b. Jumlah akar
Jumlah  akar  adalah  akar  primer  dan  sekunder  yang  dihitung  pada  akhir pengamatan.  Berdasarkan hasil pengamatan Gambar 20 diketahui bahwa media
M2  menghasilkan  rata-rata  jumlah  akar  primer  yang  tertinggi,  yaitu  1,8  buah, sedangkan  media  M1  dan  M3  memiliki  rata-rata  jumlah  akar  primer  yang  sama
yaitu sebanyak 1 buah.  Jumlah rata-rata akar sekunder terbanyak diperoleh pada media  M2  yaitu  65,2  buah,  sedangkan  rata-rata  akar  sekunder  paling  sedikit
diperoleh pada media M1 yaiu 24,2 buah.
Gambar 20  Jumlah akar pasak bumi yang terbentuk selama 20 minggu dalam  tiga  media tumbuh.
Hasil  sidik  ragam  dan  uji  Duncan  Tabel  9  menunjukkan  bahwa  media semai berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah akar primer dan sekunder pasak
bumi.    Semai  yang  ditanam  pada  media  M2  menghasilkan  rata-rata  jumlah  akar primer yang terbanyak dan sangat berbeda nyata dengan media M1 dan M3.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Harsono 2002 menunjukkan bahwa arang  sekam  memiliki  kandungan  silika  yang  tinggi  94-96    serta  kandungan
unsur  lain  yang  mendukung  pertumbuhan  tanaman.  Adanya  kandungan  silika yang tinggi tersebut mampu menyerap kadar unsur yang berlebih.
Sebaran perakaran semai pasak bumi
Sebaran  atau  distribusi  perakaran  semai  pasak  bumi  merupakan  jumlah akar  primer  dan  sekunder  semai  pasak  bumi,  pada  tiga  zone  atau  bagian  dari
wadah  yang  digunakan,  sehingga  dapat  diketahui  kemampuan  akar  dalam
melakukan  penetrasi  untuk  mencari  unsur  hara  yang  diperlukan  dalam  tahapan pertumbuhan dan perkembangannya.  Data selengkapnya disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10  Pengaruh media semai terhadap sebaran akar semai pasak bumi
Media Ulangan
Distribusi Zona Perakaran
Atas 0-5 cm Tengah 6-10cm
Bawah 11-15cm
M1 1
30 2
25 3
20 4
27 5
19 M2
1 22
2 60
43 3
60 40
4 30
20 9
5 24
18 10
M3 1
10 12
2 30
3 15
9 4
20 5
15 12
Pola  perakaran  pada  tiga  media  yang  digunakan  menunjukkan  adanya perbedaan.    Pada  media  kombinasi  sekam-tanah,  akar  semai  yang  dihasilkan
terkonsentrasi  pada  zona  atas,  sedangkan  pada  media  arang  sekam  murni,  akar semai  yang  dihasilkan  selain  terkonsentrasi  pada  zona  atas,  terdapat  juga  pada
zona tengah dan bawah Gambar 21.  Hal ini menunjukkan bahwa adanya arang sekam  mampu  meningkatkan  jumlah  dan  sebaran  akar  semai  yag  dihasilkan
sehingga  kemampuan  melakukan  penetrasi  dan  mencari  unsur  hara  yang diperlukan akan semakin baik.
M2
Gambar 21  Semai dan distribusi akar pada tiga media semai yang berbeda.
Media  berpengaruh  terhadap  tipe  sistem  perakaran  stek.  Pada  media dengan kombinasi arang sekam, akar yang dihasilkan relatif lebih banyak hal ini
dikarenakan  media  tersebut  lebih  lembab  daripada  media  lainnya.      Hasil penelitian  yang  dilakukan  pada  beberapa  jenis  stek  dengan  media  pasir,
menghasilkan  akar  yang  panjang,  sedikit  percabangan,  kasar  dan  rapuh. Sedangkan  kombinasi  pasir  dengan  kompos  menghasilkan  akar  yang  lebih
berkembang,  banyak  cabang,  tipis  dan  lentur.    Perbedaan  sistem  perakaran tersebut berhubungan dengan kelembaban media Hartmann et al.  1997.
