Frekuensi Kunjungan Serangga Penyerbuk Elaeidobius kamerunicus Faust. Pada Bunga Betina Tanaman Kelapa Sawit Di Perkebunan PTPN VIII Cikasungka, Bogor

FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK
Elaeidobius kamerunicus Faust. PADA BUNGA BETINA
TANAMAN KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN PTPN VIII
CIKASUNGKA, BOGOR

AMINAH

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ii

ABSTRAK
AMINAH. Frekuensi Kunjungan Serangga Penyerbuk Elaeidobius kamerunicus Faust. Pada
Bunga Betina Tanaman Kelapa Sawit di Perkebunan PTPN VIII Cikasungka, Bogor. Dibimbing
oleh TRI ATMOWIDI dan YANA KURNIAWAN.
Elaeidobius kamerunicus adalah kumbang polinator efektif pada tanaman kelapa sawit.
Keberadaan kumbang penyerbuk kelapa sawit di perkebunan sangat diperlukan dalam

meningkatkan pembentukan buah untuk menjamin kelangsungan penyerbukan pada kelapa sawit,
diperlukan kumbang dengan jumlah optimum. Frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus
menentukan penyerbukan pada kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan mempelajari frekuensi
kunjungan kumbang E. kamerunicus pada bunga betina tanaman kelapa sawit umur tujuh tahun.
Pengamatan frekuensi kunjungan kumbang dilakukan dengan fix method selama 10 menit, dengan
menggunakan blok waktu, yaitu pagi (09.00-10.00), siang (13.00-14.00), dan sore (16.00-17.00).
Parameter lingkungan juga di ukur selama pengamatan kumbang. Frekuensi kunjungan kumbang
ke bunga betina tertinggi (121 kumbang/10 menit) terjadi pada pagi hari. Kunjungan pada siang
hari (23 kumbang/10 menit) dan sore hari (17 kumbang/10 menit) lebih rendah dibandingkan pagi
hari. Frekuensi kunjungan kumbang berkaitan secara signifikan dengan suhu dan kecepatan angin
Kata kunci: Frekuensi kunjungan, Elaeidobius kamerunicus, kelapa sawit, penyerbukan, parameter
lingkungan.

ABSTRACT
AMINAH. Visiting Frequency of Weevil Pollinator Elaeidobius kamerunicus Faust. on Oil Palm’s
Female Flowers in PTPN VII Cikasungka, Bogor. Supervised by TRI ATMOWIDI and YANA
KURNIAWAN.
Elaeidobius kamerunicus is the effective pollinators of oil palm plants. Weevil pollinator, E.
kamerunicus in the plantation is useful to increase fruit set. Continuity of the oil palm pollination
require minimal induvidual of the weevil. This study aimed to study visiting frequency of E.

kamerunicus on oil palm’s female flowers age seven years. Visiting frequency of E. kamerunicus
were observed by fixed sample method in 10 minutes using time blocks, which were in the
morning (09:00-10:00 am), afternoon (13:00-14:00 pm), and evening (16:00-17:00 pm).
Environmental parameters also were measured. The results showed that the highest weevil visiting
frequency to female flowers was occured in the morning (121 weevils/10 minutes). Visiting
frequency of the weevils in the afternoon (23 weevils/10 minutes) and evening (17 weevil/10
minutes) were lower than that in the morning. The weevil’s visiting frequency related significantly
to temperature and wind speed.
Key words: Visiting frequency, Elaeidobius kamerunicus, oil palm, pollination, environmental
conditions.

iii

FREKUENSI KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK
Elaeidobius kamerunicus Faust. PADA BUNGA BETINA
TANAMAN KELAPA SAWIT DI PERKEBUNAN PTPN VIII
CIKASUNGKA, BOGOR

AMINAH


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

iv

Judul : Frekuensi Kunjungan Serangga Penyerbuk Elaeidobius kamerunicus
Faust. Pada Bunga Betina Tanaman Kelapa Sawit Di Perkebunan PTPN
VIII Cikasungka, Bogor
Nama : Aminah
NIM : G34070014

Menyetujui,


Dr. Tri Atmowidi, M.Si.

Yana Kurniawan, M.Si.

Pembimbing I

Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.
Ketua Departemen Biologi

Tanggal Lulus :

v

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini berjudul Frekuensi
Kunjungan Serangga Penyerbuk Elaeidobius kamerunicus Faust. Pada Bunga Betina Tanaman
Kelapa Sawit Di Perkebunan PTPN VIII Cikasungka, Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Februari sampai bulan Juli bertempat di PTPN VIII Afdeling IV Toge Kebun Cikasungka Bogor.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Tri Atmowidi, M.Si. dan Yana Kurniawan
M.Si. selaku pembimbing yang telah memberikan saran dan bimbingannya selama melaksanakan
penelitian serta kepada Dr. Triadiati, M.Si. selaku penguji atas saran yang telah diberikan. Terima
kasih penulis ucapkan juga kepada Pak Dodi, Pak Heri, Pak Awang, Pak Adang, Pak Firman, dan
Pak Jaya selaku pihak PTPN VIII Afdeling IV Toge Kebun Cikasungka, Bogor yang telah banyak
membantu dalam penelitian di lapang.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibuku Hopsah yang selalu sabar
mendidikku, Bapakku Arju yang selalu menasihatiku, kedua kakakku Solihin dan Istiharoh yang
selalu memberikan banyak dukungan serta kedua adikku Aisyah dan Abi yang selalu memberikan
keceriaan dalam hidupku. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada sahabatku Yakub, Aya, dan
Raisa yang selalu mengerti akan diriku, karibku Niken, Rani, dan Vita sebagai tempatku belajar
dan selalu memberikan motivasi terbaik sehingga aku bisa survive di Biologi, teman-temanku yang
selalu berbagi suka Rina, Gesti, Karin, Nisful, Afticha, Nia, Adian, Aidatun, Heni, Ivan, Made,
dan Bisri, teman perjuangan penelitian Komal, Gisa, Alin, Nabil, dan Kak Nikki yang selalu

memberi semangat dan teman-teman Biologi angkatan 44, 43, dan 45 yang lain atas kebersamaan
selama penelitian.
Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan memberi informasi
kepada pembaca.

Bogor, September 2011

Aminah

vi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Depok, Jawa Barat pada tanggal 25 September 1989 dari Ayah
yang bernama Arju dan Ibunda yang bernama Hopsah. Penulis merupakan putri ke tiga dari lima
bersaudara. Penulis memulai pendidikan formalnya sejak tahun 1995 di Madrasah Ibtidaiyah (MI)
YASMA Depok Timur, kemudian melanjutkan pendidikan menengahnya pada tahun 2001 di MTS
Alkautsar Depok Timur dan tahun 2004 di SMA PLUS PGRI Cibinong. Pada tahun 2007 penulis
lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur PMDK sebagai mahasiswi Mayor
di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah

Avertebrata, Perkembangan Hewan, dan Mikroteknik untuk S1 Biologi, FMIPA, IPB pada tahun
2011, menjadi anggota PAMABI HIMABIO (Himpunan Mahasiswa Biologi) IPB Kepengurusan
Tahun 2008/2009 dan kepengurusan 2009/2010. Selama menjadi anggota pengurus HIMABIO
penulis juga aktif di berbagai kegiatan himpro seperti: Revolusi Sains I sebagai koordinator dana
usaha, Lomba Cepat Tepat Biologi (LCTB) Sebagai koordinator dana usaha, Social and
Entrepreneurship sebagai ketua pelaksana, Masa Perkenalan Departemen (MPD) Biologi 46
sebagai koordinator penugasan.

vii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..............................................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................................

viii


DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................

viii

PENDAHULUAN ..............................................................................................................
Latar Belakang ............................................................................................................
Tujuan .........................................................................................................................

