Tingkat Pengetahuan Gizi Responden Pola Konsumsi Responden

memperoleh makanan yang paling banyak dengan membeli di kantin yang ada di kampus dan disekitar asrama 56,1. Hanya sebagian kecil yang mendapat kiriman dari orang tuanya 6,5 seperti terlihat pada tabel 3. Tabel 3 . Distribusi Responden Berdasarkan Cara Memperoleh Makanan Cara Memperoleh makanan f Masak nasi dan beli lauk 18 16,8 Dibeli di kantin 60 56,1 Dikirim orang tua 7 6,5 Catering 22 20,6 Total 107 100,0

B. Tingkat Pengetahuan Gizi Responden

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah melalui proses penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang. Pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan konsumsi pangan seseorang. Orang yang mempunyai pengetahuan gizi yang baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengatahuan gizinya dalam pemilihan dan pengolahan pangan sehingga dapat diharapkan konsumsi makanannya lebih terjamin. Tabel 4 . Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang Gizi Tingkat pengetahuan f Kurang 8 7,5 Sedang 35 32,7 Baik 64 59,8 Total 107 100,0 Tabel 4 memperlihatkan bahwa lebih dari separuh responden sudah mempunyai pengetahuan tentang gizi yang baik 59,8, hanya 7,5 yang mempunyai pengetahuan dengan kategori kurang. Hasil ini lebih rendah dari yang ditemukan Muharrom 2006 di asrama mahasiswa putra Kampus C Universitas Airlangga, yang menemukan 95 mahasiswa sudah berpengetahuan baik. Terdapat sebelas item pertanyaan yang diajukan kepada responden yang berkaitan dengan gizi. Pertanyaan tentang fungsi vitamin bagi tubuh, makanan sumber energi dan zat gizi yang berfungsi sebagai zat pembangun merupakan pertanyaan yang banyak tidak bisa dijawab dengan benar oleh responden, yaitu berturut-turut sebanyak 65,4; 52,3 dan 43,9. Hanya 48,8 responden yang bisa menjawab dengan baik dan lengkap zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.