M1
M3
Pengamatan visual selama penelitian .
Berdasarkan  pengamatan  visual  selama  penelitian,  media  arang  sekam murni  menghasilkan  semai  yang  memiliki  penampakan  fisik  warna  daun  lebih
hijau, kesehatan yang lebih baik dibandingkan dengan media lain. Selama  penelitian  beberapa  semai  mengalami  kematian  tiba-tiba,  yang
kemungkinan disebabkan busuknya akar akibat serangan jamur.   Serangan jamur yang menyebabkan kematian tersebut dapat disajikan pada Gambar 22.
Gambar 22  Serangan jamur penyebab busuk akar.
Selain serangan larva yang mengakibatkan busuknya akar, pada saat penelitian dijumpai juga serangan larva Atteva sciodoxa.yang menyerang pucuk
yang masih muda.
Gambar 23  Serangan larva Atteva sciodoxa.
Percobaan II.  Kekerabatan Genetik Antar Individu Semai Pasak Bumi Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas DNA yang diperoleh untuk analisis genetik.   Dalam ekstraksi DNA terdapat dua
tahapan penting yang dilakukan yaitu mendegradasi sel untuk mengeluarkan DNA dan mengekstraksi untuk memisahkan DNA dari kontaminan yang ada.
Permasalahan  yang  dihadapi  dalam  ekstraksi  DNA  jenis  tanaman  keras atau  berkayu  adalah  adanya  senyawa  fenol,  senyawa  protein,  karbohidrat  dan
polisakarida  yang  dapat  menurunkan  kemurnian  dan  konsentrasi  DNA.    Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode CTAB.  Penggunaan CTAB
dapat memisahkan DNA dari polisakarida karena adanya karakteristik perbedaan larutan antara  keduanya dalam  CTAB.    Senyawa  fenol  yang  ditunjukkan dengan
terbentuknya  warna  coklat  pada  saat  ekstraksi  dapat  dihilangkan  dengan menambahkan senyawa fenol, selain itu pencucian berulang dengan menggunakan
etanol dapat menghilangkan kontaminan-kontaminan yang ada. Menurut  Qiagen  2001,  pita  DNA  yang  berekor  smearing
mengindikasikan  bahwa pita tersebut  masih  kotor.  Hasil ekstraksi  yang  kotor  ini masih  mengandung  larutan  kloroform,  kadungan  fenol  yang  tinggi  dan  alkohol.
Selain  itu,  hasil  yang  kotor  tersebut  masih  mengandung  kontaminasi  protein, polisakarida dan RNA.
Gambar 24  Hasil ekstraksi daun pasak bumi dengan metode CTAB.
Seleksi primer
Seleksi  primer  dimaksudkan  untuk  mencari  primer  acak  yang  dapat menghasilkan  amplifikasi,  karena  tidak  semua  primer  nukleotida  dapat
menghasilkan  produk  amplifikasi  primer  positif  dan  dari  primer  positif  tidak semuanya menghasilkan fragmen DNA polimorfik.
Dalam  penelitian  ini  DNA  contoh  untuk  seleksi  primer  disiapkan  dengan cara bulking DNA, yaitu DNA dari masing-masing sampel dicampur menjadi satu
dan kemudian dijadikan template. Berdasarkan  hasil  seleksi  terhadap  28  primer,  diperoleh  16  primer  yang
menunjukkan  amplifikasi  dan  dari  18  primer  tersebut  diambil  7  primer  yang menunjukkan ampifikasi terbanyak OPY-6, OPY-15, OPY-17, OPY-19, OPY-20
dan  OPC  7.    Hasil  kegiatan  seleksi  primer  dan  beberapa  primer  terbaik  dapat disajikan pada Gambar 25.
a b
Gambar 25  Foto hasil seleksi primer gambar a primer yang terpilih adalah Y20  C7, gambar b primer yang terpilih adalah
Y17, Y15, Y8 dan Y6.
