Frekuensi Kunjungan Elaeidobius kamerunicus Faust. pada Bunga Betina dan Efektivitasnya terhadap Pembentukan Buah Kelapa Sawit

FREKUENSI KUNJUNGAN Elaeidobius kamerunicus Faust.
PADA BUNGA BETINA DAN EFEKTIVITASNYA
TERHADAP PEMBENTUKAN BUAH KELAPA SAWIT

MIRAH AYUNINGSIH

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Frekuensi Kunjungan
Elaeidobius kamerunicus Faust. pada Bunga Betina dan Efektivitasnya terhadap
Pembentukan Buah Kelapa Sawit adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Mirah Ayuningsih
NIM G34090096

ABSTRAK
MIRAH AYUNINGSIH. Frekuensi kunjungan Elaeidobius kamerunicus Faust.
pada Bunga Betina dan Efektivitasnya terhadap Pembentukan Buah Kelapa Sawit.
Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan TRIADIATI.
Elaeidobius kamerunicus (Coleoptera: Curculionidae) merupakan
serangga penyerbuk kelapa sawit yang paling efektif. Penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari frekuensi kunjungan E. kamerunicus pada bunga betina dan
efektivitasnya terhadap pembentukan buah (fruit set) kelapa sawit. Frekuensi
kunjungan kumbang diamati dengan menggunakan fix sample method pada 3
kurun waktu, yaitu pagi (09.00-10.00), siang (13.00-14.00), dan sore (16.0017.00). Parameter lingkungan diukur untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
frekuensi kunjungan kumbang. Rata-rata frekuensi kunjungan E. kamerunicus
tertinggi terjadi pada pagi hari (109 kumbang/10 menit), menurun pada siang hari
(26 kumbang/10 menit), dan terendah pada sore hari (13 kumbang/10 menit).
Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina ialah 50 kumbang/10

menit. Kumbang jantan membawa sekitar 1440 polen, sedangkan kumbang betina
membawa sekitar 635 polen. Daya kecambah polen yang dibawa oleh kumbang
jantan dan kumbang betina masing-masing 8.65% dan 7.90%. Rata-rata fruit set
kelapa sawit di kebun Sukamaju sebesar 77.87%. Frekuensi kunjungan kumbang
pada bunga betina berkorelasi positif terhadap pembentukan buah kelapa sawit.
Kata kunci: Elaeidobius kamerunicus, fruit set, kelapa sawit, serangga penyerbuk
ABSTRACT
MIRAH AYUNINGSIH. Visiting Frequency of Elaeidobius kamerunicus Faust.
on Female Flowers and Its Effectiveness to Oil Palm’s Fruit Set. Supervised by
TRI ATMOWIDI and TRIADIATI.
Elaeidobius kamerunicus (Coleoptera: Curculionidae) is the most effective
pollinator of oil palm. This research aimed to study visiting frequency of E.
kamerunicus on female flowers and its effectiveness to oil palm’s fruit set. Fix
sample method was used to observe visiting frequency of E. kamerunicus.
Observations were conducted in 10 minutes in the morning (09:00-10:00 am),
afternoon (13:00-14:00 pm), and evening (16:00-17:00 pm). The environmental
parameters were measured to know its effect to visiting frequency the weevil. The
weevil mostly visited the flower in the morning (109 weevils/10 minutes),
decreased at afternoon (26 weevils/10 minutes), and in the evening (13 weevils/10
minutes). The average visiting frequency of weevil to the female flowers was 50

individuals/10 minutes. Pollen load of the male weevil was 1440 pollen, while the
female loaded about 635 pollen. The pollen viability on male and female body of
the weevil were 8.65% and 7.90%, respectively. The average of oil palm’s fruit
set in Sukamaju Plantation was 77.87%. The visiting frequency of weevil to the
female flowers was positively related to the oil palm’s fruit set.
Key words: Elaeidobius kamerunicus, fruit set, oil palm, pollinator

FREKUENSI KUNJUNGAN Elaeidobius kamerunicus Faust.
PADA BUNGA BETINA DAN EFEKTIVITASNYA
TERHADAP PEMBENTUKAN BUAH KELAPA SAWIT

MIRAH AYUNINGSIH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Frekuensi Kunjungan Elaeidobius kamerunicus Faust. pada Bunga
Betina dan Efektivitasnya terhadap Pembentukan Buah Kelapa
Sawit
Nama
: Mirah Ayuningsih
NIM
: G34090096

Disetujui oleh

Dr. Tri Atmowidi, M.Si
Pembimbing I

Dr. Triadiati, M.Si
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat,
karunia dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
yang berjudul “Frekuensi Kunjungan Elaeidobius kamerunicus Faust. pada Bunga
Betina dan Efektivitasnya terhadap Pembentukan Buah Kelapa Sawit”. Penelitian
dilaksanakan pada bulan November 2012 sampai dengan Maret 2013, bertempat
di perkebunan kelapa sawit Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN)
VIII, Afdeling (AFD) IV Parabon Blok 133, Kebun Sukamaju, Sukabumi dan
Laboratorium Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA
IPB. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sains pada Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Tri Atmowidi, M.Si dan Dr.
Triadiati, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan,
saran, dan ilmu yang bermanfaat selama melaksanakan penelitian dan penulisan
karya ilmiah. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Tatik
Chikmawati, M.Si selaku penguji karya ilmiah atas saran dan motivasinya dalam
pelaksanaan pengujian karya ilmiah. Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua
orang tua tercinta (Ayah Hartono dan Ibu Surani), saudara perempuan tersayang
(Mbak Eka Suci Utami), dan kakak ipar (Mas Choliel) serta seluruh keluarga
besar yang telah memberikan dukungan, doa, semangat dan bantuannya selama
melaksanakan penelitian dan penulisan karya ilmiah.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Tini dan Mbak Ani selaku
laboran yang telah banyak memberikan bantuan selama pengamatan di
laboratoruim. Terima kasih penulis ucapkan pula kepada Pak Pupud, Pak Ari, dan
seluruh pihak PTPN VIII Afdeling (AFD) IV Parabon, Kebun Sukamaju,
Sukabumi yang telah memberikan sarana dan bantuan selama penelitian di lapang.
Terima kasih penulis ucapkan pula kepada keluarga kecil tersayang, Bob, Puput,
Ulan, dan Fadhil atas kebersamaan dan dukungannya selama ini. Terimakasih
penulis ucapkan kepada Hana dan Biologi 46 sebagai teman seperjuangan atas
kebersamaannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi yang berguna dan

bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juni 2013
Mirah Ayuningsih

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Tujuan Penelitian

METODE

1
2
2

Waktu dan Tempat
Metode Penelitian
Pengamatan Morfologi Kumbang E. kamerunicus
Pengamatan Frekuensi Kunjungan E. kamerunicus
Koleksi Kumbang untuk Pengukuran Jumlah dan Daya Kecambah Polen
Pengukuran Jumlah Polen yang dibawa E. kamerunicus
Pengukuran Daya Kecambah Polen yang dibawa E. kamerunicus
Penghitungan Fruit Set Kelapa Sawit
Analisis Data
HASIL

2
2
2

2
3
3
3
4
4
4

Morfologi Kumbang E. kamerunicus
Frekuensi Kunjungan E. kamerunicus
Jumlah dan Viabilitas Polen yang dibawa Oleh E. kamerunicus
Fruit Set Kelapa Sawit
PEMBAHASAN

4
5
6
7
9


SIMPULAN

12

DAFTAR PUSTAKA

12

RIWAYAT HIDUP

14

DAFTAR TABEL
Rata-rata frekuensi kunjungan E. kamerunicus pada bunga betina
kelapa sawit selama 10 menit pengamatan
2 Parameter lingkungan di PTPN VIII kebun Sukamaju, Sukabumi
3 Hubungan frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan parameter
lingkungan
4 Jumlah buah per tandan berdasarkan grade buah dan nilai fruit set
kelapa sawit


1

5
6
6
8

DAFTAR GAMBAR
1
2

3
4
5

6
7
8

Buah kelapa sawit matang umur 3 bulan (a) dan pembagian buah
dalam tandan menjadi 3 bagian untuk penghitungan fruit set (b)
Morfologi E. kamerunicus betina (a) dan E. kamerunicus jantan (b):
moncong (1), tonjolan pada bagian elytra (2), rambut-rambut halus
pada elytra (3), dan tungkai (4)
Jumlah polen yang dibawa oleh E. kamerunicus betina dan jantan
Polen kelapa sawit berbentuk segitiga tipe aperture trikolpata (a) dan
polen yang berkecambah (b): polen (1) dan tabung polen (2)
Daya kecambah polen yang dibawa oleh E. kamerunicus betina dan
jantan serta polen yang langsung diambil dari bunga jantan kelapa
sawit
Tipe buah kelapa sawit: grade A (a), grade B (b), dan grade C (c)
Tipe buah kelapa sawit hasil penyerbukan (a) dan buah partenokarpi
(b): eksokarp (1), mesokarp (2), endokarp (3), dan endosperm (4)
Hubungan frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan fruit set
kelapa sawit

4

5
6
7

7
7
8
8

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan minyak nabati di dunia terus bertambah seiring dengan
pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Permintaan minyak nabati di
dalam dan luar negeri yang tinggi merupakan indikasi pentingnya peranan
komoditas kelapa sawit dalam perekonomian bangsa. Kelapa sawit merupakan
salah satu komoditas yang mempunyai nilai strategis sebagai bahan baku minyak
nabati terbesar di dunia, yaitu 2000-3000 kg/ha (Siregar 2006). Indonesia
merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua setelah Malaysia. Indonesia dan
Malaysia menguasai pasar kelapa sawit dunia lebih dari 85% (Pahan 2008). Selain
sebagai komoditas unggulan penghasil devisa negara, kelapa sawit juga berperan
dalam meningkatkan pendapatan petani dan memberikan kesempatan kerja yang
lebih luas.
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang tergolong
dalam famili Palmae (Hartley 1967). Tanaman
ini merupakan tanaman
monoecious, yaitu bunga jantan dan betina terpisah dan berada dalam satu pohon.
Meskipun demikian, jarang sekali ditemukan bunga jantan dan betina mekar
secara bersamaan, sehingga tanaman ini memerlukan agen penyerbuk dalam
proses pembuahan (Tandon et al. 2001). Penyerbukan kelapa sawit dapat
dilakukan secara buatan (assisted pollination) dan alami. Assisted pollination
membutuhkan biaya yang sangat besar sehingga dianggap kurang efektif untuk
diterapkan secara berkelanjutan (Susanto et al. 2007). Penyerbukan alami pada
kelapa sawit sebagian besar berlangsung dengan bantuan serangga dan sebagian
kecil oleh angin (Corley 1986). Serangga penyerbuk yang paling efektif dan
efisien dalam penyerbukan kelapa sawit ialah Elaeidobius kamerunicus (O’brien
dan Woodruff 1986).
Kumbang E. kamerunicus termasuk ke dalam ordo Coleoptera dengan
panjang tubuh sekitar 4 mm, lebar sekitar 1.5 mm, dan warna coklat kehitaman
(Syed et al. 1982). Kumbang ini berkembang biak dengan baik pada bunga jantan
dan mencari nektar pada bunga betina. Aktivitas kumbang tersebut menyebabkan
polen dapat mencapai bunga betina yang terletak sebelah dalam, sehingga peran E.
kamerunicus dalam penyerbukan sangat efektif (Corley 1986). Kumbang E.
kamerunicus berasal dari Kamerun dan diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1982.
Peran E. kamerunicus sebagai polinator tanaman kelapa sawit dianggap lebih
efektif dan menguntungkan, sehingga mampu mengubah sistem penyerbukan
buatan menjadi penyerbukan alami pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia
(Susanto et al. 2007).
Peran E. kamerunicus dalam penyerbukan dapat memberikan keuntungan
bagi kelapa sawit, khususnya dalam meningkatkan produksi minyak dan
pembentukan buah (fruit set) (Harun dan Noor 2002). Nilai fruit set merupakan
perbandingan jumlah buah yang berkembang normal dengan total buah yang
terbentuk dalam satu tandan kelapa sawit. Menurut Gardner et al. (1939), nilai
fruit set dalam suatu tandan kelapa sawit bervariasi tergantung tingkat
penyerbukan yang terjadi pada saat bunga betina mekar. Introduksi E.
kamerunicus di perkebunan Malaysia mampu meningkatkan nilai fruit set kelapa
sawit (Corley 1986).

