimum untuk mendisinfestasi lalat buah pada mangga gedong gincu dengan teknik perlakuan uap panas. Pengujian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 ulangan. Perlakuan disinfestasi dilakukan 2 kali, yaitu 1 pada temperatur 46.5ºC dengan waktu tunggu 0 – 10 menit dan 2 pada temperatur 45.5 o C sampai 46.5 o C tanpa waktu tunggu. Pengujian dilakukan dengan menggunakan buah gedong gincu yang telah diinokulasi telur dan larva B. carambolae. Inokulasi 50 ekor larva atau telur B. carambolae per buah dilakukan secara artifisial. Inokulasi larva harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari terlepasnya larva uji dari jaringan buah. Oleh karena itu, buah mangga uji ditutup rapat dengan selotip hingga menyerupai mumi Gambar 7. Dalam satu rak perlakuan terdiri atas 5 buah mangga yang telah diinokulasi lalat buah. Buah kontrol adalah buah mangga yang tidak diberi perlakuan uap panas. Pengujian disinfestasi lalat buah dilakukan pada temperatur suhu chamber VHT 47.5 o Gambar 7 Pelaksanaan perlakuan uap panas terhadap telur dan larva B. carambolae pada mangga gedong gincu C dan RH 95. Temperatur perlakuan yang dimaksud adalah temperatur pusat atau bagian tengah buah mangga. Kondisi temperatur tengah buah diukur dengan sensor temperatur yang ditempatkan di dalam tiga buah mangga selama pengujian. Selama perlakuan, temperatur pusat buah dapat diketahui melalui monitor mesin perlakuan uap panas. Temperatur perlakuan tercapai apabila minimal dua dari tiga sensor telah mencapai temperatur target . Setelah perlakuan, dilakukan pendinginan dengan penganginan selama kurang lebih 30 menit. Selanjutnya buah mangga uji disimpan di inkubator pada temperatur 27ºC. Pengamatan dilakukan 48 jam setelah perlakuan. Tingkat mortalitas larva tiap perlakuan diperoleh dengan menghitung jumlah larva yang masih hidup setelah perlakuan. Mortalitas telur ditentukan dengan menghitung jumlah telur yang tidak menetas hingga 2 hari setelah perlakuan. Gambar 8 Diagram alir proses perlakuan uap panas terhadap telur dan larva B. carambolae pada mangga gedong gincu Buah mangga var. gedong gincu Pencucian dan sortasi Inokulasi telurlarva instar ketiga secara artifisial Perlakuan uap panas 46.5ºC Waktu tunggu: 0, 5, 10 menit dan kontrol Pendinginan Penyimpanan pada 27ºC Pengamatan - 2 hari Perlakuan uap panas 45.5 o C, 46 o C, 46.5ºC, dan kontrol

