Penerapan Standar Nasonal Indonesia (SNI) Terhadap Produk Impor Dalam Rangka Perjanjian Asianchina Free Trade Area (ACFTA)

(1)

PENERAPAN STANDAR NASONAL INDONESIA (SNI) TERHADAP PRODUK IMPOR DALAM RANGKA PERJANJIAN

ASIANCHINA FREE TRADE AREA (ACFTA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

DWIHARDI MAHATMA NIM : 090200461

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMETERA UTARA MEDAN


(2)

PENERAPAN STANDAR NASONAL INDONESIA (SNI) TERHADAP PRODUK IMPOR DALAM RANGKA PERJANJIAN

ASIANCHINA FREE TRADE AREA (ACFTA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

DWIHARDI MAHATMA NIM : 090200461

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

(Windha,SH,MH) NIP.197501122005012002

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing II

(Prof. Budiman Ginting, SH, M.Hum) (Dr.Mahmul Siregar, SH, M.Hum) NIP.195905111986011001 NIP.197302202002121001


(3)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan Puji dan Syukur kepada Tuhan, atas kasih dan karunia-Nyalah, yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, dan ketekunan kepada penulis, sehingga mampu dan berhasil menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini adalah salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari terdapatnya kekurangan, namun demikian dengan berlapang dada penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang menaruh perhatian pada skripsi ini.

Demi terwujudnya penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah lulus dan ikhlas dalam memberikan bantuan untuk memproleh bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Budiman Ginting, SH, M.Hum, sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, M.Hum, DFM sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

4. Bapak Husni, SH, M.Hum, sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan

5. Ibu Windha, SH, MH sebagai Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Ramli Siregar SH, M.Hum sebagai Sekertaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Deni Amsari Purba SH selaku dosen penasehat akademik penulis. 8. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, sebagai pembimbing II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Ibu Keriahen Purba, SH atas bimbingan ,semangat dan dukungan buat penulis. 10. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara yang telah mengajar dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Unversitas Sumatera Utara

11. Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Administrasi perpustakaan serta para pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

12. Kepada Kedua Orang tua penulis (Kitemalem Sembiring dan Nansi Ginting) atas bimbingan nasihat yang selalu menguatkan penulis dalam suka duka menyelesaikan skripsi ini.

13. Kepada abang penulis Teja Kirana atas dukungannya

14.Sahabat sahabat seperjuangan penulis Livi Agustri Sembiring, Yunita R Panjaitan, Anggota Lorong sembilan, ies community yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu dan teman-teman departemen hukum ekonomi Stambuk 09 di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini. Semoga ilmu penulis bermakna dan berguna sampai akhir hayat.

Medan, November 2013 Penulis


(6)

ABSTRAKSI

Prof. Budiman Ginting, SH, M.Hum * Dr.Mahmul Siregar, SH, M.Hum**

Dwihardi Mahatma ***

Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada penjualan produk antar Negara tanpa pajak ekspor–impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antara individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di Negara berbeda. Perdagangan internasional sering di batasi oleh berbagai pajak Negara , biaya tambahan yang diterapkan pada ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor.

Permasalahan yang timbul adalah mengenai tinjauan hukum SNI dan meninjau kedudukan SNI dalam perjanjian ACFTA serta memecahkan tentang penerapan SNI terhadap produk impor dalam rangka Perjanjian Asian China Free Trade Area (ACFTA).

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif meliputi bahan hukum sekunder dimana memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, bahan hukum tersier dimana terdapat bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, dan bahan hukum primer dimana mengikat seperti peraturan perundang-undangan di luar KUHP yang berkaitan dengan permasalahan tentang penerapan SNI terhadap produk impor dalam rangka perjanjian Asian China Free Trade Area

ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) merupakan kawasan bebas yang dibentuk antara negara-negara anggota ASEAN dengan China. ACFTA merupakan salah satu bentuk perdagangan bebas yang dilakukan Indonesia. ACFTA merupakan kawasan perdagangan bebas antara negara-negara anggota ASEAN dan China yang telah disepakati sejak tahun 2001. Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) terbentuk berdasarkan atas dasar hukum internasional yaitu Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-Operation between ASEAN and the People’s Republic of China yang ditandatangani pada 4 November 2002 di Phnom Penh, Kamboja oleh para kepala pemerintahan negara-negara ASEAN dengan kepala Pemerintahan Republik Rakyat China (RRC). Indonesia merupakan negara yang besar, dan juga merupakan pelopor pendirian ASEAN yang juga mendukung terbentuknya

kawasan perdagangan bebas ASEAN-China.

*Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………..……….……. … i

ABSTRAKSI ……… iv

DAFTAR ISI ……… v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……….. … 1

B. Perumusan Masalah ……….. 9

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ………. 9

D. Keaslian Penulisan ……… 10

E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian ASEAN (Association of South-East Asian Nations) ……… 11

2. Pengertian AFTA (Asean Free Trade Area) ………… 12

3. Pengertian FTA (Free Trade Agreement) ………. 12

4. Pengertian Free Trade (Perdagangan Bebas) ………… 13

5. Pengertian GATT (General Agreement on Trade Tariffs)13 F. Metode Penelitian ………. 14

G. Sistematika Penulisan ……….. 15

BAB II TINJAUAN HUKUM MENGENAI STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) A. Sejarah Pengaturan Standar Nasional Indonesia ………… 18


(8)

B. Tujuan Penerapan Standar Nasional Indonesia ………….. 21

C. Ruang Lingkup Standar Nasional Indonesia ……….. 23

D. Sistem Penerapan Standar Nasional Indonesia ………….. 24

E. Pengawasan dan Sanksi ……….. 28

BAB III KEDUDUKAN SNI DALAM PERJANJIAN ACFTA A. Tinjauan Mengenai ACFTA 1. Sejarah ACFTA ………. 31

2. Dasar Hukum ACFTA ……….. 35

3. Lingkup Kesepakatan ACFTA ……….… 36

4. Prinsip Kerja sama dalam ACFTA ………... 44

B. Peranan Standar Nasional Indonesia dalam ACFTA ……. 50

C. Sistem Penerapan Standar Nasional Indonesia Sebelum Lahirnya ACFTA ……….. 53

D. Sistem Penerapan Standar Nasional Indonesia Setelah Lahirnya ACFTA ………..………….. 55

BAB IV PENERAPAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) TERHADAP PRODUK IMPOR DALAM RANGKA PERJANJIAN ASEAN FREE TRADE AREA (ACFTA) A. Prosedur Penerapan Standar Nasional Indonesia ……….... 66

B. Dasar Hukum Standar Nasional Indonesia dalam ACFTA ……… 70


(9)

C. Jenis-jenis produk yang wajib diberi Label pada

Produk ACFTA ……… 74 D. Kepentingan Indonesia dalam Penerapan Standar

Nasional Indonesia pada ACFTA ………... 76 E. Akibat Hukum Pelanggara Standar Nasional Indonesia

dalam Kerangka ACFTA ………. 86

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……….. 95

B. Saran ……… 97

DAFTAR PUSTAKA


(10)

ABSTRAKSI

Prof. Budiman Ginting, SH, M.Hum * Dr.Mahmul Siregar, SH, M.Hum**

Dwihardi Mahatma ***

Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada penjualan produk antar Negara tanpa pajak ekspor–impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antara individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di Negara berbeda. Perdagangan internasional sering di batasi oleh berbagai pajak Negara , biaya tambahan yang diterapkan pada ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor.

Permasalahan yang timbul adalah mengenai tinjauan hukum SNI dan meninjau kedudukan SNI dalam perjanjian ACFTA serta memecahkan tentang penerapan SNI terhadap produk impor dalam rangka Perjanjian Asian China Free Trade Area (ACFTA).

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif meliputi bahan hukum sekunder dimana memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, bahan hukum tersier dimana terdapat bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, dan bahan hukum primer dimana mengikat seperti peraturan perundang-undangan di luar KUHP yang berkaitan dengan permasalahan tentang penerapan SNI terhadap produk impor dalam rangka perjanjian Asian China Free Trade Area

ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) merupakan kawasan bebas yang dibentuk antara negara-negara anggota ASEAN dengan China. ACFTA merupakan salah satu bentuk perdagangan bebas yang dilakukan Indonesia. ACFTA merupakan kawasan perdagangan bebas antara negara-negara anggota ASEAN dan China yang telah disepakati sejak tahun 2001. Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) terbentuk berdasarkan atas dasar hukum internasional yaitu Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-Operation between ASEAN and the People’s Republic of China yang ditandatangani pada 4 November 2002 di Phnom Penh, Kamboja oleh para kepala pemerintahan negara-negara ASEAN dengan kepala Pemerintahan Republik Rakyat China (RRC). Indonesia merupakan negara yang besar, dan juga merupakan pelopor pendirian ASEAN yang juga mendukung terbentuknya

kawasan perdagangan bebas ASEAN-China.

*Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pada masa era globalisasi ini, melakukan suatu hubungan luar negeri sangatlah penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara, termasuksalah satunya dengan melakukan kegiatan perdagangan yaitu perdagangan Internasional.1

1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri. Banyak faktor–faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap Negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya: Kondisigeografi, iklim, tingkat pegusaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap Negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri

Manfaat perdagangan internasional, menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut:

2. Memperoleh keuntungandari spesialisasi. Sebab utama kegiatanperdagangan luar negeri adalah untukmemperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu Negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh Negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar Negeri 3. Memperluas pasar danmenambah keuntungan terkadang parapengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produiksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akanterjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan

1. Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, PT Rajagrafindo Persada , Jakarta,2005,hlm. 252


(12)

turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri

4. Transfer teknologi modern. Perdaganganluar negeri memungkinkansuatu Negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan cara-cara manejemen yang lebih modern.2Dewasa ini kegiatan Negara dibidang perdagangan internasional diatur sekumpulan peraturan internasional yang cukup rumit yang ketentuan-ketentuan pokoknya termuat dalam General Agreement On Tariffs and Trade (GATT) yang ditandatangani Negara-negara pada tahun 1947. Disepakatinya GATT didasarkan pada pertimbangan bahwa hubungan antar Negara di bidang perdagangan dan ekonomi harus dijalankan dengan sasaran untuk meningkatkan standar hidup, menjamin lapangan kerja dan meningkatkan penghasilan dan pemenuhan kebutuhan, pemanfaatan sumber-sumber daya dunia sepenuhnya serta memperluas produksi serta pertukaran barang. Cara untuk mencapai tujuan-tujuan ini adalah dengan mengadakan pengaturan timbal balik dan saling menguntungkan untuk mengurangi tarif dan hambatan-hambatan perdagangan lain, serta menghilangkan diskriminasi dalamperdagangan internasional.3

2 Apridar,ekonomi internasional (sejarah, teori,konsep dan permasalahan dalam aplikasinya), graha ilmu,Yogyakarta,2009, hlm.75

Terkait dengan perdagangan bebas ACFTA,Perjanjian tersebut dapat menimbulkan dampak baik positif maupun negatif.Dampak positif dari perjanjian ACFTA tersebut akan dinikmati langsung oleh sektor yang produknya langsung

3 DR.Hata,SH.,MH,Perdagangan internasional dalam Sistem GATT & WTO Aspek-aspek hukum & dan non hukum, ( Bandung , Agustus 2006) hlm 1-2


(13)

ekspor ke China, sementara dampak negatif dirasakan oleh produsen dalam negeri yang produknya sejenis dengan produkimpor China, yang dipasarkan didalam negeri dan memiliki tingkat daya saing yang relatif kurang kompetitif. Data perdagangan antara Indonesia dan ASEAN-China sejak tahun 2005 menunjukkan, netto perdagangan ekspor–impor antara Indonesia -China mulai mencatat defisit untuk Indonesia. bahkan khusus untuk tahun 2010, defisit perdagangan antara Indonesia-China mengalami kenaikan 37%per tahun4

Perdagangan bebas adalah sebuahkonsep ekonomi yang mengacu kepada penjualan produk antar Negara tanpa pajak ekspor–impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yangditerapkan pemerintah) dalam perdagangan antara individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di Negara berbeda. Perdagangan internasional sering di batasi oleh berbagai pajak Negara , biaya tambahan yang diterapkan pada ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori semua hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas namun dalam kenyataannya,perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas.

Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi kepentinganperusahaan – perusahaan besar.5

4 Admin Situs Perjanjian perdagangan RI-China Harus Direvisi ,http://bataviase.co.id,

Dalam suatu sistem perdagangan bebas, setiap Negara mengkhususkan modal dan tenaga kerjanya pada

pekerjaan-Diakses tanggal 3 juni 2013 5Apridar, op.cit., hlm. 76


(14)

pekerjaan yang paling menguntungka baginya. usaha mengejar keuntungan individual ini sangat terkait dengan kebaikan bagi semua secara universal. Dengan mendorong industri, dengan memberikan imbalan pada kecerdikan, dan dengan memanfaatkankekuatan khusus yang paling efisien yang diberikan alam, dia mendistribusikan kerja secara paling efektif dan paling ekonomis sementara itu dengan meningkatkan produksi massal secaraumum,ia menyebarkan keuntungan secara umum, dan mengikat dengan kepentingan bersama dan hubungan bersama , masyarakat bangsa-bangsa diseluruh dunia beradab.6 Perdagangan bebas dikatakan akan membawakeuntungan bagi para pesertanya dan akan mengurangi kesenjangan antar Negara. ‘’Free trade’’ akan meningkatkan

‘’economic growth’’ yang selanjutnya akan membawa perbaikan standar kehidupan. Hal tersebut ditandai dengan kenaikan GNP .Dalam kenyataannya hal itu adalah sebagian dari skenario. Globalisasi adalah gerakan perluasan pasar, dan disemua pasar yang berdasarkan persaingan , selalu ada yang menang dan yang kalah . perdagangan bebas juga menambah kesenjangan antara Negara-negara maju dan Negara-negara pinggiran (periphery), yang akan membawa akibat pada komposisi masyarakat dan kondisi kehidupan mereka. Ini adalah kecendrungan sejak berakhirnya Perang Dunia II. Bertambahnya utang Negara-negara dunia ketiga, tidak seimbangnya neraca perdagangan, buruknya kehidupan kondisi buruh, dan lingkungan hidup dan tiadanya perlindungan konsumen adalah sebagian dari gejala-gejala negeri-negeri yang kalah dalam perdagangan bebas. 7

6 DR.Hata,SH.,MH, op.cit., hlm 17

7 Husni Syawali,S.H.,MH , Neni Sri Imaniyati,S.H.,MH hukum perlindungan konsumen ( Bandung, Penerbit Mandar Maju 2000) hlm 3-4


(15)

Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materill maupunformal makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkan dalam rangka mencapai sasaran usaha . dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung maka konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan dampaknya. Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikanperlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak untuk segera dicari solusinya , terutama di Indonesia, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen , lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang.8

Menghadapi perdagangan bebas seperti ASEAN China Free Trade Agreement/ ACFTA yang efektif berlaku sejak 1 januari 2010, salah satu strategi untuk mampu bersaing adalah dengan menghasilkan produk (barang dan jasa) yang berkualiatas .namun dalam beberapa dekade ini, ini kita sering menemui dan dihadapkan oleh berbagai kasus terkait dengan kualitas dan keamanan produk. Menurut penelitian pengalaman Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), penggunaan standar Standar Nasional Indonesia atau SNI bagi produk didalam negeri masih sangat rendah . selain itu masih


(16)

banyak barang-barang yang masuk ke Indonesia bermutu dibawah standar SNI. Sementara terkait pemberlakuan SNI Secara wajib yang bertujuan untuk melindungi kepentingan umum , keamanan , keselamatan, kesehatan, serta lingkungan hidup pelaksanaan SNI wajib dilakukan melalui peraturan teknisyang diterbitkan oleh regulator.9

Mainan anak – anak, sampai saat ini belum masuk skala prioritas jika dibandingkandengan ban mobil dan berbagai produk yang sehari–hari menyangkut kehidupan. Jika memungkinkan semua produk punya SNI, walaupununtuk menetapkan SNI ada persyaratan dan kelengkapannya.” Belum lama ini, pemerintah juga memperketat pengawasan peredaran ban di pasar dalam negeri, sebagai respons terhadap maraknya peredaran ban impor tanpa tanda SNI.10

Agar SNI memperoleh keberterimaan yang luas antara para stakeholder, maka SNI dirumuskan dengan memenuhi WTO Code of good practice, yaitu: a. Openess (keterbukaan): Terbuka bagi agar semua stakeholder yang

berkepentingan dapat berpartisipasi dalam pengembangan SNI;

b. Transparency (transparansi): Transparan agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap pemrograman dan perumusan sampai ke tahap penetapannya . Dan dapat dengan mudah memperoleh semua informasi yang berkaitan dengan

9 Seminar Nasional Standardisasi: standar adalah sarana utama suatu bangsa untuk menghargai ‘’mutu‘’bukan ‘’harga’’ suatu barang,

http://www.bsn.go.id/news_detail.php?news_id=4029, diakses tanggal 3 juni 2013

10http://www.kemenperin.go.id/artikel/1955/PEMERINTAH-PERKETAT-PENERAPAN-SNI,diakses pada tanggal 6 juni 2013.


(17)

pengembangan SNI;

c. Consensus and impartiality (konsensus dan tidak memihak): Tidak

memihak dan consensusagar semua stakeholder dapat menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara adil

d. Effectiveness and relevance : Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi perdagangan karena memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e. Coherence: Koheren dengan pengembangan standar internasional agar

perkembangan pasar negara kita tidak terisolasi dari perkembangan pasar global dan memperlancar perdagangan internasional; dan

f. Development dimension(berdimensi pembangunan): Berdimensi

pembangunan agar memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional.11

Dalam lima tahun terakhir peningkatan impor dari china pada umumnya 20 % per tahunnya . hal ini menunjukkan bahwa produk produk China berpotensi dan sudah menjadi ancaman ancaman terhadap pasar domestik untuk produk yang sejenis pada bulan januari 2010, produk China praktis menguasai setiap lini di Indonesia. Dimana kualitas barangnya seadanya , tetapi harganya yang murah meriah membuat produk China laku keras. Data perdagangan akhir 2010, neraca perdagangan Indonesia–China defisit


(18)

di pihak Indonesia. Nilai ekspor Indonesia ke China 49,2 Milyardollar AS, sementara nilai impor dari China sebesar 52 milyar dollar AS.12

ACFTA ( ASEAN-China Free Trade Area) atau FTA China-ASEAN merupakan kesepakatan antara Negara-negara anggota ASEAN dengan China Untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif maupun non tarif, ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa , peraturan dan ketentuan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China. 13

Cakupan kerja sama ekonomi antar-negara ASEAN terus berkembang dan diperluas melalui kerjasama dengan Negara-negara disekitar ASEAN, seperti:China, jepang, Korea, India, Australia dan Selandia Baru. Dari beberapa tersebut , China merupakan Negara yang paling banyak mendapatkan perhatian ASEAN terkait dengan kekuatan ekonominya yang terus membukukan pertumbuhan tinggi selama tiga dekade.Dengan pertumbuhan ekonomi yang melaju pesat , kekuatan perekonomian China berhasil melampui Jepang ditahun 2010 setelah beberapa tahun sebelumnya melampui Jerman, Perancis, dan Inggris. Diprediksi kekuatan ekonomi China akan melampui AS dan menjadi Negara dengan perekonomian tebesar di dunia sebelum tahun (selanjutnyadisebut dengan ACFTA)

12 ‘’Produk China di Setiap Lini’’,kompas 12 april 2011

13 http://ditjenkpi.depdag.go.id/Umum/Regional/Win/ASEAN%20%20China%20FTA.pdf, diakses pada tanggal.11 agustus 2013


(19)

2030. Merujuk pada kekuatan ekonomi yang dimiliki china, Negara ini menjadi pilihan paling strategi dirangkul dalam kerjasama ekonomi .14

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, di dalam skripsi ini penulis akan membahas tentang bagaiamana tinjauan hukum mengenai Standar Nasional Indonesia, Kedudukan SNI Dalam perjanjian ACFTA, serta Penerapan SNI dalam rangka perjanjian ACFTA.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah disampaikan sebelumnya, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana tinjauan hukum mengenai Standar Nasional Indonesia (SNI) ? 2. Bagaiamana kedudukan SNI dalam perjanjian ACFTA ?

