Analisis Sumber Daya Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus BLOCH 1791) yang Didaratkan di PPN Karangantu

ANALISIS SUMBER DAYA IKAN KURISI
(Nemipterus japonicus BLOCH 1791) YANG DIDARATKAN
DI PPN KARANGANTU

NISA AGUSTINA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sumber Daya
Ikan Kurisi (Nempterus japonicus BLOCH 1791) yang Didaratkan di PPN
Karangantu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Nisa Agustina
NIM C24090062

ABSTRAK
NISA AGUSTINA. Analisis Sumber Daya Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus
BLOCH 1791) yang Didaratkan di PPN Karangantu. Dibimbing oleh LUKY
ADRIANTO dan ZAIRION.
Ikan kurisi (Nemipterus japonicus) memiliki nilai ekonomis penting sehingga
menjadi salah satu sasaran tangkapan oleh nelayan di PPN Karangantu. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pola produksi, daerah tangkapan, pola
musim penangkapan, serta mengidentifikasi alternatif pengelolaan yang tepat bagi
ikan kurisi yang didaratkan di Karangantu. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Agustus 2012 dan tanggal 18 Februari-04 Maret 2013 di PPN Karangantu, Banten.
Hasil penelitian menunjukkan pola produksi ikan kurisi berfluktuatif. Daerah
tangkapan berada di sekitar perairan Teluk Banten dan perairan Lampung Timur.
Musim penangkapan terjadi sepanjang tahun, kecuali bulan Februari, September
dan Oktober. Pengelolaan yang dapat dilakukan adalah pengaturan upaya

penangkapan, pengaturan daerah tangkapan, memperbesar ukuran mata jaring,
pengaturan musim penangkapan serta penyuluhan terhadap nelayan agar sumber
daya ikan kurisi tidak punah.
Kata kunci: Ikan kurisi, pengelolaan sumber daya ikan, PPN Karangantu, Teluk
Banten.

ABSTRACT
NISA AGUSTINA. Resources Analysis of Japanese Threadfin Bream
(Nemipterus japonicus BLOCH 1791) Landed on PPN Karangantu. Supervised by
LUKY ADRIANTO and ZAIRION.
Japanese threadfin bream (Nemipterus japonicus) is an important economic value
fish which is one of the main target by fishers in PPN Karangantu. The main
objective of this research is to identify production pattern, fishing ground, fishing
season, and alternative resources management for Japanese threadfin bream. This
research carried out in August 2012 and at the period of 18 February-04 March
2013. The results show that japanese threadfin bream has a fluctuated pattern
production. The fishing ground of this fish identified at surrounding Banten Bay
and Eastern Lampung Waters. The fishing season is occurring throughout the year,
except in February, September and October. The management can be conducted
by setting optimal efforts, fishing ground, enlarging the size of the mesh size in

accordance withthe first mature of Japanese threadfin bream and develop
extension for the fishery related to the sustainability of the fisheries.
Keywords: Japanese threadfin bream, fish resources management, Karangantu
National Fish Land Base, Banten Bay.

ANALISIS SUMBER DAYA IKAN KURISI
(Nemipterus japonicus BLOCH 1791) YANG DIDARATKAN
DI PPN KARANGANTU

NISA AGUSTINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Sumber Daya Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus
BLOCH 1791) yang Didaratkan di PPN Karangantu
Nama
: Nisa Agustina
NIM
: C24090062
Program Studi : Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Luky Adrianto, MSc
Pembimbing I

Ir Zairion, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh


Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul
“Analisis Sumber Daya Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus BLOCH 1791) yang
Didaratkan di PPN Karangantu” ini dapat diselesaikan. Skripsi disusun dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen
Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Dr Ir Luky Adrianto, MSc dan Ir Zairion, MSc selaku dosen pembimbing.
2. Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc selaku dosen penguji dan Dr Ir Yunizar
Ernawati, MS selaku dosen perwakilan dari komisi pendidikan MSP.

3. Dr Yonvitner, Spi, MSi selaku dosen pembimbing akademik.
4. Bapak Asep Saepulloh (beserta keluarga) dari PPN Karangantu yang telah
banyak membantu selama proses pengambilan data.
5. Ayah, mama, dan A’ Arif selaku pemberi motivasi baik secara moril
maupun materil.
6. Tanti, Ka Cimol, Samson, Wuri serta sahabat-sahabat di Puri Mawar
(Nanda, Puri, Ica, Uya, Chiko, Roky, Widy, Memey, Mocin dan lain-lain).
Kemudian penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Rekha, Arga, Obom, dan Bagus karena sudah menjadi
sahabat terbaik dari TPB hingga sekarang.
7. Mas Gentha dan teman-teman MSP 46 (Conny, Nola, Ajeng Dewi, Ara,
Janty, Zia, Nanda, Viska, Arni, Gilang dan lain-lain), Kontri (Fahri, Lona,
Igor, Tama, Arsy, Karin, Bagus, dan lain-lain), DR D-15, dan penghuni
Pondok Iona terutama Oci dan Mondang.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di
masa depan. Demikian skripsi ini disusun,semoga bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan pada bidang sumber daya perikanan.

Bogor, Juni 2013
Nisa Agustina


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
PENDAHULUAN ................................................................................................
Latar Belakang..................................................................................................
Perumusan Masalah ..........................................................................................
Tujuan Penelitian ..............................................................................................
METODE PENELITIAN .....................................................................................
Pengumpulan Data ............................................................................................
Analisis Data ....................................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................
Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan .....................................................
Produksi Harian Nelayan Dogol .......................................................................
Hasil Tangkapan Per Upaya Tangkap ..............................................................
Model Produksi Surplus ...................................................................................
Analisis CPUE dan RPUE ................................................................................
Pola Musim Penangkapan Ikan Kurisi .............................................................
Alternatif Pengelolaan Ikan Kurisi yang Didaratkan di PPN Karangantu .......

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................
Kesimpulan .......................................................................................................
Saran .................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
LAMPIRAN .........................................................................................................
RIWAYAT HIDUP ..............................................................................................

vi
vi
vi
1
1
1
2
2
2
4
8
8
10

11
13
15
16
17
18
18
18
19
21
29

DAFTAR TABEL
1
2

Rangkuman kebutuhan dan analisis data .................................................. 3
Hasil pendekatan model Schaefer dan Fox............................................... 15

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian.......................................................................................
2 Pemetaan partisipatif daerah penangkapan ikan kurisi dengan trip
harian ........................................................................................................
3 Pemetaan partisipatif daerah penangkapan ikan kurisi dengan trip
mingguan ..................................................................................................
4 Hasil tangkapan dari empat kapal yang mendaratkan ikan kurisi ............
5 Grafik hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan kurisi setiap
bulan dari tahun 2005-2011 ......................................................................
6 Hasil tangkapan per upaya tangkap ..........................................................
7 Grafik hubungan effort dengan CPUE .....................................................
8 Grafik hubungan effort dengan Ln CPUE ................................................
9 Keterkaitan antara CPUE dan RPUE........................................................
10 Nilai indeks musim penangkapan ikan kurisi ...........................................

