Jilbab dalam persfektif al-qur’an dan hadits

(1)

Jilbab Dalam Persfektif Al-Qur’an Dan Hadits1 Faizah Ali Syibromalisi

A.Latar Belakang

Tersebarnya fenomena berjilbab dikalangan kaum muslimat termasuk generasi mudanya kembali marak saat ini. Banyak analisa tentang factor-faktor yang mendukung fenomena tersebut diantaranya semakin mengentalnya kesadaran beragama terutama dikalangan generasi mudanya. Bisa jadi maraknya jilbab adalah sebagai sikap penentangan terhadap dunia Barat yang seringkali menggunakan standar ganda sambil melecehkan umat Islam dan agamanya. Factor lain dari pemakaian jilbab adalah symbol pandangan politik yang pada mulanya diwajibkan oleh kelompok-kelompok Islam politik guna membadakan antar muslimah yang menjadi anggotanga dengan yang bukan. Salah satu factor yang diduga sebagai pendorong maraknya pemakaian jilbab adalah factor ekonomi. Mahalnya biaya pergi ke salon kecantikan dan perawatan rambut, serta tuntutan untuk bergerak cepat dan praktis menjadikan sementara perempuan lebih memilih memakai jilbab daripada repot kesalon.

Tulisan singkat ini tidak akan membahas panjang lebar tentang maraknya pemakaian jilbab saat ini yang kita anggap sebagai fenomena yang positip, tapi justru kita akan membahas berbagai hal terkait jilbab, seperti fungsi pakaian dalam Islam, aurat dan hikmah dibalik penetapan aurat, ayat-ayat yang membahas aurat dan jilbab serta criteria berpakaian sesuai dengan batasan aurat dan jilbab. Dalam memaparkan masalah-masalah tersebut penulis hanya berpegang pada pandangan para ulama salafi, berdasarkan al-Qur‟an dan Hadits yang masih pendapatnya mmasih menjadi panutan sampai saat ini.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar kita mengetahui dan memahami latar belakang dan hikmah dari adanya pembatasan aurat dan pengaturan cara berpakaian dalam ajaran Islam, sehingga ketika kita berpakaian dengan menutup aurat kita meyakini bahwa itulah wujud ketaatan kita kepada perintah Allah swt. sehhingga kita lebih ikhlas menjalankannya.

B. Uraian al-Qur‟an Tentang Pakaian dan fungsinya

Berbicara tentang pakaian dalam Al-Qur‟an tentu tak bisa dilepaskan dari dari apa yang dilakukan Nabi Adam dan pasangannya- sesaat seteah melanggar perintah Allah untuk

1

Makalah dibacakan pada acara talk show majalah Aulia di gedung Gramedia Jakarta pada Hari Minggu tgl 23 September 2012.


(2)

tidak mendekati pohon larangan – setelah tipu daya setan berhasil membujuk keduanya, sehingga keduanya mencicipinya. Dalam hal ini Allah berfirman:

 



 

 











Artinya:” tatkala keduanya telah merasakan buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. QS Al-A‟raf 7 / 22

Ayat diatas mengisyaratkan bahwa Adam dan pasangannya segera menutupi auratnya dengan daun , namun tidak sekedar menutupi aurat mereka dengan selembar daun, tetapi daun diatas daun sebagaimana difahami dari kata yakhshifaani diatas. Hal tersebut mereka lakukan agar aurat mereka benar-benar tertutup. Ayat ini menunjukkan bahwa menutup

aurat adalah merupakan fitrah manusia yang diaktualkan oleh Adam dan istrinya as. pada

saat kesadaran mereka muncul bahwa memakan buah larangan telah menelanjangi aurat mereka. Apa yang dilakukan Adam, nenek moyang kita dinilai sebagai usaha manusia -secara spontan dan dengan ilham dari Allah- menutupi auratnya, adalah awal dari lahirnya budaya menutup aurat atau berpakaian.

C. Fungsi- Fungsi Pakaian Bagi Manusia

Dalam al-Qur‟an banyak kita dapatkan ayat yang menjelaskan berbagai fungsi pakaian diantaranya adalah:

 







 

 

 













  

Artinya:” Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk

menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa. Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat‟. ( QS A-A‟raf 7/29

Ayat ini mengisyaratkan tiga fungsi pakaian yaitu pertama menutup aurat yakni menutup hal-hal yang tidak layak dilihat orang lain kedua sebagai hiasan bagi pemakainya dan ketiga adalah pakaian ketakwaan

Ayat berikut ini mengisyaratkan fungsi pakaian sebagai pemelihara manusia dari sengatan panas dan dingin serta membentengi manusia dari hal-hal yang bisa mengganggu ketentramannya



 





 


(3)

Artinya:”. Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. ( QS An-Nahl 16/81 )

Ayat dibawah ini menjelaskan fungsi pakaian sebagai pembeda antara seseorang dengan yang lainnya dalam sifat atau profesinya





  

 















 





  



Artinya:” Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( QS Al -Ahzab 33/59 )

Dari tiga ayat di atas kita menemukan fungsi pakaian jasmani sebagaimana yang dikehendaki Allah Swt. Yaitu pakaian sebagai penutup aurat dan pakaian sebagai hiasan. Yang sering kali menjadi masalah bagi sementara orang adalah memadukan antara fungsi pakain sebagai hiasan dengan fungsinya sebagai penutup aurat. Di sini tidak jarang orng melakukan kesalahan, sehingga mengabaikan ketertutupan aurat demi sesuatu yang dinilainya keindahan dan hiasan.

Agama Islam menghendaki agar kita berpakaian sesuai dengan fungsi-fungsi tersebut atau paling sedikit fungsinya yang terpenting yaitu menutup aurat. Ini karena penampakan aurat dapat menimbulkan dampak negative bagi yang menampakkannya dan bagi yang melihatnya. Dari sini lahir pembahasan tentang batas-batas aurat yang harus dipelihara oleh pria maupun wanita. Penekanan dalam fungsi ini (pakaian sebagai penutup aurat) menjadikan sementara umat Islam mengabaikan unsur keindahan dan pembeda tersebut. Padahal menjadi sangat ideal dan indah apabila kesemua fungsi yang disebutkan di atas dapat diterapkan.

