Studi Karakter Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) yang Berpotensi sebagai Batang Bawah pada Lahan Marginal

STUDI KARAKTER JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)
YANG BERPOTENSI SEBAGAI BATANG BAWAH
PADA LAHAN MARGINAL

ANDENG SUTRISNA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Studi Karakter Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.) yang Berpotensi sebagai Batang Bawah pada Lahan
Marginal merupakan gagasan dan karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Februari 2010
Andeng Sutrisna
G351064011

ABSTRAK
ANDENG SUTRISNA. (Study of Physic Nut (Jatropha curcas L.) Characteristics
that Potential as Rootstock on Marginal Land). Under direction of MIFTAHUDIN
and HAMIM.

Grafting in physic nut (Jatropha curcas L.) is one of the methods to
improve plant characteristics, such as the capability of the plant to grow better in
marginal land. Grafting is performed by combining two distinct rootstock and
scion. Therefore, the selection of Jatropha germplasm is required to be done in
order to get the best rootstock. The aim of the study was to obtain the high quality
of Jatropha rootstock that had the best performance of shoot and root growth
characteristics on rocky and clay soil. The experiment was designed as a
Completely Randomized Design (CRD) with two factors. The first factor was the
type of soil, which were organic-sandy soil as a control (M0), rocky soil (M1),
and clay soil (M2). The second factor was the various of the Jatropha accession
(coded as S1, S2, S3, J1, J2, J3, B1, B2, B3, T, and JB accession). To determine

the best Jatropha rootstocks, Principle Component Analysis (PCA) was employed
based on all growth parameters. The result showed that all parameters, except
chlorophyll b content, were influenced by the type of soil. Jatropha plants that
were grown on M0 soil medium showed growth characteristics better than that of
plants grown on the other soil media (M1 and M2). In general, M1 soil medium
reduced growth parameters more than M2 soil medium, except the secondary root
characters, which showed similar growth in both M1 and M2 soil media. Among
accession of Jatropha showed different shoot growth characteristics, except shoot
dry weight. On root growth characteristics, among Jatropha accession showed
differences only in total primary root length, total primary root, and root dry
weight. Only root dry weight parameter that was influenced by interaction of soil
media and Jatropha accession. Based on PCA result it could be concluded that
Jatropha S2, J3, B3, J2 and S1 accessions were the best rootstock candidate for
rocky soil, while S2, J3, S1, JB, and J2 accessions were the best rootstock
candidate for clay soil.
Key words: rootstock, marginal land, Jatropha curcas L., accession

RINGKASAN
ANDENG SUTRISNA. (Studi Karakter Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) yang
Berpotensi sebagai Batang Bawah pada Lahan Marginal). Dibimbing oleh

MIFTAHUDIN dan HAMIM.
Salah satu kunci keberhasilan budidaya tanaman jarak pagar sangat
ditentukan oleh ketersediaan bibit yang bermutu. Upaya untuk memperoleh
tanaman dengan perakaran yang baik dan produksi yang tinggi dapat dilakukan
dengan teknik penyambungan. Penyambungan merupakan penggabungan dua
bagian tanaman yang berbeda (batang atas dan batang bawah) menjadi satu
tanaman yang terus tumbuh dan berkembang dengan baik.
Batang bawah merupakan tanaman yang memiliki karakteristik perakaran
kuat dan dalam, mampu beradaptasi atau tumbuh kompak dengan batang atas
serta tanaman dalam keadaan bebas hama dan penyakit. Untuk itu diperlukan
upaya untuk mendapatkan batang bawah yang memiliki karakteristik tahan
terhadap lahan marginal seperti tanah berbatu dan atau bertekstur berat. Beberapa
aksesi seperti aksesi Banten, Sumatera Barat, Jawa Barat dan Jawa Tengah
dipandang cukup potensial sebagai kandidat batang bawah. Percobaan yang
mengarah kepada seleksi calon batang bawah belum banyak dilakukan sehingga
sangat dibutuhkan upaya tersebut untuk mengantisipasi keperluan penanaman di
lahan-lahan kritis di masa mendatang. Kombinasi yang baik antara batang bawah
yang perakarannya adaptif terhadap lahan marginal dan batang atas yang
berproduksi tinggi akan sangat ideal dalam memacu produksi jarak pagar di lahan
kritis.

Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan aksesi jarak pagar yang dapat
dijadikan sebagai sumber batang bawah bermutu tinggi yang didasarkan pada
karakteristik pertumbuhan tajuk dan akar yang toleran pada tanah berbatu dan
bertekstur berat.
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2
Faktor. Faktor pertama adalah jenis media tumbuh (M0, M1, dan M2). Faktor
kedua adalah jenis aksesi berdasarkan asal aksesi (S1, S2, S3, J1, J2, J3, B1, B2,
B3, T, dan JB). Semua taraf dikombinasikan secara lengkap sehingga terdapat 33
satuan percobaan. Setiap satuan percobaan menggunakan satu tanaman dan
diulang sebanyak 5 kali, sehingga jumlah total tanaman yang digunakan adalah
165 tanaman.
Komponen pertumbuhan yang diamati pada percobaan ini meliputi
pertumbuhan tajuk (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dan bobot
kering tajuk), sistem perakaran (jumlah, diameter, panjang, dan bobot kering
akar), kandungan klorofil, dan serapan unsur hara. Pengamatan dilakukan setiap
minggu untuk tinggi, diameter batang dan jumlah daun. Di akhir percobaan
dilakukan pengamatan bobot kering tajuk dan sistem perakaran. Pengukuran
jumlah, diameter dan panjang akar dilakukan dalam keadaan segar. Data hasil
pengamatan dianalisis dengan analisis sidik ragam pada α 0,05 dengan
menggunakan SPSS 15. Pembandingan nilai tengah antar perlakuan setelah uji F

menggunakan uji Duncan Multiple Range Test. Untuk penetapan aksesi terbaik
pada M0, M1, dan M2 digunakan Analisis Komponen Utama (AKU) dengan
MINITAB 15. Peubah yang digunakan adalah peubah yang terkait dengan

karakter pertumbuhan tajuk (diameter batang, jumlah daun, tinggi tanaman dan
bobot kering tajuk) dan sistem perakaran (jumlah, panjang, dan diameter akar
serta bobot kering akar).
Tanaman jarak pagar yang ditanam dengan menggunakan media tumbuh
M0 menghasilkan seluruh nilai komponen pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan
dengan dua media tumbuh lainnya (M1 dan M2). Perlakuan dengan menggunakan
media tumbuh M1 dan M2 menyebabkan komponen pertumbuhan pada semua
aksesi terhambat. Disamping itu media tumbuh M1 menyebabkan penurunan
komponen pertumbuhan yang lebih besar daripada media tumbuh M2. Namun
demikian pada beberapa komponen pertumbuhan akar sekunder, media tumbuh
M1 dan M2 memberikan pengaruh yang sama. Aksesi jarak pagar berpengaruh
nyata terhadap semua parameter, kecuali bobot kering tajuk, panjang akar
sekunder total, jumlah akar sekunder, diameter akar, serapan unsur hara Mg,
kandungan klorofil b serta kandungan klorofil total. Pengelompokan kesebelas
aksesi jarak pagar didasarkan pada semua komponen pertumbuhan. Secara umum
kesebelas aksesi jarak pagar yang menjadi kandidat batang bawah cenderung

mempunyai sistem perakaran yang baik. Aksesi S2, J3, B3, J2 dan S1 merupakan
aksesi yang berpotensi sebagai kandidat batang bawah pada media tumbuh M1,
sementara aksesi S2, J3, S1, JB, dan J2 merupakan aksesi yang berpotensi sebagai
kandidat batang bawah pada media tumbuh M2.
Kata kunci: batang bawah; lahan marginal, jarak pagar (Jatropha curcas), aksesi

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya.
2. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.
3. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
4. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

STUDI KARAKTER JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)
YANG BERPOTENSI SEBAGAI BATANG BAWAH
PADA LAHAN MARGINAL


ANDENG SUTRISNA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Judul Tesis
Nama
NIM

: Studi Karakter Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) yang Berpotensi
sebagai Batang Bawah pada Lahan Marginal
: Andeng Sutrisna
: G351064011


Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hamim, M.Si
Anggota

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si
Ketua

Diketahui
Ketua Program Studi Biologi

Dr. Ir. Dedy Duryadi S, DEA

Tanggal Ujian: 19 Februari 2010

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S


Tanggal Lulus:

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc.Agr

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April-November 2009 ialah fisiologi,
dengan judul Studi Karakter Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) yang Berpotensi
sebagai Batang Bawah pada Lahan Marginal.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Miftahudin, M.Si dan
Bapak Dr. Ir. Hamim, M.Si selaku pembimbing serta Dr. Ir. Memen Surahman,
M.Sc.Agr selaku penguji luar komisi. Disamping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada staf Unit Usaha Jasa dan Industri, Departemen Biologi, FMIPA
IPB yang telah membantu selama pengerjaan penelitian. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada abah (alm), ibu, isteri, anak, serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2010
Andeng Sutrisna


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 17 Juni 1980 dari ayah Sawari
dan Ibu Hj. Riswen. Penulis merupakan putra keempat dari empat bersaudara.
Saat ini penulis telah dikaruniai seorang putri Nisrina Zihni El Khansa dari istri
Siti Jamilah.
Tahun 1999 penulis lulus dari MAN I Yogyakarta dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis
memilih Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Pada tahun 2006 penulis melanjutkan studi pada sekolah Pascasarjana Program
Studi Biologi.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................. 1
Tujuan .............................................................................................. 2

TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
Tanaman Jarak Pagar ........................................................................
Penyebaran dan Syarat Tumbuh Jarak Pagar .....................................
Sifat Umum Tanah ...........................................................................
Penyambungan Tanaman ..................................................................

3
3
4
6
8

BAHAN DAN METODE ............................................................................
Waktu dan Tempat ...........................................................................
Bahan ...............................................................................................
Metode Penelitian .............................................................................
Analisis Data ....................................................................................

12
12
12
12
15

HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................
Hasil Penelitian ................................................................................
Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Percobaan .........................
Respon Tanaman terhadap Media Tumbuh .................................
Karakteristik Pertumbuhan Aksesi Jarak Pagar ...........................
Interaksi Media Tumbuh dengan Aksesi Jarak Pagar ..................
Kandungan Klorofil Aksesi Jarak Pagar pada Tiga Media
Tumbuh ...............................................................................
Serapan Hara Aksesi Jarak Pagar pada Tiga Media Tumbuh .......
Pengelompokan Aksesi Jarak Pagar ............................................
Pembahasan ......................................................................................
Respon Tanaman terhadap Media Tumbuh .................................
Karakteristik Pertumbuhan Aksesi Jarak Pagar ...........................
Batang Bawah Aksesi Potensial ..................................................

16
16
16
17
18
20
20
21
25
27
27
31
32

SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 35
Simpulan .......................................................................................... 35
Saran ................................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 36
LAMPIRAN ................................................................................................ 40

DAFTAR TABEL

1

Halaman
Tanaman jarak pagar berdasarkan kode dan asal aksesi ........................ 12

2

Jenis media tumbuh dan asalnya ...........................................................

13

3

Sifat fisik dan kimia tanah media tumbuh pada akhir percobaan ..........

16

4

Pengaruh media tumbuh terhadap pertumbuhan tajuk dan
perkembangan akar pada sebelas aksesi jarak pagar ..............................

18

5

Diameter batang, jumlah daun, tinggi tanaman pada sebelas
aksesi jarak pagar....................................................................................

19

6

Komponen pertumbuhan akar pada sebelas aksesi jarak pagar .............

19

7

Pengaruh media tumbuh terhadap kandungan klorofil pada sebelas
aksesi jarak pagar ...................................................................................

21

8

Kandungan klorofil pada sebelas aksesi jarak pagar ..............................

21

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Bobot kering akar sebelas aksesi tanaman jarak pagar pada perlakuan
kombinasi media tumbuh dan aksesi jarak pagar ...................................

20

2

Rataan serapan hara makro tanaman jarak pagar pada perlakuan
kombinasi media tumbuh dan aksesi jarak pagar ...................................

23

3

Rataan serapan hara mikro tanaman jarak pagar pada perlakuan
kombinasi media tumbuh dan aksesi jarak pagar ...................................

24

4

Plot dua dimensi komponen utama pada 11 aksesi jarak pagar antara
KU1 dan KU2 pada media tumbuh M1 .................................................

26

5

Plot dua dimensi komponen utama pada 11 aksesi jarak pagar antara
KU1 dan KU2 pada media tumbuh M2 .................................................

27

DAFTAR LAMPIRAN
1

Halaman
Kerangka penelitian ................................................................................ 41

2

Penataan rancangan acak lengkap percobaan .........................................

42

3

Kriteria penelitian sifat kimia tanah .......................................................

43

4

Analisis sidik ragam pengaruh media tumbuh dan aksesi jarak pagar
terhadap pertumbuhan tajuk ...................................................................

44

5

Analisis sidik ragam pengaruh media tumbuh dan aksesi jarak pagar
terhadap sistem perakaran ......................................................................

45

6

Analisis sidik ragam pengaruh media tumbuh dan aksesi jarak pagar
terhadap kandungan klorofil ..................................................................

47

7

Analisis sidik ragam pengaruh media tumbuh dan aksesi jarak pagar
terhadap serapan unsur hara ...................................................................

48

8

Persen relatif pertumbuhan tajuk dan akar aksesi jarak pagar pada
media tumbuh M1 dan M2 terhadap media tumbuh M0 ........................

50

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kenaikan harga solar, keterbatasan bahan bakar fosil, dan isu pemanasan
global akibat emisi gas rumah kaca (greenhouse gas), serta pertimbangan
kenyamanan mendorong dunia untuk mencari bahan bakar alternatif baik sebagai
pencampur maupun pengganti bahan bakar diesel. Salah satu bahan bakar
alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut di atas adalah
biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dari sumber terbarukan
(renewable). Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan salah satu tanaman
yang mempunyai potensi sebagai sumber bahan baku biodiesel (Heller 1996).
Salah satu kunci keberhasilan budidaya tanaman jarak pagar sangat
ditentukan oleh ketersediaan bibit yang bermutu. Upaya untuk memperoleh
tanaman dengan perakaran yang baik dan produksi yang tinggi dapat dilakukan
dengan teknik penyambungan. Penyambungan merupakan penggabungan dua
bagian tanaman yang berbeda menjadi satu tanaman yang terus tumbuh dan
berkembang dengan baik. Hartmann et al. (1997) mengatakan bahwa manfaat
sambungan pada tanaman adalah untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil
tanaman, keunggulan dari segi perakaran dan produksi tanaman, serta dapat
mempercepat waktu berbunga dan berbuah. Selain itu penyambungan difungsikan
sebagai peremajaan tanpa memerlukan bibit baru. Lestari dan Hariyono (2009) telah
melakukan teknik penyambungan pada tanaman jarak pagar dengan tingkat
keberhasilan ≥ 90%. Tanaman batang atas yang digunakan adalah IP-1A, IP-1M dan
IP-1P, sedangkan batang bawah berupa tanaman jarak pagar lokal berumur satu
tahun.
Menurut Prastowo dan Roshetko (2006), syarat batang atas memiliki sifat
unggul, beradaptasi dan mampu tumbuh kompak dengan batang bawahnya.
Batang bawah (rootstock) merupakan tanaman yang memiliki karakteristik
perakaran kuat dan dalam, mampu beradaptasi atau tumbuh kompak dengan
batang atas serta tanaman dalam keadaan bebas hama dan penyakit. Untuk itu
diperlukan upaya untuk mendapatkan batang bawah yang memiliki karakteristik
tahan terhadap lahan marginal seperti tanah berbatu dan atau bertekstur berat.

2
Beberapa aksesi seperti aksesi Banten, Sumatera Barat, Jawa Barat dan Jawa
Tengah dipandang cukup potensial sebagai kandidat batang bawah (Pranowo D
2009, komunikasi pribadi). Percobaan yang mengarah kepada seleksi calon batang
bawah belum banyak dilakukan sehingga sangat dibutuhkan upaya tersebut untuk
mengantisipasi keperluan penanaman di lahan-lahan kritis di masa mendatang.
Kombinasi yang baik antara batang bawah yang perakarannya adaptif terhadap
lahan marginal dan batang atas yang berproduksi tinggi akan sangat ideal dalam
memacu produksi jarak pagar di lahan kritis.
Tujuan Penelitian
Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan aksesi jarak pagar yang dapat
dijadikan sebagai sumber batang bawah bermutu tinggi yang didasarkan pada
karakteristik pertumbuhan tajuk dan akar yang toleran terhadap tanah berbatu dan
bertekstur berat.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jarak Pagar
Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, satu famili dengan
karet dan ubi kayu. Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1-7 m
bercabang tidak teratur. Batangnya berkayu, silindris dan bila terluka
mengluarkan getah. Tanaman jarak pagar memiliki daun tunggal berlekuk dan
bersudut 3 atau 5. Daun tersebar di sepanjang batang. Permukaan atas dan bawah
daun berwarna hijau dengan bagian bawah lebih pucat dibandingkan dengan
permukaaan atas. Bunga tanaman jarak pagar adalah bunga majemuk berbentuk
malai, berwarna kuning kehijauan, berkelamin tunggal, dan berumah satu (putik
dan benang sari dalam satu tanaman). Bunga betina 4-5 kali lebih banyak dari
bunga jantan. Jarak pagar termasuk tanaman monoecious dan bunganya
uniseksual. Kadangkala muncul bunga hermaprodit yang berbentuk cawan
berwarna hijau kekuningan. Buah tanaman jarak pagar berupa buah kotak
berbentuk bulat telur dengan diameter 2-4 cm, panjang buah 2 cm dengan
ketebalan sekitar 1 cm. Buah berwarna hijau ketika muda serta abu-abu
kecoklatan atau kehitaman ketika masak. Buah jarak terbagi menjadi 3 ruang,
masing-masing ruang berisi satu biji sehingga dalam setiap buah terdapat tiga biji.
Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna coklat kehitaman. Biji inilah yang
banyak mengandung minyak dengan rendemen sekitar 30-50% dan mengandung
racun sehingga tidak dapat dimakan (Heller 1996).
Penyebaran dan Syarat Tumbuh Jarak Pagar
Penyebaran Jarak Pagar
Jarak pagar diperkirakan berasal dari Amerika Tengah, khususnya Meksiko.
Di daerah tersebut, tanaman tumbuh secara alami di kawasan hutan pinggiran
pantai. Di Afrika dan Asia, jarak pagar hanya ditemukan sebagai tanaman pagar
atau pembatas lahan pertanian (Heyne 1950; Heller 1996 ). Jarak pagar menyebar
di Malaka setelah tahun 1700-an dan di Filipina sebelum tahun 1750 (Heller
1996). Di Malaka, jarak pagar disebut sebagai Dutch castor oil dan di Jawa
sebagai Chinese castor oil. Di Afrika dan Asia, jarak pagar disebut sebagai castor

4
oil plant yang menunjukkan bahwa tanaman ini dibawa dari daerah lain dan
ditanam untuk diambil minyaknya. Selanjutnya jarak pagar dikenal luas sebagai
hedge castor oil plant yang menunjukkan bahwa tanaman ini biasanya ditanam di
pagar-pagar (Heyne 1950; Heller 1996; Fundora et al. 2004). Penyebaran jarak
pagar di Thailand terjadi lebih dari dua abad yang lalu oleh saudagar-saudagar
Portugis. Terdapat lima spesies jarak di Thailand, yaitu J. curcas, J. gossypifolia,
J. multifida, J. integrrima, dan J. podagrica. Menurut catatan setempat, orang
Portugis menggunakan biji jarak untuk membuat sabun cuci dan lainnya
(Sadakorn 1984).
Di Indonesia tidak ada catatan yang pasti kapan jarak pagar masuk ke
wilayah Nusantara, tetapi diperkirakan bersamaan dengan di Malaysia. Jarak
pagar dapat ditemukan di berbagai tempat, namun umumnya tumbuh di pagarpagar atau tepi jalan di pedesaan (Heyne 1950). Jarak pagar dikenal dengan
berbagai nama daerah, antara lain nawaih nawas di Aceh, jarak wolanda di
Manado, jirak di Minangkabau, jarak kosta di Jawa Barat, jarak budeg, jarak
gundul, jarak iri, jarak pager, jarak cina, kaleke di Madura, jarak pageh di Bali,
tangang-tangan kali kanjoh di Makassar, malate (hoti) di Seram Timur, bolacai di
Halmahera Utara, dan balacai hisa di Tidore (Heyne 1950).
Syarat Tumbuh Jarak Pagar
Jarak pagar tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Kisaran curah hujan
daerah penyebarannya bervariasi yaitu 480-2 380 mm/tahun (Jones & Miller
1992), 200-2 000 mm/tahun (Heller 1996), tetapi tanaman tumbuh baik pada
curah hujan 900-1 200 mm/tahun (Becker & Makkar 1999). Di Indonesia, jarak
pagar dapat dijumpai di beberapa daerah dengan curah hujan lebih dari 3 000
mm/tahun, seperti di Bogor, Sumatera Barat, dan Minahasa. Ketinggian tempat
berkisar 0-1 700 m dpl, dengan suhu 11-38 °C. Jarak pagar tidak tahan cuaca yang
sangat dingin (frost) dan tidak sensitif terhadap panjang hari (daylength) karena
tanaman berasal dari daerah tropis (Heller 1996).
Menurut Henning (2004), jarak pagar membutuhkan curah hujan minimal
600 mm/tahun. Jika curah hujan kurang dari 600 mm/tahun maka tanaman tidak
dapat tumbuh, kecuali dalam kondisi tertentu seperti di Kepulauan Cape Verde

5
dengan curah hujan hanya 250 mm/tahun tetapi kelembapan udaranya sangat
tinggi. Di daerah-daerah dengan kelengasan tanah bukan menjadi faktor pembatas
(misalnya irigasi atau curah hujan cukup merata), jarak pagar dapat berproduksi
sepanjang tahun, tetapi tidak dapat bertahan dalam kondisi tanah jenuh air. Iklim
yang kering akan meningkatkan kadar minyak biji, tetapi kekeringan yang
berkepanjangan

menyebabkan

tanaman

menggugurkan

daun

sehingga

pertumbuhan tanaman terhambat (Jones & Miller 1992). Sebaliknya, pada daerah
dengan curah hujan tinggi seperti di Bogor, tanaman memiliki pertumbuhan
vegetatif yang lebat tetapi pembentukan bunga dan buah kurang. Arivin et al.
(2006) melaporkan bahwa di Desa Cikeusik Malingping, Banten, dengan curah
hujan 2 500-3 000 mm/tahun, tanaman jarak pagar dapat berbunga dan berbuah,
tetapi hal ini masih perlu diteliti apakah pembungaan tersebut berlangsung
sepanjang tahun. Walaupun curah hujan daerah ini cukup tinggi, yang
memungkinkan radiasi rendah, pembuahan cukup baik. Hal ini diduga merupakan
hasil interaksi antara potensi genetik dan lingkungan seperti suhu yang selalu
panas (± 27 °C) karena letaknya di tepi pantai, serta tekstur tanahnya berpasir
yang menjamin drainase dan aerasi yang baik. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan (2006) mengemukakan bahwa tipe iklim sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi jarak pagar. Jarak pagar tumbuh
baik di lahan kering dataran rendah beriklim kering dengan ketinggian tempat <
500 m dpl, curah hujan 300-1 000 mm/tahun, serta suhu > 20 °C.
Jarak pagar dapat tumbuh pada semua jenis tanah, tetapi pertumbuhan yang
baik dijumpai pada tanah-tanah ringan atau lahan dengan drainase dan aerasi yang
baik (terbaik mengandung pasir 60-90%). Tanaman jarak pagar dapat beradaptasi
di lahan marginal dan dapat tumbuh pada tanah berbatu, berpasir, berliat, dan pada
lahan yang tererosi (Mal & Joshi 1991). Tanaman ini dapat pula dijumpai di
wilayah perbukitan atau sepanjang saluran air dan batas kebun (Heller 1996;
Arivin et al. 2006). Menurut Okabe dan Somabhi (1989), jarak pagar yang
ditanam pada tanah bertekstur lempung berpasir menghasilkan biji lebih tinggi
daripada di tanah bertekstur lainnya. Selanjutnya Jones dan Miller (1992)
mengemukakan bahwa meskipun jarak pagar dapat tumbuh dengan baik di tanah
yang dangkal dan umumnya ditemukan tumbuh di tanah berkerikil, berpasir, dan

6
berliat, pada tanah yang tererosi berat pertumbuhannya kerdil. Di daerah yang
sangat kering, umumnya tinggi tanaman hanya 2-3 m.
Jarak pagar dapat tumbuh pada tanah yang ketersediaan air dan unsur-unsur
haranya terbatas atau lahan marginal, tetapi lahan yang berdrainase baik
merupakan tempat yang sesuai bagi tanaman ini untuk tumbuh dan berproduksi
secara optimal. Bila perakarannya sudah berkembang, jarak pagar toleran terhadap
kondisi tanah masam atau alkalin (terbaik pada pH tanah 6.50) (Heller 1996;
Arivin et al. 2006). Jones dan Miller (1992) menyatakan untuk mendapatkan
produksi yang tinggi pada tanah miskin hara dan alkalin, tanaman perlu dipupuk
dengan pupuk anorganik maupun organik, yang mengandung sedikit kalsium,
magnesium, dan sulfur. Pada daerah-daerah dengan kandungan fosfat rendah,
penggunaan mikoriza dapat membantu pertumbuhan tanaman jarak.
Sifat Umum Tanah
Media tumbuh yang digunakan dalam percobaan ini meliputi tanah jenis
Andosol, Entisol dan Grumusol. Andosol merupakan tanah yang berkembang dari
bahan induk volkan seperti: hujan abu, deposit abu aluvial, pasir vulkanik maupun
bahan piroklastik. Andosol memiliki reaksi tanah masam sampai agak masam,
kandungan bahan organik tinggi, kafasitas fiksasi tinggi dan muatan fraksi koloid
tergantung pH. Mineral liat alofon dan imogilit pada Andosol dapat membentuk
komplek dengan bahan organik sehingga kadar bahan organik di lapisan
permukaan tanah dapat dipertahankan yang dicirikan dengan warna tanah yang
gelap (Mohr et al. 1972).
Sifat yang mencolok dari Andosol adalah kemampuan memegang air yang
sangat tinggi yang dapat mencapai 200% dari bobot keringnya, terutama pada
horizon B. Hal ini mungkin disebabkan oleh keberadaan humus yang berlimpah
serta mineral koloid dan struktur bahan vulkanik yang sangat porous. Andosol
memiliki rasio C/N yang tinggi (terkadang mencapai 20-30) dan nilai pH
bervariasi dari 4.5-5.5. Andosol ditemukan pada daerah yang memiliki curah
hujan sedang hingga sangat tinggi dengan suhu yang cocok. Andosol memiliki
konsistensi gembur, kurang plastis dan tidak lengket. Selain itu, umumnya
Andosol bertekstur lempung berpasir sampai dengan lempung (Soepraptohardjo

7
1978). Menurut Schaetzl dan Anderson (2005), Andosol memiliki banyak
karakteristik unik yang membedakannya dengan jenis tanah lainnya: solum tebal,
horizon A berwarna gelap, porositas tinggi, bobot isi rendah, muatan permanen
rendah, komplek pertukaran yang didominasi oleh muatan variabel, serta kapasitas
erapan anion dan daya retensi air yang tinggi.
Entisol dicirikan oleh bahan mineral tanah yang belum membentuk horison
diagnostik yang nyata karena pelapukan baru diawali bahan induk yang sukar
larut seperti pasir kuarsa, atau berbentuk batuan keras yang larutnya lambat
seperti batu gamping, atau topografi sangat miring sehingga kecepatan erosi
melebihi pembentukan horison pedogenik (Darmawijaya 1990).
Sifat fisik Entisol sebagian besar tidak baik. Umumnya penghambat utama
tanah ini adalah sifat fisik disertai kurangnya air (Komar 1984). Entisol
mempunyai kadar lempung dan bahan organik yang rendah, sehingga daya
menahan airnya rendah, struktur remah sampai berbutir dan sangat jarang, hal ini
menyebabkan tanah tersebut mudah melewatkan air dan air mudah hilang karena
perkolasi.
Menurut klasifikasi Pusat Penelitian Tanah (PPT), Grumusol setara dengan
Order Vertisol pada sistem taksonomi tanah. Faktor pembentuk tanah yang
dominan untuk Grumusol adalah iklim yang relatif agak kering sampai kering
dengan bulan-bulan kering yang jelas dan/atau bahan induk yang relatif kaya basa,
seperti bahan volkan intermedier, batu gamping, napal, batu liat, batu berkapur
atau bahan alluvial (Subagyo et al. 2004). Sifat khas Grumusol adalah
mengembang dan lengket pada keadaan basah serta mengekerut sehingga tanah
menjadi keras dan retak-retak pada keadaan kering. Sifat tersebut disebabkan
kandungan liat Grumusol yang tinggi (lebih dari 30%) dan didominasi oleh
mineral liat yang mempunyai sifat mengembang dan mengkerut (Mohr et al.
1972).
Menurut Soepraptohardjo (1978), Grumusol merupakan tanah yang
mempunyai solum yang tebal (1-2 meter) dengan warna kelabu sampai hitam.
Kandungan liatnya semakin ke bawah semakin meningkat. Tanah ini berekasi
agak masam (pH H2O 5.5-6.5) hingga alkalin (pH H2O 7.5-8.0), tingkat kejenuhan
basa tinggi (80-100%) dengan kandungan Ca dan Mg tinggi.

8
Penyambungan Tanaman
Perbanyakan Vegetatif dengan Penyambungan
Penyambungan

merupakan

metode

perbanyakan

vegetatif

buatan.

Penyambungan adalah seni menyambungkan dua jaringan tanaman hidup
sedemikian rupa sehingga keduanya bergabung dan tumbuh serta berkembang
sebagai satu tanaman gabungan. Teknik apapun yang memenuhi kriteria ini dapat
digolongkan sebagai metode penyambungan (Hartmann et al. 1997). Tanaman
sebelah atas disebut entres atau batang atas (scion), sedangkan tanaman batang
bawah disebut understam atau batang bawah (rootstock) (Ashari 1995). Batang
atas berupa potongan pucuk tanaman yang terdiri atas beberapa tunas dorman
yang akan berkembang menjadi tajuk, sedangkan batang bawah akan berkembang
menjadi sistem perakaran (Hartmann et al. 1997).
Penyambungan dipilih dengan pertimbangan untuk memperbanyak tanaman
yang sukar/tidak dapat diperbanyak dengan cara stek, perundukan, pemisahan,
atau dengan cangkok. Menurut Ashari (1995), banyak jenis tanaman buah-buahan
yang sukar/tidak dapat diperbanyak dengan cara-cara tersebut, tetapi mudah
dilakukan penyambungan, misalnya pada manggis, mangga, belimbing, jeruk dan
durian. Alasan lain untuk melakukan penyambungan adalah: (1) memperoleh
keuntungan dari batang bawah tertentu, seperti perakaran kuat, toleran terhadap
lingkungan tertentu, (2) mengubah kultivar dari tanaman yang telah berproduksi,
yang disebut top working, (3) mempercepat kematangan reproduktif dan produksi
buah lebih awal, (4) mempercepat pertumbuhan tanaman dan mengurangi waktu
produksi, (5) mendapatkan bentuk pertumbuhan tanaman khusus, dan (6)
memperbaiki kerusakan pada tanaman (Hartmann et al. 1997). Aplikasi
penyambungan juga dapat dilakukan untuk membuat satu tanaman dengan jenis
yang berbeda-beda, untuk mengatasi masalah polinasi, dalam kasus selfincompability atau tanaman berumah dua (Ashari 1995).
Proses Pertautan Sambungan
Proses pertauatan sambungan diawali dengan terbentuknya lapisan nekrotik
pada permukaan sambungan yang membantu menyatukan jaringan sambungan
terutama di dekat berkas vaskular. Pemulihan luka dilakukan oleh sel-sel

9
meristematik yang terbentuk antara jaringan yang tidak terluka dengan lapisan
nekrotik. Lapisan nekrotik ini kemudian menghilang dan digantikan oleh kalus
yang dihasilkan oleh sel-sel parenkim (Hartmann et al. 1997). Menurut Ashari
(1995) sel-sel parenkim batang atas dan batang bawah masing-masing
mengadakan kontak langsung, saling menyatu dan membaur. Sel parenkim
tertentu mengadakan diferensiasi membentuk kambium sebagai kelanjutan dari
kambium batang atas dan batang bawah yang lama. Pada akhirnya terbentuk
jaringan/pembuluh dari kambium yang baru sehingga proses translokasi hara dari
batang bawah ke batang atas dan sebaliknya dapat berlangsung kembali.
Agar proses pertautan tersebut dapat berlanjut, sel atau jaringan meristem
antara daerah potongan harus terjadi kontak untuk saling menjalin secara
sempurna. Ashari (1995) mengemukakan bahwa hal ini hanya mungkin jika kedua
jenis tanaman cocok (kompatibel) dan irisan luka rata, serta pengikatan
sambungan tidak terlalu lemah dan tidak terlalu kuat, sehingga tidak terjadi
kerusakan jaringan. Dalam melakukan penyambungan (grafting) atau okulasi
(budding), perlu diperhatikan polaritas batang atas dan batang bawah. Untuk
batang atas bagian dasar entris atau mata tunas harus disambungkan dengan
bagian atas batang bawah. Untuk okulasi, mata tunas harus menghadap ke atas.
Jika posisi ini terbalik, sambungan tidak akan berhasil baik karena fungsi xilem
sebagai pengantar hara dari tanah meupun floem sebagai pengantar asimilat dari
daun akan terbalik arahnya (Ashari 1995). Hal lain yang perlu diperhatikan dalam
penyambungan

adalah

kompatibilitas.

Pengertian

kompatibilitas

adalah

kemampuan dua jenis tanaman yang disambung untuk m.enjadi satu tanaman
baru.

Bahan

tanaman

yang

disambung

akan

menghasilkan persentase

kompatibilitas tinggi jika masih dalam satu spesies atau satu klon, atau bahkan
satu famili, bergantung pada jenis tanaman masing-masing (Ashari 1995).
Inkompatibilitas antar jenis tanaman yang disambung dapat dilihat dari kriteria
sebagai berikut menurut Hartmann et al (1997), diantaranya tingkat keberhasilan
sambungan rendah, pada tanaman yang sudah berhasil tumbuh, terlihat daunnya
menguning, rontok, dan mati tunas, mati muda, pada bibit sambungan, terdapat
perbedaan laju tumbuh antara batang bawah dengan batang atas, serta terjadinya
pertumbuhan berlebihan baik batang atas maupun batang bawah.

10
Sifat Batang Bawah
Batang bawah adalah tanaman yang berfungsi sebagai batang bagian bawah
yang dilengkapi dengan sistem perakaran. Menurut Prastowo dan Roshetko
(2006), keuntungan batang bawah dari biji diantaranya adalah perkembangan
sistem perakarannya lebih kuat dan dalam karena memiliki akar tunggang,
sehingga relatif lebih tahan terhadap kekeringan. Penyediaan batang bawah jenis
ini bisa dilakukan dalam jumlah banyak. Kriteria tanaman yang akan dijadikan
batang bawah: mampu beradaptasi atau tumbuh kompak dengan batang atasnya,
sehingga batang bawah ini mampu menyatu dan menopang pertumbuhan batang
atasnya. Selain itu batang bawah harus berada dalam keadaan sehat, sistem
perakarannya baik dan dalam serta tahan terhadap keadaan tanah yang kurang
menguntungkan, termasuk hama dan penyakit yang ada dalam tanah. Batang
bawah yang disambungkan dengan batang atas juga tidak boleh mengurangi
kualitas dan kuantitas buah pada tanaman. Perawatan batang bawah seperti
pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta penyiraman perlu
diperhatikan agar batang bawah tumbuh subur dan sehat. Pertumbuhan yang subur
dan sehat memudahkan pengelupasan kulit dan kayunya, karena sel-sel kambium
berada dalam keadaan aktif membelah diri. Proses pembentukan kalus atau
penyembuhan luka berlangsung dengan baik, sehingga pada akhirnya keberhasilan
sambungan atau okulasinya juga tinggi.
Menurut Supriyanto (2000), tanaman yang menjadi batang bawah harus
mempunyai pertumbuhan yang baik dan perakaran yang kuat, tahan terhadap
kekurangan dan kelebihan air, berasal dari tanaman yang subur serta tahan
terhadap penyakit sehingga mempunyai daya kompatibitilitas yang tinggi dengan
batang atas. Sebagai contoh pada tanaman jeruk, yang biasa dijadikan sebagai
batang bawah adalah jeruk var. Rough Lemon (RL) atau Japanesche Citroen (JC).
Jenis jeruk ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu penyebaran akar dalam
tanah cukup luas, baik secara lateral maupun vertikal, serta mempunyai daya
tahan yang tinggi terhadap kekeringan. Pada penyambungan tanaman karet, syarat
batang bawah harus mempunyai perakaran kuat dan daya serap hara yang baik
(Anwar 2001).

11
Pengaruh Batang Bawah terhadap Batang Atas
Pada penyambungan sifat-sifat batang bawah sangat berpengaruh terhadap
batang atas. Salah satu peran nyata batang bawah adalah pengaruh terhadap
kecepatan tumbuh batang atas. Hasil penelitian Barus (2000) menunjukkan bahwa
batang bawah jeruk var. Rough Lemon dan Rangpur Lime paling dapat
mengendalikan pertumbuhan batang atas jeruk besar Nambangan dan Cikoneng
dibandingkan dengan batang bawah jeruk var. Japansche Citroen dan Citrumelo.
Jeruk besar Nambangan dan Cikoneng yang disambung dengan jeruk var. Rough
Lemon dan Rangpur Lime mempunyai tinggi tanaman, panjang tunas, jumlah
daun, luas daun, diameter batang, bobot akar dan bobot tajuk yang lebih kecil.
Di Inggris batang bawah tanaman apel telah berhasil dipilah-pilah. Batang
bawah yang dapat menghasilkan batang atas kerdil (dwarf), semi kerdil (semidwarf) dan vigor (vigorous) (Ashari 1995). Hasil penelitian Roose et al. (1989)
menunjukkan batang bawah jeruk var. C-32 citrange bersifat mendorong
pertumbuhan batang atas untuk jeruk var. Wasington Navel sehingga memiliki
volume yang lebih besar. Sebaliknya, batang bawah jeruk var. C-35 citrange
bersifat dapat mengendalikan pertumbuhan batang atas dan menghasilkan pohon
yang berukuran lebih kecil serta menghasilkan efisiensi hasil yang lebih baik pada
tanaman jeruk var. Wasington Navel. Batang bawah juga dapat menyebabkan
tanaman resisten terhadap penyakit (Cameron & Soost 1986). Penyakit busuk
pangkal batang akan banyak menyerang tanaman apabila anggur var. Redblush
disambung dengan batang bawah anggur var. sweet orange Precoe de Valence
dibandingkan dengan batang bawah yang lain, sehingga walaupun produksinya
tinggi namun tidak menguntungkan digunakan sebagai batang bawah pada
pertanaman komersial (Rouse & Maxwell 1979).

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai November 2009
bertempat di Kebun Percobaan Cikabayan IPB dan Laboratorium Fisiologi
Tumbuhan Departemen Biologi IPB.
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah 11 aksesi jarak
pagar. Sepuluh aksesi jarak pagar diperoleh dari Kebun Induk Jarak Pagar
Pakuwon dan 1 aksesi diperoleh dari kebun jarak pagar bekas tambang PT Timah
Bangka (Tabel 1). Bahan lainnya adalah 3 jenis media tumbuh, diantaranya adalah
tanah gembur (M0), tanah berbatu (M1), dan tanah berat (M2) (Tabel 2).
Tabel 1 Tanaman jarak pagar berdasarkan kode dan asal aksesi
Kode
S1
S2
S3
J1
J2
J3
B1
B2
B3
T
JB

Asal Aksesi
Surantih, X Koto Tarusan, Pesisir Selatan
Marunggi, Nan Sabaris, Padang Pariaman
Balingbing, Rambatan, Tanah Datar
Rawalu, Banyumas
Sidourip, Binangun, Cilacap
Tegal Kamulyan, Cilacap
Sukawaris, Cikeusik, Pandeglang
Tanjungan, Cikeusik, Pandeglang
Cikeruh Wetan, Cikeusik, Pandeglang
Eks Tambang timah PT Timah
Ciwareng, Babakan Cikao, Purwakarta

Provinsi
Sumatera Barat
Sumatera Barat
Sumatera Barat
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Banten
Banten
Banten
Bangka Belitung
Jawa Barat

Metode Penelitian
Penelitian ini didasarkan pada kerangka penelitian seperti disajikan pada
Lampiran 1.
Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2
Faktor (Lampiran 2). Faktor pertama adalah jenis media tumbuh diantaranya
adalah media tumbuh gembur (M0), media tumbuh berbatu (M1), dan media
tumbuh dengan tanah berat (M2). Faktor kedua adalah jenis aksesi berdasarkan

13
asal aksesi diantaranya adalah aksesi berasal dari Sumatera Barat (S1, S2, S3),
Jawa Tengah (J1, J2, J3), Banten (B1, B2, B3), Bangka Belitung (T), dan Jawa
Barat (JB). Semua taraf dikombinasikan secara lengkap sehingga terdapat 33
satuan percobaan dan setiap satuan percobaan diulang sebanyak 5 kali. Total
satuan percobaan adalah 165.
Tabel 2 Jenis media tumbuh dan asalnya
Kode
M0
M1
M2

Asal Media Tumbuh
Tanah gembur: Sukamantri, Ciomas, Bogor, Jawa Barat
Tanah berbatu: Cikampak, Ciampea, Bogor, Jawa Barat
Tanah berat: Cihea-Neglasari, Bojong Picung, Ciranjang,
Cianjur, Jawa Barat

Jenis Tanah
Andosol
Entisol
Grumusol

Penyiapan Bibit, Penanaman, dan Pemeliharaan
Bibit jarak pagar yang digunakan untuk penelitian adalah bibit yang telah
berumur dua bulan di persemaian dengan rata-rata diameter batang bawah 5.63
mm dan rata-rata tinggi 19.23 cm serta rata-rata jumlah daun 8 helai per tanaman.
Metode dan teknik pembibitan mengacu pada Istiana dan Sadikin (2008).
Kesebelas bibit aksesi jarak pagar yang telah disiapkan ditanam di dalam polybag
berukuran 60 x 60 cm dengan volume optimal 35.5 liter dan telah berisi tanah
sesuai perlakuan. Selanjutnya tanaman tersebut ditempatkan di lapang untuk
diamati selama 2.5 bulan. Semua tanaman tidak dipupuk selama percobaan
berlangsung, namun disiram seminggu dua kali. Penyiangan dilakukan seminggu
sekali.
Pengamatan
Komponen pertumbuhan yang diamati pada kesebelas aksesi jarak pagar
meliputi pertumbuhan tajuk (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang,
jumlah cabang, dan bobot kering tajuk), sistem perakaran (jumlah, diameter,
panjang, dan bobot kering akar), kandungan klorofil (klorofil a, klorofil b, dan
klorofil total), dan serapan unsur hara (N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, dan Zn).
Pengamatan dilakukan setiap minggu untuk tinggi, diameter batang, jumlah
cabang, dan jumlah daun. Di akhir percobaan dilakukan pengamatan bobot kering
tajuk dan sistem perakaran serta analisis serapan unsur hara. Analisis terhadap

14
kandungan klorofil dilakukan pada minggu keempat setelah hari tanam mengacu
pada prosedur Yoshida et al. (1976). Analisis serapan unsur hara dilakukan
dengan menggunakan spektroskopi serapan atom (AAS). Pengukuran jumlah,
diameter dan panjang akar dilakukan dalam keadaan segar. Akar yang diamati
adalah akar primer dan akar sekunder sesuai Gardner et al. (1985).
a. Tinggi tanaman. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur
tanaman mulai dari permukaan tanah sampai pucuk tanaman dengan
menggunakan mistar.
b. Jumlah daun. Perhitungan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung
seluruh daun di setiap batang dan percabangan.
c. Diameter batang. Diameter batang diukur pada jarak 2 cm diatas permukaan
media tumbuh dengan menggunakan kaliper.
d. Bobot kering tajuk. Untuk menghitung berat kering tajuk, terlebih dahulu
tajuk tanaman yaitu bagian leher akar ke atas dipotong lalu dikeringkan dalam
oven pada suhu 80 °C selama 48 jam. Tajuk yang telah kering kemudian
ditimbang untuk mengetahui berat kering tersebut.
e. Panjang akar total. Panjang akar diukur dengan menggunakan meteran dari
pangkal hingga ujung akar. Panjang akar total merupakan keseluruhan panjang
akar yang diukur pada tiap tanaman.
f. Jumlah akar. Jumlah akar dihitung berdasarkan kedudukan akar pada sistem
perakaran. Penghitungan jumlah akar dilakukan secara manual.
g. Diameter akar total. Diameter akar diukur dari pangkal akar atau percabangan
akar dengan menggunakan kaliper. Diameter akar total merupakan
keseluruhan diameter akar yang diukur pada tiap tanaman.
h. Berat kering akar. Untuk menghitung berat kering akar, terlebih dahulu akar
tanaman yaitu bagian leher akar ke bawah dipotong lalu dicuci dengan air
sampai bersih dan selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 80 °C
selama 48 jam. Akar yang telah kering kemudian ditimbang untuk mengetahui
berat kering tersebut.
i.

Analisis klorofil. Analisis klorofil daun (mg/l) dilakukan berdasarkan Yoshida et
al. (1976). Daun segar dipotong kecil-kecil dan ditimbang sebanyak dua gram.
Daun tersebut digerus sampai halus dengan mortar dalam aseton 80%

15
secukupnya. Hasil gerusan kemudian disaring dengan kertas Whatman no. 1 ke
dalam labu ukur 100 ml. Penggerusan dan penyaringan diulang bila masih ada
klorofil yang tersisa. Tambahkan aseton 80% ke dalam labu ukur sampai
mencapai 100 ml, kemudian ambil 5 ml larutan ini dimasukkan kedalam labu
ukur 50 ml dan diencerkan dengan aseton 80% sampai volumenya 50 ml.
Dengan menggunakan spektrofotometer larutan klorofil tersebut diukur
absorbasninya (A) pada panjang gelombang (λ) 645 nm dan 663 nm. Untuk
menghitung kandungan klorofil digunakan rumus sebagai berikut:
Kl a = 0.0127. A663 – 0.00269. A645
Kl b = 0.0229. A645 – 0.00468. A663
Kl total = Kl a + Kl b = 0.0202. A645 + 0.00802. A663
Kl a = klorofil a ; Kl b = klorofil b
A663 = Absorbansi pada λ 663 nm
A645 = Absorbansi pada λ 645 nm
j.

Analisis unsur hara. Analisis unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg) dan mikro (Fe,
Cu, dan Zn) dilakukan dengan mengambil sampel daun tanaman untuk melihat
pola serapan hara tanaman dan tingkat defisiensi hara. Daun yang berkembang
penuh (fully expended leaf) di ambil kemudian dikeringkan segera di dalam oven
pada suhu 70oC selama 3 hari kemudian dianalisis. Analisis hara makro dan
mikro dilakukan dengan menggunakan spektroskopi serapan atom (AAS).

Analisis Data
Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis sidik ragam pada α = 0.05
dengan menggunakan SPSS 15. Pembandingan nilai tengah antar perlakuan
setelah uji F menggunakan uji Duncan Multiple Range Test. Untuk penetapan
aksesi terbaik pada M0, M1, dan M2 digunakan Analisis Komponen Utama
(AKU) dengan MINITAB 15. Peubah yang digunakan adalah peubah yang terkait
dengan karakter pertumbuhan tajuk (diameter batang, jumlah daun, tinggi
tanaman dan bobot kering tajuk) dan sistem perakaran (jumlah, panjang, dan
diameter akar serta bobot kering akar).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Percobaan
Analisis sifat-sifat kimia dan fisik Andosol Sukamantri (M0), Entisol
Cikampak (M1), dan Grumusol Cihea (M2) yang dilakukan pada akhir percobaan,
hasilnya disajikan pada Tabel 3. Status sifat kimia tanah yang diteliti didasarkan
pada Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) (Lampiran 3).
Tabel 3 Sifat fisik dan kimia tanah media tumbuh pada akhir percobaan
Sifat fisik dan kimia tanah
pH 1:1 (H2O)
C-Org (%)
N-Total (%)
P (ppm)
Ca (me/100g)
Mg (me/100g)
K (me/100g)
KTK (me/100g)
Fe (ppm)
Cu (ppm)
Zn (ppm)
Mn (ppm)
Tekstur
Pasir (%)
Debu (%)
Liat (%)
Keterangan:

M0
4.90 (m)
6.22 (st)
0.54 (t)
39.80 (r)
1.40 (r)
0.40 (r)
0.18 (r)
24.36 (s)
0.30
tr
0.36
10.42
34.52
33.40
32.08

Media tumbuh
M1
M2
6.00 (am) 5.60 (am)
2.00 (s)
1.75 (r)
0.22 (s)
0.18 (r)
50.30 (t)
68.90 (st)
9.36 (s)
4.97 (r)
1.63 (s)
2.82 (t)
0.48 (s)
0.21 (r)
21.71 (s)
24.18 (s)
0.20
8.16
tr
1.60
0.32
3.28
21.60
34.96
10.96
38.17
50.87

7.27
42.93
49.80

m = masam; am = agak masam; r = rendah; s = sedang; t = tinggi;
st = sangat tinggi; tr = tidak terukur.

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 3, ketiga jenis tanah menunjukkan
reaksi masam dan agak masam dengan nilai pH yaitu sebesar: 4.9 (Andosol
Sukamantri), 6.0 (Grumusol Cihea) dan 5.6 (Entisol Cikampak). Kandungan Corganik pada Andosol Sukamantri termasuk sangat tinggi, N-total tinggi, P
tersedia rendah, basa-basa dapat ditukar rendah dan KTK sedang. Tingginya
kandungan bahan organik pada Andosol karena bahan organik dapat dikomplek
oleh mineral liat alofon dan imogolit sehingga kadar bahan organik di lapisan
permukaan tanah dapat dipertahankan, dicirikan dengan warna tanah yang gelap.

17
Entisol Cikampak memiliki kandungan C-organik dan N-total sedang,
sedangakan kandungan P tinggi. Kandungan P yang tinggi dapat dipengaruhi dari
bahan induk penyusun yang kaya posfor. Grumusol Cihea memiliki kadar Mg
tinggi dan P sangat tinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh bahan induk penyusun
yang relatif kaya basa. Kadar C-organik pada Grumusol Cihea tergolong rendah
dengan N-total rendah. Kandungan pasir, debu, dan liat pada media tumbuh M0
masing-masing terdiri atas 34.52; 33.40; dan 32.08%. Media tumbuh M1 dan M2
memiliki kandungan liat lebih dominan (50.87 dan 49.80%) dibandingkan dengan
tekstur pasir dan debu. Jumlah batuan media tumbuh M1 rata-rata 55% per 35.5
liter media tumbuh.
Respon Tanaman terhadap Media Tumbuh
Media tumbuh berpengaruh nyata terhadap semua komponen pertumbuhan
(Tabel 4, Lampiran 4). Tanaman jarak pagar yang ditanam dengan menggunakan
media tumbuh M0 menghasilkan seluruh nilai komponen pertumbuhan lebih
tinggi dibandingkan dengan dua media tumbuh lainnya (M1 dan M2). Perlakuan
dengan menggunakan media tumbuh M1 dan M2 menyebabkan komponen
pertumbuhan pada semua aksesi terhambat. Walaupun demikian media tumbuh
M1 menyebabkan penurunan komponen pertumbuhan yang lebih besar daripada
media tumbuh M2, kecuali pada beberapa komponen pertumbuhan akar sekunder
(Tabel 4).
Tanaman jarak pagar yang ditanam pada media tumbuh M0 menghasilkan
bobot kering tajuk paling besar (109.58 g) diikuti oleh media tumbuh M2 (83.63
g) dan media tumbuh M1 (63.43 g). Rata-rata diameter batang jarak pagar pada
media tumbuh M2 (19.54 mm) lebih tinggi daripada media tumbuh M1 (17.86
mm). Hal yang sama juga terjadi pada jumlah daun dan tinggi tanaman.
Tabel 4 memperlihatkan bahwa jumlah akar primer dan panjang akar primer
total lebih sedikit dibandingkan dengan akar sekunder, kecuali diameter akar total,
dimana diameter akar primer total lebi