1
1

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat ......................................................................................................
Bahan dan Alat ............................................................................................................
Metode ........................................................................................................................
Pengamatan Frekuensi Kunjungan ..............................................................................
Pengukuran Parameter .................................................................................................
Analisis Data ................................................................................................................

1

1
1
1
2
2

HASIL ................................................................................................................................
Morfologi Kumbang ...................................................................................................
Frekuensi Kunjungan ..................................................................................................
Frekuensi Kunjungan E. kamerunicus dengan Parameter Lingkungan .......................

2
2
2

PEMBAHASAN ................................................................................................................

4

SIMPULAN DAN SARAN ...............................................................................................


5

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................

5

LAMPIRAN .......................................................................................................................

7

viii

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina kelapa sawit ..................

2


2

Parameter lingkungan di perkebunan PTPN VIII cikasungka selama
10 hari pengamatan .......................................................................................................

3

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Tandan bunga betina kelapa sawit sedang anthesis (a) dan bunga betina
anthesis (b) .................................................................................................................

2

2

Kumbang E. kamerunicus jantan (a) dan betina (b) ....................................................

2

3

Hubungan frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan suhu udara (a),
kecepatan angin (b), kelembapan (c), dan intensitas cahaya (d) ................................

3

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis
Jacq) merupakan tanaman yang termasuk
dalam famili Palmae. Kelapa sawit merupakan
tanaman monokotil dan bersifat monoecious,
yaitu bunga jantan dan betina terdapat pada
satu pohon (Sastrosayono 2003). Waktu
anthesis kedua jenis bunga tersebut, jarang
bersamaan dalam satu pohon, sehingga dalam
penyerbukan memerlukan serbuk sari (polen)
dari tanaman lainnya. Proses penyerbukan
pada kelapa sawit dapat terjadi apabila ada
perantara yang mampu memindahkan serbuk
sari dari bunga jantan ke bunga betina yang
sedang anthesis. Proses penyerbukan pada
kelapa sawit sebagian besar berlangsung
dengan bantuan serangga dan sebagian kecil
oleh angin (Siregar 2006). Kehadiran
serangga pada tanaman kelapa sawit dapat
membantu proses penyerbukan silang yang
dapat meningkatkan hasil buah dan biji.
Serangga penyerbuk yang penting dan
efektif dalam penyerbukan kelapa sawit
adalah Elaeidobius kamerunicus Faust. (Syed
et
al. 1982). Ponnamma et al. (1986)
melaporkan
bahwa
E.
kamerunicus
merupakan serangga polinator alami kelapa
sawit yang didatangkan dari Afrika Barat
tahun 1984. Kumbang ini termasuk dalam
ordo Coleoptera yang memiliki tubuh dengan
panjang sekitar 4 mm, lebar sekitar 1,5 mm,
dan warna coklat kehitam-hitaman (Syed et al.
1982; Setyawibawa & Widyastuti 1992). Pada
tubuh kumbang ini terdapat bulu-bulu. Pada
saat pencarian pakan di bunga jantan, banyak
serbuk sari menempel pada permukaan tubuh
kumbang ini dan akan terbawa ke bunga
betina saat kumbang ini mencari nektar
(Kurniawan 2010).
Kumbang E. kamerunicus merupakan
serangga penyerbuk kelapa sawit yang efektif.
Kumbang ini berkembang biak dengan baik
pada
bunga
jantan,
sehingga
tidak
memerlukan penyebaran ulang di perkebunan.
Kumbang ini dapat mencapai bunga betina
yang terletak pada tandan sebelah dalam,
sehingga penyerbukannya lebih sempurna
(Mangoensoekarjo & Semangun 2003).
Kumbang E. kamerunicus dapat memberikan
keuntungan bagi kelapa sawit, diantaranya
dapat meningkatkan produksi minyak dan
nilai fruit set (Harun & Noor 2002).
Bunga betina pada saat anthesis akan
memproduksi senyawa volatil. Senyawa
volatil dapat berfungsi sebagai zat penolak
atau penarik serangga. Senyawa volatil yang

berfungsi sebagai zat penolak disebut sebagai
repellent, sedangkan senyawa volatil yang
berfungsi sebagai penarik disebut sebagai
atraktan (Dadang & Prijono 2008). Agus et al.
(2007) melaporkan bahwa bunga betina
kelapa sawit yang anthesis menghasilkan
senyawa volatil, yaitu estragole (pmetoksialilbenzena). Senyawa volatil tersebut
menyebabkan E. kamerunicus tertarik untuk
mengunjungi bunga betina (Susanto et al.
2007).
Labarca et al. (2007) melaporkan bahwa
faktor lain yang menyebabkan kumbang E.
kamerunicus sebagai polinator paling efektif
pada kelapa sawit, adalah frekuensi kunjungan
ke bunga betina yang tinggi (71,86 %)
dibandingkan serangga polinator lainnya.
Frekuensi kunjungan kumbang E.kamerunicus
sangat menentukan penyerbukan kelapa sawit.
Oleh karena itu, penelitian mengenai
frekuensi kunjungan serangga penyerbuk E.
kamerunicus pada bunga betina tanaman
kelapa sawit, perlu dilakuan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari
frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus
pada bunga betina tanaman kelapa sawit umur
tujuh tahun di perkebunan PTPN VIII
Afdeling IV Toge Kebun Cikasungka Bogor.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari sampai Juli 2011 di perkebunan
PTPN VIII Afdeling IV Toge Kebun
Cikasungka Bogor (Lampiran 1).
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah bunga
betina tanaman kelapa sawit dan kumbang E.
kamerunicus. Peralatan yang digunakan
adalah stopwatch, counter, kamera digital,
handycam, thermo-hygrometer, anemometer,
dan luxmeter.
Metode
Pengamatan Frekuensi Kunjungan.
Pengamatan frekuensi kunjungan kumbang
dilakukan pada bunga betina yang anthesis.
Bunga betina yang sedang anthesis (Gambar
1) dicirikan dengan warna bunga yang putih
kekuningan, sedikit berlendir, kepala putik
dengan 3 cuping berambut berbentuk sabit,
dan umumnya mengeluarkan aroma wangi
yang menyengat. Pengamatan frekuensi
kunjungan mengacu pada fixed sample method

2
(Dafni 1992), yang dilakukan selama 10 menit
pada blok waktu pengamatan, yaitu pagi
(pukul 09.00-10.00), siang (pukul 13.0014.00), dan sore hari (pukul 16.00-17.00).
Setiap jam dilakukan pengamatan sebanyak 4
kali sehingga total pengamatan adalah 120
kali. Pengamatan dilakukan selama 10 hari.
Setiap hari digunakan pohon yang berbeda.
Selain itu digunakan pula handycam dan
kamera digital untuk merekam aktivitas
kumbang.

a

b

Gambar 1 Tandan bunga betina kelapa sawit
sedang anthesis (a) dan
bunga
betina anthesis (b).
Pengukuran Parameter Lingkungan.
Pengukuran parameter lingkungan dilakukan
di setiap pengamatan frekuensi kunjungan
pada setiap blok waktu. Kelembapan dan
suhu udara diukur dengan thermo-hygrometer,
kecepatan angin diukur dengan anemometer,
dan intensitas cahaya diukur dengan luxmeter.
Analisis Data. Data frekuensi kunjungan
disajikan dalam tabel. Frekuensi kunjungan
dikaitkan dengan parameter lingkungan yang
dianalisis dengan scatter plot, regresi, dan
nilai probabilitas (p), dengan software
Sigmaplot 11.0, yang dilanjutkan dengan uji
korelasi Pearson.