2
Penelitian tentang kelapa sawit dan serangga penyerbuk E. kamerunicus di
Indonesia telah banyak dilakukan. Agenginardi (2011) melaporkan bahwa E.
kamerunicus betina pada bunga jantan kelapa sawit mampu membawa polen
sebanyak 1567 polen dengan tingkat viabilitas 76.23%. Nabilah (2011) juga
melaporkan E. kamerunicus jantan pada bunga jantan kelapa sawit mampu
membawa polen sebanyak 3285 polen dengan tingkat viabilitas 74.18%. Berkaitan
dengan frekuensi kunjungan E. kamerunicus pada bunga betina kelapa sawit,
Komal (2011) dan Aminah (2011) telah melakukan penelitian di PTPN VIII
Cimulang dan Cikasungka, Bogor. Dalam penelitian ini dipelajari frekuensi
kunjungan E. kamerunicus pada bunga betina dan efektivitasnya terhadap
pembentukan buah kelapa sawit.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari frekuensi kunjungan E. kamerunicus
pada bunga betina dan efektivitasnya terhadap pembentukan buah kelapa sawit di
Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII, Afdeling (AFD) IV
Parabon Blok 133, Kebun Sukamaju, Sukabumi.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai November 2012-Maret 2013 bertempat di
perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Afdeling (AFD) IV Parabon Blok 133,
Kebun Sukamaju, Sukabumi. Pengamatan sampel dilakukan di Laboratorium
Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA IPB.
Metode Penelitian
Pengamatan Morfologi Kumbang E. kamerunicus
Kumbang E. kamerunicus yang berkunjung ke bunga betina kelapa sawit
dikoleksi di dalam tabung eppendorf yang berisi 0.5 mL campuran etanol 70%
dan gliserol (4:1). Selanjutnya, kumbang E. kamerunicus diamati di bawah
mikroskop stereo untuk diamati morfologinya.
Pengamatan Frekuensi Kunjungan E. kamerunicus
Bunga betina yang digunakan untuk pengamatan adalah bunga betina
reseptif. Pengamatan kunjungan E. kamerunicus pada bunga betina diamati
dengan menggunakan fix sample method (Dafni 1992) pada tiga kurun waktu,
yaitu pagi hari (pukul 09.00-10.00), siang hari (pukul 13.00-14.00), dan sore hari
(pukul 16.00-17.00). Setiap kurun waktu dilakukan 4 kali pengamatan selama 10
menit dengan selang waktu 5 menit. Pengamatan frekuensi kunjungan E.
kamerunicus dilakukan sebanyak 10 kali pengamatan pada pohon yang berbeda.
Selama pengamatan, dicatat jumlah individu E. kamerunicus yang mengunjungi

3
bunga betina kelapa sawit. Selama pengamatan frekuensi kunjungan E.
kamerunicus dilakukan pengukuran faktor lingkungan, meliputi suhu udara,
kelembapan udara, kecepatan angin, dan intensitas cahaya. Suhu dan kelembapan
udara diukur dengan menggunakan thermo-hygrometer, kecepatan angin diukur
dengan menggunakan anemometer, dan intensitas cahaya diukur dengan
menggunakan luxmeter.
Koleksi Kumbang untuk Pengukuran Jumlah dan Daya Kecambah Polen
Kumbang pembawa polen diambil dengan menggunakan pinset dan
dimasukkan ke dalam tabung eppendorf kosong untuk diukur viabilitas polennya.
Kumbang yang akan diukur jumlah polennya dimasukkan ke dalam tabung
eppendorf yang berisi 0.5 mL campuran etanol 70% dan gliserol (4:1).
Pengukuran Jumlah Polen yang dibawa E. kamerunicus
Kumbang E. kamerunicus yang telah dikoleksi dalam tabung eppendorf
berisi 0.5 mL campuran etanol 70% dan gliserol (4:1) diputar dengan
menggunakan rotator TAITEC tipe RT-50 selama 24 jam. Setelah diputar,
kumbang dikeluarkan dari tabung eppendorf. Tabung eppendorf yang berisi
larutan yang telah bercampur polen dimasukkan ke dalam sentrifuge HITACHI
himac CF 15D2 tipe RT15A8 selama 10 menit dengan kecepatan 787.49 g.
Selanjutnya, supernatan dibuang sampai batas 0.1 mL. Pelet yang mengandung
polen diaduk dan diambil dengan menggunakan pipet kemudian diteteskan di atas
hemasitometer tipe Neubauer untuk dihitung jumlah polennya. Polen diamati
dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 100x. Polen yang dihitung
adalah polen yang berada di daerah empat kotak besar hemasitometer.
Pengamatan jumlah polen yang dibawa oleh kumbang dilakukan sebanyak 50 kali
ulangan untuk masing-masing kumbang jantan dan kumbang betina.
Pengukuran Daya Kecambah Polen yang dibawa E. kamerunicus
Daya kecambah polen kelapa sawit diukur dengan cara
mengecambahkannya pada media cair yang mengandung sukrosa 8% dan 15 mg
H3BO3. Satu individu E. kamerunicus dalam tabung eppendorf diberi 3 tetes
campuran sukrosa 8% dan 15 mg H3BO3 (15 ppm), kemudian diputar dengan
menggunakan rotator selama 10 menit. Setelah polen lepas dari tubuh kumbang,
kumbang dikeluarkan dari tabung. Larutan yang telah bercampur polen diambil
dan diteteskan pada kaca preparat cekung. Kaca preparat cekung yang telah berisi
larutan yang bercampur polen diletakkan di atas tisu lembap, kemudian cawan
petri ditutup dan didiamkan selama 2 jam. Setelah 2 jam, dilakukan pengamatan
perkecambahan polen di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x dan
dihitung persentase perkecambahannya. Polen yang viabel adalah polen yang
mampu berkecambah membentuk tabung polen (pollen tube) minimal 2 kali
ukuran panjang polen (Adiguno 1998). Pengamatan daya kecambah polen yang
dibawa oleh kumbang dilakukan sebanyak 50 kali ulangan untuk masing-masing
kumbang jantan dan kumbang betina.