3
9
9
10
12
13

14
14
16
17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kapal dogol, kegiatan di PPN Karangantu, dan ikan kurisi .....................
2 Alat dan bahan yang digunakan................................................................
3 Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan kurisi di PPN
Karangantu dari tahun 2005-2009 ............................................................
4 Produksi harian dan harga ikan kurisi dari 4 nelayan yang
diwawancarai ............................................................................................
5 Standarisasi upaya penangkapan ikan kurisi yang didaratkan di PPN
Karangantu................................................................................................
6 Analisis indeks musim penangkapan ikan kurisi ......................................
7 Analisis estimasi keuntungan ekonomi ....................................................
8 Contoh hasil wawancara nelayan ikan kurisi ...........................................

21
22
22
22
23
23
26
26

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ikan kurisi merupakan ikan demersal yang hidup soliter dengan pergerakan
yang lambat. Habitat ikan ini meliputi perairan estuari dan perairan laut.
Kebanyakan ikan ini hidup di dasar laut dengan jenis substrat berlumpur atau
lumpur bercampur pasir (Burhanuddin et al. 1984 in Siregar 1997). Hidup di dasar,
karang-karang, lumpur berpasir, pada kedalaman 10-50 meter (Pusat Informasi
Pelabuhan Perikanan 2005 in Sulistyawati 2011). Ikan ini tidak melakukan
migrasi dan biasanya berasosiasi dengan karang (Fishbase 2013). Bersifat
karnivora, biasanya memakan udang, kepiting, ikan, gastropoda, cephalopoda,
bintang laut, dan polychaeta (Sjafeir & Robiyani 2001). Status pemanfaatan ikan
kurisi adalah Not Evaluated atau belum ditinjau lebih jauh lagi. Ikan ini menyebar
hampir di seluruh perairan Indonesia (ke utara meliputi Teluk Siam dan Philipina),
Laut Cina Selatan, Teluk Thailand, Laut Andaman, Teluk Bengal, Laut Laccadive,
Laut Merah (Fishbase 2013).
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu merupakan pelabuhan
perikanan yang berperan penting sebagai pusat kegiatan perikanan di Provinsi
Banten. Secara administrasi PPN Karangantu terletak di Kecamatan Kasemen,
Kota Serang, Provinsi Banten. Terletak pada posisi koordinat 06o 02’ LS – 106o
09’ BT. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan
dengan Desa Kasunyutan, sebelah timur berbatasan dengan Desa Padak Gundul
dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Margasuluyu. Teluk Banten merupakan
salah satu daerah penangkapan ikan yang didaratkan di PPN Karangantu dan
memiliki potensi perikanan yang cukup besar, diantaranya adalah ikan pelagis
besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, dan ikan karang.
Salah satu ikan demersal yang didaratkan di PPN Karangantu adalah ikan
kurisi. Ikan kurisi merupakan ikan ekonomis penting dan banyak di konsumsi
masyarakat. Harga dari ikan tersebut berkisar antara Rp 8 000-16 000 per
kilogram. Tingginya permintaan, mengakibatkan penangkapan secara terus
menerus. Penangkapan ikan yang didaratkan di PPN Karangantu dilakukan tanpa
adanya peraturan. Hal ini mengancam kelestarian dari sumber daya tersebut. Oleh
karena itu, perlu adanya analisis sumber daya ikan kurisi berdasarkan hasil
tangkapan agar sumber daya tersebut tetap lestari.

Perumusan Masalah
Ikan kurisi merupakan salah satu ikan ekonomis penting karena memiliki
harga yang murah dan secara makro daya produksinya tinggi (Genisa 1999). Biasa
dimanfaatkan masyarakat dalam perdagangan sehari-hari baik dalam bentuk segar
maupun olahan. Selain itu, ikan ini juga dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk
membuat bakso yang biasa dijual di PPN Karangantu. Kurangnya pengetahuan
nelayan terhadap pengelolaan perikanan menyebabkan terjadinya overeksploitasi
sehingga stok ikan tersebut akan menurun sampai akhirnya habis.

2

Permasalahan-permasalahan tersebut akan mengancam kelestarian dan
ketersediaan dari sumber daya ikan kurisi yang ada. Untuk itu, perlu dilakukan
pengelolaan yang berwawasan lingkungan dengan melihat seberapa banyak
armada yang boleh diberangkatkan dan berapa hasil tangkapan lestari agar
ketersediaan stok dapat berkelanjutan dan dimanfaatkan secara optimal untuk
menambah nilai ekonomis bagi nelayan setempat.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, perumusan masalah yang
akan dikaji dalam penelitian antara lain :
1. Bagaimana perkembangan hasil tangkapan, daerah tangkapan, dan nilai
produksi sumber daya ikan kurisi di PPN Karangantu?
2. Kapan saja waktu yang tepat untuk menangkap ikan kurisi?
3. Bagaimana pola pengelolaan yang baik bagi sumber daya ikan kurisi
tersebut?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola produksi, daerah
tangkapan, pola musim penangkapan, serta mengidentifikasi pola pengelolaan
yang tepat bagi ikan kurisi yang didaratkan di PPN Karangantu.

METODE PENELITIAN
Pengambilan contoh ikan kurisi dilakukan di Tempat Pendaratan Ikan (TPI)
Karangantu, Kota Serang, Provinsi Banten (Gambar 1). Pengumpulan data primer
dilakukan pada 18 Februari 2013 sampai dengan 04 Maret 2013 di TPI
Karangantu, Kota Serang, Provinsi Banten, sedangkan pengambilan data sekunder
dilaksanakan pada bulan Juni 2012 hingga Agustus 2012. Alat yang digunakan
adalah kamera, alat tulis, laptop, dan kuisioner, sedangkan bahan yang digunakan
adalah hasil wawancara dan data statistik PPN Karangantu tahun 2005-2011.

Pengumpulan Data

Data primer
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi langsung di lapangan.
Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan mewawancarai 11 nelayan
dogol (4 nelayan dogol dengan trip harian dan 7 nelayan dogol dengan trip
mingguan) yang mendaratkan ikan kurisi di PPN Karangantu. Metode
pengambilan contoh yang digunakan dalam pengumpulan data primer adalah
metode purposive sampling, artinya bahwa penentuan contoh mempertimbangkan
kriteria-kriteria tertentu yang telah dibuat terhadap obyek yang sesuai dengan
tujuan penelitian (Suharsimi 2010). Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini

3

adalah nelayan dogol yang menangkap dan mendaratkan ikan kurisi di PPN
Karangantu. Dalam pengumpulan data primer, teknik yang digunakan adalah
wawancara. Wawancara dilakukan terhadap beberapa responden nelayan yang
menangkap ikan kurisi. Wawancara terhadap nelayan bertujuan untuk mengetahui
hasil tangkapan, biaya operasi penangkapan dan pendapatan per trip selama 15
hari, harga per trip selama 15 hari, serta daerah penangkapan per trip selama 15
hari.

