Reproduksi ikan kurisi Nemipterus japonicus (Bloch 1791) dari Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten

REPRODUKSI IKAN KURISI Nemipterus japonicus (Bloch 1791)
DARI TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN
DI PPN KARANGANTU, BANTEN

NOLALIA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Reproduksi Ikan
Kurisi Nemipterus japonicus (Bloch 1791) dari Teluk Banten yang didaratkan di
PPN Karangantu, Banten” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Nolalia
NIM C24090064

ABSTRAK
NOLALIA. Reproduksi Ikan Kurisi Nemipterus japonicus (Bloch 1791) dari
Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten. Dibimbing oleh
YONVITNER dan ALI MASHAR.
Ikan kurisi (Nemipterus japonicus) merupakan salah satu ikan demersal
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan banyak didaratkan di PPN
Karangantu. Informasi N. japonicus di lokasi ini masih sedikit sehingga
diperlukan kajian reproduksi untuk pengelolaan lebih lanjut. Melalui penelitian
ini, diketahui pola reproduksi N. japonicus dari Teluk Banten. Penelitian
dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2012. Jumlah total ikan yang diambil selama
penelitian adalah 713 ekor. Hasil menunjukkan bahwa rasio ikan kurisi jantan dan
betina tidak seimbang (1.5:1) dengan uji Chi-square. Faktor kondisi N. japonicus
berkisar antara 0.6036-1.4865. Ikan kurisi jantan lebih cepat mengalami matang
gonad dibandingkan dengan ikan betina dengan ukuran pertama kali matang

gonad sebesar 213 mm (ikan jantan) dan 220 mm (ikan betina). Puncak musim
pemijahan N. japonicus di perairan Teluk Banten diduga terjadi pada bulan Juni
awal. Potensi reproduksi N. japonicus cukup besar yaitu sebesar 1 139 - 63 727
butir telur. Diameter telur N. japonicus berkisar antara 0.0500-0.5000 mm dengan
dua modus penyebaran yang terjadi secara periodik dengan tipe pemijahan secara
parsial (partial spawner).
Kata kunci: Nemipterus japonicus, PPN Karangantu, Reproduksi, Teluk Banten

ABSTRACT
NOLALIA. Reproductive of Japanese Threadfin Bream Nemipterus japonicus
(Bloch 1791) from Banten Bay, landed on PPN Karangantu, Banten. Supervised
YONVITNER and ALI MASHAR.
Threadfin Bream (Nemipterus japonicus) is one of demersal fishes and have
high economic value that landed in PPN Karangantu. Information of N. japonicus
in this location is not enough, its necessary to study about reproduction for further
management. Through this study, reproduction pattern of N. japonicus from
Banten Bay are determined. The study conducted from May to August 2012. Total
number of fishes that taken during the study was 713 individuals. The results
showed that the sex ratio between males and females is (1.5:1) with Chi-square
test. Condition factors ranged from 0.6036 to 1.4865. Threadfin bream males

mature more rapidly that females with mature gonad of 213 mm for male and 220
mm for female. Peak spawning season of N. japonicus in the waters of Banten
Bay is thought to occur in early June. Reproductive potential of N. japonicus is
quite large in the amount of 1 139 to 63 727 eggs. Eggs diameter of N. japonicus
ranged from 0.0500 to 0.5000 mm with two modes of spread that occur
periodically with the reproductive patterns in partial spawner.
Kata kunci: Threadfin bream, PPN Karangantu, Reproduction, Banten Bay

REPRODUKSI IKAN KURISI Nemipterus japonicus (Bloch 1791)
DARI TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN
DI PPN KARANGANTU, BANTEN

NOLALIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Reproduksi ikan kurisi Nemipterus japonicus (Bloch 1791) dari
Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten
Nama
: Nolalia
NIM
: C24090064

Disetujui oleh

Dr Yonvitner, SPi MSi
Pembimbing I

Ali Mashar, SPi MSi
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: 10 Mei 2013

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Reproduksi Ikan Kurisi
Nemipterus japonicus (Bloch 1791) dari Teluk Banten yang Didaratkan di PPN
Karangantu, Banten” ini dapat diselesaikan. Skripsi disusun dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Sumber
Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Dr Yonvitner, SPi MSi selaku pembimbing I sekaligus pembimbing
akademik dan Ali Mashar, SPi MSi selaku pembimbing II yang telah

banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan
penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Dr Ir H Ridwan Affandi, DEA selaku dosen penguji tamu serta Dr Ir
Yunizar Ernawati, MS selaku komisi pendidikan yang telah banyak
memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini.
3. Staf PPN Karangantu sebagai tempat penelitian, IPB, BBM (Bantuan
Belajar Mahasiswa), seluruh staf Tata Usaha dan civitas MSP.
4. Keluarga tercinta: Mama, Papap, teh Yuli, teh Neneng, teh Irma, Ebo.
5. Teman seperjuangan: Selvia, Deasy, Alin, Cutra, Devi, Allsay, Nana, Mei,
Iqra, Fatkur, Panji, Rahmat, Ginna, Dwi, Ika, Tyas, Novita, Gilang,
Rodearni, Dudi, Ai, Yolanda, Mega, Ratih, Janty, Niken, Fitri, Nurul,
Yulia, Dian, Atim, Anggi, Fauzia AW, Eka, Dewi, Tamimi, Yucha, Arinta,
Julpah, Viska, Ananda, Nisa, Conny, Santika, Nursi, Fauzia F, Ajeng,
Dede, Rio, Piepiel, Adam, Fajar, Syarif, Asyanto, Aziz, Putri, Dirga, Made,
Kusnanto, Hesti, dan mas Gentha atas segala doa, kasih sayang, dan
bantuanya.
Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, Mei 2013
Nolalia


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ……………….…………………………………………….

vi

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………....….

vi

DAFTAR LAMPIRAN .…………………………………………………….…

vi

PENDAHULUAN ……………………………….…………………………….



Latar Belakang ……………………………………………………………...




Perumusan Masalah ………………………………………………………...



Tujuan Penelitian …………………………………………………………...



Manfaat Penelitian …………………………….…………………………….



METODE ………………………………………….…………………………..



Waktu dan Lokasi Penelitian …………………….………………………….




Alat dan Bahan ……………………………………………………………...



Proses Pengumpulan data …………………………………………………...



Prosedur Analisis Data ……………………………………………………...



Analisis Statistik ………………………………….…………………………



HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………….………….……………




Hasil …………………………………………………………….……...……



Pembahasan …………………………………………….………….…....….. 10 
SIMPULAN DAN SARAN ……………………………….…………..…...…. 14 
Simpulan ……………………………………………….…………….……... 14 
Saran …………………………………………………………………..……. 15 
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..….. 15 
LAMPIRAN ………………………………………………………………..…. 18
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………….... 26

DAFTAR TABEL
1
2

Penentuan TKG secara morfologi (Effendie 1979) …………….........
Proporsi kelamin ikan kurisi N. japonicus betina dan jantan ………..





DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Skema perumusan masalah sumber daya ikan kurisi ………………..
Peta daerah penangkapan ikan kurisi di Teluk Banten ………………
Struktur anatomi gonad ikan kurisi (N. japonicus) betina …………...
Struktur anatomi gonad ikan kurisi (N. japonicus) jantan …………...
Nilai tengah faktor kondisi ikan kurisi (N. japonicus) betina dan
jantan berdasarkan waktu pengamatan ………………………………
Tingkat kematangan gonad ikan kurisi (N. japonicus) jantan (a) dan
betina (b) ……………………………………………………………..
Indeks kematangan gonad ikan kurisi (N. japonicus) betina dan
jantan pada setiap waktu pengamatan ………………………………..
Sebaran diameter telur ikan kurisi (N. japonicus) betina TKG IV …..








10 

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Alat-alat yang digunakan selama penelitian …………………………
Bahan-bahan yang digunakan selama penelitian …………………….
Uji Chi-square terhadap rasio kelamin betina dan jantan pada ikan
kurisi (N. japonicus) …………………………………………………
Faktor kondisi ikan kurisi (N. japonicus) selama pengambilan contoh
Pendugaan ukuran pertama kali matang gnad ikan kurisi (N.
japonicus) dengan menggunakan metode Spearman-Karber ………..
Indeks kematangan gonad ikan kurisi (N. japonicus)………………...
Nilai fekunditas ikan kurisi (N. japonicus)…………………………...
Hubungan fekunditas ikan kurisi (N. japonicus) terhadap panjang
total …………………………………………………………………..
Hubungan fekunditas ikan kurisi (N. japonicus) terhadap bobot
tubuh …………………………………………………………………
Selang kelas diameter telur ikan kurisi (N. japonicus)……………….
Tingkat kematangan gonad berdasarkan bulan pengamatan ………...
Faktor kondisi ikan kurisi berdasarkan tingkat kematangan gonad ….
Faktor kondisi ikan kurisi berdasarkan selang kelas panjang ………..

18 
19 
19 
20 
20 
21 
22 
23 
23 
24 
24 
25 
25 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masyarakat di Karangantu memasarkan ikan kurisi terutama dalam bentuk
segar atau beku, dikukus, dikeringkan-asin, dikeringkan-asap, difermentasi atau
diolah menjadi baso ikan dan pakan. Ikan kurisi yang diasinkan memiliki nilai
jual yang lebih tinggi dibandingkan ikan dalam bentuk segar. Ikan kurisi juga
berperan dalam struktur trofik sebagai konsumen tingkat dua yaitu sebagai
karnivora yang memakan ikan-ikan kecil, krustacea, moluska, polychaeta, dan
echinodermata.
Tingginya tingkat pemanfaatan ikan kurisi dan peluang pengelolaan
menuntut upaya pengelolaan yang lebih baik. Pengelolaan yang baik adalah
pengelolaan yang didasarkan pada indikator yang tepat seperti data biologi,
ekologi, dan sosial ekonomi masyarakat. Salah satu indikator biologi yang dapat
dijadikan pertimbangan adalah aspek reproduksi. Informasi mengenai aspek
reproduksi ikan kurisi di Teluk Banten belum banyak dikaji. Aspek reproduksi
merupakan salah satu acuan bagi pengelolaan ikan kurisi. Beberapa parameter
yang menjadi acuan pengelolaan yaitu nisbah kelamin, ukuran pertama kali
matang gonad dan tipe pemijahan. Berdasarkan pertimbangan dan pemikiran
tersebut diperlukan kajian yang mendalam tentang aspek reproduksi ikan kurisi
dari hasil tangkapan di PPN Karangantu, Banten.

Perumusan Masalah
Ikan kurisi merupakan ikan yang bernilai ekonomis. Ikan ini dipasarkan
dalam keadaan segar maupun dalam bentuk olahan. Semakin tinggi permintaan
pasar terhadap ikan kurisi, maka akan menyebabkan intensitas penangkapan ikan
kurisi cenderung tidak terkendali. Upaya penangkapan ikan kurisi yang terus
meningkat juga akan menyebabkan ikan yang tertangkap berukuran kecil yang
pada akhirnya akan menurunkan jumlah hasil tangkapan. Hal ini dapat diduga
bahwa ikan kurisi telah mengalami eksploitasi.
Permasalahan-permasalahan seperti ini dapat mengkhawatirkan pada masa
yang akan datang bagi perkembangan regenerasi sumber daya ikan kurisi tersebut,
sehingga diperlukan informasi mengenai aspek reproduksi ikan kurisi agar
pemanfaatan sumber daya ikan kurisi dapat dikelola secara berkelanjutan. Secara
skematis, perumusan masalah penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

2

Hasil
tangkapan
menurun
Ukuran
tangkap yang
masih kecil
Intensitas
penangkapan
tidak
terkendali

Produktivitas
rendah

Resiko
penurunan
populasi

Aspek reproduksi ikan:
Nisbah kelamin, ukuran
pertama kali matang
gonad, potensi
reproduksi, musim dan
tipe pemijahan

Upaya
pengelolaan
sumberdaya
ikan kurisi
agar
berkelanjutan

Lingkungan

Gambar 1 Skema perumusan masalah sumber daya ikan kurisi

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji aspek reproduksi ikan kurisi (Nemipterus
japonicus) dari Perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangatu, Serang,
Banten.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aspek
reproduksi ikan kurisi (Nemipterus japonicus) sebagai dasar pertimbangan dalam
pengelolaan ikan kurisi di Karangantu, Banten agar berkelanjutan serta dalam
upaya mengurangi dampak overfishing dan petensi reproduksi. Selain itu juga
sebagai bahan masukan dalam penetapan kebijakan bagi dinas setempat dalam
pengelolaan perikanan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-September 2012 dengan waktu
pengambilan contoh setiap ±13 hari. Lokasi pengambilan ikan contoh yaitu di
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu (Gambar 2). Analisis contoh
dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan, Departemen Manajemen Sumber
Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3

Gambar 2 Peta daerah penangkapan ikan kurisi di Teluk Banten

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggaris, timbangan
digital, alat bedah, mikroskop, pipet tetes, gelas ukur, mikrometer, kaca preparat,
cawan petri, baki, tissue, botol sampel, kamera digital, dan laptop. Bahan yang
digunakan adalah ikan kurisi Nemipterus japonicus, formalin 4%, dan akuades.