RAPD
Hasil  amplifikasi  PCR-RAPD  dari  sampel  daun  hasil  perbanyakan  secara generatif  menunjukkan  bahwa  jumlah  fragmen  pita  DNA  hasil  amplifikasi  7
primer  terpilih    berkisar  antara  4-11  pita  dengan  kisaran  pita  yang  teramplifikasi antara  100-1200  bp,  tergantung  pada  jenis  primer  yang  digunakan  Tabel  11.
Dari total 56 pita yang teramplifikasi 78,57 atau sebanyak 44 pita menunjukkan polimorfik,  sedangkan  hasil  analisis  dengan  Popgene  diketahui  nilai  keragaman
genetik dalam populasinya adalah sebesar 0,3076.
Y20 Y9   O16  O13  O6     M
C7 C5    C4
MM           M   Y19 Y17  Y15
Y14 Y13 Y11  Y10 Y8
Y7 Y6
Tabel 11   Primer RAPD yang digunakan serta jumlah pita yang dihasilkan dari 20  individu semai pasak bumi
Primer Sekuens
Range Pita Yang
Teramplifikasi Kb
Jumlah Total
Pita DNA
Jumlah Pita DNA
Polimorfik Persentase
Pita DNA Polimorfik
OPY 15 5’TGGCGTCCTT’3
200 -1200 10
8 80
OPY 6 5’AGCCGTGGAA’3
200 - 1200 11
8 72,7
OPY 17 5’GACGTGGTGA’3
200 - 1200 10
8 80
OPY 8 5’AGGCAGAGCA’3
200 - 1200 9
9 100
OPY 19 5’TGAGGGTCCC’3
200-700 6
5 83,3
OPY 20 5’AGCCGTGGAA’3
100-500 4
2 50
OPC 7 5’GTCCCGACGA’3
100-800 6
4 66,7
Total 56
44 78,57
Gambar 26 menunjukkan contoh  hasil amplifikasi dari 2 primer OPY-15, OPY-17,  sedangkan  hasil  amplifikasi  5  primer  lainnya  hasil  skoring  fragment
pita hasil amplifikasi disajikan pada Lampiran 2.
OPY-15
OPY-17
Gambar 26  Hasil amplifikasi RAPD dengan primer OPY-15 dan OPY-17.
Keterangan: P1-P20: sampel tanaman, M:marker
Nilai  persentase  lokus  polimorfik  dan  keragaman  tersebut  lebih  tinggi dibandingkan  dengan  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Osman  et  al.    2003
terhadap  tanaman  pasak  bumi  di  Malaysia  dengan  menggunakan  penanda  Single Nukleotide  Polymorphisme  SNPs  terhadap  8  sampel  dengan  asal  usul  yang
P20 P19 P18   P17  P16 P15  P14  P13  P12  P11  P10  P9  P8    P7   P6   P5   P4   P3   P2   P1     M
100 bp 1000
bp 500
bp
P20 P19 P18   P17  P16 P15  P14  P13  P12  P11  P10  P9  P8    P7   P6   P5   P4   P3   P2   P1     M
1000 bp
500 bp
100 bp
berbeda Langkawi, Malaka, Trengganu, Pahang, Johor dan kultur jaringan  yaitu antara  45-7  dan  0,182-0,246  dengan  penanda  SNP  dan  lebih  tinggi  jika
dibandingkan dengan tanaman daerah tropis lainnya seperti konifer He = 0,145; Hamrick  et  al.  1992,  eukaliptus  He  =  0,182;  Moran    Hopper  1987,  namun
lebih rendah dibandingkan tanaman berkayu, seperti kamper He  = 0,369; Lee et al.  2000  dengan  menggunakan  metode  Isozim.   Hal  ini mengindikasikan  bahwa
heterogenitas  individu  pasak  bumi  dan  kemampuan  adaptasi  terhadap  perubahan lingkungan  yang  baik  cukup  tinggi.    Menurut  Li  et  al.    2006  pada  beberapa
kasus hal tersebut bisa disebabkan oleh tingginya instabilitas pada tanaman.