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Toleransi Dasar Lalat Buah terhadap Temperatur Tinggi Perbandingan antar Stadia Analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan stadia berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat mortalitas lalat buah Lampiran 1 dan 2. Hal ini menunjukkan bahwa stadia telur dan larva lalat buah mempunyai toleransi yang berbeda terhadap temperatur tinggi. Loganathan et al. 2011 menyebutkan bahwa ketahanan serangga terhadap panas ditentukan oleh spesies, posisi di inang, kombinasi suhu dan waktu paparan, serta stadia perkembangan serangga. Tabel 6 Mortalitas B. papayae dan B. carambolae terhadap perendaman air panas pada temperatur 44 o C Spesies Stadia hidup a Mortalitas terkoreksi pada lama perendaman menit b 5 10 15 20 B. papayae Telur 0 a 1.25 b 13.00 a 12.50 b 21.78 c L-1 0 a 44.21 a 50.41 a 50.41 a 75.20 ab L-2 0 a 12.97 b 31.73 a 26.18 ab 61.66 b L-3 0 a 19.44 b 42.04 a 46.30 a 100.00 a B. carambolae Telur 0 a 18.14 a 20.64 b 13.92 b 27.90 b L-1 0 a 44.08 a 73.78 a 92.31 a 89.74 a L-2 0 a 10.09 a 28.87 b 29.15 b 75.32 a L-3 0 a 30.92 a 47.72 ab 84.31 a 96.39 a a L-1=larva instar pertama, L-2=larva instar kedua, L-3=larva instar ketiga. b Untuk tiap spesies, angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata uji Tukey. α = 0.05. Hasil pengujian perendaman air panas memperlihatkan bahwa stadia yang paling toleran terhadap panas adalah telur. Hal ini ditunjukkan oleh tingkat mortalitas telur yang lebih rendah dibandingkan dengan stadia lain, baik pada B. papayae maupun B. carambolae. Mortalitas tertinggi telur dicapai pada perendaman 20 menit. Selama perendaman tersebut, mortalitas telur B. carambolae adalah 27.9, sedangkan B. papayae 21.78 Tabel 6. Hasil ini sejalan dengan pernyataan Armstrong et al. 2009 bahwa stadia telur merupakan stadia yang toleran terhadap panas pada beberapa spesies dalam genus Bactrocera, seperti: B. cucurbitae, B. dorsalis, B. latifrons, B. melanotus, B. passiflorae, B. tryoni, B. xanthodes, dan B. facialis. Gambar 9 Grafik perbandingan tingkat mortalitas telur dan berbagai instar larva B. papayae terhadap perendaman air panas pada temperatur 44 o C. Gambar 10 Grafik perbandingan tingkat mortalitas telur dan berbagai instar larva B. carambolae terhadap perendaman air panas pada temperatur 44 o C. Lama perendaman juga berpengaruh nyata dalam menentukan tingkat toleransi antar stadia. Pada perendaman 5 sampai 15 menit, toleransi stadia telur dan larva masih belum menunjukkan perbedaan yang nyata. Namun setelah perendaman 20 menit terlihat stadia hidup yang paling toleran adalah telur. y = 0,010x 2 + 0,879x - 0,712 R² = 0,913 y = -0,128x 2 + 5,705x + 6,292 R² = 0,868 y = 0,059x 2 + 1,547x + 2,161 R² = 0,881 y = 0,143x 2 + 1,669x + 3,354 R² = 0,942 20 40 60 80 100 5 10 15 20 Mo rta li ta s ter k o rek si Lama perendaman menit

B. papayae

Telur L-1 L-2 L-3 y = -0,050x 2 + 2,034x + 3,296 R² = 0,673 y = -0,298x 2 + 10,52x - 0,484 R² = 0,998 y = 0,153x 2 + 0,328x + 2,410 R² = 0,922 y = -0,051x 2 + 5,945x + 0,078 R² = 0,984 20 40 60 80 100 5 10 15 20 Mo rta li ta s ter k o rek si Lama perendaman menit