Gambar 1 Lokasi penelitian

Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari PPN Karangantu, Provinsi Banten.Data yang
dikumpulkan meliputi data upaya penangkapan ikan (trip), dan data produksi ikan
kurisi selama 7 tahun terakhir (2005-2011). Rangkuman kebutuhan dan analisis
data disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rangkuman kebutuhan dan analisis data
No

Tujuan

1

Mengetahui pola produksi ikan kurisi
yang didaratkan di PPN Karangantu.

2

Mengetahui daerah tangkapan ikan
kurisi yang didaratkan di PPN
Karangantu.

Analisis Data

Data

Analisis time series.

1. Produksi ikan
kurisi (S)
2. Harga ikan kurisi
(S)

Peta Teluk Banten dan
Perairan Timur Lampung.

Wawancara (P)

4

No
3

Tujuan
Mengetahui pola musim penangkapan
ikan kurisi.

Analisis Data
IMPi = RBBi x FK

Data
CPUE (S)

4

Mengidentifikasi pola pengelolaan
yang tepat bagi ikan kurisi.

1. Model produksi
surplus Schaefer
2. Model produksi
surplus Fox
3. CPUE= C/F
4. RPUE= CPUE x p

1. Produksi ikan
kurisi(S)
2. Usaha
penangkapan ikan
kurisi (S)
3. Harga ikan kurisi
(S)

Keterangan:
P
= Primer
S
= Sekunder
p
= Harga
CPUE = Catch per unit of effort (hasil tangkapan per satuan upaya)
C
= Catch (hasil tangkapan)
F
= Fishing effort (upaya penangkapan)
IMPi
= Indeks musim penangkapan bulan ke-i
RBBi = rasio rata-rata untuk bulan ke-i
FK
= Faktor koreksi

Analisis Data

Analisis spasial sederhana
Analisis spasial sederhana merupakan analisis yang digunakan untuk
mengetahui sebaran daerah penangkapan ikan kurisi yang didaratkan di PPN
Karangantu. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan daerah sebaran
penangkapan ikan kurisi adalah sebagai berikut:
1. Penentuan banyaknya jumlah responden (nelayan yang akan diwawancara
mengenai daerah penangkapan ikan kurisi berdasakan alat tangkap yang
digunakan).
2. Pembuatan peta dasar dari lokasi penelitian.
3. Pembuatan plot-plot lokasi penangkapan ikan kurisi dalam bentuk spasial
ke peta dasar, berdasarkan data dari parcipatory approach.
4. Formulasi peta daerah penangkapan.

Analisis runut waktu volume ikan yang didaratkan dan harga
Menurut Mulyono (2000), model runut waktu (time series model) adalah
suatu teknik peramalan yang didasarkan atas analisis perilaku atau nilai masa lalu
suatu variabel yang disusun menurut urutan waktu. Analisis data time series
mengidentifikasi pola historis (dengan menggunakan waktu sebagai rujukan),
kemudian membuat prediksi dengan menggunakan ekstrapolasi berdasarkan
waktu untuk pola-pola tersebut. Sebuah model time series mengasumsikan bahwa

5

beberapa pola atau kombinasi pola akan berulang sepanjang waktu. Jadi, dengan
mengidentifikasikan dan mengekstrapolasi itu, prediksi untuk periode-periode
berikutnya dapat dikembangkan.
Pola data time series ada bermacam-macam. Pola data biasanya tidak ideal
mempunyai garis yang halus, tetapi akan selalu mempunyai tingkat random
disekitarnya. Kerandoman ini diakibatkan oleh fluktuasi data yang tidak bisa
diprediksi. Untuk melakukan prediksi data time series perlu diperhatikan tiga hal
yaitu data historis, korelasi data dan kesalahan prediksi.

Model produksi surplus
Statistik hasil tangkapan dan upaya merupakan persyaratan dasar dari
penilaian sederhana untuk perikanan berkelanjutan yang berdasarkan model
produksi surplus (Moses 2000). Data hasil tangkapan dan upaya dapat dianalisis
menggunakan model surplus produksi Schaefer dan Fox. Schaefer menghasilkan
kurva yang dapat diringkas oleh persamaan berikut:
Ye = af - bf2

(1)

=a – bf

(2)

dimana Ye adalah hasil kesetimbangan (atau keadaan tetap), f adalah upaya
penangkapan serta a dan b adalah konstanta yang mewakili intercept dan slope,
secara berurutan didapat dari regresi tangkapan per unit usaha (Ye/f atau CPUE)
yang diamati pada upaya. Berdasarkan persamaan (1) dapat diperoleh model
untuk menentukan jumlah upaya maksimum yang diperbolehkan agar perikanan
tetap berkelanjutan atau maximum sustainable yield (MSY):
f(MSY) =
dan dengan menggantikan
lebih lanjut dari MSY.

(3)

untuk f pada Persamaan (1), diperoleh persamaan

MSY =

(4)

Dalam pendekatan Fox, loge CPUE di regresi dari f; model ini merupakan
model eksponensial. Seperti dalam model Schaefer, berikut formula untuk Ye, loge
Y/f, f (MSY) and MSY:
loge = e(a´-b´f)

(5)

Ye = fed+(-b´f)

(6)

f(MSY) =

(7)

6

MSY = e(d-1)
dimana a' dan b' adalah konstanta dalam regresi loge CPUE pada f.

(8)

Analisis hasil tangkapan per upaya tangkap dan pendapatan per upaya
tangkap
Hasil tangkapan per upaya tangkap (Catch per unit of effort, CPUE) hasil
tangkapan per upaya tangkap mencerminkan perbandingan antara hasil tangkapan
dengan unit penangkapan yang dicurahkan. Data produksi pertahun dibagi dengan
upaya penangkapan pertahun untuk menghasilkan CPUE. Rumus perhitungan
CPUE adalah sebagai berikut:
CPUEti=
Keterangan:
CPUEti
Yti
Eti

(9)

: CPUE pada waktu t untuk jenis ke-i (kg/orang/trip)
: hasil tangkapan pada waktu t jenis ke-i (kg)
: upaya penangkapan pada waktu t jenis ke-i (trip)

Analisis pendapatan per upaya tangkap (Revenue per unit of effort, RPUE)
dilakukan untuk melihat apakah nelayan mengalokasikan upaya penangkapannya
berdasarkan keuntungan atau laba yang akan diperoleh. Keuntungan ini dapat
dilihat berdasarkan nilai pasar dari suatu komoditi atau jumlah hasil produksi.
Prakiraan keuntungan ekonomi tidak dapat dihitung langsung tetapi dapat
diperkirakan melalui perhitungan RPUE, dengan persamaan sebagai berikut:
RPUEj = CPUEj x P
Keterangan:
RPUEj
CPUEj
P