4
Penghitungan Fruit Set Kelapa Sawit
Bunga betina yang dipakai untuk pengamatan frekuensi kunjungan
kumbang dan sudah berkembang menjadi buah (Gambar 1a), yaitu 3 bulan setelah
penyerbukan dihitung nilai fruit set. Penghitungan nilai fruit set dilakukan dengan
cara membagi tandan menjadi 3 bagian, yaitu pangkal, tengah, dan ujung (Gambar
1b). Penentuan fruit set kelapa sawit dibedakan berdasarkan tipe buah hasil
penyerbukan. Tipe buah hasil penyerbukan terdiri dari grade A dan grade B,
sedangkan tipe buah dari bunga yang tidak diserbuki digolongkan ke dalam grade
C. Grade A adalah buah yang mengalami penyerbukan sempurna, grade B adalah
buah yang mengalami penyerbukan dan tidak berkembang sempurna, dan grade C
adalah buah partenokarpi atau buah yang tidak mengalami penyerbukan. Tipe
buah juga dapat dibedakan berdasarkan ukuran, yaitu grade A berukuran paling
besar (panjang 3-4.5 cm; diameter 2-3 cm), grade B berukuran sedang (panjang
2.5-3.5 cm; diameter 1.5-2.5 cm), dan grade C berukuran paling kecil (panjang 23 cm; diameter 1 cm). Nilai fruit set diperoleh dengan menghitung persentase
jumlah buah hasil penyerbukan terhadap total buah per tandan kelapa sawit.

Gambar 1 Buah kelapa sawit matang umur 3 bulan (a) dan pembagian buah dalam tandan
menjadi 3 bagian untuk penghitungan fruit set (b)

Analisis Data
Data frekuensi kunjungan E. kamerunicus, parameter lingkungan,
hubungan frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan faktor lingkungan, dan
persentase fruit set kelapa sawit disajikan dalam Tabel 1-4. Hubungan antara
frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan parameter lingkungan dan fruit set
kelapa sawit dianalisis dengan metode regresi dan korelasi Pearson menggunakan
program SPSS versi 16.0.

HASIL
Morfologi Kumbang E. kamerunicus
Tubuh E. kamerunicus berwarna cokelat kehitaman, terdapat moncong
pada bagian mulut, tiga pasang tungkai, pada bagian toraks terdapat satu pasang
sayap depan (elytra) dan sayap belakang. Kumbang betina berukuran lebih kecil
(2-3 mm) dibandingkan dengan kumbang jantan, ukuran moncong lebih panjang,
dan tidak memiliki tonjolan pada bagian elytra (Gambar 2a). Kumbang jantan
berukuran lebih besar (3-4 mm) dibandingkan dengan kumbang betina, moncong

5
lebih pendek, terdapat tonjolan pada bagian elytra, dan pada permukaan elytra
terdapat rambut-rambut halus (Gambar 2b).

Gambar 2 Morfologi E. kamerunicus betina (a) dan E. kamerunicus jantan (b): moncong
(1), tonjolan pada bagian elytra (2), rambut-rambut halus pada elytra (3), dan
tungkai (4)

Frekuensi Kunjungan E. kamerunicus
Rata-rata frekuensi kunjungan tertinggi (109 kumbang/10 menit) terjadi
pada pagi hari, kemudian menurun pada siang hari (26 kumbang/10 menit), dan
kunjungan terendah (13 kumbang/10 menit) terjadi pada sore hari. Rata-rata
frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina dalam satu hari pengamatan
ialah 50 kumbang/10 menit, dengan kunjungan tertinggi sebanyak 211 kumbang
dan kunjungan terendah sebanyak 3 kumbang (Tabel 1).
Tabel 1 Rata-rata frekuensi kunjungan E. kamerunicus pada bunga betina kelapa
sawit selama 10 menit pengamatan
Frekuensi kunjungan kumbang

Pengamatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata-rata

Pagi

Siang

Sore

Rata-rata

34 (20-47)
95 (90-101)
28 (27-29)
18 (17-20)
193 (182-211)
190 (180-198)
118 (111-124)
176 (167-190)
137 (124-152)
96 ( 85-102)
109 (17-211)

22 (20-25)
22 (20-23)
52 (41-58)
24 (11-30)
20 (16-24)
24 (20-27)
22 (19-27)
29 (18-34)
19 (18-22)
23 (20-25)
26 (11-58)

15 (13-16)
17 (12-19)
17 (14-19)
12 (8-15)
14 (13-15)
9 (6-13)
18 (17-18)
6 (3-8)
13 (8-16)
5 (3-7)
13 (3-19)

24 (13-47)
45 (12-101)
32 (14-58)
18 (8-30)
76 (13-211)
74 (6-198)
53 (17-124)
70 (3-190)
56 (8-152)
41 (3-102)
50 (3-211)

Keterangan: Nilai dalam kurung merupakan nilai minimum dan maksimum

Suhu udara di kebun Sukamaju berkisar antara 20-34.5 °C, kelembapan
udara berkisar antara 49-85 %, kecepatan angin berkisar antara 0-0.9 m/dt, dan
intensitas cahaya berkisar antara 780-19860 lux (Tabel 2). Frekuensi kunjungan E.
kamerunicus tidak berkorelasi terhadap suhu udara (r=0.228, R2=0.052),
kelembapan udara (r=-0.107, R2=0.011), kecepatan angin (r=-0.234, R2=0.055),
dan intensitas cahaya (r=0.198, R2=0.039) (Tabel 3).