C. Makna Aurat Dan Batasannya

Dalam pandangan pakar hukum Islam” aurat adalah bagian dari tubuh manusia yang pada prinsipnya tidak boleh kelihatan kecuali dalam keadaan darurat atau kebutuhan yang mendesak. Kata ini terambil dari bahasa arab “auroh” oleh sementara ulama di nyatakan terambil dari kata „awaro” yang berarti hilang perasaan. Aurat juga bisa dipahami dalam arti sesuatu yang buruk yang hendaknya di awasi karena ia kosong, atau rawan dan dapat menimbulkan bahaya dan rasa malu. Kata aurah sering kali dipersamakan dengan “sau‟ah” yang secara harfiah dapat diartikan sesuatu yang buruk. Akan tetapi tidak semua yang buruk


(4)

adalah aurat dan tidak semua aurat pasti buruk. Tubuh wanita yang cantik yang harus di tutup bukanlah sesuau yang buruk. Ia hanya buruk dan dapat berdampak buruk jika di pandang oleh yang bukan mahramnya karena dapat menimbulkan rangsangan birahi, sehingga menimbulkan aib dan malu. Dengan demikian bahasan tentang aurat dalam ajaran islam adalah bahasan tentang bagian-bagian tubuh atau sikap dan kelakuan yang rawan mengundang kedurhakaan serta bahaya.

Pria dan wanita memang memiliki perbedaan dalam penentuan batas-batas aurat. Ini karena pria dan wanita adalah dua jenis manusia yang berbeda. Perbedaan mereka bukan saja pada alat reproduksinya tetapi juga struktur fisik dan cara berpikirnya. pria dan wanita memiliki hormone-hormon, jumlah butir darah merah dan sel sperrma/sel telur yang kadarnya berbeda. Pria dan wanita juga berbeda dalam struktur otak sehingga terlihat perbedaan pada banyak hal seperti pada cara dan gaya masing-masing yang mana telah di atur oleh Allah agar lelaki dan perempuan dapat hidup berdampingan dan saling mendukung dalam mencapai tujuan bersama.

Disadari ada hal-hal yang dapat menimbulkan rangsangan dalam hubungan antara pria dan wanita baik melalui bagian-bagian tertentu dari tubuh maupun dalam bentuk gerak dan ucapan yang rawan bagi timbulnya hubungan seks yang harus dihindari kecuali dalam koridor perkawinan. Kewajiban menghindari hal-hal rawan itulah yang melahirkan adanya pembatasan tentang aurat wanita dan pria.

Penentuan tentang aurat bukanlah untuk menurunkan derajat kaum wanita, bahkan justru sebaliknya. Usaha yang dilakukan oleh sementara pihak dewasa ini yang memamerkan wanita dalam berbagai gaya dan bentuk pada hakekatnya merupakan penghinaan yang besar tehadap kaum wanita, sebab ketika itu mereka menjadikan wanita sebagai sarana pembangkit dan pemuas nafsu pria yang tidak sehat. Penetapan batas-batas aurat bukan di maksudkan untuk menghalangi perempuan ikut berpatisipsi dalam aneka kegiatan kemasyarakatan, karena apa yang di perintahkan oleh islam untuk di tutupi sama sekali tidak menghalangi aktivitas mereka yang positif karena seorang wanita tidak perlu membuka dada atau pahanya sedikit apalagi banyak jika hendak melakukan aktivitas apapun yang bermanfaat lagi terhormat.

D. Al-Qur‟an Dan Batas Aurat

Secara umum dalam konteks pembicaraan tentang aurat wanita, ada dua pendapat ulama yang masing-masing selain berpegang pada dalil al-Qur‟an dan hadis juga berdasarkan pertimbangan logika dan adat istiadat.


(5)

1. Kelompok yang memahami dan menyatakan bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat

2. Kelompok yang memahami dan menyatakan bahwa Seluruh tubuh wanita aurat kecuali wajah dan telapak tangan

Dalil- dalil yang dijadikan landasan adalah; Pertama QS al-Ahzab 33,53)

                                                                                                                

Artinya:‟ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi

kecuali bila kamu diizinkan untuk Makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang Maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah Amat besar (dosanya) di sisi Allah.(QS al-Ahzab 33,53)

Ayat ini mengandung dua tuntunan pokok dalam hubungannya dengan aurat , yang pertama adalah apa yang di maksud dengan hijab, kedua apakah ayat yang memerintahkan hijab merupakan ketentuan khusus buat para istri nabi atau mencakup semua perempuan muslimah?

Untuk penjelasan pertama kata hijab berarti sesuatu yang menghalangi antara dua dengan yang lainnya atau berarti penutup atau tabir. Para ulama yang berpandangan bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat memahami kata hijab dalam arti tabir, namun mereka berkesimpulan bahwa tujuan dari tabir adalah tertutupnya seluruh badan mereka. ini karena tabir menutupi serta menghalangi terlihatnya sesuatu yang berada di belakangnya.

Persoalan kedua apakah keharusan adanya hijab di tujukan khusus kepada istri nabi ataukah ditujukan kepada seluruh wanita muslimah. Ulama yag berpendapat bahwa seluruh


(6)

tubuh wanita adalah aurat menyatakan bahwa ayat di atas berlaku umum mencakup semua wanita muslimah

Ada juga diantara ulama yang berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita aurat tetapi memahami ayat di atas khusus bagi istri-istri nabi. kekhususan itu mereka pahami dalam arti sempit yaitu tidak di benarkan bagi istri-istri nabi Muhammad menampakan diri di hadapan umum - bukan sekedar menutupi seluruh badan mereka- kecuali kalau ada darurat. Hal ini dikuatkan dengan firman Allah (QS Al-Ahzab 33/33) yang artiya:”dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

Pendapat bahwa istri Nabi tidak boleh menampakkan diri dihadapan umum atau keluar rumah, tidak didukung oleh sebagian besar ulama walaupun mereka yang menyatakan bahwa seluruh badan wanita adalah aurat, dengan alasan bahwa istri nabi Saw Aisyah ra.misalnya bahkan memimpin perang melawan Sayyidina Ali ra. Istri Nabi juga meriwayatkan-dalam konteks bolehnya keluar rumah- bahwa beliau pernah berkata kepada

Nabi : “Apakah wanita berjihad?” Nabi Saw menjawab : “Ya, atas mereka jihad, yang tidak

berkaitan dengan perang, yaitu haji yang mabrur.”