Kekerabatan antar individu semai pasak bumi
Menurut  Namkoong  et  al.  1996  dalam  Finkeldey  2005  keragaman genetik  yang  besar  sangat  mempengaruhi  kemampuan  suatu  jenis  untuk
beradaptasi.  Individu atau populasi dengan keragaman genetik yang sempit akan rentan  terhadap  kondisi  lingkungan  yang  heterogen.    Salah  satu  akibat  yang
disebabkan oleh sempitnya variasi genetik adalah mudah terserang oleh hama dan penyakit.  Pada dasarnya kemampuan suatu jenis untuk beradaptasi pada berbagai
kondisi  lingkungan  sangat  tergantung  pada  keragaman  genetik  dan  multiplisitas indivividual dalam populasi Gregorius 1989 dalam Hosius et al. 2000.
Pola  variasi  genetik  suatu  jenis  ditentukan  oleh  sistem  perkawinan  yang terjadi  dan  akan  mempengaruhi  struktur  genetik  dan  dinamikan  populasi  dalam
jenis  tersebut.    Dengan  mengetahui  proses-proses  perkawinan  yang  terjadi  pada suatu  jenis  akan  bermanfaat  bagi  efektifitas  konservasi  sumberdaya  genetik  dan
optmalisasi upaya pemuliaan genetik jenis tersebut. Pasak  bumi  memiliki  kemampuan  perkawinan  yang  unik.    Sebagai
tanaman  dioceous  pasak  bumi  memiliki  tipe  pohon  jantan  dan  betina  sehingga perkawinan  dilakukan  secara  kawin  silang  outcrossing,  namun  pada  beberapa
kasus  tanaman  pasak  bumi  juga  mampu  melakukan  penyerbukan  sendiri  saat bunga masih belum membuka penyerbukan tertutupkleistogami.  Letak benang
sari  yang  lebih  rendah  daripada  kepala  putik  menyebabkan  proses  penyerbukan hanya  terjadi  ketika  ada  vektor  yang  dapat  menggerakkan  bunga  sehingga  putik
dan  benangsari  bertemu  Hadiah  2000.  Adanya  dua  tipe  perkawinan  yang
berbeda tersebut sangat mungkin menjadi penyebab tingginya keragaman genetik tanaman pasak bumi hasil perbanyakan secara generatif.
Jarak genetik dan analisis cluster
Berdasarkan  analisis  gerombol  dan  nilai  jarak  genetik  Lampiran  5 dengan  menggunakan  metode  pemasangan  kelompok  aritmatika  tidak  berbobot
Unweightted  Pair-Grouping  Method  With  Aritmatic  Averaging,  UPGMA dihasilkan  dendrogram  jarak  genetik  antar  populasi  seperti  pada  Gambar  27.    .
Gambar 27  Dendrogram jarak genetik.
Pada Gambar 17, terlihat bahwa populasi membentuk dua kelompok yaitu kelompok I terdiri dari 17 individu dan kelompok II terdiri dari 3 individu  dan
akhirnya  membentuk  satu  kelompok  yang  lebih  besar.    Individu  yang  memiliki jarak  genetik  terdekat  adalah  individu  19  dan  20  0,1542,  sedangkan  individu
yang memiliki jarak genetik terjauh adalah individu 1 dan 13 0,8036. Perbedaan  kedua  kelompok  tersebut  juga  dapat  diamati  pada  semai  hasil
perbanyakan  generatif  yang  secara  morfologi  memiliki  beberapa  perbedaan penampakan  seperti  ukuran  daun,  warna  daun  serta  pertumbuhan  batangnya
Gambar  28.  Perbedaan  pengelompokan  tersebut  diduga  karena adanya  dua  tipe
penyerbukan  yang  berbeda  outcrossing  dan  kleistogami  sehingga  benih  yang dihasilkan  juga  berbeda.    Individu  pada  kelompok  I  17  individu  diduga
merupakan  hasil  dari  outcrossing,  sedangkan  kelompok  II  3  individu  diduga merupakan  hasil  dari  kleistogami.    Kemungkinan  lain  adalah  benih  tersebut
berasal  dari  tanaman  pasak  bumi  lain  yang  terbawa  oleh  burung,  tikus  atau terbawa oleh air sampai ke bawah pohon induk tersebut migrasi gen.