6
Tabel 2 Parameter lingkungan di PTPN VIII kebun Sukamaju, Sukabumi
Waktu

Parameter lingkungan
Suhu udara (°C)
Kelembapan udara (%)
Kecepatan angin (m/dt)
Intensitas cahaya (lux x10)

Pagi

Siang

Sore

28.09 (26-31.5)
67.70 (57-74.5)
0.05 (0.0-0.5)
881.55 (157-1972)

30.22 (25.5-34.5)
58.15 (49-77)
0.16 (0.0-0.9)
991.5 (158-1986)

21.78 (20-24)
77.90 (72-85)
0.20 (0.0-0.9)
204.7 (78-515)

Tabel 3 Hubungan frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan parameter
lingkungan
Frekuensi kunjungan kumbang

Parameter lingkungan
Suhu udara
Kelembaban udara
Kecepatan angin
Intensitas cahaya

r

R2

0.228
-0.107
-0.234
0.198

0.052
0.011
0.055
0.039

Keterangan: r= nilai korelasi, R2 = koefesien determinasi

Jumlah polen

Jumlah dan Viabilitas Polen yang dibawa Oleh E. kamerunicus
Kumbang jantan mampu membawa polen lebih banyak dibandingkan
dengan kumbang betina. Rata-rata polen yang dibawa oleh satu kumbang jantan
sebanyak 1440 polen dan satu kumbang betina mampu membawa sebanyak 635
polen (Gambar 3).
2000
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
Kumbang betina

Kumbang jantan

Gambar 3 Jumlah polen yang dibawa oleh E. kamerunicus betina dan jantan

Polen yang berkecambah ditandai dengan terbentuknya tabung polen
dengan ukuran minimal dua kali panjang polen, sebaliknya polen yang tidak
berkecambah tidak membentuk tabung polen (Gambar 4). Daya kecambah polen
yang dibawa oleh kumbang jantan dan kumbang betina masing-masing sebesar
8.65% dan 7.90%. Daya kecambah polen yang langsung diambil dari bunga jantan
antesis sebesar 62.14% (Gambar 5)

7

Gambar 4 Polen kelapa sawit berbentuk segitiga tipe aperture trikolpata (a) dan polen
yang berkecambah (b): polen (1) dan tabung polen (2)

Daya kecambah polen (%)

80
70
60

50
40
30
20
10
0
Kumbang betina Kumbang jantan Bunga jantan

Gambar 5 Daya kecambah polen yang dibawa oleh E. kamerunicus betina dan jantan
serta polen yang langsung diambil dari bunga jantan kelapa sawit

Fruit Set Kelapa Sawit
Grade A dan grade B merupakan buah hasil penyerbukan, sedangkan
grade C merupakan buah pertenokaepi. Buah grade A berukuran paling besar,
grade B berukuran sedang, dan grade C berukuran paling kecil (Gambar 6). Buah
hasil penyerbukan memiliki bagian-bagian yang lengkap, yaitu eksokarp,
mesokarp, endokarp, dan endosperm (Gambar 7).

Gambar 6 Tipe buah kelapa sawit: grade A (a), grade B (b), dan grade C (c)

8

Gambar 7 Tipe buah kelapa sawit hasil penyerbukan (a) dan buah partenokarpi (b):
eksokarp (1), mesokarp (2), endokarp (3), dan endosperm (4)

Dalam satu tandan, rata-rata tipe buah tertinggi adalah grade A (597 buah),
diikuti grade B (508 buah), dan grade C (339 buah). Rata-rata nilai fruit set
kelapa sawit di kebun Sukamaju Blok 133 sebesar 77.87%, dengan fruit set
tertinggi sebesar 94.62% dan fruit set terendah sebesar 60.36% (Tabel 4).
Frekuensi kunjungan E. kamerunicus berkorelasi positif terhadap nilai fruit set
kelapa sawit (r=0.729, R2=0.531) (Gambar 8).
Tabel 4 Jumlah buah per tandan berdasarkan grade buah dan nilai fruit set kelapa
sawit
Grade

Tandan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata rata

A
252
271
534
334
1204
819
546
881
564
563
597

B
296
547
499
442
1243
563
200
605
368
314
508

C
233
421
159
275
1032
139
490
505
53
85
340

Total
781
1239
1192
1051
3479
1521
1236
1991
985
962
1444

Fruit set
70.17
66.02
86.66
73.83
70.34
90.86
60.36
74.64
94.62
91.16
77.87

y=57.116 + 0.424x
r=0.729
R2=0.531
p=0.017

Gambar 8 Hubungan frekuensi kunjungan E. kamerunicus dengan fruit set kelapa sawit

