Nilai Sosial dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di SMA

(1)

IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA

DAN SASTRA INDONESIA DI SMA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

Oleh:

Siti Humaeroh Miladiyah

109013000018

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

iii

Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul skripsi, “Nilai Sosial dalam Novel

Kubah Karya Ahmad Tohari dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di SMA”. Pembimbing: Novi Diah Haryanti, M.Hum.

Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra yaitu mengkaji hubungan antara karya sastra dengan masyarakat, bagaimana hubungan itu terjadi, dan apa akibat yang ditimbulkan atas hubungan tersebut. Penelitian ini mendeskripsikan unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari, diantaranya: tema, tokoh dan penokohan, alur, latar (tempat, waktu, suasana, dan sosial), sudut pandang, dan gaya bahasa. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menemukan nilai sosial yang terkandung dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. Nilai sosial yang dimaksud yaitu hubungan manusia dengan masyarakat, diantaranya: nilai agama, musyawarah, gotong-royong, tolong menolong, saling memaafkan, kasih sayang, serta tanggung jawab. Nilai sosial ini merupakan ciri khas sifat masyarakat Pegaten yang ramah menerima kembali kehadiran sosok manusia yang pernah terjerumus ke dalam politik yang mengakibatkan dirinya diasingkan ke pulau buangan. Banyak hikmah yang dapat diambil dari kehidupan masyarakat Pegaten setelah menganalisis unsur intrinsik serta nilai sosial yang terkandung di dalamnya sehingga dapat diimplikasikan terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesiadi sekolah, dalam aspek membaca. Pada pembelajaran ini, kompetensi yang harus dicapai peserta didik ialahmemahami struktur dan kaidah teks novel baik melalui lisan maupun tulisan,dengan menjelaskan unsur-unsur intrinsik dalam novel serta menemukan nilai sosial dalam novel Kubah, sertamengembangkan sikap apresiatif dalam menghayati karya sastra.


(6)

iv

Indonesian Language and Literature, Faculty of Tarbiyah and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. The title essay, "The Social Value of Work in Ahmad Tohari Novel Kubah and Implications of Learning Language and Literature in high school". Supervisor: Diah Novi Haryanti, M.Hum.

This study uses sociological approach to literature that examines the relationship between literature and society, how does it happen, and what the impact of the above relationships. This study describes the elements contained in the novel intrinsic Kubah by Ahmad Tohari, including: theme, character and characterization, plot, setting (place, time, atmosphere, and social), angle of view, and style. In addition, the results of this research can find the social values embodied in the novel by Ahmad Tohari Kubah. In addition, the results of this study also found that the values embodied in the novel by Ahmad Tohari Kubah, ie, social value. Social value is that human relationships with the community, including: religious values, consensus, mutual help, mutual help, mutual forgiveness, compassion, and responsibility. The social values are characteristic properties Pegaten friendly community receive the presence of the human figure ever fall into the resulting political exiles himself exiled to the island. Many of the lessons learned from public life Pegaten after analyzing the intrinsic elements as well as social values contained in it so it can be implied to learning English and Literature Indonesiadi school, in the aspect of reading. In this study, competency to be achieved learners ialahmemahami novel structures and rules text either through oral or written, to explain the intrinsic elements in the novel and find social value in the novel Kubah, appreciative attitude in living literature.


(7)

v

Alhamdulillahi robbil ‗alamin, segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa akan segala sesuatu yang berada di seluruh alam raya, yang menciptakan kenikmatan dan memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.Salawat dan salam semoga senantiasa Allah SWT berikan kepada Nabi Muhammad SWA, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya.

Dalam penyelesaian penelitian ini, penulis banyak menerima saran, petunjuk, bimbingan, dan masukkan dari berbagai pihak. Penulis berutang jasa kepada mereka yang telah mendampingi dalam proses penyelesaian skripsi sebagai tugas akhir menempuh S1. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Nurlena Rifa’i, M.A, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA,M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

3. Novi Diah Haryanti, M.Hum selaku dosen pembimbing skripsi,yang telah memberikan bimbingan, semangat, dan meminjamkan buku koleksi perpustakaan pribadi sebagai penunjang penelitian, sehingga peneliti yakin penelitian ini dapat terselesaikandengan baik. “Terima kasih, Bu. You are my inspiration.

4. Ayahanda Nasrudin dan Ibunda Sopiah selaku orang tua penulis, serta keluarga besar penulis yang senantiasa mendoakan setiap saat, memberikan dorongan moral, serta memotivasi penulis, sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Dosen-dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, yang telah memberi ilmu pengetahuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.


(8)

vi

7. Para sahabatku, diantaranya:Dini, Hasna, Windi, Yulia, Dewi, Nita, Ria, Wiwi yang tidak henti-hentinya selalu memberikan semangat kepada penulis serta membantu penulis dalam mencari referensi yang berkaitan dalam penelitian ini.

8. Terima kasih untuk Nuryahya, yang telah menyempatkan waktunya untuk menemani serta mengantar penulis dalam mencari referensi yang terkait dengan penelitian ini.

9. Teman seperjuanganku yaitu, Reni Rahmawati yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Pimpinan dan karyawan perpustakaan FITK dan UIN Jakarta, yang telah memberikan kemudahan bagi peneliti dalam memperoleh bahan ataupun informasi.

11. Terima kasih pula kepada semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian penelitian ini. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian.

Jakarta, 6 Mei 2014


(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian... 4

F. Manfaat Penelitian... 4

G. Metode Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Pengertian Novel ... 8

B. Unsur Intrinsik Novel ... 9

1. Tema ... 9

2. Alur ... 11

3. Tokoh dan Penokohan ... 12

4. Latar atau Setting ... 13

5. Sudut Pandang ... 15

6. Gaya Bahasa ... 16

C. Pengertian Sosiologi Sastra ... 17

D. Nilai Sosial dalam Karya Sastra ... 20

1. Hakikat Nilai ... 20

2. Hakikat Sosial ... 21

3. Hakikat Nilai Sosial ... 22


(10)

viii

BAB III PROFIL AHMAD TOHARI ... 30

A. Biografi Ahmad Tohari ... 30

1. Karya Ahmad Tohari ... 32

2. Penghargaan yang Pernah Diraih ... 33

B. Data Novel Kubah ... 33

C. Sinopsis Novel Kubah ... 34

BAB IV PEMBAHASAN ... 37

A. Analisis Unsur Intrinsik dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari 37 1. Tema ... 37

2. Alur ... 38

3. Tokoh dan penokohan ... 45

4. Latar ... 58

5. Sudut Pandang ... 68

6. Gaya Bahasa ... 69

B. Nilai Sosial dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari ... 71

1. Hubungan Manusia dengan Masyarakat ... 73

2. Hasil Penemuan Nilai Sosial ... 93

C. Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia101 BAB V PENUTUP ... 104

A. Simpulan ... 104

B. Saran ... 105


(11)

1

A.

Latar Belakang Masalah

Karya sastra hadir sebagai wujud nyata imajinatif kreatif seorang sastrawan dengan proses yang berbeda antara pengarang yang satu dengan pengarang lain, terutama dalam penciptaan cerita fiksi. Proses tersebut bersifat individualis artinya cara yang digunakan oleh tiap-tiap pengarang dapat berbeda. Perbedaan itu meliputi beberapa hal diantaranya metode, munculnya proses kreatif, dan cara mengekspresikan apa yang ada dalam diri pengarang hingga bahasa penyampaian yang digunakan.

Lahirnya sebuah karya sastra merupakan reaksi dari keadaan yang terjadi di lingkungan tempat karya sastra itu tercipta yang dihasilkan oleh seorang pengarang. Dalam menganalisis karya sastra, peneliti harus berangkat dari latar manusia yang digambarkan dalam karya sastra tersebut karena karya sastra merupakan gambaran kehidupan masyarakat serta jiwa tokoh yang hidup di suatu masa, tempat, dan bersifat fiksi.

Melalui karya sastra sering diketahui keadaan, cuplikan-cuplikan kehidupan masyarakat, seperti dialami, dicermati, ditangkap, dan direka oleh pengarang.1Sastra dan masyarakat erat kaitannya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering bermula dari persoalan dan permasalahan pada manusia serta lingkungannya. Kemudian, dengan adanya imajinasi yang tinggi seorang pengarang tinggal menuangkan masalah-masalah disekitarnya menjadi sebuah karya sastra.

Salah satu karya sastra yang dapat dikaji dalam pembelajaran sastra, yaitu, novel. Novel dapat dikaji dari beberapa aspek, misal penokohan, isi, cerita, latar, alur dan makna. Salah satu ciri teks sastra yang multiinterpretasi membuat tanggapan pembaca terhadap satu novel yang sama tentu akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat pemahaman dan daya imajinasi pembaca. Hal tersebut

1

Riris K. Toha-Sarumpaet, Sastra Masuk Sekolah, (Indonesia Tera Anggota IKAPI: Magelang, 2002), h. 37.


(12)

membuat pengajaran sastra yang merupakan bagian dari pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah menjadi lebih menarik, terlebih jika guru mampu memilih bahan ajar yang pas untuk didiskusikan di kelas.

Pengajaran apresiasi sastra di sekolah merupakan rangka memperkenalkan karya sastra kepada siswa. Hal tersebut bertujuan agar siswa memiliki kemampuan menghayati, memahami, dan menikmati serta menilai karya sastra yang dibacanya. Setelah usaha itu dilakukan siswa diharapkan dapat mengambil manfaat dari karya yang dibacanya. Siswa diharapkan akan meneladani sikap dan nilai-nilai kehidupan yang positif dari tokoh-tokoh yang ada di dalam karya satra itu.

Salah satu yang dapat dipakai dalam pembelajaran sastra di sekolah ialah novel Kubah karya Ahmad Tohari. Novel Kubah berisikan tentang seorang aktivis politik yang sempat terjerumus ke jalan yang salah, yaitu tokoh Karman. Sewaktu kecil, hidup Karman sangat sederhana setelah ditinggal ayahnya untuk selamanya. Semasa kecilnya ia sudah diajarkan bekerja keras, sehingga untuk makan sehari-harinya ia harus bekerja pada keluarga Haji Bakir. Ketika dewasa ia dikenal sebagai sosok yang cerdas dan sangat berpotensi dalam bidang politik. Meskipun demikian, ia memiliki sifat mudah terpengaruh oleh orang lain. Hal tersebut menjadikannya terjerumus kejalan yang salah. Ia menjadi salah satu anggota PKI. Akibat perbuatannya tersebut, membuat dirinya diasingkan ke pulau Buangan.

