Pengaruh Pajak Hotel Dan Pajak Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENGARUH PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN

TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA MEDAN

SKRIPSI

DIAJUKAN OLEH:

JUNIOR NORRIS MARPAUNG 050501023

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

Medan 2009


(2)

ABSTRACT

The growth of a region can bee seen from how big it’s Regional Real Income. If it’s showed an increase trend from year to another year, that region has had a good regional financial system. Regional real income consist of regional taxes, regional retribution, regional firm interest and other of valid regional real income. Hotel Tax (PH) and Restaurant Tax (PR) are parts of regional tax.

The objective of this research is to analyze the influence of hotel tax and restaurant tax to regional real income in Medan during 2003-2007 and used interpolation formula.

Depends of estimation result using E.Views 5.0, hotel tax gives a negatif impact to regional real income in Medan during 2003-2007. It’s shown by coefficient regression from hotel tax about – 0,456. Restaurant tax has a postive impact to reginal real income in Medan during 2003-2007. It’s shown by coefficient regression from restaurant tax about 1,425.

From coefficient determination result or R-Square is about 0,996 or 99,6% which means hotel tax dan restaurant tax in the same time were significant to regional real income in Medan about 99,6% and the other 0,4% coming from another variable which not included in estimation model.

Medan hotel tax and Medan retaurant tax has had significant impact to reginal real income in Medan during 2003-2007.


(3)

ABSTRAK

Perkembangan suatu daerah bisa dilihat dari besarnya jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimiliki daerah tersebut. Jika pendapatan asli daerah menunjukkan trend yang meningkat dari tahun ke tahun maka daerah tersebut memiliki sistem keuangan yang baik. Pendapatan asli daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah. Pajak Hotel dan Pajak Restoran merupakan salah satu bagian dari pajak daerah.

Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menganalisis Pengaruh Pajak Hotel (PH) dan Pajak Restoran (PR) terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan selama kurun waktu 2003-2007 dengan menggunakan rumus interpolasi.

Berdasarkan hasil estimasi dengan menggunakan E.Views 5.0, didapat hasil bahwa Pajak Hotel memiliki pengaruh negatif terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan selama kurun waktu 2003-2007. Hal ini ditunjukkan koefisien regresi dari Pajak Hotel sebesar – 0,456. Pajak Restoran memiliki pengaruh yang positif terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan selama kurun waktu 2003-2007. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien regresi dari Pajak Restoran sebesar 1,425.

Dari nilai koefisien determinasi atau R-Square yaitu sebesar 0,996 atau 99,6% yang berarti bahwa Pajak Hotel dan Pajak Restoran secara bersama-sama berpengaruh nyata pada Pendapatan Asli Daerah Kota Medan sebesar 99,6% dan sisanya sebesar 0,4% merupakan variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi.

Pajak Hotel dan Pajak Restoran Kota Medan berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan selama kurun waktu 2003-2007.


(4)

KATA PENGANTAR

Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya, sejak masa perkuliahan sampai dengan selesainya penulisan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Pajak

Hotel dan Pajak Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan”

dimana isi dan materi skripsi ini didasarkan pada studi literatur dengan menganalisis data-data sekunder yang diperoleh dari instansi yang terkait.

Dalam berbagai sisi, penulis menyadari skripsi ini tidaklah sempurna, hal ini tidak terlepas dari kurangnya pengalaman dan terbatasnya ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna mencapai kesempurnaan tulisan ini pada masa yang akan datang.

Salah satu bagian yang paling menggembirakan dalam penulisan skripsi ini adalah kesempatan untuk menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung, membantu, memberikan bimbingan, saran, dan dorongan moril baik selama masa perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi, antara lain :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec., selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara 3. Bapak DR. Irsyad Lubis, MSoc, Sc, Phd, selaku Sekretaris Departemen

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara 4. Bapak Drs. Karel S. Manik, MSi, selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah meluangkan waktu dalam memberikan masukan, saran, dan bimbingan yang baik mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini.


(5)

5. Bapak Drs. Rahmat Sumanjaya, C. A. E, MSi., selaku dosen penguji I yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

6. Ibu Ilyda Sudardjat, S.Si, MSi., selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

7. Bapak Paidi Hidayat, SE, MSi., selaku dosen wali yang telah memberikan selama masa perkuliahan.

8. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

9. Seluruh staf pegawai Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan dan Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan yang telah banyak membantu dalam memperoleh data yang berhubungan dengan skripsi ini.

10.Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Juanda Nelson Marpaung dan Ibunda Nurshinta br. Sihite yang telah mengasuh, mendidik, dan memberikan nasihat serta motivasi baik moril maupun materi.

11.Kepada Adik penulis, Nita Prishela Christanti br. Marpaung serta seluruh anggota keluarga besar Marpaung dan Sihite yang tak pernah berhenti memberi dukungan doa dan semangat.

12.Kepada sahabat-sahabat penulis EP05: Andre, Benny, Christoffel, Eko, Irson, Luhut, Manchon, Marnov, Rizal, Rudi, Sonder dan Will terima kasih buat senyum, semangat, kerjasama dan kebersamaan kita selama ini. 13.Terima kasih juga buat teman-teman EP 2005, Manajemen 2005,

Akuntansi 2005, Sekretaris 2005 dan Keuangan 2005 yang tiada henti berdoa dan melangkah bersama, biarlah kasih Tuhan yang senantiasa menyertai kita.

14.Terima kasih juga buat teman-teman Satuan Mahasiswa Pemuda Pancasila Komisariat Universitas Sumatera Utara dan teman-teman Xrules 234 SC.


(6)

15.Terima kasih saya ucapkan kepada Ninta, Lidya, Astrid, Dinda, Marsha, Yossie, Gita,Tarry, Natia, Ayanq, Ivana, Elsa, Eva, Gabriella dan Rina atas dukungan yang telah diberikan selama ini.

Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa dan bagi para pembaca sekalian. Terima kasih.

Medan, 22 Juni2009 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT...i

ABSTRAK...ii

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL...xi

DAFTAR GAMBAR...xii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1Latar Belakang...1

1.2Perumusan Masalah...6

1.3Hipotesis...7

1.4Tujuan Penelitian...7

1.5Manfaat Penelitian...7

BAB II URAIAN TEORITIS...9

2.1 Dasar Teori...9


(8)

2.1.2 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah...15

2.1.3 Keuangan Daerah...17

2.1.4 Pendapatan Asli Daerah (PAD)...19

2.1.4.1 Landasan Teori...19

2.1.4.2 Metode Analisis Perhitungan Pendapatan Asli Daerah...20

2.1.5 Pajak...21

2.1.5.1 Pengertian Pajak...21

2.1.5.2 Fungsi Pajak...23

2.1.5.3 Asas-asas Pemungutan Pajak...30

2.1.5.4 Teori Perpajakan...32

2.1.5.4.1 Teori Asuransi...32

2.1.5.4.2 Teori Kepentingan...34

2.1.5.4.3 Daya Pikul...35

2.1.5.4.4 Daya Beli...36

2.1.6 Pajak Daerah...36

2.1.6.1 Pajak Hotel...37


(9)

2.2 Hypothesa...43

BAB III METODE PENELITIAN...44

3.1 Ruang Lingkup Penelitian...44

3.2 Jenis dan Sumber Data...44

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data...45

3.4 Pengolahan Data...46

3.5 Model Analisis Data...46

3.6 Test Goodness of Fit (Uji Kesesuaian)...48

3.6.1 Uji Koefisien Determinasi (R-Square)...48

3.6.2 Uji T-Statistik (Uji Parsial)...49

3.6.3 Uji F-Statistik (Uji Keseluruhan)...50

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik...52

3.7.1 Multikolinearity...52

3.7.2 Autocorrelation...53


(10)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...56

4.1 Data Penelitian...56

4.1.1 Gambaran Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan...56

4.1.2 Pajak Hotel Kota Medan...58

4.1.3 Pajak Restoran Kota Medan...59

4.1.4 Pendapatan Asli Daerah...61

4.2 Hasil Penelitian...62

4.2.1 Analisis Regresi Pengaruh Pajak Hotel dan Pajak Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan...62

4.2.2 Koefisien Determinan (R2)...64

4.2.3 Uji T-Statistik (Uji Parsial)...65

4.2.4 Uji F-Statistik (Uji Keseluruhan)...68

4.2.5 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik...69

4.2.5.1 Uji Multikolineartiy...69

4.2.5.2 Autocorrelation/Serial Correlation...71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...73


(11)

5.2 Saran...74

DAFTAR PUSTAKA...76 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal

4.1 Target dan Realisasi Pajak Hotel Kota Medan Tahun

2003-2007...59

4.2 Target dan Realisasi Pajak Restoran Kota Medan Tahun

2003-2007...60

4.3 Target dan Realisasi PAD Kota Medan Tahun 2003-2007....61

4.4 Hasil Estimasi Pajak Hotel (PH) dan Pajak Restoran (PR) Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Medan...63


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Hal

2.1 Kurva Penduduk Optimum...10

3.1 Kurva Uji T-Statistik...50

3.2 Kurva Uji F-Statistik...52

3.3 Kurva Uji DW Statistik...54

4.1 Uji T-Statistik Variabel Pajak Hotel...66

4.2 Uji T-Statistik Variabel Pajak Restoran...67

4.3 Uji F-Statistik...68


(14)

ABSTRACT

The growth of a region can bee seen from how big it’s Regional Real Income. If it’s showed an increase trend from year to another year, that region has had a good regional financial system. Regional real income consist of regional taxes, regional retribution, regional firm interest and other of valid regional real income. Hotel Tax (PH) and Restaurant Tax (PR) are parts of regional tax.

The objective of this research is to analyze the influence of hotel tax and restaurant tax to regional real income in Medan during 2003-2007 and used interpolation formula.

Depends of estimation result using E.Views 5.0, hotel tax gives a negatif impact to regional real income in Medan during 2003-2007. It’s shown by coefficient regression from hotel tax about – 0,456. Restaurant tax has a postive impact to reginal real income in Medan during 2003-2007. It’s shown by coefficient regression from restaurant tax about 1,425.