Proses Pengumpulan data
Pengambilan ikan contoh dilakukan secara acak dari total hasil pendaratan.
Pengambilan contoh dilakukan sebanyak 7 kali dan jumlah ikan contoh yang
diambil sebanyak 70-120 ekor setiap pengambilan ikan contoh, kemudian setiap
ikan contoh diukur panjang dan bobotnya. Ikan contoh selanjutnya dipreservasi
dan dilakukan pembedahan ikan contoh di laboratorium untuk diamati organ
reproduksi berupa morfologi gonad serta ditentukan jenis kelamin. Penentuan
jenis kelamin ikan kurisi dilakukan secara visual dengan melihat ciri-ciri dan
perbedaan yang terdapat pada gonadnya.
Proses selanjutnya adalah penentuan tingkat kematangan gonad (TKG) pada
ikan yang sudah dibedah. Pengamatan TKG ditentukan secara morfologi
berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, dan perkembangan isi gonad,
berdasarkan modifikasi dari Cassie (Tabel 1). Gonad yang telah terpisah
kemudian ditimbang bobot totalnya (G) dengan timbangan digital dan diukur
volumenya dengan gelas ukur. Gonad diawetkan menggunakan formalin 4%.
Gonad kemudian dibagi menjadi 3 bagian yaitu anterior, tengah, dan
posterior pada setiap gonad yang akan diamati, lalu ditimbang bobotnya (Q) dan
diukur volumenya. Gonad contoh diencerkan ke dalam 10 ml air (V). Kemudian
jumlah telur dihitung dalam 1 ml (X) untuk ditentukan fekunditasnya. Fekunditas

4

hanya dihitung pada ikan betina yang memiliki TKG III dan IV, dengan
menggunakan metode gabungan (gravimetrik dan volumetrik).
Pengukuran diameter telur dilakukan pada telur contoh dari telur yang
digunakan untuk menentukan fekunditas. Telur contoh yang diukur diameter
telurnya dipilih 50 butir dengan 2 kali ulangan menggunakan mikroskop yang
telah ditera dengan mikrometer dengan perbesaran 4×10.
Tabel 1 Penentuan TKG secara morfologi (Effendie 1979)
TKG
I

II

III

IV

V

Betina
Ovari seperti benang, panjangnya
sampai ke depan rongga tubuh, serta
permukaannya licin
Ukuran ovari lebih besar. Warna
ovari kekuning-kuningan, dan telur
belum terlihat jelas

Jantan
Testes seperti benang, warna
jernih, dan ujungnya terlihat di
rongga tubuh
Ukuran testes lebih
pewarnaan seperti susu

besar

Permukaan testes tampak
Ovari berwarna kuning dan secara
bergerigi, warna makin putih
morfologi telur mulai terlihat
dan ukuran makin besar
Ovari makin besar, telur berwarna
Dalam keadaan diawet mudah
kuning, mudah dipisahkan. Butir
putus, testes semakin pejal
minyak tidak tampak, mengisi 1/22/3 rongga perut
Testes bagian belakang kempis
Ovari berkerut, dinding tebal, butir
dan di bagian dekat pelepasan
telur sisa terdapat didekat pelepasan
masih berisi
Prosedur Analisis Data

Nisbah kelamin
Nisbah kelamin atau Sex ratio (SR) adalah perbandingan dari jantan dan
betina dalam suatu populasi. Nilai dari rasio yang berdasarkan kelamin ini
diamati karena adanya perbedaan tingkah laku pemijahan berdasarkan kelamin,
kondisi lingkungan, dan penangkapan. Rasio jantan betina ini dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 1997):
A
SR % =
B
SR adalah nisbah kelamin (jantan atau betina), A adalah jumlah jenis ikan tertentu
(jantan atau betina), dan B adalah jumlah total individu ikan yang ada (ekor).
Hubungan antara jantan dan betina dalam suatu populasi dapat diketahui dengan
melakukan analisis nisbah kelamin ikan menggunakan uji Chi-square (X2) (Steel
dan Torrie 1993 in Adisti 2010):
∑ oi -ei 2
X2 =
ei

5

Χ2 adalah nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya menghampiri
sebaran khi kuadrat (Chi-square), oi adalah jumlah frekuensi ikan jantan dan
betina yang teramati, dan ei adalah jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan
betina.
Faktor kondisi
Faktor kondisi (K) digunakan dalam mempelajari perkembangan gonad ikan
jantan maupun betina yang belum dan sudah matang gonad yang dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 1997):
W
K= b
aL
K adalah faktor kondisi, W adalah bobot tubuh ikan contoh (gram), L adalah
panjang total ikan contoh (mm), a adalah konstanta, dan b adalah intersep.
Menurut Lagler et al. (1977), nilai K yang berkisar antara antara 1-3 menunjukkan
bahwa badan ikan tersebut berbentuk pipih.
Ukuran pertama kali matang gonad
Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata pertama kali
matang gonad ikan kurisi adalah metode Spearman-Karber (Udupa 1986 in
Musbir et al. 2006):
x
m= xk+
- x
pi
2
pi x qi
antilog m=m±1,96 x2
ni-1
m adalah log panjang ikan pada kematangan gonad pertama, xk adalah log nilai
tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad, x adalah log
pertambahan panjang pada nilai tengah, pi adalah proporsi ikan matang gonad
pada kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-i, ni adalah
jumlah ikan pada kelas panjang ke-i, qi adalah 1 – pi, dan M adalah panjang ikan
pertama kali matang gonad sebesar antilog m.
Indeks kematangan gonad
IKG adalah perbandingan antara bobot gonad terhadap tubuh ikan (Effendie
1997):
BG
IKG % =
BT
IKG adalah indeks kematangan gonad, BG adalah bobot gonad (gram), dan BT
adalah bobot tubuh (gram).
Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada saat ikan
memijah. Menurut Effendie (1997), fekunditas dapat dihitung dengan:
G×V×X
F=
Q

6

F adalah fekunditas (butir), G adalah bobot gonad total (gram), V adalah volume
pengenceran (ml), X adalah jumlah telur yang ada dalam 1 ml, dan Q adalah
bobot telur contoh (gram).

Analisis Statistik
Analisis statistik yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel
panjang dengan fekunditas dan hubungan panjang dengan tingkat kematangan
gonad (TKG) adalah metode Regresi Linier Sederhana (RLS).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Organ reproduksi
Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan.
Tingkat kematangan gonad ikan ditentukan berdasarkan bentuk, warna, ukuran,
bobot gonad, dan perkembangan isi gonad. Penentuan tingkat kematangan gonad
ikan menggunakan tabel modifikasi dari Cassie (Tabel 1). Berdasarkan Gambar 3
terlihat bahwa ikan kurisi betina pada tingkat kematangan gonad satu (TKG I)
memiliki ovari yang masih kecil. Pada TKG II, ukuran ovari semakin besar dan
berwarna merah kekuning-kuningan serta belum terlihat butir telur. Pada TKG III,
ovari berwarna kuning dan secara morfologi butir telur mulai terlihat. Pada TKG
IV, ukuran ovari semakin besar dan butir telur dapat terlihat dengan jelas, serta
sudah dapat dipisahkan.
Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa ikan kurisi jantan memiliki testes
seperti benang dan berwarna transparan pada TKG I. Pada TKG II, ukuran testes
semakin besar dan warna testes seperti agak keputihan. Untuk TKG III pada
jantan warna testes makin putih. Pada TKG IV ukuran testes semakin pejal.

