Sistematika Penulisan Simpulan Tinjauan Yuridis Terhadap Penetapan Bunga Tinggi dan Asas Kepatutan Dalam Perjanjian Utang Piutang.

Universitas Kristen Maranatha Data diperoleh dari berbagai sumber. Data yang diperoleh keseluruhannya dikumpulkan baik berupa buku, literatur, makalah ataupun jurnal. Setelah data dikumpulkan, digunakan metode deduktif untuk menganalisis data kepustakaan yang telah diperoleh. Dengan menggunakan metode deduktif ini dapat diketahui bagaimana pertanggung jawaban debitur atas tidak dibayarkan bunga tinggi dalam perjanjian utang piutang.

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah: BAB I PENDAHULUAN Bab I ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan penelitian, Kerangka pemikiran, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II TINJAUAN UMUM PERIKATAN Bab II ini akan membahas mengenai perikatan pada umumnya, pengertian perikatan, pengaturan hukum perikatan, sumber- sumber perikatan, perjanjian, syarat perjanjian, pelaksanaan perjanjian, asas-asas perjanjian, syarat-syarat perjanjian, macam- macam perikatan, wanprestasi dan akibatnya, penggantian kerugian, pembantalan perjanjian, hapusnya perikatan, Universitas Kristen Maranatha penggantian kerugian meliputi biaya dan bunga serta Perbuatan melawan hukum. BAB III PENETAPAN BUNGA DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG Bab III ini akan memaparkan Perjanjian Utang Piutang Dalam Hukum Positif Indonesia, Pengaturan Bunga Dalam Perjanjian Utang Piutang Memurut Hukum Positif Indonesia, Pengaturan Bunga Dalam Aktivitas Bisnis Bank, Penetapan Bunga Dalam Perjanjian Utang Piutang BAB IV PEMBAHASAN Bab IV akan dijelaskan konseksuensi hukum penetapan bunga tinggi dalam perjanjian utang piutang berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan akan dijelaskan pula bentuk pertanggungjawaban debitur atas tidak dibayarkannya bunga tinggi BAB V PENUTUP Bab V ini akan memaparkan kesimpulan atas pembahasan telah dikasi dan memberikan saran bagi permasalahan yang terjadi dan memberikan masukan kepada para pihak yang berkompeten dalam bidang hukum khusunya dalam hukum perjanjian. Universitas Kristen Maranatha BAB V PENUTUP

A. Simpulan

1. Penetapan bunga tinggi dalam perjanjian utang piutang berdasarkan asas kepatutan adalah merupakan hal yang tidak patut dan tidak layak. Walaupun bunga yang diperjanjikan diperbolehkan melebihi bunga yang diatur oleh undang-undang dengan syarat tidak bertentangaan dengan undang-undang dan belum terdapat pengaturan lebih lanjut mengenai bunga, tetapi bunga yang ditetapkan dalam perjanjian utang piutang tidak boleh memberatkan debitur. Bunga yang tinggi adalah memberatkan debitur. Hal tersebut dikerenakan bunga yang patut adalah bunga yang layak, dapat diterima banyak masyarakat dan memenuhi rasa keadilan. Penetapan bunga yang patut dan layak dapat terlihat pada bunga yang ditetapkan oleh bank terutama bank pemerintah. Karena bank menetapkan bunga berdasarkan perkembangan perekonomian yang terjadi, sesuai dengan kemampuan masyarakat serta bunga yang ditetapkan bank selalu diawasi oleh Bank Indonesia, terutama bank pemerintah selain diawasi Bank Indonesia, bank pemerintah pun diawasi oleh pemerintah sendiri karena bank tersebut milik pemerintah. Universitas Kristen Maranatha 2. Akibat hukum penetapan bunga yang lebih tinggi dari bunga lembaga keuangan bank dalam perjanjian utang piutang tidak memiliki sebab yang halal. Maka bunga tinggi yang ditetapkan dalam perjanjian uatang piutang adalah memberatkan debitur dan bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan baik dan ketertiban umum sesuai dengan Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dan Pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dianyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Dan penetapan bunga tinggi dalam perjanjian utang piutang tidaklah sesuai dengan kepatutan dan kebiasaan. Sedangkan bunga tinggi yang ditetapkan dalam perjanjian utang piutang bertentangan dengan kepatutan. Oleh karena itu, penetapan bunga tinggi dalam perjanjian utang piutang bertentangan dengan syarat sah perjanjian keempat yang diatur dalam Pasal 1320 yakni, kausa yang halal. Konsekuensinya perjanjian yang telah dibuat akan menjadi batal demi hukum dengan kata lain perjanjian tidak berkekuatan dan dianggap tidak pernah ada. 3. Bentuk pertanggungjawaban debitur atas tidak dibayarkannya bunga tinggi yang ditetapkan dalam perjanjian utang piutang adalah debitur tetap harus membayar bunga. Sebab kreditur telah memberi kenikmatan berupa sejumlah uang yang dapat dipergunakan oleh Universitas Kristen Maranatha debitur. Kreditur juga berhak atas keuntungan setelah memenuhi prestasi berupa menyerahkan uang sebagai kenikmatan bagi kreditur. Keuntungan yang seharusnya didapatkan kreditur dari utang piutang adalah melalui bunga. Bunga yang dipenuhi pun haruslah bunga yang wajar. Kreditur dapat memperoleh haknya yang berupa bunga melalui gugatan kepada pengadilan dengan mendasar kepada perjanjian yang telah dibuat sebelumnya. Yang mana kreditur mengalami kerugian atas tidak terpenuhi haknya dalam memperoleh bunga yang seharusnya didapatkan dari perjanjian utang piutang yang sebelumnya pernah ada. Dari gugatan dan proses acaranya hakim harus menilai besarnya bunga yang ditetapkan dalam perjanjian dan besarnya bunga yang seharusnya dibayarkan debitur kepada kreditur. Seperti Yurisprudensi M.A. tanggal 30-6-1970 No. 755 KSip1970 yang menyatakan bahwa menurut peraturan Woeker ordonantie S. 1938-524, apabila pengadilan menganggap bunga atas suatu pinjaman uang terlampau besar, Pengadilan Karena Jabatan dapat meringankan bunga tersebut.

B. SARAN