From coefficient determination result or R-Square is about 0,996 or 99,6% which means hotel tax dan restaurant tax in the same time were significant to regional real income in Medan about 99,6% and the other 0,4% coming from another variable which not included in estimation model.

Medan hotel tax and Medan retaurant tax has had significant impact to reginal real income in Medan during 2003-2007.


(15)

ABSTRAK

Perkembangan suatu daerah bisa dilihat dari besarnya jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimiliki daerah tersebut. Jika pendapatan asli daerah menunjukkan trend yang meningkat dari tahun ke tahun maka daerah tersebut memiliki sistem keuangan yang baik. Pendapatan asli daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah. Pajak Hotel dan Pajak Restoran merupakan salah satu bagian dari pajak daerah.

Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menganalisis Pengaruh Pajak Hotel (PH) dan Pajak Restoran (PR) terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan selama kurun waktu 2003-2007 dengan menggunakan rumus interpolasi.

Berdasarkan hasil estimasi dengan menggunakan E.Views 5.0, didapat hasil bahwa Pajak Hotel memiliki pengaruh negatif terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan selama kurun waktu 2003-2007. Hal ini ditunjukkan koefisien regresi dari Pajak Hotel sebesar – 0,456. Pajak Restoran memiliki pengaruh yang positif terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan selama kurun waktu 2003-2007. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien regresi dari Pajak Restoran sebesar 1,425.

Dari nilai koefisien determinasi atau R-Square yaitu sebesar 0,996 atau 99,6% yang berarti bahwa Pajak Hotel dan Pajak Restoran secara bersama-sama berpengaruh nyata pada Pendapatan Asli Daerah Kota Medan sebesar 99,6% dan sisanya sebesar 0,4% merupakan variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi.

Pajak Hotel dan Pajak Restoran Kota Medan berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan selama kurun waktu 2003-2007.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, keadaan perekonomian di negara maju dan negara berkembang sedang teruji kematangannya. Hal ini disebabkan oleh krisis global yang sedang melanda seluruh kalangan negara di dunia, baik negara berkembang maupun negara maju. Seperti biasa, negara berkembang hanya dapat merasakan dampak dari negara maju. Krisis ekonomi yang mulanya hanya melanda negara super power yakni Amerika Serikat, akhirnya menjalar ke seluruh mesin perekonomian di setiap negara.

Setiap negara berlomba-lomba untuk menyelamatkan keadaan perekonomiannya dari bencana tersebut. Baik dengan mengeluarkan kebijakan perekonomian sampai dengan mengoptimalkan kembali kebijakan-kebijakan yang dianggap mampu dan dapat membantu mempercepat pulihnya keadaan perekonomian.

Tidak hanya pemerintah pusat yang bekerja keras untuk menanggulangi permasalahan yang pelik tersebut, namun semua perangkat pemerintahan dari pusat sampai ke daerah berusaha memberikan kontribusi yang bermanfaat. Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi, “Pemerintahan Daerah dibentuk atas pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk


(17)

susunannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak, asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa”, mencerminkan bahwa desentralisasi yang digambarkan melalui otonomi daerah memberikan peluang yang besar bagi daerah untuk mengeksplorasi kawasannya masing-masing.

Otonomi daerah dipandang sebagai suatu proses yang memberikan kemampuan profesional kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemenuhan terhadap kebutuhan publik pada skala lokal dan regional. Terdapat beberapa pemindahan kekuasaan yang sangat drastis diantaranya, kewenangan diserahkan ke daerah, penerapan sistem sentralisasi yang kemudian digantikan dengan desentralisasi, dan pendekatan top-down yang berubah menjadi bottom-up. Ada beberapa komponen pembiayaan pembangunan Pemerintahan Kota Medan, diantaranya pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain sebagainya.

Pendapatan asli daerah sangat berperan besar dalam penigkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ada beberapa komponen dalam Pendapatan Asli Daerah, diantaranya adalah pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba BUMD, penerimaan dinas-dinas dan penerimaan lain-lain. Pajak daerah salah satunya. Pajak daerah termasuk dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat mempengaruhi penerimaan daerah.

Jadi pajak dapat diartikan sebagai biaya yang harus dikeluarkan seseorang atau suatu badan untuk menghasilkan pendapatan disuatu negara, karena


(18)

ketersediaan berbagai sarana dan prasarana publik yang dinikmati semua orang tidak mungkin ada tanpa adanya biaya yang dikeluarkan dalam bentuk iuran tersebut. Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum untuk menutupi biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk pencapaian kepentingan umum. Pajak merupakan pungutan yang bersifat memaksa berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam rangka penyederhanaan jenis pajak, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 menetapkan jenis-jenis pajak yang dapat meningkatkan penerimaan daerah dari sumber pajak, mengingat penetapan pajak yang dapat dipungut daerah berdasarkan undang-undang ini didasarkan antara lain pada potensinya yang cukup besar. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 lahir sebagai upaya untuk mengubah sistem perpajakan daerah yang berlangsung di Indonesia. Pajak memiliki dua fungsi yaitu pajak untuk meningkatkan kas negara dan pajak untuk meningkatkan kas daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, pajak daerah dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:

1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Reklame

4. Pajak Penerangan Jalan 5. Pajak Hiburan

6. Pajak Parkir


(19)

Namun seiring berjalannya waktu terdapat berbagai penyesuaian terhadap undang-undang tersebut, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 digantikan oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Daerah Kota Medan, yang berisi tentang:

1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Reklame

4. Pajak Penerangan Jalan 5. Pajak Hiburan

6. Pajak Parkir

Pajak Hotel dan Pajak Restoran memberikan kontribusi yang nyata terhadap nilai Pajak Daerah dimana Pajak daerah merupakan salah satu sumber Penerimaan Asli Daerah (PAD) yang memberikan kontribusi terbesar dibandingkan dengan jenis pendapatan yang berasal dari Retribusi, Bagian Laba Perusahaan Daerah dan Pendapatan Asli Daerah lainnya. Pajak daerah adalah sumber pendapatan yang sangat menjanjikan bagi daerah di era otonomi daerah. Pemerintah daerah memegang peran terbesar dalam hal perpajakan, khususnya pajak daerah. Sumber pendapatan daerah dari pajak nasional memang tidak sepenuhnya dialokasikan ke daerah. Penentuan tarif pajak telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah tidak diperbolehkan menentukan tarif pajak diatas nilai yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Daerah hanya diperbolehkan menentukan tarif maksimum pajak daerah agar seragam bagi semua daerah agar tidak memberatkan wajib pajak (WP) yang ada didaerah.


(20)

Dengan demikian, setiap daerah dapat berkompetisi untuk memungut wajib pajak sebanyak mungkin jika ada daerah yang mampu menekan tarif di bawah yang ditetapkan undang-undang.

Dengan ditetapkannya Pajak Hotel dan Pajak Retoran sebesar 10%, maka setiap hotel dan restoran akan memberikan 10% dari pendapatan atas jasa hotel dan pelayanan restoran kepada para konsumen yang menikmatinya. Pajak Hotel dan Pajak Restoran adalah salah satu sumber PAD yang sangat potensial di Kota Medan dan memberikan kontribusi yang cukup besar bila dilihat dari komponen pajak daerah, karena Kota Medan merupakan pintu gerbang dalam menerima arus kunjungan wisatawan lokal dan wisatawan asing untuk berkunjung ke daerah tujuan wisata (DTW) Sumatera Utara. Dari kunjungan wisatawan inilah yang dapat memberikan kontribusi kepada daerah slah satunya berupa Pajak Hotel dan Pajak Restoran, selain itu Kota Medan merupakan salah satu Kota Metropolitan di Indonesia yang mengalami pembangunan yang sangat pesat terutama di bidang perhotelan dengan semakin banyak berdirinya hotel-hotel berbintang.

Kota Medan merupakan kote terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Selain disebut sebagai Kota Metropolitan, Kota Medan juga menjadi sentral segala kegiatan terutama kegiatan bisnis mengingat letaknya yang tidak terlalu jauh dari negara Malaysia dan Singapura. Oleh karena itu, pemerintah Kota Medan dan pihak swasta bekerja sama untuk selalu meningkatkan kualitas kotanya dengan menyediakan sarana publik seperti perhotelan dan restoran agar Kota Medan semakin berkembang di kemudian hari.


(21)

Dengan seiring berkembangnya Kota Medan, maka daya tarik Kota Medan sebagai salah satu kota yang menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW) akan semakin terlihat jelas. Penggunaan jasa pelayanan hotel dan pelayanan restoran pun akan semakin meningkat, maka pendapatan pemerintah daerah dari sektor Pajak Hotel dan Pajak Restoran pun akan semakin bertambah. Pengelolaan Pajak Hotel dan Pajak Restoran secara efisien dan efektif yang disertai dengan strategi pencapaian tujuan yang tepat maka diharapkan dapat meningkatkan kontribusi Pajak Hotel dan Pajak Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan.

Berdasarkan keterangan dan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik

untuk melakukan penelitian dan membuat penulisan skripsi dengan judul,

“Pengaruh Pajak Hotel dan Pajak Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan.”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan permasalahan yang akan dikaji oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan?

2. Bagaimana pengaruh Pajak Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan?


(22)

1.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas permasalahan yang menjadi objek penelitian, dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

1. Pajak Hotel berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan.

2. Pajak Restoran berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Pajak Hotel dan Pajak Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah:

1. Sebagai pemenuhan kewajiban bagi penulis dalam rangka memperoleh gelar sarjana ekonomi dari Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai tambahan wawasan ilmiah penulis dalam disiplin penerapan ilmu yang penulis tekuni.


(23)

3. Sebagai bahan pembelajaran dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian di bidang Pajak Hotel dan Restoran diwaktu yang akan datang.

4. Sebagai masukan bagi kalangan akademisi dan peneliti yang tertarik untuk membahas mengenai pengaruh Pajak Hotel dan Pajak Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan.