3. Bagaimana penerapan Standar Nasional Indonesia terhadap produk impordalam rangka Perjanjian Asian China Free Trade Area (ACFTA) ?

C Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik sebagai mata kuliah pembulat studi guna memperolehgelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Namun disamping Tujuan diatas terdapat tujuan – tujuan lainnya yaitu:

14 www.bsn.go.id/files/1704711/genapsnibuku/BAB_1.pdf,hal.8,diakses pada tanggal 11 agustus 2013


(20)

1. Untuk memahami kajian atau pandangan hukum tentang Standar Nasional Indonesia

2. Untuk mengetahui sejauh mana dasar hukum SNI dalam perjanian ACFTA

3. Untuk mendeskripsikan pengaturan SNI didalam Perjanjian ACFTA

Manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis

Pembahasan terhadap masalah dalam tulisan ini akan memberikan pemahaman mengenai pengaturan SNI ,latar belakang ACFTA ,dan prosedur penerapan SNI, mengingat bahwa buku dan tulisan yang membahas masalah yang berkenaan dengan tema tulisan ini masih minim maka penulisan ini didukung oleh pendapat sarjana , untuk itu penulis mengharapkan tulisan ini dapat menambah wawasan pemikiran terhadap pengaturan SNI terkait ACFTA .

2. Secara praktis

Tulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pembaca , baik kalangan akademis dan para investor asing yang ingin mengekspor barang ke Indonesia dan untuk mengetahui betapa pentingnya Penerapan SNI dalam mengekspor barang ke Indonesia .

D. Keaslian Penulisan


(21)

Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara skripsi dengan judul ‘’Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) Terhadap Produk Impor Dalam Rangka Perjanjian Asian China Free Trade Area (ACFTA) ‘’ ini belum pernah ditulis sebelumnya .Dengan demikian, dilihat dari permasalahan serta tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan skripsi ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan karya sendiri yang asli yang disusun melalui refrensi buku-buku dan informasi dari media cetak maupun media elekronik sehingga hasil penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan terutama secara ilmiah atau secara akademik .

E. Tinjauan Kepustakaan

1. ASEAN (Association of South-East Asian Nations)

Asosiasi Negara Asia Tenggara. ASEAN di dirikan pada tahun 1967untuk mendorong kerja sama di bidang politik, ekonomi , dan sosial diantara enam anggotanya : Indonesia, Brunei, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Alamat: Association of Southeast Asian Nations,Jalan Sisingamangaraja PO BOX 2072, Jakarta Indonesia; Tel:(21)712272.15

15 Drs.Tumpal Rumapea,MA kamus lengkap perdagangan Internasional , PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010 hlm 19

Dalam masalah perdagangan, di ASEAN berlaku Zona perdagangan bebas (AFTA) yang secara terus- menerus melakukan berbagai pengurangan melakukan berbagai pengurangan tarif terhadap berbagai komoditas. Untuk mendorong ekspor, ASEAN membukaASEAN trade Promotion Center di Rotterdam , kemudian ASEAN Promotion Center on Trade, Investment and Tourism di Tokyo. Selain


(22)

itu, ASEAN juga sering menyelenggarakan ASEAN Trade Fair guna mempromosikan komoditas produk ASEAN.16

2. AFTA (ASEAN Free Trade Area)

Kawasan perdagangan ASEAN yang beranggotakan 6 negara yaitu Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Pillipina, dan Brunei. Pertemuan pertama diadakan di Manila pada bulan oktober 1992, yang membahas mengenai penurunan tarif sampai tingkat maksimum 5% dalam jangka waktu 15 tahun di mulai pada 19 januari 1993 untuk 15 produk sektor industri: semen, produk karet,furniture , tekstil, minyak nabati, kimia, farmasi, pupuk, plastik, produk kulit, pulp, keramik dan produk gelas, perhiasan, tembaga, dan elektronik .17

3. FTA ( Free Trade Agreement)

Perjanjian perdagangan bebas, suatu perjanjian perdagangan yang menetapkan bahwa pertukaran dan aliran barang dan jasa yang tidak dihalangi diantara sesama Negara-negara mitra dagang. FTA tidak memberlaukan adanya mobilitas tenaga kerja antar Negara atau kebijakan bersama seperti perpajakan. Negara-negara anggota kawasan perdagangan bebas memberlakukan kebiakan tariff secara sendiri-sendiri kepada Negara-negara di luar di luar perdagangan bebas .18

16Apridar, op.cit., hlm.235 17Tumpal, op.cit., hlm.19 18Ibid., hlm 286


(23)

4. Free Trade (Perdagangan Bebas)

Free trade atau perdagangan bebas hambatan adalah suatu konsep ekonomi di mana lalulintas trsansaksi perdagangan antar bangsadilakukan secara bebas tanpa hambatan. Hal ini berarti berarti bahwa lalulintas barang antar Negara tidak lagi dibatasi dan dibebani dengan apa yang lazim disebut dengan dinding-dinding tarif bea masuk sistem kuota maupun prosedur pabean yang rumit dan berbelit-belit.19

5. GATT (General Agreement on Trade Tariffs)

General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) atau ‘’ Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan’’ yang ditandatangani pada 1947 adalah suatu kesepakatan multilateral yang mewajibkan Negara anggotanya untuk melakukan kerjasam ekonomi internasional. GATT menuntut anggotanya untuk mengorganisasikan perdagangan luar negeri mereka sesuai dengan prinsip perlakuan bangsa yang paling menguntungkan (most-favoured nation treatment). Yaitu yang bertujuan untuk membuat perdagangan luar negeri sebebas mungkin melalui penurunan tingkat tarif dan penghapusan hambata kuota impor, dan untuk memberikan pengarahan tertentu terhadap kebijakan perdagangan luar negeri Negara-negara tersebut. 20

19 Amir M.S, seluk beluk dan teknik perdagangan luar negeri ( Jakarta: Penerbit PPM,2000) hal 203


(24)

F. Metode Penulisan

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Metode merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada dalam suatupenelitian yang berfungsi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.21Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah bersifat normatif.22Alasan penggunaan penelitian hukumm normatif ialah penelitian ini mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan. Dalam skripsi ini digunakan metode penelitian kepustakaan yakni tata cara pengumpulan data yang bersumber pada bahan-bahan kepustakaan.23

2. Sumber Data/ Bahan Hukum

Dalam Metode ini penulis melakukan penelitian dengan menggunakanbahan-bahan berupa bahan hukum primer 24 dan bahan hukum sekunder25

21Soerjono Soekanto, Pengantar penelitian hukum, cet. III(Jakarta: Universitas Indonesia-press,1986),hal.7 .

bahan hukum primer dalam penulisan ini berupa peraturan perundang-undangan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2004 tentang pengesahan ,Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Framework Agreement on Comprehensive Economic

22 Penelitian Normatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang tertulis baik yang dituangkan dalam bentuk peraturan-peraturan maupun dalam bentuk literatur lainnya

23 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji , penelitian hukum normatif suatu tinjuan singkat (Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada,2001), hal.13-14.

24 Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat seperti norma dasar , peraturan dasar , ketetapan MPR , Undang-Undang, Peraturan pemerintah , Keputusan

Presiden , Peraturan Daerah , Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan ,Yurisprudensi , Traktat , Pweraturan dari zaman Penjajahan yang kini masi berlaku.

25 Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi bahan primer serta implementasinya , contoh, buku, makalah dan artikel ilmiah.


(25)

between the Association of Southeast Asian Nations and the People’s Republic of China .Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini berupa buku dan artikel dari internet .Bahan hukum sekunder ini digunakan sebagai dasar hukum dan dasar teori dalam penelitian ini .

3. Alat Pengumpul Data

Alat Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalahstudi dokumen, yaitu mencari dan mengumpulkan data berdasarkan data yang tertulis seperti buku, peraturan-peraturan dan tesis.

4. Analisis data

Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif26, sebagai hasil pengumpulan data melalui data sekunder, yaitu studi terhadap dokumen sehingga hasil dari analisa tersebut dapat ditarik kesimpulan yang dikaitkan dengan teori-teori, konsep yang mempunyai relevansi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam rumusan masalah.

G.Sistematika Penulisan

Pada dasarnya sistematika penulisan adalah gambaran-gambaran umum dari keseluruhan isi penulisan skripsi sehingga mudah untuk mencari hubungan antara satu pokok pembahasan dengan pokok pembahasan yang lain. Hal ini sesuai dengan pengertian sistem yaitu rangkaian beberapa komponen yang satu sama lain saling berkaitan atau berhubungan untuk terjadinya suatu hal. Skripsi ini disusun dalam lima bab, dimana masing-masing bab terdiri dari

26 Metode kualitatif merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data perspektif analitis , yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata. Ibid hal 67.


(26)

beberapa sub-bab yang disesuaikan dengan kebutuhan jangkauan penulisan dan pembahasan bab yang dimaksudkan. Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini berisikan gambaran umum mengenai latar belakang masalah yang menjadi dasar Penulisan, pokok permasalahan , manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan , metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN HUKUM MENGENAI STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI)

Dalam bab ini diuraikan tentang sejarah pengaturan SNI , Tujuan Penerapan SNI, Ruang Lingkup SNI, bagaimana Penerapan SNI itu sendiri, sertaBagaimana Pengawasan dan Sanksi terhadap pelanggaran SNI.

BAB III KEDUDUKAN SNI DALAM PERJANJIAN ACFTA

Didalam bab ini diawali dengan menjelaskan Tinjauan mengenai ACFTA adapun didalamnya tentang:Sejarah terbentuknya ACFTA,Selanjutnya pemberlakuan Dasar hukum ACFTA, kemudian di jelaskan lingkup kesepakatan ACFTA, dan Prinsip- Prinsip kerjasama ACFTA.pada poin selanjutnya akan dibahas peranan SNI dalam ACFTA. bagaimana sistem penerapan SNI sebelum lahirnya ACFTA, dan terakhir bagaimana sistem Penerapan SNI setelah lahirnya ACFTA.


(27)

BAB IV PENERAPAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) TERHADAP PRODUK IMPOR DALAM RANGKA PERJANJIAN ASIAN FREE TRADE AREA (ACFTA)

Di dalam Bab IV ini diawali dengan hal-hal yang menjadi prosedur Penerapan SNI , apa yang menjadi dasar hukum SNI dalam Perjanjian ACFTA, jenis-jenis produk apa yang wajib di beri label pada produk ACFTA , Bagaiamanakepentingan Indonesia dalam menerapkan SNI pada produk ACFTA,dan bagaimana akibat hukum pelanggaran SNI dalam Kerangka ACFTA .

