Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan (Studi Kasus Di Suaka Margasatwa Dolok Surungan Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah, Kabupaten Toba Samosir)

(1)

NILAI EKONOMI PEMANFAATAN HASIL HUTAN

OLEH MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN

(Studi Kasus di Suaka Marga Satwa Dolok Surungan Desa Meranti Utara dan Desa

Meranti Tengah, Kabupaten Toba Samosir)

HASIL PENELITIAN

Oleh:

Benyaris A Pardosi

051201047

Manajemen Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan (Studi Kasus Di Suaka Margasatwa Dolok Surungan Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah, Kabupaten Toba Samosir)

Nama Mahasiswa : Benyaris A Pardosi

Nim/Program Studi : 051201047/ Manajemen Hutan

Menyetujui Komisi Pembimbing,

Ketua Anggota

Agus Purwoko, S.Hut., M.Si NIP.19740801 200003 1 001

Kansih Sri Hartini, S.Hut., MP

Mengetahui,

Ketua Departemen Kehutanan

NIP. 19641228 200012 1001 Dr.Ir. Edy Batara Mulya Siregar, M.S


(3)

ABSTRACT

Economic value exploiting of forest result during the time tend to do not be calculated, although the forest existence have clear its advantage. This research also background by the fact that society around Wild Animal forest of Dolok Surungan have exploiting many result of forest like : water of nira, bane-bane, mat of pandan, firewood, bamboo, rattan, wildfood (antaladan),talas of forest, but how much its economic value not yet been known.

This research aim to : identifying types result and economic value of forest exploited by countryside society around forest; knowing pattern exploiting of forest (total of taking, taking method, processing, marketing); knowing contribution exploitingof forest result by countryside society aroun forest to earnings of countryside society around forest. This research was executed in June to Jule 2010, using quantitative method as especial method with data collecting through interview, quisioner and supported by method qualitative. Intake of sampel conducted by sampling purposive.

From result of research obtained that economic value contribtion exploiting of forest result to earnings of society equal to Rp. 511.754.500/yeaar.

To based on result of research can know that exploiting of forest result which during the time do not be calculated in the reality have given bigh enough contribution to earnings of countryside society around forest. Expectation Writer hopefully this skripsi be of benefit.


(4)

ABSTRAK

Benyaris A Pardosi. Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan (Studi Kasus di Suaka Marga Satwa Dolok Surungan, Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah, Kecamatan Pintu Pohan, Kabupaten Toba Sanosir). Dibawah bimbingan Bapak Agus Purwoko, S.Hut., M.Si dan Ibu Kansih Sri Hartini, S.Hut., MP.

Nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan selama ini sering tidak dihitung (diabaikan), walaupun keberadaan hutan tersebut telah jelas dirasakan manfaatnya. Penelitian ini juga dilatar belakangi oleh fakta bahwa masyarakat sekitar hutan Suaka Marga Satwa Dolok Surungan telah banyak memanfaatkan hasil hutan seperti : air nira, bane-bane, pandan, kayu bakar, sapu lidi, bambu, rotan, antaladan, talas hutan, bahkan kayu sebagai bahan baku pembuatan perabot rumah tangga, namun nilai ekonominya belum diketahui.

Penelitian ini bertujuan untuk : mengidentifikasi jenis-jenis dan nilai ekonomi hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa sekitar hutan Suaka Marga Satwa Dolok Surungan;mengetahui pola pemanfaatan hasil hutan (jumlah yang diambil, cara pengambilan, pengelolaan, pemasaran) yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan; mengetahui kontribusi hasil hutan terhadap pendapatan masyarakat sekitar hutan Suaka Marga Satwa Dolok Surungan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2010, menggunakan metode kuantitatif sebagai metode utama dengan pengumpulan data melalui wawancara (kuisioner) dan didukung oleh metode kualitatif. Pengambilan

sampel dilakukan dengan cara purposive sampling.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kontribusi nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan terhadap pendapatan masyarakat sebesar Rp. 511.754.500/thn.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa pemanfaatan hasil hutan yang selama ini tidak dihitung, ternyata telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan masyarakat desa sekitar hutan. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat.