9

PEMBAHASAN
Polinator dan penyerbukan merupakan komponen yang berperan penting
dalam pembentukan buah (Kevan 1999). Penyerbukan terjadi ketika polen dari
bunga jantan yang antesis mampu menempel pada putik bunga betina reseptif
yang diikuti dengan pembuahan. Serangga yang paling efektif sebagai penyerbuk
kelapa sawit ialah E. kamerunicus (Syed et al. 1982; Tuo et al. 2011). Kumbang E.
kamerunicus berkembang biak pada bunga jantan dan mengunjungi bunga betina
untuk mendapatkan nektar (Corley 1986). Bunga betina mengeluarkan senyawa
volatil dengan aroma yang khas, yaitu estragole sebagai atraktan bagi serangga
penyerbuk (Lajis 1985). Frekuensi kunjungan kumbang diamati pada bunga betina
yang reseptif, dengan ciri-ciri bunga berwarna putih kekuningan, aroma khas yang
kuat, dan bagian ujung putik memiliki 3 cuping berbentuk bulan sabit.
Berdasarkan hasil pengamatan, frekuensi kunjungan kumbang pada bunga
betina tertinggi terjadi pada pagi hari, yaitu pada pukul 09.00-10.00 (109
kumbang/10 menit), kemudian menurun pada siang hari (26 kumbang/10 menit),
dan sore hari (13 kumbang/10 menit). Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan
Susanto et al. (2007), bahwa jumlah tertinggi E. kamerunicus yang berkunjung ke
bunga betina kelapa sawit adalah pada pukul 08.00-10.00. Hasil ini juga sesuai
dengan laporan Labarca et al. (2007), bahwa aktivitas kunjungan tertinggi
serangga penyerbuk adalah pada pukul 08.30-14.00. Aminah (2011) juga
melaporkan bahwa kunjungan kumbang pada bunga betina tertinggi terjadi pada
pukul 09.00-10.00 (121 kumbang/10 menit). Kumbang lebih menyukai
beraktivitas pagi hari dimungkinkan karena kondisi lingkungan yang lebih
mendukung. Selain itu, senyawa volatil yang dihasilkan oleh bunga betina lebih
banyak di pagi hari, sehingga menarik polinator untuk berkunjung ke bunga betina.
Hasil pengamatan menunjukkan rata-rata frekuensi kunjungan kumbang E.
kamerunicus ialah 50 kumbang/10 menit. Jika diasumsikan bahwa kumbang aktif
melakukan penyerbukan selama 8 jam/hari, maka frekuensi kunjungan kumbang
pada bunga betina dalam satu tandan ialah 2400 kumbang/hari. Susanto et al.
(2007) melaporkan bahwa agar tanaman dapat melakukan penyerbukan dengan
baik pada suatu perkebunan dibutuhkan minimal 700 kumbang/hari yang
berkunjung ke tandan bunga betina reseptif. Frekuensi kunjungan kumbang pada
bunga kelapa sawit hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan laporan
Aminah (2011) di kebun Cikasungka Bogor, yaitu 54 kumbang/10 menit atau
setara dengan 2592 kumbang/tandan/hari. Atmowidi dan Kurniawan (2010) juga
melaporkan, bahwa populasi E. kamerunicus pada bunga jantan di Sukabumi lebih
rendah dibandingkan dengan populasi E. kamerunicus di Bogor. Tinggi rendahnya
populasi E. kamerunicus pada bunga jantan mempengaruhi frekuensi kunjungan
kumbang pada bunga betina kelapa sawit.
Frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina kelapa sawit tidak
berkorelasi dengan suhu udara. Heinrich (1940) melaporkan bahwa pada suhu
udara yang tinggi, serangga penyerbuk memerlukan energi yang lebih kecil untuk
meningkatkan suhu toraks sampai batas minimum untuk aktivitas terbang. Suhu
udara juga berpengaruh terhadap distribusi, pertumbuhan, perkembangan, dan
aktivitas serangga penyerbuk (Young 1982). Frekuensi kunjungan kumbang pada
bunga betina kelapa sawit tidak berkorelasi dengan kelembapan udara.
Kelembapan udara secara tidak langsung dapat menurunkan populasi kumbang

10
karena dapat memacu perkembangbiakan nematoda parasit dan cendawan lainnya.
Kusnandarsyah (2011) melaporkan bahwa kelembapan udara dan curah hujan
yang tinggi berpengaruh terhadap peningkatan populasi nematoda parasit
Elaeolenchus parthenonema pada E. kamerunicus. Populasi E. parthenonema
yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan infeksi E. kamerunicus, sehingga
dapat menurunkan populasi kumbang dan frekuensi kunjungan ke bunga betina
kelapa sawit.
Frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina kelapa sawit tidak
berkorelasi dengan kecepatan angin. Aminah (2011) melaporkan bahwa kecepatan
angin yang tinggi dapat menurunkan kunjungan kumbang pada bunga betina
kelapa sawit di perkebunan Cikasungka Bogor. Kecepatan angin yang tinggi dapat
berpengaruh terhadap penurunan frekuensi jumlah kunjungan kumbang. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh pergerakan angin yang terlalu tinggi dapat
mengganggu aktivitas terbang kumbang ketika mengunjungi bunga betina kelapa
sawit. Frekuensi kunjungan kumbang pada bunga betina kelapa sawit juga tidak
berkorelasi dengan intensitas cahaya. Cahaya matahari berperan penting dalam
pertumbuhan tanaman khususnya dalam proses fotosintesis. Kelapa sawit
merupakan tanaman yang dapat berkembang biak dengan baik pada lingkungan
yang memiliki intensitas cahaya tinggi (Pahan 2008). Intensitas cahaya yang
rendah dapat mengganggu proses fisiologis tanaman.
Keberhasilan penyerbukan sangat dipengaruhi oleh kualitas bunga betina,
bunga jantan, dan keaktifan serangga penyerbuk. Keaktifan serangga penyerbuk
salah satunya dapat diketahui dengan kemampuannya membawa polen. Jumlah
polen yang dibawa oleh kumbang jantan (1440 polen) lebih banyak dibandingkan
dengan kumbang betina (635 polen). Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan
Nabilah (2011), bahwa jumlah polen yang menempel pada tubuh kumbang jantan
yang dikoleksi dari bunga jantan, lebih banyak (3285 polen) dibandingkan jumlah
polen yang menempel pada tubuh kumbang betina (1567 polen) (Agenginardi
2011). Hal ini disebabkan oleh ukuran tubuh kumbang jantan yang lebih besar dan
terdapat rambut-rambut halus pada bagian elytra. Polen pada tubuh kumbang
jantan paling banyak ditemukan pada bagian elytra (Nabilah 2011). Menurut
O’brien dan Woodruff (1986), permukaan elytra pada kumbang jantan E.
kamerunicus terdapat rambut-rambut halus sebagai tempat pelekatan polen ketika
kumbang berada pada bunga jantan kelapa sawit.
Ketersediaan serbuk sari dengan viabilitas tinggi merupakan salah satu
faktor yang menentukan keberhasilan penyerbukan silang tanaman. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini ialah perkecambahan in vitro, yaitu dengan
mengecambahkan polen kelapa sawit pada media sukrosa 8% dalam asam borat
15 ppm pada keadaan lembap selama 2 jam (Adiguno 1998). Sukrosa 8%
berfungsi sebagai sumber karbon bagi perkecambahan polen sekaligus menjaga
tekanan osmotik, sedangkan asam borat 15 ppm sebagai sumber Boron untuk
menyempurnakan fungsi sukrosa dalam mempertahankan tekanan osmotik.
Menurut Rihova et al. (1996), penambahan Boron yang disertai dengan
penambahan sukrosa pada media perkecambahan dapat mengoptimalkan
perkecambahan polen. Waktu optimum untuk pembentukan tabung polen kelapa
sawit berlangsung selama 2 jam (Adiguno 1998). Polen yang berkecambah adalah
polen yang mampu membentuk tabung polen minimal dua kali ukuran panjang
polen.