TKG I
TKG II
TKG III
TKG IV
Gambar 3 Struktur anatomi gonad ikan kurisi (N. japonicus) betina

7

TKG I
TKG II
TKG III
TKG IV
Gambar 4 Struktur anatomi gonad ikan kurisi (N. japonicus) jantan
Nisbah kelamin
Nisbah kelamin merupakan perbandingan jenis kelamin betina dan jantan.
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa nisbah kelamin ikan jantan dibandingkan
dengan ikan betina adalah 1.5:1. Setelah dilakukan uji Chi-square pada setiap
waktu pengambilan contoh diperoleh thitung sebesar 87.4380 dan ttabel sebesar
2.7764 yang berarti tolak H0 atau perbandingan ikan kurisi jantan dan betina
dalam suatu populasi pada tujuh pengamatan dalam keadaan yang tidak seimbang.

Tabel 2 Nisbah kelamin ikan kurisi N. japonicus betina dan jantan
Waktu
27-Mei-12
17-Jun-12
30-Jun-12
13-Jul-12
26-Jul-12
8-Aug-12
28-Aug-12
Total

Jenis Kelamin
Betina
Jantan
44
65
36
43
30
75
56
54
41
71
39
59
34
66
280
433

Nisbah
kelamin
1:1.5
1:1.2
1:2.5
1:0.9
1:1.7
1:1.5
1:1.9
1:1.5

Faktor kondisi
Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan secara fisik untuk bertahan hidup
dan bereproduksi. Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa terjadi perubahan faktor
kondisi pada masing-masing bulan pengamatan untuk ikan kurisi betina dan
jantan. Nilai faktor kondisi terbesar ikan kurisi jantan dan betina terdapat pada
tanggal 27 Agustus 2012, yaitu sebesar 1.0955 dan 1.1056. Nilai faktor kondisi
rata-rata ikan kurisi betina berkisar antara 0.8614-1.1056 dan pada ikan kurisi
jantan berkisar antara 0.8308-1.0955. Menurut Lagler et al. (1977) menyatakan
bahwa ikan yang memiliki nilai faktor kondisi pada kisaran 1-3 akan memiliki
bentuk tubuh pipih.

8

1.2000

Faktor Kondisi

1.1000
1.0000
0.9000

Jantan

0.8000

Betina

0.7000
27
2 Mei
2012

177 Juni
2012

13 Julii
30 Juuni
26 Juli
20112
2012
2012
Waktu Penga
amatan

8 Agustus 28
2 Agustus
2012
2012

G
Gambar
5 Nilai
N
tengahh faktor konddisi ikan ku
urisi (N. japoonicus) betiina dan
jaantan berdassarkan wakttu pengamattan

Tinggkat kematangan gonaad (TKG)
k
n gonad addalah tahap
p-tahap terrtentu perkkembangan
Tingkat kematangan
gonaad sebelum dan sesudahh ikan mem
mijah. Berdaasarkan Gam
mbar 6 terliihat bahwa
ikan kurisi betinna dan janttan yang terrdapat padaa tiap selang kelas pannjang lebih
banyyak didominnasi oleh ikkan-ikan yaang masih dalam
d
fase pertumbuhaan (TKG I
dan II).
I Hal ini menunjukkkan bahwa ikan kurisii yang banyyak tertangkkap adalah
ikan--ikan yang masih melakukan peertumbuhan dan belum
m mengalam
mi matang
gonaad. Pada ikaan betina TKG
T
I (100%) mendom
minasi selanng kelas 988-108 mm,
TKG
G II (30%) mendomina
m
asi selang keelas 153-16
63 mm, TKG
G III (43%)) dan TKG
IV (29%)
(
mendominasi selang
s
kelas 186-196 mm. Padaa ikan jantaan TKG I
(100%) mendom
minasi selaang kelas 98-108
9
mm
m, TKG II (67%) meendominasi
selanng kelas 1997-207 mm,, TKG III (50%)
(
mendominasi selang kelass 2080-218
mm, dan TKG IV (3%) mendomina
m
si selang kelas
k
153-1663 dan 1755-185 mm.
TKG
G jika dipllotkan beerdasarkan bulan pen
ngamatan (Lampiran
(
11) dapat
mendduga waktuu pemijahann. Ikan padaa TKG III lebih
l
banyakk jumlahnyya daripada
ikan pada TKG
G IV, didugaa ikan ikann kurisi (N. japonicus)) memijah ppada bulan
Juli.
a

Frekuensi relatif (%)

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

b

TKG IV
TKG III
TKG II
TKG I

Selang kela
as

mbar 6 Tinggkat kemataangan gonadd ikan kurisii (N. japoniicus) jantan (a) dan betiina (b)
Gam

9

Indeks kematangan gonad (IKG)
Nilai IKG merupakan nilai dalam persen (%) dari perbandingan bobot
gonad dengan bobot tubuh ikan. Berdasarkan Gambar 7 terlihat bahwa nilai IKG
ikan kurisi betina lebih tinggi dibandingkan dengan IKG ikan kurisi jantan.
Namun baik ikan kurisi betina maupun jantan memiliki nilai IKG yang
berfluktuasi setiap bulannya. Nilai IKG tertinggi pada ikan kurisi betina maupun
terletak pada 28 Agustus 2012, sedangkan IKG terendah terdapat pada bulanbulan yang diduga tidak terjadi pemijahan misalnya pada 27 Mei 2012 pada ikan
kurisi jantan dan 26 Juli 2012 pada ikan kurisi betina.

Indeks Kematangan Gonad

1.40
1.20
1.00
Jantan

0.80

Betina

0.60
0.40
0.20
0.00
‐0.20

27 Mei
2012

17 Juni
2012

30 Juni
2012

13 Juli
2012

26 Juli
2012

8 Agustus 28 Agustus
2012
2012

Waktu Pengamatan
Gambar 7 Indeks kematangan gonad ikan kurisi (N. japonicus) betina dan jantan
pada setiap waktu pengamatan

Ukuran pertama kali matang gonad
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode Spearman-Karber,
ukuran pertama kali ikan kurisi matang gonad adalah 220 mm untuk ikan betina
dan 213 mm untuk ikan jantan. Hal ini menunjukkan bahwa ikan kurisi jantan
lebih cepat mengalami matang gonad dibandingkan dengan ikan betina.
Fekunditas
Fekunditas merupakan jumlah telur masak yang siap dikeluarkan saat ikan
memijah atau jumlah telur yang terkandung di dalam ovary ikan. Fekunditas dapat
dihubungkan dengan panjang maupun bobot. Namun jika dihubungkan dengan
bobot dapat bersifat tidak linear, karena bobot dapat berubah secara cepat
tergantung kondisi lingkungan dan fisiologis ikan. Nilai fekunditas pada ikan
kurisi betina TKG III dan IV berdasarkan metode gabungan berada pada kisaran
1 139 - 63 727 butir telur. Hubungan antara fekunditas dengan panjang total ikan
kurisi (Lampiran 8) ditunjukkan melalui persamaan F=110.6L0,039 dengan
koefisien determinasi (R2) sebesar 0.146 yang artinya hanya 14.6% yang dapat
dijelaskan panjang terhadap fekunditas dan hubungan fekunditas dengan bobot
dirumuskan F=17.30W0,130 dan diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar

10

0.239, artinya hanya 23.9% yang dapat dijelaskan bobot terhadap fekunditas.
Koefisien korelasi (r) antara fekunditas dengan panjang sebesar 0.38 dan antara
fekunditas dengan bobot sebesar 0.49. Nilai r yang kurang dari 0.5 menunjukkan
bahwa hubungan antara kedua variabel tersebut adalah tidak ada korelasi atau
hubungan.
Diameter telur
Diameter telur dapat diukur dengan menggunakan mikroskop yang
dilengkapi dengan mikrometer okuler yang sudah ditera dengan mikrometer
objektif terlebih dahulu (Sulistiono et al. 2001a). Berdasarkan Gambar 8 dapat
diketahui sebaran frekuensi diameter telur ikan kurisi lebih dari satu modus. Maka
dapat diduga bahwa tipe pemijahan dari ikan kurisi adalah partial spawner atau
pemijahan sebagian, artinya ikan kurisi mengeluarkan telur masak secara bertahap.
Kisaran diameter telur berkisar antara 0.05-0.50 mm. Diameter telur dengan
frekuensi tertinggi terdapat pada selang ukuran 0.2432-0.2753 mm sebanyak
1 320 butir telur.
1320

1400
1200

Frekuensi

1000
710

800
600

471

488
397

400

293
224
140

200
2

0

258
134
61

2

0

Selang ukuran Diameter Telur (mm)

Gambar 8 Sebaran diameter telur ikan kurisi (N. japonicus) betina TKG IV

Pembahasan
Ikan kurisi jantan yang diamati pada penelitian ini berjumlah 433 ekor dan
ikan kurisi betina berjumlah 280 ekor. Rasio kelamin ikan kurisi jantan dan betina
tidak seimbang (1.5:1). Hal ini juga dihasilkan pada penelitian Brojo dan Sari
(2002) terhadap ikan kurisi (N. tambuloides) yang didaratkan di Tempat
Pelelangan Ikan Labuan, Pandeglang, rasio kelamin ikan kurisi jantan dan betina
dalam keadaan tidak seimbang, ikan betina dominan pada kelompok ikan
berukuran kecil, sedangkan ikan jantan dominan pada ukuran yang lebih besar.
Sama halnya dengan rasio kelamin ikan kurisi (N. tambuloides) di sebelah utara

11

Australia (Mei-Juni) menunjukkan bahwa jumlah ikan betina lebih sedikit
daripada jumlah ikan jantan pada panjang rata-rata di atas 161 mm (Young dan
Martin 1980).
Menurut Effendie (1997), perbedaan jumlah ikan jantan dan betina yang
tertangkap berkaitan dengan pola tingkah laku ruaya ikan, baik untuk memijah
maupun mencari makan, serta perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhan
(Yustina dan Arnentis 2002), adanya perbedaan pola pertumbuhan, perbedaan
umur pertama kali matang gonad, dan bertambahnya jenis ikan baru pada suatu
populasi ikan yang sudah ada (Nikolsky 1963). Rahardjo (2006) menyatakan
bahwa rasio kelamin di daerah tropis seperti Indonesia bersifat variatif dan
menyimpang dari 1:1. Menurut Atmadja (1984) kebanyakan ikan akan berimigrasi
untuk tujuan pemijahan setelah ovarium matang, dan akan kembali ke daerah
penangkapan setelah memijah. Banyaknya ikan jantan yang ditemukan di daerah
penangkapan pada waktu pengamatan dapat diduga karena ikan betina sedang
beruaya menuju feeding ground yaitu tempat untuk mencari makan dalam proses
pematangan gonadnya. Rasio kelamin ini penting karena dapat digunakan untuk
menduga keberhasilan pemijahan, kestabilan populasi, rekruitmen, dan
menentukan konservasi sumber daya ikan agar tidak terjadi kepunahan (Saputra
et al. 2009).
Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad (Lm) merupakan salah satu
cara untuk mengetahui perkembangan populasi dalam suatu perairan. Pada
penelitian ini didapatkan ukuran pertama kali matang gonad pada panjang 213
mm pada ikan kurisi jantan dan 220 mm pada ikan kurisi betina. Ikan kurisi jantan
lebih cepat mengalami matang gonad daripada betina. Hal ini didukung dengan
hasil nisbah kelamin ikan kurisi jantan lebih besar dibandingkan betina (1.5:1)
atau dapat dikatakan ikan kurisi memijah dengan perbandingan ikan jantan 15
ekor dan betina 10 ekor, sehingga ikan kurisi jantan matang gonad lebih cepat
daripada betina untuk menjamin keberhasilan reproduksinya. Sulistiono et al.
(2001a) menyatakan bahwa perbedaan ukuran pertama kali matang gonad pada
ikan jantan dan betina dapat disebabkan oleh parameter pertumbuhan yang
berbeda-beda. Berdasarkan hasil penelitian Brojo dan Sari (2002) terhadap biologi
reproduksi ikan kurisi (N. tambuloides) yang didaratkan di Tempat Pelelangan
Ikan Labuan, Pandeglang diperoleh ukuran pertama kali matang gonad pada
panjang 170 mm. Sedangkan penelitian Rahayu (2012) terhadap ikan kurisi (N.
japonicus) di Teluk Labuan, Banten diperoleh ukuran pertama kali matang gonad
pada panjang 233 mm. Menurut Effendie (2002), ikan dengan spesies yang sama
dan tersebar pada lintang yang perbedaannya lebih dari 5o memiliki ukuran
pertama kali matang gonad yang berbeda-beda. Menurut Sentan dan Tan (1975)
laju pertumbuhan ikan kurisi betina di Laut Andaman lebih rendah daripada ikan
jantan setelah tahun kedua. Hal ini terjadi karena untuk mencapai matang gonad,
energi yang digunakan untuk pertumbuhan gonad lebih besar daripada untuk
pertumbuhan tubuhnya. Beberapa peneliti menemukan ukuran maksimum ikan
kurisi betina lebih kecil daripada ikan jantan (Chullasorn dan Martusubroto 1986).
Dihubungkan dengan panjang rata-rata ikan yang tertangkap selama
penelitian (149 mm) ternyata berada pada kisaran Lm tersebut. Dalam
pengusahaan suatu perikanan hendaknya membiarkan sebagian ikan-ikan dengan
panjang yang sama atau lebih besar dari Lm untuk bereproduksi, agar tidak
mengganggu proses perkembangbiakan yang dapat membahayakan kelestarian