Kata Kunci: Nilai Ekonomi,manfaat hasil hutan, masyarakat sekitar hutan.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Parsoburan, Kecamatan Habinsaran, Kabupaten Toba Samosir, tanggal 18 Februari 1987. Ayah bernama S. Pardosi dan Ibu bernama R. Pasaribu. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara.

Tahun 1999 Penulis tamat dari SD Negeri 173593 Kecamatan Habinsaran Kabupaten Toba Samosir, tahun 2002 Penulis tamat dari SMP Negeri I Habinsaran dan tahun 2005 tamat dari SMA Negeri I Habinsaran Parsoburan Tengah. Pada tahun 2005 masuk Jurusan Kehutanan Program Studi Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.

Penulis pernah mengikuti Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) tahun 2007 di Hutan Mangrove Desa Mesjid Lama Kabupaten Asahan dan Hutan Pegunungan Lau Kawar Kabupaten Karo. Penulis pernah mengikuti Praktik Kerja Lapang di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Muara Enim, Profinsi Sumatera Selatan.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyusun skripsi ini hingga selesai.

Adapun penelitian ini yang berjudul “ Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan (Studi Kasus di Suaka Margasatwa Dolok Surungan Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah Kecamatan Pintu Pohan Meranti Kabupaten Toba Samosir)” yang akan penulis teliti sebagai bahan untuk skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu Bapak Agus Purwoko, S.Hut.,M.Si selaku ketua dosen pembimbing dan Ibu Kansih Sri Hartini, S.Hut.,MP sebagai anggota dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini, serta semua pihak yang turut memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang memerlukan. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

Medan, September 2010


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian... 5

TINJAUAN PUSTAKA Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan... 6

Fungsi Suaka Margasatwa ... 8

Penilaian Sumberdaya Hutan ... 10

Masyarakat Sekitar Hutan... 13

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Populasi dan Sampel ... 15

Metode Pengumpulan Data ... 16

Analisis Data ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Suaka Margasatwa Dolok Surungan ... 20

Kondisi Fisik ... 20

Kondisi Sosial Budaya ... 22

Profil Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah ... 24

Karakteristik Rumah Tangga yang Memanfaatkan Hasil Hutan ... 26

Jenis-Jenis Hasil Hutan yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat ... 29

Bentuk Pemanfaatan Hasil Hutan oleh Masyarakat ... 32

Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan ... 45

Pendapatan Rumah Tangga Diluar Pemanfaatan Hasil Hutan ... 50

Kontribusi Hasil Hutan Terhadap Pendapatan Masyarakat ... 51

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 53

Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55


(8)

DAFTAR TABEL

1. Keadaan Sosial Rumah Tangga yang Memanfaatkan Hasil Hutan ... 27 2. Rumah Tangga yang Memanfaatkan Hasil Hutan Berdasarkan

Pendidikan dan Umur ... 28 3. Jenis-Jenis Hasil Hutan yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat

Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Timur ... 29 4. Hasil Perhitungan Masing-masing Pemanfaatan Hasil Hutan

di Desa Meranti Utara ... 30 5. Hasil Perhitungan Masing-masing Pemanfaatan Hasil Hutan

Di Desa Meranti Tengah ... 30 6. Nilai Ekonomi Hasil Hutan yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat

Desa Meranti Utara ... 45 7. Nilai Ekonomi Hasil Hutan yang Dimanfaatkan Oleh


(9)

DAFTAR GAMBAR

1. Air Nira Yang Sudah Siap Untuk Dipasarkan ... 33

2. Penduduk Membawa Sapu Lidi Sehabis Bekerja dari Ladang ... 34

3. Kayu Bakar Yang Sudah Siap Untuk Dipakai Masyarakat ... 35

4. Antaladan Dicincang dan Dicampur Dengan Talas Hutan ... 36

5. Talas Hutan Yang Telah Dicincang ... 37

6. Tikar Pandan (Lage baion) yang Sudah Siap Pakai ... 38

7. Kerajinan Bambu Keranjang Anak Ayam ... 39

8. Rotan yang Dimanfaatkan untuk Mengikat Bubu ... 40

9. Lesung yang Terbuat dari Kayu ... 41

10. Andalu yang Terbuat dari Kayu ... 42

11. Gilingan Cabe Yang Terbuat dari Kayu ... 43

12. Bane-Bane atau Sanggul Sebagai Tanaman Obat ... 44

13. Persentase Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Yang Dimanfaatkan Masyarakat Desa Meranti Utara ... 48