(10)

: Pendapatan per unit effort pada waktu ke-j
: hasil tangkap per usaha pada waktu ke-j
: harga stok yang berlaku

Pola musim penangkapan
Perhitungan pola musim penangkapan menggunakan data CPUE bulanan,
namun karena data CPUE yang diperoleh di lapangan memiliki peluang yang
tidak sama besar dengan distribusi normal maka metode rata-rata bergerak
digunakan agardata yang diperoleh mendekati keadaan sebenarnya. Pola musim
penangkapan ikan kurisi dapat dihitung menggunakan analisis deret waktu
terhadap data hasil tangkapan. Langkah-langkah tersebut sebagai berikut :
1. Menyusun deret CPUE dalam periode kurun waktu tertentu :
CPUEi= ni

(11)

7

CPUEi adalah CPUE urutan ke-i, ni adalah CPUE urutan ke-i dan i adalah
1,2,3,… dst
2. Menyusun rata-rata bergerak CPUE selama 12 bulan (RGi)
RGi =



(12)

RGi adalah rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i, CPUEi adalah CPUE
urutan ke-i dan i adalah 7,8,9,…,n-5.
3. Menyusun rata-rata bergerak CPUE terpusat (RGPi)
RGPi = ∑

(13)

RGPi adalah rata-rata bergerak CPUE terpusat ke-i, RGi adalah rata-rata
bergerak 12 bulan urutan ke-i dan i adalah 7,8,9,…n-5.
4. Rasio rata-rata tiap bulan (Rb)
Rbi =

(14)

Rbi adalah rasio rata-rata bulan urutan ke-i, CPUEi adalah CPUE urutan ke-i
dan RGPi adalah rata-rata bergerak CPUE terpusat urutan ke-i.
5. Menyusun nilai rata-rata dalam suatu matrik berurutan i x j yang disusun
untuk setiap bulan, yang dimulai dari bulan Juli-Juni. Selanjutnya menghitung
nilai total rasio rata-rata tiap bulan (RBBi) dengan menggunakan rumus:
RBBi = (∑

)

(15)

RBBi adalah rata-rataRbij untuk bulan ke-i, Rbij adalah rasio rata-rata bulanan
dalam matriks i x j, i adalah 1,2,3,…,12 dan j adalah 1,2,3,…n.
6. Menghitung jumlah rasio rata-rata bulanan (JRBB)
JRBB = ∑

(16)

JRBBi adalah jumlah rasio rata-rata bulanan, RBBi adalah rata-rata RBij untuk
bulan ke-i dan i adalah 1,2,3,…12.
7. Indeks Musim Penangkapan (IMP)
Idealnya jumlah rasio rata-rata bulanan (JRBB) sama dengan 1200. Namun
banyak faktor yang menyebabkan sehingga JRBB tidak selalu sama dengan
1200. Oleh karena itu, nilai rasio rata-rata bulanan harus dikoreksi dengan
suatu nilai koreksi yang disebut dengan nilai Faktor Koreksi (FK). Rumus
untuk memperoleh nilai Faktor Koreksi:
FK =

(17)

FK adalah nilai faktor koreksi dan JRBB adalah jumlah rasio rata-rata bulanan.
Indeks Musim Penangkapan (IMP) dihitung dengan menggunakan rumus:

8

IMPi = RBBi x FK

(18)

IMPi adalah indeks musim penangkapan bulan ke-i, RBBi adalah rasio ratarata untuk bulan ke-i, FK adalah nilai faktor koreksi dan i adalah 1,2,3,…,12.
Kriteria Indeks Musim Penangkapan (IMP):
IMP < 50%
: Musim paceklik
50% < IMP < 100%
: Bukan Musim Penangkapan
IMP > 100%
: Musim penangkapan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan
Ikan kurisi ditangkap dengan menggunakan alat tangkap dogol. Kapal dogol
yang menangkap ikan kurisi memiliki ukuran sebesar 11-26 GT yang dioperasikan
di perairan Lampung Timur dan wilayah perairan Teluk Banten. Kapal dogol yang
beroperasi di PPN Karangantu dibagi ke dalam dua trip, yaitu trip mingguan dan
trip harian. Lama waktu penangkapan biasanya ditentukan dari cuaca, modal yang
tersedia untuk perbekalan, serta besarnya kapal yang digunakan. Daerah
penangkapan trip harian berada di perairan Teluk Banten (Gambar 2), sedangkan
untuk trip mingguan berada di wilayah perairan Lampung Timur dan Teluk
Banten (Gambar 3).
Nelayan dengan trip harian menangkap ikan kurisi di sekitar Pulau Tunda,
Pulau Pamujan, dan Pulau Panjang. Pergerakkan rata-rata daerah penangkapan
ikan kurisi didapat dari wawancara kepada nelayan dogol mulai dari hari ke-1
hingga hari ke-15. Nelayan dengan trip harian berangkat setiap hari dari pukul
05.00 WIB dan pulang pada pukul 17.00 WIB. Daerah penangkapan nelayan
dengan trip harian tidak pernah berubah. Berdasarkan hasil wawancara, nelayan
dengan trip harian merubah daerah penangkapan dari Teluk Banten menjadi ke
Kepulauan Seribu apabila terjadi musim paceklik di Teluk Banten. Di PPN
Karangantu terdapat tradisi tidak melaut pada hari Jum’at, hal tersebut membuat
nelayan dengan trip harian tidak melaut setiap hari Jum’at. Pergerakan daerah
penangkapan terjadi karena keinginan nelayan. Perpindahan lokasi penangkapan
ikan dilakukan setiap hari, hal ini dikarenakan adanya kesepakatan dari nelayan
dogol harian yang berada di PPN Karangantu.
Selain nelayan dengan trip harian, terdapat pula nelayan dengan trip
mingguan hingga bulanan. Nelayan-nelayan ini menangkap ikan kurisi di perairan
Lampung Timur dan Teluk Banten yaitu di sekitar Pulau Segama, Pulau Mundu,
Labuhan Maringgai, dan Pulau Pamujan. Nelayan ini rata-rata melaut 8-26 hari.
Lama melaut biasanya tergantung cuaca dan modal yang tersedia untuk
perbekalan. Setelah melaut, kapal dogol mingguan biasanya mendaratkan ikan dan
memperbaiki jaring dogol di PPN Karangantu.