HASIL
Morfologi E. kamerunicus. Ciri-ciri
kumbang kelapa sawit yaitu berwarna cokelat
kehitaman, tubuh terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Kumbang
memiliki moncong di bagian mulutnya. Pada
bagian toraks terdapat satu pasang sayap
depan yang tebal (elytra) dan sepasang sayap
belakang tipis (membraneus). Tungkai tiga
pasang yang terletak pada bagian toraks.
Kumbang jantan (Gambar 2a) dan betina
(Gambar 2b) memiliki beberapa perbedaan.
Kumbang jantan memiliki ukuran tubuh yang
lebih ramping dari kumbang betina, moncong
jantan lebih pendek dari kumbang betina,
permukaan tubuh jantan memiliki bulu-bulu
halus lebih banyak dari betina, pada bagian
pangkal elytra kumbang jantan terdapat
tonjolan, sedangkan betina tidak terdapat
tonjolan.

a

b

Gambar 2 Kumbang E. kamerunicus jantan
(a) dan betina (b).
Frekuensi
Kunjungan.
Frekuensi
kunjungan kumbang E. kamerunicus di lokasi
perkebunan bervariasi. Kunjungan tertinggi
(121 kumbang/10 menit) didapatkan pada pagi
hari. Frekuensi kunjungan kumbang siang hari
(23 kumbang/10 menit) dan sore hari (17
kumbang/10 menit) lebih rendah (Tabel 1).

Tabel 1 Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina kelapa sawit
Hari

Jumlah Kunjungan (10 menit)

Rata-rata

Pagi

Siang

Sore

1

164 (53-448)

32 (11-42)

22 (14-28)

73

2

152 (88-182)

25 (17-42)

19 (9-31)

65

3

76 (48-135)

21 (12-33)

20 (15-28)

39

4

164 (82-228)

24 (14-32)

18 (12-26)

68

5

168 (94-287)

22 (18-26)

18 (6-32)

69

6

228 (94-427)

24 (15-30)

19 (11-27)

90

7

61 (38-89)

19 (13-31)

15 (9-23)

32

8

50 (21-75)

12 (7-18)

7 (3-12)

23

9

69 (12-123)

28 (14-38)

14 (10-23)

37

10

75 (53-107)

23 (15-31)

22 (12-39)

40

Rata-rata

121

23

17

54

Keterangan: Nilai di dalam kurung merupakan nilai minimum dan maksimum.

3
Suhu udara
dan kecepatan angin
berpengaruh signifikan (p= 0,03 dan p= 0,03)
terhadap kunjungan frekuensi E.kamerunicus,
namun dengan korelasi lemah (r= -0,369) (r=0,209). Kelembapan udara dan intensitas
cahaya tidak signifikan terhadap jumlah
kunjungan E. kamerunicus (p= 0,114 dan p=
0,286 dan memiliki korelasi yang lemah juga
(r=0,29
dan
r=-0,21
(Gambar
3).

Hubungan Kunjungan E. kamerunicus
dengan
Parameter
Lingkungan.
Berdasarkan hasil pengamatan, suhu udara di
perkebunan berkisar 27,3 °C dan 36,5°C,
kelembapan udara berkisar 45% dan 84,2%,
kecepatan angin berkisar 0,0 m/s dan 0,6 m/s,
dan intensitas cahaya berkisar 684 lux dan
9.150 lux (Tabel 2).

Tabel 2 Parameter lingkungan di perkebunan PTPN VIII Cikasungka selama 10 hari pengamatan
Parameter

Waktu
Pagi

Siang

Sore

Suhu (°C)
30,9 (27,3-34,5)
32,5 (28,0-36,5)
31,23 (27,5-33,8)
Kelembapan (%)
69,7 (50-84,2)
62,27 (45-74,8)
71,24 (48-84,1)
Kecepatan angin (m/s)
0,0 (0,0-0,0)
0,1 (0,0-0,6)
0,1 (0,0-0,5)
Intensitas cahaya (lux)
2108.2 (1088-6690)
3598.53 (1890-9150)
1995.7 (684-7230)
Keterangan: Nilai di dalam tabel merupakan nilai rata-rata setiap unsur cuaca dan angka di dalam kurung
..merupakan nilai minimum dan maksimum.
500
500

400
y= 69,96 - 268,23x
r = -0,40

300

Jumlah Kumbang

Jumlah Kumbang

400

y= 433,19 - 12,02x
r = - 0,39
r2 = 0,15

200

p = 0, 03
100

0

300

r2 = 0,16
p= 0,03

200

100

0

-100

26

28

30

32

34

36

38

0,0

0,1

Suhu (°C)

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

Kecepatan Angin (m/s)

a

b

500
500

y = -54,29 + 1,59 x

400
y = 76,52 - 0,01x

r = 0,29
300
r2 = 0,08

Jumlah Kumbang

Jumlah Kumbang

400

p = 0,11

200

100

r = - 0,21

300

r2 = 0,04
200

p = 0,27

100

0
0

30

40

50

60

Kelembapan (%)

c

70

80

90

0

2000

4000

6000

8000

Intensitas Cahaya (Lux)

d

Gambar 3 Hubungan frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan suhu udara (a), kecepatan
angin (b), kelembapan (c), dan intensitas cahaya (d).

10000

4

PEMBAHASAN
Penyerbukan merupakan bertemunya
serbuk sari dengan kepala putik (stigma).
Lebih dari 80% spesies tanaman bergantung
pada serangga untuk membawa serbuk sari
dari satu bunga ke bunga lain (Raju &
Ezradanam 2002; Fahem et al. 2004).
Tanaman kelapa sawit memerlukan serangga
penyerbuk yang efektif, seperti Elaeidobius
kamerunicus. Hal ini dikarenakan proses
mekarnya bunga jantan dan bunga betina
kelapa sawit jarang bersamaan, sehingga
memerlukan perantara untuk memindahkan
serbuk sari ke kepala putik. Dafni (1992)
melaporkan bahwa efektivitas serangga
penyerbuk dapat diukur dari frekuensi
kunjungan pada bunga.
Berdasarkan
hasil
pengamatan,
didapatkan bahwa rata-rata frekuensi
kunjungan adalah 54 kumbang/10 menit.
Dengan asumsi bahwa E. kamerunicus aktif
dalam penyerbukan selama 8 jam/hari, maka
frekuensi kunjungan kumbang ke bunga
betina
sebanyak
2.592
individu
kumbang/hari. Syed & Salleh (1987)
melaporkan bahwa di perkebunan sawit di
Malaysia dibutuhkan 1500 individu E.
kamerunicus dewasa per hektar untuk dapat
menyerbuki bunga betina. Oleh karena itu,
proses penyerbukan yang dilakukan oleh
2.592 E. kamerunicus di perkebunan
Cikasungka sudah cukup mencapai tingkat
polinasi minimum yang dibutuhkan.
Hasil pengamatan kunjungan kumbang
pada tiga blok waktu pengamatan,
didapatkan bahwa jumlah kunjungan
tertinggi (121 kumbang/10 menit) terjadi
pada waktu pagi hari. Anggraini (2010)
melaporkan bahwa aktivitas terbang E.
kamerunicus pada bunga jantan kelapa sawit
yang mekar dimulai pada pukul 08.00 pagi.
Labarca et al. (2007) juga melaporkan
bahwa E. kamerunicus memiliki aktivitas
tertinggi pada pukul 08.30-14.00, tergantung
pada ketersediaan dari bunga jantan matang.
Pada sore hari, kumbang ini tidak banyak
melakukan aktivitas, sehingga banyak
individu berkumpul pada bunga jantan
kelapa sawit (Ponnamma 1999).
Serangga penyerbuk secara umum
mengunjungi bunga karena adanya faktor
penarik, yaitu bentuk dan warna bunga,
serbuk sari, nektar, dan aroma. Selain faktor
bunga, kunjungan serangga juga dipengaruhi
oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan
yang mempengaruhi diantaranya adalah