14. Persentase Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Yang Dimanfaatkan Masyarakat Desa Meranti Tengah ... 48

15. Persentase Jumlah Pengambil Hasil Hutan di Desa Meranti Utara ... 49

16. Persentase Jumlah Pengambil Hasil Hutan di Desa Meranti Tengah ... 49

17. Persentase Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan dan Pendapatan Masyarakat di Luar Pemanfaatan Hasil Hutan ... 51


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar Kuisioner Penelitian ... 57 2. Contoh Tabel Untuk Pendataan Penduduk Desa ... 58 3. Peta Kawasan Suaka Marga Satwa Dolok Surungan ... 59


(11)

ABSTRACT

Economic value exploiting of forest result during the time tend to do not be calculated, although the forest existence have clear its advantage. This research also background by the fact that society around Wild Animal forest of Dolok Surungan have exploiting many result of forest like : water of nira, bane-bane, mat of pandan, firewood, bamboo, rattan, wildfood (antaladan),talas of forest, but how much its economic value not yet been known.

This research aim to : identifying types result and economic value of forest exploited by countryside society around forest; knowing pattern exploiting of forest (total of taking, taking method, processing, marketing); knowing contribution exploitingof forest result by countryside society aroun forest to earnings of countryside society around forest. This research was executed in June to Jule 2010, using quantitative method as especial method with data collecting through interview, quisioner and supported by method qualitative. Intake of sampel conducted by sampling purposive.

From result of research obtained that economic value contribtion exploiting of forest result to earnings of society equal to Rp. 511.754.500/yeaar.

To based on result of research can know that exploiting of forest result which during the time do not be calculated in the reality have given bigh enough contribution to earnings of countryside society around forest. Expectation Writer hopefully this skripsi be of benefit.


(12)

ABSTRAK

Benyaris A Pardosi. Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan (Studi Kasus di Suaka Marga Satwa Dolok Surungan, Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah, Kecamatan Pintu Pohan, Kabupaten Toba Sanosir). Dibawah bimbingan Bapak Agus Purwoko, S.Hut., M.Si dan Ibu Kansih Sri Hartini, S.Hut., MP.

Nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan selama ini sering tidak dihitung (diabaikan), walaupun keberadaan hutan tersebut telah jelas dirasakan manfaatnya. Penelitian ini juga dilatar belakangi oleh fakta bahwa masyarakat sekitar hutan Suaka Marga Satwa Dolok Surungan telah banyak memanfaatkan hasil hutan seperti : air nira, bane-bane, pandan, kayu bakar, sapu lidi, bambu, rotan, antaladan, talas hutan, bahkan kayu sebagai bahan baku pembuatan perabot rumah tangga, namun nilai ekonominya belum diketahui.

Penelitian ini bertujuan untuk : mengidentifikasi jenis-jenis dan nilai ekonomi hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa sekitar hutan Suaka Marga Satwa Dolok Surungan;mengetahui pola pemanfaatan hasil hutan (jumlah yang diambil, cara pengambilan, pengelolaan, pemasaran) yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan; mengetahui kontribusi hasil hutan terhadap pendapatan masyarakat sekitar hutan Suaka Marga Satwa Dolok Surungan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2010, menggunakan metode kuantitatif sebagai metode utama dengan pengumpulan data melalui wawancara (kuisioner) dan didukung oleh metode kualitatif. Pengambilan

sampel dilakukan dengan cara purposive sampling.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kontribusi nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan terhadap pendapatan masyarakat sebesar Rp. 511.754.500/thn.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa pemanfaatan hasil hutan yang selama ini tidak dihitung, ternyata telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan masyarakat desa sekitar hutan. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat.

Kata Kunci: Nilai Ekonomi,manfaat hasil hutan, masyarakat sekitar hutan.


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan Indonesia adalah tempat tinggal dan penghidupan bagi ratusan kelompok etnis, masing-masing dengan caranya sendiri dalam berhubungan dengan hutan. Hutan memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, yaitu sebagai suatu daerah yang mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, dimana keanekaragaman tersebut sebagian besar merupakan penopang kebutuhan hidup manusia. Keanekaragaman hayati adalah sebuah sumber daya yang tentunya mempunyai nilai ekonomi, baik langsung maupun tidak langsung (Resosudarmo dan Colfer, 2003).

Hutan adalah sumberdaya alam yang dapat memberikan manfaat yang sangat besar (Multiple Benefit) untuk memenuhi kebutuhan manusia baik yang dirasakan secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan hutan selama ini cenderung mengeksploitasi hasil hutan kayu yang ternyata membawa implikasi ekologi terhadap tingginya deforestasi dan kerugian nilai ekonomi yang kurang memberikan keuntungan yang optimal. Karena itu pemanfaatan hasil hutan harus secara berkesinambungan dan menerapkan prinsip kelestarian hasil (Sustainable Yield Principle) yaitu pemanfaatan hutan harus diikuti dengan tindakan pelestarian seperti pengadaan reboisasi agar

manfaat yang kita peroleh dapat terus kita rasakan secara berkelanjutan (Affandi dan Patana, 2002).

Keanekargaman satwa yang cukup tinggi adalah ciri hutan Indonesia, baik yang menghuni daratan maupun perairan, maka sangat dibutuhkan perhatian yang serius dalam rangka konservasi jenis dan habitat. Suaka margasatwa adalah kawasan yang dibuat untuk menjaga kelestarian satwa yang berstatus terancam.


(14)

Indonesia sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada pemanfaatan hasil/ jasa hutan. Keberadaan hutan merupakan sumber mata pencaharian bagi masyarakat yang tingkat perekonomiannya masih rendah karena memanfaatkan sumberdaya hutan secara tradisional. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka meningkat pula permintaan kebutuhan masyarakat akan hasil hutan baik kayu maupun non kayu sesuai dengan kebutuhan (Kasim dan Murad, 2001).

Sempitnya pemahaman masyarakat yang menyeluruh tentang fungsi hutan baik secara ekologis maupun ekonomis, menjadi faktor dalam pemanfaatan/ eksploitasi kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat secara sesaat. Masyarakat merasakan bahwa hutan memberikan nilai ekonomi yang lebih nyata ketika mereka memanfaatkan hasil-hasil hutan itu secara langsung daripada harus menjaga kelestarian dari hutan tersebut.

Kebanyakan masyarakat lebih tertarik memelihara hutan apabila mereka dapat merasakan langsung dampak dari pemeliharaan hutan yang mereka lakukan terhadap taraf hidup mereka seperti peningkatan pendapatan atau memberi kebutuhan hidup mereka sehari hari dibandingkan dengan hilangnya nilai rosot karbon, plasma nutfah, perubahan sistem hidrologi atau perubahan iklim lokal akibat perambahan. Namun di tingkat masyarakat, pemanfaatan hasil hutan secara langsung ternyata lebih menarik dan

bernilai dibanding plasma nuftah yang akan hilang akibat perambahan (Saraan dan Nopandry, 2007).

Bagi masyarakat, manfaat hutan bagi kehidupan sehari-hari sangat nyata. Selain menghasilkan barang-barang yang diperlukan untuk berbagai keperluan seperti kayu bangunan dan bahan untuk membuat alat-alat pertanian, hutan juga memberikan lingkungan hidup yang nyaman bagi mereka, dan yang lebih penting lagi adalah


(15)

menyediakan lahan yang subur untuk bercocok tanam. Diluar hasil hutan yang berupa kayu, masyarakat masih memperoleh manfaat lain dari hutan, yaitu sebagai sumber untuk mendapatkan bahan pangan dan untuk menggembalakan ternak. Bahan pangan yang biasa tumbuh secara alami di dalam hutan misalnya ubi, tanaman obat, buah buahan, dan lain lain (Simon, 2004).