5. Sebagai penambah, pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada menyangkut topik yang sama.


(24)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Dasar Teori

2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi A. Teori Klasik

Adam Smith mengatakan bahwa output akan berkembang sejalan

dengan perkembangan penduduk. Bertambahnya jumlah penduduk dipercaya akan meningkatkan produk nasional. Namun hal ini juga yang membuat hukum the law of diminishing returns berlaku, karena semakin bertambahnya jumlah penduduk tidak diiringi bertambahnya jumlah lahan untuk digarap.

Teori Pertumbuhan Klasik juga memiliki Teori Penduduk Optimum yang menyinggung mengenai pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Teori ini mengemukakan beberapa hal, yaitu:

1. Pada saat produksi marginal lebih tinggi daripada pendapatan per kapita, jumlah penduduk masih sedikit dan tenaga kerja masih terbatas. Maka pertumbuhan penduduk akan menambah tenaga kerja dan menaikkan pertumbuhan ekonomi.

2. Pada saat produksi marginal semakin menurun, pendapatan nasional semakin naik tetapi dengan kecepatan yang lambat. Maka


(25)

pertambahan penduduk akan menambah jumlah tenaga kerja, tetapi pendapatan perkapita turun dan pertumbuhan ekonomi masih ada meskipun jumlahnya semakin kecil.

3. Pada saat produksi marginal nilainya sama dengan pendapatan per kapita, artinya nilai pendapatan perkapita mencapai maksimum dan jumlah penduduk optimal (jumlah penduduk yang sesuai dengan keadaan suatu negara yang ditandai dengan pendapatan perkapita mencapai maksimum). Sehingga pertambahan penduduk akan membawa pengaruh yang tidak baik terhadap pertumbuhan ekonomi. Berlakunya hukum the law of deminishing returns berarti tidak semua penduduk dapat terlibat dalam proses produksi. Tetapi pertumbuhan tenaga kerja diikuti dengan pertumbuhan produk akan terjadi apabila pertumbuhan tenaga kerja diikuti dengan pertumbuhan modal.


(26)

Keterangan:

1. Kurva TP1 menunjukkan adanya hubungan antara jumlah tenaga kerja dengan tingkat output nasional. Kondisi yang optiimal akan tercapai jika jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi adalah Tk1, dan jumlah produk nasional Q1. Jika jumlah tenaga kerja ditambah menjadi Tk2, produk nasional tidak bertambah justru berkurang menjadi Q2.

2. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja menjadi Tk2 dapat mendorong pertumbuhan ekonomi bila diikuti dengan pertumbuhan barang modal sehingga produk nasional dapat mencapai titik Q3.

B. Teori Neo Klasik

Teori Neo Klasik ini dipelopori oleh Robert Solow yang menyatakan bahwa:

1. Fluktuatif perkembangan produk nasional akan ditentukan oleh pertumbuhan dua jenis input yaitu pertumbuhan modal dan pertumbuhan tenaga kerja. Perhatian terhadap dua input tersebut sangat besar karena proses pertumbuhan ekonomi memerlukan beberapa hal, yakni:

2. Terdapatnya intensifikasi modal, yaitu suatu proses jumlah modal per tenaga kerja naik setiap saat.


(27)

3. Adanya kenaikan tingkat upah yang dibayarkan kepada para pekerja pada saat intensifikasi modal terjadi. Sehingga masyarakat memiliki daya beli tinggi, trend konsumsi meningkat. Hal ini akan mendorong pertumbuhan produk.

4. Terdapatnya faktor perkembangan teknologi. Menurut Solow, yang paling penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah kemajuan teknologi dan peningkatan keahlian serta keterampilan para pekerja dalam menggunakan teknologi.

C. Teori Rostow

Menurut Rostow pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari berbagai perubahan yaitu sebagai berikut:

1. Perubahan reorientasi organisasi ekonomi. 2. Perubahan pandangan masyarakat

3. Perubahan cara menabung atau menanam modal 4. Perubahan pandangan terhadap faktor alam.

Rostow juga mengemukakan tahap-tahap dalam pertumbuhan ekonomi

antara lain:

1. The Traditional Society (Masyarakat Tradisional), artinya suatu

kehidupan ekonomi masyarakat yang berkembang secara tradisional dan belum didasarkan pada perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta memiliki cara berpikir yang masih irrasional.


(28)

2. The Precondition For Take Off (Persyaratan Tinggal Landas), artinya merupakan masa transisi masyarakat untuk mempersiapkan dirinya untuk menerima teknik-teknik baru dari luar kehidupan mereka.

3. The Take Off (Tinggal Landas), artinya terjadi perubahan yang

sangat drastis dalam terciptanya kemajuan yang sangat pesat dalam inovasi berproduksi dan lain sebagainya. Tahap ini merupakan salah satu tahap terpenting dalam teori Rostow, karena dari tahap inilah semua struktur dapat berubah ke arah yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

4. The Drive To Maturity (Menuju Kematangan), artinya masyarakat

secara efektif telah menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alam.

5. The Age Of High Mass Consumption (Konsumsi Tinggi), artinya

perhatian masyarakat lebih menekankan pada masalah kesejahteraan dan upaya masyarakat tertuju untuk menciptakan welfare state, yaitu kemakmuran yang lebih merata kepada penduduknya dengan cara mengusahakan distribusi pendapatan melalui sistem perpajakan yang bersifat progresif. Hal ini dilakukan semata-mata agar tidak terjadi ketimpangan dalam masyarakat. Masyarakat tidak mempermasalahkan kebutuhan pokok lagi, tapi konsumsi lebih tinggi terhadap barang tahan lama dan barang-barang mewah.


(29)

D. Teori Schumpeter

Teori yang dicetuskan oleh Schumpeter ini lebih menekankan pada peran pengusaha, baik pengusaha kecil maupun pengusaha besar dalam pembangunan, karena kemajuan perekonomian sangat ditentukan oleh adanya enterpreneur. Ciri-ciri enterpreneur yang baik yaitu orang yang memiliki inisiatif yang tinggi, motivasi dan keberanian mengaplikasikan inovasi-inovasi baru dalam kegiatan berproduksi. Para enterpreneur akan menciptakan hal-hal yang baru seperti menciptakan barang baru, menggunakan cara-cara yang baru dalam berproduksi, memperluas pasar ke daerah baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru, reorganisasi dan restrukturisasi dalam perusahaan industri agar usahanya dapat lebih maju dibandingkan kompetitor lainnya.

E. Teori Keynesian

Keynes menyatakan bahwa dalam jangka pendek output nasional dan

kesempatan kerja utama ditentukan oleh permintaan agregate, mereka yakin bahwa kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal harus digunakan untuk mengatasi pengangguran dan menurunkan laju inflasi serta peranan pemerintah sangat besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Perekonomian pasar sepertinya sulit untuk menjamin ketersediaan barang yang dibutuhkan masyarakat dan bahkan sering menimbulkan instability, inequity dan inefisiensi. Bila perekonomian sering diharapkan pada ketidakstabilan, ketidakmerataan dan ketidakefisienan jelas akan


(30)

menghambat terjadinya pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, hal tersebutlah yang sangat dihindari oleh kaum Keynesian.

F. Teori Harrod-Domar

Investasi merupakan syarat utama yang harus dipenuhi agar suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang tangguh atau steady growth dalam jangka panjang. Menurut Harrod-Domar, untuk menciptakan investasi perlu adanya peningkatkan tabungan. Oleh sebab itu setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk menyimpan sebagian pendapatannya untuk meningkatkan tabungan. Harrod-Domar pun tetap mengutamakan peran pemerintah dalam merencanakan pertumbuhan ekonomi suatu negara dan dalam menghimpun dana untuk keperluan investasi agar pertumbuhan ekonomi dapat meningkat ke arah yang lebih baik.

2.1.2. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah

Teori pembangunan tidak dapat dijelaskan secara komprehensif, namun ada beberapa teori yang dapat membantu menjelaskan arti dari pembangunan ekonomi daerah yakni:

1. Metode dalam menganalisis perekonomian daerah, dan

2. Teori yang membahas tentang faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu.


(31)

Namun di pihak lain harus diakui, menganalisis perekonomian daerah sangat sulit karena:

1. Data tentang daerah sangat terbatas terutama jika daerah dibedakan berdasarkan pengertian daerah modal.

2. Data yang tersedia pada umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan analisis perekonomian secara nasional.

3. Data tentang perekonomian daerah sangat sulit untuk dikumpulkan, sebab perekonomian daerah lebih terbuka dibandingkan dengan perekonomian nasional.

4. Bagi Negara Sedang Berkembang (NSB), data yang ada sangat terbatas dan sulit untuk dipercaya, sehingga menimbulkan kesulitan untuk melakukan analisis yang memadai tentang keadaan perekonomian suatu daerah. Biasanya antara sumber data yang satu dengan sumber data yang lainnya terdapat beberapa perbedaan.

Teori-teori tersebut dapat disajikan sebagai berikut:

Pembangunan Daerah : f (sumber alam, tenaga kerja, investasi,

enterpreneurship, transportasi, komunikasi, komposisi industri, teknologi, luas daerah, pasar ekspor, situasi ekonomi internasional, kapasitas


(32)

pemerintah daerah, pengeluaran pemerintah pusat dan bantuan-bantuan pembangunan).

Teori Tempat Sentral

Teori Tempat Sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki tempat (hierarchy of places). Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat atau daerah penyokong yang lebih kecil yang menyediakan sumber daya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan barang dan jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi, baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Misalnya, diadakannya pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainnya hanya sebagai daerah pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem ekonomi daerah. Dengan begitu peran daerah akan lebih terfokus dan terlihat jelas fungsinya.