12

sumber daya. Menurut Gulland in Herianti dan Djamal (1993) keadaan spawning
stock yang rendah sehingga menyebabkan ketidakmampuan menghasilkan
rekruitmen di masa mendatang sangatlah berbahaya, yang akhirnya akan
menyebabkan recruitment overfishing.
Lm bergantung pada faktor genetik dan lingkungan (Mustac dan Sinovcic
2011). Setiap spesies ikan pada waktu pertama kali matang gonad memiliki
ukuran yang tidak sama walaupun ikan tersebut adalah satu spesies. Hal ini
disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi ekologis perairan yang menyebabkan
ikan-ikan muda yang berasal dari telur yang menetas pada waktu bersamaan akan
mencapai tingkat kematangan gonad pada ukuran yang berlainan (Blay dan
Egeson in Pellokila 2009). Ukuran pertama kali ikan matang gonad juga
dipengaruhi oleh kelimpahan, ketersediaan makanan, suhu, periode, arus, ukuran,
dan sifat fisiologis ikan itu sendiri (Nikolsky 1963). Selain itu menurut Jennings
et al. (2001) tingginya intensitas penangkapan mengakibatkan ikan-ikan yang
belum matang gonad akan matang gonad lebih awal daripada seharusnya.
Penentuan faktor kondisi dilakukan untuk mendeteksi perubahan yang
terjadi secara mendadak pada suatu perairan yang dapat mempengaruhi kondisi
ikan. Faktor kondisi dipengaruhi oleh perbedaan umur, perubahan pola makan
saat ikan tumbuh, ketersediaan makanan, kondisi lingkungan dan pada ikan betina
dipengaruhi oleh indeks kematangan gonad. Pada saat makanan berkurang
jumlahnya, ikan akan cenderung menggunakan cadangan lemaknya. Faktor
kondisi berfluktuasi di setiap bulan pengamatan. Faktor kondisi yang rendah terdapat
pada bulan Juli awal untuk jantan dan Juni akhir untuk betina diduga diakibatkan oleh
berkurangnya ketersediaan makanan atau jika ketersediaan makanan cukup saat itu
penurunan faktor kondisi diakibatkan karena terdapat ikan-ikan yang telah mengalami
pemijahan. Saat makanan berkurang jumlahnya, ikan akan menggunakan cadangan
lemaknya sebagai sumber energi selama proses pematangan gonad dan pemijahan
sehingga faktor kondisi ikan menurun (Effendie 2002). Faktor kondisi rata-rata yang
diplotkan berdasarkan TKG (Lampiran 12) semakin tinggi seiring dengan tingginya
perkembangan gonad. Sedangkan faktor kondisi rata-rata yang diplotkan berdasarkan
selang kelas panjang (Lampiran 13) semakin menurun seiring dengan bertambahnya
panjang (98-174 mm), tetapi kemudian meningkat kembali (175-218 mm). Hal ini
diduga karena energi yang didapatkan ikan digunakan untuk perkembangan gonad,
hal ini juga didukung dengan data TKG berdasar kelas panjang (Gambar 7) dimana
pada selang penurunan faktor kondisi ikan kurisi juga sedang mengalami
perkembangan gonad.
Komposisi tingkat kematangan gonad (TKG) dapat digunakan untuk
menduga waktu pemijahan pada ikan. Ketidakseragaman perkembangan gonad
yang didapatkan selama penelitian diduga adanya dua kelompok ikan yang waktu
pemijahannya berbeda (Brojo dan Sari 2002). Perubahan TKG pada setiap
spesies ikan berbeda karena sebanding dengan perubahan morfologi, tingkah laku,
dan sifat fisiologis. Musim penijahan tidak dapat diduga secara pasti karena
bersifat temporal. Pada penelitian ini dapat diduga bahwa musim pemijahan ikan
kurisi di Teluk Banten terjadi pada ahir Mei, Juni dan Agustus. Menurut Dan
(1977) pemijahan ikan kurisi di pantai Orissa terjadi antara bulan DesemberFebruari dan antara bulan Juni-Juli. Sedangkan Reguichai in Chullasorn dan
Martusubroto (1986) mendapatkan ikan kurisi (N.hexodon) memijah pada sekitar
bulan Januari dan antara Juni-Agustus. Tujuan menganalisis TKG (Effendie 1979)
adalah untuk mentukan ikan yang matang gonad dengan yang belum matang

13

gonad dari stok yang ada di perairan, menentukan ukuran ikan yang matang
gonad, menentukan waktu dan lama pemijahan, serta jumlah pemijahan dalam
satu tahun.
TKG merupakan perubahan kondisi perkembangan gonad yang dilihat
secara kualitatif, sedangkan indeks kematangan gonad (IKG) merupakan
perubahan kondisi perkembangan gonad yang dilihat secara kuantitatif. Effendie
(1997) menyatakan bahwa sejalan dengan pertumbuhan gonad, maka gonad yang
dihasilkan akan semakin bertambah besar hingga batas maksimum ketika terjadi
pemijahan. Musim atau waktu pemijahan terjadi ketika nilai IKG untuk kedua
jenis kelamin mencapai tingkat tertinggi (Ozvarol et al. 2010).
Nilai IKG akan semakin tinggi seiring dengan bertambahnya nilai TKG. Hal
ini menunjukkan bahwa bobot gonad akan mencapai maksimal saat ikan memijah,
kemudian menurun secara cepat selama berlangsung pemijahan sampai pemijahan
selesai (Effendie 1997). Nilai IKG ikan akan bervariasi, baik jantan maupun
betina (Sulistiono et al. 2001b). Biusing (1998) in Sulistiono et al. (2001b)
menyatakan bahwa pada umumnya nilai IKG betina lebih tinggi daripada jantan
karena pertumbuhan ikan betina cenderung tertuju pada perkembangan gonad.
Sedangkan menurut Yustina dan Arnentis (2002), dikarenakan pada ovari butir-butir
telur akan mengalami perkembangan, maka semakin besar diameter telur IKG akan
semakin meningkat.
Faktor kondisi, IKG, TKG, dan diameter telur sangat berkaitan. Faktor kondisi
menunjukkan kemontokan ikan yang meningkat sejalan dengan peningkatan TKG,
dimana semakin besar TKG maka semakin besar pula nilai IKG. Ikan dengan IKG
tinggi umumnya memiliki ukuran diameter telur yang tinggi juga.
Potensi reproduksi pada ikan dapat diduga dengan melihat nilai fekunditas
yang dihasilkan oleh ikan tersebut. Fekunditas yang didapatkan pada penelitian ini
cukup tinggi, berkisar antara 1 139 - 63 727 butir telur. Jika dibandingkan dengan
penelitian Brojo dan Sari (2002) fekunditas yang didapatkan berkisar antara
25 079 - 170 888 butir telur, sedangkan penelitian Manojkumar (2003) didapatkan
fekunditas berkisar antara 2 300 – 139 000 butir telur. Variasi fekunditas ini
disebabkan oleh adanya kelompok ikan yang baru memijah dan sudah memijah,
sehingga produksi telur cenderung lebih tinggi daripada ikan yang baru memijah.
Selain itu, variasi fekunditas tersebut juga disebabkan adanya penyebaran
produksi telur yang tidak merata, fertilitas, intensitas penangkapan, ukuran telur,
kondisi perairan, kepadatan populasi, dan ketersediaan makanan (Warjono 1990).
Prabhu (1956) dan Kagwade (1968) in Warjono (1990), tipe pemijahan ikan
berhubungan dengan perkembangan diameter telur dalam ovarium. De Jong
(1940) in Warjono (1990) menyatakan bahwa apabila telur yang berada dalam
ovarium berukuran sama, maka sifat pemijahan spesies tersebut pendek (total).
Sebaliknya apabila telur yang berada dalam ovarium tidak berukuran sama, maka
sifat pemijahan spesies tersebut panjang (partial). Sedangkan total spawner
adalah tipe pemijahan yang tidak bertahap dimana ikan melepaskan telurnya
secara menyeluruh (Sulistiono et al. 2001b).
Pengukuran diameter telur pada gonad yang sudah matang berguna untuk
menduga frekuensi pemijahan dengan melihat modus penyebarannya. Dari hasil
dapat dilihat bahwa sebaran diameter telur ikan kurisi memiliki dua modus yang
menunjukan tipe pemijahan ikan kurisi bersifat parsial dengan ukuran diameter
telur berkisar antara 0.05-0.5 mm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie

14

(2002) bahwa pada ikan dan avertebrata sering dijumpai distribusi diameter telur
bimodal atau dua modus, yaitu modus pertama terdiri dari telur belum matang
gonad dan modus kedua terdiri dari telur matang. Dan (1977) dan Russel (1997)
menyatakan bahwa pematangan telur berlangsung cukup lama pada ikan kurisi
dalam setiap masa pemijahan yang relatif pendek. Berdasarkan keseragaman
ukuran diameter telur yang diteliti oleh Brojo dan Sari (2002), diduga bahwa ikan
kurisi pada penelitian ini memijah pada satu periode dalam setiap masa
pemijahan, dan melepaskan telur-telurnya sekaligus dalam jangka waktu singkat
(total spawner), dengan ukuran diameter terbesar 0,53 mm. Dan (1977)
menyatakan bahwa pematangan telur berlangsung cukup lama pada ikan kurisi
dalam setiap masa pemijahan yang relatif pendek. Telur ikan kurisi yang benarbenar matang dan siap dipijahkan tidak berwarna, bouyant, dan berbentuk seperti
bola dengan ukuran diameter 0,71- 0,79 mm (Aoyama dan Sotogaki in Russel
1997). Pada umumnya ikan yang tergolong total spawner memiliki ukuran
diameter telur yang kecil, fekunditas yang besar, dan musim pemijahan yang tetap
(Connell 1987 in Pellokila 2009).
Alternatif Pengelolaan
Berdasarkan hasil kajian reproduksi ikan kurisi yang didaratkan di PPN
Karangantu Banten, maka pengelolaan yang dapat dilakukan adalah selektivitas
alat tangkap, pengaturan waktu penangkapan dan pembatasan ukuran tangkap
lebih dari ukuran pertama kali matang gonad. Puncak pemijahan ikan kurisi di
Teluk Banten terjadi pada bulan Juli awal. Pengaturan dapat dilakukan dengan
melakukan penangkapan terhadap ikan kurisi bukan pada saat puncak pemijahan.
Pengaturan waktu penangkapan ikan kurisi tidak terlalu bisa diterapkan, karena
diduga ikan kurisi memijah sepanjang tahun. Menurut Widodo dan Suadi (2006),
penutupan daerah atau musim penangkapan akan efektif untuk mengendalikan
ukuran ikan yang tertangkap.
Hasil perhitungan ukuran pertama kali matang gonad ikan kurisi betina
sebesar 220 mm dan ikan jantan sebesar 213 mm. Dalam rangka mempertahankan
keberlanjutan populasi ikan diperlukan adanya penerapan pengaturan ukuran ikan
yang boleh ditangkap yaitu ikan-ikan yang memiliki ukuran yang lebih besar dari
ukuran pertama kali ikan tersebut matang gonad, sehingga membiarkan ikan-ikan
memijah minimal sekali dalam hidupnya yang akan mencegah degradasi stok
(Moore 1999 in Musbir et al. 2006). Dengan demikian, ukuran ikan yang
diperbolehkan ditangkap adalah ikan-ikan yang berada pada ukuran di atas ukuran
pertama kali ikan tersebut matang gonad yaitu 220 mm.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nisbah kelamin ikan kurisi jantan dan betina yang diperoleh selama
penelitian adalah 1.5:1. Ikan kurisi jantan lebih cepat mencapai matang gonad
dibandingkan dengan ikan betina dengan ukuran pertama kali matang gonad
menggunakan metode Spearman-Karber didapatkan pada panjang 220 mm (ikan

15

betina) dan 213 mm (ikan jantan). Sedangkan, jika dibandingkan dengan ukuran
pertama kali matang gonad berdasarkan sebaran TKG berdasarkan selang kelas
panjang didapatkan pada panjang 164 mm untuk betina dan 154 mm untuk jantan.
Musim pemijahan ikan kurisi berlangsung pada bulan Juli-Agustus dengan ukuran
panjang rata-rata 147-176 mm. Potensi reproduksi ikan kurisi cukup tinggi yaitu
sebesar 1 139 - 63 727 butir telur dengan tipe pemijahan secara parsial (partial
spawner). Saran pengelolaan yang dapat diberikan adalah pengaturan waktu
penangkapan dan pembatasan ukuran tangkap lebih dari ukuran pertama kali
matang gonad.

Saran
Adanya penelitian lanjutan atau kajian mengenai aspek reproduksi ikan
kurisi selama satu tahun untuk mengetahui musim pemijahan sehingga dapat
menghasilkan suatu saran pengelolaan berupa penutupan musim penangkapan
dalam satu tahun. Adanya penentuan tingkat kematangan gonad secara histologis
agar lebih tepat dalam menentukan tingkat kematangan gonad ikan dan
dibutuhkan data tinggi badan ikan untuk mengatur ukuran mata jaring suatu alat
tangkap yang dapat menangkap ikan kurisi.

DAFTAR PUSTAKA
Adisti. 2010. Kajian biologi reproduksi ikan tembang (Sardinella maderensis
Lowe, 1838) di perairan Teluk Jakarta yang didaratkan di PPP Muara Angke,
Jakarta Utara [skripsi]. Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Atmadja SB. 1984. Tingkat Kematangan Gonad Beberapa Ikan Pelagis Kecil di
Laut Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Laut (92): 1-8.
Brojo M, Sari RP. 2002. Biologi reproduksi ikan kurisi (Nemipterus tambuloides
Blkr.) yang didaratkan di tempat pelelangan ikan Labuan, Pandeglang. Jurnal
iktiologi Indonesia. 1(2). 13 hal.
Chullasorn S, Martusubroto P. 1986. Distribution and important biological
features of coastal fish recources in southest Asia. FAo Fisheries Technical
Paper No. 278. 84 hal.
Dan SS. 1977. Intraovarian studies and fecundity in Nemipterus japonicus
(Bloch). Indian J. fish (24):48-55.
Effendie MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. 112
hal.
Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.
163 hal.
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.
163 hal.
Jenning S, Kaiser MJ, Reynolds JD. 2001. Marine fisheries ecology. Blackwell
publishing. United Kingdom. 417 p.