Selama dalam pengasingan Karman menyadari semua kesalahan yang telah dilakukannya itu. Sampai tibanya Karman dibebaskan dari pulau B, ia bermaksud pulang ke kampung halamannya, Pegaten. Namun, Karman ragu untuk pulang kembali ke Pegaten. Keraguan yang menghinggapi dirinya hilang seketika, ketika ia diterima kembali oleh masyarakat Pegaten. Hingga pada suatu ketika, Karman melihat masjid milik Haji Bakir telah usang dan terlihat sangat tua. Ia ingat dengan pendidikan keterampilan bertukang saat dia berada di penjara. Karman lalu menemui Haji Bakir, dan menawarkan diri untuk membangun kubah asalkan materialnya disediakan, dan Haji Bakir menyetujuinya. Hingga akhirnya proses pembuatan kubah dan perbaikan masjid itu selesai. Karman beserta yang


(13)

lainnya sangat puas. Setelah itu, Karman menjadi sosok manusia yang rajin ibadah.

Ahmad Tohari merupakan salah satu sastrawan yang karyanya tidak terlepas dari latar pedesaan serta nilai agama dan nilai sosial di dalamnya. Latar pedesaan yang selalu dipakai dalam karyanya merupakan kekuatan bagi dirinya untuk menggambarkan bagaimana memainkan para tokoh dalam karyanya. Selain itu, dalam karyanya Ahmad Tohari selalu menggambarkan peristiwa G30S PKI, ia bercerita tentang anak desa yang terjun ke dalam partai komunis. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam salah satu karyanya yang berjudul Kubah.

Bila dilihat dari segi unsur intrinsik serta nilai-nilai yang terkandung di dalam novel Kubah sangat menarik untuk dipelajari oleh siswa tingkat SMA. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk membuat penelitian yang berjudul “Nilai Sosial dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.”

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka identifikasi masalah dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Siswa kesulitan menganalisis nilai sosial yang terkandung di dalam novel

Kubah.

2. Siswa sulit membandingkanrelevansi antara novel Kubah dengan situasi masyarakat zaman sekarang.

3. Kurangnya minat baca siswa terhadap buku pembelajaran. 4. Siswa dituntut untuk memahami isi cerita novel Kubah.

5. Pembaca kesulitan dalam menganalisis konflik bathin tokoh Karman yang terlalu rumit.

6. Siswa kesulitan memahami unsur intrinsik teks. 7. Bahan ajar sastra di sekolah kurang variatif.


(14)

C.

Batasan Masalah

Berdasarkan banyaknya identifikasi masalah yang ada, maka penelitian ini hanya dibatasi pada:

1. Unsur intrinsik dalam novel Kubah,

2. Nilai sosial dalam novel Kubah dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra di SMA.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana unsur intrinsik dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari? 2. Bagaimana nilai sosial yang terkandung dalam novel Kubah karya Ahmad

Tohari?

3. Bagaimana implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia?

E. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan unsur intrinsik dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. 2. Mendeskripsikan nilai-nilai sosial dalam novel Kubah karya Ahmad

Tohari.

3. Mendeskripsikan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi para pembaca, baik bersifat teori maupun praktis.

Manfaat Teori:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan perkembangan ilmu sastra, khususnya terkait nilai sosial karya sastra. 2. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk memperkaya penggunaan

teori-teori sastra secara teknik analisis terhadap karya sastra. Manfaat Praktis:


(15)

1. Bagi pembaca penelitian ini dapat menambah minat baca dalam mengapresiasikan karya sastra.

2. Bagi peneliti, penelitian ini dapat mempermudah peneliti yang ingin mengambil novel Kubah sebagai bahan kajian untuk memperkaya wawasan sastra dan menambah khasanah penelitian sastra Indonesia sehingga bermanfaat bagi perkembangan sastra Indonesia.

G.

Metode Penelitian

Adapun metode penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat yang digunakan dalam penelitian ini tidak terikat pada suatu tempat karena objek yang dikaji berupa naskah (teks) novel. Artinya setiap tempat dapat digunakan jika memungkinkan dan mendukung untuk dilaksanakan penelitian. Waktu yang digunakan dalam penelitian mulai dari 15 Februari 2013 sampai dengan 4 Mei 2014.

2. Sumber Data

Sumber data merupakan tempat ditemukannya data-data yang akan ditulis. Adapun sumber data dalam penelitian ini berupa sumber data tertulis yang terdapat pada novel Kubah karya Ahmad Tohari. Sumber data yang diperoleh yaitu berdasarkan cerita atau analisis tentang novel Kubah maupun analisis pengarang dengan karya-karyanya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan teknik pustaka yaitu dengan menganalisis isi. Pada analisis ini peneliti menyimak kemudian mencatat dukomen-dokumen yang diambil dari data primer yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian. Datanya berupa novel, maka peneliti mencoba menelaah isi novel. Adapun langkah-langkah pengumpulan data dalam novel Kubah yaitu:

1. Membaca secara cermat novel Kubah karya Ahmad Tohari, 2. Menentukan unsur intrinsik dalam novel Kubah


(16)

3. Mencatat kalimat yang menggambarkan adanya nilai-nilai sosial dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari,

4. Menganalisis nilai-nilai sosial dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. 4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses mengatur urutan data menggolongkannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Kegiatan analisis data itu dilakukan dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya sudah mulai sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara itensif.

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode pembacaan heuristik merupakan cara kerja yang dilakukan oleh pembaca dengan menginterprestasikan teks sastra secara referensial. Pembacaan heuristik juga dapat dilakukan secara struktural. Kerja heuristik menghasilkan pemahaman makna secara harfiah, makna tersurat.2

Tahap pertama analisis data dalam penelitian ini adalah pembacaan heuristik yaitu penulis menginterprestasikan teks novel Kubah melaui dengan membaca cermat dan teliti tiap kata, kalimat, ataupun paragraf dalam novel guna analisis unsur intrinsik. Selain itu, pembaca heuristik digunakan untuk menemukan nilai-nilai sosial dalam novel Kubah. Tahap kedua penulis melakukan pembacaan hermeneutik yakni dengan menafsirkan makna peristiwa atau kejadian-kejadian yang terdapat dalam novel Kubah hingga dapat menemukan nilai-nilai sosial dalam cerita tersebut.

5. Prosedur Penelitian

Berikut merupakan prosedur penelitian dalam skripsi ini, yaitu: a. Pembacaan Data

Pembacaan data dalam penelitian ini dengan menggunakan dua metode, yaitu heuristik dan humanistik. Kedua metode ini telah dijelaskan sebelumnya pada bagian Teknik Analisis Data.

2


(17)

b. Reduksi Data

Pada langkah ini data yang diperoleh dicatat dalam uraian yang terperinci. Dari data-data yang sudah dicatat tersebut, kemudian dilakukan penyederhanaan data. Data-data yang dipilih hanya data yang berkaitan dengan masalah yang akan dianalisis, dalam hal ini tentang nilai-nilai sosial dalam novel Kubah. Informasi-informasi yang mengacu pada permasalahan itulah yang menjadi data dalam penelitian ini.

c. Penyajian Hasil Identifikasi dan Klasifikasi Data

Pada langkah ini data-data yang sudah ditetapkan kemudian disusun secara teratur dan terperinci agar mudah dipahami. Data-data tersebut kemudian dianalisis sehingga diperoleh deskripsi tentang nilai-nilai sosial pada novel Kubah karya Ahmad Tohari.


(18)

8

A.

Pengertian Novel

Kata novel berasal dari bahasa Latin novellas yang terbentuk dari kata

novus berarti baru atau new dalam bahasa Inggris. Ada juga yang mengatakan bahwa novel berasal dari bahasa Itali novella artinya sama dengan bahasa Latin. Novel juga diartikan sebagai suatu karangan atau karya sastra yang lebih pendek daripada roman, tetapi jauh lebih panjang daripada cerita pendek, isinya hanya mengungkapkan suatu kejadian penting, menarik dari kehidupan seseorang (dari suatu episode). Perwatakan pelaku-pelakunya digambarkan secara garis besar saja, tidak sampai pada masalah yang sekecil-kecilnya. Kejadian yang digambarkan itu mengandung suatu konflik jiwa dan mengakibatkan adanya perubahan nasib.1

Novel (Inggris: novel) merupakan bentuk karya sastra sekaligus disebut fiksi, bahkan dalam perkembangannya, kemudian novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Sebutan novel dalam bahasa Inggris—dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia—berasal dari bahasa Italia novella (dalam bahasa Jerman:

novelle). Secara harfiah novella berarti ‗sebuah barang baru yang kecil’, dan

kemudian diartikan sebagai ‗cerita pendek dalam bentuk prosa.2

Ketika membaca novel hanya sebagian saja, hal seperti ini membuat si pembaca tidak akan dapat memahami keseluruhan makna cerita di dalam novel, selain itu juga dikarenakan novel tersebut memang sukar dipahami. Dengan demikian, novel hanya dapat lebih dipahami oleh pembaca yang melakukan suatu analisis ketika membacanya. Dalam hal ini, kegiatan menganalisis karya sastra hasilnya dapat digunakan untuk mencoba menerangkan peranan masing-masing unsur yang terdapat dalam cerita, seperti bagaimana kaitan unsur-unsur tertentu seperti penokohan, pelataran, penyudutan, dan sebagainya.

1

Wijaya dan Sri Wahyuningtyas, Pengantar Apresiasi Prosa, (Yuma Pustaka: Surakarta, 2010), h. 46

2

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Gadjah Mada Universty Press: Yogyakarta, 2000), h. 9


(19)

Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, berupa model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, kemudian dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Dari semua itu tentu saja juga bersifat imajinatif.3

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa novel adalah suatu cerita fiksi yang terdiri dari tokoh, tema, alur, latar. Novel merupakan bagian dari karya sastra yang berbentuk fiksi atau cerita rekaan, namun ada pula merupakan kisah nyata. Selain itu, novel merupakan sebuah cerita fiktif yang menggambarkan atau melukiskan kehidupan tokoh-tokohnya dengan menggunakan alur. Cerita fiktif tidak hanya sebagai cerita khayalan semata, tetapi pengarang menghasilkan sebuah imajinasi berupa realitas atau fenomena yang dapat dilihat dan dirasakan.

B.