2.1.3 Keuangan Daerah

Keuangan dan anggaran daerah merupakan alat fiskal pemerintah daerah, oleh karena itu pengalokasian sumber keuangan diperuntukkan bagi pemerataan


(33)

pembangunan sekaligus menciptakan stabilitas ekonomi di setiap daerah, sehingga peran keuangan dan anggaran daerah akan semakin penting disamping keterbatasan pendapatan daerah dalam mengimbangi perolehan dana yang diberikan dari pemerintah pusat, tetapi juga dikarenakan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi daerah dalam mengakomodi potensi serta pemecahan permasalahannya, yang membutuhkan peran aktif masyarakat daerah secara keseluruhan. Untuk itu guna mendukung pencapaian tujuan dan sasaran anggaran daerah yang telah ditetapkan, maka terdapat 5 (lima) kebijakan yang harus dipedomani, yaitu:

1. Kebijakan dibidang keuangan : mengupayakan peningkatan PAD bagi perimbangan pendapatan daerah

2. Kebijakan dibidang pengeluaran : diarahkan untuk mewujudkan program serta penguatan institusi bagi memperkuat basis perekonomian rakyat;

3. Kebijakan bidang kelembagaan : penekanan pada upaya penignkatan kemampuan manajerial serta ketrampilan teknis dalam mengemban tugas sesuai visi, misi dan program strategis yang telah ditetapkan; 4. Kebijakan bidang pengawasan : bagaimana meningkatkan efisiensi dan

efektifitas pengelolaan anggaran, agar mencerminkan suatu manajemen yang kapabel dan akuntabel;

5. Kebijakan dalam mendorong keikutsertaan pihak swasta dalam membangun daerah sesuai porsi masing-masing.


(34)

2.1.4 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

2.1.4.1 Landasan Teori

Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan daerah yang berasal dari sumber-sumber keuangan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba BUMD, penerimaan dinas-dinas dan penerimaan lain-lain (Kaho, 1998:129).

Dalam menganalisis kemampuan daerah, perlu diperhatikan ketentuan dasar mengenai sumber pengahasilan dan pembiayaan daerah berdasarkan UU No. 22 dan 25 tahun 1999. Pasal 79 UU No. 22 Tahun 1999 menyebutkan sumber-sumber pendapatan daerah terdiri dari atas :

1. Pendapatan Asli Daerah, yang terdiri dari : a. Pajak daerah

b. Retribusi daerah

c. Hasil dari perusahan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan

d. Lain-lain PAD yang sah. 2. Dana perimbangan

3. Pinjaman daerah, dan

4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Dalam Pasal 3 UU No. 25 Tahun 1999 menyebutkan sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah :


(35)

2. Dana Perimbangan 3. Pinjaman Daerah

4. Lain-lain penerimaan yang sah

Berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang perubahan UU No. 18 Tahun 1999 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 1 (6) menyebutkan Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilaksanakan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelanggaran pemerintahan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografis, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah, sehingga perbedaan antara daerah yang maju dengan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil. Dana Alokasi Khusus bertujuan untuk membantu membiayai kebutuhan-kebutuhan khusus daerah. Disamping itu untuk menanggulangi keadaan mendesak seperti bencana alam, kepada daerah dapat dialokasikan dana darurat. Undang-undang ini selain memberikan landasan pengaturan pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, juga memberikan landasan bagi perimbangan keuangan antar daerah agar tidak terjadi tumpang tindih dan ketimpangan.

2.1.4.2 Metode Analisis Perhitungan Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah

Untuk menghitung laju pertumbuhan pendapatan daerah, khususnya pendapatan asli daerah, dapat menggunakan rumus berikut (Widodo, 1990:36):


(36)

Δ RPAD = PADt – PAD(t-1) x 100% PAD(t-1)

Dimana:

Δ RPAD = Laju pertumbuhan PAD

PADt = Realisasi penerimaan PAD tahun ke t

PAD(t-1) = Realisasi penerimaan PAD tahun sebelumnya

2.1.5 Pajak

2.1.5.1 Pengertian Pajak

Menurut R. Santoso Brotodiharjo dan Rochmat Soemitro (Soemitro,

1987 dan Brotodiharjo, 1989), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Sementara itu menurut Mangkoesoebroto (2001) menjelaskan bahwa pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada undang-undang, pemungutannya dapat dipaksakan kepada subyek pajak untuk mana tidak ada balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan penggunaanya.

MJH. Smeets mengatakan, pajak adalah prestasi pemerintahan yang


(37)

kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah membiayai pengeluran pemerintah.

Selanjutnya menurut S.I. Djajadiningrat, pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan kepada negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai suatu hukuman, menurut peraturan-peraturan yang telah ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.

Dan menurut PJA. Adriani, pajak adalah iuran pada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas pemerintahan.

Dari pengertian-pengertian pajak yang telah dijelaskan oleh para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik pajak adalah:

1. Pajak dipungut oleh negara berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individual oleh pemerintah.

3. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pembayaran pemerintah, bila dari pemasukannya masih terdapat surplus dipergunakan untuk


(38)

membiayai public investment, sehingga tujuan utama dari pemungutan pajak adalah sebagai sumber keuangan negara ataupun daerah.

4. Pajak dipungut disebabkan karena suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang.

5. Pajak merupakan kewajiban masyarakat yang apabila diabaikan akan terkena sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

2.1.5.2 Fungsi Pajak

Dari segi ekonomi, pemerintah mempunyai tiga fungsi utama, yaitu mengatasi masalah inefisiensi dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi, mendistribusikan penghasilan dan kekayaan kepada masyarakat sehingga tercapai masyarakat yang adil dan makmur. Selain itu, pemerintah juga berfungsi untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul sebagai akibat dari fluktuasi perekonomian dan menjaga atau menjamin tersedianya lapangan kerja (memperkecil tingkat pengangguran) serta penjaga stabilitas harga. Fungsi tersebut oleh Musgrave dan Musgrave (1989) disebut sebagai Fiscal Function. Secara lebih rinci fungsi kebijakan fiskal yang dijalankan oleh pemerintah adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Alokasi

Apabila semua penyediaan barang dan jasa diserahkan pada ekonomi pasar, penyediaan barang dan jasa dan besarnya harga akan ditentukan sepenuhnya oleh preferensi konsumen (dan tingkat


(39)

penghasilannya), serta kepentingan produsen untuk meraup keuntungan. Jika hal ini terjadi, maka sudah dapat dipastikan akan ada barang-barang (atau jasa) tertentu yang tidak tersedia di pasar. Alasan utama pasar atau swasta tidak mau memproduksinya adalah karena pertimbangan inefisiensi. Pembuatan jalan-jalan umum, misalnya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sementara hasil atau keuntungannya mungkin baru bisa diperoleh setelah puluhan tahun. Inilah salah satu contoh dari kegagalan pasar (market failure). Jika pasar tidak mau memproduksi, pada saat itulah seharusnya pemerintah melakukan intervensi. Fungsi inilah yang disebut fungsi alokasi. Fungsi alokasi dalam kebijaksanaan fiskal pada dasarnya berupa penetapan alokasi penggunaan sumber daya ekonomis nasional untuk tujuan penyediaan barang-barang publik. Kebijakan fiskal telah memenuhi fungsi alokasi sumber daya ekonomis dalam masyarakat.

2. Fungsi Distribusi

Selain masalah alokasi, pemerintah juga mempunyai tanggung jawab untuk mendistribusikan pendapatan dan kesejahteraan dalam masyarakat secara adil dan merata, khususnya bagi golongan menengah kebawah yang jumlahnya sangat berbanding terbalik dengan golongan menengah keatas.. Ketidak sempurnaan pasar dapat menyebabkan penumpukan kekayaan pada salah satu golongan atau kelompok masyarakat saja. Apalagi jika


(40)

penumpukan kekayaan ini juga terjadi karena adanya monopoli. Akibatnya, kesenjangan antargolongan akan semakin melebar. Konsep pemerataan hasil pembangunan merupakan dasar dari fungsi ini. Hal ini didasari karena terdapatnya perbedaan kemampuan untuk menghasilkan pendapatan antara satu orang dengan orang lainnya.

Jika hal ini dibiarkan, maka tingkat kecemburuan sosial akan mudah bertumbuh dan sangat efektif untuk menimbulkan anarki karena perbedaan taraf hidup yang sangat berbeda. Hanya negara yang bisa memaksa golongan masyarakat menengah keatas untuk menyisihkan penghasilannya dengan mewajibkan mereka membayar pajak sesuai dengan kemampuannya (ability to pay).

Melalui pemungutan pajak, negara bisa menyediakan pelayanan kesehatan yang murah dan pendidikan yang terjangkau untuk seluruh lapisan masyarakat. Negara juga bisa memberikan subsidi atas pengadaan rumah murah dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Inilah yang disebut dengan fungsi distribusi, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Musgrave yaitu, “Adjustment of the distribution of income and wealth to ensure conformance with what society considers a fair or just state of distribution...”

Kebijakan fiskal yang diterapkan pemerintah akan selalu diusahakan untuk mencapai pemerataan hasil pembangunan secara lebih adil. Melalui pajak yang dipungut serta penggunaannya, maka


(41)

pemerataan hasil pembangunan akan dapat dilaksanakan dan pemilihan jenis pajak yang dipungut merupakan cara jitu untuk lebih meningkatkan pemerataan.

3. Fungsi Stabilisasi

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu dari tujuan dari pembangunan disamping pemerataan. Pemerintah akan selalu berusaha untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tertentu dari tahun ke tahun. Disamping itu, penyediaan lapangan kerja yang cukup juga merupakan sisi lain dari pembangunan ekonomi. Masalah pengangguran, inflasi, pertumbuhan ekonomi, suplai dana, nilai tukar dan masih banyak aspek makro ekonomi lainnya (Macroeconomics Problems) tidak bisa diselesaikan oleh pasar secara otomatis sehingga pemerintahlah yang harus menangani hal-hal tersebut. Inilah Fungsi Stabilisasi pemerintah.