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab terakhir ini, penulis memberikan kesimpulan yang merupakan intisari bab-bab sebelumnya serta jawaban atas pokok permasalahan dalam penelitian ini. Selain itu, penulis juga mengemukakan saran-saran untuk Penerapan Standar Nasional di Indonesia .


(28)

BAB II

TINJAUAN HUKUM MENGENAI STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI)

A. Sejarah Pengaturan SNI

Standar Nasional Indonesia (SNI), adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional.27

Badan Standardisasi Nasional merupakan kegiatan

28Dalam melaksanakan tugasnya Badan

Standardisasi Nasional berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.Badan ini menetapka tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di bidang akreditasi dilakukan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). KAN mempunyai tugas menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan serta saran kepada BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi.Sedangkan pelaksanaan tugas dan fungsi BSN di bidang Standar Nasional untuk Satuan Ukuran dilakukan oleh Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (KSNSU). KSNSU mempunyai

27 Pasal 1 Peraturan Pemerintah RI No. 102 Tahun 2000 berisi tentang Standardisasi Nasional


(29)

tugas memberikan pertimbangan dan saran kepada BSN mengenai standar nasional untuk satuan ukuran.Sesuai dengan tujuan utama standardisasi adalah melindungi produsen, konsumen, tenaga kerja dan masyarakat dari aspek keamanan, keselamatan, kesehatan serta pelestarian fungsi lingkungan, pengaturan standardisasi secara nasional ini dilakukan dalam rangka membangun sistem nasional yang mampu mendorong dan meningkatkan, menjamin mutu barang dan/atau jasa serta mampu memfasilitasi keberterimaan produk nasional dalam transaksi pasar global. Dari sistem dan kondisi tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk barang dan/atau jasa Indonesia di pasar global

Standar Nasional Indonesia (disingkat SNI) adalah satu-satunya yang berlaku secara nasional di dan ditetapkan ole keberterimaan yang luas antara para stakeholder, maka SNI dirumuskan dengan memenuhi WTO Code of good practice, yaitu:29

1. Openess (keterbukaan): Terbuka bagi agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat berpartisipasi dalam pengembangan SNI;

2. Transparency (transparansi): Transparan agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap pemrograman dan perumusan sampai ke tahap penetapannya . Dan dapat dengan mudah memperoleh semua informsi yang berkaitan dengan pengembangan SNI;


(30)

3. Consensus and impartiality (konsensus dan tidak memihak): Tidak memihak dan konsensus agar semua stakeholder dapat menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara adil;

4. Effectiveness and relevance: Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi perdagangan karena memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

5. Coherence: Koheren dengan pengembangan standar internasional agar perkembangan pasar negara kita tidak terisolasi dari perkembangan pasar global dan memperlancar perdagangan internasional; dan

6. Development dimension (berdimensi pembangunan): Berdimensi pembangunan agar memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional.

Dengan adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, Sasaran utama dalam pelaksanaan standardisasi, adalah meningkatnya ketersediaan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mampu memenuhi kebutuhan industri dan pekerjaan instalasi guna mendorong daya saing produk dan jasa dalam negeri, secara umum SNI mempunyai manfaat, sebagai berikut:

1. dari sisi produsen

Terdapat kejelasan target kualitas produk yang harus dihasilkan sehingga terjadi persaingan yang lebih adil;


(31)

Dapat mengetahui kualitas produk yang ditawarkan sehingga dapat melakukan evaluasi baik terhadap kualitas maupun harga;

3. dari sisi Pemerintah

Dapat melindungi produk dalam negeri dari produk-produk luar yang murah tapi tidak terjamin kualitas maupun keamanannya, dan meningkatkan keunggulan kompetitif produk dalam negeri di pasaran internasional.

B. Tujuan Penerapan SNI

Pada dasarnya, semua bentuk kegiatan, jasa dan produk yang tidak memenuhi ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) diperbolehkan dan tidak dilarang.Meskipun begitu, kita juga tahu agar produk dalam negeri bisa bersaing secara sehat di dunia internasional maka sangatlah diperlukan penerapan SNI.Pemberlakuan SNI terhadap semua bentuk kegiatan dan produk dimaksudkan untuk melindungi kepentingan umum, keamanan negara, perkembangan ekonomi nasional dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.Andaikata SNI ini diterapkan oleh semua bentuk kegiatan dan produk maka sangatlah mendukung percepatan kemajuan di negeri ini.Seperti halnya di negara-negara eropa yang produk-produknya memenuhi standar nasional bahkan internasional.

Dengan adanya standardisasi nasional maka akan ada acuan tunggal dalam mengukur mutu produk dan atau jasa di dalam perdagangan, yaitu Standar Nasional Indonesia, sehingga dapat meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik


(32)

untukkeselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkunganhidup.

Ketentuan mengenai standardisasi nasional telah diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 102 Tahun 2000 berisi tentang Standardisasi Nasional yang ditetapkan oleh Presiden RI pada tanggal 10 November 2000. Ketentuan ini adalah sebagai pengganti PP No. 15/1991 tentang Standardisasi Nasional Indonesia dan Keppres No. 12/1991 tentang Penyusunan, Penerapan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia

Di dalam Peraturan Pemerintah RI No.102 Tahun 2000 tentang Standarnisasi Nasional pada butir a dan b menjelaskan bahwa tujuan penerapan SNI adalah :

a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya gunaproduksi, mutu barang, jasa, proses, sistem dan atau personel, yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing, perlindungan konsumen, peluusaha, tenaga kerja dan masyarakat khususnya di bidang keselamatan,keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup, maka efektifitas pengaturan dibidang standardisasi perlu lebih ditingkatkan;

b. bahwa Indonesia telah ikut serta dalam persetujuan pembentukan OrganisasiPerdagangan Dunia (World Trade Organization) yang di dalamnya mengaturpula masalah standardisasi berlanjut dengan kewajiban untuk menyesuaikanperaturan perundang-undangan nsasional di bidang standardisasi;.

Pada prinsipnya tujuan dari standardisasi nasional adalah:30


(33)

1. Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun kelestarian fungsi lingkungan hidup.

2. Membantu kelancaran perdagangan.

3. Mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam perdagangan.

C. Ruang Lingkup SNI

Di dalam Peraturan Pemerintah RI No. 102 Tahun 2000 berisi tentang Standardisasi Nasional Pasal 2 mengenai ruang lingkup dari Standardisasi nasional adalah mencakup semua kegiatan yang berkaitan dengan:

1. Metroligi teknik

Yang dimaksud metrologi teknik adalah metrologi yang mengelola satuan-satuan ukuran, metode-metode pengukuran dan alat-alat ukur, yang menyangkut persyaratan teknik dan pengembangan standar nasional untuk satuan ukuran dan alat ukur sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membeikan kepastian dan kebenaran dalam pengukuran. 2. Mutu

Yang dimaksud dengan mutu adalah keseluruhan karakteristik dari maujud yang mendukung kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.

3. Standar

Yang dimaksud dengan standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus


(34)

semua pihak yang terkait dengam memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

4. Pengujian

Pengujian adalah kegiatan teknis yang terdiri atas penetapan, penentuan satu atau lebih sifat atau karakteristik dari suatu produk bahan, peralatan, organisme, fenomena fisik, proses atau jasa, sesuai dengan prosedur yangtelah ditetapkan.

D. Sistem Penerapan SNI

Penerapan SNI bagi semua bentuk kegiatan dan produk berlaku di seluruh wilayah RI dan bersifat sukarela.Dalam hal berkaitan dengan keselamatan, keamanan, kesehatan, pelestarian fungsi lingkungan hidup dan/atau pertimbangan ekonomi dapat diberlakukan wajib oleh instansi teknis yang terkait. Mengenai tata cara pemberlakuan SNI wajib diatur dengan Keputusan Pimpinan Instansi Teknis Beberapa point yang berkaitan dengan penerapan SNI adalah:31

Di dalam Peraturan Pemerintah RI No. 102 Tahun 2000 Tentang Standarnisasi Nasional menjelaskan tentang berbagai penerapan SNI Pada Bab VI Pasal 12 s/d 21 sebagai berikut :

Pasal 12

1) Standar nasional Indonesia berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia.


(35)

2) Standar Nasional Indonesia bersifat sukarela untuk ditetapkan oleh pelakuusaha.

3) Dalam hal standar Nasional Indonesia berkaitan dengan kepentingankeselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsilingkungan hidup dan atau pertimbangan sekonomis, instansi teknis dapatmemberlakukan secara wajib sebagian atau seluruh spesifikasi teknis dan atauparameter dalamStandar nasional Indonesia.

4) Tata cara Pemberlakukan Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksuddalam ayat (3), diatur lebih lanjut dengan keputusan Pimpinan Instansi teknissesuai dengan bidang tugasnya.

Pasal 13

Penetapan Standar Nasional Indonesia dilakukan melalui kegitan sertifikasi danakreditasi.

Pasal 14

1) Terhadap barang dan atau jasa, proses, sistem dan personal yang telahmemenuhi ketentuan/spesifikasi dan atau dibubuhi tanda SNI.

2) Sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga ataulaboratorium.

3) Tanda SNI yang berlaku adalah sebagaimana tercantum dalam lampiranPeraturan Pemerintah ini.

4) Persyaratan dan tata cara pemberian sertifikat dan pembubuhan tanda SNIsebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut olehKetua Komite Akreditasi Nasional.


(36)

Pasal 15

Pelaku usaha yang menerapkan Standar Nasional Indonesia yang diberlakukansecara wajib, harus memiliki sertifikat dan atau tanda SNI.

Pasal 16

1) Lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau laboratoriumsebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) di akreditasi oleh KomiteAkreditasi Nasional.

2) Unjuk kerja lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, ataulaboratorium sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diawasi dan dibina olehKomite Akreditasi Nasional.

Pasal 17

1) Biaya Akreditasi dibebankan kepada lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi,lembaga pelatihan dan laboratorium yang mengajukan permohonan akreditasi.