Menurut penganut paham yang memberi kelonggaran, ayat hijab ini hanya berlaku bagi para istri Nabi saw. karena banyak hal dalam al- Quran yang secara tegas di nyatakan khusus bagi nabi, bukan untuk kaum beriman, ( baca antar lain QS 33/50). Kedudukan istri-istri Nabi pun amatlah mulia karena itu mereka tidak boleh menikah lagi setelah menikah dengan Nabi (33/53). Hal ini bukan berarti semua wanita tidak boleh kawin lagi setelah suami mereka meninggal istri-istri nabi juga mendapat gelar “Ummahat Al Mu‟minin”.

Ayat kedua .(QS al-Ahzab 33/59)





  

 















 





  



Artinya:‟Hai Nabi, Katakanlah kepada isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS al-Ahzab 33//59)


(7)

Kata jalabbib adalah jamak dari jilbab. kata ini diperselisihkan maknanya. Menurut pendapat yang menyatakan bahwa seluruh tubuh wanita aurat kata jilbab berarti pakaian yang menutupi, baju dan kerudung yang sedang di pakai sehingga jilbab menjadi bagaikan selimut.

Pakar Tafsir Al-Bika‟I 1406-1480 menyebut beberapa pendapat tentang makna jilbab antara lain: baju yang longgar atau kerudung yang menutup kepala wanita, atau pakaian yang menutupi baju dan kerudung yang dipakainya atau semua pakain yang menutupi badan wanita. Kalau dimaksud dengan jilbab adalah baju, maka ia adalah pakain yang menutupi tangan dan kakinya. Kalau dimaksud dengan jilbab adalah kerudung maka ia harus menutupi wajah dan lehernya. Kalau maknanya pakain yang menutupi baju maka perintah mengulurkannya adalah membuatnya longgar sehingga menutupi semua badan dan pakaian. Ulama sepakat bahwa kalimat “Yudnina alaihinna min jalabibihinna “. merupakan tuntunan kepada istri Nabi serta kaum muslimat agar mereka memakai jilbab.

Ayat ketiga QS al-Ahzab 33/30-31

                                                                                                                                                             

Artinya:” Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan

pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka


(8)

memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

Ayat ini adalah perintah Allah kepada Nabi saw untuk menyampaikan tuntunan

kepada wanita mu‟minah dan pria-pria mukmin dengan firmanNya untuk menahan

pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka. Di samping itu juga perintah kepada wanita-wanita mu‟minah untuk tidak menampakkan hiasan yakni pakain atau bagian tubuh mereka yang dapat merangsang pria kecuali yang biasa nampak baginya atau yang terlihat tanpa maksud untuk menampakannya.

Karena salah satu hiasan pokok wanita adalah dadanya maka ayat ini memerintahkan perempuan-perempuan mukminah untuk menutupkan kerudung mereka ke dada mereka dan Nabi juga memerintahkn agar mereka jangan menampakan perhiasan mereka (keindahan tubuh) kecuali kepada suami mereka ayah mereka dan ssterusnya(dari kerabat yang termasuk mahrom ). Kemudian penggalan ayat berikutnya melarang menampakan perhiasan yang tersembunyi dengan menyatakan “ janganlah mereka melakukan sesuatu yang dapat menarik perhatian lelaki misalnya dengan menghentakan kaki mereka yang memakai gelang kaki atau hiasan lainnya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan di anggota tubuh mereka”. Ayat ini di akhiri dengan perintah untuk bertobat agar beruntung dalam kehidupan dunia dan akhirat. Beberapa persoalan yang muncul dari ayat ini adaah:

a. Kata “yaguddhu” terambil dari kata godha yang berarti menundukan, yang dimaksud

adalah mengalihkan arah pandangan serta tidak memantapkan pandangan kepada sesuatu yang terlarang atau kurang baik. Seandainya seluruh tubuh wanita adalah aurat dan seandainya tubuh mereka telah tertutup. tentu tidak diperlukan adanya perintah menundukan pandangan atau mengalihkannya.

b. Kata Zinah atau perhiasan dari segi pengertian kebahasan adalah sesuatu yang menjadikan lainnya indah dan baik. Ada ulama yang membagi perhiasan menjadi bersifat khilqiyyah (fisik dan melekat pada diri seseorang dan ada juga yang bersifat muktasabah (dapat di upayakan). Yang bersifat melekat adalah bagian badan-badan tertentu seperti wajah rambut dan payudara sedangkan yang dapat di upayakan antara lain pakain yang indah, cincin, anting dan kalung..

c. Pengecualian pada kata” illa ma dzaharo minha” yakni kecuali apa yang Nampak darinya (hiasannya) diperselisihkan maknanya. Para ulama fiqh memahami pengecualian tersebut dalam arti kecuali hiasan yang nampak yakni hiasan yang dapat diupayakan, yaitu hiasan yang lumrah di pakai perempuan seperti perhiasan, perendaan, pakaian warna warni , pacar, cela dan siwak . Ibnu al-Arabi berpendapat


(9)

bahwa hiasan yang bersifat melekat yakni sebagian jasad perempuan khususnya wajah dan kedua pergelangan tangannya..

d. Kata khumur adalah bentuk jamak dari kata khimar yaitu tutup kepala. Diantara wanita ada yang tidak menggunakan tutup kepala tapi memakainya untuk melilit punggung mereka, maka ayat ini memerinthakan mereka menutupi dengan kerudung panjang itu dada dan leher mereka. Ini berarti kerudung harus diletakkan di kepala sehingga menutup dada dan leher yang di tunjuk dengan kata Juyub.