4. Fungsi Regulasi

Sering kali produsen tidak sepenuhnya menanggung biaya-biaya yang timbul akibat limbah pabrik yang berbahaya, yang merupakan ekses proses produksi suatu barang. Dalam beberapa kasus, masyarakat yang menanggung biaya atau efek sampingan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, pemerintah juga yang harus bertanggung jawab untuk menanggulangi hal tersbut. Misalnya, jika suatu daerah terkontaminasi limbah kimia beracun (LAPINDO Brantas), atau nelayan kehilangan pendapatannya karena ikan-ikan


(42)

di laut banyak yang mati akibat terkena limbah beracun, mau tidak mau pemerintah yang harus turun tangan untuk menangani bencana tersebut.

Pasar tidak menangani masalah sekompleks itu dan pasar tidak mempunyai otoritas untuk membatasi dampak buruk tersebut dan menghukum setiap orang atau badan yang melakukannya. Hal ini dikategorikan kegagalan pasar karena faktor eksternalitas.

Musgrave mendefinisikan externalitas sebagai, “situations where consumption benefits are shared and cannot be limited to particular consumers, or where economic activity results in social costs which are not paid for the producer or the consumer who causes them.”

Oleh karena itulah, negaralah yang harus berfungsi sebagai regulator, antara lain dengan mengharuskan pengusaha membuat analisis mengenai dampak lingkungan, membuat pembuangan limbah atau dengan melalui pemungutan pajak. Pajak yang dipungut untuk mengoreksi efek ekternalitas negatif disebut dengan Pajak Pivogian sesuai dengan penggagas pertamnya, Arthur Pigou

(1877 – 1959). Dalam mengatasi eksternalitas negatif, para ekonom

umumnya lebih menganjurkan instrumen pemungutan pajak karena dianggap lebih efisien untuk mengurangi polusi dibandingkan jika pemerintah hanya membuat regulasi mengenai polusi.


(43)

Eksternalitas tidak selalu berkonotasi negatif. Ada juga yang bersifat positif. Contohnya, meski tidak pernah mngeluarkan biaya satu sen pun untuk membiayai penelitian, Thomas A.

Edison, namun negara lainnya ikut menikmati hasil penemuan bola

lampu dan pengembangan produknya. Dalam penemuan suatu teknologi atau inovasi, perusahaan lain dapat dengan cepat mengadopsi (atau bahkan mengimitasi) teknologi tersebut padahal tidak mengeluarkan biaya satu sen pun untuk penelitian atau pengembangan inovasi tersebut. Oleh karena itu, negara atau pemerintah harus melakukan intervensi. Itulah Fungsi Regulasi yang harus diterapkan.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan fungsi negara atau pemerintah, baik dalam fungsi alokasi, distribusi, stabilisasi dan regulasi maupun kombinasi dari keempatnya. Dari beberapa contoh diatas, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya fungsi pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi budgetair dan fungsi regulerend.

1. Fungsi Budgetair

Fungsi pajak yang paling utama adalah untuk mengisi kas negara (to raise government’s revenue). Fungsi ini disebut dengan fungsi budgetair atau fungsi penerimaan (revenue function). Oleh karena itu, suatu pemungutan pajak yang baik sudah seharusnya memenuhi asas revenue productivity. Pajak merupakan sumber


(44)

penerimaan negara yang bersifat berkesinambungan, teratur, dan terus mengalami peningkatan paralel dengan tuntutan kenaikan jumlah kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu juga, dalam menentukan kebijakan pajak, berlaku second best theory. Jika suatu pajak sulit untuk dipungut, padahal potensinya signifikan maka mungkin saja pemerintah lebih mengedepankan asas simplicity or ease of administration daripada asas equality, misalnya dengan menetapkan schedular taxation.

2. Fungsi Regulerend

Fungsi Regulerend merupakan fungsi mengatur dalam arti sluas-luasnya, termasuk terciptanya keadilan, melindungi, mengarahkan, mendorong, mendidik, kepastian pemerataan bagi pencapaian tujuan pokok politik pembangunan, dan mengurangi laju inflasi (Hyman, 1987). Pada kenyataannya, pajak bukan hanya berfungsi untuk mengisi kas negara. Pajak juga digunakan oleh pemerintah sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pajak, seperti custom duties/tariff (bea masuk), digunakan untuk mendorong atau melindungi (memproteksi) produksi dalam negeri, khususnya untuk melindungi infant industry dan atau industri-industri yang dinilai strategis oleh pemerintah. Selain itu, pajak juga dapat digunakan justru untuk menghambat suatu kegiatan perdagangan. Namun, kebijakan pajak tersebut tidak lepas dari kerangka teori fungsi-fungsi


(45)

ekonomi yang harus dilaksanakan oleh negara (economicc government).

2.1.5.3 Asas-Asas Pemungutan Pajak

Umumnya tujuan dari hukum adalah menciptakan ketertiban dan keadilan pada masyarakat, demikina halnya dengan hukum pajak. Adapun untuk dapat mencapai keadilan dalam pemungutan pajak harus diusahakan dasar pemungutan pajak yang dapat dilaksanakan secara umum dan merata.

Pada tahun 1776 Adam Smith memperkenalkan empat asas kriteria pemungutan pajak agar pemungutan pajak dapat dilaksanakan dengan merata, asas tersebut disebut dengan “The Canons of Taxation” yang disebut juga “The Four Maxims” (Sommerfeld, 1969).

1. Asas Keadilan (Eguity)

Asas ini menghendaki adanya keseimbangan beban pajak diantara masing-masing subyek pajak, seimbang dengan penghasilan dan dapat dinikmati masing-masing wajib pajak di bawah perlindungan pemerintah. Asas ini tidak memperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi diantara wajib pajak, dalam kondisi yang sama wajib pajak harus dibebani pajak yang sama. 2. Asas Kepastian (Certaintly)

Asas ini menghendaki adanya suatu kepastian mengenai apa yang harus dikenakan pajak dan berapa besar pajak yang harus


(46)

dibayar, serta ketentuan mengenai waktu pembayaran. Dalam prakteknya, untuk menciptakan kepastian dalam pemungutan pajak, oleh pemerintah diterbitkan petunjuk aturan pelaksanaanya untuk membantu para wajib pajak.

3. Asas Ketetapan (Convenciency)

Asas ini menghendaki agar pajak dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak, saat sedekat-dekatnya dengan detik diterimanya penghasilan yang bersangkutan, agar wajib pajak tidak merasa terbebani oleh pembayaran pajak yang dikenakan. 4. Asas Keefisienan (Effisiency)

Asas ini menghendaki agar pemungutan atau penagihan pajak dilakukan sehemat-hematnya atau dengan kata lain, pemasukan pajak harus lebih besar dari biaya pemungutannya.

Dalam buku mengenai hukum pajak (Soemitro, 1987 dan

Brotodihardjo,1989) mengemukakan adanya empat asas yang harus dipenuhi

dalam setiap pemungutan pajak, yaitu :

1. Asas Hukum

Asas hukum dalam pemungutan pajak harus mengacu pada keadilan dan yang mencakup salah satunya adalah Maxims milik

Adam Smith.

2. Asas Yuridis

Adanya jaminan hukum yang tegas baik untuk negara maupun wajib pajak, yang mengandung arti bahwa pemungutan


(47)

pajak harus didasarkan pada undang-undang. Dengan demikian adanya ketegasan hak dan kewajiban wajib pajak. Disamping itu asas yuridis juga mengisyaratkan adanya ketentuan yang tegas dan jelas tentang terjaminnya rahasia wajib pajak dan asas yuridis ini dapat dikaitkan dengan asas kepastian dalam Maxims milik Adam

Smith.

3. Asas Ekonomi

Asas ekonomi berkaitan dengan fungsi mengatur dalam perpajakan, artinya pemungutan pajak harus mendorong pertumbuhan ekonomi (tidak menghambat kelancaran produksi dan perdagangan).

4. Asas Finasial

Asas finansial dalam pemungutan pajak berkaitan dengan fungsi budgeter dari pajak tersebut. Dalam kaitan ini penghitungan biaya manfaat dalam pemungutan perlu diperhatikan. Asas finansial ini dapat dikatakan hampir sama dengan asas ketepatan dan keefisienan Maxims milik Adam Smith.

2.1.5.4 Teori Perpajakan 2.1.5.4.1 Teori Asuransi

Kegiatan asuransi adalah merupakan sebuah kontrak hukum dan diatur dalam undang-undang dimana penanggung berdasarkan


(48)

pertimbangan-pertimbangan tertentu apabila tertanggung menderita kerugian sebagaimana yang dijamin dalam perjanjian tersebut dan dengan kondisi perjanjian tersebut. Dengan demikian, yang disebut dengan “Asuransi” adalah suatu kontrak hukum antara dua pihak, yaitu pihak yang sanggup menanggung resiko dengan berhak memungut premi dan pihak yang ditanggung dengan membayar premi. Apabila terjadi peristiwa yang menyebabkan tertanggung menderita kerugian dalam peristiwa yang menyebabkan tertanggung menderita kerugian dalam peristiwa yang terjadi tersebut sesuai dengan yang disepakati maka penanggung asuransimembayar sejumlah uang yang ada yang telah disepakati bersama. Bila tidak terjadi peristiwa yang disepakati maka premi tersebut menjadi milik yang menanggung, kecuali asuransi jiwa. Apabila sampai batas waktu yang ditentukan tidak terjadi peristiwa yang disepakati maka uang dikembalikan kepada pihak yang ditanggung. Atau dengan kata lain, kerugian yang diderita oleh mereka yang tidak melakukan perjanjian asuransi tidak akan memperoleh pemberian santunan.

Timbulnya hak negara memungut pajak berdasarkan teori asuransi ini, negara disamakan dalam perusahaan asuransi. Oleh karena negara berkewajiban memberikan santunan kepada rakyat maka wajar melakukan pemungutan pajak dari rakyatnya. Sebaliknya bagi rakyat, karena menerima santunan dari negara, atau menerima prestasi dari negara maka wajar rakyat wajib membayar pajak kepada negara, sebagaimana tertanggung membayar premi asuransi.