2) Besarnya biaya akreditasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintahtersendiri.

Pasal 18

1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau mengedarkan barang atau jasa,yang tidak memenuhi dan atau tidak sesuai dengan Stanar Nasional Indonesiayang telah diberlakukan secara wajib.

2) Pelaku usaha, yang barang dan atau jasanya telah memperoleh sertifikat produkdan atau tanda Standar Nasional Indonesia dari lembaga sertifikasi


(37)

produk,dilarang memproduksi dan mengedarkan barang dan atau jasa yang tidakmemenuhi Standar Nasional Indonesia.

Pasal 19

1) Standardisasi Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib dikenakansama, baik terhadap barang dan atau jasa produksi dalam negeri maupunterhadap barang dan atau jasa impor.

2) Barang atau jasa impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemenuhanstandarnya ditujukan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh lembagasertifikasi atau laboratorium yang telah diakreditasi Komite Nasional ataulembaga sertifikasi atau laboratorium Negara pengekspor yang diakui KomiteAkreditasi Nasional.

3) Pengakuan lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan ataulaboratorium negara pengekspor oleh Komite Akreditasi Nasional sebagaimanadimaksud dalam ayat (2) didasarkan pada perjanjian saling pengakuan baiksecara bilateral maupun multilateral.

4) Dalam hal barang dan atau jasa impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)tidak dilengkapi sertifikat, Pimpinan instansi teknis dapat menunjukan salahsatu lembaga sertifikasi atau laboratorium baik di dalam maupun di luar negeriyang telah diakreditasi dan atau diakui oleh Komite Akreditasi Nasionaluntuk melakukan sertifikasi terhadap barang dan atau jasa impor dimaksud.


(38)

1) Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal12 ayat (3) dinotifikasikan Basdan Standardisasi nasional kepada OrganisasiPerdagangan Dunia setelah memperoleh masukan dari instansi teknis yangberwenang dan dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum StandarNasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib berlaku efektif. 2) Badan Standardisasi Nasional menjawab pertanyaan yang datang dari

luarnegeri yang berkaitan dengan Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia setelahmemperoleh masukan dari instnasi teknis yang berwenang.

Pasal 21

Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberlakuan Standar Nasional Indonesiadiatur dengan Keputusan pimpinan instansi yang berwenang.

E. Pengawasan dan Sanksi

Di dalam Peraturan Pemerintah RI No. 102 Tahun 2000 Tentang Standarnisasi Nasional menjelaskan tentang pengawasan dan sanksi terhadap pelanggaran SNI Pada Pasal 23dan Pasal 24 sebagai berikut :

Pasal 23

1) Pengawasan terhadap pelaku usaha, barang dan atau jasa yang telahmemperoleh sertifikasi dan atau dibubuhi tanda SNI yang diberlakukan secarawajib, dilakukan oleh Pimpinan instansi teknis sesuai kewenangannya dan atauPemerintah Daerah.


(39)

2) Pengawasan terhadap unjuk kerja pelaku usaha yang telah memperolehsertifikasi produk dan atau tanda SNI dilakukan oleh lembaga sertifikasi produkyang menerbitkan sertifikat dimaksud.

3) Masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakatmelakukan pengawasan terhadap barang yang beredar di pasaran.

Pasal 24

1) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal18 ayat (1) dan (2) dapat dikenakan sanksi administratif dan atau sanksipidana.

2) Saknsi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa pencabutansertifikat produk dan atau pencabutan hak penggunaan tanda SNI, pencabutanijin usaha, dan atau penarikan barang dari peredaran.

3) Sanksi pencabutan sertifikat produk dan atau hak penggunaan tanda SNIdilakukan oleh lembaga sertifikasi produk.

4) Sanksi pencabutan ijin usaha dan atau penarikan barang dari peredaranditetapkan oleh instansi teknis yang berwenang dan atau Pemerintah Daerah.

5) Sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa sanksi pidanasesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yang dimaksud peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lainperaturan perundang-undangan di bidang Perindustrian, Ketenagalistrikan,Kesehatan, Perlindungan Konsumen dan peraturan perundang-undangan yangterkait dengan kegitan Standardisasi Nasional.32


(40)

Adapun bentuk pelanggaran terhadap SNI yang tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 Tentang Standarnisasi Nasional Pasal 18 adalah sebagai berikut :

Pasal 18

1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau mengedarkan barang atau jasa,yang tidak memenuhi dan atau tidak sesuai dengan Stanar Nasional Indonesiayang telah diberlakukan secara wajib.

2) Pelaku usaha, yang barang dan atau jasanya telah memperoleh sertifikat produkdan atau tanda Standar Nasional Indonesia dari lembaga sertifikasi produk,dilarang memproduksi dan mengedarkan barang dan atau jasa yang tidakmemenuhi Standar Nasional Indonesia.


(41)

BAB III

KEDUDUKAN SNI DALAM PERJANJIAN ACFTA

A. Tinjauan Mengenai ACFTA 1. Sejarah ACFTA

ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara Negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para Pihak ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China.33China ASEAN Free Trade Area atau Kawasan Perdagangan Bebas China-ASEAN , mulai diberlakukan pada awal Januari 2010 , dan arti dari kesepakatan ini, maka barang-barang antar negara-negara di China dan ASEAN akan bebas masuk antar negara dengan pembebasan tarif masuk

Sejarah dan asal-usul dibentuknya CAFTA ini pertama sudah disepakati sejak November 2001 dalam KTT ASEAN ke-7 di Bandar Sri Begawan-Brunei Darussalam. Pada tanggal 4 November 2002, pemerintah Republik Indonesia bersama negara-negara ASEAN menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between the Association of South East

33 http://kuya-ku.blogspot.com/2013/10/analisis-asean-china-free-trade-area.html , 04 oktober 2013


(42)

Asian Nations and the People’s Republic of China.Melalui perjanjian China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) ini, maka China-ASEAN mulai melakukan pasar bebas di kawasan China-ASEAN. Dan khusus negara ASEAN seperti Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina dan Brunai telah menerapkan bea masuk 0% per Januari 2004 untuk beberapa produk berkategori Early Harvest Program. Yang dimaksud dengan Early Harvest Program adalah 14 item produk sektor pertanian yang dikeluarkan dari perjanjian perdagangan bebas. Ini berarti bahwa perpindahan barang, jasa, modal dan tenaga kerja antara ASEAN dan China bebas hambatan34

Dalam membentuk ACFTA, para Kepala Negara Anggota ASEAN dan China telahmenandatangani ASEAN - China Comprehensive Economic Cooperation pada tanggal6 Nopember 2001 di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam.Sebagai titik awal proses pembentukan ACFTA para Kepala Negara kedua pihakmenandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperationbetween the ASEAN and People’s Republic of China di Phnom Penh, Kamboja padatanggal 4 Nopember 2002. Protokol perubahan Framework Agreement ditandatanganipada tanggal 6 Oktober 2003, di Bali, Indonesia.Protokol perubahan kedua FrameworkAgreement ditandatangani pada tanggal 8 Desember 2006.Indonesia telah meratifikasi Ratifikasi Framework Agreement ASEAN-China FTA melaluiKeputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004.Setelah negosiasi tuntas, secara formal ACFTA

34 http://michaelorstedsatahi.wordpress.com/2011/05/19/china-asean-free-trade-area/ 19 mei 2011


(43)

pertama kali diluncurkan sejakditandatanganinya Trade in Goods Agreement dan

Dispute Settlement MechanismAgreement pada tanggal 29 November 2004 di Vientiane, Laos.Persetujuan Jasa ACFTA ditandatangani pada pertemuan ke-12 KTT ASEAN di Cebu,Filipina, pada bulan Januari 2007. Sedangkan Persetujuan Investasi ASEAN Chinaditandatangani pada saat pertemuan ke-41 Tingkat Menteri Ekonomi ASEAN tanggal 15Agustus 2009 di Bangkok, Thailand.35

Pendapat yang optimis menyatakan bahwa pelaksanaan kesepakatan perdagangan akan bermanfaat bagi kepentingan geostrategis dan ekonomis bagi Indonesia dan negara-negara ASEAN secara keseluruhan. Selain itu, pertumbuhan ekonomi China akan menjadikan negara tersebut memiliki peranan yang signifikan di Asia.Sedangkan, yang pesimis menyatakan bahwa kesepakatan perdagangan ini akan memiliki potensi runtuhnya industri lokal di Indonesia kurang kompetitif terhadap produk dari China. Industri seperti tekstil, garmen, dan alas kaki dikenal sebagai sektor padat karya yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. Dan dengan murahnya produk China, dikhawatirkan justru akan mematikan produk lokal.

Tujuan dari ASEAN China free trade area adalah sebagai berikut :

a. Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan, dan investasi antara negara-negara anggota.

b. Meliberalisasi secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasa serta menciptakan suatu sistem yang transparan dan untuk mempermudah investasi.

35 Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hlm 5.


(44)

c. Menggali bidang-bidang kerjasama yang baru dan mengembangkan kebijaksanaan yang tepat dalam rangka kerjasama ekonomi antara negara-negara anggota.

d. Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dari para anggota ASEAN baru(Cambodia, Laos, Myanmar, dan Vietnam –CLMV) dan menjembatani kesenjanganpembangunan ekonomi diantara negara-negara anggota.

Sementara manfaatnya adalah sebagai berikut :

a. Terbukanya akses pasar produk pertanian (Chapter 01 s/d 08 menjadi 0%) Indonesia ke China pada tahun 2004.

b. Terbukanya akses pasar ekspor Indonesia ke China pada tahun 2005 yang mendapatkan tambahan 40% dari Normal Track (± 1880 pos tarif), yang diturunkan tingkat tarifnya menjadi 0-5%.

c. Terbukanya akses pasar ekspor Indonesia ke China pada tahun 2007 yang mendapatkan tambahan 20% dari Normal Track (± 940 pos tarif), yang diturunkan tingkat tarifnya menjadi 0-5%.

d. Pada tahun 2010, Indonesia akan memperoleh tambahan akses pasar ekspor ke China sebagai akibat penghapusan seluruh pos tarif dalam Normal Track

China.

e. Sampai dengan tahun 2010 Indonesia akan menghapuskan 93,39% pos tarif (6.683 pos tarif dari total 7.156 pos tarif yang berada di Normal Track ), dan 100% pada tahun 2012.