9

Gambar 2 Pemetaan partisipatif daerah penangkapan ikan kurisi dengan trip harian

Gambar 3 Pemetaan partisipatif daerah penangkapan ikan kurisi dengan trip mingguan

10

Produksi Harian Nelayan Dogol

Produksi harian (kg)

Pada penelitian ini, dilakukan analisis hasil tangkapan harian yang dilakukan
selama 15 hari terhadap empat kapal yang mendaratkan ikan kurisi di PPN
Karangantu. Grafik produksi harian tiap kapal/nelayan disajikan pada Gambar 4.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Nelayan 1
Nelayan 2
Nelayan 3
Nelayan 4

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Hari ke-

Gambar 4 Hasil tangkapan dari empat kapal yang mendaratkan ikan kurisi

Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa hasil tangkapan setiap harinya
megalami fluktuasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh lama waktu penangkapan dan
cuaca di daerah penangkapan. Nelayan 1, nelayan 2, nelayan 3, dan nelayan 4
mendapatkan hasil tangkapan ikan kurisi terbanyak pada hari ke-10, masingmasing sebanyak 69 kg, 67 kg, 86 kg, dan 83 kg. Nelayan 1 memiliki hasil
tangkapan yang lebih rendah diantara nelayan yang lain karena kapal yang
digunakan sudah kurang layak dan permodalan yang kurang. Nelayan 3 dan
nelayan 4 tidak melaut mulai dari hari ke-1 hingga ke-8 karena kapal yang rusak
dan kurangnya permodalan. Selama pengambilan data produksi harian, cuaca di
Teluk Banten kurang baik. Angin kencang yang terjadi mengakibatkan lama
waktu melaut nelayan menjadi lebih pendek, namun pada tanggal 27 Februari
(hari ke-10 pengambilan data) cuaca di Teluk Banten sempat membaik, sehingga
nelayan-nelayan harian dapat melaut lebih lama dan menghasilkan tangkapan ikan
yang melimpah, khususnya ikan kurisi. Pada hari ke 10 hingga ke-15 hasil
tangkapan ikan kurisi dari nelayan 1, nelayan 2, nelayan 3, dan nelayan 4
tergolong tinggi cuaca di Teluk Banten sudah stabil.
Produksi harian ikan kurisi yang didaratkan di PPN Karangantu mengalami
fluktuasi yang disebabkan cuaca dan lama waktu penangkapan. Menurut
Panayotou (1982) in Utami et al. (2012), produksi ikan tidak hanya dipengaruhi
oleh banyaknya upaya penangkapan yang dilakukan, tetapi juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain seperti tenaga kerja, kelimpahan sumber daya ikan, dan
permodalan. Seperti halnya di PPN Karangantu, permodalan yang besar serta
tenaga kerja yang banyak mempengaruhi lama waktu penangkapan ikan. Semakin
besar modal dan semakin banyak ABK yang ada, maka lama waktu penangkapan
bisa menjadi lebih panjang dari biasanya. Menurut Rasyid (2010), Pada musim
barat (Desember, Januari, dan Februari) suhu mencapai minimum. Hal ini
disebabkan karena pada musim tersebut kecepatan angin sangat kuat dengan curah

11

hujan yang tinggi. Keadaan alam tersebut sangat mempengaruhi lama waktu
penangkapan ikan kurisi yang dilakukan pada bulan Februari.
Hasil tangkapan harian dan harga ikan kurisi dari empat kapal yang
mendaratkan ikan kurisi di PPN Karangantu disajikan pada Lampiran 2.
Berdasarkan Lampiran 2, terlihat bahwa harga ikan kurisi di PPN Karangantu
berada pada kisaran Rp 10 000-Rp 15 000. Kisaran harga yang terjadi pada
tanggal 18 Februari 2013 hingga 04 Maret 2013 tergolong tinggi. Hal tersebut
disebabkan sedikitnya ikan kurisi yang tertangkap. Harga ikan kurisi terendah
berada pada tanggal 27 Februari 2013. Hal tersebut terjadi karena banyaknya hasil
produksi ikan kurisi pada hari tersebut. Selama pengambilan data, harga ikan
kurisi setiap nelayan selalu sama setiap harinya, hal ini terjadi karena permintaan
yang tinggi dan terus menerus terhadap ikan kurisi sehingga nelayan tidak
membeda-bedakan harga ikan kurisi. Dari penjabaran diatas, harga ikan kurisi di
PPN Karangantu berbanding terbalik dengan produksi ikan kurisi. Hal ini
ditujukan agar nelayan terhindar dari kerugian.

Hasil Tangkapan Per Upaya Tangkap
Ikan kurisi banyak ditangkap dengan alat tangkap pukat tarik, paying, jaring
insang, pancing, sero, trawl, dan bubu (Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan
2005). Alat tangkap yang banyak digunakan nelayan di PPN Karangantu adalah
dogol, jaring insang, bagan, jaring paying, pancing, dan sero. Kemampuan setiap
jenis alat tangkap berbeda-beda, sehingga perlu dilakukan standarisasi upaya
tangkap (Kekenusa 2008). Berdasarkan data statistik dari PPN Karangantu, alat
tangkap yang efektif untuk menangkap ikan kurisi adalah dogol. Hal tersebut
dapat terlihat setelah melakukan standarisasi alat tangkap. Hasil tangkapan per
upaya tangkap dapat mengestimasi kelimpahan ikan di suatu wilayah. Menurut
Widodo & Suadi (2006), kecenderungan kelimpahan relatif selang beberapa tahun
sering dapat diukur dengan menggunakan data hasil tangkapan per satuan upaya
yang diperoleh dari suatu perikanan atau dari penelitian penarikan contoh.
Hubungan antara produksi ikan kurisi dengan upaya penangkapan ikan kurisi dari
tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Gambar 5.
Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa hasil tangkapan serta upaya
penangkapan ikan kurisi yang didaratkan di PPN Karangantu mengalami fluktuasi
hasil tangkapan tertinggi terjadi pada bulan Juni tahun 2007 yaitu sebesar 27.504
ton, sedangkan hasil tangkapan terendah terjadi pada bulan Maret tahun 2005
yaitu sebesar 1.05 ton. Sementara itu, upaya penangkapan teringgi terjadi pada
bulan Januari tahun 2010 yaitu sebesar 3 486 trip melaut, sedangkan upaya
penangkapan terendah terjadi pada September tahun 2006 yaitu sebesar 142 trip
melaut. Hasil tangkapan yang tinggi terjadi pada bulan Juni dikarenakan pada
bulan tersebut merupakan musim penangkapan ikan kurisi (Sulistyawati 2011).
Pada tahun 2005 hingga 2008, terlihat bahwa hasil tangkapan ikan kurisi
tinggi dengan upaya yang rendah, sedangkan pada tahun 2009 hingga 2011 hasil
tangkapan rendah dengan upaya penangkapan yang tinggi (nilai upaya
penangkapan hampir sama dengan nilai hasil tangkapan). Hal ini mengindikasikan
telah terjadi kelebihan tangkap secara biologi (biological overfishing) terhadap
ikan kurisi karena upaya penangkapan yang terus meningkat dan hasil tangkapan