Penggalan ayat ini berpesan agar dada bersama leher di tutup dengan kerudung atau penutup kepala. Apakah ini berarti bahwa rambut juga harus di tutup? Jawabannya iya, apalagi jika di sadari rambut adalah hiasan dan mahkota wanita. Bahwa ayat ini tidak menyebut secara tegas perlunya rambut di tutup karena sudah di ketahui bahwa fungsi khumur adalah sebagai penutup kepala.

Mengapa larangan kepada wanita lebih banyak ketimbang larangan kepada pria(pria hanya di perintahkan menahan sebagian pandangannya dan memelihara kemaluan mereka sedang perempuan di samping kedua hal tersebut di larang juga menampakan hiasan mereka kecuali yang nampak serta diperintahkan menutupkan kudung mereka ke dada dan leher mereka dan dilarang pula menghentakan kaki mereka dengan tujuan agar diketahu perhiasan yang mereka sembunyikan dikaki. Perbedaan ini disebabkan perbedaan perempuan dan laki-laki dan kecendrungan masing-massing. Diantaranya perempuan cenderung berhias di banding laki-laki. Perempun selalu ingin tampil beda setiap hari. Kita lihat pakain wanita dan model yang mereka pakai selalu berbeda-beda begitu juga model rambutnya maka wajar jika pesan menyangkut penampakan hiasan justru di tekankan kepada perempuan bukan kepada laki-laki.

Keempat QS al-Ahzab 33/32-33

                                                                      

Artinya:” Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu

bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Perkataan yang baik. dan hendaklah


(10)

kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. QS al-Ahzab 33/32-33

Ayat ini terkait dengan tuntunan kepada istri-istri Nabi yang menyangkut perbuatan dan tingkah laku. Timbul pertanyaan apakah ayat ini mencakup juga wanita-wanita muslimah yang lain atau terbatas keapda meraka bagi yang berpendapat bahwa seluruh badan mereka adalah aurat ayat ini berlaku bagi para istri nabi dan wanita mukminah lainnya. itu agar wanita-wanita tinggal di rumah. Hal ini di katakan oleh Al Kurtubi (W 671 H ) dan Ibnu al-Arabi (1076-1148 M) dan Abdul „Ala al- Maududi.

Ayat kelima

















































Artinya :” dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) Menampakkan perhiasan, dan Berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana”. QS an-Nur 24/60

Ayat di atas merupakan pengecualian dari firmannya. Kata al - qawa‟aid bentuk jamak dari al- qa‟id yang menunjuk kepada perempuan yang telah tua yang mulanya bermkna duduk. Wanita yang telah tua dinamai ko‟id karena ia terduduk di rumah. Jika ayat ini menyatakan bahwa tiak ada dosa bagi wanita yang telah mencapai usia tua dan tidak lagi memiliki hasrat menikah untuk menanggalkan pakaian luar mereka maka tentu merupakan dosa bagi yang belum tua bila mereka menanggalkan pakain luar mereka. Ijin ini di berikan karena wanita-wanita tua telah mengalami kesulitan dalam memakai aneka pakaian terlebih lagi memandang mereka tidak lagi menimbulkan rangsangan birahi. Perlu di catatt bahwa meskipun ada kelonggaran itu mereka juga dilarang bertabarruj dalam arti melarang menampakan perhiasan yang biasanya tidak di tampakan oleh wanita baik-baik atau sesuatu yang tidak wajar di pakai, seperti make up berlebihan atau berjalan berlenggak lenggok atau menampakan sesuatu yang mengundang kekaguman pria dan menimbulkn rangsangan. Kalau yang tua saja di larang untuk bertabarruj apalagi wanita wanita muda.


(11)

Hadis –hadis yang menunjukkan seluruh tubuh wanita adalah aurat

1. Dari Ibn Mas‟ud bahwa nabi saw berkata:” wanita adalah aurat maka apabila ia keluar rumah maka setan tampil membelalakkan matanya dan bermaksud buruk terhadapnya,”( HR at Tirmizi dan dia menilainya hasan gharib )

Menurut pendapat ulama, Hadits ini memiliki sedikit kelemahan pada ingatan salah

seorang perawinya. Selain itu kata “ wanita adalah aurat” tidak berarti seluruh tubuhnya

aurat, tetapi bagian-bagian tertentu tubuhnya atau gerak geriknya yang bisa menimbulkan rangsangan. Hadits ini juga tidak bisa dijadikan alasan untuk mellarang wanita keluar rumah, karena puluhan Hadits menunjukkan bahwa banyak wanita pada masa Nabi yang diperbolehkan keluar rumah untuk melaksanakan berbagai kegiatan penting yang positif. Paling tidak Hadits ini member peringatan agar wanita menutup auratnya dan bersikap sopan apabila keluar rumah, agar tidak merangsang kehadiran setan baik berupa masuia maupun jin.

2. Dari Ummul Mukminin „Aisyah ra. Beliau berkata: “para penunggang kuda /unta melewati kami, sedang kami ketika itu bersama Rasulullah saw. dan kami dalam keadaan berihram, maka bila mereka lewat dihadapan kami, maka kami mengulurkan kerudung dari kepala (untuk menutupi) wajah masing-masing, apabila mereka telah melewati kami, maka kamipun membukanya ( wajah kami) ( HR Ahmad,Abu Daud, Ibn Majah dan lain-lain)

Hadits ini dinilai dha‟if oleh penganut paham yang mengecualikan wajah dan tangan dari aurat, karena salah seorang perawinya yaitu Yazid Ibn Abi Ziyad dinilai banyak ulama lemah. Kandungan hadits ini juga bertentangan dengan kandungan Hadits berikut ini.

3. Dari Ibn Umar. Bahwa Nabi saw bersabda” tidak (dibenarkan) wanita yang sedang berihram memakai cadar (penutup wajah) dan tidak juga memakai kaus tangan” ( HR Amad, Bukahari dan an-Nasa‟i ).

Hadits ini bertentangan dengan Hadist diatas, disamping larangan Nabi memakai cadar ketika berihram tidak bisa dijadikan dalil bahwa wanita –wanita ketikaitu memakai cadar. Kalaupun mereka memakainya tentu bukan karena perintah agama, tetapi adat atau kemauan sendiri.