Unsur Intrinsik Novel

Kajian intrinsik membatasi diri pada karya sastra itu sendiri, tanpa menghubungkan karya sastra dengan dunia di luar karya sastra itu. Dalam kajian intrinsik, sastra dianggap sebagai sebuah dunia otonom. Karena kajian intrinsik hanya memperhatikan karya sastra sebagai sebuah dunia otonom, maka yang dikaji adalah unsur-unsur sastra dalam karya sastra itu sendiri, antara lain adalah penokohan, konflik, latar, tema, dan hal-hal semacam itu. Kejayaan sebuah karya sastra, dengan demikian, ditentukan oleh keberhasilan pengarang dalam mengolah unsur-unsur sastra itu.4

Berikut ini merupakan uraian-uraian dari unsur intrinsik dalam novel:

1. Tema

Tema merupakan sesuatu yang penting dalam suatu cerita karena tema merupakan inti cerita yang penting dalam suatu cerita karena tema merupakan inti cerita yang mendasari suatu cerita. Bertolak dari inti cerita, pengarang akan mengembangkan cerita menjadi suatu bentuk yang lebih

3

Ibid., h. 4

4


(20)

luas.5 Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperanan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannnya. Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya.6

Tema memiliki beberapa tingkatan menurut Shipley, diantaranya: pertama tema tingkat fisik (banyaknya aktivitas fisik daripada kejiwaan), kedua tema tingkat organik (menyangkut masalah seksualitas), ketiga tema tingkat sosial (manusia sebagai makhlik sosial), keempat tema tingkat egoik (manusia sebagai individu), kelima tema tingkat divine (masalah hubungan manusia dengan sang pencipta).7 Tema tingkat sosial yang merupakan manusia sebagai makhluk sosial. Kehidupan bermasyarakat yang merupakan tempat aksi dan interaksinya manusia dengan sesama dan dengan lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan, konflik dan lain-lain yang menjadi objek pencarian tema. Masalah-masalah sosial itu antara lain berupa masalah ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, propaganda, hubungan atasan-bawahan, dan berbagai masalah dan hubungan sosial lainnya yang biasanya muncul dalam karya yang berisi kritik sosial.8

Perlu diingat bahwa suatu novel akan dapat dianalisis dengan sejumlah besar tema yang berbeda atau bahkan saling terkait. Pembaca menentukan apa kekuatan dan kepentingan utama yang ada dalam novel tersebut. Artinya, dari sekian tema tersebut dapat ditarik agar ia memiliki tema besar yang dikandungnya.

Kesimpulan dari berbagai pendapat di atas tema merupakan gagasan utama. Hampir semua gagasan yang ada dalam hidup ini bisa dijadikan tema, sekalipun dalam praktiknya tema-tema yang paling sering diambil

5

Sri Widati Pradopo, dkk, Struktur Cerita Rekaan Jawa Modern Berlatar Perang. hlm. 42

6

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (PT. Grasindo: Jakarta,2008), hlm. 161

7

Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 80

8


(21)

adalah beberapa aspek atau karakter dalam kehidupan ini, seperti ambisi, kesetiaan, kecemburuan, frustasi, kemunafikan, ketabahan, dan sebagainya.

2. Alur

Alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Ada beberapa pendapat tentang tahapan-tahapan peristiwa dalam suatu cerita. Tahapa-tahapan peristiwa tersebut antara lain: pengenalan, konflik, klimaks, penyelesaian.9

Penampilan peristiwa demi peristiwa yang hanya mendasarkan diri pada urutan waktu saja belum merupakan alur. Agar menjadi sebuah alur, peristiwa-peristiwa itu haruslah diolah dan disiasati secara kreatif, sehingga hasil pengolahan dan penyiasatannya itu sendiri merupakan sesuatu yang indah dan menarik, khususnya dalam kaitannya dengan karya fiksi yang bersangkutan secara keseluruhan. Kegiatan ini dilihat dari sisi pengarang, merupakan pengembangan plot atau dapat juga disebut sebagai pemplotan, pengaluran. Kegiatan pemplotan itu sendiri meliputi kegiatan memilih peristiwa yang akan diceritakan dan kegiatan menata (baca: mengolah dan menyiasati) peristiwa-peristiwa itu ke dalam struktur linear karya fiksi.10

Alur adalah suatu urutan cerita atau peristiwa yang teratur dan terorganisasi. Plot dalam pengertian ini dapat dijumpai dalam novel bukannnya dalam kehidupan yang sewajarnya. Hidup memiliki cerita, tetapi novel memiliki cerita dan plot. Sebagaimana dikatakan oleh E.M. Forster, cerita adalah pengisahan peristiwa-peristiwa yang disusun berdasar urutan waktu, sedangkan plot adalah pengisahan peristiwa-peristiwa dengan penekanan kepada kausalitas.11

Alur merupakan salah satu unsur yang penting dalam suatu novel atau karya sastra lainnya di samping tema, penokohan, latar, dan unsur lain. Dalam suatu karya sastra, hal tersebut sebagai alur tidak sama dengan apa

9

Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (SINAR BARU). hlm. 83.

10

Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 113.

11

Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi, (Ghalia Indonesia: Bogor, 2010), h. 68


(22)

yang dikenal oleh orang awam sebagai cerita. Forster mengatakan bahwa sebuah cerita adalah suatu paparan peristiwa yang diatur menurut tahapan waktu. Alur di lain pihak, juga merupakan paparan peristiwa, tetapi tekanan jatuh pada hubungan sebab akibat. Rangkaian pola alur suatu cerita pada kenyataannya menampilkan susunan pola yang terdiri dari lima bagian.12

a) Situation: pengarang mulai melukiskan suatu keadaan. b) Generating Circumstances: peristiwa mulai bergerak. c) Rising Action: keadaan mulai memuncak.

d) Climax: peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya.

e) Denouement: pengarang memberikan pemecahan soal bagi semua peristiwa.

Sesungguhnya gambaran apa yang dimaksudkan dengan plot atau alur akan menjadi jelas kalau kita menyadari bahwa cerita cerpen maupun novel dapat digolongkan dalam beberapa jenis, seperti: cerita ide, cerbung, cerpen.

Dapat disimpulkan dari berbagai pendapat bahwa plot atau alur adalah rangkaian kejadian dan perbuatan, rangkaian hal-hal yang diderita dan dikerjakan oleh pelaku-pelaku sepanjang novel yang bersangkutan. Plot atau alur merupakan struktur penyusunan kejadian-kejadian dalam cerita tapi yang disusun secara logis.

3. Tokoh dan Penokohan

Tokoh cerita menurut Abrams adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti diekspresikan dalam ucapan dan dilakukan dalam tindakan.13 Penokohan adalah salah satu unsur yang penting dalam membina struktur. Penokohan sudah selayaknya ada dalam setiap cerkan, karena tanpa tokoh cerita tidak akan terbentuk. Stanton mengungkapkan bahwa kebanyakan cerita menampilkan satu tokoh utama yang berkaitan dengan setiap peristiwa yang terjadi dalam cerita. Dikatakan pula bahwa setiap pengarang ingin pembacanya memahami tokohnya dan

12

Sri Widati Pradopo, dkk, op. cit., h. 62—63

13


(23)

motivasi mereka melalui apa yang mereka katakan dan lakukan.14

Cerita dalam sebuah novel tidak akan ada tanpa tokoh yang menggerakkan cerita dan membentuk alur dengan segala macam permasalahan yang dialaminya. Hal ini menunjukkan bahwa tokoh merupakan hal penting dalam sebuah novel. Aspek penokohan dalam cerita sangatlah penting karena menggambarkan cara pengarang menampilkan tokoh. Penokohan berhubungan erat dengan perwatakan tokoh yaitu dari dokumen lain di luar karya sastra.15

Dengan kata lain, pembaca tidak perlu merujuk pada data di luar novel, karena segala perihal tokoh sudah dapat diketahui dari data yang ada dalam novel tersebut. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengamatan mengenai tingkah laku tokoh dapat dihubungkan, dijelaskan, dan dipertimbangkan. Setelah itu dilakukan, barulah dapat diambil sebuah kesimpulan mengenai perwatakan tokoh dalam suatu novel.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

tok

oh dalam cerita dapat didefinisikan sebagai subjek dan sekaligus objek peristiwa dan kejadian, pelaku dan sekaligus sasaran kedua hal tersebut. Tanpa tokoh, tidak akan tercipta peristiwa. Tokoh selalu mempunyai identitas, mempunyai watak tertentu, yang menentukan tindakannya dan sikapnya terhadap lingkungan di sekitarnya, baik yang berupa tokoh-tokoh lain maupun yang berupa lingkungan benda-benda alam dan benda-benda budaya. Seorang tokoh tidak dapat berdiri sendiri atau berkelakuan sendiri tanpa kehadiran tokoh lain.

4. Latar atau Setting

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat

14

Sri Widati Pradopo, dkk, op. cit., h. 84

15

Diah W indu Wulan, Aspek Keberagamaan Dengan Analisis Kata Hati Tokoh Utama Dalam Novel Atheis Dan Novel Kubah Serta Implikasinya Dalam Pembelajaran Sastra Di SMA, h. 40


(24)

terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.16 Setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa.17

Membaca sebuah novel kita akan bertemu dengan lokasi tertentu seperti nama kota, desa, jalan, hotel, penginapan, kamar, dan lain-lain tempat terjadinya peristiwa. Di samping itu, kita juga akan berurusan dengan hubungan waktu seperti tahun, tanggal, pagi, siang, malam, pukul, saat bulan purnama, saat hujan gerimis diawal bulan, atau kejadian yang menyarankan pada waktu tipikal tertentu, dan sebagainya. 18

Secara terperinci bahwa latar suatu cerita mencakup hal-hal sebagai berikut:19

a) Tempat, baik tempat di dalam rumah maupun di luar rumah yang melingkupi pelaku atau tempat terjadinya peristiwa ataupun keseluruhan cerita.

b) Lingkungan kehidupan yang berhubungan dengan tempat, seperti lingkungan pekerjaan dan sebagainya.

c) Sistem kehidupan, seperti aturan-aturan dan tata cara yang mengatur kehidupan suatu lingkungan tertentu.

d) Alat-alat atau benda-benda yang berhubungan dengan kehidupan atau lingkungan hidup tertentu.

e) Waktu terjadinya peristiwa, seperti pagi, siang, sore, musim hujan, musim panas, atau juga periode sejarah tertentu.

Kesimpulan dari keseluruhan kutipan-kutipan istilah latar atau setting ini berkaitan dengan elemen-elemen yang memberikan kesan abstrak tentang lingkungan, baik tempat maupun waktu, di mana para tokoh menjalankan perannya. Latar ini biasanya diwujudkan dengan menciptakan kondisi-kondisi yang melengkapi cerita. Baik dalam dimensi waktu maupun tempatnya, suatu latar bisa diciptakan dari tempat dan waktu imajiner atau pun faktual. Dan yang paling menentukan bagi keberhasilan suatu latar,

16

Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 216.

17

Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (SINAR BARU), h. 67

18

Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 218.

19


(25)

selain deskripsinya, bagaimana novelis memadukan tokoh-tokohnya dengan latar di mana mereka melakoni perannya.

5. Sudut Pandang

Dalam buku Teori Pengkajian Fiksi, terdapat tiga sudut pandang yakni sudut pandang persona ketiga “Dia”, sudut pandang persona pertama “Aku”, dan sudut pandang campuran. Sudut pandang orang ketiga terbagi menjadi dua, yaitu “Dia” mahatahu dan “Dia” terbatas (sebagai pengamat). Sudut pandang orang pertama dibagi menjadi dua, yakni “Aku” tokoh utama dan “Aku” tokoh tambahan.20

Siswanto menyatakan bahwa sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya mengenai tokoh, peristiwa, tempat, dan waktu dengan gayanya sendiri.21

Pusat pengisahan menerangkan “siapa yang bercerita”. Pusat pengisahan ini penting untuk memperoleh gambaran tentang kesatuan cerita. Dalam kesusastraan Indonesia, ada lima macam “pencerita”, yaitu: Pertama tokoh utama menuturkan ceritanya sendiri, kedua tokoh bawahan menuturkan cerita tokoh utama, ketiga pengarang sebagai pengamat (menuturkan cerita dari luar sebagai seorang observer), keempat pengarang analitik (menuturkan cerita tidak hanya sebagai seorang pengamat, tetapi berusaha juga menyelam ke dalam), kelima campuran antara (1) dan (4), yaitu cara melaksanakan cakapan batin. 22

Kesimpulan dari pendapat di atas sudut pandang adalah cara sebuah cerita dikisahkan. Segala sesuatu yang diceritakan menjadi kebebasan pengarang untuk berkreasi bahkan mampu memperlihatkan teknik pengarang dalam menggagas sesuatu. Sudut pandang dapat diketahui melalui unsur intrinsik lainnya, seperti percakapan antar tokoh, gerak-gerik tokoh, alur dalam cerita tersebut, dan gaya bahasa yang digunakan pengarang.

20

Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 248.

21

Siswanto, op. cit., h. 151.

22

Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (UPI PRESS: Bandung, 2006), h. 47.


(26)

6.

Gaya Bahasa

Gaya adalah cara pengarang menggunakan bahasa.23 Aminuddin menyatakan bahwa gaya bahasa mengandung pengertian keindahan dan keharmonisan bahasa yang digunakan pengarang dalam menyampaikan cerita sehingga mampu menuansakan makna, menyentuh daya intelektual, dan mampu menggugah emosi pembaca.24 Semi menyatakan bahwa gaya penceritaan adalah tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa yang menjadikan sastra hadir. Pada dasarnya karya sastra merupakan salah satu kegiatan pengarang yang membahas atau menuturkan sesuatu kepada orang lain.25

Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan-santun, dan menarik.26 Pada buku tentang pengajaran gaya bahasa ini, ada beberapa jenis gaya bahasa, diantaranya: majas hiperbola, personifikasi, dan klimaks. Majas hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya.27 Majas personifikasi ialah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak.28 Majas klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya.29

23

Wijaya Heru Santosa dan Sri Wahyuningtyas, Pengantar Apresiasi Prosa, (Yuma Pustaka: Surakarta, 2010), Cet. 1, h. 20.

24

Aminuddin, op. cit., h. 72.

25

Atar Semi, Anatomi Sastra, (tt.p.: Angkasa Raya, t.t.), h. 47.

26

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Angkasa: Bandung, 2009), h. 5

27

Ibid., h. 55

28

Ibid., h. 17

29


(27)

Beberapa pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian gaya bahasa atau majas adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Gaya bahasa merupakan ciri khas si pengarang dalam menggunakan bahasa yang dipakai pada sebuah karyanya untuk menyampaikan sebuah pesan kepada si pembaca.

C.

Pengertian Sosiologi Sastra

Wellek Warren mengungkapkan bahwa sastra adalah institusi sosial yang memakai medium bahasa. Teknik-teknik sastra tradisonal seperti simbolisme dan matra bersifat sosial karena merupakan konvensi dan norma masyarakat. Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan” sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga “meniru” alam dan dunia subjektif manusia. Penyair adalah warga masyarakat yang memiliki status khusus. Penelitian yang menyangkut sastra dan masyarakat biasanya terlalu sempit dan menyentuh permasalahan dari luar sastra. Sastra dikaitkan dengan situasi tertentu, atau dengan sistem politik, ekonomi, dan sosial tertentu. Penelitian dilakukan untuk menjabarkan pengaruh masyarakat terhadap sastra dan kedudukan sastra dalam masyarakat. 30

Sosiologi adalah telaah yang obyektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat; telaah tentang lembaga dan proses sosial. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan lain-lain—yang kesemuanya itu merupakan struktur sosial—kita mendapatkan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tentang mekanisme sosialisasi, proses pembudayaan yang menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-masing.31

Sosiologi dan sastra memiliki objek yang sama yaitu manusia dalam masyarakat. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan

30

Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, (PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 1993), h. 109

31

Sapardi Djoko Damono, Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas, (PPPB Depdikbud: Jakarta, 1978), h. 6


(28)

menghasilkan kebudayaan. Masyarakat juga merupakan kumpulan individu yang tinggal pada suatu wilayah. Sastra adalah lembaga sosial yang menampilkan gambaran kehidupan yang mencakup hubungan antarmasyarakat, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi di dalam batin seseorang. Selain itu pendekatan sosiologi ini pengertiannya mencakup berbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada sikap dan pandangan teoritis tertentu, namun semua pendekatan ini menunjukkan satu ciri kesamaan, yaitu mempunyai perhatian terhadap sastra sebagai institusi sosial yang diciptakan oleh sastrawan sebagai anggota masyarakat.

Menurut Silbermann ada lima penelitian sosiologi sastra, yaitu: (a) Penelitian tentang pengaruh seni terhadap kehidupan seorang manusia, (b) Penelitian tentang perkembangan dan kepelbagaian sikap dan obyek sosial melalui seni, (c) Penelitian tentang pengaruh dari seni terhadap pembentukan kelompok, konflik-konflik di dalamnya dan sebagainya, (d) Penelitian tentang pembentukan pertumbuhan dan hilangnya lembaga artistik sosial, (e) Penelitian tentang faktor-faktor dan bentuk-bentuk tipikal dari organisasi sosial yang mempengaruhi seni.32

Pendekatan terhadap sastra mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Sejauh mana sastra dianggap sebagai mencerminkan keadaan masyarakat. Dalam hubungan ini terutama harus mendapat perhatian adalah sifat seorang pengarang atau sastrawan sering mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya, sastra yang berusaha menampilkan keadaan masyarakat yang secermat-cermatnya mungkin sebagai cermin masyarakat. Demikian juga sebaliknya, karya sastra yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan masyarakat secara teliti barangkali masih dapat dipercaya sebagai bahan untuk mengetahui keadaan masyarakat. Pandangan sosial sastrawan harus mempertimbangkan apabila sastra akan dinilai sebagai cermin masyarakat.33

Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan ini oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Istilah itu pada

32

Umar Junus, Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar, (PT Gramedia: Jakarta, 1985), h. 84

33


(29)

dasarnya tidak berbeda pengertiannya dengan sosiosastra, pendekatan sosiologis atau pendekatan struktural terhadap sastra. Sosiologi sastra dalam pengertian ini mencakup berbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada sikap dan pandangan teoritis tertentu.34

Karya sastra diciptakan oleh seorang pengarang untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Pengarang adalah anggota masyarakat yang terikat dengan status sosial tertentu. Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium (alat): bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan itu sendiri sebagai suatu kenyataan sosial. Hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa sastra adalah lembaga sosial karena sastra menampilkan gambaran kehidupan.

Beberapa uraian di atas dapat disimpulkan masalah sosiologi sastra ada tiga hal yaitu:

1. Pengarang atau pencipta karya sastra dengan latar belakang kehidupannya dihubungkan dengan karya sastra yang dihasilkannya,

2. Karya sastra sebagai cermin masyarakat tempat karya sastra tersebut dihasilkan, jadi sebagai dokumen sosiobudaya,

3. Pembaca karya sastra, bagaimana pengaruh sebuah karya terhadap masyarakat pembacanya.

Pernyataan di atas sebenarnya juga menyiratkan bahwa seorang penyair pada hakikatnya adalah seorang anggota masyarakat. Oleh karena itu ia terikat oleh status sosial tertentu. Itulah sebabnya sastra dapat dipandang sebagai institusi sosial yang menggunakan sarana bahasa. Bahasa itu sendiri merupakan produk sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dari pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dengan orang termasuk penyair dengan antarmasyarakat, dan antar peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang.

34


(30)

D.

Nilai Sosial dalam Karya Sastra

Nilai sosial yaitu nilai-nilai yang terkait dengan norma atau aturan dalam kehidupan bermasyarakat dan berhubungan dengan orang lain misalnya, saling memberi tenggang rasa saling menghormati pendapat orang lain.

1.

Hakikat Nilai

Nilai merupakan satu prinsip umum yang menyediakan anggota masyarakat dengan satu ukuran atau standar untuk membuat penilaian dan pemilihan mengenai tindakan dan cita-cita tertentu. Nilai adalah konsep, suatu pembentukan mental yang dirumuskan dari tingkah laku manusia. Nilai adalah persepsi yang sangat penting, baik dan dihargai.35

Kata nilai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga

mempunyai arti sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Kata nilai diartikan sebagai harga, kadar, mutu, kualitas untuk mempunyai nilai.

Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Nilai sebagai kualitas yang independen akan memiliki ketetapan yaitu tidak berubah yang terjadi pada objek yang dikenai nilai. Persahabatan sebagai nilai (positif/ baik) tidak akan berubah esensinya manakala ada pengkhianatan antara dua yang bersahabat. Artinya nilai adalah suatu ketetapan yang ada bagaimanapun keadaan di sekitarnya berlangsung.

Penilaian dalam telaah sastra adalah penilaian yang didasarkan kriteria yang ada dan pembahasannya tidak dilandasi sikap apriori.36 Dengan demikian, hasil yang diberikan adalah hasil yang obyektif. Penilaian yang obyektif terhadap karya sastra itulah yang akan memacu pengarang untuk meningkatkan mutu karya sekaligus menumbuhkan kretivitasnya.

35

Mohamad Mustari, Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan Karakter, (LaksBang PRESSindo: Yogyakarta, 2011), h. xiv

36

Zainuddin Fananie, Telaah Sastra, (Muhammadiyah University Press: Surakarta, 2001), h. 70


(31)

Kesimpulan dari pendapat diatas, nilai merupakan sesuatu yang dianggap berharga, dipergunakan sebagai landasan, pedoman atau pegangan seseorang dalam menjalankan sesuatu sebagai pengukuran terhadap apa yang telah dikerjakan atau diusahakan. Sesuatu yang bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.

2.

Hakikat Sosial

Sepanjang hayat masih di kandung badan, kita tidak akan lepas dari masyarakat, mencari nafkah, serta menerima pengaruh dari lingkungan sosial yang disebut masyarakat.37 Setiap orang ada dalam konteks sosial yang disebut masyarakat, ia akan mengenal orang lain, dan paling utama mengenal diri sendiri selaku anggota masyarakat.

Menurut Paul Ernestbahwasosial lebih dari sekedar jumlah manusia secara individu karena mereka terlibat dalam berbagai kegiatan bersama. Sedangkan, menurut Peter Herman Sosial adalah sesuatu yang dipahami sebagai suatu perbedaan namun tetap merupakan sebagai satu kesatuan.38

Kata sosialisasi berasal dari kata sosial. Kata “sosial” digunakan

untuk menunjukan sifat dari makhluk yang bernama manusia. Sehinga munculah ungkapan “manusia adalah makhluq sosial. Ungkapan ini berarti bahwa mnusia harus hidup berkelompok atau bermasyarakat. Mereka tidak dapat hidup dengan baik kalau tidak berada dalam kelompok atau masyarakat.39 Dengan kata lain untuk hidup secara memadai dia harus berhubungan dengan orang lain. Masing-masing manusia (orang) saling membutuhkan pertolongan sesamanya.

Kesimpulan dari beberapa bendapat di atas, bahwa kata “sosial” tidak lepas dengan manusia dalam arti individu dan masyarakat dalam arti kelompok. Hidup dalam masyarakat yang bersosialisasi, mereka saling

37

Nursid Sumaatmadja, Manusia Dalam Konteks Sosial, Budaya, dan Lingkungan Hidup, (IKAPI: Bandung, 1996), h. 39

38

Carapedia, Pengertian dan Definisi Sosial Menurut Para Ahli, 2013, (http://Pengertian dan Definisi Sosial Menurut Para Ahli - Ilmu Pengetahuan - CARApedia.htm), diakses pada 19 September 2013.

39 “Pengertian S

osial”, 2013, (http://SOSIAL pengertian sosial.htm), diakses pada 19 September 2013.


(32)

membutuhkan satu sama lainnya. Manusia tidak akan bisa hidup sendiri, karena mereka saling membutuhkan pertolongan dengan masyarakat lainnya.

3.

Hakikat Nilai Sosial

Nilai sosial lebih ditekankan sebagai petunjuk arah demi tercapainya tujuan sosial masyarakat. Menurut Huky dalam Abdulsyani, ada beberapa fungsi umum nilai-nilai sosial, yaitu, pertama nilai sosial menyumbangkan seperangkat alat yang siap dipakai untuk menetapkan patokan sosial pribadi, grup atau kelompok. Kedua nilai sosial bisa mengarahkan atau membentuk cara berpikir dan bertingkah laku. Ketiga nilai sosial sebagai patokan bagi manusia dalam memenuhi peranan sosialnya. Keempat nilai sosial juga berfungsi sebagai pengawasan sosial, mendorong, menuntun, bahkan menekan manusia untuk berbuat baik. Kelima Nilai sosial berfungsi sebagai sikap solidaritas dikalangan masyarakat.40

Goldmann mendefenisikan novel sebagai cerita tentang suatu pencarian yang terdegradasi akan nilai-nilai yang otentik yang dilakukan oleh seorang hero yang problematik dalam sebuah dunia yang juga terdegradasi.41 Dapat diartikan bahwa maksud dari nilai-nilai yang otentik itu adalah totalitas kehidupan.

Nilai yang diacu dalam sastra adalah kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan seseorang. Hal ini berarti bahwa dengan adanya berbagai wawasan yang dikandung dalam karya sastra khususnya novel akan mengandung berbagai macam nilai kehidupan yang akan sangat bermanfaat bagi pembaca. Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat.

40 Wahyu Saputra, “ Nilai

-Nilai Sosial Dalam Novel Bukan Pasar Malam Karya Pramoedya Ananta Toer”, Skripsi pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri Padang, Padang, 2012, h. 410, tidak dipublikasikan.

41

Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik sampai Post-modernisme, (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2012), h. 91


(33)

Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas, dalam sebuah karya sastra pasti terkandung nilai-nilai kehidupan yang berlaku pada masyarakat di mana karya sastra tersebut diciptakan. Nilai-nilai tersebut menggambarkan norma, tradisi, aturan, dan kepercayaan yang dianut atau dilakukan pada suatu masyarakat. Nilai-nilai sosial mengacu pada hubungan individu dengan individu yang lain dalam sebuah masyarakat. Bagaimana seseorang harus bersikap, bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah, dan menghadapi situasi tertentu juga termasuk dalam nilai sosial. Dalam masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam coraknya, pengendalian diri adalah sesuatu yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan masyarakat.

4.

Macam-Macam Nilai Sosial

Ada beberapa macam nilai sosial dalam masyarakat yang berfungsi sebagai sarana pengendalian dalam kehidupan bersama. Nilai tersebut sebagai nilai yang bersifat umum berlaku pada semua masyarakat. Adapun nilai sosial yang dimaksud, diantaranya:

a. Agama

Nilai sosial yang terkait dengan agama adalah tindakan-tindakan sosial yang terkait dengan tuntunan ajaran agama yang ada. Apakah seseorang menjalankan kewajiban agama secara benar dan baik ataukah ia tidak menjalan kewajiban keagamaannya secara baik.

b. Musyawarah

Musyawarah adalah proses pembahasan suatu persoalan dengan maksud mencapai keputusan bersama. Mufakat adalah kesepakatan yang dihasilkan setelah melakukan proses pembahasan dan perundingan bersama. Jadi musyawarah mufakat


(34)

merupakan proses membahas persoalan secara bersama demi mencapai kesepakatan bersama.42

c. Gotong-royong

Gotong royong dapat diartikan sebagai aktivitas sosial, namun yang paling penting dalam memaknainya adalah menjadikannya filosofi dalam hidup yang menjadikan kehidupan bersama sebagai aspek yang paling penting.43

d. Tolong-menolong

Tolong menolong merupakan kewajiban bagi setiap manusia, dengan tolong menolong dapat membantu orang lain dan jika kita perlu bantuan tentunya orangpun akan menolong. Dengan tolong menolong dapat membina hubungan baik dengan semua orang. Tolong menolong dapat memupuk rasa kasih sayang antar tetangga, antar teman, antar rekan kerja. Singkat kata tolong menolong adalah sifat hidup bagi setiap orang.

e. Saling memaafkan

Memohon dan memberi maaf dengan tulus sejatinya memiliki makna yang dalam, dengan saling memaafkan maka tidak ada lagi rasa dendam, sakit hati, marah dan sebagainya, yang ada adalah rasa suka cita penuh kebahagiaan dalam ketulusan cinta kasih, tidak ada lagi batas pemisah semua menyatu sebagai sesama manusia ciptaan Tuhan.

f. Kasih sayang

Rasa kasih sayang adalah rasa yang timbul dalam diri hati yang tulus untuk mencintai, menyayangi, serta memberikan kebahagian kepada orang lain , atau siapapun yang dicintainya. Kasih sayang diungkapkan bukan hanya kepada kekasih tetapi

42

Anonim, “musyawarah” di dalam http://cindycindyaritonang. Blogspot. com/2012/01/ pengertian - musyawarah.html (diunduh pada Minggu, 29 Juni 2014 pkl 20:00 WIB)

43 Anonim, “Gotong

-royong” di dalam


(35)

kasih kepada Allah, orang tua, keluarga, teman, serta makhluk lain yang hidup dibumi ini.44

g. Tanggung Jawab

Tanggung jawab dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan dimana wajib menanggung segala sesuatu, sehingga berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya.

E.

Hakikat Pembelajaran Sastra

Pembelajaran sastra merupakan bagian dari pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang diberikan di sekolah formal.

“Belajar sastra pada dasarnya adalah belajar bahasa dalam praktek”. Belajar sastra harus selalu berpangkal pada realisasi bahwa setiap karya pada pokoknya merupakan kumpulan kata yang bagi siswa harus diteliti, ditelusuri, dianalisis, dan diintegrasikan.45 Sebagai sarana pendidikan, sastra memberi pelajaran tentang arti hidup bagi diri sendiri dan orang lain (humanitas). Sastra sebagai sarana pendidikan informal memberikan pengayaan tentang bagaimana memanfaatkan hidup tanpa menyia-nyiakannya.46 Sastra memperkaya kehidupan dan pengalaman kita di dalam usaha hidup bermasyarakat dalam hubungan sosial dengan orang lain dari berbagai tingkat dan status. Sastra bisa menjadi sarana pendidikan informal jika kita menganggapnya serius, bukan sekedar sarana pengisi waktu luang tetapi sarana pendidikan yang membawa melihat jauh ke masa depan.

Sastra mampu memberikan manfaat lebih ketika kita mampu dari sekedar menjadi pembaca. Pembelajaran sastra akan memberikan dasar atau kriteria untuk dijadikan pegangan penilaian, di samping uraian-uraian mengenai nilai dalam karya yang sedang ditelaah.

Dalam pembelajaran sastra, guru harus memperhatikan prinsip pembelajaran sastra. Mengenai hal ini dalam bukunya Djago Tarigan mengungkapkan: pertama

44 Anonim, “Kasih sayang” di dalam

http://bima-san.blogspot.com/2013/10/pengertian-kasih-sayang.html (diunduh pada Minggu, 29 Juni 2014 pkl 21:00 WIB)

45

B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Kanisius: Yogyakarta, 1988), h. 38

46

Nico A. Likumahua, Sastra Suatu Sarana Pendidikan Informal, (WS Press: Salatiga, 2001), h. 9


(36)

pembelajaran apresiasi sastra berfungsi meningkatkan kepekaan rasa pada budaya bangsa, khususnya bidang kesenian. Kedua pembelajaran apresiasi sastra memberikan kepuasan batin dan pengayaan pada karya estesis melalui bahasa. Ketiga Pembelajaran apreasiasi sastra bukan pengajaran tentang sejarah, aliran, dan teori tentang sastra. keempat Pembelajaran apresiasi sastra adalah pembelajaran untuk memahami nilai kemanusiaan dari karya sastra tersebut.47

Pembelajaran sastra tidak hanya menggali unsur-unsur intrinsik atau ekstrinsik saja tapi juga dapat digali berbagai pelajaran hidup dari karya sastra yang disampaikan pengarang melalui caranya yang khas. Cara penyampaian inilah yang membuat pengarang berbeda dengan penceramah. Konsekuensi model pembelajaran seperti itu, menuntut guru pandai melakukan pilihan atas karya-karya yang baik dan bermutu. Oleh karena itu, setiap guru atau calon guru bahasa dan sastra Indonesia wajib menyukai sastra dan membaca banyak karya sastra.

Dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran sastra adalah untuk mengapresiasikan karya sastra dan memanfaatkan nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra tersebut.

F.

Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan ini disebut juga sebagai tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang penelitian sebelumnya yang telah dilakukan. Kajian terhadap hasil penelitian sebelumnya ini hanya akan dipaparkan beberapa penelitian sejenis yang berkaitan dengan permasalahan nilai-nilai sosial.

“Gaya Bahasa Kias dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari” oleh Verri Yuliyanto, mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 2012. Tujuan kajian ini mendeskripsikan jenis dan ciri gaya bahasa kias yang digunakan pada novel Kubah karya Ahmad Tohari dan mendeskripsikan kekuatan gaya bahasa kias dalam membangun tokoh, watak, penokohan, latar, dan amanat pada novel Kubah karya Ahmad Tohari. Kajian ini

47


(37)

menghasilkan 12 jenis dan ciri gaya bahasa kias yang terdapat dalam novel Kubah

karya Ahmad Tohari.48

Selanjutnya, tesis berjudul “Analisis Struktur dan Religiusitas dalam Novel

Kubah Karya Ahmad Tohari”oleh Shinta Dewi, mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya 2011. Tesis dengan judul ”Analisis Struktur dan Religiusitas dalam Novel Kubah

Karya Ahmad Tohari” berisi analisis tentang unsur intrinsik yang membangun jalannya cerita, serta analisis tentang religiusitas yang terkandung di dalamnya. Sebelum melakukan analisis terhadap religiusitas, terlebih dahulu penulis menganalisis unsur intrinsik berupa tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latar dan pelataran, serta tema dan amanat pada novel Kubah dengan menggunakan metode struktural. Untuk melakukan analisis terhadap religiusitas dalam novel Kubah, penulis tidak menggunakan metode khusus. Hanya dengan pemahaman mendalam tentang analisis unsur intrinsik yang telah dilakukan. Hasil analisis novel Kubah yang penulis dapatkan adalah novel Kubah sarat dengan ajaran agama Islam, baik ajaran tentang ketakwaan ataupun keimanan. Selain itu novel Kubah juga mengajarkan betapa pentingnya saling memaafkan terhadap kesalahan orang lain agar tercipta rasa solidaritas yang tinggi. Seperti halnya sikap pemaaf warga masyarakat Pegaten ketika menerima kehadiran Karman dari pengasingan. Masyarakat Pegaten sama sekali tidak menyimpan rasa dendam terhadap Karman dan kesalahannya pada masa lalu.49

Selanjutnya, skripsi berjudul “Analisis Pesan Moral dalam Novel Kubah

karya Ahmad Tohari dan Aspek Pembelajarannya di SMP” oleh Sri Budi, mahasiswa Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah, Universitas Pancasakti Tegal 2011. Penelitian ini akan membahas pesan moral yang terdapat dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari, dengan rumusan masalah; Bagaimana pesan moral yang terkandung dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari? Tujuannya Mendeskripsikan pesan moral yang terkandung dalam novel Kubah

48

Verri Yuliyanto, Gaya Bahasa Kias Dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari, Skripsi pada Universitas Negeri Malang, Malang, 2012, tidak dipublikasikan.

49

Shinta Dewi, ANALISIS STRUKTUR DAN RELIGIUSITAS DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI, pada tesis Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Semarang, 2011, tidak dipublikasikan.


(38)

karya Ahmad Tohari, dengan metode yang dipakai adalah penelitian kualitatif. Penelitian sastra dengan pendekatan struktural semiotik sesungguhnya dikarenakan bahwa karya sastra itu merupakan struktur tanda-tanda yang bemakna tanpa memperhatikan struktur karya sastra atau novel, tanda maka sulit dimengerti maknanya secara optimal. Berdasarkan analisis yang penulis lakukan, pesan moral dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari tidak lepas dari telaah heuristik untuk analisis awal dan dengan analisis hermeneutik untuk analisis lanjutan.50

Selanjutnya, tesis berjudul “Aspek Kejiwaan dan Nilai Pendidikan dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari (Pendekatan Psikologi Sastra dan Nilai Pendidikan)” oleh M. Riyanton, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Solo, 2013. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan proses kreatif penulisan novel Kubah (2) mendeskripsikan struktur novel Kubah karya Ahmad Tohari, meliputi: tema, penokohan dan perwatakan, latar, alur (3) mendeskripsikan aspek kejiwaan yang terkandung dalam novel Kubah (4) mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Kubah. Bentuk penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan menggunakan metode content analysis.Sumber data penelitian ini adalah: (1) teks, yaitu novel Kubah (2) informan, yaitu Ahmad Tohari pengarang novel

Kubah, (3) buku-buku referensi yang relevan. Penelitian ini mendapatkan simpulan bahwa (1) latar belakang pengarang dalam penciptaan novel sangat menentukan hasil karyanya dalam hal ini keadaan sekitar yang mempengaruhi proses kreatif novel Kubah (2) struktur meliputi tema, penokohan dan perwatakan, latar, alur (3) aspek kejiwaan, meliputi: perasaan dan emosi, konflik, persepsi, sikap, dan respons (3) Nilai-nilai pendidikan dalam novel Kubah adalah pendidikan agama, moral, dan sosial budaya.51

Penelitian sebelumnya membicarakan tentang analisis unsur intrinsik secara umum maupun secara khusus serta nilai yang terkandung dalam novel

50

Sri Budi, Analisis Pesan Moral dalam Novel Kubah karya Ahmad Tohari dan Aspek Pembelajarannya di SMP, pada skripsi Universitas Pancasakti Tegal , Tegal, 2011, tidak dipublikasikan.

51

M. Riyanto, Aspek Kejiwaan dan Nilai Pendidikan dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari (Pendekatan Psikologi Sastra dan Nilai Pendidikan), 2013 (http://Program Pascasarjana UNS Solo.htm)


(39)

Kubah terutama nilai pendidikan, nilai religius, dan aspek kejiwaan dalam novel

Kubah. Sedangkan, penelitian saya ini mengangkat nilai sosial yang terkandung dalam novel Kubah melalui pendekatan Sosiologi Sastra.


(40)

30

A.

Biografi Ahmad Tohari

Ahmad Tohari lahir di Desa Tinggarjaya Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pada 13 Juni 1948. Ia terlahir dari kalangan keluarga yang beragama Islam. Setelah tamat SMA tahun 1967, ia meneruskan kuliah di Fakultas Kedokteran Yarsi Jakarta. Kemudian, tahun 1970 ia menikah dan bekerja di BNI 46 Jakarta, kemudian pindah ke surat kabar harian merdeka, dan timbul perasaan jemu, maka kembalilah ia ke Banyumas mengikuti kuliah di Fakultas Ekonomi UNSUD Purwokerto, lantas pindah lagi ke Fakultas Sospol. Akan tetapi, ia merasa bosan juga dan akhirnya keluar, kemudian ia memilih mengasuh sebuah pesantren di Tinggarjaya, dan kini pindah lagi ke Jakarta, turut mengasuh majalah

amanah.1 Ia pun pernah mengikuti International Writing Progam di Iowa City, Amerika Serikat (1990).2

Ahmad Tohari merasa bahagia, dua buah karyanya yang berjudul Kubah

dan Ronggeng Dukuh Paruk mendapat tawaran dari Mr. Juji Imura, untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang. Juji Imura adalah direktur Imura Cultural Interprice, sebuah badan penerbitan yang berdomisili di Tokyo Jepang. Sebelum tawaran itu datang, novel Ronggeng Dukuh Paruk pernah diresensi oleh sebuah majalah Belanda. Resensi itu ditulis oleh H. I. Maier yakni salah seorang pengamat sastra Indonesia di Negara Kincir Angin menyimpulkan Ronggeng Dukuh Paruk adalah novel yang bertema manusiawi dan universal. Kemungkinan alasan seperti itulah yang mendorong orang Jepang untuk menerjemahkan karyanya. Novel Kubah diterbitkan dalam bentuk buku pada tahun 1981, oleh PT. Dunia Pustaka Jaya, dan pada tahun itu juga buku ini terpilih sebagai novel terbaik oleh Yayasan Buku Utama.3

1

Anonim, Ahmad Tohari Ronggeng Dukuh Paruk, (Eksponen: Jakarta, 1986), h. 8

2

Yudiono K. S, op, cit., h. 1—2

3


(41)

Dick Hartoko mengatakan, bahwa Ahmad Tohari memiliki tiga ciri: pertama, dia orang Jawa, selain itu ia merupakan sastrawan santri. Kedua, dia amat dekat dengan alam desa, dan lahir dari pengamatan dan pengalaman sekelilingnya. Ketiga, alam baginya merupakan guru yang arif dan bijaksana.4

Ahmad Tohari sebagai sastrawan santri, memang teramat setia pada dunianya. Meski sudah bekerja cukup mapan sebagai redaktur di majalah Amanah Jakarta, tetapi pada 1992 ia tinggalkan. Ia kembali ke kampung desa Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah, semata-mata supaya bisa secara total menulis.5

Proses menulis Ahmad Tohari adalah sebuah ketidaksengajaan. Ahmad Tohari mengatakan bahwa terpeleset menjadi seorang penulis, karena ia kehabisan biaya untuk melanjutkan kuliahnya di Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi, Jakarta. Tak lebih dua tahun sejak 1968 hingga 1970 ia merangkai keinginan menjadi seorang dokter, akan tetapi kendala ekonomi tak mewujudkan keinginan itu. Pada saat dalam keterdesakan ekonomi itu Ahmad Tohari sadar bila ia memiliki kemampuan menulis yang kelak bisa menjadi tumpuan hidupnya, maka mulailah merangkai berbagai tulisan berbentuk cerita pendek dan esai. Semua tulisan yang lahir dari tangannya, ia selalu menyisakan jejak. Ia selalu menyisipkan sebuah renungan moral untuk pembacanya.6

Sastrawan kelahiran 13 Juni 1948 ini, telah memilih kampung (kelahirannya) sebagai tempat menciptakan karya-karyanya. Ia memang selalu saja merasa sulit untuk menulis karya-karya kreatif dengan suasana kota. Maka, tidak mengherankan kalau hampir semua novel-novelnya berbicara tentang desa dan tentang orang-orang yang seperti belum terjamah modernisme. Kekuatan karya-karyanya ialah tentang deskripsi latar (pedesaan) tempat bermain tokoh-tokohnya.7

4

Anonim, Ahmad Tohari Ronggeng Dukuh Paruk, (Eksponen: Jakarta, 1986), h. 8

5

Anonim, Sang ‘Punokawan’ yang Holistik dari Tinggarjaya, (Media Indonesia: Jakarta, 1994), h. 4.

6

Anonim, “Ahmad Tohari Menatap Kota dengan Kacamata Wong Cilik”, (Mingguan Koran Tempo: Jakarta, 2002), h. 8

7


(42)

Ahmad Tohari tidak dikenal sebagai pengarang yang karya-karyanya sudah mendunia, tetapi tetap saja dikenal sebagai seorang santri atau wartawan dengan kehidupan sehari-hari yang sederhana. Ternyata pandangan masyarakat seperti itu justru menguntungkan keberadaan dirinya, sebab kehidupan sehari-hari menjadi tetap lugas dan berjalan sebagaimana adanya, meskipun kadang-kadang dirasakan menghambat kesempatannya mengarang. Hambatan non teknis itu berkaitan dengan kesibukannya sebagai seorang warga masyarakat yang tidak terlepas dari kewajiban-kewajiban sosial. 8 Ahmad Tohari menikah 1970 dengan gadis idamannya Siti Syamsiah. Dia sekarang dikarunia lima orang anak dari hasil perkawinannya itu. Selain menulis novel dan cerpen, Ahmad Tohari juga menulis kolom tetap di majalah Panji Masyarakat Jakarta.

Nama Ahmad Tohari dalam peta sastra Indonesia modern bukan lagi sebuah nama yang asing dan baru. Bahkan, ia seakan telah menjadi “cap” tersendiri bagi tema-tema yang berlatar pedesaan serta segala kompleksitas sosialnya.9 “Kalem dan bersahaja”, seperti kalimat-kalimat pendek dalam karya-karyanya adalah cermin diri Ahmad Tohari. Ia orang yang tidak munafik. Kendati dididik dalam lingkungan Islam yang ketat, ayahnya seorang kyai, ayah lima anak itu kenal betul kehidupan ronggeng yang bisa dikatakan menganut paham seks bebas, namun, yang menurun kepada dirinya adalah keronggengannya.10

Sebagai pengarang berlatar Jawa, dengan pemahaman dan penghayatannya sebagai bagian dari kesadarannya. Kenyataan seperti ini sama dengan apa yang dialami YB Mangunwijaya, Umar Kayam, dan Linus Suryadi Ag. yang hidup dalam konteks budaya yang sama dipahami dan dihayatinya. Ahmad Tohari mengatakan bahwa Jawa sebagai subsistem budaya nasional, relatif lebih kaya dan mapan dibandingkan dengan sub budaya lainnya.11

1.

Karya Ahmad Tohari

Berikut ini merupakan karya-karya Ahmad Tohari:

8

Yudiono K. S, op. cit., h. 8

9

Syahrial, Resensi Potret-Potret Ahmad, (Jakarta, 1989), h. 17

10

Anonim, Ahmad Tohari: Memangku Ronggeng, (Majalah Editor: jakarta, 1989).

11

Anonim, Gugatan Gaya Jawa Lebih Arif untuk Zaman Sekarang, (Suara Pembaruan: Jakarta, 1988), h. 8.


(43)

a. Novel-novel berwarna geger polotik 1965 (Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, Jantera Bianglala, Kubah, Lingkar Tanah Lingkar Air),

b. Novel-novel berwarna korupsi sebagai dampak pembangunan (Di Kaki Bukit Cibalak, Berkisar Merah, Belantik, Orang-Orang Proyek), dan c. Cerpen-cerpen berwarna pelangi kehidupan sosial yang terkumpul dalam

Senyum Karyamin dan Nyanyian Malam.12

2.

Penghargaan yang Pernah Diraih

Berikut ini merupakan beberapa karya Ahmad Tohari yang telah mendapat penghargaan:

a. Karya-karya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa lain yaitu

Ronggeng Dukuh Paruk dan Kubah akan diterbitkan dalam bahasa Jepang oleh Imura Cultural Co. Ltd, Tokyo, Jepang.

b. Karya-karya yang pernah disiarkan melalui radio dan televisi yaitu

Ronggeng Dukuh Paruk yang difilmkan oleh PT Gramedia dengan judul

Darah Mahkota Ronggeng, 1983.

c. Hadiah harapan Sayembara Cerpen Xincir Emas Radio Nederland, untuk cerpen Jasa-jasa Buat Sanwirya, 1977.

d. Hadiah harapan lomba novel DKJ, untuk novel Di Kaki Bukit Cibalak.13

e. Pada tahun 1995 menerima Hadiah Sastra ASEAN.14

B.

Data Novel

Kubah

Kubah adalah salah satu novel karya Ahmad Tohari yang diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Pustaka Jaya, Jakarta, tahun 1981.15 Novel ini pernah mendapatkan penghargaan dari Yayasan Buku Utama tahun 1981, serta telah diterbitkan dalam edisi bahasa Jepang. Novel Kubah diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama di Jakarta bulan Juni 1995 berisi 192 halaman. Kemudian novel

12

Yudiono K.S., op. cit., h. 176

13

Anonim, Achmad Tohari Novelis dari Desa Tinggarjaya, (Yudha Minggu: Jakarta, 1984), h. 4.

14

Yudiono K. S., op. cit., h. 2.

15


(44)

ini mengalami cetak ulang pada tahun 2001 diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama berukuran 11 x 18 cm dengan ketebalan 190 halaman.16

Novel ini menceritakan seorang pemuda yang bergaul dengan orang-orang PKI, sehingga dia terhasut PKI. Latar tempat cerita ini tidak begitu jelas, namun terjadi di Indonesia pada masa pergolakan paham komunis pada tahun 1960-an. Tetapi dari nama-nama tokoh dalam novel ini diperkirakan latar tempat novel ini adalah suatu tempat di Jawa.

Novel Kubah memiliki alur sorot balik atau flash back. Ceritanya diawali konflik batin Karman yang sudah meninggi, yakni bebasnya Karman dari penjara Pulau B. Kemudian, diceritakan dengan runtut progesif-kronologis. Dalam novel

Kubah teknik pembalikan cerita dilakukan Karman dengan cara tokoh merenungkan kembali masa lalunya.

C.

Sinopsis Novel

Kubah

Karman yang lahir di Desa Pegaten tahun 1935, sejak usia 12 tahun sudah ditinggal ayahnya, Pak Mantri. Mulai saat itulah, ia bersama ibu dan adik perempuan satu-satunya hidup dalam keadaan sengsara. Sebenarnya, Pak Mantri sendiri termasuk seorang Priyayi. Hanya ketika pada zaman Jepang, banyak orang kelaparan dan cuma makan ubi atau bongkol pisang, Pak Mantri merasa tidak layak menerima nasib seperti itu. Ia lebih suka menukar sawahnya dengan padi Haji Bakir, Hingga sawah Pak Mantri tak tersisa.

Memasuki zaman perang kemerdekaan, sikap kepriyayian Pak Mantri tetap tak berubah. Maka ia memilih jadi recomba daripada ikut perang Gerilya. Di luar dugaan, ia malah ditangkap para pemuda pejuang. Bagi Karman, inilah awal kehidupan yang penuh derita. Ia mulai ikut membantu ibunya mencari singkong atau ubi, hanya agar keluarganya dapat mengisi perut.

Melihat kehidupan Karman ini, Haji Bakir merasa kasihan. Karena pemuda itu sangat rajin dan jujur, taat beragama, dan saleh, haji Bakir dan istrinya sangat menyayanginya dan menganggapnya seperti anak mereka sendiri. Bahkan, mereka myekolahkan Karman di sekolah rakyat.

16


(45)

Setamat dari sekolah rendah, Karman melanjutkan sekolahnya ke SMP atas biaya pamannya. Hasyim seorang mantan tentara Hisbullah. Namun, setamat dari SMP, ia tidak melanjutkan sekolahnya karena tidak mempunyai biaya. Sejak saat itu, dia hanya menganggur saja. Dalam keadaan menganggur itulah ia bertemu dengan Triman, seorang kader PKI yang menawarkan pekerjaan kepadanya.

Pada suatu hari Karman bermaksud melamar Rifah. Namun, lamarannya ditolak oleh haji Bakir. Sebenarnya, penolakan lamaran Karman bukan karena haji Bakir membenci pemuda itu, melainkan karena Rifah telah dilamar oleh Abdul Rahman, seorang saudagar mutiara dari Pakistan. Karman merasa kecewa karena lamarannya ditolak. Berkat hasutan Triman dan Margo, pemuda itu menjadi benci terhadap keluarga haji Bakir.

Setelah penolakan itu, Karman menjadi frustasi. Dalam keadaan demikian, Triman dan Margo dengan mudah dapat memasukkan ajaran-ajaran komunis pada dirinya. Hubungannya dengan orang-orang PKI semakin akrab. Akibat keakrabannya dengan orang-orang PKI, Karman mulai dijauhi oleh orang-orang yang sebelumnya mencintainya. Haji Bakir pun mulai menjauhinya karena ia sangat anti terhadap PKI. Itulah sebabnya, ketika Karman melamar Rifah untuk kedua kalinya, setelah suami Rifah meninggal dunia akibat kecelakaan, Haji Bakir menolaknya. Orang tua itu menolak lamaran Karman karena ia membenci tingkah lakunya yang telah berubah dari pemuda yang sopan santun dan taat beragama, menjadi orang yang meninggalkan ajaran agama, angkuh, dan sombong. Ia tidak ingin melihat anaknya menikah dengan orang yang berpaham komunis.

Ketika ia bertemu dengan Marni, seorang gadis yang sangat mirip dengan Rifah, sikap Karman berbalik. Hubungan keduanya semakin akrab dan akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Dari pernikahan mereka, lahir anak perempuan bernama Tini. Kebahagiaan rumah tangga Karman tidak berlangsung lama. Akibat kegagalan Partindo dalam mendukung usaha PKI untuk mengambil alih kekuasaan negara, Karman dikejar-kejar pemerintah. Beberapa temannya, seperti Triman dan Margo ditangkap dan dihukum mati. Karman berhasil melarikan diri, namun tak lama kemudian, ia pun tertangkap. Ia tidak dihukum


(46)

mati, melainkan diasingkan disebuah penjara terpencil di Pulau Buru. Selama menjalani hukuman di Pulau Buru, Karman mulai menyadari perbuatannya yang salah. Dalam dirinya timbul penyesalan yang amat dalam. Timbulnya kesadaran dalam dirinya juga berkat usaha yang tak kenal lelah dari Kapten Somad. Seorang sipir penjara Pulau Buru, yang banyak memberikan bimbingan rohani kepada Karman.