Teori asuransi ini bila dikaitkan dengan imbalan yang diberikan oleh pemerintah tidak sama dengan imbalan yang diberikan perusahaan asuransi kepada tertanggung. Imbalan yang diberikan oleh pemerintah tidak terbatas


(49)

kepada masyarakat pembayar pajak (wajib pajak), sedangkan imbalan yang diberikan oleh perusahaan asuransi terbatas kepada tertanggung (pembayar premi). Inilah yang merupakan kelemahan teori asuransi yang dikaitkan dengan kewajaran masyarakat membayar pajak. Oleh karena itu, timbul teori kepentingan mutlak.

2.1.5.4.2 Teori Kepentingan

Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) menegaskan “berhasilnya pembangunan nasional sebagai perwujudan pengamalan Pancasila tergantung pada partisipasi seluruh rakyat serta pada sikap mental, tekad dan semangat, ketaatan dan disiplin para penyelenggara negara serta seluruh rakyat Indonesia”.

Bab tersebut menegaskan bahwa pemerintah dan rakyat yang sama-sama berkepentingan harus satu gerak untuk mensukseskan pencapaian tujuan sebagaimana diamanatkan oleh rakyat. Rakyat yang berkepentingan atas jasa negara, naka rakyat harus menyampaikan partisipasinya sesuai kemampuannya. Bagi rakyat yang telah memperoleh tambahan penghasilan sebagai akibat dari hasil pembangunan maka sewajarnya mereka itu menyampaikan iuran berupa pembayaran pajak. Demikian pula dengan pemerintah yang telah menerima partisipasi dari rakyat berupa pembayaran pajak, wajib menggunakan dana tersebut seefisien mungkin.

Teori kepentingan bila ditafsirkan secara sempit dapat merancukan pengertian pajak dengan retribusi. Sebab kedua pemungutan ini hanya dibedakan


(50)

pada tingkat balas jasa oleh negara. Bila balas jasa dilakukan secara langsung kepada pembayarannya adalah retribusi.

Teori ini harus diartikan secara luas bahwa hak pemerintah memungut disini meliputi Pajak, Retribusi dan Sumbangan. Dengan demikian maka kewajaran dalam teori ini dapat dipertanggungjawabkan, baik ditinjau dari hak pemerintah maupun hak rakyat untuk memperoleh pelayanan. Oleh karena itu diharapkan dapat terjadi simbiosis mutualisme antara pemerintah maupun masyrakat luas.

2.1.5.4.3 Daya Pikul

Tingkat kepentingan terhadap jasa negara dipengaruhi oleh tingkat kemampuan, semakin tinggi tingkat kemampuannya dalam memiliki kekayaan, semakin tinggi tingkat kepentingannya atas jasa negara. Oleh karena itu agar pemungutan pajak mencapai sasaran yang adil dan merata, maka besarnya beban pajak harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan seseorang dalam kepemilikaan kekayaannya. Atau dengan kata lain, besarnya beban pajak orang dengan status sosial menengah keatas lebih besar daripada orang yang tidak mampu. Bagi seseorang tingkat daya pikulnya dapat diukur melalui tingkat beban keluarga. Semakin banyak keluarga yang ditanggung kehidupannya semakin tinggi bebannya, berarti semakin rendah daya pikulnya.


(51)

2.1.5.4.4 Daya Beli

Menurut teori ini, fungsi dari pemungutan pajak dapat disamakan dengan pompa, yaitu mengambil daya beli dari rumah-rumah tangga dalam masyarakat dan mengarahkannya pada tujuan tertentu. Karena tidak memperhatikan asal-usul kemampuan untuk membeli maka asas daya beli banyak diterapkan pada jenis-jenis pajak kebendaan lainnya.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa wajar bila negara memungut pajak dari rakyat, dan rakyat wajar membayar pajak kepada negara, yang keduanya didasarkan kepada adanya kepentingan, baik pada negara maupun rakyat. Meskipun timbulnya hak negara memungut pajak atas dasar adanya kepentingan, namun pelaksanaan pemungutannya tidak dapat disamaratakan. Untuk mencapai pemgumutan pajak yang adil dan merata, maka pemungutan pajak atas mereka yang mampu harus lebih besar daripada yang kurang mampu. Demikian pula dengan pajak kebendaan, dikenakan kepada mereka yang mampu membeli, semakin mampu melaksanakan pembelian yang relatif lebih mahal dikenakan pajak lebih besar dibandingkan yang kurang mampu membeli.

2.1.6 Pajak Daerah

Pajak daerah merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan pasal 1 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah adan retribusi daerah, adalah iuran


(52)

wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

2.1.6.1 Pajak Hotel

Pajak Hotel adalah pajak atau pungutan atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di hotel. Pengertian hotel disini termasuk juga rumah penginapan yang memungut bayaran. Pembahasan mengenai pajak hotel didasarkan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000; Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah , khususnya pasal 38-42 dan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 12 Tahun 2003.

1. Sejarah Perkembangan

Pajak Hotel pada mulanya berasal dari Pajak Pembangunan I. Demikian juga dasar hukum yang melandasi diberlakukannya Undang-Undang Pajak Pembangunan I adalah Undang-Undang-undang No.14 tahun 1947. Berdasarkan Undang-Undang Pajak I 1947 peraturan ini kemudian disesuaikan dengan perkembangan daerah.

Instruksi Presiden No.3 tahun 1983 sebagai implementasi pelaksanaan Pajak Pembangunan I juga telah dikeluarkan. Dengan Inpres


(53)

ini diberikan keringanan pajak dan retribusi izin membangun Hotel di Daerah Tujuan Wisata. Keringanan pajak yang dimaksud adalah 50% dari pajak terutang, dan keringanan retribusi adalah dalam pengertian keringanan dalam jumlah pungutan retribusi untuk pengusaha yang membangun hotel di daerah tujuan wisata, setinggi-tingginya Rp. 50 juta.

a. Pengertian Hotel

Hotel adalah suatu bentuk usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian daripadanya yang khusus disediakan , dimana setiap orang dapat menginap dan makan serta memperoleh pelayanan dan fasilitas-fasilitas lainnya dengan pembayaran. Termasuk dalam pengertian hotel adalah :

1. Gubug Pariwisata (Cottage) 2. Motel

3. Losmen

4. Wisma Pariwisata 5. Pesanggrahan (Hostel)

6. Penginapan Remaja (Youth Hostel) 7. Pondok Pariwisata (Home Stay) b. Sistem Self Assesment

Pada azasnya Pajak Pembangunan I menganut self assessment system. Dengan demikian Pajak Hotel juga menganut sistem self assessment, sistem ini menganjurkan wajib pajak agar dapat menghitung pajak, memungut,


(54)

menyetor, melunasi dan melaporkan pajaknya sendiri berdasarkan kesadaran dari wajib pajak. Sistem self assessment ini diwujudkan dalam bentuk sistem setor tunai.

Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka untuk melaksanakan Otonomi Daerah yang nyata, luas dan bertanggung jawab perlu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, agar mampu membiayai dirinya sendiri.

Dengan berlakunya Undang-undang No.34 tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia No.18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Hotel dan Restoran dipisahkan menjadi Pajak Hotel dan Pajak Restoran.

c. Obyek, Subyek dan Wajib Pajak

Obyek Pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di hotel. Yang termasuk kedalam obyek ialah sebagai berikut :

1. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek atau jangka panjangtermasuk tempat kost, wisma, pondok wisata dan gedung pertemuan.

2. Pelayanan penunjang sebagai sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek maupun


(55)

jangka panjang yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan.

Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bayaran atas pelayanan hotel.

Wajib Pajak adalah pengusaha hotel yang bertanggungjawab sepenuhnya untuk menyetor pajak yang seharusnya terutang.

2.1.6.2 Pajak Restoran

Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Pembahasan mengenai Pajak Restoran didasarakan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000; Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001tentang Pajak Daerah, khususnya pasal 43-47 dan berdasarkan atas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 12 Tahun 2003.

1. Sejarah Perkembangan

Pada mulanya yang melandasi keberadaan Pajak Restoran berasal dari Pajak Pembangunan I. Sedangkan dasar hukum yang melandasi diberlakukannya Undang Pajak Pembangunan I adalah Undang-undang No.14 Tahun 1947.


(56)

Pada mulanya Pajak Pembangunan I bukanlah jenis pajak, tetapi merupakan sumbangan dari banyak pihak untuk menunjang para pejuang pada tahun-tahun setelah kemerdekaan. Mulai diadakan pada tahun 1947, melalui Undang-Undang Darurat dengan nama Fonds Kemerdekaan atau Pot Kemerdekaan ini tidak lagi terkendalikan, sehingga lahirlah Undang-undang yang menyatakan bahwa Fonds Kemerdekaan perlu diganti namanya dengan Pajak Pembangunan I. Setelah namanya berganti menjadi Pajak Pembangunan I, dalam perkembangannya pajak tersebut mengalami kemajuan pesat. Pajak Pembangunan I ini berlaku secara nasional.

Pengertian rumah makan diperluas, sehingga dengan demikian perusahaan yang melakukan usaha melayani pesanan makanan (catering service) termasuk di dalam. Penetapan pajak yang ditetapkan dalam ‘kohir’ ditentukan untuk masa paling lama 3 bulan, mengingat bahwa obyek golongan ini pemiliknya tidak tetap, begitu juga tempat usahanya pun tidak menetap. Sehingga untuk memudahkan Wajib Pajak menyetor serta memudahkan pengawasan dari pihak petugas, maka cara memungut pajak diatur dengan menggunakan Materai Pembangunan yang dapat disetor/diangsur seminggu sekali.

1. Sistem Self Assesment

Pada azasnya Pajak Pembangunan 1 menganut Self Assessment System. Sistem Self Assessment itu sendiri menganjurkan wajib pajak agar dapat menghitung pajak, memungut, menyetor, melunasi dan melaporkan pajaknya


(57)

sendiri berdasarkan kesadaran dari wajib pajak. Sistem ini diwujudkan dalam bentuk sistem setor tunai.