12

yang menurun dari tahun 2005 hingga tahun 2011. Menurut Widodo & Suadi
(2006), laju produksi sangat bervariasi karena faktor lingkungan, pemangsaan, dan
berbagai interaksi dengan populasi lain. Hal ini sangat berkaitan dengan hasil
wawancara kepada nelayan, bahwa fluktuasi hasil tangkapan ikan dipengaruhi
oleh faktor lingkungan daerah penangkapan ikan, lamanya waktu penangkapan
ikan, serta keadaan ekonomi nelayan (modal).
30

Upaya Penangkapan (trip)

4000
3500

25
Produksi (ton)

3000
20

2500

15

Produksi

2000
1500

10

1000
5

500

0

Upaya
Penangkapan

Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober

0

2005

2006 2007

2008

2009

2010

2011

Bulan

Gambar 5 Grafik hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan kurisi setiap bulan dari
tahun 2005-2011

Hasil tangkapan per upaya tangkap (CPUE) dapat menggambarkan suatu
kelimpahan ikan di suatu wilayah. Menurut Badrudin et al. (2010), CPUE
merupakan salah satu indeks kelimpahan stok dan merupakan salah satu indikator
bagi status pemanfaatan sumber daya ikan serta indikator keberlanjutan
pengembangan perikanan laut. Gambaran CPUE merupakan indikator “kesehatan”
suatu perikanan. Pola sebaran hasil tangkapan per satuan upaya ikan kurisi dari
tahun 2005-2011 ditampilkan pada Gambar 6.
Hasil tangkapan per satuan upaya tangkap atau CPUE ikan kurisi berfluktuasi
dan cenderung menurun. CPUE tertinggi terdapat pada bulan Juni dengan hasil
tangkapan sebesar 27.504 ton dan upaya penangkapan sebesar 409 trip. Tingginya
nilai CPUE disebabkan karena tingginya hasil tangkapan ikan kurisi, namun
upaya penangkapan yang dilakukan tidak terlalu tinggi. Hal ini menunjukan
bahwa ikan kurisi tersedia dalam jumlah banyak pada saat itu. Mulai dari tahun
2009 hingga tahun 2011, nilai CPUE tergolong rendah, dikarenakan hasil
tangkapan yang rendah dengan upaya penangkapan yang tinggi. Hasil
penangkapan yang rendah mengindikasikan bahwa ikan kurisi yang tersedia di
daerah penangkapan sedikit. Trend CPUE yang terjadi dari tahun 2005 hingga
2011 cenderung menurun. Kondisi seperti ini menandakan bahwa indikasi tingkat
eksploitasi sumber daya ikan apabila terus dibiarkan akan mengarah kepada
keadaan overeksploitasi (Badrudin et al. 2010). Menurut Prihartini et al. (2007),
menurunnya CPUE antara lain disebabkan semakin jauhnya daerah penangkapan
serta akibat pengaruh perubahan kondisi lingkungan yaitu cuaca, angin, salinitas,

13

temperatur, populasi, serta komunitas. Menurunnya CPUE disebabkan karena
sumber daya yang terus menurun, hal tersebut mengindikasikan telah terjadi
penangkapan berlebih terhadap sumber daya yang ada (Sobari et al. 2009).
Besaran CPUE dapat digunakan sebagai indikator tingkat efisiensi teknik dari
upaya penangkapan, dengan kata lain CPUE yang lebih tinggi mencerminkan
tingkat efisiensi penggunaan upaya yang lebih baik (Berachi 2003 in Utami et al.
2003). Pada tahun 2005 hingga 2008 tingkat efisiensi teknik dari upaya
penangkapan lebih tinggi karena memiliki nilai CPUE yang lebih tinggi
dibandingkan tahun 2009 hingga 2011.
0,08

CPUE (ton/trip)

0,07
0,06
0,05
0,04
0,03
0,02
0,01
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober
Januari
April
Juli
Oktober

0

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

Bulan

Gambar 6 Hasil tangkapan per upaya tangkap

Model Produksi Surplus
Model produksi surplus merupakan model holistik dimana suatu stok
dianggap sebagai satu unit yang besar dari biomassa. Model produksi surplus
berkaitan dengan stok secara keseluruhan, upaya total, dan hasil tangkapan total
yang diperoleh dari stok tanpa memasukkan secara rinci beberapa hal seperti
parameter pertumbuhan dan mortalitas atau pengaruh ukuran mata jaring terhadap
umur ikan yang tertangkap. Tujuan digunakannya model ini adalah untuk
menentukan tingkat upaya optimum, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan
suatu hasil tangkapan maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi produktivitas
stok secara jangka panjang. Model yang biasa digunakan untuk menduga hasil
tangkapan lestari dan upaya penangkapan optimal adalah model Schaefer dan Fox.
Model Schaefer dan Fox merupakan model yang sering digunakan karena
sederhana dan data yang diperlukan juga lebih sedikit, tidak memerlukan data
kelompok umur (Sparre & Venema 1999).
Pada model Schaefer, penurunan hasil tangkapan per satuan upaya
penangkapan (CPUE) terhadap upaya penangkapan (fishing effort) mengikuti pola
regresi linier, serta hubungan antara hasil tangkapan (yield) dan biomassa
berbentuk parabola yang simetris (Widodo & Suadi 2006). Pendekatan Schaefer

14

merupakan hasil regresi dari upaya penangkapan (effort) dengan hasil tangkapan
per upaya tangkap (CPUE), dapat dilihat pada Gambar 7.
0,2000
0,1800

CPUE (ton/trip)

0,1600
0,1400
CPUE = -7E-05effort + 0.204
R² = 0.786

0,1200
0,1000
0,0800
0,0600
0,0400
0,0200
0,0000
0

500

1000

1500

2000

2500

3000

Effort (trip)

Gambar 7 Grafik hubungan effort dengan CPUE

Pada model Fox, penurunan CPUE terhadap upaya penangkapan mengikuti
pola eksponensial negatif yang memang lebih masuk akal dibandingkan dengan
pola regresi linier (Widodo 1986). Pendekatan Fox merupakan hasil regresi dari
upaya penangkapan (effort) dengan hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE)
dapat dilihat pada Gambar 8.
Effort (trip)
0,0000
0

500

1000

1500

2000

2500

3000

Ln CPUE (ton/trip)

-0,5000
-1,0000
-1,5000

ln CPUE= -0.0007effort - 1.37299
R² = 0.8060

-2,0000
-2,5000
-3,0000
-3,5000

Gambar 8 Grafik hubungan effort dengan Ln CPUE

Dari hasil regresi yang dilakukan dengan menggunakan model Schaefer dan
Fox dapat diketahui hasil tangkapan lestari atau sering disebut dengan maximum
sustainable yield (MSY) dan upaya penangkapan optimal (fmsy).