Dengan kesadaran penuh, bekas kader PKI itu datang ke desanya. Sementara masyarakat desa Pegaten menerimanya dengan ikhlas tanpa sedikitpun dendam. Penerimaan itu makin nyata ketika Tini (anaknya) menikah dengan Jabir (anak Rifah) yang tak lain adalah cucu Haji Bakir. Kemudian, kesadaran dan tekad Karman bertobat diwujudkan dengan dipersembahkannya sebuah kubah untuk Masjid di desa itu. Karman telah bertobat dan masyarakat menerimanya dengan sadar.


(47)

37

A.

Analisis Unsur Intrinsik dalam Novel

Kubah

Karya Ahmad

Tohari

Di bawah ini akan dipaparkan struktur novel Kubah karya Ahmad Tohari yang terdiri atas tema, tokoh, alur, latar (setting), sudut pandang, dan gaya bahasa.

1. Tema

Pada analisis ini, dapat berangkat dari tema yang merupakan ide dasar sebuah cerita. Tema merupakan sesuatu unsur penting dalam suatu cerita karena tema merupakan inti cerita yang mendasari suatu cerita. Bertolak dari inti cerita, pengarang akan mengembangkan cerita menjadi suatu bentuk yang lebih luas.1Tema yang diangkat dari novel ini adalah insyafnya seorang ekstapol setelah mengalami berbagai gejolak kehidupan. Dilihat dari tema yang diangkat, isi cerita ini menggambarkan tokoh utama yang taat beragama hingga terjerumus ke dalam politik dan diakhiri dengan sebuah penyesalan.

Tema ini menonjol ketika peristiwa bertemunya Karman dengan Kastagethek di Kali Sikura. Pertemuan inilah merupakan awal kesadaran Karman dalam kesalahannya terjerumus ke dalam politik. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut:

Dalam kesadaran ketika bayangan regu tembak sudah muncul di depan mata, Karman merasa sangat iri terhadap Kastagethek dengan segala perilakunya yang amat tenang, mengalir, dan pasrah. Karman dapat memastikan bahwa ketenangan hidup Kastagethek berkaitan dengan shalatnya, dengan zikirnya, dengan tasbihnya. “Ah, ketiga ritus itu telah lama kuingkari dan kucampakkan.2 Dari kutipan diatas tergambar bagaimana Karman menyadari bahwa politik telah menjauhkan dirinya kepada tiga hal yang selama ini

1

Sri Widati Pradopo, dkk, op. cit., h. 42.

2


(48)

ditinggalkannya, ketiga hal tersebut yaitu shalat, zikir, dan tasbih. Ketiga hal ini menurut Karman merupakan paket sebagai pegangan hidup dalam menjalani kehidupan yang tenang, mengalir, dan pasrah. Ia menyadari hidupnya yang kini berantakan, karena meninggalkan ketiga hal tersebut.

Selain itu, tema ini dapat dibuktikan pula pada syair yang dilantunkan Kastagethek, syair tersebut mengingatkan Karman pada masa kecil sering melantunkan syair tersebut. Syair ini berjudul Sangkan-paraning dumadi; dari mana dan mau ke mana segala keterjadian.

Aku mbiyen ora ana Saiki dadi ana

Mbesuk maneh ora ana

Padha bali marang rahmatullah

Dulu aku tiada Kini aku meng-ada Kelak aku lagi tiada Kembali ke rahmat ilahi3

Syair di atas menggambarkan pertobatan Karman dalam agamanya. Syair yang sering dilantunkan ketika ia bersama anak-anak kecil lainnya di serambi masjid Haji Bakir. Syair ini merupakan peringatan bagi umatNya bahwa sebagai manusia yang hidup di dunia akan kembali kepada asal-usul mereka diciptakan.

Setelah analisis tema, peneliti akan menganalisis alur yang terdapat dalam novel Kubah.

2. Alur

Alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Ada beberapa tahapan-tahapan peristiwa dalam suatu cerita. Tahapan-tahapan peristiwa tersebut antara lain: pengenalan, konflik, klimaks, penyelesaian.4

3

Ibid., h. 152

4


(49)

klimaks

konflik leraian

pengenalan penyelesaian

Alur dalam novel Kubah ini merupakan alur campuran, karena kisah awal menceritakan kebebasan tokoh Karman, kemudian mengisahkan kembali ke masa lalu sejak ia kecil sampai saat ia terjerumus ke dalam anggota PKI, dan berakhir pada kisah setelah ia diterima kembali oleh masyarakat Pegaten serta dipercaya dalam pembuatan kubah masjid. Berikut ini pemaparan alur dalam novel Kubah:

a. Tahap Pengenalan

Pada awal kisah ini pengarang mulai melukiskan suatu keadaan. Kisah ini berawal dari kebebasan tokoh Karman dari Markas Komando Distrik Militer (tempat Karman ditahan), hatinya bergetar-getar karena menerima surat pembebasan dirinya. Hal dapat dilihat dari kutipan berikut:

Dia tampak amat canggung dan gamang. Gerak -geriknya serba kikuk sehingga mengundang rasa kasihan. Kepada Komandan, Karman membungkuk berlebihan. Kemudian dia mundur beberapa langkah, lalu berbalik. Kertas -kertas itu dipegangnya dengan hati-hati, tetapi tangannya bergetar. Karman merasa yakin seluruh dirinya ikut terlipat bersama surat-surat tanda pembebasannya itu. Bahkan pada saat itu Karman merasa totalitas dirinya tidak semahal apa yang kini berada dalam genggamannya.5

Kutipan di atas merupakan gambaran keadaan dan perasaan si Karman yang bertahun-tahun dalam penjaran serta pada akhirnya ia bebas dari tahanan tersebut. Kebebasan ini masih dibingungkan oleh Karman, ia masih tak percaya kertas yang berada digenggamannya itu sebagai tanda kebebasannya. Kutipan ini pula merupakan narasi yang diluncurkan oleh si pengarang sebagai kisah awal karyanya. Hal ini dapat dilihat pada episode pertama halaman tujuh sampai halaman delapan belas.

5


(50)

b. Tahap Pemunculan Konflik

Tahap pemunculan konflik dalam novel ini menggambarkan keraguan tokoh Karman ketika hendak pulang untuk menikmati kebebasannya setelah sekian lama berada dalam pengasingan di Pulau B (Buru). Dia ragu untuk pulang karena khawatir akan dicibir dan dibenci orang-orang sedesanya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

Setelah berhasil mengedepankan gejolak perasaannya, Karman sadar bahwa dirinya sedang berada dalam perjalanan pulang yang panjang dari Pulau B. Pulang? Tanya Karman berkali-kali kepada dirinya sendiri. Pulang ke mana? Aku memang lahir di sana, di Pagetan. Di sana aku dibesarkan dan di sana aku pernah punya rumah, istri dan anak. Namun masih adakah semua itu? Dan, apakah kampungku, terutama orang-orang, mau menerima aku kembali? Sebuah letupan kekuatan tiba-tiba mengoyahkan hatinya.6

Keraguan dan kekhawatiran Karman dapat dimengerti, karena Karman sadar akan statusnya sebagai bekas tahanan politik yang baru saja dibebaskan dari Pulau B. Semua orang tahu bahwa Pulau B adalah tempat pengasingan para tahanan politik (orang-orang PKI), sehingga wajar kalau Karman punya kekhawatiran dirinya tidak akan diterima oleh orang-orang di desanya. Di tambah lagi istrinya yang sangat dicintainya sudah tidak bisa hidup bersama lagi karena sudah jadi istri orang. Karman teringat kembali kenangan ketika dia harus merelakan istrinya, Marni, untuk menikah dengan Parta, lelaki teman sekampung, sedangkan waktu itu dia sendiri masih berada di pengasingan.

Meskipun diberi hak untuk kembali ke tengah pergaulan masyarakat, Karman sulit menghapus kekhawatirannya akan ditolak, dibenci, dan dikucilkan oleh masyarakat yang dahulu pernah dirongrongnya sendiri. Akan tetapi, tidak ada jalan lain kecuali harus melangkah pulang ke desanya, Pegaten. Kemudian dia memutuskan ke rumah Gono, saudara sepupunya yang tidak jauh dari pusat kota. Sambutan Bu Gono yang tulus merupakan isyarat awal tentang keikhlasan

6


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

BIOGRAFI PENULIS

Siti Humaeroh Miladiyah, atau biasa dipanggil Mila. Dia adalah anak pertama dari tiga bersaudara, lahir di Tangerang, 29 September 1990 dari pasangan Bapak Nasruddin dan Ibu Sopiah. Gadis berzodiak Libra ini menuntaskan pendidikan dasarnya di SDN Priyang II Tangerang, lalu melanjutkan sekolahnya di Mts. Raudlatu Irfan, Tangerang. Kemudian melanjutkan ke MA Daarut Tafsir, Bogor. Setelah itu melanjutkan jenjang pendidikan S1 di salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia yaitu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2009. Semasa kuliah, ia bekerja sebagai tenaga pendidik di salah satu tempat bimble daerah Pondok Betung, Bintaro.

Gadis berdarah sunda ini memiliki hobi membuat kaligrafi. Beberapa penghargaan telah diraihnya semenjak duduk di kelas VII MTs. Selain itu, ia juga sebagai pengajar kaligrafi disalah satu TPA daerah Tangerang Selatan. Gadis yang sangat mencintai keluarga ini memiliki pandangan hidup “Innallaha Ma’ash


Dokumen yang terkait

Ronggeng dalam kebudayaan Banyumas dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA

9 242 140

NILAI RELIGIUS PADA NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI Nilai Religius Pada Novel Kubah Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Pembelajaran Sastra Di SMA N 2 Sukoh

0 3 16

NILAI RELIGIUS PADA NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN Nilai Religius Pada Novel Kubah Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Pembelajaran Sastra Di SMA N 2

0 2 13

NILAI SOSIAL DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI: KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA SERTA IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA Nilai Sosial Dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari: Kajian Sosiologi Sastra Serta Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SM

0 5 17

NILAI SOSIAL DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI: KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA SERTA IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA Nilai Sosial Dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari: Kajian Sosiologi Sastra Serta Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA

0 6 12

ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI Aspek Sosial Dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 12

PENDAHULUAN Aspek Sosial Dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 4 42

ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI Aspek Sosial Dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

1 5 20

KONFLIK SOSIAL DAN POLITIK DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI Tinjauan Sosiologi Sastra.

2 15 9

ASPEK KEJIWAAN DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI (PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA).

0 16 16