11
Berdasarkan hasil pengamatan, daya kecambah polen yang dibawa oleh
kumbang jantan yang dikoleksi dari bunga betina (8.65%) sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan perkecambahan polen yang dibawa oleh kumbang betina
(7.90%). Daya kecambah polen yang langsung diambil dari bunga jantan sebesar
62.14%. Hasil perkecambahan polen dari penelitian ini jauh lebih rendah
dibandingkan dengan laporan Nabilah (2011), bahwa daya kecambah polen yang
menempel pada tubuh kumbang jantan yang dikoleksi dari bunga jantan sebesar
74.18%. Agenginardi (2011) juga melaporkan bahwa daya kecambah polen yang
menempel pada tubuh kumbang betina yang dikoleksi dari bunga jantan sebesar
76.23%. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh polen yang menempel pada tubuh
kumbang menurun tingkat viabilitasnya. Aktivitas terbang dari bunga jantan ke
bunga betina dapat menurunkan jumlah polen pada tubuh kumbang. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh polen yang dibawa oleh kumbang merupakan
akumulasi dari kunjungan ke bunga jantan sebelumnya, sehingga tingkat
viabilitasnya menurun.
Berdasarkan hasil pengamatan, nilai rata-rata fruit set di kebun Sukamaju
Blok 133 adalah 77.87%. Nilai fruit set tersebut tergolong baik, karena berada di
atas standar minimum yang diperlukan oleh perkebunan yaitu 75% (Susanto et al
2007). Keberhasilan penyerbukan ditandai dengan peningkatan rasio buah per
tandan, peningkatan berat dan kandungan minyak per tandan, serta peningkatan
nilai fruit set (Hartley 1967). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah buah
hasil penyerbukan lebih banyak daripada buah partenokarpi. Buah partenokarpi
merupakan buah yang berkembang tanpa biji akibat tidak terjadinya fertilisasi
(Corley 1986). Proporsi buah partenokarpi berkaitan erat dengan efisiensi
penyerbukan.
Buah hasil penyerbukan memiliki bagian-bagian yang lengkap, yaitu
eksokarp, mesokarp, endokarp, dan endosperm. Eksokarp merupakan bagian kulit
buah yang licin, berwarna hitam pada buah muda dan pada buah tua berwarna
kemerahan. Mesokarp merupakan daging buah, endokarp merupakan cangkang
pelindung inti, dan endosperm (inti) (Pahan 2008). Bagian yang akan diolah
menjadi minyak pada buah normal adalah mesokrap sebagai bahan mentah CPO
(Crude palm oil) dan endosperm sebagai bahan PKO (Palm kernel oil) (Pahan
2008). Bagian endosperm pada buah partenokarpi tidak berkembang, sehingga
nilai fruit set yang rendah menjadi kendala yang serius pada suatu perusahaan
dalam memproduksi PKO.
Frekuensi kunjungan kumbang berkorelasi positif secara signifikan
terhadap nilai fruit set kelapa sawit. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi
kunjungan kumbang yang tinggi dapat meningkatkan nilai fruit set kelapa sawit.
Corley (1986) melaporkan bahwa introduksi E. kamerunicus di perkebunan
Malaysia dapat meningkatkan nilai fruit set kelapa sawit. Gardner et al. (1939)
juga melaporkan nilai fruit set dalam suatu tandan kelapa sawit bervariasi
tergantung tingkat penyerbukan yang terjadi pada saat bunga betina mekar. Dari
hal tersebut dapat diartikan bahwa E. kamerunicus berperan sebagai polinator
yang efektif bagi kelapa sawit. Peran E. kamerunicus dalam penyerbukan dapat
memberikan keuntungan bagi kelapa sawit, khususnya dalam meningkatkan
produksi minyak dan pembentukan buah (Harun dan Noor 2002).

12

SIMPULAN
Rata-rata frekuensi kunjungan kumbang E. kamerunicus pada bunga betina
kelapa sawit tertinggi (109 kumbang/10 menit) terjadi pada pagi hari, dengan ratarata kunjungan per hari sebanyak 50 kumbang/10 menit. Frekuensi kunjungan E.
kamerunicus tidak berkorelasi secara nyata dengan faktor lingkungan yang diukur.
Kumbang E. kamerunicus jantan membawa polen lebih banyak dibandingkan
dengan E. kamerunicus betina. Daya kecambah polen yang dibawa oleh kumbang
jantan dan kumbang betina berkisar 7.90-8.65%. Rata-rata fruit set kelapa sawit di
kebun Sukamaju Blok 133 sebesar 77.87%. Frekuensi kunjungan kumbang pada
bunga betina berpengaruh terhadap fruit set kelapa sawit.