16

Lagler KF, Bardach JE, Miller RR, Dora M Passino. 1977. Ichthyology. John
Willey and Sons, Inc. New York. 505 p.
Manojkumar PP. 2003. Some aspects on the biology of Nemipterus japonicus
(Bloch) from Veraval in Gujarat, Calicut Research Centre of Central Marine
Fisheries Research Institute,Calicut, India.
Musbir, Mallawa A, Sudirman, Najamuddin. 2006. Pendugaan ukuran pertama
kali matang gonad ikan kembung, Rastreliger kanagurta di perairan Laut
Flores, Sulawesi Selatan. 6(1): 19-26.
Mustac B, Sinovcic G. 2011. Reproductive cycle of gilt sardine (Sardinella aurita
Valenciennes 1847) in the Eastern Middle Adriatic Sea. 28: 46-50.
Nikolsky GV. 1963. The Ecology of Fishes. London: Academic Press.
Ozvarol ZAB, Balci BA, Tasli MGA, Kaya Y, Pehlivan M. 2010. Age, growth,
and reproduction of goldband goatfish (Upeneus moluccensis Bleeker (1855))
from the Gulf of the Antalya (Turkey). Journal of Animal and Veterinary
Advances. 9(5): 939-945.
Pellokila NAY. 2009. Biologi reproduksi ikan betook (Anabas testudines Bloch,
1792) di rawa banjiran daerah aliran sungai Mahakan, Kalimantan Timur
[skripsi]. Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Rahardjo MF. 2006. Biologi reproduksi ikan blama (Nibea soldado, Lac)
Sciaenidae di perairan pantai Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi
Indonesia. 5(2) : 63-68.
Rahayu ES. 2012. Kajian stok sumber daya ikan kurisi (Nemipterus japonicus) di
Perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Labuan, Pandeglang,
Banten [skripsi]. Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Russell BC. 1997. Nemipterid fishes of the world (treadfin breams, whiptail
breams, monocle breams, dwarf breams, and coral breams) FAO Fisheries
Synopsis No. 125 (12). Rome. 149 hal.
Saputra SW, Soedarsono P, Sulistyawati GA. 2009. Beberapa aspek biologi
reproduksi ikan kuniran (Upeneus spp) di perairan Demak. Jurnal Saintek
Perikanan. 5(1) : 1-6.
Senta T, Tan KS. 1975. Species and size composition of threadfin snappers in the
South China sea and the Andaman sea. Singapore. J. Pri. Ind. 3(1): 1-1 1.
Sulistiono, Jannah MR, Ernawati Y. 2001a. Reproduksi ikan belanak (Mugil
dussumieri) di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur 1(2): 31-37.
Sulistiono, Kurniati TH, Riani E, Watanabe S. 2001b. Kematangan gonad
beberapa jenis ikan buntal (Tetraodon lunaris, T. fluviatilis, T. reticularis) di
perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur 1(2): 25-30.
Warjono J. 1990. Studi beberapa aspek biologi reproduksi ikan betutu
(Oxyeleotris marmorata Bleeker) di Sungai Cisadane Kabupaten Tangerang
dan di Waduk Saguling Kabupaten Bandung, Jawa Barat [skripsi].
Departemem Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Widodo J, Suadi. 2006. Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Laut. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. 252 hal.
Young PC, Martin RB. 1980. Sex ratio and hermaphroditism in Nemipterid fish
from northen Australia. Jour. Fish Biol (26):273-287.

17

Yustina, Arnentis. 2002. Aspek reproduksi ikan kapiek (Puntius schwanefeldi
Bleeker) di Sungai Rangau, Riau, Sumatera. Jurnal Matematika dan Sains.
7(1): 5-14.

18

Lampiran 1 Alat-alat yang digunakan selama penelitian

Timbangan digital

Mikroskop

Botol sampel

Tissue

Baki

Cawan petri

Gelas Ukur

Mikrometer

Kaca Preparat

Alat Bedah

Laptop

Kamera Digital

19

Pipet tettes

Pennggaris

Lampiran 2 Bahan-baahan yang digunakan
d
selama penelitian

Ikan Kurisi
K
(N. jap
aponicus)
Formaalin

Akuadees

Lampiran 3 Uji Chi--square terhhadap rasio
o kelamin betina
b
dan jjantan padaa ikan
kurisi (N
N. japonicuss)
TKG
Jantan
Betina

I
331
158

II
81
58

III
17
45

IV
4
19

V
0
0

Jum
mlah
4333
280
7113

Rasio kellamin betina
Rasio kellamin jantan
Standar deviasi
d

0.3927
0.6073
0.0007

ei
Uji Chi-square

244.55

69.5

31

11.55

0

30.60222
30.60222

1.902
29
1.902
29

6.32226
6.32226

4.89113
4.89113

-

x hit
x tab

87.43880
3.1824

Keputusann : X2 > X22 tabel, makka tolak Ho
Kesimpulaan : Proporssi kelamin ikan
i
kurisi betina
b
dan jantan tidak seimbang

20

Lampiran 4 Faktor kondisi ikan kurisi (N. japonicus) selama pengambilan contoh
Betina
FK Rata-rata
1.0541
0.9075
0.8614
0.8882
1.0468
1.0301
1.1056

Waktu
27 Mei 2012
17 Juni 2012
30 Juni 2012
13 Juli 2012
26 Juli 2012
8 Agustus 2012
28 Agustus 2012

STDEV
0.1240
0.1204
0.0953
0.1100
0.1211
0.1008
0.1141

Jantan
FK Rata-rata
0.9791
0.8638
0.9065
0.8308
1.0822
1.0844
1.0955

STDEV
0.1075
0.1105
0.1144
0.0906
0.1691
0.1257
0.1496

Lampiran 5 Pendugaan ukuran pertama kali matang gnad ikan kurisi (N. japonicus) dengan
menggunakan metode Spearman-Karber
Betina
Selang
kelas
(mm)
98-108
109-119
120-130
131-141
142-152
153-163
164-174
175-185
186-196
197-207
208-218
Total
Ratarata

Nilai
tengah(Nt)

Log
Nt (xi)

Jumlah
ikan
(Ni)

103
114
125
136
147
158
169
180
191
202
213

2.0128
2.0569
2.0969
2.1335
2.1673
2.1987
2.2279
2.2553
2.2810
2.3054
2.3284

2
16
40
49
71
47
32
16
7
0
0

Jumlah
ikan
matang
gonad
(Nb)
0
2
5
3
15
18
19
6
5
0
0

Nb/Ni
(Pi)

1-Pi
(Qi)

x(i+1)xi

0.0000
0.1250
0.1250
0.0612
0.2113
0.3830
0.5938
0.3750
0.7143
0.0000
0.0000
2.5885

1.0000
0.8750
0.8750
0.9388
0.7887
0.6170
0.4063
0.6250
0.2857
1.0000
1.0000
8.4115

0.0441
0.0400
0.0366
0.0338
0.0313
0.0292
0.0274
0.0258
0.0243
0.0230
0.0000
0.3155

0.0287

m= xk+

x
2

m = 2,3284 +

- x ∑ pi
0,0287
2

antilog m = 220,1519

- 0,0287 ∑ ,

ukuran ikan pertama kali matang g