Hadis –hadis yang menunjukkan seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan kedua telaapak tangan

1. „Aisah ra berkata berkata bahwa Asma‟ putrid Abi Bakar ra. dating menemui

Rasulullah saw. dengan mengenakan pakaian tipis (transparan), maka rasulullah saw. berpaling enggan melihatnya dan be rsaba” sesungguhnya perempuan jika


(12)

telah haidh tidak lagi wajar terlihat darinya kecuali ini dan ini” ( sambil beliau menunjuk kewajahdan telapak tangan beliau) ( HR Abu Daud dan al-baihaqi )

Hadist ini selain dikatakan lemah dari sisi sanadnya karena mursal oleh para penganut paham bahwa seluruh tubuh wanita aurat, juga diduga sebelum ditetapkannya kewajiban menutup seluruh tubuh. Tentu saja hal ini ditolak oleh penganut paham yang mengecualikan wajah dan tangan dengan mendatangkan riwayat lain yang menguatkan keshahihan hadist tersebut, seperti hadits yang diriwayatkan Ibn Jarir dari Qotadah:Nabi saw bersabda “ tidak halal bagi seorang perempuan yang percaya kepada Allah dan Hari kemudian dan telah haidh unuk menampakkan kecuali wajahnya dan tangannya sampai disini(lalu beliau memegang setengah tangan beliau ).

2. Hadits kedua adalah hadits Ibn Abbas yang menyatakan bahwa:”Rasulullah membonceng al-Fadl putra al-abbas ra. pada hari an-Nahr (lebaran haji ) dibelakang kendaraan unta beliau. Al-fadl adalah seorang pria yang gagah. Nabi saw member fatwa pada khalayak, lalu dating seorang perempuan yang cantik dan bertanya kepada rasulllahsaw. Al-Fadl terus menerus memandangnya dan ia mengagumi kecantikan wnita itu ketika itu Nabi menoleh kepadanya ,lalu nabi memalingkan dengan tangannya dagu Fadl, maka beliau memalingkan wajah al-Fadl dari pandanngan kepada wanita itu. Lalu wanita itu berkata” sesungguhnya ketetapan yang ditetapkan atas hamba-hambaNya haji, tetapi saya mendapatkan ayah saya dalam keadaan tua tidak mampu duduk diatas kendaraan, maka apa boleh menghajikan untuknya?” Nabi menjawab “ya” ( HR Bukhari, Muslim, Abu Daud,

an-Nasa‟I dan lain lain).

Hadits ini menunjukkan ada bagian tubuh wanita yang terbuka yaitu wajah dan tangannya. Nabi memmbalikkan wajah al-fadl karena Nabi khawatir kehadiran setan yang bisa menjerumuskan keduanya apabila pandangan al-Fadl kepada wanita itu dilanjutkan apalagi mereka masih muda.

3. Melalui sahabat nabi Sahl Ibn Sa‟d bahwa ada seorang perempuan datang kepada rasulullah saw (sedang beliau ketika itu berada di mesjid) lalu perempuan itu berkata” Wahai Rasulullah! Aku datang menyerahkan didrikukepadamu” ( maka beliau terdiam” sungguh aku melihat perempuan iu berdiri” kata Sahl ) lalu Rasulullah saw melihatnya dan mengangkat pandangan beliaudan mengarahkannya (kepada wanita itu ) lalu beliau menundukkan kepala. Maka ketika perempuan itu melihat (menyadari) bahwa beliau tidak menghendaki sesuatu darinya ( yaknin tidak


(13)

bekenan menikahinya) maka dia duduk……( HR Bukhari, Muslim an-Nasa‟I dan lain -lain ).

Hadist ini menunjukkan ada bagian tubuh wanita yan dapat dilihat, buktinya Nabi saw mengarahkan pandangannya kepada wanita itu. Ini menjadi dasar bahwa wajah wanita bisa dilihat. Penulis tidak mendukung pendapat yang mengatakan bahwa semua tubuh wanita itu aurat, sehingga harus ditutup keseluruhannya. Karena dengan tampil seperti itu gugurlah fungsi hiasan atau keindahan dalam berpakaian, padahal al-qur‟an sendidri menyebutkan bahwa salah satu fungsi pakaian adalah sebagai hiasan, apalagi sifat wanita memang senang berhias. Sehingga kewajiban memakai pakaian yang menutup seluruh tubuh, telah mencabut hak wanita untuk tampail indah. Sebagaimana

Hadits mengatakan “ ad-Dunya mata‟un wa khoiru mata‟iha al-mar‟ah”.

E. Klasifikasi Dan Kriteria Pakaian

Islam tidak menetapkan jenis pakaian tertentu baik bagi laki-laki maupun perempuan yang kemudian disebut pakaian Islam. Mereka boleh mengenakan pakaian jenis apapun yang mereka suka selama tidak ada teks agama yang mengharamkannya. Syari‟at menghargai keragaman lingkungan, suasana, tradisi dan adat istiadat termasuk di dalamnya kebiasaan berpakaian bagi laki-laki atau perempuan sebagaiman yang terdapat dalam firman Allah swt dalam surat al-Ahzab (33):59.

Mengacu pada pemahaman mengenai jilbab dan khimar dan kandungan ayat tentang pakaian perempuan, maka dietapkan beberapa kriteria pakaian yang sesuai dengan ajaran agama diantaranya:

1) pakaian itu menutup anggota badan selain wajah dan tangan sebagaimana firman Allah swt dala QS al-Ahzab 33/59

2). Bukan berfungsi sebagai perhiasan, syarat tersebut terdapat dalam firman Allah swt dalam surat al-Nur 24/31.

3). Tidak tipis atau transparan. Sebagai pelindung perempuan, secara otomatis, jilbab harus tebal dan tidak tranparan/tipis karena jika demikian akan semakin memancing fitnah (godaan) dari pihak laki-laki. Ancaman yang berat diancamkan sesuai sabda Nabi saw.:Nabi menceritakan, ada dua kelompok penghuni neraka yang tidak pernah beliau lihat sebelumnya, yaitu:“kelompok yang membawa cambuk seperti ekor lembu yang digunakan untuk mencambuk manusia, dan kelompok perempuan yang berpakaian tetapi seperti telanjang, melenggak lenggok menggoyangkan kepala bagai punggung unta bongkok;


(14)

mereka tidak akan masuk surge dan tidak akan mencium bau harumnya padahal bau harumnya dapat tercium dari jarak tempuh sekian dan sekian” (H.R.Bukhairi).