15

Tabel 2 Hasil pendekatan model Schaefer dan Fox
Parameter

Schaefer

Fox

a

0.2046

-1.3730

b

-7E-05

-0.0007



78.63%

80.60%

MSY

157.024

136.2271

fmsy

1535.168

1461.6403

Dari tabel dapat dilihat bahwa model Fox merupakan model yang lebih tepat
untuk digunakan, hal ini dikarenakan koefisien determinasi dari model Fox lebih
besar daripada model Schaefer, yaitu 80.60%. Selain itu, model Fox juga lebih
tepat digunakan karena asumsi dari model Fox yang mengatakan bahwa setiap
sumber daya tidak akan pernah punah (habis). Hasil tangkapan lestari yang
didapat adalah 136.2271 ton pertahun dan upaya penangkapan optimal setiap
tahunnya adalah 1 461.6403 trip. Hasil tangkapan pada tahun 2011 yang didapat
di PPN Karangantu sudah melebihi MSY yaitu sebesar 141.203 ton dan upaya
penangkapan di tahun tersebut juga sudah melebihi upaya penangkapan lestari
yaitu sebesar 21 255 trip. Hasil tangkapan dan upaya penangkapan yang dilakukan
telah melebihi dari hasil tangkapan dan upaya penangkapan yang lestari menurut
model Fox, maka telah terjadi overfishing secara biologi (biological overfishing)
pada sumber daya tersebut. Menurut Widodo & Suadi (2006), apabila upaya
penangkapan aktual telah melebihi upaya penangkapan lestari, di perairan tersebut
telah terjadi biological overfishing. Biological overfishing merupakan kondisi
dimana tingkat upaya penangkapan dalam suatu perikanan tertentu melampaui
tingkat yang diperlukan untuk menghasilkan MSY. Pengurangan terhadap upaya
penangkapan dapat dilakukan dengan mengurangi trip dan lama waktu
penangkapan. Pengendalian upaya penangkapan dapat dilakukan dengan
pembatasan terhadap armada perikanan, kombinasi penutupan daerah dan musim
penangkapan yang mampu membatasi jumlah penangkapan pada tingkat yang
dikehendaki, serta pembatasan terhadap jenis alat dan teknik penangkapan.

Analisis CPUE dan RPUE
Prediksi keuntungan ekonomi dapat diestimasi melalui perhitungan
pendapatan per trip upaya (RPUE). Nilai RPUE didapat dari CPUE dan harga.
Keuntungan ekonomi per trip dapat dilihat dari Gambar 9.
Nilai CPUE dan RPUE yang terjadi pada ikan kurisi berbanding lurus. Hal
ini dikarenakan permintaan pasar yang tinggi terhadap ikan kurisi. Nilai RPUE
yang mengikuti CPUE menandakan bahwa harga ikan kurisi cenderung stabil,
artinya pergerakkan harga ikan kurisi mengikuti hasil tangkapan dan upaya
penangkapan ikan kurisi. Nilai CPUE yang rendah mengakibatkan nilai RPUE
yang rendah pula karena harga ikan kurisi tidak mengalami fluktuasi yang terlalu
nyata. Kisaran harga ikan kurisi tidak terlalu besar setiap tahunnya. Namun,
kestabilan yang terjadi tergolong buruk karena RPUE mengalami penurunan
sehingga dari sisi ekonomi, nelayan yang menangkap ikan kurisi bisa mengalami
kerugian. Harga ikan kurisi di PPN Karangantu cenderung tidak mengikuti hukum

16

0,0600
0,0500

CPUE

0,0400
0,0300
0,0200
0,0100
0,0000
2005

2006

2007

2008

2009

2010

180000
160000
140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0
2011

RPUE

pasar, dimana pada saat produksi menurun maka harga akan meningkat.
Penetapan harga dari ikan kurisi yang didaratkan di PPN Karangantu harus
diperbaiki lagi karena dengan kisaran harga yang cenderung stabil dan permintaan
yang tinggi terhadap ikan kurisi akan menyebabkan tidak seimbangnya biaya
operasional dan keuntungan yang didapatkan oleh nelayan. Selain itu, sumber
daya juga akan terancam karena dilakukannya penangkapan secara terus menerus
oleh nelayan agar nelayan bisa mendapatkan keuntungan.

CPUE
RPUE

Tahun

Gambar 9 Keterkaitan antara CPUE dan RPUE

Pola Musim Penangkapan Ikan Kurisi
Pola musim yang berlangsung di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh pola
arus dimana terjadi interaksi antara udara dan laut (Nontji 2007). Menurut Priatna
dan Natsir (2008), sistem angin musim sangat mempengaruhi kondisi musim di
perairan Indonesia. Di Indonesia terdapat empat musim yang mempengaruhi
kegiatan penangkapan ikan, yaitu Musim Barat (Desember, Januari, Februari),
Musim Peralihan I (Maret, April, Mei), Musim Timur (Juni, Juli, Agustus), dan
Musim Peralihan II (September, Oktober, November) (Realino et al. 2006). Grafik
indeks musim penangkapan ikan kurisi disajikan pada Gambar 10.
Nilai IMP lebih 100% menunjukkan bahwa pada bulan tersebut merupakan
musim penangkapan ikan kurisi, sedangkan pada nilai IMP 50%-100%
menunjukkan bahwa bulan tersebut bukan musim penangkapan ikan kurisi, dan
nilai IMP kurang dari 50% merupakan musim paceklik dari penangkapan ikan
kurisi (Dajan 1986 in Taeran 2007). Berdasarkan Gambar 12, terlihat bahwa
musim penangkapan ikan kurisi yang didaratkan di PPN Karangantu berada pada
bulan Januari, Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, November, dan Desember.
Bulan Februari dan September adalah bukan musim penangkapan bagi ikan kurisi,
sementara musim paceklik bagi penangkapan ikan kurisi terjadi pada bulan
Oktober. Hasil perhitungan IMP sesuai dengan hasil wawancara nelayan, bulan
Juni merupakan puncak musim penangkapan ikan kurisi dan bulan Oktober
merupakan musim paceklik bagi penangkapan ikan kurisi. Berdasarkan data
sekunder yang didapat dari PPN Karangantu, hasil tangkapan ikan kurisi memiliki
nilai yang tinggi pada bulan Juni walaupun usaha penangkapan yang dikeluarkan

17

tidak terlalu besar. Pada bulan Oktober, hasil tangkapan ikan sedikit tetapi usaha
penangkapan yang dikeluarkan cukup besar. Pada musim barat (Desember,
Januari, Februari) Laut Jawa memiliki rata-rata tinggi gelombang yang besar dan
angin yang kencang (Kurniawan et al. 2011). Musim penangkapan ikan kurisi
tidak dipengaruhi oleh gelombang laut karena ikan kurisi merupakan ikan
demersal yang hidupnya didasar perairan sehingga gelombang laut tidak
mempengaruhi ketersediaan dari ikan kurisi.
140,00
120,00