suhu, kelembapan udara, intensitas cahaya,
dan kecepatan angin (Dafni 1992).
Hasil analisis menunjukkan bahwa suhu
udara dan kecepatan angin mempengaruhi
jumlah kunjungan kumbang. Dari data yang
diperoleh dapat di ketahui bahwa semakin
tinggi suhu udara dan kecepatan angin maka
kunjungan kumbang E. kamerunicus
semakin rendah. Dalam pengamatan ini,
jumlah kunjungan kumbang tertinggi terjadi
pada suhu 27-32°C. Barth (2010)
melaporkan bahwa rentang suhu ini juga
merupakan kondisi untuk koloni lebah dapat
beraktivitas dan berkembang dengan baik.
Amano et al. (2000) juga melaporkan bahwa
lebah madu melakukan aktivitas mencari
pakan pada kisaran suhu 26–34°C.
Pergerakan angin yang terlalu tinggi dapat
menggangu aktivitas terbang E. kamerunicus
untuk hinggap di bunga betina.
Kelembapan dan intensitas cahaya
kurang mempengaruhi kunjungan kumbang
E. kamerunicus untuk berkunjung ke bunga
betina. Hal ini dikarenakan kelembapan dan
intensitas cahaya mempunyai dampak tidak
langsung terhadap jumlah kunjungan
kumbang. Ratnasari (2010) melaporkan
bahwa kelembapan yang tinggi hanya akan
merangsang
perkembangan
penyakit
tanaman dan intensitas cahaya yang rendah
akan menyebabkan karangan bunga gugur.
Pada pengamatan ini, jumlah kunjungan
kumbang yang tertinggi berada pada kisaran
kelembapan relatif 70-85%. Hasil ini sesuai
dengan hasil penelitian Mandiri (2010)
yang melaporkan bahwa populasi kumbang
ditemukan tinggi pada kisaran kelembapan
70-80%. Berdasarkan pengukuran intensitas
cahaya, jumlah kunjungan kumbang tinggi
terjadi pada kisaran 1500-3600 lux.
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson,
frekuensi kunjungan kumbang dengan
parameter lingkungan (suhu, kecepatan
angin, kelembapan, dan intensitas cahaya)
memiliki hubungan yang lemah. Korelasi
yang lemah dari keempat parameter
lingkungan yang diukur, menunjukkan
bahwa kunjungan kumbang E. kamerunicus
dipengaruhi
oleh
faktor-faktor
lain.
Berdasarkan pada pengamatan di lapangan,
faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
jumlah kunjungan kumbang ialah kadar
aroma senyawa volatil yang dikeluarkan
oleh bunga betina anthesis, ukuran tandan
bunga, musuh alami, dan curah hujan.

5

SIMPULAN
Frekuensi
kunjungan
tertinggi
E.
kamerunicus pada bunga betina kelapa sawit
anthesis terjadi pada waktu pagi hari, yaitu
121
kumbang/10
menit.
Frekuensi
kunjungan kumbang yang tinggi terjadi pada
kisaran suhu 27-32°C, kelembapan 70-80%,
intensitas cahaya 1500-3600 lux, dan pada
kecepatan angin yang rendah.

SARAN
Perlu dilakukan pengamatan tentang
perilaku
kunjungan
kumbang
E.
kamerunicus pada bunga betina kelapa
sawit,
sehingga
dapat
mendukung
keefektifan kumbang dalam penyerbukan.

DAFTAR PUSTAKA
Agus S, Roletha YP, Agus EP. 2007.
Elaeidobius
kamerunicus,
Serangga
Penyerbuk Kelapa Sawit. Medan: Pusat
Penelitian Kelapa Sawit (RISPA).
Amano K, Nemoto T, Heard TA. 2000. What are
stingless bees and why and how to use them
as crop pollinator?. A review JARQ 34: 183190.
Anggraini A. 2010. Estimasi populasi
Elaeidobius
kamerunicus
Faust
(Coleoptera:Curculionidae) menggunakan
perangkap dan aktivitasnya pada bunga
kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq)
[skripsi]. Bandung: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Teknologi Bandung.
Barth FG. 1991. Insect and Flowers : The
Biology of Partnership. New Jersey:
Princetin Univ Pr.
Dafni A. 1992. Pollination Ecology: A Practical
Approach. USA: Oxford University Press.
Dadang, Prijono D. 2008. Insektisida Nabati:
Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengembangan.
Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, IPB.
Faheem M, Aslam M, Razaq M. 2004.
Pollination ecology with special reference to
insects a review. J Res. Sci 4: 395-409.
Harun MH, Noor MRM. 2002. Fruit set and oil
palm bunch component. Oil Palm Research
14: 24-33.

Kurniawan Y. 2010. Demografi dan populasi
kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust
(Coleoptera:
Curculionidae)
sebagai
penyerbuk kelapa sawit (Elaeis guineensis
Jacq). [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Labarca MV, Potillo E, Narvaez YZ. 2007.
Relationship
Between
Inflorescences,
Climate and the Pollinating in Oil Palm
(Elaeis guineensis Jacquin) Plantation
Located in South Lake of Maracaibo, Zulia
State. Rev Fac Agron (LUZ). 24:303-320.
Mandiri TL. 2010. Populasi Kumbang
Penyerbuk Elaeidobius kaerunicus Faust
pada Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq)
Umur Enam Tahun. [skripsi]. Bogor:
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
Mangoensoekarjo S, Semangun H. 2003.
Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit.
Yogyakarta: UGM Press.
Ponnama KN, Dhileepan K, Sasidharan VG.
1986. Record of the pollinating weevil
Elaeidobius kamerunicus (Faust) (Coleptera:
Curculionidae) in oil palm plantations of
Kerala. Cur Science 55: 19.
Ponnamma KN. 1999. Diurnal variation in the
population of Elaeidobius kamerunicus on
the anthesising male inflorescences of oil
palm. AGRIS record 75:405-410.
Raju AJS, Ezradanam V. 2002. Pollination
ecology and fruiting behavior in a
monoecious species, Jatropha curcas L.
(Euphorbiaceae). Cur Science 83: 13951398.
Ratnasari D. 2009. Kalibrasi Kadar Hara
Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)
Belum Menghasilkan dengan Menggunakan
Metode Sekat Pertumbuhan Terbaik
[skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor,
Fakultas Pertanian.
Sastrosayono S. 2003. Budi Daya Kelapa Sawit.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Setyawibawa I, Widyastuti YE. 1992. Kelapa
Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.
Siregar AZ. 2006. Kelapa Sawit: Minyak Nabati
Berprospek Tinggi. Medan: Repository.