DAFTAR PUSTAKA
Adiguno S. 1998. Pengadaan dan pengawasan mutu internal kecambah dan bibit
kelapa sawit di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat dan PT Socfindo Medan
Sumatera Utara [laporan keterampilan profesi]. Bogor: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Agenginardi EB. 2011. Jumlah polen kelapa sawit dan viabilitasnya pada tubuh
kumbang betina Elaeidobius kamerunicus Faust. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Aminah. 2011. Frekuensi kunjungan serangga penyerbuk Elaeidobius
kamerunicus (Faust.) pada bunga betina tanaman kelapa sawit di perkebunan
PTPN VIII Cikasungka, Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Atmowidi T, Kurniawan Y. 2010. Population of oil palm pollinator (Elaeidobius
kamerunicus Faust.) in Banten and West Java [catatan penelitian]. Working
paper No.25: 1-7.
Corley RHV. 1986. Oil Palm. In: Monselise SP. 1986. CRC Hand Book of Fruit
Set and Development. Boca Raton, Florida: CRC Press, Inc.
Dafni A. 1992. Pollination Ecology: A Practical Approach. New York: Oxford
University Press.
Gardner VR, Bradford FC, Hooker HD Jr. 1939. The Fundamentals of Fruit
Production. New York and London: McGraw-Hill Book Company, Inc.
Hartley CWS. 1967. The Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.). London: Longman
Group Limited.
Harun MH, Noor MRMD. 2002. Fruit set and oil palm bunch components.
Journal of Oil Palm Research. 14(2): 24-33.
Heinrich B. 1940. Bumblebee Economics. USA: Harvard University Press.
Kevan PG. 1999. Pollinators as bioindicators of the state of the environment:
species, activity and diversity. Agriculture, Ecosystems and Environment. 74:
373-393.
Komal. 2011. Frekuensi kunjungan serangga penyerbuk Elaeidobius kamerunicus
(Faust.) pada bunga betina tanaman kelapa sawit di perkebunan PTPN VIII
Cimulang, Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.

13
Kusnandarsyah I. 2011. Populasi nematoda parasit pada kumbang Elaeidobius
kamerunicus Faust. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Labarca MV, Portillo E, Narvaez YZ. 2007. Relationship between inflorescens,
climate and the pollinating in oil palm (Elaeis gueneensis Jacquin) plantations
located in South lake of Maracaibo, Zulia State. Revista De La Faculted De
Agronomia (LUZ). 24: 303-320.
Lajis NH, Hessein MY, Toia RF. 1985. Extraction and identification of the main
compound present in Elaeis guineensis flower volatiles. Pertanika. 8(1): 105108.
Nabilah S. 2011. Jumlah polen kelapa sawit dan viabilitasnya pada tubuh
kumbang jantan Elaeidobius kamerunicus Faust. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
O’brien CW, Woodruff RE. 1986. First record in the United State and South
America of the African oil palm weevils, Elaeidobius subvittatus (Faust) and
Elaeidobius kamerunicus (Faust) (Coleoptera: Curculionidae). Entomology
Circular. no: 284.
Pahan I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu
hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rihova L, Hrabetova E, Tupy J. 1996. Optimization of conditions for in vitro
pollen growth in potatoes. International Journal of Plant Sciences. 157: 561566.
Siregar AZ. 2006. Kelapa sawit: Minyak nabati berprospek tinggi. USU
Repository.
Susanto A, Purba RY, Prasetyo AE. 2007. Elaeidobius kamerunicus: Serangga
Penyerbuk Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Syed RA, Law IH, Corley RHV. 1982. Insect pollination of oil palm introduction,
establishment, and pollinating efficiency of Eleidobius kamerunicus in
Malaysia. Planter. 58:547-561.
Tandon R, Manohara TN, Nijalingappa BHM , Shivanna KR. 2001. Pollination
and pollen-pistil interaction in oil palm, Elaeis guineensis. Annals of Botany.
87: 831-838.
Tuo Y, Koua HK, Hala Nklo. 2011. Biology of Elaeidobius kamerunicus and
Elaeidobius plagiatus (Coleoptera: Curculionidae) Main Pollinators of oil palm
in West Africa. European Journal of Scientific Research. 49(3): 426-432
Young AM. 1982. Population Biology of Tropical Insect. New York: Plenum Pr.

14

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banjarnegara, Jawa Tengah pada tanggal 14 Juni
1991 dari Ayah yang bernama Hartono dan Ibu yang bernama Surani. Penulis
merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal
pada tahun 1996 di Taman Kanak-Kanak Pertiwi Unit Dharma Wanita, kemudian
melanjutkan pendidikan SDS Bakau Estate, Kotabaru pada tahun 1997.
Selanjutnya pada tahun 2003 melanjutkan pendidikan menengahnya di SMPN 1
Pamukan Utara Kotabaru, dan pada tahun 2006 melanjutkan pendidikannya di
SMAN 1 Kotabaru. Pada tahun 2009 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian
Bogor melalui jalur BUD sebagai mahasiswa Mayor di Departemen Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah mengikuti kegiatan Studi
Lapang dengan judul “Ragam Ektomikoriza pada Pinus dan Meranti di Gunung
Walat” di bawah bimbingan Ir. Agustin W. Gunawan, M.S. dan Praktik Lapang
dengan judul “Teknik Budidaya Buah Naga Varietas Super Merah (Hylocereus
castaricensis) di PT Kusuma Agrowisata Batu-Jawa Timur” di bawah bimbingan
Dr. Bambang Suryobroto. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata
kuliah Biologi Dasar dan Avertebrata. Penulis pernah menjadi anggota
Pengembangan Sumber Daya Manusia Himpunan Mahasiswa Biologi (PSDM
HIMABIO) IPB tahun kepengurusan 2010/2011. Selama menjadi anggota
pengurus PSDM HIMABIO penulis aktif diberbagai kegiatan himpro, seperti
menjadi penanggungjawab komunitas-komunitas seni di departemen Biologi,
menjadi penanggungjawab kesenian departemen Biologi pada acara SPIRIT,
menjadi bendahara 1 komunitas PISCES (Percussion Of Scientict Soul), panitia
Publikasi dan Hubungan Masyarakat pada acara Grand Biodiversity, dan menjadi
anggota Penugasan pada acara MORFOLOGI 47.