KAJIAN SEMIOTIKA TERHADAP NOVEL JANTERA BIANGLALA KARYA AHMAD TOHARI

(1)

KAJIAN SEMIOTIKA TERHADAP NOVELJANTERA BIANGLALA KARYA AHMAD TOHARI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah

Oleh

MUHAMMAD ALI IMRON

NIM 07340077

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA SASTRA DAN DAERAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG MALANG


(2)

KAJIAN SEMIOTIKA TERHADAP NOVELJANTERA BIANGLALA KARYA AHMAD TOHARI

SKRIPSI

Oleh

MUHAMMAD ALI IMRON

NIM 07340077

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA SASTRA DAN DAERAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG MALANG


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Tanggal 30 Juni 2011

Mengesahkan,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang

Dekan.

Drs. H. Fauzan, M.Pd.

Dewan Penguji

1. Drs. H. Joko Widodo, M.Si. ... 2. Dr. Ekarini Saraswati, M.Pd. ... 3. Dr. Sugiarti, M.Si. ... 4. Drs. Ajang Budiman, M.Hum. ...


(4)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan segenap keterbatasan kemampuan yang dimiliki. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Rosulullah SAW sebagai suritauladan dan pembimbing kita ke era pencerahan intelektual dan spiritual.

Penulisan skripsi dengan judul “Kajian Semiotika terhadap Novel Jantera Bianglala karya Ahmad Tohari”, adalah bentuk rangkaian tugas akhir yang dilakukan penulis selama mengikuti masa perkuliahan di Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra dan Daerah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang.

Sebagai manusia yang memiliki serba keterbatasan dan selalu berinteraksi dengan sesamanya, maka patut kiranya penulis haturkan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak terkait yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya sebagai berikut:

1. Dr. H. Muhadjir Effendy, M.AP selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang serta para pembantu Rektor I, II dan III, yaitu: Prof. Dr. Sujono, M.Kes., Drs. H. Mursidi, MM. dan Drs. H. Joko Widodo, M.Si.

2. Drs. H. Fauzan, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Terimakasih atas segala perhatian, motivasi, bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis.


(5)

viii

3. Para pembantu Dekan I, II dan III, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yaitu: Dr. M. Syaifuddin, MM., Dra. Thathit Manon A., M.Hum. dan Drs. Nur Widodo, M.Kes. yang telah memberikan motivasi.

4. Dr. Ekarini Saraswati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah yang tidak pernah lelah memberikan motivasi dan perhatiannya.

5. Dr. Sugiarti, M.Si selaku pembimbing I dalam penyusunan skripsi ini, yang selalu membimbing penulis dengan penuh keikhlasan, kesabaran, perhatian dan motivasi terimakasih atas segalanya ibu.

6. Drs. Ajang Budiman, M.Hum selaku pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak pernah lelah membimbing serta memberikan motivasinya, penulis ucapkan banyak terimakasih bapak.

7. Para dosen Jurusan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan dengan penuh keikhlasan serta motivasi dan bimbingannya. 8. Keluarga besar penulis yakni Ayah, Ibu dan Kakak tercinta yang selalu

memberikan dukungan baik moril maupun materil selama penulis menjalani studi ini.

9. Teman-teman kos tercinta yakni Ali, Ucup, Shihap, Risang, Febry, Awie, Widyo, Rizky, Hendra, Firdaus, Yoga, Yusril, Awal, Amar, Asfi dan teman-teman PBSI angkatan 2007, terimakasih atas


(6)

ix

kekompakannya selama menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Malang.

10. Teman-teman KKN yakni Farid, Bara, Robby, Antok, Bangkit, Munir, Rokhis, Lutfa dan Ilham. Terimakasih atas kekompakannya selama menjalani pengabdian dimasyarakat.

11. Teman-teman PPL yakni Aviz, Bayu, Danny, Imron Abadi dan Kadafi terimakasih atas kekompakannya selama menjalani praktik lapangan di SMP 08 Muhammadiyah Batu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih atas saran dan kritik yang diberikan dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dicatat sebagai amal kebajikan di hadapan Allah SWT. Amien.