Maksud berpakaian tapi telanjang yaitu, pakaian yang tidak berfungsi menutupi aurat, sehingga dapat memperlihatkan warna kulit karena tipis atau sempitnya pakaian tersebut. Ustamah Ibn zaid mengatakan “ Rasulullah saw memberiku pakaian kibthi” yang tebal hadiah dari du‟ayyah al-kalabi, lalu aku pakaikan pada istriku. Nabi smenegurku “mengapa tidak kau pakai sendiri qibti ini?” aku menjawab “sudah aku pakaikan pada istri” lalu nabi bersabda “ suruh dia merangkapnya dengan pakaian dalam, aku khawatir bentuk tubuhnya masih kelihatan” (H.R Ahmad dan baihaqi dengan sanad hasan).

4). Tidak diberi wangi-wangian. Abu Musa al-Asy‟ari pernah mengatakan bahwa Nabi saw.

bersabda “siapapun perempuan yang memakai wewangian kemudian melintas di kerumunan

orang agar mereka mencium bau harumnya, maka sesungguhnya ia melakukan zina”

5). Tidak memiliki unsur keserupaan dengan pakaian laki-laki, karena Nabi saw. mengutuk perempuan yang bergaya laki-laki maksudnya adalah hendaklah baju yang dipakai bukanlah pakaian khusus laki-laki. perempuan tidak boleh memakainya. Yang demikian haram baginya.

6). Tidak diniatkan sebagai pakaian kebanggaan, yakni setiap pakaian yang membuat pemakainya menjadi bangga ditengah orang banyak. Ibn Umar meriwayatkan bahwa Nabi bersabda:“barangsiapa mengenakan pakaian kebanggaan di dunia, maka Allah swt akan mengenakan untuknya pakaian kehinaan di hari kiamat kemudian menyalakan api di dalamnya.”

7). Longgar dan tidak ketat, sehingga tidak menggambarkan sesuatu dari lekukan tubuhnya. Diantara maksud diwajibkannya jilbab adalah agar tidak timbul fitnah (godaan) dari pihak laki-laki. Hal ini tidak mungkin terwujud jika pakaian yang dikenakan oleh perempuan tidak ketat dan tidak membentuk lekuk tubuh.

Demikianlah pemaparan singkat tentang jilbab dalam persfektif al-Qur‟an. Sebelum mengakhiri tulisan ini penulis mengambil kesimpulan bahwa meskipun masing-masing kelompok, baik yangberpendapat bahwa seluruh tubuh wanita itu aurat, tanpa kecuali ,maupun kelompok yang berpendapat bahwa wajah dan telapak tangan bukan aurat, dengan argument masing-masing, namun penulis tidak mendukung pendapat yang mengatakan bahwa semua tubuh wanita itu aurat, sehingga harus ditutup keseluruhannya. Karena dengan tampil seperti itu (dengan seluruh tubuh tertutup pakaian ) gugurlah fungsi hiasan atau keindahan dalam berpakaian, padahal al-Qur‟an sendidri menyebutkan bahwa salah satu fungsi pakaian adalah sebagai hiasan, apalagi sifat wanita memang senang berhias. Sehingga


(15)

kewajiban memakai pakaian yang menutup seluruh tubuh, telah mencabut hak wanita untuk tampail indah. Karena permpuan memang hiasan dunia, sebagaimana Hadits mengatakan “


(1)

kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. QS al-Ahzab 33/32-33

Ayat ini terkait dengan tuntunan kepada istri-istri Nabi yang menyangkut perbuatan dan tingkah laku. Timbul pertanyaan apakah ayat ini mencakup juga wanita-wanita muslimah yang lain atau terbatas keapda meraka bagi yang berpendapat bahwa seluruh badan mereka adalah aurat ayat ini berlaku bagi para istri nabi dan wanita mukminah lainnya. itu agar wanita-wanita tinggal di rumah. Hal ini di katakan oleh Al Kurtubi (W 671 H ) dan Ibnu al-Arabi (1076-1148 M) dan Abdul „Ala al- Maududi.

Ayat kelima







































































































Artinya :” dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) Menampakkan perhiasan, dan Berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana”. QS an-Nur 24/60

Ayat di atas merupakan pengecualian dari firmannya. Kata al - qawa‟aid bentuk jamak dari al- qa‟id yang menunjuk kepada perempuan yang telah tua yang mulanya bermkna duduk. Wanita yang telah tua dinamai ko‟id karena ia terduduk di rumah. Jika ayat ini menyatakan bahwa tiak ada dosa bagi wanita yang telah mencapai usia tua dan tidak lagi memiliki hasrat menikah untuk menanggalkan pakaian luar mereka maka tentu merupakan dosa bagi yang belum tua bila mereka menanggalkan pakain luar mereka. Ijin ini di berikan karena wanita-wanita tua telah mengalami kesulitan dalam memakai aneka pakaian terlebih lagi memandang mereka tidak lagi menimbulkan rangsangan birahi. Perlu di catatt bahwa meskipun ada kelonggaran itu mereka juga dilarang bertabarruj dalam arti melarang menampakan perhiasan yang biasanya tidak di tampakan oleh wanita baik-baik atau sesuatu yang tidak wajar di pakai, seperti make up berlebihan atau berjalan berlenggak lenggok atau menampakan sesuatu yang mengundang kekaguman pria dan menimbulkn rangsangan. Kalau yang tua saja di larang untuk bertabarruj apalagi wanita wanita muda.