(45)

2. Dasar Hukum ACFTA

Peraturan Nasional terkait ACFTA36:

1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004 tentang pengesahan Framework Agremeent on Comprehensive Economic Cooperation Between the ASEAN and people’s Republic of China

2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 355/kmk.01/2004 tanggal 21 Juli 2004 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas impor barang dalam rangka Early Harvest package ASEAN-China Free Trade Area.

3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 57/PMK.010/2005 tanggal 7 Juli 2005 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Normal track ASEAN-China free Trade Agreement

4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 21/PMK.010/2006 tanggal 15 maret 2006 tentang Penetapan Ttarif Bea Masuk dalam rangka Normal Track

5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 04/PMK.011/2007 tanggal 25 Januari 2007 tentang perpanjangan penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Normal Track ASEAN China free Trade Area

6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 04/PMK.011/2007 tanggal 22 Mei 2007 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka

ASEAN-China Free Trade Area

7. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 04/PMK.011/2008

36Mutakin, Firman & Salam, Aziza Rahmaniar (2009).Dampak Penerapan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) Bagi Perdagangan Indonesia


(46)

tanggal 23 Desember 2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka

ASEAN-China Freea Trade Area

8. Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka ASEAN-ChinaFree Trade Area.

3. Lingkup Kesepakatan ACFTA

Para pihak, yaitu negara-negara anggota ASEAN dan China, sepakatuntuk menegosiasikan secepatnya pendirian kawasan perdagangan bebasASEAN-China dalam 10 tahun dengan memperkuat serta meningkatkankerjasama ekonomi melalui hal-hal sebagai berikut37 Penghapusan secara progresif hambatan-hambatan tarif dan non tarifdalam semua perdagangan barang-barang (progressive elimination oftariffs and non-tariff barriers in substantially all trade in goods); a. Liberalisasi perdagangan barang dan jasa secara progresif dengan

cakupansektor yang signifikan (progressive liberalisation of trade in services withsubstantial sectoral coverage);

b. Pendirian rezim investasi yang terbuka dan berdaya saing yangmemfasilitasi dan mendorong investasi dalam perdagangan bebasASEAN-China (establishment of an open and competitive investmentregime and facilitates and promotes investment within the ASEAN-ChinaFTA);

37 http://www.depdag.go.id/content/kerjasama/asean_-_cina/ diakses pada tanggal 27 Oktober 2010


(47)

c. Ketentuan perlakuan khusus dan berbeda serta fleksibilitas untuk NegaranegaraAnggota ASEAN yang baru (provision of special and differentialtreatment and flexibility to the newer ASEAN Member States);

d. Ketentuan fleksibilitas bagi Para Pihak dalam negosiasi ASEAN-ChinaFTA untuk menanggulangi bidang-bidang yang sensitif dalam sektor-sektorbarang, jasa dan investasi dimana fleksibilitas akan dinegosiasikandan disepakati bersama berdasarkan prinsip timbal balik dan salingmenguntungkan (provision of flexibility to the Parties in the ASEAN-ChinaFTA negotiations to address their sensitive areas in the goods, servicesand investment sectors with such flexibility to be negotiated and mutuallyagreed based on the principle of reciprocity and mutual benefits);

e. Pembentukan langkah-langkah fasilitasi perdagangan dan investasi yangefektif, termasuk, tapi tidak terbatas pada, penyederhanaan prosedur kepabeanan dan pengembangan pengaturan pengakuan yang saling menguntungkan (establishment of effective trade and investmentfacilitation measures, including, but not limited to, simplification ofcustoms procedures and development of mutual recognitionarrangements) ;

f. Perluasan kerjasama ekonomi dalam bidang-bidang yang mungkindisepakati bersama diantara para Pihak yang akan melengkapi pendalamanhubungan perdagangan dan investasi antara para Pihak dan perumusanrencana-rencana aksi dan program-program dalam rangkamengimplementasikan kerjasama dari sektor- sektor/bidang-bidang yangtelah disepakati dan (expansion of economic co-operation in areas asmay be mutually agreed between the Parties that will


(48)

complement thedeepening of trade and investment links between the Parties andformulation of action plans and programmes in order to implement theagreed sectors/areas of co-operation) ;

g. Pembentukan mekanisme yang tepat untuk maksud efektifitas bagiimplementasi Perjanjian (establishment of appropriate mechanism for thepurpose of effective implementation of this agreement).

Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-OperationBetween ASEAN and the People’s Republic of China (Kerangka Perjanjian)merupakan suatu bentuk dasar hukum kegiatan perdagangan bebas ASEANChina.

Kerangka Perjanjian ini juga merupakan agenda untuk perjanjianselanjutnya.Maka di dalam Kerangka Perjanjian diatur mengenai hal-hal pokoktentang kerjasama ekonomi kawasan perdagangan bebas ASEAN-China.

Dalamperjanjian perdagangan bebas ASEAN-China disepakati akan dilaksanakanliberalisasi penuh pada tahun 2010 bagi ASEAN 6 dan China, serta tahun 2015untuk Kamboja, Laos, Vietnam, dan Myanmar. Dalam Pasal 3 KerangkaPerjanjian mengatur tentang Perdagangan Barang.Dalam Kerangka Perjanjian inidiatur mengenai Early Harvest Programme (EHP) yang diperuntukkan bagiperdagangan barang. EHP merupakan suatu program atau cara untuk menurunkantarif pada produk-produk tertentu sebelum perdagangan bebas ASEAN-Chinabenar-benar dilaksanakan. ASEAN dan China sepakat untuk mengurangi tarif pada produk-produk tertentu yang kebanyakan merupakan produk pertanian.


(49)

Menurut aturan mengenai Perdagangan Barang dalam Kerangka Perjanjian, Negara-negara anggota ASEAN-China harus sama-sama menurunkan tingkat tarifsecara bertahap, sesuai dengan apa yang tertera dalam daftar penurunan tarif yangdiatur dalam Annex 1 Kerangka Perjanjian. Dalam hal penurunan danpenghapusan tarif perdagangan barang telah disepakati tiga skenario38. :

a. The Early Harvest Programme (EHP);

The Early Harvest Programme (EHP), tujuannya adalah mempercepatimplementasi penurunan tariff produk dimana program penurunan tarif bea masukini dilakukan secara bertahap dan secara efektif dimulai pada 1 Januari 2004untuk EHP dan menjadi % pada 1 Januari 2006. Dan adapun produk-produk yangditerapkan dalam EHP yaitu39 Binatang-binatang hidup (Live Animals);

1) Daging dan daging yang dapat dimakan (Meat and Edible Meat Offal); 2) Ikan (Fish);

3) Produk-produk susu (Dairy Produce);

4) Produk-produk hewan lainnya (Other Animals Product); 5) Tanaman Hidup (Live Trees);

6) Sayuran-sayuran yang dapat dimakan (Edible Vegetables);

38Gusmadi Bustami. Laporan Timnas PPI (laporan Perundingan Perdagangan Internasional) Pdf. Februari direktur jenderal kerjasama perdagangan Internasional., semester II-Tahun 2009 hal.49


(50)

7) Buah-buahan dan kacang-kacangan yang dapat dimakan(Edible Fruits andNuts).

Legal enactment penuruan dan penghapusan tariff untuk EHP telah dilakukan melalui:

1. SK MENKEU Nomor : 355/KMK.01/2004 tanggal 21 Juli 2004 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Barang Dalam Kerangka EHP ASEAN-China Free Trade Area (FTA)

2. SK MENKEU Nomor 356/KMK.01/2004 tanggal 21 Juli 2004 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Barang dalam kerangka EHP Bilateral Indonesia-China FTA.

b. Normal Track Programme (Jalur Normal);

Pada Normal Track Programme, penurunan tarif bea masuk dimulaitanggal 20 Juli 2005, yang menjadi 0% pada 2010 dengan fleksibilitas padaproduk-produk yang akan menjadi 0% pada tahun 2012. Produk-padaproduk-produk yang didaftar dalam Normal Track Programme, harus40:

1) Sudah mengurangi /menurunkan atau menghapus tingkat tarif MFN yangtelah mereka masing-masing secara bertahap sesuai dengan jadwal dantingkat khusus (yang disepakati bersama oleh para Pihak) selama periode 1Januari 2005 sampai dengan tahun 2010 untuk ASEAN 6 dan China, dandalam hal Negara-negara Anggota ASEAN yang baru, periode tersebut

40 pasal 3 ayat 4 huruf (a) Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-Operation Between ASEAN and the People’s Republic of China


(51)

harus dimulai dari 1 Januari 2005 sampai dengan 2015 dengan tingkat tarifpermulaan yang lebih tinggi dan dengan tahapan yang berbeda;

2) Berkenaan dengan tarif-tarif yang akan dikurangi tetapi tidak akandihapuskan, maka harus dihapuskan secara progresif dalam kerangka waktu yang telah disepakati secara bersama antara para pihak.

c. Sensitive and Highly Sensitive (Jalur Sensitif).

Program penurunan tarif dimulai tahun 2012, dengan penjadwalan bahwa untuk produk-roduk sensitive tariff bea masuk maksimun pada tanun 2012 adalah 20%. Selanjutnya di lakukan penghapusan terhadap atas bea masuk produk-produk yang dimaksud, sehingga di mualai tahun 2018 tarif bea masuknya menjadi 0-5%. Program penurunan tarifbea masuk untuk produk-produk highly sensitive, di mulai pada tahun 2015, dengan penjadwalan bahwa pada tahun 2015 tarif bea masuk maksimun 50%. Adapun produk-produk dalam kelompok Sensitive ontohnya antara lainbarang jadi kulit: tas, dompet; alas kaki: sepatu sport, casual, kulit; kacamata; alatmusik:tiup, petik, gesek; mainan: boneka; alat olahraga; besi dan baja; spare part;alat angkut; glokasida dan alkoid nabati; senyawa organik; antibiotik; kaca;barang-barang plastik. Produk-produk Highly Sensitive akan dilakukan penurunantarif bea masuk pada tahun 2015, dengan maksimum tarif bea masuk pada tahun2015 sebesar 50%. Ada sekitar 47 produk yang termasuk ke dalam kategori ini yaitu produk pertanian, seperti beras, gula, jagung, dan kedelai; produk industritekstil dan produk tekstil; produk otomotif; produk keramik tableware.