IMP (%)

100,00

125,06
114,54
103,65
115,94

102,86

106,40
95,19

80,00

105,21
118,88
103,13

60,00
40,00

59,55
49,60

20,00
0,00

Bulan

Gambar 10 Nilai indeks musim penangkapan ikan kurisi

Alternatif Pengelolaan Ikan Kurisi yang Didaratkan di PPN Karangantu
Perikanan merupakan sumber daya ekonomi strategis yang dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia (Noordiningroom et al. 2012).
Pengelolaan sumber daya perikanan bertujuan untuk mencapai kesejahteraan para
nelayan, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, penghasil devisa, dan
mengetahui porsi optimum pemanfaatan oleh armada penangkapan ikan serta
menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan berdasarkan tangkapan
maksimum lestari (Boer & Aziz 1995). Pengelolaan perikanan terkadang sulit
dilakukan karena kurangnya data dan pengelola yang sering menghadapi
pertentangan dari masyarakat sekitar atau nelayan (McAllister & Peterman 1992).
Menurut Widodo & Suadi (2006), pertimbangan sosial dalam pengambilan
kebijakan pengelolaan sering menentukan keberhasilan upaya pengelolaan dan
banyak kegagalan yang terjadi karena tidak memperhatikan aspek sosial.
Perikanan perlu dikelola untuk menjamin bahwa sumber daya dimanfaatkan
secara berkesinambungan dan bertanggung jawab serta potensi ekonominya tidak
dihamburkan secara efisien dan bahkan keuntungan itu menjadi kecil atau tidak
ada lagi. Berdasarkan teori tersebut, maka pengelolaan perikanan harus dilakukan
dari aspek, ekologi, sosial, dan ekonomi (Widodo & Suadi 2006). Berdasarkan
hasil perhitungan, hasil tangkapan ikan kurisi dan upaya penangkapan ikan kurisi
telah melebihi hasil tangkapan dan upaya penangkapan yang lestari. Kondisi
tersebut harus diatasi dengan cara mengurangi jumlah hasil tangkapan dan

18

mengurangi trip penangkapan terhadap ikan kurisi. Berdasarkan hasil wawancara,
tidak dilakukan pemantauan terhadap hasil tangkapan di PPN Karangantu, hal
tersebut mengakibatkan berpotensi punahnya sumber daya ikan kurisi di Teluk
Banten dan Perairan Lampung bagian timur. Penangkapan ikan kurisi yang
biasanya dilakukan setiap hari dapat dikurangi menjadi tiga hari sekali dan harus
dilakukan pemantauan terhadap hasil tangkapan yang didaratkan. Pengelolaan
sumber daya ikan dapat dikategorikan sebagai pengendalian kegiatan
penangkapan dan pengendalian upaya penangkapan (Jones 1976 in Badrudin et al.
2010).
Berdasarkan hasil wawancara, pengelolaan yang dapat dilakukan di PPN
Karangantu adalah dengan membatasi hasil tangkapan ikan kurisi, membatasi
jumlah trip penangkapan ikan kurisi, mengatur daerah tangkapan ikan kurisi bagi
setiap nelayan ikan kurisi, memperbesar ukuran mata jaring, membatasi
penangkapan ikan pada musim-muim tertentu, dan memberikan penyuluhan
kepada nelayan mengenai betapa pentingnya mencari pekerjaan disamping
menjadi nelayan. Pengelolaan perikanan harus dilakukan dengan memperhatikan
seluruh aspek kehidupan, mulai dari aspek biologi, ekologi, ekonomi dan sosial.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Produksi harian ikan kurisi di PPN Karangantu berfluktuasi setiap harinya, hal
ini dikarenakan perbedaan lama trip saat melakukan penangkapan.
2. Daerah tangkapan ikan kurisi yang didaratkan di PPN Karangantu adalah di
perairan Pulau Panjang, Pulau Pamujan, Pulau Tunda, serta Perairan Timur
Lampung.
3. Musim penangkapan ikan kurisi adalah bulan Januari, Maret, April hingga
Agustus, November, dan Desember. Bulan Februari dan bulan September
bukan musim penangkapan ikan kurisi, sementara bulan Oktober merupakan
musim paceklik.
4. Pengelolaan ikan kurisi yang didaratkan di PPN Karangantu dapat dilakukan
dengan pengaturan upaya penangkapan, pengaturan daerah tangkapan,
memperbesar ukuran mata jaring, pengaturan musim penangkapan yang sesuai
dengan pola musim penangkapan serta penyuluhan terhadap nelayan agar
sumber daya ikan kurisi tidak punah.

Saran
Penelitian mengenai pengelolaan sumber daya ikan kurisi ini diharapkan
dapat dilakukan secara berkesinambungan. Selain itu, perlu dilakukan penelitian
mengenai musim pemijahan dan daerah pemijahan dari sumber daya tersebut. Hal

19

ini dimaksudkan agar pengelolaan terhadap sumber daya ikan kurisi dapat
berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA
Badrudin, Aisyah, Wiadnyana NN. 2010. Indeks kelimpahan stok dan tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan demersal di WPP Laut Jawa. Jakarta (ID):
Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Boer M, Aziz KA. 1995. Prinsip-prinsip dasar pengelolaan sumber daya perikanan
melalui pendekatan Bio-Ekonomi. Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan
Indonesia 3(2): 109-119.
Genisa AS. 1999. Pengenalan jenis-jenis ikan laut ekonomi penting di Indonesia.
Oseana 24(1): 17-38. ISSN: 0216-1877.
Kekenusa JS. 2008. Evaluasi model produksi surplus ikan cakalang yang
tertangkap di perairan sekitar Bitung, Provinsi Sulawesi Utara. Sigma
11(1): 43-52. ISSN:1410-5888.
Kurniawan R, Habibie NM, Suratno. 2011. Variasi bulanan gelombang laut di
Indonesia. Jakarta (ID): Puslitbang BMKG. 12(3): 221-232.
McAllister MK, Petrman RM. 1992. Experimental design in the management of
fisheries: a review. North American Journal of Fisheries Mnagement
12(1):1-18.
Moses BS. 2000. A review of artisanal marine and brackishwater fisheries of
South-Eastern Nigeria. Fisheries Research 47(2000): 81-92.
Mulyono S. 2000. Peramalan bisnis dan ekonometrika.Edisi pertama. Yogyakarta
(ID): BPFE.
Nontji. 2007. Laut Nusantara. Cetakan ke-5. Jakarta (ID): Djambatan.
Noordiningroom R, Anna Z, Suryana AA. 2012. Analisis bioekonomi model
Gordon-Schaefer stu