(2)

Hadis –hadis yang menunjukkan seluruh tubuh wanita adalah aurat

1. Dari Ibn Mas‟ud bahwa nabi saw berkata:” wanita adalah aurat maka apabila ia

keluar rumah maka setan tampil membelalakkan matanya dan bermaksud buruk terhadapnya,”( HR at Tirmizi dan dia menilainya hasan gharib )

Menurut pendapat ulama, Hadits ini memiliki sedikit kelemahan pada ingatan salah seorang perawinya. Selain itu kata “ wanita adalah aurat” tidak berarti seluruh tubuhnya aurat, tetapi bagian-bagian tertentu tubuhnya atau gerak geriknya yang bisa menimbulkan rangsangan. Hadits ini juga tidak bisa dijadikan alasan untuk mellarang wanita keluar rumah, karena puluhan Hadits menunjukkan bahwa banyak wanita pada masa Nabi yang diperbolehkan keluar rumah untuk melaksanakan berbagai kegiatan penting yang positif. Paling tidak Hadits ini member peringatan agar wanita menutup auratnya dan bersikap sopan apabila keluar rumah, agar tidak merangsang kehadiran setan baik berupa masuia maupun jin.

2. Dari Ummul Mukminin „Aisyah ra. Beliau berkata: “para penunggang kuda /unta

melewati kami, sedang kami ketika itu bersama Rasulullah saw. dan kami dalam keadaan berihram, maka bila mereka lewat dihadapan kami, maka kami mengulurkan kerudung dari kepala (untuk menutupi) wajah masing-masing, apabila mereka telah melewati kami, maka kamipun membukanya ( wajah kami) ( HR Ahmad,Abu Daud, Ibn Majah dan lain-lain)

Hadits ini dinilai dha‟if oleh penganut paham yang mengecualikan wajah dan tangan dari aurat, karena salah seorang perawinya yaitu Yazid Ibn Abi Ziyad dinilai banyak ulama lemah. Kandungan hadits ini juga bertentangan dengan kandungan Hadits berikut ini.

3. Dari Ibn Umar. Bahwa Nabi saw bersabda” tidak (dibenarkan) wanita yang sedang berihram memakai cadar (penutup wajah) dan tidak juga memakai kaus tangan” ( HR Amad, Bukahari dan an-Nasa‟i ).

Hadits ini bertentangan dengan Hadist diatas, disamping larangan Nabi memakai cadar ketika berihram tidak bisa dijadikan dalil bahwa wanita –wanita ketikaitu memakai cadar. Kalaupun mereka memakainya tentu bukan karena perintah agama, tetapi adat atau kemauan sendiri.

Hadis –hadis yang menunjukkan seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan

kedua telaapak tangan

1. „Aisah ra berkata berkata bahwa Asma‟ putrid Abi Bakar ra. dating menemui

Rasulullah saw. dengan mengenakan pakaian tipis (transparan), maka rasulullah saw. berpaling enggan melihatnya dan be rsaba” sesungguhnya perempuan jika


(3)

telah haidh tidak lagi wajar terlihat darinya kecuali ini dan ini” ( sambil beliau

menunjuk kewajahdan telapak tangan beliau) ( HR Abu Daud dan al-baihaqi )

Hadist ini selain dikatakan lemah dari sisi sanadnya karena mursal oleh para penganut paham bahwa seluruh tubuh wanita aurat, juga diduga sebelum ditetapkannya kewajiban menutup seluruh tubuh. Tentu saja hal ini ditolak oleh penganut paham yang mengecualikan wajah dan tangan dengan mendatangkan riwayat lain yang menguatkan keshahihan hadist tersebut, seperti hadits yang diriwayatkan Ibn Jarir dari Qotadah:Nabi saw bersabda “ tidak halal bagi seorang perempuan yang percaya kepada Allah dan Hari kemudian dan telah haidh unuk menampakkan kecuali wajahnya dan tangannya sampai disini(lalu beliau memegang setengah tangan beliau ).

2. Hadits kedua adalah hadits Ibn Abbas yang menyatakan bahwa:”Rasulullah membonceng al-Fadl putra al-abbas ra. pada hari an-Nahr (lebaran haji ) dibelakang kendaraan unta beliau. Al-fadl adalah seorang pria yang gagah. Nabi saw member fatwa pada khalayak, lalu dating seorang perempuan yang cantik dan bertanya kepada rasulllahsaw. Al-Fadl terus menerus memandangnya dan ia mengagumi kecantikan wnita itu ketika itu Nabi menoleh kepadanya ,lalu nabi memalingkan dengan tangannya dagu Fadl, maka beliau memalingkan wajah

al-Fadl dari pandanngan kepada wanita itu. Lalu wanita itu berkata” sesungguhnya

ketetapan yang ditetapkan atas hamba-hambaNya haji, tetapi saya mendapatkan ayah saya dalam keadaan tua tidak mampu duduk diatas kendaraan, maka apa boleh

menghajikan untuknya?” Nabi menjawab “ya” ( HR Bukhari, Muslim, Abu Daud,

an-Nasa‟I dan lain lain).

Hadits ini menunjukkan ada bagian tubuh wanita yang terbuka yaitu wajah dan tangannya. Nabi memmbalikkan wajah al-fadl karena Nabi khawatir kehadiran setan yang bisa menjerumuskan keduanya apabila pandangan al-Fadl kepada wanita itu dilanjutkan apalagi mereka masih muda.

3. Melalui sahabat nabi Sahl Ibn Sa‟d bahwa ada seorang perempuan datang kepada rasulullah saw (sedang beliau ketika itu berada di mesjid) lalu perempuan itu

berkata” Wahai Rasulullah! Aku datang menyerahkan didrikukepadamu” ( maka beliau terdiam” sungguh aku melihat perempuan iu berdiri” kata Sahl ) lalu

Rasulullah saw melihatnya dan mengangkat pandangan beliaudan mengarahkannya (kepada wanita itu ) lalu beliau menundukkan kepala. Maka ketika perempuan itu melihat (menyadari) bahwa beliau tidak menghendaki sesuatu darinya ( yaknin tidak


(4)

bekenan menikahinya) maka dia duduk……( HR Bukhari, Muslim an-Nasa‟I dan lain -lain ).