2. Obyek, Subyek dan Wajib Pajak

Dengan nama Pajak Restoran dipungut atas setiap pembayaran dan pelayanan di restoran baik itu dalam bentuk makanan ataupun minuman.

Obyek Pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di restoran. Termasuk didalamnya Rumah Makan, Warung Makan, Kafe, Bar dan atau usaha lain yang sejenis yang disertai dengan fasilitas penyantapannya atau disantap ditempat lain.

Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan penjualan makanan dan minuman di restoran.

Wajib Pajak adalah Pengusaha Restoran termasuk didalamnya Pengusaha Rumah Makan, Warung Makan, Kafe, Bar dan usaha lain yang sejenis yang disertai dengan fasilitas penyantapannya atau disantap ditempat lain. Pengusaha sebagai penanggung Pajak Restoran bertanggung jawab sepenuhnya untuk menyetor pajak yang seharusnya terutang sesuai dengan persentase yang telah ditetapkan oleh pemerintah di masing-masing daerah.


(58)

2.2 Hypothesa

Artinya apabila Pajak Hotel (PH) mengalami kenaikan, maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

Artinya apabila Pajak Restoran (PR) mengalami kenaikan, maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

Pajak Hotel punya pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan, hal ini dapat dilihat dari pengaruh yang diberikan Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan bernilai positif dan selalu menunjukkan trend yang meningkat dari tahun ke tahun sepanjang tahun 2003-2007.

Pajak Restoran berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Kota Medan, hal ini dapat dilihat dari pengaruh yang diberikan Pajak Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan bernilai positif dan selalu menunjukkan trend yang meningkat dari tahun ke tahun sepanjang tahun 2003-2007.


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna menyelesaikan atau memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian mencakup pada Pajak Hotel dan Pajak Restoran Kota Medan serta pengaruhnya terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan selama periode 2003-2007.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kuantitatif dengan sumber data adalah data sekunder dan bersifat time series yaitu data-data yang menggunakan angka-angka dalam bentuk berkala. Sumber data diperoleh dari data-data yang terdapat di Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kota Medan pada kurun waktu 2003-2007 yang kemudian diolah dalam bentuk perkuartalan. Disamping itu, data lainnya diperoleh dari buku bacaan, karya-karya


(60)

ilmiah, laporan-laporan penelitian, jurnal serta website yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan melakukan penelitian langsung ke badan-badan ataupun instansi yang terkait (riset) serta penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data melalui bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, laporan-laporan penelitian, artikel dan data-data elektronik yang bersifat online (internet), yang berhubungan dengan topik yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan pencatatan langsung berupa data time series dalam kurun waktu 2003-2007, dimana data tersebut telah dirubah dalam bentuk data kuartal yang didapatkan melalui proses interpolasi sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 20 buah. Adapun proses interpolasi didapat melalui rumus sebagai berikut:

Q1=1/4 {Yt - 4,5/12 (Yt - Yt-1)}

Q2=1/4 {Yt - 1,5/12 (Yt - Yt-1)}

Q3=1/4 {Yt + 1,5/12 (Yt - Yt-1)}


(61)

Dimana:

Q1 : Hasil perhitungan pada kuartal pertama (PAD, PH atau PR)

Q2 : Hasil perhitungan pada kuartal pertama (PAD, PH atau PR)

Q3 : Hasil perhitungan pada kuartal pertama (PAD, PH atau PR)

Q4 : Hasil perhitungan pada kuartal pertama (PAD, PH atau PR)

Yt : PAD, PH atau PR pada tahun sekarang

Yt-1 : PAD, PH atau PR pada tahun lalu

3.4 Pengolahan Data

Penulis menggunakan program E-Views 5.0 untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini.

3.5 Model Analisis Data

Model analisis data yang digunakan dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model analisis ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan Metode Kuadrat Terkecil Biasa (Ordinary Least Square).


(62)

Adapun fungsi estimasinya adalah sebagai berikut:

LPAD = f (LPH,LPR)...(1)

Kemudian fungsi tersebut dibentuk sebagai model ekonometrika dengan spesifikasi model sebagai berikut:

Log PAD = a + bLogPH + cLogPR + µ...(2)

Dimana :

PAD : Pendapatan Asli Daerah (Milyar Rupiah)

a : Intercept

PH : Pajak Hotel (Milyar Rupiah)

PR : Pajak Restoran (Milyar Rupiah)

b, c, : Koefisien Regresi

µ : Term of Error

Dari model tersebut dapat dirinci dalam matematis bentuk hipotesisnya adalah:


(63)

Artinya apabila Pajak Hotel (PH) mengalami kenaikan, maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

Artinya apabila Pajak Restoran (PR) mengalami kenaikan, maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

3.6 Test Goodness of Fit (Uji Kesesuaian)

Test Goodness of Fit merupakan uji koefisien determinasi atau nilai R-square yang menjelaskan bahwa secara bersama-sama variabel independen mampu memberi penjelasan perkembangan variabel dependen.

3.6.1 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinasi (R2) dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama dapat memberi penjelasan terhadap variabel dependen. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 (O ≤ R2 ≤ 1). Jika R2 semakin besar (mendekati 1) maka dapat dikatakan bahwa variabel bebas mempunyai pengaruh yang besar terhadap variabel terikat. Sebaliknya jika R2 semakin kecil (mendekati 0) maka dapat dikatakan bahwa pengaruh variabel bebas kecil terhadap variabel terikat.


(64)

3.6.2 Uji T-Statistik (Uji Parsial)

Uji T-Statistik merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut:

Ho : bi = b

Ha : bi ≠ b

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-I nilai hipotesis, biasanya b dianggap = 0, artinya tidak ada pengaruh variabel X1 terhadap Y. Bila nilai t-hitung > t-tabel, maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji bepengaruh nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Nilai t-hitung dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

T-hitung = Sbi

(bi-b) Dimana:

bi = Koefisien Variabel ke-i

b = Nilai Hipotesis nol


(65)

Gambar 3.1 Kurva Uji T-Statistik

3.6.3 Uji F-Statistik (Uji Keseluruhan)

Uji F-Statistik ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut:

Ho ; b1 = b2 = ...=bk = 0 (tidak ada pengaruh)

Ha ; bi ≠ 0...i = 1 (ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Jika F hitung (F*) > F-tabel, maka Ho ditolak. Artinya variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen.

Nilai F-hitung diperoleh dengan rumus:


(66)

F-hitung =

(1-R2)/(n-k) R2/(k-1)

Dimana:

R2 = Koefisisen Determinasi

k = Jumlah Variabel Independen ditambah Intercept dari suatu model persamaan

n = Jumlah Sample

Dengan kriteria sebagai berikut:

Ho : β1= β2= 0

Ho diterima jika F-hitung < F-tabel, artinya variabel

independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha : β1≠ β2≠ 0

Ha diterima jika F-hitung > F-tabel, artinya variabel

independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel independen.


(67)

Gambar 3.2 Kurva Uji F-Statistik

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Uji penyimpangan asumsi klasik merupakan pengujian yang dilakukan pada regresi linier klasik untuk melihat keadaan dari model estimasi yang terdiri dari multikolinearity, autokorelasi dan heterokedastisitas.

3.7.1 Multikolinearity

Multikolinearity adalaha alat yang digunakan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi variabel independen diantara satu dengan yang lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari nilai R2, F-hitung, T-hitung serta standart error.

Adanya multikolinearity dapat ditandai dengan:

a. Standart error tidak terhingga.

b. Tidak ada satupun T-statistik yang signifikan pada α = 5%, α = 10%, α =1%.


(68)

c. Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori d. R2 sangat tinggi.

3.7.2 Autocorrelation

Autokorelasi terjadi bila error term (µ) dari periode waktu yang berbeda (observasi data cross section) berkorelasi atau dapat juga dikatakan adanya hubungan atau korelasi antara residual yang sekarang dengan yang masa lalu. Dikatakan bahwa error term berkorelasi atau mengalami korelasi serial jika:

Variabel (ɛi, ɛ j) ≠ 0; untuk i ≠ j, dalam hal ini dikata kan memiliki masalah autokorelasi.

Ada beberapa cara untuk mengetahui keberadaan autokorelasi, yaitu dengan cara:

a. Dengan memplot grafik

b. Dengan Durbin-Watson (Uji D-W test)

D-hitung =

Ʃe2t Ʃ (et - (et - 1))2

Dengan hipotesis sebagai berikut: Ho : ρ = 0, artinya tidak ada autokorelasi


(69)

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independen tertentu diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin-Watson untuk berbagai nilai. Hipotesis yang digunakan adalah:

Gambar 3.3 Kurva Uji DW Statistik

Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

Ho : Tidak ada korelasi

Dw < dl : Tolak H0 (ada korelasi positif)

Dw > 4-dl : Tolak H0 (ada korelasi negatif)


(70)

dl ≤ dw ≤ du : pengujian tidak bisa disimpulkan (inconclusive)

(4-du) ≤ dw ≤ (4-dl) : pengujian tidak bisa disimpulkan (inconclusive)

3.8 Definisi Variabel Operasional

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintahan daerah yang besarnya dinyatakan dalam rupiah.

2. Pajak Hotel (PH) adalah pajak atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di hotel yang besarnya dinyatakan dalam rupiah.

3. Pajak Restoran (PR) adalah pajak atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di restoran yang besarnya dinyatakan dalam rupiah.


(71)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Penelitian

4.1.1 Gambaran Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan

Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan atau yang lebih sering disingkat DISPENDA, merupakan salah satu perangkat kerja milik Pemerintah Daerah Kota Medan, yang dikepalai oleh seorang Kepala Dinas. Kepala Dinas itu sendiri bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala Daerah. Dinas Pendapatan Kota Medan memiliki visi yaitu “Mewujudkan Masyarakat Kota Medan Yang Taat Pajak dan Retribusi” dan beberapa misi sebagai berikut:

a. Mengintensifkan pungutan Pajak dan Retribusi Daerah. b. Meningkatkan pengelolaan Pendapatan Daerah Kota Medan.

c. Meningkatkan mutu pelayanan kepada Wajib Pajak dan Wajib Retribusi Daerah.

d. Mencari terobosan dalam menggali sumber-sumber PAD yang baru diluar PAD yang sudah ada.