Gambar 28   Perbedaan morfologi daun dan pucuk pasak bumi hasil
perbanyakan secara generatif.
Menurut Osman et al. 2003 tanaman pasak bumi memiliki tipe dispersal yang  mengikuti  gaya  berat  ke  bawah  sehingga  benih  yang  dihasilkan  hanya
tersebar di bawah pohon induk, hal tersebut menyebabkan tanaman pasak bumi di alam  selalu  dtemui  secara  berkelompok  dibawah  pohon  induk.    Hadiah  2000
juga  menyatakan  bahwa  penyebaran  benih  pasak  bumi  umumnya  hanya  terbatas di  sekitar  pohon  induk.    Pemencaran  ke  tempat  yang  lebih  jauh  lagi  hanya
mungkin terbawa oleh aliran air hujan, karena ukuran buahnya yang relatif cukup besar sehingga tidak mungkin terbawa angin.
Implikasi status keragaman terhadap konservasi pasak bumi
Pengetahuan  mengenai  variasi  genetik  sangat  penting  untuk  merumuskan program  konservasi.    Memahami  dan  mempertahankan  keragaman  genetik  suatu
populasi sangat penting dalam konservasi, karena keragaman genetik yang tinggi akan sangat membantu suatu populasi beradaptasi terhadap perubahan-perubahan
yang  terjadi  di  lingkungan  sekitarnya,  termasuk  mampu  beradaptasi  terhadap penyakit-penyakit yang ada di alam.
Berdasarkan  hasil  analisis  genetik,  pasak  bumi  memiliki  keragaman  yang tinggi,  oleh  karena  itu  kemampuan adaptasi  terhadap  perubahan  lingkungan  juga
lebih  baik.    Hal  yang  perlu diperhatikan  adalah menjaga  kelangsungan  hidupnya yang  terancam  akibat  pemanenan  berlebihan  terhadap  habitatnya  di  hutan  alam
untuk keperluan industri obat maupun perkebunan.
Percobaan III.  Perbanyakan Dengan Stek Pucuk
Pada  penelitian  stek  pucuk  ini  perlakuan  yang  diberikan  adalah  faktor media  yang  merupakan  campuran    cocodust  dan  sekam  dengan  perbandingan
yang  berbeda  yaitu  1:0  A1,  1:1  A2  dan  2:1  A3  dan  pemberian  zat pengatur tumbuh, tanpa ZPT B1 dan pemberian ZPT B2.
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh media dan zat pengatur tumbuh terhadap keberhasilan stek pucuk pasak bumi.
Sidik ragam Tabel 12 menunjukkan bahwa media berpengaruh terhadap panjang  akar  sekunder,  sedangkan  persentase  stek  berakar,  panjang  akar  primer
dan  jumlah  akar  lebih  dipengaruhi  oleh  pemberian  ZPT.    Interaksi  antara mediaZPT tidak memberikan pengaruh nyata terhdap parameter apapun.
Tabel 12 Rekapitulasi hasil sidik ragam dan nilai rata-rata terhadap beberapa parameter    pertumbuhan stek
Media signifikansi
Parameter A1B1
A1B2 A2B1
A2B2 A3B1
A3B2
Persentase stek hidup
77,78 77,78
77,78 100
77,78 77,78
tn Persentase stek
berakar 44,44a
66,67
b
33,33a 44,44
b
44,44a 77,78
b
Panjang akar primer
3,18a 4,93
b
2,03a 6,84
b
3,68a 5,76
b
Panjang akar sekunder
1,43b 1,63b
0,4a 1,0a
1,48b 2,04b
Jumlah akar primer
1,50a 3,0
b
2,0a 2,8
b
2,5a 2,0b
Jumlah akar sekunder
4,75a 10,67
b
3,33a 20,2b
6,5a 20,86b
Keteragan: tn: tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 dan 99 : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada   selang kepercayaan
95 : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama  tidak berbeda nyata pada selang
kepercayaan99
Pengaruh media dan zat pengatur tumbuh terhadap keberhasilan stek pucuk pasak bumi.
a. Persentase stek hidup PSH