C. Pola Konsumsi Responden

Kebiasaan makan yang baik akan mempengaruhi konsumsi makan seseorang dan zat-zat gizi dalam tubuh juga terpenuhi dengan baik. Makanan lengkap harus dipenuhi karena akan mempengaruhi 5 kondisi kesehatan dan status gizi seseorang, kebiasaan makan yang baik dicerminkan oleh konsumsi pangan yang mengandung zat gizi dengan jenis yang beragam dan jumlah yang seimbang serta dapat memenuhi kebutuhan individu. Pola makan remaja akan menentukan jumlah zat-zat gizi yang diperoleh untuk pertumbuhan dan perkembanganya jumlah makanan yang cukup sesuai dengan kebutuhan akan menyediakan zat-zat gizi yang cukup untuk remaja, guna menjalankan kegiatan fisik yang akan dilakukanya, apabila asupan tersebut kurang maka akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembanganya serta prestasinya. Dengan adanya transisi ekonomi, juga berpengaruh terhadap pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat. Perubahan pola konsumsi mulai terjadi di kota-kota besar, yaitu dari pola makanan tradisional yang banyak mengandung karbohidrat, protein, serat, vitamin dan mineral bergeser ke pola makanan berat yang cenderung banyak mengandung lemak, protein, gula dan garam serta miskin serat, vitamin dan mineral sehingga mudah merangsang terjadinya penyakit-penyakit gangguan saluran pencernaan, penyakit jantung, obesitas dan kanker. Tabel 5 . Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Makan Perhari Makan perhari f 3 kali sehari 57 53,3 2 kali sehari 39 36,4 1 kali sehari Tidak menentu 11 10,3 Total 107 100,0 Lebih dari separuh responden mempunyai kebiasaan makan 3 kali sehari 53,3 dan tidak satupun responden yang mempunyai kebiasaan makan satu kali sehari, tetapi 10,3 responden mempunyai kebiasaan makan yang tidak menentu. Responden yang mempunyai kebiasaan makan 3 kali sehari separuhnya adalah responden yang mempunyai cara untuk mendapatkan makanan dengan menggunakan jasa catering. Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan hasil yang diperoleh Setyawati 2006 yang menemukan bahwa 90,2 anak yang tinggal dipanti asuhan mempunyai pola makan 3 kali sehari dengan menu nasi, lauk pauk dan sayur. Menurut Moehji 2003 kebiasaan makan yang kurang pada remaja berawal pada kebiasaan makan keluarga yang tidak baik yang sudah tertanam sejak kecil dan akan terus terjadi pada usia remaja mereka makan seadanya tanpa mengetahui kebutuhan akan zat-zat gizi dan dampak tidak terpenuhinya kebutuhan zat gizi tersebut terhadap kesehatan mereka. Kesukaan yang berlebihan terhadap makanan yang tertentu saja menyebabkan kebutuhan gizi tidak terpenuhi keadaan ini berkaitan dengan “mode” yang tengah marak di kalangan remaja seperti kebiasaan makan fast food dan makanan siap saji. Usia remaja merupakan usia yang sangat mudah terpengaruh oleh siapa saja teman pergaulan dan media masa terutama iklan yang menarik perhatian remaja tentang makanan yang baru dan harga yang terjangkau. 6 Tabel 6 . Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Makan Pagi Sarapan pagi f Selalu 60 56,1 Kadang-kadang kali 3 kali perminggu 37 34,6 Jarang ≤ 2 kali perminggu 8 7,5 Tidak pernah 2 1,9 Total 107 100 Makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang. Bagi orang dewasa, makan pagi dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya tahan saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerja. Bagi anak sekolah, makan pagi dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan memudahkan menyerap pelajaran, sehingga prestasi belajar menjadi lebih baik. Kebiasaan makan pagi juga membantu seseorang untuk memenuhi kecukupan gizinya sehari-hari. Jenis hidangan untuk makan pagi dapat dipilih dan disusun sesuai dengan keadaan. Namun akan lebih baik bila terdiri dari makanan sumber zat tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur. Responden yang mempunyai kebiasaan selalu makan pagi 60 orang 56,1 dan yang tidak pernah sarapan hanya 2 orang 1,9. Jenis sarapan yang biasa dikonsumsi oleh responden adalah nasi dengan telur baik digoreng, didadar atau telur ceplok. Pilihan lain yang banyak dikonsumsi responden adalah bubur kacang hijau. Responden yang kadang-kadang, jarang dan tidak sarapan pagi mempunyai alasan tidak sarapan pagi karena tidak sempatterburu-buru untuk ke kampus, belum ada yang menjual makanan dan tidak terbiasa untuk sarapan. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Susanto 1995 banyak remaja yang sering melewatkan makan paginya dengan berbagai alasan seperti keterbatasan waktu, kurang nafsu makan dan rasa takut menjadi gemuk. Kebiasaan seseorang menghindari makan pagi dengan tujuan untuk menurunkan berat badan, merupakan kekeliruan yang dapat mengganggu kondisi kesehatan. Daniel ….. menyatakan bahwa hampir 50 remaja, terutama remaja dewasa tidak sarapan. Penelitian lain juga membuktikan bahwa 89 bahwa mereka menyakini sarapan memang penting tetapi mereka yang sarapan dengan teratur hanya 60. Berdasarkan hasil analisis pola konsumsi dari responden menggunakan FFQ diketahui bahwa pola konsumsi energi, lemak dan karbohidrat responden yang berdomisili di asrama mahasiswa kurang dari AKG sementara konsumsi protein melebihi AKG seperti terlihat pada tabel 7 7 Tabel 7 . Rata-Rata Konsumsi Zat Gizi dan Persen Terhadap AKG Responden yang Berdomisili di Asarama Mahasiswa Universitas Andalas Zat Gizi Rata-rata SD AKG Energi Kal 1807,02 755,23 84,44 Protein gr 65,24 34,22 120,21 Lemak gr 52,69 35,28 88,36 Karbohidrat gr 270,85 87,43 84,61 Vitamin A IU 616,68 492,27 110,03 Besi mg 13,48 8,26 77,68 Vitamin C mg 51,63 36,29 66,38 Asupan energi mahasiswa hanya mencapai 84,44 dari angka kecukupan gizi, penyebab kurangnya energi yang masuk karena kurangnya asupan dari lemak dan karbohidrat. Pola makan di asrama lebih cenderung ke arah sumber karbohidrat kompleks seperti nasi yang di konsumsi dengan dendeng balado, ayam bakar, ikan goreng,dan telur goreng serta rendah konsumsi sayuran dan buah- buahan. Asupan sumber protein dan lemak terutama berasal dari lauk pauk. Sumber karbohidrat utama berasal dari bahan pokok berupa nasi, selain itu juga berasal dari singkong, pisang, terigu yang terdapat pada makanan jajanan. Makanan jajanan yang sering dan banyak dikonsumsi oleh responden adalah bakwan, roti dan tahu goreng. Sumber utama vitamin A berasal dari lauk pauk berupa ikan dan telur serta sedikit sumbangan dari sayuran yang mengandung provitamin A. Menurut teori pada umumnya bagi masyarakat yang cukup asupan protein akan cukup juga asupan zat besinya, namun pada penelitian ini mahasiswa memenuhi asupan protein, tetapi tidak memenuhi asupan besinya keadaan ini diduga terjadi karena asupan protein berasal dari daging putih yaitu ikan dan ayam yang zat besinya relatif rendah dibandingkan daging merah yang berasal dari sapi, kambing atau domba. Selain itu disebabkan juga oleh rendahnya asupan besi non heme yang terdapat pada sayuran. Sedangkan vitamin C berasal dari sayuran dan buah yang dikonsumsi oleh mahasiswa, asupan vitamin C lebih rendah dibandingkan angka kecukupan yang dianjurkan, hal ini terjadi seiiring dengan rendahnya kosumsi sayur dan buah pada mahasiswa. Kebiasaan makan dan pola konsumsi remaja yang menginginkan makanan yang serba praktis tanpa memperdulikan kesehatan dirinya. Hal ini dapat dilihat bahwa rata-rata konsumsi sayuran pada responden hanya 40 grhari bila dibandingkan dengan jumlah sayuran yang di butuhkan oleh remaja sebanyak 150 grhari. Angka di atas menunjukan bahwa kurangnya konsumsi sayuran pada responden, hanya sebanyak 26,67 dari tingkat kebutuhan. Selain kebiasaan makan praktis, rendahnya konsumsi sayur ini karena responden yang membeli lauk, membeli makanan dikantin biasanya mereka membeli pada saat makan siang dikantin kemudian membungkus lauk untuk makan malam dan sarapan. Jika sayuran dibeli pada saat siang lalu dimakan untuk malam atau keesokannya, sayur akan tidak enak lagi. 8 Hal ini terjadi karena tidak adanya kantin yang berada diasrama dan tidak ada fasilitas dapur yang dapat digunakan untuk memasak. Sayur yang paling sering dan banyak dikonsumsi oleh responden adalah sawi, kangkung, lobak dan daun singkong. Rendahnya konsumsi buah disebabkan tidak mudah mendapatkan buah disekitar asrama dan buah relatif mahal harganya.

D. Asupan Zat Gizi Responden