Malang, 27 Juni 2011 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERNYATAAN... ii

LEMBAR PENGESAHAN... iii

LEMBAR PERSETUJUAN... iv

ABSTRAKSI... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Jangkauan Masalah... 10

1.3 Batasan Masalah... 11

1.4 Rumusan Masalah... 11

1.5 Tujuan Penelitian... 12

1.6 Manfaat Penelitian... 12

1.6.1 Manfaat Teoritik... 12

1.6.2 Manfaat Praktis... 13

1.7 Penegasan Istilah... 13

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Semiotika... 15

2.2 Bidang Garap Semiotika... 18

2.2.1 Tanda... 18

2.2.2 Lambang... 20

2.3 Unsur Pembangun Novel... 22

2.3.1 Pengertian Novel... 22

2.3.2 Unsur-unsur Novel... 23


(8)

✁i

2.4.1 Pengertian Kekuasaan... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian... 30

3.2 Metode Penelitian... 31

3.3 Data dan Sumber Data Penelitian... 31

3.3.1 Data Penelitian... 31

3.3.2 Sumber Data... 32

3.3.2.1 Sumber Data Primer... 32

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 32

3.5 Teknik Pengolahan Data... 33

3.6 Instrumen Penelitian... 33

3.7 Tahapan Penelitian... 35

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pemakaian Lambang yang Merepresentasikan Kekuasaan dalam Novel Jantera Bianglala... 38

4.1.1 Pemakaian Lambang Benda yang Merepresentasikan Kekuasaan dalam Novel “Jantera Bianglala”... 38

4.1.2 Pemakaian Lambang Jabatan yang Merepresentasikan Kekuasaan dalam Novel “Jantera Bianglala”... 49

4.1.3 Pemakaian Lambang Profesi yang Merepresentasikan Kekuasaan dalam Novel “Jantera Bianglala”... 71

4.1.4 Pemakaian Lambang Suasana yang Merepresentasikan Kekuasaan dalam Novel “Jantera Bianglala”... 84

4.2 Hubungan Antarlambang yang Merepresentasikan Kekuasaan dalam Novel Jantera Bianglala... 89

4.2.1 Hubungan Antarlambang Jabatan yang Merepresentasikan Kekuasaan dalam Novel “Jantera Bianglala”... 89


(9)

✂ii

4.2.2 Hubungan Antarlambang Profesi yang Merepresentasikan

Kekuasaan dalam Novel “Jantera Bianglala”... 100

4.2.3 Hubungan Antarlambang Jabatan dan Lambang Benda yang Merepresentasikan Kekuasaan dalam Novel “Jantera Bianglala” ... 104

4.2.4 Hubungan Antarlambang Jabatan dan Lambang Profesi yang Merepresentasikan Kekuasaan dalam Novel “Jantera Bianglala” ... 106

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan... 114

5.2 Saran... 115

DAFTAR PUSTAKA... 121


(10)

120

DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. 1991. Aneka Pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Dwiningrum Nila, Definisi-Kekuasaan-Kelompok.

http://niladwipsikologi.wordpress.com. (diakses 18 mei 2011). Eagleton, Terry. 1996.Teori Sastra.Yogyakarta dan Bandung: Jalasutra. Martin, Roderick. 1993.Sosiologi Kekuasaan.Jakarta: Raja Grafindo Persada. Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern.Yogyakarta:

Gama Media.

Rivai, Veithzal. 2003. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Santosa, Puji. 1993. Ancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra. Bandung: Angkasa.

Soekanto, Soerjono. 1992.Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta: Rajawali Pers. Sobur, Alex. 2003.Semiotika Komunikasi.Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Soekanto, Soerjono & Agus Brotosusilo. 1987. Masyarakat dan kekuasaan.

Jakarta: Rajawali.

Sukada, Made. 1987.Pembinaan Kritik Sastra Indonesia.Bandung: Angkasa. Syahadah Raudhotus, Pengertian Kekuasaan. http://raraajah.wordpress.com.

(diakses 15 mei 2011).

Teeuw, A. 1991.Membaca dan Menilai Sastra.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wiyatmi. 2006.Pengantar Kajian Sastra.Yogyakarta: Pustaka.

Zaimar, Okke, K.S. 2008. Semiotik dan Penerapannya Dalam Karya Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.


(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Untuk mempelajari sastra lebih dalam lagi, setidaknya terdapat 5 karakteristik sastra yang mesti dipahami. Pertama, pemahaman bahwa sastra memiliki tafsiran mimesis. Artinya, sastra yang diciptakan harus mencerminkan kenyataan. Kalau pun belum, karya sastra yang diciptakan dituntut untuk mendekati kenyataan. Kedua, manfaat sastra. Mempelajari sastra mau tidak mau harus mengetahui apa manfaat sastra bagi para penikmatnya. Dengan mengetahui manfaat yang ada, paling tidak mampu memberikan kesan bahwa sastra yang diciptakan berguna untuk kemaslahatan manusia. Ketiga, dalam sastra harus disepakati adanya unsur fiksionalitas. Unsur fiksionalitas sendiri merupakan cerminan kenyataan, yang merupakan unsur realitas yang tidak terkesan dibuat-buat. Keempat, pemahaman bahwa karya sastra merupakan sebuah karya seni.