6

Susanto S, Rolettha YP, Agus EP. 2007.
Elaeidobius
kamerunicus:
Serangga
Penyerbuk Kelapa Sawit. Medan: Pusat
Penelitian Kelapa Sawit.
Syed R, Law JH, Corley RHW. 1982. Insect
pollination of oil palm: introduction,
establishment and pollinating efficiency of
Elaeidobius kamerunicus. Malaysia Planter
58: 547-561.

Syed RA, Salleh A. 1987. Population of
Elaeidobius kamerunicus in relation to fruit
set. Int Oil Palm/Palm Oil Conference.
Kuala Lumpur: POC.

7

LAMPIRAN

8

Lampiran 1 Lokasi penelitian frekuensi kunjungan kumbang di kebun Cikasungka PTPN VIII
Bogor

Keterangan: Bagian yang berwarna merah merupakan lokasi pengamatan frekuensi kunjungan
kumbang E. kamerunicus pada tanaman kelapa sawit umur tanaman tujuh tahun
(2004).
.

ii

ABSTRAK
AMINAH. Frekuensi Kunjungan Serangga Penyerbuk Elaeidobius kamerunicus Faust. Pada
Bunga Betina Tanaman Kelapa Sawit di Perkebunan PTPN VIII Cikasungka, Bogor. Dibimbing
oleh TRI ATMOWIDI dan YANA KURNIAWAN.
Elaeidobius kamerunicus adalah kumbang polinator efektif pada tanaman kelapa sawit.
Keberadaan kumbang penyerbuk kelapa sawit di perkebunan sangat diperlukan dalam
meningkatkan pembentukan buah untuk menjamin kelangsungan penyerbukan pada kelapa sawit,
diperlukan kumbang dengan jumlah optimum. Frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus
menentukan penyerbukan pada kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan mempelajari frekuensi
kunjungan kumbang E. kamerunicus pada bunga betina tanaman kelapa sawit umur tujuh tahun.
Pengamatan frekuensi kunjungan kumbang dilakukan dengan fix method selama 10 menit, dengan
menggunakan blok waktu, yaitu pagi (09.00-10.00), siang (13.00-14.00), dan sore (16.00-17.00).
Parameter lingkungan juga di ukur selama pengamatan kumbang. Frekuensi kunjungan kumbang
ke bunga betina tertinggi (121 kumbang/10 menit) terjadi pada pagi hari. Kunjungan pada siang
hari (23 kumbang/10 menit) dan sore hari (17 kumbang/10 menit) lebih rendah dibandingkan pagi
hari. Frekuensi kunjungan kumbang berkaitan secara signifikan dengan suhu dan kecepatan angin
Kata kunci: Frekuensi kunjungan, Elaeidobius kamerunicus, kelapa sawit, penyerbukan, parameter
lingkungan.

ABSTRACT
AMINAH. Visiting Frequency of Weevil Pollinator Elaeidobius kamerunicus Faust. on Oil Palm’s
Female Flowers in PTPN VII Cikasungka, Bogor. Supervised by TRI ATMOWIDI and YANA
KURNIAWAN.
Elaeidobius kamerunicus is the effective pollinators of oil palm plants. Weevil pollinator, E.
kamerunicus in the plantation is useful to increase fruit set. Continuity of the oil palm pollination
require minimal induvidual of the weevil. This study aimed to study visiting frequency of E.
kamerunicus on oil palm’s female flowers age seven years. Visiting frequency of E. kamerunicus
were observed by fixed sample method in 10 minutes using time blocks, which were in the
morning (09:00-10:00 am), afternoon (13:00-14:00 pm), and evening (16:00-17:00 pm).
Environmental parameters also were measured. The results showed that the highest weevil visiting
frequency to female flowers was occured in the morning (121 weevils/10 minutes). Visiting
frequency of the weevils in the afternoon (23 weevils/10 minutes) and evening (17 weevil/10
minutes) were lower than that in the morning. The weevil’s visiting frequency related significantly
to temperature and wind speed.
Key words: Visiting frequency, Elaeidobius kamerunicus, oil palm, pollination, environmental
conditions.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis
Jacq) merupakan tanaman yang termasuk
dalam famili Palmae. Kelapa sawit merupakan
tanaman monokotil dan bersifat monoecious,
yaitu bunga jantan dan betina terdapat pada
satu pohon (Sastrosayono 2003). Waktu
anthesis kedua jenis bunga tersebut, jarang
bersamaan dalam satu pohon, sehingga dalam
penyerbukan memerlukan serbuk sari (polen)
dari tanaman lainnya. Proses penyerbukan
pada kelapa sawit dapat terjadi apabila ada
perantara yang mampu memindahkan serbuk
sari dari bunga jantan ke bunga betina yang
sedang anthesis. Proses penyerbukan pada
kelapa sawit sebagian besar berlangsung
dengan bantuan serangga dan sebagian kecil
oleh angin (Siregar 2006). Kehadiran
serangga pada tanaman kelapa sawit dapat
membantu proses penyerbukan silang yang
dapat meningkatkan hasil buah dan biji.
Serangga penyerbuk yang penting dan
efektif dalam penyerbukan kelapa sawit
adalah Elaeidobius kamerunicus Faust. (Syed
et
al. 1982). Ponnamma et al. (1986)
melaporkan
bahwa
E.
kamerunicus
merupakan serangga polinator alami kelapa
sawit yang didatangkan dari Afrika Barat
tahun 1984. Kumbang ini termasuk dalam
ordo Coleoptera yang memiliki tubuh dengan
panjang sekitar 4 mm, lebar sekitar 1,5 mm,
dan warna coklat kehitam-hitaman (Syed et al.
1982; Setyawibawa & Widyastuti 1992). Pada
tubuh kumbang ini terdapat bulu-bulu. Pada
saat pencarian pakan di bunga jantan, banyak
serbuk sari menempel pada permukaan tubuh
kumbang ini dan akan terbawa ke bunga
betina saat kumbang ini mencari nektar
(Kurniawan 2010).
Kumbang E. kamerunicus merupakan
serangga penyerbuk kelapa sawit yang efektif.
Kumbang ini berkembang biak dengan baik
pada
bunga
jantan,
sehingga
tidak
memerlukan penyebaran ulang di perkebunan.
Kumbang ini dapat mencapai bunga betina
yang terletak pada tandan sebelah dalam,
sehingga penyerbukannya lebih sempurna
(Mangoensoekarjo & Semangun 2003).
Kumbang E. kamerunicus dapat memberikan
keuntungan bagi kelapa sawit, diantaranya
dapat meningkatkan produksi minyak dan
nilai fruit set (Harun & Noor 2002).
Bunga betina pada saat anthesis akan
memproduksi senyawa volatil. Senyawa
volatil dapat berfungsi sebagai zat penolak
atau penarik serangga. Senyawa volatil yang