B. carambolae

Telur L-1 L-2 L-3 Grafik tingkat mortalitas stadia larva dan telur B. carambolae dan B. papayae setelah perlakuan temperatur tinggi disajikan pada Gambar 9 dan 10. Pada semua stadia B. papayae yang diamati terlihat bahwa mortalitas semua stadia tidak mencapai 100 untuk perlakuan selama 5, 10, dan 15 menit. Mortalitas 100 baru tercapai pada perendaman air panas selama 20 menit. B. carambolae menunjukkan mortalitas tertinggi hingga mencapai 96.39 untuk larva instar ketiga pada perendaman selama 20 menit. Pemahaman mengenai stadia paling toleran terhadap temperatur tinggi perlu diketahui untuk membuat rancangan pengendalian serangga. Stadia serangga paling toleran digunakan dalam pengujian perlakuan karantina dalam skala luas untuk mendapatkan keamanan karantina terhadap suatu komoditas. Hulasare et al. 2010 menyatakan bahwa stadia paling toleran terhadap panas bervariasi untuk spesies yang berbeda. Bahkan, Davison 1969 dalam Mahroof et al. 2003 menyebutkan bahwa tingkat kerentanan serangga dapat berbeda dalam satu stadia hidup yang sama. Stadia paling tahan untuk Plodia interpunctella dan Tribolium confusum adalah larva akhir, sedangkan telur merupakan stadia paling toleran Lasioderma serricorne. Pada beberapa penelitian, telur dan larva instar pertama merupakan stadia paling toleran terhadap temperatur tinggi. Hal ini dapat dijumpai pada B. latifrons Jang et al. 1999, sedangkan B. tryoni dan C. capitata lebih tahan pada stadia telur Heather et al. 1997. Sebaliknya, stadia paling toleran terhadap panas Anastrepha ludens mexican fruitfly adalah larva instar ketiga dan telur Shellie dan Mangan 2002. Gangguan yang terjadi dalam tubuh serangga akibat perlakuan panas dapat bervariasi dalam stadia hidup berbeda. Denlinger dan Yocum 1998 mengemukakan bahwa kematian serangga akibat perlakuan panas terjadi karena denaturasi protein, terganggunya keseimbangan ion di hemolimf, pH, dan aktivitas enzim dalam tubuh. Kemungkinan lainnya adalah kerusakan di lapisan kutikula sehingga tubuh serangga mudah kehilangan air Hulasare et al. 2010. Moss dan Jang 1991 dalam Jang et al. 1999 menunjukkan adanya pengaruh kekurangan oksigen terhadap mortalitas telur dan larva lalat buah pada perendaman air panas. Dalam uji perendaman air panas, telur diduga secara efisien mampu memanfaatkan oksigen yang tereduksi pada air yang dipanaskan. Hal ini disebabkan tingkat respirasi telur lebih rendah dibandingkan larva sebagaimana dijumpai pada beberapa serangga gudang Emekci et al. 2001. Pada perendaman 20 menit terdapat kecenderungan larva instar ketiga menjadi stadia paling rentan. Hasil pengujian di atas memberikan hasil yang sama dengan yang dilakukan oleh Jang et al. 1999 yang menyatakan bahwa larva instar ketiga merupakan stadia paling rentan pada B. latifrons, B. cucurbitae, B. dorsalis, dan C. capitata. Perbandingan antar Spesies Analisis ragam B. papayae dan B. carambolae menunjukkan bahwa perbedaan spesies berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat mortalitas lalat buah Lampiran 3 dan 4. Hal ini sesuai dengan JAFTA 1996 yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan tingkat toleransi serangga terhadap temperatur tinggi pada spesies dan stadia hidup yang berbeda. Oleh karena itu, penentuan spesies lalat buah paling toleran memegang peranan penting dalam pengembangan perlakuan karantina Armstrong et al. 2009. Tabel 7 Mortalitas terkoreksi larva B. papayae dan B. carambolae terhadap perendaman air panas pada temperatur 46 o Lama perendaman menit C Telur Larva B. carambolae B. papayae B. carambolae B. papayae 2 11.86 4.66 3.66 10.33 4 17.88 11.93 16.03 2.57 6 35.59 14.20 37.00 13.03 8 39.08 19.66 37.91 10.33 10 45.01 27.95 60.53 1.25 12 54.19 34.89 76.65 14.28 14 60.20 36.59 91.21 12.96 16 70.59 46.02 98.72 10.26 18 65.99 46.59 100.00 33.36 20 100.00 67.39 100.00 63.88 Rerata 45.5 a 28.2 b 56.5 a 15.7 b Berdasarkan perendaman yang dilakukan terhadap telur dan larva B. papayae dan B. carambolae pada air dengan temperatur 46 o C didapatkan hasil seperti pada Tabel 7. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa B. papayae lebih toleran terhadap panas dibandingkan dengan B. carambolae. Pada perendaman selama 18 dan 20 menit mortalitas larva B. carambolae mencapai 100, sedangkan mortalitas tertinggi B. papayae hanya mencapai 63.88. Pengujian toleransi terhadap panas diantara beberapa spesies lalat buah telah dilakukan, seperti misalnya B. dorsalis lebih toleran daripada B. cucurbitae JFTA 1996,