Dengan adanya karakteristik sebagai karya seni ini, pada akhirnya dapat membedakan mana karya yang termasuk sastra dan bukan sastra. Kelima, setelah empat karakteristik ini dipahami, pada akhirnya harus bermuara pada kenyataan bahwa sastra merupakan bagian dari masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa sastra yang ditulis pada kurun waktu tertentu


(12)

2

memiliki tanda-tanda yang kurang lebih sama dengan norma, adat, atau kebiasaan yang muncul bersamaan dengan hadirnya sebuah karya sastra itu sendiri.

Perkembangan sastra suatu bangsa atau daerah merupakan suatu kebudayaan yang diperoleh dari penelitian karya sastra yang dihasilkan para peneliti sastra yang menunjukkan terjadinya perbedaan-perbedaan atau persamaan-persamaan karya sastra itu sendiri pada periode-periode tertentu.

Sastra itu sendiri bersifat sosial dan ada dalam kesadaran masyarakat tertentu, namun studi sastra itu sendiri, beranggapan bahwa konvensi tersebut dapat dilacak dan dideskripsikan dari analisis struktur tanda dan penanda dalam teks sastra itu sendiri secara otonom, terpisah dari pengarang ataupun realitas sosial. Analisis yang seksama dan menyeluruh terhadap relasi-relasi berbagai unsur yang membangun karya sastra dianggap akan menghasilkan suatu pengetahuan tentang sistem sastra itu sendiri.

Pada penelitian ini, penulis akan mengkaji tentang sistem tanda atau perlambangan pada novel Jantera Bianglala. Novel ini menguak tentang kehidupan rakyat jelata di suatu Daerah terpencil, kehidupan rakyat di daerah tersebut sangatlah sederhana, mayoritas dari penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Dukuh Paruk yang sangat terpencil ini menyebabkan tidak dikenal oleh sebagian orang, akan tetapi dukuh paruk mempunyai ikon yang sangat dikenal oleh sebagian besar masyarakat yaitu penari ronggeng. Penari Ronggeng sangat digemari oleh sebagian besar masyarakat dukuh paruk, novel ini juga menguak tentang tragedi 1965 yaitu terjadinya pemberontakan yang sangat memilukan, dukuh paruk menjadi


(13)

3

saksi bisu atas tragedi tersebut. Novel ini sangat berbeda dengan novel lainnya, dalam novel ini menguak kehidupan rakyat jelata dan menguak tragedi pemberontakan pada waktu itu.

Tragedi 1965 tidak akan pernah dilupakan oleh masyarakat Dukuh Paruk, para penguasa pada waktu itu tidak pandang bulu, mereka tidak segan untuk membunuh rakyat yang dianggapnya terlibat pemberontakan. Dukuh Paruk menjadi porak poranda atas tragedi tersebut, akan tetapi Dukuh Paruk masih dikenal oleh sebagian besar masyarakat, hal ini dikarenakan Dukuh Paruk mempunyai seorang ronggeng yang sangat terkenal, penari ronggeng tersebut bernama Srintil yang sangat cantik dan banyak memikat para laki-laki yang melihatnya, akan tetapi dengan terjadinya tragedi 1965, Srintil ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara beserta para calungnya. Dukuh Paruk juga mempunyai seorang laki-laki yang sangat perkasa yaitu Rasus yang juga seorang Tentara dengan pangkat Tamtama, dia sangat dihormati oleh rakyat Dukuh Paruk. Keberadaanya sangat membuat tenang dan damai rakyat dukuh paruk, dia juga sahabat dekat Srintil.

Perebutan kekuasaan antar penguasa pada waktu itu menyebabkan rakyat kecil menjadi korban dari ketamakan para penguasa. Kekuasaan menjadi faktor utama akan kejadian-kejadian keji yang menimpa rakyat Dukuh Paruk. Kekuasaan sangatlah penting adanya, apabila kekuasaan sudah berada digenggaman tangan maka apapun yang diinginkan kemungkinan besar akan tercapai. Seperti yang dilakukan oleh para pemberontak pada waktu itu, mereka melawan pemerintah demi sebuah kekuasaan. Pada novel Jantera Bianglala ini terdapat sebuah perebutan suatu kekuasaan dimana pemberontak


(14)

4

ingin merebut kekuasaan atas pemerintah sehingga banyak terjadi pembunuhan yang dilakukan pemberontak untuk mewujudkan semua itu. Orang-orang yang memiliki kekuasaan waktu itu akan dengan mudah memiliki apa yang diinginkan dan mereka memiliki kekuatan atas kekuasaannya, sehingga rakyat kecil banyak yang bekerja terhadap orang yang memiliki kekuasaan. Semua peristiwa yang dialami oleh rakyat Dukuh Paruk yang dilakukan para penguasa menyebabkan rakyat di sana banyak menjadi pekerja di bawah tangan para penguasa. Atas peristiwa-peristiwa tersebut perlu kiranya dikaji lebih dalam tentang kekuasaan yang terdapat dalam novel Jantera Bianglala.