(52)

Produk andalan Indonesiayang oleh China dimasukkan dalam sensitive dan highly sensitive antara lain palm oil dan turunannya (HS 1511), karet alam (HS 4001), playwood (HS 4412). Sebaliknya Indonesia juga memasukkan produk-produk unggulan ekspor China ke Indonesia antara lain barang jadi, tas kulit, alas kaki, sepatu sport, kacamata, alat musik, alat olahraga, besi dan baja, spare part.barang-barang palstik, produk pertanian, seperti beras, gula jagung dan kedelai, produk industri tekstil dan produk tekstil (ITPT), produk otomotif, produk ceramic tableware.

Berdasarkan ketiga skenario penurunan dan penghapusan tarif bea masukdalam rangka kawasan perdagangan ASEAN-China, negara-negara anggotaASEAN baru (Vietnam, Laos, Kamboja dan Myanmar) diberi kelonggaran dalammenerapkan aturan-aturan hukum penurunan dan penghapusan tarif bea masuk.Negara-negara anggota ASEAN baru diperbolehkan untuk menyimpang darikewajiban Most –Favoured –Nation (MFN)41

Untuk mengatur lebih lanjut tentang Perdagangan Barang maka Negara-negaraanggota ASEAN-China menyepakati Agreement on Trade in Goods of theFramework on Comprehensive Economic Co-operation between the Associationof Southeast Asian Nations and the People’s Republic of China

(PerjanjianPerdagangan Barang) yang mulai diterapkan pada Juli 2005.


(53)

Dalam pasal 8Perjanjian Perdagangan Barang, melarang para pihak untuk menggunakanpembatasan kuantitatif dan aturan non-tarif lainnya untuk menghambatpengiriman barang di wilayah perbatasan. Isi dari Pasal 8 tersebut yaitu42 :

a. Setiap pihak yang menandatangani perjanjian ini dilarang untukmenerapkan pembatasan kuantitatif kecuali yang diperbolehkan dalamperaturan WTO (Each Party undertakes not to maintain any quantitativerestrictions at any time unless otherwise permitted under the WTOdisciplines);

b. Para pihak harus mengidentifikasi hambatan-hambatan non-tarif (selaindari pembatasan kuantitatif) untuk kemudian dihilangkan sesegeramungkin pasca penerapan Perjanjian ini. Jangka waktu penghapusan darihambatan-hambatan non-tarif tersebut harus disepakati oleh seluruh pihak(The Parties shall identify non-tariff barriers (other than quantitativerestrictions) for elimination as soon as possible after the entry into forceof this agreement. The time frame for elimination of these non-tariffbarriers shall be mutually agreed upon by all Parties);

c. Para pihak harus memberikan informasi mengenai keberlakuanpembatasan kuantitatif yang digunakan serta kemungkinan penggunaannyaseiring dengan diterapkannya perjanjian ini (The Parties shall makeinformation on their respective quantitative restriction available andaccessible upo implementation of this Agreement).

42 Pasal 8 Agreement on Trade in Goods of the Framework on Comprehensive Economic Co-operation between the Association of Southeast Asian Nations and the People’s Republic of China


(54)

Dalam penandatanganan kerangka kesepakatan kerjasama ekonomi ASEAN-China ini terdapat beberapa tujuan, yaitu:

a. Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan, dan investasi antara negara-negara anggota

b. Meliberalisasi secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasa menciptakan suatu sistem yang transparan dan untuk mempermudah investasi

c. Menggali bidang-bidang kerjasama yang baru dan mengembangkan kebijaksanaan yang tepat dalam rangka kerjasama ekonomi antara negara-negara anggota

d. Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dari para anggota ASEAN baru (Cambodia, Laos, Myanmar, dan Vietnam-CLMV) dan menjembatani kesenjangan pembangunan ekonomi di antara negara-negara anggota.43

4. Prinsip Kerjasama dalam ACTA

Untuk bisa terwujudnya kawasan perdagangan bebas ASEAN-China,maka para pihak yang terlibat dalam perjanjian haruslah mematuhi prinsip-prinsip dasar dari kerjasama ini yaitu :

a. Asas timbal balik (Principle of Reciprocity);

Menurut Kerangka Perjanjian, Perjanjian Perdagangan Barang, PerjanjianPerdagangan Jasa, Perjanjian Investasi menganut asas timbal balik(principle of reciprocity). Dan pada Kerangka Perjanjian dan PerjanjianPerdagangan

43 Direkorat kerjasama Regional, Ditjen Kerjasama perdagangan Internasional, ASEAN-China Free Trade Area, Jakarta, 2010, hal.2


(55)

Barang disepakati bahwa penurunan tarif pada produk-produkyang telah disepakati harus menggunakan asas timbal balik dansaling menguntungkan para Pihak.

b. Aturan tentang Asal Barang (Rules of Origin);

Pembentukan wilayah perdagangan bebas, khusus di dalam PerdaganganBarang (trade in goods) memerlukan adanya suatu pengaturan/ketentuanuntuk menetapkan negara asal suatu barang yang diperdagangkan,Ketentuan asal barang dapat dibagi menjadi dua bagian sesuai untukperuntukkannya, yaitu ketentuan asal barang preferensi dan ketentuan asalbarang bukan prefernsi. Ketentuan asal barang preferensi diperuntukkanuntuk menetapkan apakah suatu barang memenuhi syarat untukmemanfaatkan suatu preferensi atau tidak.Sedangkan ketentuan asalbarang bukan preferensi adalah ketentuan yang diperuntukkan untukmembuktikan negara asal barang dari suatu barang.Dalamperkembangannya, di beberapa negara di dunia telah menetapkanketentuan asal barangnya dan ketentuan ini disyaratkan kepada setiapbarang yang memasuki wilayah pabeannya serta menjadi salah satupersyaratan impor yang harus dipenuhi apabila barang tersebut memasukinegaranya. Peraturan yang dikeluarkan yang berhubungan denganketentuan asal barang tidak boleh menentukan persyaratan yang ketat yang tidak wajar atau menuntut untuk dipenuhinya persyaratan tertentu yangtidak ada kaitannya dengan proses pengolahan atau produksi


(56)

barangsebagai prasyarat untuk menentukan negara asal barang.Pada umumnya setiap ketentuan asal barang harus mempunyai tiga unsurutama, yaitu :

1) Kriteria asal barang;

Ini merupakan kriteria untuk menetapkan bahwa suatu barang barudianggap benar-benar berasal dari suatu negara apabila telah memenuhikriteria asal barang yang ditetapkan untuk barang tersebut.

2) Persyaratan pengiriman; 3) Bukti dokumen.

Untuk mengetahui bahwa suatu barang benar-benar berasal dari suatunegara yang telah memenuhi kriteria asal barang yang ditetapkan terhadapbarang tersebut, maka diperlukan suatu dokumen yang diterbitkan olehpejabat yang berwenang di negara asal barang yang lazim disebut denganSurat Keterangan Asal/SKA (Certificate of Origin/COO) yang akanmeyertai barang ekspor bersama-sama dengan dokumen ekspor lainnya,seperti Invoice, Packing List, Bill of Lading (B/L) atau Air Way Bill(AWB) atau Cargo Receipt dan sertifikat kesehatan (Health Certificate, apabila dipersyaratkan)44Dalam pembentukan kawasan perdagangan bebas ASEAN-China jugadiatur mengenai ketentuan asal barang atau Rules of Origin (ROO).Mengenai ROO ini diatur di dalam Kerangka Perjanjian dan PerjanjianPerdagangan Barang. Untuk mendapatkan prefensi penurunan tarif harusdisepakati dengan Pengaturan Surat Keterangan Asal Barang (SKA) atauRules of Origin (ROO) dengan ketentuan kandungan lokal kawasanperdagangan bebas ASEAN-China sebesar 40% yang

44Murad Purba, Peranan Ketentuan Asal Barang dalam Perdagangan Bebas,(Jakarta: Direktorat Kerjasama Multilateral Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Edisi V 2008), hlm 33-42.


(57)

secara operasional menggunakan SKA Form E. Dalam konteks perdagangan bebas ASEANChina,bahwa hanya produk-produk yang memenuhi persyaratan Rules ofOrigin di bawah perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China yang dapatmemperoleh kelonggaran tarif.

c. Prinsip dasar atau klausul Most –Favoured –Nation (MFN);

Pada pokoknya, klasul MFN ini merupakan prinsip non-diskriminasi diantara negara anggota.Menurut prinsip ini, suatu kebijakan perdaganganyang harus dilaksanakan atas dasar non-diskriminatif. Semua anggota perjanjian terikat untuk memberikan negara-negara lainnya perlakuanyang sama dalam pelaksanaan dan kebijakan ekspor dan impor, sertabiaya-biaya lainnya45 Pada umumnya, klausul ini, mempunyai dua bentukyaitu46

1) MFN bersyarat;

Menurut prinsip ini, apabila suatu negara memberi keistimewaan padanegara ketiga, maka ia diwajibkan memberikan perlakuan yang sama kepada negara partnernya47.

1) MFN tidak bersyarat.