berfungsi sebagai zat penolak disebut sebagai
repellent, sedangkan senyawa volatil yang
berfungsi sebagai penarik disebut sebagai
atraktan (Dadang & Prijono 2008). Agus et al.
(2007) melaporkan bahwa bunga betina
kelapa sawit yang anthesis menghasilkan
senyawa volatil, yaitu estragole (pmetoksialilbenzena). Senyawa volatil tersebut
menyebabkan E. kamerunicus tertarik untuk
mengunjungi bunga betina (Susanto et al.
2007).
Labarca et al. (2007) melaporkan bahwa
faktor lain yang menyebabkan kumbang E.
kamerunicus sebagai polinator paling efektif
pada kelapa sawit, adalah frekuensi kunjungan
ke bunga betina yang tinggi (71,86 %)
dibandingkan serangga polinator lainnya.
Frekuensi kunjungan kumbang E.kamerunicus
sangat menentukan penyerbukan kelapa sawit.
Oleh karena itu, penelitian mengenai
frekuensi kunjungan serangga penyerbuk E.
kamerunicus pada bunga betina tanaman
kelapa sawit, perlu dilakuan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari
frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus
pada bunga betina tanaman kelapa sawit umur
tujuh tahun di perkebunan PTPN VIII
Afdeling IV Toge Kebun Cikasungka Bogor.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari sampai Juli 2011 di perkebunan
PTPN VIII Afdeling IV Toge Kebun
Cikasungka Bogor (Lampiran 1).
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah bunga
betina tanaman kelapa sawit dan kumbang E.
kamerunicus. Peralatan yang digunakan
adalah stopwatch, counter, kamera digital,
handycam, thermo-hygrometer, anemometer,
dan luxmeter.
Metode
Pengamatan Frekuensi Kunjungan.
Pengamatan frekuensi kunjungan kumbang
dilakukan pada bunga betina yang anthesis.
Bunga betina yang sedang anthesis (Gambar
1) dicirikan dengan warna bunga yang putih
kekuningan, sedikit berlendir, kepala putik
dengan 3 cuping berambut berbentuk sabit,
dan umumnya mengeluarkan aroma wangi
yang menyengat. Pengamatan frekuensi
kunjungan mengacu pada fixed sample method

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis
Jacq) merupakan tanaman yang termasuk
dalam famili Palmae. Kelapa sawit merupakan
tanaman monokotil dan bersifat monoecious,
yaitu bunga jantan dan betina terdapat pada
satu pohon (Sastrosayono 2003). Waktu
anthesis kedua jenis bunga tersebut, jarang
bersamaan dalam satu pohon, sehingga dalam
penyerbukan memerlukan serbuk sari (polen)
dari tanaman lainnya. Proses penyerbukan
pada kelapa sawit dapat terjadi apabila ada
perantara yang mampu memindahkan serbuk
sari dari bunga jantan ke bunga betina yang
sedang anthesis. Proses penyerbukan pada
kelapa sawit sebagian besar berlangsung
dengan bantuan serangga dan sebagian kecil
oleh angin (Siregar 2006). Kehadiran
serangga pada tanaman kelapa sawit dapat
membantu proses penyerbukan silang yang
dapat meningkatkan hasil buah dan biji.
Serangga penyerbuk yang penting dan
efektif dalam penyerbukan kelapa sawit
adalah Elaeidobius kamerunicus Faust. (Syed
et
al. 1982). Ponnamma et al. (1986)
melaporkan
bahwa
E.
kamerunicus
merupakan serangga polinator alami kelapa
sawit yang didatangkan dari Afrika Barat
tahun 1984. Kumbang ini termasuk dalam
ordo Coleoptera yang memiliki tubuh dengan
panjang sekitar 4 mm, lebar sekitar 1,5 mm,
dan warna coklat kehitam-hitaman (Syed et al.
1982; Setyawibawa & Widyastuti 1992). Pada
tubuh kumbang ini terdapat bulu-bulu. Pada
saat pencarian pakan di bunga jantan, banyak
serbuk sari menempel pada permukaan tubuh
kumbang ini dan akan terbawa ke bunga
betina saat kumbang ini mencari nektar
(Kurniawan 2010).
Kumbang E. kamerunicus merupakan
serangga penyerbuk kelapa sawit yang efektif.
Kumbang ini berkembang biak dengan baik
pada
bunga
jantan,
sehingga
tidak
memerlukan penyebaran ulang di perkebunan.
Kumbang ini dapat mencapai bunga betina
yang terletak pada tandan sebelah dalam,
sehingga penyerbukannya lebih sempurna
(Mangoensoekarjo & Semangun 2003).
Kumbang E. kamerunicus dapat memberikan
keuntungan bagi kelapa sawit, diantaranya
dapat meningkatkan produksi minyak dan
nilai fruit set (Harun & Noor 2002).
Bunga betina pada saat anthesis akan
memproduksi senyawa volatil. Senyawa
volatil dapat berfungsi sebagai zat penolak
atau penarik serangga. Senyawa volatil yang

berfungsi sebagai zat penolak disebut sebagai
repellent, sedangkan senyawa volatil yang
berfungsi sebagai penarik disebut sebagai
atraktan (Dadang & Prijono 2008). Agus et al.
(2007) melaporkan bahwa bunga betina
kelapa sawit yang anthesis menghasilkan
senyawa volatil, yaitu estragole (pmetoksialilbenzena). Senyawa volatil tersebut
menyebabkan E. kamerunicus tertarik untuk
mengunjungi bunga betina (Susanto et al.
2007).
Labarca et al. (2007) melaporkan bahwa
faktor lain yang menyebabkan kumbang E.
kamerunicus sebagai polinator paling efektif
pada kelapa sawit, adalah frekuensi kunjungan
ke bunga betina yang tinggi (71,86 %)
dibandingkan serangga polinator lainnya.
Frekuensi kunjungan kumbang E.kamerunicus
sangat menentukan penyerbukan kelapa sawit.
Oleh karena itu, penelitian mengenai
frekuensi kunjungan serangga penyerbuk E.
kamerunicus pada bunga betina tanaman
kelapa sawit, perlu dilakuan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari
frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus
pada bunga betina tanaman kelapa sawit umur
tujuh tahun di perkebunan PTPN VIII
Afdeling IV Toge Kebun Cikasungka Bogor.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari sampai Juli 2011 di perkebunan
PTPN VIII Afdeling IV Toge Kebun
Cikasungka Bogor (Lampiran 1).
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah bunga
betina tanaman kelapa sawit dan kumbang E.
kamerunicus. Peralatan yang digunakan
adalah stopwatch, counter, kamera digital,
handycam, thermo-hygrometer, anemometer,
dan luxmeter.
Metode
Pengamatan Frekuensi Kunjungan.
Pengamatan frekuensi kunjungan kumbang
dilakukan pada bunga betina yang anthesis.
Bunga betina yang sedang anthesis (Gambar
1) dicirikan dengan warna bunga yang putih
kekuningan, sedikit berlendir, kepala putik
dengan 3 cuping berambut berbentuk sabit,
dan umumnya mengeluarkan aroma wangi
yang menyengat. Pengamatan frekuensi
kunjungan mengacu pada fixed sample method