Novel Jantera Bianglala ini sangatlah berbeda dengan kebanyakan novel lainnya, novel ini mempunyai keistimewaan karena mengangkat dan mengupas tentang kehidupan rakyat kecil dari daerah yang begitu terpencil pula, selain itu novel ini juga menguak tragedi 1965 yang tidak akan pernah terlupakan oleh rakyat Dukuh Paruk dan rakyat indonesia secara umum. Novel Jantera Bianglala merupakan trilogi karya Ahmad Tohari, novel yang pertama berjudul Ronggeng Dukuh Paruk yang kedua berjudul Lintang Kemukus Dini Hari dan yang ketiga berjudul Jantera Bianglala. Peneliti memilih Jantera Bianglala karena novel ini berbeda dengan judul-judul sebelumnya, novel ini sangatlah radikal dalam mengupas kehidupan masyarakat Dukuh Paruk, dimana pengarang menceritakan secara detail bagaimana sistem kehidupan rakyat Dukuh Paruk. Jantera Bianglala merupakan gambaran dari kehidupan rakyat Dukuh Paruk, suka dan duka dapat dilihat dari peristiwa-peristiwa yang menimpa pedukuhan tersebut, anggapan pemerintah bahwa Dukuh Paruk


(15)

5

terlibat dengan para komunis menyebabkan rakyatnya menjadi korban peristiwa pembakaran terhadap Dukuh Paruk. Jantera dapat dilambangkan sebagai alat yang mampu memutar sebuah benda atau poros sedangkan Bianglala dapat dilambangkan sebagai pelangi yang mampu memberi warna dalam kehidupan. Semua peristiwa yang menimpa rakyat Dukuh Paruk menyebabkan dukuh tersebut dianggap sebagai sarang komunis dan semua rakyat di sana menderita sepanjang waktu. Dukuh Paruk telah mengalami masa-masa yang sangat memilukan, rumah-rumah di sana hancur tinggal bekas kebakaran, sistem kehidupan rakyatnya lumpuh. Peristiwa tersebut tidak selama dialami oleh rakyat Dukuh Paruk, pergantian musim menyebabkan wilayah Dukuh Paruk mulai tampak hijau dan mulai kelihatan keindahan alam di sana, sistem perekonomian rakyatnya mulai menggeliat dan gubuk-gubuk kecil mulai berdiri satu persatu. Anggapan bahwa rakyat Dukuh Paruk terlibat dengan komunis mulai terhapuskan dan rakyat di sana mulai berani berangkat ke pasar untuk memenuhi kehidupannya.

Novel Jantera Bianglala mengisahkan bagaimana perjuangan rakyat Dukuh Paruk, Rasus, Srintil maupun para sesepuh desa dalam mengembalikan citra Dukuh Paruk setelah tragedi 1965 yang sangat memilukan, hal itu disebabkan masyarakat Dukuh Paruk dianggap terlibat persekutuan dengan para komunis, sehingga semua rakyatnya menjadi korban atas tragedi yang telah melumpuhkan sistem kehidupan masyarakat Dukuh Paruk. Para penguasa sangatlah tega menghukum orang-orang yang terlibat dengan komunis, mereka yang berkuasa memiliki wewenang atas jabatan


(16)

6

yang diembannya, sehingga sangatlah mudah menghukum orang-orang yang melanggar aturan negara.

Rasus yang merupakan putra asli Dukuh Paruk dan memiliki kekuasaan atas jabatannya sebagai seorang tentara, dia berusaha menyelamatkan para orang-orang Dukuh Paruk dengan tangannya sendiri dan berusaha mengembalikan citra Dukuhnya sebagai Pedukuhan yang tidak terlibat dengan komunis. Dalam novel Jantera Bianglala banyak terdapat tanda atau perlambangan yang perlu dikaji lebih mendalam, oleh karena itu penulis akan mengkaji tentang sistem tanda atau perlambangan yang terdapat pada novel Jantera Bianglala, sistem perlambangan yang terdapat dalam novel ini akan dikaji sebagaimana mestinya sehingga dapat diketahui dan dipahami tentang sistem perlambangannya. Pendekatan dalam suatu penelitian sangatlah penting adanya, hal ini dikarenakan dengan adanya suatu pendekatan maka akan menemukan suatu titik terang dalam suatu penelitian.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan semiotik yaitu pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sistem tanda. Hal ini sesuai dengan pengertian semiotik sebagai ilmu tanda, yang memandang fenomena sosial dan budaya sebagai sistem tanda Pradopo (dalam Wiyatmi 2006, 92). Sebagai ilmu tanda semiotik secara sistematik mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang, sistem-sistem lambang dan proses-proses perlambangan Luxemburg (dalam Wiyatmi 2006, 92-93).

Dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya manusia juga sering berada dalam proses semiosis, yaitu memahami sesuatu yang berada di sekitarnya sebagai sistem tanda. Ketika melihat langit yang mendung,


(17)

7

misalnya, maka orang akan mengatakan bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Demikian juga ketika tampak serombongan orang yang memakai baju warna hitam, yang kemudian ditafsirkan sebagai para pelayat yang sedang berada dalam suasana duka. Semiotik pada mulanya dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure dari Swiss dan Charles Sanders Pierce dari Amerika, Luxemburg (dalam Wiyatmi 2006, 93). Dari semiotik yang semula untuk studi bahasa dan sastra dalam arti luas itu, dalam analisis sastra kemudian kemudian dikembangkan pendekatan semiotik. Menurut pandangan semiotik, setiap tanda terdiri dari dua aspek, yaitu penanda (hal yang menandai sesuatu) dan petanda (referent yang diacu atau dituju oleh tanda tertentu). Sebagai fenomena budaya, bahasa dan sastra merupakan sistem tanda. Bedanya, kalau bahasa merupakan sistem tanda tingkat pertama, maka sastra merupakan sistem tanda tingkat kedua. Mengapa sastra dianggap sebagai sistem tanda tingkat kedua, hal ini karena sastra menggunakan bahasa sebagai media ekspresinya.

Penelitian tentang kajian semiotika telah ada sebelumnya yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Muhairin dengan judul penelitian “Analisis Semiotika pada Syair Lagu Daerah Bima dalam Album “Mori Kese” karya Aan’s Sapoetra. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa ada beberapa penanda dan petanda yang dapat di temukan pada syair lagu album “mori kese” (hidup sebatang kara) yaitu. Penanda dan petanda yang di temukan pada syair lagu “mori kese” adalah tersebar diseluruh bait dan barisnya, penanda dan petanda tersebut


(18)

8

menggambarkan atau menceritakan kesedihan yang dialami oleh seorang anak karena di tinggal mati oleh kedua orang tuanya.

Dan yang kedua penelitian yang dilakukan oleh Nikmatus Sholiha, dengan judul penelitian “problem kehidupan tokoh perempuan pada novel Jantera Bianglala” karya Ahmad Tohari. Pertama dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa Srintil tidak mempunyai harga diri lagi, Srintil berusaha menjalani hidup yang lebih layak, layaknya seorang perempuan. Penolakan dari anak angkat dan banyak lagi problem yang dialami. Kedua dilakukan dengan cara bijaksana tanpa adanya kekerasan, Srintil mengubah penampilan karena dengan mengubah penampilan menjadi salah satu cara menyelesaikan problem karena ia menghindari orang-orang yang membicarakan penampilannya. Dan yang ketiga Srintil mengalami depresi dan tidak bisa berfikir normal lagi, tidak bisa mengenali orang-orang yang ada disekitarnya. Srintil menjadi perempuan liar dan susah diatur, gila dan tidak bisa berfikir secara normal lagi.

Pada penelitian kali ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Muhairin dan Nikmatus Sholiha. Penelitian ini lebih ditekankan pada penggunaan lambang-lambang yang terdapat pada novel Jantera Bianglala karya Ahmad Tohari dimana sistem perlambangan banyak terdapat dalam novel Jantera Bianglala sehingga sangat perlu dikaji yang berhubungan dengan pemakaian dan hubungan antarlambang yang merepresentasikan kekuasaan yang terdapat dalam novel Jantera Bianglala karya Ahmad Tohari.


(19)

9

Peirce (dalam Santosa, 1993:6) berpendapat bahwa lambang merupakan bagian dari tanda. Setiap lambang adalah tanda, dan tidak setiap tanda itu dapat dikatakan sebagai lambang. Ada kalanya tanda dapat menjadi lambang secara keseluruhan, yaitu dalam bahasa. Hal ini dimungkinkan karena bahasa merupakan sistem tanda yang arbitrer sehingga setiap tanda dalam bahasa merupakan lambang. Saussure memandang bahasa sebagai sebuah sistem tanda, yang harus dipelajari secara sinkronis maksudnya, dipelajari sebagai satu sistem yang lengkap pada satu waktu tertentu, dan bukan secara diakronis yaitu dalam perkembangan sejarahnya. Setiap tanda harus dilihat terdiri dari sebuah penanda (sebuah citra bunyi, atau persamaanya dalam bentuk gambar) dan sebuah petanda (konsep atau makna).

Pengkajian susastra secara semiotika disebabkan bahwa susastra memiliki watak otonom dan komunikatif. Watak otonom ditinjau secara struktural dan watak komunikatif ditinjau secara ekstrinsik Wellek (dalam Santosa 1993, 20). Pengkajian semiotika secara otonom dapat menggunakan pokok-pokok pemikiran Charles Morris (dalam Santosa 1993, 20). Menurutnya ada empat macam yang dikaji secara semiotika, yaitu (1) masalah hubungan antar lambang, (2) penafsiran lambang, (3) maksud lambang dan,(4) cara pemakaian lambang. Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, peneliti mengkaji dua aspek dari unsur pokok-pokok yang disampaikan oleh Charles Morris di atas agar lebih focus yaitu pemakaian lambang dan hubungan antarlambang.

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimanakah pemakaian lambang yang merepresentasikan kekuasaan dan bagaimanakah


(20)

10

hubungan antarlambang yang merepresentasikan kekuasaan dalam novel Jantera Bianglala karya Ahmad Tohari.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis membahas tentang

“Kajian Semiotika terhadap Novel Jantera Bianglala Karya Ahmad

Tohari”.

1.2 Jangkauan Masalah

Jantera Bianglala merupakan salah satu dari banyak karya sastra yang diciptakan oleh Ahmad Tohari, novel Jantera Bianglala merupakan trilogi antara lain: Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari dan Jantera Bianglala. Novel ini menceritakan tentang kehidupan rakyat Dukuh Paruk, novel ini sangat menarik untuk dikaji dan diteliti, pada novel ini terdapat banyak tanda dan perlambangan yang menggambarkan sebuah kenyataan kehidupan, suka duka rakyat Dukuh Paruk. Dalam penelitian ini pada umumnya yaitu mengkaji tentang lambang yang terdapat dalam novel Jantera Bianglala, menurut pemikiran Charles Morris ada empat macam kajian secara semiotika yaitu, 1) masalah hubungan antar lambang, 2) penafsiran lambang, 3) maksud lambang, dan 4) cara pemakaian lambang. Dari pokok-pokok diatas peneliti mengkaji tentang dua aspek yaitu bagaimanakah pemakaian lambang yang merepresentasikan kekuasaan dan bagaimanakah hubungan antarlambang yang merepresentasikan kekuasaan.


(21)

11 1.3 Batasan Masalah

Mengingat luasnya dalam penelitian ini, maka penulis membatasi permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam novel Jantera Bianglala yaitu tentang bagaimanakah pemakaian lambang yang merepresentasikan kekuasaan dan bagaimanakah hubungan antarlambang yang merepresentasikan kekuasaan. Pemakaian dan hubungan antarlambang memiliki peran penting dalam menggambarkan jalannya cerita yang terdapat dalan novel, hal ini dikarenakan lambang merupakan tanda yang bermakna dinamis, khusus, subjektif, kias dan majas (Santosa, 1993: 5). Penulis memilih pemakaian dan hubungan antar lambang dalam kajian semiotika ini karena bahasa merupakan sistem tanda, dan setiap tanda tersusun dengan adanya lambang. Hubungan antarlambang memiliki fungsi yang cukup penting dalam membentuk satu kisah cerita, peristiwa-peristiwa yang timbul dalam novel Jantera Bianglala tidak lepas dari penggunaan lambang, lambang merupakan bagian dari tanda, setiap lambang adalah tanda, dan tidak setiap tanda itu dapat sebagai lambang, adakalanya tanda dapat menjadi lambang secara keseluruhan yaitu dalam bahasa.

1.4 Rumusan Masalah

Permasalahan-permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan ke dalam pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

1) Bagaimanakah pemakaian lambang yang merepresentasikan kekuasaan dalam novel Jantera Bianglala?


(22)

12

2) Bagaimanakah hubungan antarlambang yang merepresentasikan kekuasaan dalam novel Jantera Bianglala?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

a) Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini adalah dapat mendeskripsikan tentang perlambangan yang merepresentasikan kekuasaan yang terdapat dalam novel Jantera Bianglala karya Ahmad Tohari.

b) Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1) Mendeskripsikan pemakaian lambang yang merepresentasikan kekuasaan dalam novel Jantera Bianglala karya Ahmad Tohari.

2) Mendeskripsikan hubungan antarlambang yang merepresentasikan kekuasaan dalam novel Jantera Bianglala karya Ahmad Tohari.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat-manfaat dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu manfaat teoretik dan manfaat praktik.

1.6.1 Manfaat teoretik

Manfaat penelitian secara teoretik adalah:


(23)

13

2. Untuk menambah wawasan tentang ilmu sastra khususnya novel. 1.6.2 Manfaat praktis

Manfaat penelitian secara praktik dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a. Bagi pembelajaran sastra

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi pembelajaran sastra, khususnya tentang karya sastra, sehingga pembelajaran sastra dapat lebih bervariasi.

b. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan sumbangan bagi kajian sastra sehingga uraian dan telaah semiotika dapat dijadikan pemikiran dan pengembangan peneliti selanjutnya, khususnya yang mengkaji tentang karya sastra.

1.7 Penegasan Istilah

Agar istilah-istilah dalam penelitian ini lebih jelas dan dapat dipahami, maka perlu kiranya adanya penegasan istilah. Adapun istilah-istilah yang perlu ditegaskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Semiotika adalah ilmu yang secara sistematis mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang, sistem-sistemnya dan proses perlambangan (Luxemburg dalam Santosa, 1993: 3).

2) Tanda merupakan bagian dari ilmu semiotika yang menandai sesuatu hal atau keadaan untuk menerangkan atau memberitahukan objek kepada subjek (Santosa, 1993: 4).


(24)

14

3) Lambang adalah sesuatu hal atau keadaan yang memimpin pemahaman si subjek kepada objek, hubungan antara subjek dan objek terselip adanya pengertian sertaan. Suatu lambang selalu dikaitkan dengan tanda-tanda yang sudah diberi sifat-sifat kultural, situasional, dan kondisional (Santosa, 1993: 4).

4) Kekuasaan merupakan kemampuan untuk menjamin pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang mengikat melalui satuan-satuan yang ada di dalam suatu sistem organisasi kolektif pada saat kewajiban-kewajiban itu berlaku sesuai dengan tujuan-tujuan kolektif yang telah dicanangkan (Martin, 1990: 36).

5) Novel adalah bentuk karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya, sosial, moral, dan pendidikan.

6) Kajian merupakan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum (Wiyatmi, 2006: 13).


(1)

merupakan bagian dari tanda. Setiap lambang adalah tanda, dan tidak setiap tanda itu dapat dikatakan sebagai lambang. Ada kalanya tanda dapat menjadi lambang secara keseluruhan, yaitu dalam bahasa. Hal ini dimungkinkan karena bahasa merupakan sistem tanda yang arbitrer sehingga setiap tanda dalam bahasa merupakan lambang. Saussure memandang bahasa sebagai sebuah sistem tanda, yang harus dipelajari secara sinkronis maksudnya, dipelajari sebagai satu sistem yang lengkap pada satu waktu tertentu, dan bukan secara diakronis yaitu dalam perkembangan sejarahnya. Setiap tanda harus dilihat terdiri dari sebuah penanda (sebuah citra bunyi, atau persamaanya dalam bentuk gambar) dan sebuah petanda (konsep atau makna).

Pengkajian susastra secara semiotika disebabkan bahwa susastra memiliki watak otonom dan komunikatif. Watak otonom ditinjau secara struktural dan watak komunikatif ditinjau secara ekstrinsik Wellek (dalam Santosa 1993, 20). Pengkajian semiotika secara otonom dapat menggunakan pokok-pokok pemikiran Charles Morris (dalam Santosa 1993, 20). Menurutnya ada empat macam yang dikaji secara semiotika, yaitu (1) masalah hubungan antar lambang, (2) penafsiran lambang, (3) maksud lambang dan,(4) cara pemakaian lambang. Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, peneliti mengkaji dua aspek dari unsur pokok-pokok yang disampaikan oleh Charles Morris di atas agar lebih focus yaitu pemakaian lambang dan hubungan


(2)

hubungan antarlambang yang merepresentasikan kekuasaan dalam novel Jantera Bianglala karya Ahmad Tohari.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis membahas tentang “Kajian Semiotika terhadap Novel Jantera Bianglala Karya Ahmad Tohari”.

1.2 Jangkauan Masalah

Jantera Bianglala merupakan salah satu dari banyak karya sastra yang diciptakan oleh Ahmad Tohari, novel Jantera Bianglala merupakan trilogi antara lain: Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari dan Jantera Bianglala. Novel ini menceritakan tentang kehidupan rakyat Dukuh Paruk, novel ini sangat menarik untuk dikaji dan diteliti, pada novel ini terdapat banyak tanda dan perlambangan yang menggambarkan sebuah kenyataan kehidupan, suka duka rakyat Dukuh Paruk. Dalam penelitian ini pada umumnya yaitu mengkaji tentang lambang yang terdapat dalam novel Jantera Bianglala, menurut pemikiran Charles Morris ada empat macam kajian secara semiotika yaitu, 1) masalah hubungan antar lambang, 2) penafsiran lambang, 3) maksud lambang, dan 4) cara pemakaian lambang. Dari pokok-pokok diatas peneliti mengkaji tentang dua aspek yaitu bagaimanakah pemakaian lambang yang merepresentasikan kekuasaan dan bagaimanakah hubungan antarlambang yang merepresentasikan kekuasaan.


(3)

Mengingat luasnya dalam penelitian ini, maka penulis membatasi permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam novel Jantera Bianglala yaitu tentang bagaimanakah pemakaian lambang yang merepresentasikan kekuasaan dan bagaimanakah hubungan antarlambang yang merepresentasikan kekuasaan. Pemakaian dan hubungan antarlambang memiliki peran penting dalam menggambarkan jalannya cerita yang terdapat dalan novel, hal ini dikarenakan lambang merupakan tanda yang bermakna dinamis, khusus, subjektif, kias dan majas (Santosa, 1993: 5). Penulis memilih pemakaian dan hubungan antar lambang dalam kajian semiotika ini karena bahasa merupakan sistem tanda, dan setiap tanda tersusun dengan adanya lambang. Hubungan antarlambang memiliki fungsi yang cukup penting dalam membentuk satu kisah cerita, peristiwa-peristiwa yang timbul dalam novel Jantera Bianglala tidak lepas dari penggunaan lambang, lambang merupakan bagian dari tanda, setiap lambang adalah tanda, dan tidak setiap tanda itu dapat sebagai lambang, adakalanya tanda dapat menjadi lambang secara keseluruhan yaitu dalam bahasa.

1.4 Rumusan Masalah

Permasalahan-permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan ke dalam pertanyaan-pertanyaan berikut ini.


(4)

2) Bagaimanakah hubungan antarlambang yang merepresentasikan kekuasaan dalam novel Jantera Bianglala?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

a) Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini adalah dapat mendeskripsikan tentang perlambangan yang merepresentasikan kekuasaan yang terdapat dalam novel Jantera Bianglala karya Ahmad Tohari.

b) Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1) Mendeskripsikan pemakaian lambang yang merepresentasikan kekuasaan dalam novel Jantera Bianglala karya Ahmad Tohari.

2) Mendeskripsikan hubungan antarlambang yang merepresentasikan kekuasaan dalam novel Jantera Bianglala karya Ahmad Tohari.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat-manfaat dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu manfaat teoretik dan manfaat praktik.

1.6.1 Manfaat teoretik


(5)

1.6.2 Manfaat praktis

Manfaat penelitian secara praktik dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a. Bagi pembelajaran sastra

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi pembelajaran sastra, khususnya tentang karya sastra, sehingga pembelajaran sastra dapat lebih bervariasi.

b. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan sumbangan bagi kajian sastra sehingga uraian dan telaah semiotika dapat dijadikan pemikiran dan pengembangan peneliti selanjutnya, khususnya yang mengkaji tentang karya sastra.

1.7 Penegasan Istilah

Agar istilah-istilah dalam penelitian ini lebih jelas dan dapat dipahami, maka perlu kiranya adanya penegasan istilah. Adapun istilah-istilah yang perlu ditegaskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Semiotika adalah ilmu yang secara sistematis mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang, sistem-sistemnya dan proses perlambangan (Luxemburg dalam Santosa, 1993: 3).


(6)

3) Lambang adalah sesuatu hal atau keadaan yang memimpin pemahaman si subjek kepada objek, hubungan antara subjek dan objek terselip adanya pengertian sertaan. Suatu lambang selalu dikaitkan dengan tanda-tanda yang sudah diberi sifat-sifat kultural, situasional, dan kondisional (Santosa, 1993: 4).

4) Kekuasaan merupakan kemampuan untuk menjamin pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang mengikat melalui satuan-satuan yang ada di dalam suatu sistem organisasi kolektif pada saat kewajiban-kewajiban itu berlaku sesuai dengan tujuan-tujuan kolektif yang telah dicanangkan (Martin, 1990: 36).

5) Novel adalah bentuk karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya, sosial, moral, dan pendidikan.

6) Kajian merupakan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum (Wiyatmi, 2006: 13).