Selain visi dan misi yang dimiliki oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan, mereka pun memiliki beberapa tugas pokok yaitu:


(72)

a. Melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang pendapatan daerah dan melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya.

b. Melaksanakan unsur Pemerintah Kota Medan dalam pungutan Pajak, Retribusi dan Pendapatan Daerah lainnya.

Untuk melaksanakan tugas-tugasnya, Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan dikepalai oleh seorang Kepala Dinas dan didukung 1 (satu) Kepala Tata Usaha, 5 (lima) Sub Dinas, dan 20 (dua puluh) Seksi dan kelompok Jabatan Fungsional yang terdiri dari:

a. Bagian Tata Usaha

Bagian Tata Usaha memiliki tugas pokok memberikan pelayanan administratif yang meliputi pengelolaan administrasi keuangan, kepegawaian, perlengkapan, rumah tangga dinas dan unsur lainnya.

b. Sub Dinas Program

Sub Dinas Program memiliki tugas pokok untuk melaksanakan sebagian tugas dinas dibidang penyusunan program.

c. Sub Dinas Pendataan dan Penetapan

Sub Dinas Pendataan dan Penetapan memiliki tugas melaksanakan sebagian tugas dinas dibidang pendataan dan penetapan.


(73)

Sub Dinas Penagihan memiliki tugas dinas dibidang penagihan meliputi kegiatan pembukuan, verifikasi, penagihan dan perhitungan restitusi, pemindahbukuan serta mempertimbangkan terhadap keberatan pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya.

e. Sub Dinas Retribusi dan Pendapatan Lain-Lain f. Sub Dinas Bagi Hasil Pendapatan

4.1.2 Pajak Hotel Kota Medan

Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, Kota Medan berhak melakukan pemungutan terhadap beberapa jenis pajak daerah, salah satunya adalah Pajak Hotel. Seiring dengan otonomi daerah, Pemerintah Kota Medan pun mengeluarkan peraturan perpajakan daerah yakni Peraturan Daerah Pemerintah Kota Medan Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pajak Daerah Kota Medan. Dalam Peraturan Daerah ini dijelaskan bahwa objek pajak adalah pembayaran atas fasilitas yang disediakan hotel, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan hukum yang melakukan pembayaran kepada hotel dan wajib pajak adalah pengusaha hotel dan tarif pajak hotel sebesar 10% dari jumlah total pembayaran.

Berikut ini adalah Tabel Target dan Realisasi Pajak Hotel Kota Medan tahun 2003-2007 yang digambarkan sebagai berikut:


(74)

TABEL 4.1

Target dan Realisasi Pajak Hotel Kota Medan Tahun 2003 – 2007

Tahun Target (Milyar Rupiah) Realisasi (Milyar Rupiah) Target & Realisasi (%) Pertumbuhan (%)

2003 11.099.480.000 11.117.519.748,84 100,16 - 2004 15.000.000.000 15.005.625.231,70 100,04 34,97 2005 16.500.000.000 16.506.930.084,22 100,04 10,00 2006 17.670.000.000 17.684.311.839,64 100,08 7,13 2007 18.553.500.000 19.717.665.589,08 106,27 5,84

Rata-Rata 101,32 11,59

Sumber: Data Olahan, 2008

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penerimaan PAD dari sektor Pajak Hotel selama tahun pengamatan selalu dapat mencapai target bahkan melebihi target yang telah ditetapkan, dan laba tertinggi terjadi pada tahun 2007 yakni sebesar 106,27%. Namun pencapaian target Pajak Hotel tidak diiringi dengan pertumbuhan penerimaanya, karena bila kita lihat pada tabel diatas persentase pertumbuhan malah semakin menurun.

4.1.3 Pajak Restoran Kota Medan

Objek Pajak yang tercantum dalam Peraturan Daerah Pemerintah Kota Medan Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pajak Daerah Kota Medan adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di restoran termasuk bar, kafe,


(75)

kantin, restoran, rumah makan dan meliputi penjualan makanan/minuman, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan hukum yang melakukan pembayaran kepada restoran, sementara wajib pajak adalah pengusaha restoran. Tarif pajak restoran adalah 10% dari jumlah pembayaran.

Berikut ini adalah Tabel Target dan Realisasi Pajak Restoran Kota Medan tahun 2003-2007 yang digambarkan sebagai berikut:

TABEL 4.2

Target dan Realisasi Pajak Restoran Kota Medan Tahun 2003 – 2007

Tahun Target (Milyar Rupiah) Realisasi (Milyar Rupiah) Target & Realisasi Pajak Restoran (%) Pertumbuhan (%)

2003 26.350.520.000,00 25.051.845.252,31 95,07 - 2004 29.280.000.000,00 29.343.934.623,08 100,22 17,13 2005 35.880.000.000,00 34.136.656.308,58 95,14 16,33 2006 35.880.000.000,00 35.918.147.431,58 100,11 5,22 2007 36.756.400.000,00 37.254.977.247,70 101,36 3,72

Rata-Rata 98,38 8,48

Sumber: Data Olahan, 2008

Dari tabel diatas terlihat bahwa terjadi pencapaian target yang disertai pertumbuhan dari tahun ke tahun, namun pada tahun 2003 target dan realisasi pajak retoran yang telah ditetapkan tidak mencapai angka 100%, hanya mencapai angka 95,07, sama halnya seperti pada tahun 2005, yakni hanya 95,14%.


(1)

Lampiran 1: Tabel Data

Realisasi Pendapatan Asli Daerah, Pajak Hotel dan Pajak Restoran Kota

Medan Tahun 2003-2007

Tahun

Pendapatan Asli Daerah

(Milyar Rupiah)

Pajak Hotel

(Milyar Rupiah)

Pajak Restoran

(Milyar Rupiah)

2003

233.756.686.466,06

11.117.519.748,84 25.051.845.252,31

2004

257.989.893.411,70

15.005.625.231,70 29.343.934.623,08

2005

303.383.072.313,96

16.506.930.084,22 34.136.656.308,58

2006

312.862.351.244,64

17.684.311.839,64 35.918.147.431,58

2007

314.802.110.997,38

19.717.665.589,08 37.254.977.247,70


(2)

Hasil Interpolasi Pendapatan Asli Daerah, Pajak Hotel dan Pajak Restoran

Kota Medan Tahun 2003-2007 (Milyar Rupiah)

Tahun

PAD

PH

PR

2003-1

36.60

1.74

3.91

2003-2

51.16

2.43

5.48

2003-3

65.72

3.13

7.05

2003-4

80.28

3.82

8.61

2004-1

62.23

3.39

6.93

2004-2

63.74

3.63

7.47

2004-3

65.25

3.87

7.47

2004-4

66.77

4.12

7.74

2005-1

71.59

3.99

8.08

2005-2

74.43

4.10

8.38

2005-3

77.26

4.17

8.68

2005-4

80.10

4.27

8.98

2006-1

77.33

4.31

8.81

2006-2

77.92

4.38

8.92

2006-3

78.51

4.46

9.04

2006-4

79.10

4.53

9.15

2007-1

78.52

4.74

9.19

2007-2

78.10

4.87

9.27

2007-3

79.31

4.99

9.36

2007-4

78.88

5.12

9.44


(3)

Lampiran 3: Hasil Regress

Pengaruh Pajak Hotel dan Pajak Restoran Terhadap Pendapatan Asli

Daerah Kota Medan

Dependent Variable: LPAD Method: Least Squares Date: 05/04/09 Time: 21:25 Sample: 2003Q1 2007Q4 Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.916094 0.068304 28.05228 0.0000 LPH -0.455952 0.057984 -7.863434 0.0000 LPR 1.424853 0.069343 20.54791 0.0000 R-squared 0.996020 Mean dependent var 4.249133 Adjusted R-squared 0.995552 S.D. dependent var 0.193043 S.E. of regression 0.012875 Akaike info criterion -5.729521 Sum squared resid 0.002818 Schwarz criterion -5.580161 Log likelihood 60.29521 F-statistic 2127.062 Durbin-Watson stat 2.111414 Prob(F-statistic) 0.000000


(4)

Uji Multikolinearitas

Dependent Variable: LPH Method: Least Squares Date: 10/30/07 Time: 03:17 Sample: 2003Q1 2007Q4 Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -1.069380 0.116450 -9.183172 0.0000 LPR 1.172149 0.055901 20.96822 0.0000 R-squared 0.960670 Mean dependent var 1.360006 Adjusted R-squared 0.958485 S.D. dependent var 0.256871 S.E. of regression 0.052338 Akaike info criterion -2.967550 Sum squared resid 0.049307 Schwarz criterion -2.867977 Log likelihood 31.67550 F-statistic 439.6663 Durbin-Watson stat 0.835328 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

Lampiran 5: Hasil Regress

Uji Multikolinearitas

Dependent Variable: LPR Method: Least Squares Date: 10/30/07 Time: 03:18 Sample: 2003Q1 2007Q4 Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.957957 0.054051 17.72305 0.0000 LPH 0.819580 0.039087 20.96822 0.0000 R-squared 0.960670 Mean dependent var 2.072590 Adjusted R-squared 0.958485 S.D. dependent var 0.214792 S.E. of regression 0.043764 Akaike info criterion -3.325353 Sum squared resid 0.034476 Schwarz criterion -3.225780 Log likelihood 35.25353 F-statistic 439.6663 Durbin-Watson stat 0.953233 Prob(F-statistic) 0.000000


(6)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama

: Junior Norris Marpaung

NIM

: 050501023

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Fakultas

: Ekonomi

Adalah benar telah membuat skripsi ini, guna memenuhi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara dengan judul “Pengaruh Pajak Hotel dan Pajak Restoran

Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan”.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, untuk

dapat digunakan seperlunya.

Medan, 22 Juni 2009

Yang membuat pernyataan,

( Junior Norris Marpaung

050501023

)