2
(Dafni 1992), yang dilakukan selama 10 menit
pada blok waktu pengamatan, yaitu pagi
(pukul 09.00-10.00), siang (pukul 13.0014.00), dan sore hari (pukul 16.00-17.00).
Setiap jam dilakukan pengamatan sebanyak 4
kali sehingga total pengamatan adalah 120
kali. Pengamatan dilakukan selama 10 hari.
Setiap hari digunakan pohon yang berbeda.
Selain itu digunakan pula handycam dan
kamera digital untuk merekam aktivitas
kumbang.

a

b

Gambar 1 Tandan bunga betina kelapa sawit
sedang anthesis (a) dan
bunga
betina anthesis (b).
Pengukuran Parameter Lingkungan.
Pengukuran parameter lingkungan dilakukan
di setiap pengamatan frekuensi kunjungan
pada setiap blok waktu. Kelembapan dan
suhu udara diukur dengan thermo-hygrometer,
kecepatan angin diukur dengan anemometer,
dan intensitas cahaya diukur dengan luxmeter.
Analisis Data. Data frekuensi kunjungan
disajikan dalam tabel. Frekuensi kunjungan
dikaitkan dengan parameter lingkungan yang
dianalisis dengan scatter plot, regresi, dan
nilai probabilitas (p), dengan software
Sigmaplot 11.0, yang dilanjutkan dengan uji
korelasi Pearson.

HASIL
Morfologi E. kamerunicus. Ciri-ciri
kumbang kelapa sawit yaitu berwarna cokelat
kehitaman, tubuh terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Kumbang
memiliki moncong di bagian mulutnya. Pada
bagian toraks terdapat satu pasang sayap
depan yang tebal (elytra) dan sepasang sayap
belakang tipis (membraneus). Tungkai tiga
pasang yang terletak pada bagian toraks.
Kumbang jantan (Gambar 2a) dan betina
(Gambar 2b) memiliki beberapa perbedaan.
Kumbang jantan memiliki ukuran tubuh yang
lebih ramping dari kumbang betina, moncong
jantan lebih pendek dari kumbang betina,
permukaan tubuh jantan memiliki bulu-bulu
halus lebih banyak dari betina, pada bagian
pangkal elytra kumbang jantan terdapat
tonjolan, sedangkan betina tidak terdapat
tonjolan.

a

b

Gambar 2 Kumbang E. kamerunicus jantan
(a) dan betina (b).
Frekuensi
Kunjungan.
Frekuensi
kunjungan kumbang E. kamerunicus di lokasi
perkebunan bervariasi. Kunjungan tertinggi
(121 kumbang/10 menit) didapatkan pada pagi
hari. Frekuensi kunjungan kumbang siang hari
(23 kumbang/10 menit) dan sore hari (17
kumbang/10 menit) lebih rendah (Tabel 1).

Tabel 1 Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina kelapa sawit
Hari

Jumlah Kunjungan (10 menit)

Rata-rata

Pagi

Siang

Sore

1

164 (53-448)

32 (11-42)

22 (14-28)

73

2

152 (88-182)

25 (17-42)

19 (9-31)

65

3

76 (48-135)

21 (12-33)

20 (15-28)

39

4

164 (82-228)

24 (14-32)

18 (12-26)

68

5

168 (94-287)

22 (18-26)

18 (6-32)

69

6

228 (94-427)

24 (15-30)

19 (11-27)

90

7

61 (38-89)

19 (13-31)

15 (9-23)

32

8

50 (21-75)

12 (7-18)

7 (3-12)

23

9

69 (12-123)

28 (14-38)

14 (10-23)

37

10

75 (53-107)

23 (15-31)

22 (12-39)

40

Rata-rata

121

23

17

54

Keterangan: Nilai di dalam kurung merupakan nilai minimum dan maksimum.

2
(Dafni 1992), yang dilakukan selama 10 menit
pada blok waktu pengamatan, yaitu pagi
(pukul 09.00-10.00), siang (pukul 13.0014.00), dan sore hari (pukul 16.00-17.00).
Setiap jam dilakukan pengamatan sebanyak 4
kali sehingga total pengamatan adalah 120
kali. Pengamatan dilakukan selama 10 hari.
Setiap hari digunakan pohon yang berbeda.
Selain itu digunakan pula handycam dan
kamera digital untuk merekam aktivitas
kumbang.

a

b

Gambar 1 Tandan bunga betina kelapa sawit
sedang anthesis (a) dan
bunga
betina anthesis (b).
Pengukuran Parameter Lingkungan.
Pengukuran parameter lingkungan dilakukan
di setiap pengamatan frekuensi kunjungan
pada setiap blok waktu. Kelembapan dan
suhu udara diukur dengan thermo-hygrometer,
kecepatan angin diukur dengan anemometer,
dan intensitas cahaya diukur dengan luxmeter.
Analisis Data. Data frekuensi kunjungan
disajikan dalam tabel. Frekuensi kunjungan
dikaitkan dengan parameter lingkungan yang
dianalisis dengan scatter plot, regresi, dan
nilai probabilitas (p), dengan software
Sigmaplot 11.0, yang dilanjutkan dengan uji
korelasi Pearson.

HASIL
Morfologi E. kamerunicus. Ciri-ciri
kumbang kelapa sawit yaitu berwarna cokelat
kehitaman, tubuh terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Kumbang
memiliki moncong di bagian mulutnya. Pada
bagian toraks terdapat satu pasang sayap
depan yang tebal (elytra) dan sepasang sayap
belakang tipis (membraneus). Tungkai tiga
pasang yang terletak pada bagian toraks.
Kumbang jantan (Gambar 2a) dan betina
(Gambar 2b) memiliki beberapa perbedaan.
Kumbang jantan memiliki ukuran tubuh yang
lebih ramping dari kumbang betina, moncong
jantan lebih pendek dari kumbang betina,
permukaan tubuh jantan memiliki bulu-bulu
halus lebih banyak dari betina, pada bagian
pangkal elytra kumbang jantan terdapat
tonjolan, sedangkan betina tidak terdapat
tonjolan.

a

b

Gambar 2 Kumbang E. kamerunicus jantan
(a) dan betina (b).
Frekuensi
Kunjungan.
Frekuensi
kunjungan kumbang E. kamerunicus di lokasi
perkebunan bervariasi. Kunjungan tertinggi
(121 kumbang/10 menit) didapatkan pada pagi
hari. Frekuensi kunjungan kumbang siang hari
(23 kumbang/10 menit) dan sore hari (17
kumbang/10 menit) lebih rendah (Tabel 1).

Tabel 1 Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina kelapa sawit
Hari

Jumlah Kunjungan (10 menit)

Rata-rata

Pagi

Siang

Sore

1

164 (53-448)

32 (11-42)

22 (14-28)

73

2

152 (88-182)

25 (17-42)

19 (9-31)

65

3

76 (48-135)

21 (12-33)

20 (15-28)

39

4

164 (82-228)

24 (14-32)

18 (12-26)

68

5

168 (94-287)

22 (18-26)

18 (6-32)

69

6

228 (94-427)

24 (15-30)

19 (11-27)

90

7

61 (38-89)

19 (13-31)

15 (9-23)

32

8

50 (21-75)

12 (7-18)

7 (3-12)

23

9

69 (12-123)

28 (14-38)

14 (10-23)

37

10

75 (53-107)

23 (15-31)

22 (12-39)

40

Rata-rata

121

23

17

54

Keterangan: Nilai di dalam kurung merupakan nilai minimum dan maksimum.