Kebanyakan masyarakat tidak menyadari berapa besar nilai ekonomi dari hasil-hasil hutan yang telah mereka manfaatkan untuk kebutuhan hidup mereka, seperti hasil-hasil hutan yang diambil untuk langsung dimanfaatkan tanpa menjualnya ke pasar untuk memperoleh uang sebagai hasil yang akan dimanfaatkan kembali untuk kebutuhan mereka.

Sejalan dengan itu maka penelitian akan dilakukan di kawasan Hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan, Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah, Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir, dengan fokus penelitian nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat. Penelitian ini juga dilatar belakangi oleh fakta bahwa masyarakat sekitar hutan telah banyak memanfaatkan hasil hutan dari keberadaan hutan lindung tersebut, seperti kayu bakar, air nira, ijuk dan daun aren, sayuran hutan, pakan ternak, kayu untuk kandang ternak, tanaman obat dan lain lain, namun tidak diketahui berapa nilai ekonominya. Pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat sekitar hutan sebagian dijual untuk menghasilkan uang dan juga dipergunakan untuk pemenuhan kebutuhan sehari hari. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dan masyarakat luas dalam pengelolaan sumberdaya hutan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan tercapainya kelestarian hutan.


(16)

Identifikasi Masalah

1. Belum teridentifikasinya secara menyeluruh jenis-jenis hasil hutan dan bentuk-bentuk pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat sekitar hutan dan kontribusinya terhadap pendapatan masyarakat.

2. Pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat sekitar hutan sering dianggap tidak bernilai ekonomi sehingga sering tidak diukur dalam kontribusi nilai ekonomi hutan.

3. Tidak adanya data tentang nilai ekonomi kuantitatif hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa sekitar hutan, sehingga sulit untuk menjelaskan kepada pihak lain tentang manfaat ekonomi dari pemanfaatan hasil hutan tesebut.

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi jenis-jenis dan nilai ekonomi hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa sekitar hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan.

2. Mengetahui pola pemanfaatan hasil hutan (jumlah yang diambil, cara pengambilan, pengelolaan, pemasaran) yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan.

3. Mengetahui kontribusi hasil hutan terhadap pendapatan masyarakat sekitar hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan.


(17)

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi/ data mengenai jenis jenis hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat sekitar Suaka Margasatwa Hutan Dolok Surungan Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah.

2. Memberikan informasi/data mengenai bentuk-bentuk pemanfaatan hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat sekitar Suaka Margasatwa Hutan Dolok Surungan Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah.

3. Menyediakan data nilai ekonomi hasil hutan dari Suaka Margasatwa Hutan Dolok Surungan sebagai bahan pertimbangan bagi instansi terkait seperti BKSDAH (Badan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati), Dinas Kehutanan untuk membuat suatu kebijakan dalam pengelolaan dan pelestarian kawasan Suaka Margasatwa Hutan Dolok Surungan Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah Kecamatan Pintu Pohan Meranti Kabupaten Toba Samosir.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan

Berdasarkan Undang Undang No 41 tahun 1999 Pasal 1 ayat 2 bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem yang berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohanan dalam persekutuan alam dan lingkungan yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

Hutan mempunyai banyak manfaat (Multi Benefit) yang sangat berguna bagi kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994). Hutan memiliki manfaat yang cukup besar bagi masyarakat selain menyediakan kayu dan produk produk lainnya, hutan menyimpan sejumlah besar informasi genetik, mengatur iklim dan tata air, melindungi dan memperkaya tanah, mengendalikan hama dan penyakit, mengatur penyerbukan tanaman dan menyebarkan benihnya, menjaga kualitas air, menyediakan pemandangan yang indah dan memberi nilai estetika dan lain lain (Santoso, dan Robert, 2002)

Manfaat hutan berdasarkan bentuk dan wujudnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu manfaat tangible (langsung) dan manfaat intangible (tidak langsung). Manfaat langsung adalah manfaat yang dapat dirasakan dan dinikmati secara langsung oleh masyarakat baik hasil hutan yang berupa kayu maupun hasil hutan bukan kayu seperti rotan, bambu, getah, sayuran hutan, buah buahan, madu dan lain lain. Manfaat tidak langsung yaitu manfaat hutan yang tidak langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi dapat dirasakan keberadaan hutan itu sendiri seperti dapat mengatur tata air, mencegah terjadinya erosi, rekreasi, mengatur iklim dll (Bergen dan Lowenstein, 1991).