Hadist ini menunjukkan ada bagian tubuh wanita yan dapat dilihat, buktinya Nabi saw mengarahkan pandangannya kepada wanita itu. Ini menjadi dasar bahwa wajah wanita bisa dilihat. Penulis tidak mendukung pendapat yang mengatakan bahwa semua tubuh wanita itu aurat, sehingga harus ditutup keseluruhannya. Karena dengan tampil seperti itu gugurlah fungsi hiasan atau keindahan dalam berpakaian, padahal al-qur‟an sendidri menyebutkan bahwa salah satu fungsi pakaian adalah sebagai hiasan, apalagi sifat wanita memang senang berhias. Sehingga kewajiban memakai pakaian yang menutup seluruh tubuh, telah mencabut hak wanita untuk tampail indah. Sebagaimana Hadits mengatakan “ ad-Dunya mata‟un wa khoiru mata‟iha al-mar‟ah”.

E. Klasifikasi Dan Kriteria Pakaian

Islam tidak menetapkan jenis pakaian tertentu baik bagi laki-laki maupun perempuan yang kemudian disebut pakaian Islam. Mereka boleh mengenakan pakaian jenis apapun yang mereka suka selama tidak ada teks agama yang mengharamkannya. Syari‟at menghargai keragaman lingkungan, suasana, tradisi dan adat istiadat termasuk di dalamnya kebiasaan berpakaian bagi laki-laki atau perempuan sebagaiman yang terdapat dalam firman Allah swt dalam surat al-Ahzab (33):59.

Mengacu pada pemahaman mengenai jilbab dan khimar dan kandungan ayat tentang pakaian perempuan, maka dietapkan beberapa kriteria pakaian yang sesuai dengan ajaran agama diantaranya:

1) pakaian itu menutup anggota badan selain wajah dan tangan sebagaimana firman Allah swt dala QS al-Ahzab 33/59

2). Bukan berfungsi sebagai perhiasan, syarat tersebut terdapat dalam firman Allah swt dalam surat al-Nur 24/31.

3). Tidak tipis atau transparan. Sebagai pelindung perempuan, secara otomatis, jilbab harus tebal dan tidak tranparan/tipis karena jika demikian akan semakin memancing fitnah (godaan) dari pihak laki-laki. Ancaman yang berat diancamkan sesuai sabda Nabi saw.:Nabi menceritakan, ada dua kelompok penghuni neraka yang tidak pernah beliau lihat

sebelumnya, yaitu:“kelompok yang membawa cambuk seperti ekor lembu yang digunakan

untuk mencambuk manusia, dan kelompok perempuan yang berpakaian tetapi seperti telanjang, melenggak lenggok menggoyangkan kepala bagai punggung unta bongkok;


(5)

mereka tidak akan masuk surge dan tidak akan mencium bau harumnya padahal bau

harumnya dapat tercium dari jarak tempuh sekian dan sekian” (H.R.Bukhairi).

Maksud berpakaian tapi telanjang yaitu, pakaian yang tidak berfungsi menutupi aurat, sehingga dapat memperlihatkan warna kulit karena tipis atau sempitnya pakaian tersebut. Ustamah Ibn zaid mengatakan “ Rasulullah saw memberiku pakaian kibthi” yang tebal hadiah dari du‟ayyah al-kalabi, lalu aku pakaikan pada istriku. Nabi smenegurku

“mengapa tidak kau pakai sendiri qibti ini?” aku menjawab “sudah aku pakaikan pada istri” lalu nabi bersabda “ suruh dia merangkapnya dengan pakaian dalam, aku khawatir

bentuk tubuhnya masih kelihatan” (H.R Ahmad dan baihaqi dengan sanad hasan).

4). Tidak diberi wangi-wangian. Abu Musa al-Asy‟ari pernah mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda “siapapun perempuan yang memakai wewangian kemudian melintas di kerumunan

orang agar mereka mencium bau harumnya, maka sesungguhnya ia melakukan zina”

5). Tidak memiliki unsur keserupaan dengan pakaian laki-laki, karena Nabi saw. mengutuk perempuan yang bergaya laki-laki maksudnya adalah hendaklah baju yang dipakai bukanlah pakaian khusus laki-laki. perempuan tidak boleh memakainya. Yang demikian haram baginya.

6). Tidak diniatkan sebagai pakaian kebanggaan, yakni setiap pakaian yang membuat pemakainya menjadi bangga ditengah orang banyak. Ibn Umar meriwayatkan bahwa Nabi bersabda:“barangsiapa mengenakan pakaian kebanggaan di dunia, maka Allah swt akan mengenakan untuknya pakaian kehinaan di hari kiamat kemudian menyalakan api di

dalamnya.”

7). Longgar dan tidak ketat, sehingga tidak menggambarkan sesuatu dari lekukan tubuhnya. Diantara maksud diwajibkannya jilbab adalah agar tidak timbul fitnah (godaan) dari pihak laki-laki. Hal ini tidak mungkin terwujud jika pakaian yang dikenakan oleh perempuan tidak ketat dan tidak membentuk lekuk tubuh.

Demikianlah pemaparan singkat tentang jilbab dalam persfektif al-Qur‟an. Sebelum mengakhiri tulisan ini penulis mengambil kesimpulan bahwa meskipun masing-masing kelompok, baik yangberpendapat bahwa seluruh tubuh wanita itu aurat, tanpa kecuali ,maupun kelompok yang berpendapat bahwa wajah dan telapak tangan bukan aurat, dengan argument masing-masing, namun penulis tidak mendukung pendapat yang mengatakan bahwa semua tubuh wanita itu aurat, sehingga harus ditutup keseluruhannya. Karena dengan tampil seperti itu (dengan seluruh tubuh tertutup pakaian ) gugurlah fungsi hiasan atau keindahan dalam berpakaian, padahal al-Qur‟an sendidri menyebutkan bahwa salah satu fungsi pakaian adalah sebagai hiasan, apalagi sifat wanita memang senang berhias. Sehingga


(6)

kewajiban memakai pakaian yang menutup seluruh tubuh, telah mencabut hak wanita untuk tampail indah. Karena permpuan memang hiasan dunia, sebagaimana Hadits mengatakan “ ad-Dunya mata‟un wa khoiru mata‟iha al-mar‟ah”. Wallahu „A‟lam bi ash-showab.