3
Suhu udara
dan kecepatan angin
berpengaruh signifikan (p= 0,03 dan p= 0,03)
terhadap kunjungan frekuensi E.kamerunicus,
namun dengan korelasi lemah (r= -0,369) (r=0,209). Kelembapan udara dan intensitas
cahaya tidak signifikan terhadap jumlah
kunjungan E. kamerunicus (p= 0,114 dan p=
0,286 dan memiliki korelasi yang lemah juga
(r=0,29
dan
r=-0,21
(Gambar
3).

Hubungan Kunjungan E. kamerunicus
dengan
Parameter
Lingkungan.
Berdasarkan hasil pengamatan, suhu udara di
perkebunan berkisar 27,3 °C dan 36,5°C,
kelembapan udara berkisar 45% dan 84,2%,
kecepatan angin berkisar 0,0 m/s dan 0,6 m/s,
dan intensitas cahaya berkisar 684 lux dan
9.150 lux (Tabel 2).

Tabel 2 Parameter lingkungan di perkebunan PTPN VIII Cikasungka selama 10 hari pengamatan
Parameter

Waktu
Pagi

Siang

Sore

Suhu (°C)
30,9 (27,3-34,5)
32,5 (28,0-36,5)
31,23 (27,5-33,8)
Kelembapan (%)
69,7 (50-84,2)
62,27 (45-74,8)
71,24 (48-84,1)
Kecepatan angin (m/s)
0,0 (0,0-0,0)
0,1 (0,0-0,6)
0,1 (0,0-0,5)
Intensitas cahaya (lux)
2108.2 (1088-6690)
3598.53 (1890-9150)
1995.7 (684-7230)
Keterangan: Nilai di dalam tabel merupakan nilai rata-rata setiap unsur cuaca dan angka di dalam kurung
..merupakan nilai minimum dan maksimum.
500
500

400
y= 69,96 - 268,23x
r = -0,40

300

Jumlah Kumbang

Jumlah Kumbang

400

y= 433,19 - 12,02x
r = - 0,39
r2 = 0,15

200

p = 0, 03
100

0

300

r2 = 0,16
p= 0,03

200

100

0

-100

26

28

30

32

34

36

38

0,0

0,1

Suhu (°C)

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

Kecepatan Angin (m/s)

a

b

500
500

y = -54,29 + 1,59 x

400
y = 76,52 - 0,01x

r = 0,29
300
r2 = 0,08

Jumlah Kumbang

Jumlah Kumbang

400

p = 0,11

200

100

r = - 0,21

300

r2 = 0,04
200

p = 0,27

100

0
0

30

40

50

60

Kelembapan (%)

c

70

80

90

0

2000

4000

6000

8000

Intensitas Cahaya (Lux)

d

Gambar 3 Hubungan frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan suhu udara (a), kecepatan
angin (b), kelembapan (c), dan intensitas cahaya (d).

10000

4

PEMBAHASAN
Penyerbukan merupakan bertemunya
serbuk sari dengan kepala putik (stigma).
Lebih dari 80% spesies tanaman bergantung
pada serangga untuk membawa serbuk sari
dari satu bunga ke bunga lain (Raju &
Ezradanam 2002; Fahem et al. 2004).
Tanaman kelapa sawit memerlukan serangga
penyerbuk yang efektif, seperti Elaeidobius
kamerunicus. Hal ini dikarenakan proses
mekarnya bunga jantan dan bunga betina
kelapa sawit jarang bersamaan, sehingga
memerlukan perantara untuk memindahkan
serbuk sari ke kepala putik. Dafni (1992)
melaporkan bahwa efektivitas serangga
penyerbuk dapat diukur dari frekuensi
kunjungan pada bunga.
Berdasarkan
hasil
pengamatan,
didapatkan bahwa rata-rata frekuensi
kunjungan adalah 54 kumbang/10 menit.
Dengan asumsi bahwa E. kamerunicus aktif
dalam penyerbukan selama 8 jam/hari, maka
frekuensi kunjungan kumbang ke bunga
betina
sebanyak
2.592
individu
kumbang/hari. Syed & Salleh (1987)
melaporkan bahwa di perkebunan sawit di
Malaysia dibutuhkan 1500 individu E.
kamerunicus dewasa per hektar untuk dapat
menyerbuki bunga betina. Oleh karena itu,
proses penyerbukan yang dilakukan oleh
2.592 E. kamerunicus di perkebunan
Cikasungka sudah cukup mencapai tingkat
polinasi minimum yang dibutuhkan.
Hasil pengamatan kunjungan kumbang
pada tiga blok waktu pengamatan,
didapatkan bahwa jumlah kunjungan
tertinggi (121 kumbang/10 menit) terjadi
pada waktu pagi hari. Anggraini (2010)
melaporkan bahwa aktivitas terbang E.
kamerunicus pada bunga jantan kelapa sawit
yang mekar dimulai pada pukul 08.00 pagi.
Labarca et al. (2007) juga melaporkan
bahwa E. kamerunicus memiliki aktivitas
tertinggi pada pukul 08.30-14.00, tergantung
pada ketersediaan dari bunga jantan matang.
Pada sore hari, kumbang ini tidak banyak
melakukan aktivitas, sehingga banyak
individu berkumpul pada bunga jantan
kelapa sawit (Ponnamma 1999).
Serangga penyerbuk secara umum
mengunjungi bunga karena adanya faktor
penarik, yaitu bentuk dan warna bunga,
serbuk sari, nektar, dan aroma. Selain faktor
bunga, kunjungan serangga juga dipengaruhi
oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan
yang mempengaruhi diantaranya adalah

suhu, kelembapan udara, intensitas cahaya,
dan kecepatan angin (Dafni 1992).
Hasil analisis menunjukkan bahwa suhu
udara dan kecepatan angin mempengaruhi
jumlah kunjungan kumbang. Dari data yang
diperoleh dapat di ketahui bahwa semakin
tinggi suhu udara dan kecepatan angin maka
kunjungan kumbang E. kamerunicus
semakin rendah. Dalam pengamatan ini,
jumlah kunjungan kumbang tertinggi terjadi
pada suhu 27-32°C. Barth (2010)
melaporkan bahwa rentang suhu ini juga
merupakan kondisi untuk koloni lebah dapat
beraktivitas dan berkembang dengan baik.
Amano et al. (2000) juga melaporkan bahwa
lebah madu melakukan aktivitas mencari
pakan pada kisaran suhu 26–34°C.
Pergerakan angin yang terlalu tinggi dapat
menggangu aktivitas terbang E. kamerunicus
untuk hinggap di bunga betina.
Kelembapan dan intensitas cahaya
kurang mempengaruhi kunjungan kumbang
E. kamerunicus untuk berkunjung ke bunga
betina. Hal ini dikarenakan kelembapan dan
intensitas cahaya mempunyai dampak tidak
langsung terhadap jumlah kunjungan
kumbang. Ratnasari (2010) melaporkan
bahwa kelembapan yang tinggi hanya akan
merangsang
perkembangan
penyakit
tanaman dan intensitas cahaya yang rendah
akan menyebabkan karangan bunga gugur.
Pada pengamatan ini, jumlah kunjungan
kumbang yang tertinggi berada pada kisaran
kelembapan relatif 70-85%. Hasil ini sesuai
dengan hasil penelitian Mandiri (2010)
yang mel