Prinsip ini mensyaratkan suatu negara untuk memberikan keistimewaankepada suatu negara ketiga, tanpa syarat memberikan keistimewaan kepada negara partnernya48Klausul MFN ini, dapat terlihat pada penurunan tarif bea masuk padaperdagangan bebas ASEAN-China. 45 Adolf, Huala. 2006. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.hal 108

46 Adolf,Huala 2006. Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.hal 31

47N. Rosyidah Rakhmawati, HukumEkonomi Internasional Dalam Era Global, (Malang: Bayumedi Publishing, 2006), hlm 65


(58)

Menurut pasal 9 Kerangka Perjanjiandinyatakan bahwa China harus menyetujui perlakuan MFN yang konsistendengan peraturan dan ketentuan WTO terhadap seluruh negara-negara anggota ASEAN yang bukan pihak-pihak dalam WTO.Pada prinsipMFN ini, menentukan bahwa setiap keuntungan, bantuan, dan hakistimewa yang diberikan oleh suatu negara peserta terhadap setiap barangyang berasal dari ataupun yang ditujukan kepada suatu negara harusdiberikan juga kepada seluruh peserta lainnya49.

d. Asas National Treatment;

Dalam perdagangan bebas ASEAN-China dianut juga asas

NationalTreatment.Asas ini dianut pada Perjanjian Perdagangan Barang,Perjanjian Perdagangan Jasa, Perjanjian Investasi. Menurut asas ini, Negara harus memperlakukan barang-barang, jasa-jasa atau modal yangtelah memasuki pasar dalam negerinya dengan cara yang sama50 Prinsipini seringkali diterapkan bersamaan dengan asas timbal balik (principle ofreciprocityI)51. Hal ini dapat terlihat pada perjanjian-perjanjian yangditandatangani pada perdagangan bebas ASEAN-China, yang menerapkanprinsip national treatment bersamaan dengan asas timbal balik (principleof reciprocity).

e. Prinsip Preferensi;

Prinsip ini mensyaratkan perlunya suatu kelonggaran-kelonggaran atasaturan-

49 N. Rosyidah Rakhmawati, HukumEkonomi Internasional Dalam Era Global, (Malang: Bayumedi Publishing, 2006), hlm 127-128

50 ibid hlm 66


(59)

aturan hukum tertentu bagi negara-negara sedang berkembang.Dasar dari prinsip ini adalah bahwa negara-negara harus diperbolehkanuntuk menyimpang dari kewajiban Most –Favoured –Nation (MFN) untukmemperbolehkan mereka guna mengurangi tingkat tarif pada impor-imporbarang jika barang-barang tersebut berasal dari negara-negara sedangberkembang52.Dan prinsip terlihat dari penerapan penurunan danpenghapusan tarif yang diatur di dalam Kerangka Perjanjian, PerjanjianPerdagangan Barang. Prinsip ini dianut dalam mekanisme penurunan danpenghapusan tarif dalam rangka kawasan perdagangan bebas ASEANChina,baik itu melalui mekanisme EHP, Normal Track Programme

(JalurNormal), dan Sensitive and Highly Sensitive (Jalur Sensitif). Menurutmekanisme tersebut, negara-negara anggota ASEAN yang baru (Vietnam,Laos, Myanmar dan Kamboja) diberi kelonggaran terhadap aturan-aturanhukum untuk penurunan dan penghapusan tarif bea masuk.

f. Prinsip Transparansi;

Prinsip ini mensyaratkan diterbitkannya atau diumumkannya semuaperaturan hukum yang berlaku umum baik yang dikeluarkan olehpemerintah pusat maupun pemerintah daerah53 Prinsip transparansi initerdapat dalam Pasal 4 Perjanjian Perdagangan Brang, dan dalam Pasal 17Perjanjian Investasi.

52Adolf,Huala 2006. Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.hal 40-41

53 I Putu Gelgel, Industri Pariwisata Indonesia dalam Globalisasi Perdagangan Jasa (GATS-WTO) Implikasi Hukum dan Antisipasi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), hlm38


(60)

g. Larangan Terhadap Restriksi Kuantitatif.

Menurut prinsip ini adanya larangan terhadap restriksi yang bersifatkuantitatif, yakni kuota dan jenis pembatasan lainnya54Prinsip initerdapat dalam Pasal 8 Perjanjian Perdagangan Barang, seperti yang telahdijelaskan di atas.

B. Peranan SNI dalam ACFTA

Status Perjanjian ACFTA dalam sistem hukum Indonesia adalah berlakudikarenakan beberapa alasan yang pertama perjanjian ini sudah melalui 3 tahapan yaitu perundingan, penandatanganan dan pengesahan.Yang keduameskipun dalam Kepprespengesahannya hanya menjadikan Perjanjian ACFTA ini lampiran yang dinyatakan tidakdapat dipisahkan dan dianggap transformasi setengah hati atau pengakuan inkorporasiyang sembunyi-sembunyi tetapi tetap bisa dianggap berlaku karena memangkenyataannya Indonesia mengikuti transformasi, inkorporasi sekaligus.Perjanjian ACFTA dinyatakan berlaku di Indonesia sehingga sudah menjadi Undang-undang bagi yang membuatnya termasuk Indonesia.

sebenarnya Indonesiadapat membuat peraturan nasional sendiri sebagai pelaksanaan perjanjian internasionalyang telah disetujui ASEAN termasuk Perjanjian ACFTA, sehingga peraturan yangdibuat disesuaikan dengan kepentingan dan kondisi nasional tetapi tidak bertentangandengan perjanjian

54 Syahmin, AK, Hukum Dagang Internasional dalam Kerangka Studi Analitis, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2006), hlm 48


(1)

dan lebih beragam sehingga konsumen golongan ekonomi ke bawah di dalam negeri lebih memilih untuk menggunakan produk China tersebut, akibatnya industri-industri kalah bersaing, produksi terganggu, pengurangan tenaga kerja, dan berujung pada penutupan industri tersebut yang akan mengganggu stabilitas ekonomi di Indonesia. Pemerintah perlu menyusun strategi dan mengambil kebijakan yang tepat salah satunya dengan melakukan renegosiasi dengan China, penguatan dan pengamanan pasar domestik, meningkatakan daya saing. selain itu kebijakan pembangunan industri dan perdagangan pemerintah Indonesia bertekad untuk meningkatkan daya saing nasional dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkesinambungan dengan meningkatkan produktivitas nasional secara terus menerus melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengembangan sumber daya manusia. Sehingga keluarlah Peraturan Pemerintah No.102 Tahun 2000 tentang Standarnisasi Nasional bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi, mutu barang, jasa, proses, sistem dan atau personel, yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing, perlindungan konsumen, pelu usaha, tenaga kerja dan masyarakat khususnya di bidang keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup, maka efektifitas pengaturan dibidang standardisasi perlu lebih ditingkatkan;

3. Setiap barang impor yang masuk ke Indonesia harus lolos verivikasi sucofindo. Hasil verifikasi itu bisa dicantumkan dalam bentuk sertifikat yang ditempel di setiap barang produk impor yang masuk kepasar Indonesia. kemudian segera diberlakukan penggunaan Standar Nasional Indonesia


(2)

terhadap produk impor, termasuk produk buatan China yang akan masuk. Selanjutnya SNI harus diberlakukan terhadap produk-produk buatan pabrik milik perusahaan cina yang ada di Indonesia. Penerapan SNI ini penting untuk menciptakan standarisasi produk-produk impor yang ada di Indonesia, yang tak kalah penting adalah membenahi faktor-faktor yang menyangkut peraturan dan perijinan, meminimalisir ekonomi biaya tinggi, menurunkan suku bunga kredit, mempercepat pembangunan dan memperbaiki infrastruktur, khususnya listrik, jalan, air bersih, dan pelabuhan, kemudian meningkatkan kualitas enterepreneur dan tenaga kerja, teknologi produksi, pemasaran, keuangan, iklim usaha dan investasi. Penggunaan SNI ini tentu saja bukan hanya untuk produk luar saja akan tetapi juga untuk produk Indonesia. ini dilakukan agar negara lain tidak memandang adanya diskriminasi terhadap produknya apalagi dalm menghadapi ACFTA ini tentu saja produk-produk dari negara yang meratifikasi perjanjian tersebut tentu saja akan mengekspor produknya ke Indonesia.

B. Saran

1. Pemerintah seharusnya meningkatkan sumber daya manusia Indonesia dengan memberikan pelatihan kepada para pekerja atau melakukan sosialisasi mengenai ACFTA kepada para pelaku usaha agar mereka dapat meningkatkan kreatifitas dan daya saing

2. Pemerintah seharusnya memberikan intensif atau pinjaman modal dengan suku bunga yang rendah kepada para usaha kecil dan menengah


(3)

3. Pemerintah lebih menggalakkan aksi “100% CINTA INDONESIA ” agar para konsumen lebih memilih dan menggunak produk dalam negeri


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Alvi Syahrin & Mahmud Mulyadi, Bahan Kuliah Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Amri Amir Dsf, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Jakarta : Widya Medika, 1997 A.Z.Nst, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta : Diadit

Media, 2001

Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pengelolaan RM Rumah Sakit di Indonesia, Jakarta : Dirjen Pelayanan Medik,1997

Ery Rustiyanto, Etika Profesi Perekam Medis & Informasi Kesehatan, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009

Gemala R Hatta, Peranan Rekam Medis dan Kesehatan dalam Hukum Kedokteran, Makalah, 1986

Halim A Ridwan, Hukum Pidana dalam Tanya Jawab,Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986

Herkutanto, Visum et Repertum dan Pelaksanaannya,Jakarta : Ghalia, 2006

H.M.Hamdan, Hukuman dan Pengecualian Hukuman menurut KUHP dan KUHAP,Medan : USU Press, 2010

I ketut Prakoso SH & Djoko Prakoso SH, Dasar-dasar Ilmu Kedokteran Kehakiman, Jakarta : Rineka Cipta, 1992

Indra Bastian Suryono, Pelayanan Sengketa Kesehatan, Jakarta : Salemba Medika, 2011

Ko.Tjay Sing, Rahasia Pekerjaan Dokter dan Advokat, Jakarta : PT.Gramedia, 1985

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia, Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia, Jakarta, 2002


(5)

M.Yusuf Hanafiah & Amri Amir, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Edisi 3, Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 1999

M.Yusuf Hanafiah & Amri Amir, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Edisi 4, Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 2008

Ns. Ta’adi S.kep, M.Hkes, Hukum Kesehatan Pengantar Menuju Perawat Professional, Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 2009

Pitono Soeparto, dkk, Etik dan Hukum di Bidang Kesehatan Edisi Kedua, Surabaya : Airlangga University Press, 2008

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : 1990

Soerjono Soekanto & Herkutanto, Pengantar Hukum Kesehatan, Bandung : Remadia Karya, 1987

Susatyo Herlambang, Etika Profesi Tenaga Kesehatan, Yogyakarta : Gosyen Publishing, 2011

Waluyadi, Hukum Pidana Indonesia, Jakarta : Djambatan, 2003

W.F.Maramis, Etik Kedokteran Pedoman Mengambil Keputusan, Surabaya : Airlangga University Press, 1990

B. Website

http:www.google.com/search?q=cache:aZ7WO2xpZ10J:id.wikipedia.org/wiki/do kter+dokter&hl=id&ct=clnk&cd=1g=id, 11 januari 2013, 15.57

C. Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Kamus Besar Bahasa Indonesia


(6)

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam Medik

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1969 Tentang Lafal Sumpah Dokter UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran