Strategi pengembangan usaha peternakan kelinci pada kampoeng kelinci di desa gunung mulya kecamatan tenjolaya kabupaten Bogor

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHAPETERNAKAN
KELINCI PADA KAMPOENG KELINCI DI DESA GUNUNG
MULYAKECAMATAN TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR

HELMA HENDRIETTE

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Pengembangan
Usaha Peternakan Kelinci pada Kampoeng Kelinci di Desa Gunung Mulya
Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogoradalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,Agustus2014
Helma Hendriette
NIM H34080156

ABSTRAK
HELMA HENDRIETTE. Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Kelinci pada
Kampoeng Kelinci di Desa Gunung Mulya Kecamatan TenjolayaKabupaten
Bogor. Dibimbing oleh JOKO PURWONO.

Usaha peternakan kelinci merupakan usaha yang memiliki potensi untuk
dikembangkan, karena ternak kelinci menghasilkan daging, kulit-bulu dan limbah
yang bernilai ekonomis tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
manajemen usaha, mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh faktor internal
dan eksternal pada usaha peternakan kelinci pada Kampoeng Kelinci di Desa
Gunung Mulya, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor serta merumuskan
strategi pengembangannya.Hasil penelitian berdasarkan analisis SWOT
menunjukan bahwa strategi yang perlu dikembangkan adalah meningkatkan
kapasitas produksi, diferensiasi produk, meningkatkan manajemen pemeliharaan,

memanfaatkan kelembagaan peternak dan meningkatkan fungsi kelembagaan dan
jaringannya. Berdasarkan perhitungan dengan matriks QSP, maka prioritas
strategi pengembangan paling baik adalah meningkatkan kapasitas produksi.
.
Kata kunci: Kelinci, Usaha, Strategi pengembangan

ABSTRACT
HELMA HENDRIETTE. Business Development Strategies at Kampoeng Kelinci
in Gunung Mulya Village Tenjolaya Subdistrict Bogor Regency. Supervised by
JOKO PURWONO.
The rabbit farm is the potensial businnees to develop because the rabbit
has a high economies value of flesh, skim-fur and compost produk. The goal of
these research are to identify farm trade management, to identify and analyze the
internal and external factor impact of the rabbit farm and to formulate the business
development strategies at Kampoeng Kelinci in Gunung Mulya village, Tenjolaya
subdistrict, Bogor Regency. Result of the reasearch based on SWOT analysis
indicate out of the relevant strategy for the rabbit farm trade developmant. The
strategies are to increase production capacity, to differnces the product, to develop
the safeguarding of the rabbit farm management, to utilize the farmer institusional
benefits and to develop the fuction of institusion and network of the rabbit farm

trade. Based on calculation of matrix QSP, strategies that can be implied are to to
increase production capacity.
Keywords : Rabbit, Farm, Develop strategy

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHAPETERNAKAN
KELINCIPADA KAMPOENG KELINCI DI DESA GUNUNG
MULYAKECAMATAN TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR
KABUPATEN BOGOR
\

HELMA HENDRIETTE

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, hanya
oleh kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema
yang dipilih dalam skripsi iniialah strategi pengembangan usaha, dengan judul
“Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Kelinci pada Kampoeng Kelinci di
Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Joko Purwono, MS selaku Dosen
Pembimbing, yang telah memberikan arahan, saran, waktu, motivasi dan
kesabaran selama penulisan karya ilmiah ini.Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Dr Ir Amzul Rifin, MA selaku dosen penguji utama dan Ibu
Ir Narni Farmayanti, MSc selaku dosen penguji Komdik Departemen Agribisnis
yang telah memberikan saran dan kritikan pada skripsi ini. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Wahyu Darsono (Ketua
KOPNAKCI), Bapak Dedi Kurniadi (Kepala Seksi Bidang Produksi Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor), Bapak Umar Wirahadikusuma
(Kepala UPT PUSKSESWAN)dan Bapak Aris Rizal (Ketua Gapoktan Kampoeng

Kelinci) serta para peternak kelinci pada Kampoeng Kelinci di Desa Gunung
Mulya yang telah membantu selama pengumpulan data penelitian. Terima kasih
kepada Bapak dan Mama serta seluruh keluarga dan sahabat, atas kasih dan
doanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Helma Hendriette

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kelinci
Budidaya Kelinci
Usaha Peternakan Kelinci
Penelitian Terdahulu
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Strategi
Strategi Pengembangan Usaha
Konsep Manajemen Strategi
Analisis Lingkungan
Analisis Matriks EFE, IFE, dan IE
Analisis Matriks SWOT
Analisis QSPM
Kerangka Pemikiran Opersional
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data

Metode Penarikan Responden
Metode Pegolahan Data
Analisis Deskriptif
Analisis Perumusan Strategi
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Umum
Kondisi Teknis
Usaha Peternakan Kelinci
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Lingkungan Usaha Peternakan Kelinci
Analisis Lingkungan Internal
Analisis Lingkungan Eksternal
Analisis Lingkungan Kompetitif
Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Kelinci
Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan Internal

vi
viii
viii
ix

1
1
5
7
7
7
8
9
13
13
14
21
21
21
22
24
25
25
26
26

27
29
29
29
30
30
31
31
31
37
37
39
39
40
40
40
44
46
48
48


Identifikasi Peluang dan Ancaman Eksternal
Analisis Matriks IFE
Analisis Matriks EFE
Analisis Matriks IE
Analisis Matriks SWOT
Analisis QSPM
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

50
53
55
56
57
61

62
62
63
63
65
73

DAFTAR TABEL

1 Persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok
barang di Indonesia tahun 2010-2013
2 Rata-rata konsumsi protein penduduk Indonesia menuerut kelompok
makanan tahun 2010-2013
3 Tingkat pertumbuhan kelinci di Kabupaten Bogor
4 Populasi kelinci di Kabupaten Bogor
5 Penelitian terdahulu
6 Penilaian bobot faktor strategis internal maupun eksternal usaha
7 Matriks IFE
8Matrisk EFE
9 Matriks SWOT
10 Matriks QSPM
11 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur
12 Kekuatan dan kelemahan lingkungan internal usaha peternakan
kelinci
13 Peluang dan ancaman lingkungan eksternal usaha peternakan kelinci
14 Hasil analisis matriks IFE
15Hasil analisis matriks EFE
16Hasil analisis matriks SWOT

1
2
3
5
19
32
33
33
35
37
38
50
52
54
56
61

DAFTAR GAMBAR

1 Model komperhensif manajemen strategi
2 Alur kerangka pemikiran operasional usaha peternakan kelinci
3Matriks Internal Eksternal
4 Hasil Analisis Matriks Internal Eksternal

24
28
34
57

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6

Hasil analisis QSPM untuk penilaian alternatif strategi 1
Hasil analisis QSPM untuk penilaian alternatif strategi 2
Hasil analisis QSPM untuk penilaian alternatif strategi 3
Hasil analisis QSPM untuk penilaian alternatif strategi 4
Hasil analisis QSPM untuk penilaian alternatif strategi 5
Dokumentasi penelitian

65
66
67
68
69
70

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk Indonesia
pada tahun 2009 adalah 206 264 595 jiwa dan tahun 2010 meningkat
menjadi 237 641 326 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk juga diiringi
dengan peningkatan pendapatan masyarakat baik pedesaan maupun
perkotaan. Populasi penduduk yang terus bertambah dan pendapatan
masyarakat yang terus meningkat tersebut mengakibatkan adanya
peningkatan kebutuhan konsumsi rumah tangga masyarakat.
Data BPS (2010-2013) menggambarkan persentase pengeluaran per
kapita sebulan menurut kelompok barang Indonesia, jumlah pengeluaran
untuk makanan relatif lebih tinggi dari jumlah pengeluaran bukan makanan
(Tabel 1). Pada tahun 2010, pengeluaran rata-rata per kapita sebulan untuk
kelompok makanan sebesar 51.43 persen. Pada tahun 2011 menurun
menjadi 49.25 persen. Akan tetapi pada tahun 2008, pengeluaran terhadap
makanan meningkat kembali menjadi 52.08 persen dan menurun pada
tahun 2013 menjadi 50.66 persen. Sedangkan pengeluaran bukan makanan
tahun 2010, 2012 dan 2013 berada dibawahnya, sebesar 48.57 persen, 48.92
persen dan 49.34 persen. Dan pada tahun 2011 pengeluaran bukan makanan
menjadi lebih tinggi yaitu sebesar 50.55 persen.Paparan ini menunjukkan
bahwa kebutuhan akan pangan merupakan kebutuhan terbesar masyarakat
Indonesia.
Tabel 1 Persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut
kelompok barang tahun 2010-2013
Kelompok Barang
Makanan
Bukan makanan

2010
51.43
48.57

2011
49.25
50.55

2012
52.08
48.92

2013
50.66
49.34

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)

Kebutuhan penduduk Indonesia akan pangan juga sangat dipengaruhi
oleh meningkatnya kesadaran untuk mengkonsumsi pangan yang bergizi,
seperti terpenuhinya kebutuhan protein hewani yang terkandung pada
daging, susu dan telur serta ikan. Sumber protein hewani yang cukup
digemari oleh masyarakat Indonesia adalah daging, seperti yang telihat pada
Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi protein hewani
dari daging per kapita penduduk Indonesia mengalami peningkatan dari
tahun 2010 sampai 2012. Dengan jumlah konsumsi paling tinggi adalah
pada tahun 2012 mencapai 3.18 g. Meski pada tahun 2013 turun menjadi
2.43 g

2
Akan tetapi, menurut Ditjen Peternakandan Kesehatan Hewan (2012),
jumlah konsumsi protein di Indonesia belum mencapai jumlah konsumsi
normal yang dianjurkan, yaitu sekitar 6 gram perhari untuk konsumsi
protein hewani. Penyebab rendahnya konsumsi protein hewani ini antara
lain masih rendahnya pemenuhan gizi masyarakat yang hanya
mengandalkan sapi potong dan ayam ras. Dimana ketersediaannya juga
terbatas. Sementara ternak kambing, domba dan itik belum diperlakukan
seperti peran sapi potong dan ayam ras, karena marketnya yang khas pada
hari-hari besar dan pesta serta konsumen terbatas pada orang tertentu. Untuk
mengatasi hal tersebut, solusi yang ditawarkan oleh pemerintah adalah
penyediaan alternatif daging dengan harga terjangkau.
Tabel 2 Rata-rata konsumsi protein penduduk indonesia menurut kelompok
makanan tahun 2010-2013 (g/kapita/hari)
No

Komoditas

1
Padi-padian
2
Umbi-umbian
3
Ikan
4
Daging
5
Telur dan susu
6
Sayur-sayuran
7
Kacang-kacangan
8
Buah-buahan
9
Minyak dan lemak
10
Bahan minuman
11
Bumbu-bumbuan
12
Konsumsi lainnya
13
Makanan jadi
14
Minuman beralkohol
15
Tembakau dan sirih
Jumlah

2010

2011

2012

2013

21.76
0.32
7.63
2.55
3.27
2.52
5.17
0.47
0.34
1.05
0.69
1.21
8.03
0
55.01

21.26
0.33
7.84
2.76
3.15
2.39
5.01
0.40
0.30
1.06
0.69
1.16
8.36
0
54.71

20.9
0.28
7.67
3.18
2.98
2.38
5.14
0.41
0.27
0.86
0.59
1.05
7.96

20.49
0.28
7.45
2.43
3.08
2.29
4.72
0.37
0.49
1.04
0.63
1.07
8.69
0
53.03

0
53.76

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)

Daging kelinci merupakan alternatif yang dianjurkan karena memiliki
keunggulan dalam hal komposisi dagingnya.Menurut Masanto dan Agus
(2013), jika dibandingkan dengan daging ayam, daging sapi, daging domba
dan daging babi; daging kelinci memiliki kandungan lemak dan kolesterol
lebih rendah, tetapi proteinnya lebih tinggi. Kandungan lemak kelinci hanya
sebesar 8 persen; sedangkan daging ayam, daging sapi, daging domba dan
daging babi masing-masing 12 persen, 24 persen, 14 persen dan 21 persen.
Kadar kolesterolnya juga hanya sekitar 164mg/100g. smentara daging ayam,
daging sapi, domba dan babi berkisar 220-250 mg/100g. untuk kandungan
protein, daging kelinci mencapai 21 persen sedangkan ternak lain hanya 1720 persen.
Selain, daging kelinci sangat baik dan sehat untuk dikonsumsi, kelinci
juga merupakan yang memiliki banyak potensi untuk dikembangkan.
Kelinci adalah ternak yang mudah dipelihara, tidak memerlukan modal
besar dan lahan yang luas serta memiliki tingkat reproduksi yang tinggi.

3
Kelinci juga memiliki banyak kegunaan lain yaitu sebagai penghasil kulitbulu dan kotoran yang memiliki nilai ekonomis, serta berguna sebagai
hewan peliharaan ataupun hewan percobaan.
Berbagai potensi kelinci tersebut sudah mulai dimanfaatkan dan
dikembangkan. Sarwono (2001)menyatakan bahwa adanya kritikan dari
para aktivis pecinta lingkungan seperti Greenpeace terhadap maraknya
perburuan dan pembantaian satwa liar. Dengan demikian penggunaan kulit
bulu kelinci sebagai alternatif bahan baku untuk memenuhi kebutuhan
industri kerajinan kulit menjadi alasan terjadinya peningkatan. Agustian
(2011) melaporkan bahwa konsumen kota Bogor memberikan persepsi yang
baik terhadap daging kelinci, sehingga dapat dikatakan sudah ketersediaan
pasar daging kelinci. Selain itu, pengolahan produk turunan dari daging dan
kotoran kelinci juga sudah semakin berkembang. Hal ini mendorong
terjadinya peningkatan populasi kelinci di Kabupaten Bogor.
Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor,
terjadi peningkatan populasi kelinci di Jawa Barat per tahun selama tahun
2007-2010.Tabel 4 menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor memiliki tingkat
pertumbuhan populasi kelinci yang cukup besar, rata-rata pertambahan
populasinya mencapai sekitar 6400 ekor per tahun. Pertambahan populasi
paling tinggi terjadi pada tahun 2010 dan tahun 2011, pertambahan populasi
kelincinya lebih dari 10 ribu ekor. Tingkat populasi tertinggi yaitu pada
tahun 2011 sebesar 37 892 ekor kelinci. Sehingga diduga akan terjadi
peningkatan jumlah populasi kelinci di Kabupaten Bogor pada tahun-tahun
selanjutnya.
Tabel 3 Tingkat pertumbuhan kelinci di Kabupaten Bogor
No
1
2
3
4
5

Tahun
2007
2008
2009
2010
2011

Jumlah (ekor)
5 756
11 362
14 165
25 324
37 892

Sumber:Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2011)

Adanya program pengembangan usaha ternak kelinci dari pemerintah
Bogor juga menjadi indikator peningkatan populasi kelinci di Kabupaten
Bogor. Salah satu bentuk kebijakan dari pemerintah untuk mendukung
perkembangan budidaya kelinci adalah pola “Kampoeng Kelinci”. Menurut
Ditjennak (2012), pengadaan kampoeng kelinci merupakan upaya
pemerintah untuk meningkatkan peran kelinci sebagai alternatif penyedia
daging sumber protein hewani dan peningkatan pendapatan masyarakat
peternak serta pengembangan industri ternak kelinci dimasa mendatang.
Proses pemilihan dan penetapan desa untuk pembentukan sebuah
Kampoeng Kelinci memiliki persyaratan antara lain minimal 40 persen
Kepala Keluarga(KK) dalam suatu desa memelihara kelinci, terdapat
organisasi kelompok peternak yang menerapkan sistem pembinaan, tersedia
pusat pembibitan dan sapronak, dilengkapi pusat pelatihan produksi dan
pengolahan, pembentukan pasar dan promosi, penetapan hari makan daging
kelinci dan kerjasama antar anggota untuk modal, pemasaran, dan promosi.

4
Berdasarkan hasil survei dan analisis dari Ditjennak, Desa Gunung
Mulya yang terletak di Kecamatan Tenjolaya merupakan desa yang layak
ditetapkan sebagai Kampoeng Kelinci, karena telah memenuhi persyaratanpersyaratan yang ditetapkan. Pertimbangan lain yang mendukung penetapan
Desa Gunung Mulya sebagai Kampoeng Kelinci adalah latar belakang
masyarakatnya yang telah membudidayakan dan memasarkan kelinci secara
turun-temurun sejak tahun 1990-an sampai sekarang. Indikator lainnya
adalah jumlah populasi kelinci yang terdapat di desa tersebut. Desa Gunung
Mulya juga merupakan desa dengan jumlah populasi kelinci terbesar di
Kecamatan Tenjolaya.
Penetapan Desa Gunung Mulya sebagai Kampoeng Kelinci oleh
Direktur Budidaya Ternak dan Kesehatan Hewan Depertemen Pertanian
republik Indonesia adalah pada tanggal 24 Sepetember 2011. Pola
Kampoeng Kelinci pada Desa Gunung Mulya diarahkan untuk menjadi
pusat kegiatan integrasi usaha ternak kelinci yang merupakan titik utama
pengembangan dan penyedia semua kebutuhan usaha tani ternak kelinci.
Kegiatan integrasi tersebut dijalankan melalui peran kelompok-kelompok
peternak dan koperasi petenak kelinci.
Pengembangan Kampoeng Kelinci sebagai
sentra produksi
peternakan kelinci yang berpusat di Desa Gunung Mulya, Kecamatan
Tenjolaya juga didukung oleh beberapa kecamatan disekitarnya, meliputi
Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan Pamijahan, Kecamatan Tamansari,
Kecamatan Ciampea, Kecamatan Dramaga, Kecamatan Ciomas dan
Kecamatan Cijeruk. Beberapa kawasan tersebut merupakan kawasan
penyangga yang merupakan tempat penyebaran hasil produksi dari pusat
Kampoeng Kelinci. Hasil produksi disebarkan kepada 22 kelompok
peternak yang berperan dalam kegiatan pemasaran/holding ground,
pengolahan kulit, pengolah daging dan budidaya pembesaran kelinci
pedaging. Adapun 22 kelompok tersebut yaitu Binatani Rabbitry, AsySyabab 2, Big Rabbit, Agribuana, SK2R, Tryas, Mandiri Rabbit, Rea
Kelinci, Tegalwaru, Family Umam, Fajar Rabbitry, Bina Mandiri, Maju
Jaya, Muara Jaya, Raja Nanggrang, Mitra Makmur, Binatani Lestari,
Binatani Mandiri, dan Utari. Kelompok Binatani Rabbitry, Binatani Mandiri
dan Fajar Rabbitry memiliki kegiatan utama selain kegiatan budidaya
sebagai sarana prasarana yang berfokus untuk mendukung pengembangan
Kampoeng Kelinci. Kelompok Bintani Rabbitry atau Dapur Kebita
merupakan sarana prasarana utama kelompok yang mengolah daging kelinci
menjadi berbagai produk olahan dalam bentuk beku. Kelompok Binatani
Mandiri merupakan kelompok peternak pengolah kulit, dan Kelompok Fajar
rabbitry sebagai kelompok peternak holding graund. Sedangkan Kelompok
Utari Rabbitry dan 16 kelompok lainya melakukan budidaya pembesaran
kelinci sebagai kegiatan utama. Semua kelompok dengan berbagai
kegiatannya dalam pengembangan Kampoeng Kelinci diwadahi oleh
Koperasi Peternak Kelinci (KOPNAKCI). Koperasi ini merupakan koperasi
peternak kelinci pertama di Indonesia, yang dirintis oleh para sarjana
dengan tujuan untuk membangun desa di Wilayah Bogor.
Salah satu dampak penetapan Kampoeng Kelinci di Desa Gunung
Mulya yang sudah terlihat adalah adanya peningkatan jumlah populasi

5
kelinci di wilayah Kecamatan Tenjolaya. Kecamatan Tenjolaya memiliki
jumlah populasi kelinci tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya di
KabupatenBogor mencapai 9 551 ekor (Tabel 4). Oleh karena itu,
pemerintah Kabupaten Bogor mencanangkan kecamatan tersebut sebagai
sentra penghasil kelinci.
Tabel 4 Populasi kelinci di Kabupaten Bogor per kecamatan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kecamatan
Tenjolaya
Pamijahan
Cibungbulang
Megamendung
Cisarua
Ciawi
Tamansari
Dramaga
Leuwiliang

Populasi (Ekor)
9 551
8 026
3 241
2 980
2 845
1 476
1 241
1 196
1 190

Sumber:Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2011

Melihat keunggulan-keunggulan usaha peternakan kelinci sebagai
alternatif sumber protein hewani dan pendapatan masyarakat pedesaan,
adanya ketersediaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang
memadai serta adanya dukungan kebijakan Pemerintah Kabupaten Bogor,
maka penelitian strategi pengembangan usaha peternakan kelinci pada
Kampoeng Kelinci di Desa Gunung Mulya, Kecamatan Tenjolaya sangat
penting untuk segera dilakukan.

Perumusan Masalah
Desa Gunung Mulya yang terletak di Kecamatan Tenjolaya
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penghasil kelinci di
Kabupaten Bogor. Jenis kelinci yang umum dibudidayakan oleh peternak di
desa ini adalah jenis kelinci hias lokal, kelinci hias jenis luar, dan kelinci
pedaging. Umumya usaha kelinci dilakukan sebagai usaha sampingan untuk
memperoleh pendapatan tambahan, sehingga skala usahanya kecil dan
pemeliharaan dilakukan masih secara intensif.
Apabila dilihat dari jumlah populasi kelinci, Desa Gunung Mulya
sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan pengembangan
penghasil utama kelinci. Desa Gunung Mulya memiliki jumlah populasi
terbesar dibandingkan dengan desa lain yang berada di Kecamatan
Tenjolaya. Sejalan dengan itu, Kecamatan Tenjolaya juga merupakan
kecamatan yang memiliki jumlah populasi kelinci terbesar di antara 11
kecamatan lainnya di Kabupaten Bogor. Hal ini menunjukkan adanya
ketersediaan dan potensi sumberdaya alam serta sumberdaya manusia yang
dimiliki untuk pengembangan usaha peternakan kelinci di desa tersebut.
Selain itu, pengembangan peternakan kelinci di kawasan ini juga mendapat
perhatian dan dukungan dari Pemerintah Kabupaten Bogor yang terlihat

6
dari adanya pencanangan Kecamatan Tenjolaya sebagai sentra pengahasil
kelinci dan pola Kampoeng Kelinci yang dipusatkan di Desa Gunung Mulya.
Akan tetapi, tingginya tingkat populasi kelinci Desa Gunung Mulya
dan adanya kebijakan pola pengembangan Kampoeng Kelinci yang berpusat
di desa tersebut masih belum bisa meningkatkan produktifitas peternak
untuk memenuhi permintaan konsumen. Hal ini disebabkan adanya kendala
atau masalah yang menghambat perkembangan usaha. Permasalahan yang
dihadapi oleh peternak kelinci Desa Gunung Mulya adalah harga pakan
yang tinggi. Hal ini menyebabkan biaya produksi menjadi lebih tinggi dan
tidak sebanding dengan penerimaan yang diperoleh dari penjualan, sehingga
tingkat perolehan pendapatan peternak menjadi lebih rendah. Akibatnya,
kebanyakkan peternak memilih beternak kelinci hias atau menjual anakkan
kelinci yang menghasilkan keuntungan lebih besar dibanding melakukan
kegiatan pembesaran ternak kelinci. Sedangkan pemotongan kelinci untuk
menghasilkan daging, umumnya dilakukan hanya pada kelinci afkir atau
sakit, sehingga ketersediaan daging kelinci masih kurang dalam memenuhi
permintaan yang ada. Rendahnya tingkat pemotongan kelinci pedaging juga
berpengaruh pada ketersediaan kulit dan bulu kelinci, semakin sedikit
kelinci yang dipotong semakin sedikit pula kulit-bulu kelinci yang bisa
dihasilkan.
Kurangnya ketersediaan bibit yang berkualitas juga merupakan
permasalahan yang dihadapi oleh peternak dalam meningkatkan
produktifitas ternak. Penyebabnya adalah masih minimnya pengetahuan
peternak dalam hal reproduksi dan masih kurangnya sumber pembibitan
kelinci yang menghasilkan bibit yang bermutu dan terjamin. Selain itu,
permasalahan lain yang menjadi kendala pengembangan usaha peternakan
kelinci di Desa Gunung Mulya terkait dengan skala usaha, investasi,
permodalan, harga jual, dan ketersediaan pasar.
Dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ada dibutuhkan strategi
pengembangan yang tepat. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi faktorfaktor lingkungan yang mempengaruhi pengembangan usaha peternakan
kelinci pada Kampoeng Kelinci di Desa Gunung Mulya Kecamatan
Tenjolaya. Analisis lingkungan berguna untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan dalam lingkungan internal usaha serta mengetahui peluang dan
ancaman dari lingkungan eksternal usaha. Kekuatan dan peluang yang ada
dapat dimanfaatkan untuk mencapai keuntungan maksimal. Sedangkan
kelemahan dan ancaman yang ada dapat diminimumkan dan diatasi.
Dengan demikian dapat diperoleh strategi dan prioritas strategi yang tepat
untuk pengembangan usaha peternakan kelinci pada Kampoeng Kelinci di
Desa Gunung Mulya,
Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
Berdasarkan latar belakang dan uraian permasalahan yang ada maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran usaha peternakan kelinci pada Kampoeng Kelinci
di Desa Gunung Mulya, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor?
2. Apa saja faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal yang
mempengaruhi perkembangan usaha peternakan kelinci pada Kampoeng
Kelinci di Desa Gunung Mulya, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten
Bogor?

7
3. Strategi pengembangan usaha apakah yang tepat untuk diterapkan sesuai
dengan hasil analisis lingkungan usaha peternakan kelinci pada
Kampoeng Kelinci di Desa Gunung Mulya, Kecamatan Tenjolaya,
Kabupaten Bogor?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi permasalahan serta
perumusan permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Mempelajari dan memahami manajemen usaha peternakan kelinci pada
Kampoeng Kelinci di Desa Gunung Mulya, Kecamatan Tenjolaya,
Kabupaten Bogor.
2. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor lingkungan internal dan
eksternal yang mempengaruhi perkembangan usaha peternakan kelinci
pada Kampoeng Kelinci di Desa Gunung Mulya, Kecamatan Tenjolaya,
Kabupaten Bogor.
3. Merumuskan strategi pengembangan usaha apakah yang tepat untuk
diterapkan sesuai dengan hasil analisis lingkungan usaha peternakan
kelinci pada Kampoeng Kelinci di Desa Gunung Mulya, Kecamatan
Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian

1.
2.
3.

4.

Adapun hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai:
Masukan dan petunjuk strategis bagi peternak atau pelaku usaha ternak
kelinci dalam mengembangkan usahanya.
Sumber informasi dan bahan acuan bagi penelitian selanjutnya yang
sejenis.
Sumber informasi dan pertimbangan bagi pemerintah daerah maupun
pemerintah pusat dalam setiap pengambilan keputusan arah kebijakan
pengembangan usaha peternakan.
Media bagi penulis untuk memahami, terampil dalam pengelolaan
strategi usaha pengembangan.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Kampoeng Kelinci di Desa Gunung
Mulya, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Fokus analisis dan
pembahasan dari penelitian adalah manajemen usaha peternakan kelinci,
analisis faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi usaha
peternakan kelinci dan penentuan strategi pengembangan yang tepat untuk
usaha peternakan kelinci.

8

TINJAUAN PUSTAKA

Kelinci
Penelitian Menurut Hustamin (2006), kelinci merupakan hewan
mamalia yang termasuk dalam ordo Lagomorpha, famili Leporidae dan
terklasifikasikan ke delapan genus yaitu (Bunolagus, Nesolagus, Romelagus,
Brachylagus, Sylvilagus, Oryctolagus, dan Poelagus).
Karakteristik Kelinci
Kelinci adalah hewan yang sangat jinak, rakus, aktif pada malam hari
dan menyukai tempat sejuk serta hidup berkelompok. Kelinci memiliki
panjang sekitar 40-50 cm dan berat sekitar 3 kg. Berbeda dengan tikus dan
hamster yang memiliki dua pasang gigi seri, kelinci hanya memiliki
sepasang gigi seri (gigi depan) untuk mengerat. Jenis kelamin kelinci mulai
bisa dikenali setelah berumur tujuh hari dengan cara memeriksa „tonjolan‟
alat kelaminnya. Alat kelamin jantan bentuknya menonjol, panjang dan
bulat serta terdapat lekukan bulat ditengah. Sementara itu, alat kelamin
betina tonjolannya agak pendek, berwarna merah muda dan ditengahnya
terdapat vulva atau celah memanjang.
Manfaat Kelinci
Pemeliharaan kelinci sebagai ternak memiliki banyak manfaatnya.
Tidak hanya sebagai hewan penghasil daging dan hewan hias/kesayangan,
kelinci juga memiliki kulit-bulu dan kotoran sebagai hasil sampingan yang
memilki nilai jual tinggi. Selain itu, daging kelinci juga dapat dijadikan
aneka hidangan siap saji sama seperti daging sapi dan ayam.
1. Sebagai sumber pangan.
Kandungan kolesterol dalam daging kelinci lebih rendah
dibandingkan dengan daging sapi, domba, kambing, dan babi. Sebaliknya
kandungan protein dalam daging kelinci tinggi. Oleh karena itu, daging
kelinci biasa disebut dengan “daging sehat” yang dapat dikonsumsi oleh
semua orang dan sangat dianjurkan bagi konsumen tertentu yang perlu atau
ingin mengurangi kadar kolesterolnya.
Karakteristik daging kelinci hampir mirip daging ayam yang lembut,
gurih, lezat, dan aman dikonsumsimenjadi alasan pengembangan berbagai
produk olahan atau aneka hidangan siap saji (frozen food), seperti nugget,
sosis, siomai, hot stick, bakso dan dendeng. Daging kelinci yang sudah
diolah menjadi lebih tahan disimpan. Jika disimpan dalam freezer, produk
olahan tersebut dapat bertahan kira-kira sampai dua bulan.Cara pembuatan
aneka olahan makanan daging kelinci sangat mudah dan sederhana. Pertama,
daging kelinci digiling sampai hancur kemudian dibumbui dengan
mengunakan bumbu-bumbu alami. Selanjutnya, pembuatan beberapa variasi
olahan daging akan dibedakan dari komposisi bumbu dan bahan yang
dicampur.
2. Sebagai penghasil fur (kulit dan bulu)

9
Kulit dan bulu kelinci juga memilki nilai jual sebagai alternatif bahan
baku untuk kebutuhan industri kerajinan dan kulit. Nilai jual kulit bulu
bervariasi tergantung pada jenis kelinci, ukuran, dan kualitasnya.
Umumnya,harga jual fur tertinggi berasal dari kelinci jenis Rex dan Satin.
Kelinci jenis ini memiliki kulit yang sangat kuat, lentur, dan tidak kaku serta
rambut yang tidak mudah rontok, sehingga sangat cocok untuk digunakan
sebagai bahan pembuatan jaket, tas, dan dompet. Umur minimum kelinci
yang dapat dimanfaatkan kulit atau bulunya yaitu antara 6-7 bulan.
3. Sebagai pupuk organik dan pakan ternak.
Feses atau kotoran dan urine kelinci dapat diolah menjadi pupuk
organik. Kandungan unsur hara N, P, K yang cukup tinggi dalam feses dan
urine kelinci menghasilkan pupuk organik yang baik dalam membantu
meningkatkan kesuburan tanah serta meningkatkan produktifitas
tanaman.Pada umumnya, semua jenis kelinci bisa menjadi penghasil pupuk
organik. Kotoran kelinci juga dapat diolah sebagai pakan ternak karena
memiliki kandungan protein yang cukup tinggi mencapai 18 persen dari
berat kering.
4. Sebagai hewan hias/kesayangan dan hewan percobaan.
Jenis kelinci yang dipelihara sebagai hewan kesayangan umumnya
memiliki bentuk dan ukuran tubuh kecil, lucu, serta berbulu indah, tebal,
dan lembut. Jenis kelinci yang termasuk dalam kelinci hias antara lain
angora, lops, yersey woolies, fuzzy dan mini rex.Sedangkan ras kelinci New
Zealand White banyak digunakan sebagai hewan percobaan oleh perguruan
tinggi, farmasi, dan lembaga-lembaga penelitian.
Budidaya Kelinci
Dalam menjalankan usaha peternakan kelinci, diperlukan pengetahuan
tentang hal-hal yang terkait dengan budidaya kelinci. Menurut Kementrian
Riset dan Teknologi dalam Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat
Pedesaan, hal yang terkait dalam budidaya kelinci adalah persyaratan lokasi,
penyiapan sarana dan perlengkapan, pembibitan, pemeliharaan,hama dan
penyakit, panen dan pasca panen.
Persyaratan Lokasi
Persyaratan lokasi dalam budidaya kelinci adalah dekat sumber air,
jauh dari tempat kediaman, bebas gangguan asap, bau-bauan, suara bising
dan terlindung dari predator.
Penyiapan Sarana dan Perlengkapan
Fungsi kandang sebagai tempat berkembangbiak dengan suhu ideal
21 °C, sirkulasi udara lancar, lama pencahayaan ideal 12 jam dan
melindungi ternak dari predator. Menurut kegunaan, kandang kelinci
dibedakan menjadi kandang induk untuk induk/kelinci dewasa dan anakanaknya, kandang jantan khusus untuk pejantan dengan ukuran lebih besar,
dan kandang anak lepas sapih. Untuk menghindari perkawinan awal
kelompok dilakukan pemisahan antara jantan dan betina. Kandang
berukuran 200x70x70 cm, tinggi alas 50 cm cukup untuk 12 ekor betina/10

10
ekor jantan. Kandang anak (kotak beranak) ukuran 50x30x45 cm. Menurut
bentuknya kandang kelinci dibagi menjadi:
1. Kandang sistem postal, tanpa halaman pengumbaran, ditempatkan dalam
ruangan dan cocok untuk kelinci muda.
2. Kandang sistem ranch: dilengkapi dengan halaman pengumbaran.
3. Kandang battery: mirip sangkar berderet dimana satu sangkar untuk satu
ekor dengan konstruksi flatdech battery (berjajar), tier battery
(bertingkat),dan pyramidal battery (susun piramid). Perlengkapan
kandang yang diperlukan adalah tempat pakan dan minum yang tahan
pecah dan mudah dibersihkan.
Pembibitan
Syarat pemilihan bibit kelinci tergantung dari tujuan utama
pemeliharaan kelinci tersebut. Untuk tujuan jenis bulu maka jenis Angora,
American Chinchilla dan Rex merupakan ternak yang cocok. Sedangkan
untuk tujuan daging maka jenis Belgian, Californian, Flemish Giant,
Havana, Himalayan dan New Zealand merupakan ternak yang cocok
dipelihara.
1. Pemilihan bibit dan calon indukan.
Bila peternakan bertujuan untuk daging, dipilih jenis kelinci yang
berbobot badan dan tinggi dengan perdagingan yang baik, sedangkan untuk
tujuan bulu jelas memilih bibit-bibit yang punya potensi genetik
pertumbuhan bulu yang baik. Secara spesifik untuk keduanya harus punya
sifat fertilitas tinggi, tidak mudah nervous, tidak cacat, mata bersih dan
terawat, bulu tidak kusam, lincah/aktif bergerak.
2. Perawatan bibit dan calon indukan.
Perawatan bibit menentukan kualitas induk yang baik pula, oleh
karena itu perawatan utama yang perlu perhatian adalah pemberian pakan
yang cukup, pengaturan dan sanitasi kandang yang baik serta mencegah
kandang dari gangguan luar.
3. Sistem Pemuliabiakkan.
Untuk mendapat keturunan yang lebih baik dan mempertahankan sifat
yang spesifik maka pembiakan dibedakan dalam 3 kategori yaitu:
1. In breeding (silang dalam), untuk mempertahankan dan menonjolkan
sifat spesifik misalnya bulu, proporsi daging.
2. Cross breeding (silang luar), untuk mendapatkan keturunan lebih
baik/menambah sifat-sifat unggul.
3. Pure line breeding (silang antara bibit murai), untuk mendapat
bangsa/jenis baru yang diharapkan memiliki penampilan yang
merupakan perpaduan 2 keunggulan bibit.
4. Reproduksi dan Perkawinan
Kelinci betina segera dikawinkan ketika mencapai dewasa pada umur
5 bulan (betina dan jantan). Bila terlalu muda kesehatan terganggu dan
mortalitas anak tinggi. Bila pejantan pertama kali mengawini, sebaiknya
kawinkan dengan betina yang sudah pernah beranak. Waktu kawin pagi atau
sore hari dikandang pejantan dan biarkan hingga terjadi 2 kali perkawinan,
setelah itu pejantan dipisahkan.
4. Proses Kelahiran

11
Setelah perkawinan kelinci akan mengalami kebuntingan selama 3032 hari. Kebuntingan pada kelinci dapat dideteksi dengan meraba perut
kelinci betina 12-14 hari setelah perkawinan, bila terasa ada bola-bola kecil
berarti terjadi kebuntingan. Lima hari menjelang kelahiran induk dipindah
ke kandang beranak untuk memberi kesempatan menyiapkan penghangat
dengan cara merontokkan bulunya. Kelahiran kelinci yang sering terjadi
malam hari dengan kondisi anak lemah, mata tertutup dan tidak berbulu.
Jumlah anak yang dilahirkan bervariasi sekitar 6-10 ekor.
Pemeliharaan
1. Sanitasi dan tindakan preventif.
Tempat pemeliharaan diusahakan selalu kering agar tidak jadi sarang
penyakit. Tempat yang lembab dan basah menyebabkan kelinci mudah pilek
dan terserang penyakit kulit.
2. Pengontrolan penyakit.
Kelinci yang terserang penyakit umumnya punya gejala lesu, nafsu
makan turun, suhu badan naik dan mata sayu. Bila kelinci menunjukkan hal
ini segera dikarantinakan dan benda pencemar juga segera disingkirkan
untuk mencegah wabah penyakit.
3. Perawatan ternak.
Penyapihan anak kelinci dilakukan setelah umur 7-8 minggu. Anak
sapihkan ditempatkan kandang tersendiri dengan isi 2-3 ekor/kandang dan
disediakan pakan yang cukup dan berkualitas. Pemisahan berdasar kelamin
perlu untuk mencegah dewasa yang terlalu dini. Pengebirian dapat
dilakukan saat menjelang dewasa. Umumnya dilakukan pada kelinci jantan
dengan membuang testisnya.
4. Pemberian pakan.
Jenis pakan yang diberikan meliputi hijauan (rumput lapangan dan
rumput gajah), sayuran (kol, sawi, kangkung, daun kacang, daun turi, dan
daun kacang panjang), biji-bijian/pakan penguat (jagung, kacang hijau, padi,
kacang tanah, sorghum, dedak, dan bungkil-bungkilan). Untuk memenuhi
pakan ini perlu pakan tambahan berupa konsentrat yang dapat dibeli di toko
pakan ternak. Pakan dan minum diberikan dipagi hari sekitar pukul 10.00
dankelinci diberi pakan dedak yang dicampur sedikit air,pukul 13.00 diberi
rumput sedikit/secukupnya, dan pukul 18.00 pakan berupa rumput diberikan
dalam jumlah yang lebih banyak. Pemberian air minum perlu disediakan di
kandang untuk mencukupi kebutuhan cairan tubuhnya.
5. Pemeliharaan kandang.
Lantai/alas kandang, tempat pakan dan minum, serta sisa pakan dan
kotoran kelinci setiap hari harus dibersihkan untuk menghindari timbulnya
penyakit. Sinar matahari pagi harus masuk ke kandang untuk membunuh
bibit penyakit. Dinding kandang dicat dengan kapur/ter. Kandang bekas
kelinci sakit dibersihkan dengan kreolin/lysol.
Hama dan Penyakit
1. Bisul, terjadi akibat pengumpulan darah kotor di bawah kulit. Penyakit
ini dikendalikan dengan pembedahan dan pengeluaran darah kotor
selanjutnya diberi jodium.

12
2. Kudis, disebabkan oleh Darcoptes scabiei. Gejala penyakit ini ditandai
dengan koreng di tubuh. Penyakit ini dikendalikan dengan antibiotik
salep.
3. Eksim, terjadi akibat kotoran yang menempel di kulit. Penyakit ini
dikendalikan dengan menggunakan salep/bedak salicyl.
4. Penyakit telinga, disebabkan oleh kutu. Penyakit ini dikendalikan
meneteskan minyak nabati.
5. Penyakit kulit kepala, disebabkan oleh jamur. Gejalanya berupa timbul
semacam sisik pada kepala. Penyakit ini dikendalikandengan bubuk
belerang.
6. Penyakit mata, disebabkan oleh bakteri dan debu.Gejalanya yaitu mata
basah dan berair terus. Pengendalian dapat dilakukan dengan pemberian
salep mata.
7. Mastitis, terjadi akibat susu yang keluar sedikit/tak dapat
keluar.Gejalanya yaitu puting mengeras dan panas bila
dipegang.Pengendalian dapat dilakukan dengan tidak menyapih anak
terlalu mendadak.
8. Pilek, disebabkan oleh virus. Gejalanya berupa hidung berair
terus.Pengendalian dapat dilakukan dengan penyemprotan antiseptik
pada hidung.
9. Radang
paru-paru,
disebabkan
oleh
bakteri
Pasteurella
multocida.Gejalanya berupa napas sesak, mata dan telinga
kebiruan.Pengendalian dapat dilakukan denganmemberikan minuman
Sul-Q-nox.
10. Berak darah, disebabkan oleh protozoa Eimeira. Gejalanya yaitu nafsu
makan hilang, tubuh kurus, perut membesar, dan mencret
darah.Pengendalian dapat dilakukan dengan memberikan minuman
sulfaquinxalin dosis 12 ml dalam 1 liter air.
11. Hama pada kelinci umumnya merupakan predator dari kelinci seperti
anjing dan tikus. Pada umumnya pencegahan dan pengendalianhama dan
penyakit dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan kandang,
pemberian pakan yang sesuai dan memenuhi gizi dan penyingkiran
sesegera mungkin ternak yang sakit.
Panen dan Pasca Panen
Hasil utama kelinci adalah daging dan bulu, sedangkan hasil
tambahannya berupa kotoran untuk pupuk. Penanganan kelinci dalam proses
pasca panen adalah (1) stoving yaitu kelinci dipuaskan selama 6-10 jam
sebelum dipotong untuk mengosongkan usus namun pemberian minumtetap
diberikan kepada kelinci (2)pemotongan, dapat dilakukan dengan tiga cara
yaitu pemukulan pendahuluan, kelinci dipukul dengan benda tumpul pada
kepala dan saat koma disembelih. Pematahan tulang leher, dipatahkan
dengan tarikan pada tulang leher, cara ini kurang baik. Pemotongan biasa,
sama seperti memotong ternak lain(3) pengulitan, dilaksanakan mulai dari
kaki belakang ke arah kepala dengan posisi kelinci digantung(4)
pengeluaran jeroanyaitu kulit perut disayat dari pusar ke ekor kemudian
jeroan seperti usus, jantung, dan paru-paru dikeluarkan. Dalam proses
pengeluaran jeroan, hal yang perlu diperhatikan adalah kandung kemih

13
jangan sampai pecah karena dapat mempengaruhi kualitas karkas(5)
pemotongan karkas, kelinci dipotong menjadi 8 bagian, 2 potong kaki depan,
2 potong kaki belakang, 2 potong bagian dada, dan 2 potong bagian
belakang. Persentase karkas yang baik adalah 49-52 persen.
Usaha Peternakan Kelinci
Usaha peternakan merupakan suatu lapangan hidup, tempat seseorang
dapat menanam modal untuk keperluan hidup keluarganya atau sekelompok
masyarakat. Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik
Indonesia No. 362/Kpts/TN.120/5/1990, usaha peternakan dapat
diselenggarakan dalam bentuk perusahaan peternakan atau peternakan
rakyat. Perusahaan peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara
teratur dan terus-menerus pada suatu waktu dan dalam jangka waktu tertentu
untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak
bibit, ternak potong), usaha menggemukkan termasuk mengumpulkan dan
mengedarkan, dan memasarkan yang jumlahnya melebihi dari jumlah yang
ditetapkan tiap jenis ternak pada peternakan rakyat. Peternakan rakyat
adalah usaha peternakkan kelinci yang diselenggarakan sebagai usaha
sampingan yang jumlah maksimum kegiatannya untuk setiap jenis ternak
ditetapkan oleh surat keputusan ini. Selanjutnya dalam penjelasan Surat
Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia tersebut dinyatakan bahwa
jumlah ternak kelinci yang dapat dimiliki atau dipelihara oleh setiap
perusahaan peternakkan adalah sebanyak 1500 ekor campuran atau lebih.
Bila jumlah ternak campuran yang dimiliki kurang dari 1 500 ekor, maka
digolongkan ke dalam usaha peternakan rakyat.
Rahardi dan Hartono (2003) menyatakan tipologi usaha ternak dibagi
berdasarkan skala usaha, tingkatan pendapatan peternak dan diklasifikasikan
kedalam 4 kelompok berikut (1) peternak sebagi usaha sambilan (2)
peternakan sebagi cabang usaha (3) peternakan sebagi usaha pokok (4)
peternakan sebagai usaha industri. Usaha ternak kelinci di Indonesia
umumnya diusahakan oleh masyarakat pedesaaan sebagai usaha sampingan.
Jumlah kelinci yang diusahakan relatif sedikit dan dipelihara secara
sederhana. Pada umumnya usaha ternak kelinci dilakukan dengan
memanfaatkan lahan sempit yang ada dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan protein hewani keluarga dan sebagai sumber pendapatan keluarga
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Usaha ternak kelinci memiliki beberapa keunggulan sehingga layak
untuk dikembangkan. Menurut Ditjennak (2012), usaha budidaya kelinci
sebagai penghasil daging lebih menguntungkan dibandingkan ternak lain,
terutama ruminansia, karena kelinci merupakan ternak prolifik, dapat
bunting dan menyusui pada waktu yang bersamaan, interval beranak cepat
dan dapat tumbuh cepat. Keuntungan ekonomi yang diperoleh pada usaha
skala kecil dan menengah antara lain kebutuhan modal tetap dan modal
kerja yang relatif kecil, pakan tidak tergantung pada bahan baku impor dan
mampu mengkonsumsi hijauan dan produk limbah secara efisien dan tidak
bersaing dengan pangan, mudah beradaptasi terhadap lingkungan dan

14
mudah dibudidayakan, tidak membutuhkan lahan luas, dapat memanfaatkan
limbah pertanian dan limbah industri pangan, menghasilakan daging sehat
dan halal secara efisien, menghasilkan beragam produk seperti daging, kulitbulu, pupuk organik, kelinci hias, kualitas daging mengandung protein
tinggi dan rendah kolesterol. Untuk itu strategi pengembangan usaha kelinci
kedepan perlu diatur guna dapat meningkatkan sistim agribisnis dengan
menjalin keterkaitan dan keterikatan pra produksi (bibit, pakan, alat, dan
obat-obatan), proses produksi (sistim budidaya) dan pasca produksi
(pengolahan dan pemasaran hasil). Strategi usaha peternakkan kelinci yang
berorientasi agribisnis tersebut memerlukan kerjasama yang harmonis
antara peternak, organisasi, swasta dan lembaga/institusi pemerintah terkait.
Penelitian Terdahulu
Penelitian yang terkait dengan strategi pengembangan usaha telah
banyak dilakukan, beberapa diantaranya adalah penelitian Sasongko (2006),
Karyadi (2008), Santoso (2008), Sirait (2009), Ikhsan (2009) dan Sembara
(2011). Penelitian Sasongko (2006) berjudul Analisis Strategi
Pengembangan Usaha Peternakkan Kambing dan Domba pada MT Farm,
Ciampea, Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis faktor
eksternal dan internal yang menjadi peluang, ancaman, kekuatan, dan
kelemahan (2) merekomendasikan alternatif strategi yang paling sesuai bagi
perusahaan untuk mengembangkan usahanya. Metode pengolahan data yang
digunakan yaitu dengan menggunakan Analisis Deskriptif, Matriks IFE dan
EFE, Matriks IE, Matriks SWOT, dan Analisis Hirarkhi Proses (AHP).
Metode AHP merupakan metode penentuan prioritas strategi yang tepat
dengan menggunakan program komputer Expert Choice Version 2000
untuk mengetahui nilai-nilai skala prioritas.
Dari hasil analisis dengan menggunakan matriks IFE dan EFE
diperoleh bahwa kondisi internal perusahaan tergolong kuat dan perusahaan
mampu memanfaatkan kekuatan untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki.
Selain itu, perusahaan berada dalam kondisi eksternal yang kuat dan dapat
menghindari ancaman dengan memanfaatkan peluang yang ada.
Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan matriks IE, terlihat bahwa
perusahaan berada dalam kondisi grow and build atau tumbuh dan
membangun. Strategi yang paling tepat dilakukan adalah strategi intensif
(penetrasi pasar, pengembangan pasar, atau pengembangan produk) dan
strategi integratif (integrasi ke belakang, integrasi ke depan, atau integrasi
horisontal).
Prioritas strategi yang diperoleh melalui AHP dari alternatif strategi
pada matriks SWOT, yaitu (1) memperbaiki perencanaan perusahaan
dengan menyusun target dan rencana penjualan berdasarkan pasokan yang
ada di kandang (2) membangun dan memperkuat jaringan usaha dengan
lembaga-lembaga aqiqah maupun pedagang (3) mengadakan kerjasama
dengan peternakan kambing dan domba lain khususnya dalam hal penelitian
mengenai bagaimana mengurangi persentase ternak yang sakit ataupun mati
(4) menggencarkan promosi melalui iklan khususnya pada media yang
berciri islami (5) mencari informasi mengenai latar belakang pelanggan

15
yang akan melakukan pembelian ternak secara kredit (6) mengembangkan
dan memanfaatkan teknologi informasi berbasis internet (7) mulai
memperkenalkan Salamah Aqiqah sebagai lembaga aqiqah baru yang saat
ini masih dibawah manajemen MT Farm.
Laksana (2007) melakukan penelitian yang berjudul “Formulasi
Strategi Pengembangan Usaha Ternak Kambing Melalui Pendekatan
Participatory Action Research (Studi Kasus Pada Kelompok Tani Harapan
Mekar, Desa Situ Gede, Kabupaten Bogor)”. Tujuan dari penelitiannya
adalah untuk merumuskan strategi yang tepat melalui identifikasi kondisi
usaha dan indentifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
usaha ternak kambing tersebut. Alat analisis yang digunakan terdiri dari
matriks IFE, EFE, SWOT, dan Benchmarking. Benchmarking merupakan
suatu cara untuk melakukan perbandingan antara keadaan dan posisi yang
ada saat ini dengan pesaing atau pemain utama pada usaha ini. Berdasarkan
hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa prioritas staretgi yang dipilih
adalah perluasan kandang, penyediaan obat-obatan dan makanan tambahan
serta strategi pemasaran diluar Idul Adha.
Karyadi (2008) meneliti tentang “Strategi Pengembangan Usaha
Peternakkan Domba Rakyat (Kasus: Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg,
Kabupaten Bogor)”. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari manajemen
usaha ternak domba rakyat di Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg,
Kabupaten Bogor dan menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang
terdapat pada usaha tersebut serta merumuskan alternatif strategi
pengembangan usaha yang cocok untuk Desa Cigudeg, Kecamatan
Cigudeg, Kabupaten Bogor. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah matriks EFE, IFE, SWOT, dan QSP.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan matriks IFE, faktor
internal yang menjadi kekuatan utama usaha adalah pengalaman beternak
yang lama. Sedangkan kelemahan utama yang dimiliki oleh usaha ternak ini
adalah manajemen pemeliharaan yang masih sederhana. Selanjutnya faktor
eksternal yang menjadi peluang utama adalah pangsa pasar luas dan faktor
yang menjadi ancaman utama adalah banyaknya pesaing usaha ternak
domba. Dari total skor matriks IFE sebesar 2.214 dan total skor matriks EFE
2.713 menempatkan usaha ini pada sel V (kelompok Hold and Maitain)
matriks IE dengan strategi yang paling cocok untuk diterapkan adalah
strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk.
Hasil dari matriks IE tersebut dikembangkan lagi menggunakan
analisis SWOT sehingga didapatkan enam alternatif strategi, yang kemudian
ditentukan prioritasnya dengan menggunakan matriks QSP. Berdasarkan
perhitungan dengan matriks QSP, maka prioritas strategi pengembangan
yang paling baik untuk usaha ternak adalah perbaikan manajemen usaha
untuk menghadapi pesaing. Kemudian memanfaatkan kemajuan teknologi,
usaha pembibitan melalui peningkatan peran kelompok ternak bahkan
koperasi peternak domba, menambah modal usaha untuk meningkatkan
skala usaha, menjaga skala loyalitas dengan konsumen dan menerapkan
strategi harga bersaing.
Penelitian Santoso (2008) yang berjudul “ Strategi Pengembangan
Bisnis Usaha Kecil Menegah (Studi Kasus di UKM Kambing Desa

16
Cikarawang, Kecamtaan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)”
bertujuan merumuskan strategi pengembangan bisnis yang tepat bagi usaha
melalui identifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal
(peluang dan ancaman) usaha. Alat analisis yang digunakan untuk
mengindentifikasi faktor internal dan eksternal usaha adalah matriks IFE
dan EFE. Selanjutnya dianalisis dengan matrik IE untuk mengetahui posisi
usaha saat ini. Dari matriks IE diketahui posisi usaha dalam kategori sedang,
yaitu dengan strategi hold and maintenance (strategi stabilitasi).
Berdasarkan posisi usaha tersebut, analisis dilanjutkan dengan matriks
SWOT untuk mengetahui alternatif strategi yang sesuai bagi usaha, dengan
QSPM diperoleh kesimpulan strategi yang tepat bagi usaha adalah
melakukan promosi dan melakukan pencatatan keuangan dan administrasi.
Sirait (2009) meneliti tentang strategi pengembangan usaha
peternakan kambing perah pada PT.CAPRITO A.P di Kecamatan Cariu,
Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat
analisis berupa matriks EFE, IFE, SWOT, dan QSP. Dari hasil penelitian
disimpulkan posisi perusahan berada pada daerah II, yaitu pada tahap
tumbuh dan berkembang sesuai dengan pemetaan matriks IE. Alternatif
strategi yang digunakan adalah strategi intensif dan strategi integratif.
Analisis dengan menggunakan matriks SWOT menghasilkan delapan
alternatif strategi. Selanjutanya matriks QSP menghasilkan urutan prioritas
strategi yaitu membuka agen pemasaran milik perusahaan sendiri, mencari
dan memperbanyak jumlah agen baru, menambah jumlah populasi kambing
untuk meningkatkan produksi susu, meningkatkan kemitraan dan menjalin
kerjasama yang baik dengan pemasok rumput dan dinas peternakan
(penyuluh), bekerjasama dengan perusahaan pengolah, melakukan evaluasi
terhadap kinerja perusahaan saat ini dan mulai menyusun rencana serta
target perusah