(19)

Berdasarkan kemampuan untuk dipasarkan, manfaat hutan dapat dibedakan menjadi dua (2) yaitu, manfaat marketable dan manfaat non marketable. Manfaat

marketable adalah barang dan jasa hasil hutan yang sudah dikenal nilainya atau ada

harga pasarnya baik dalam skala internasional, nasional, maupu n lokal, contohnya: kayu bulat. Manfaat non marketable adalah barang dan jasa hasil hutan yang belum dikenal nilai pasarnya, contohnya: tanaman obat, sayuran hutan, rumput hutan, dan manfaat

intangible seperti perlindungan dan pengaturan tata air, manfaat rekreasi

(Bergen dan Lowenstein, 1991).

Fungsi hutan ditinjau dari sisi sosial ekonomi, sifat alam sekitarnya, dan sifat sifat lainnya yang berhubungan dengan kehidupan manusia, maka dapat dikatakan bahwa hutan berperan sebagai sumberdaya yang menjadi salah satu modal dalam pembangunan, baik dari segi produksi hasil hutan atau fungsi plasma nuftah maupun penyangga kehidupan. Walaupun hutan memiliki fungsi konservasi, fungsi lindung,dan fungsi produksi, namun fungsi utama hutan tidak akan berubah yakni untuk mempertahankan kesuburan tanah, keseimbangan tata air, dan mencegah terjadinya erosi (Arief, 2001).

Secara umum manfaat hutan dapat berasal dari penggunaan sumberdaya hutan secara langsung dimana manfaatnya dapat dinilai dengan harga pasar, seperti kayu, rotan dan lain sebagainya. Demikian pula manfaat lainnya seperti penggunaan untuk rekreasi/pariwisata, dapat dinilai, dan besaran nilainya sangat bergantung pada cara penggunaannya. Namun manfaat tidak langsung dari sumber daya hutan seperti mendukung aktifitas ekonomi, pertanian, perikanan, peternakan, transportasi, perhotelan, pengendali tata air, pengaturan iklim, mencegah erosi dan lain-lain sulit dinilai berdasarkan nilai moneter. Manfaat yang besar dari hutan tersebut dianggap


(20)

sebagai manfaat sosial dan sulit dinilai berdasarkan harga pasar walaupun manfaat ini telah banyak diakui masyarakat (Effendi dan Sylviani, 2007).

Kawasan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam,dan taman buru. Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam dan suaka margasatwa, sedangkan kawasan pelestarian alam terdiri dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Di dalam UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya bahwa, cagar alam merupakan kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya secara alami (BKSDAH Sumut II, 2002).

Pola yang umum pengelolaan kawasan konservasi di lapangan adalah penonjolan upaya-upaya preventif berupa perlindungan hutan dengan kegiatan-kegiatan patroli dan pelarangan-palarangan jalur-jalur akses masyarakat terhadap hutan. Hal ini menimbulkan pemikiran negatif terhadap pengelolaan kawasan hutan misalnya bahwa kawasan hutan, terutama kawasan konservasi, tidak termanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat (Saraan dan Nopandry, 2007).

Fungsi Suaka Margasatwa

Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ekosistem asli,

memiliki ciri khas berupa keanekaragaman dan keunikan jenis satwanya. Suaka margasatwa bertujuan untuk melindungi dan melestarikan kelangsungan hidup satwa tertentu agar tidak punah. Selain itu dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Cagar alam merupakan kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan tata lingkungannya. Kawasan ini untuk melindungi dan


(21)

melestarikan flora dan fauna yang hidup di dalamnya yang mempunyai nilai tertentu agar dapat berkembang sesuai dengan kondisi aslinya. Selain itu cagar alam juga dipergunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan rekreasi (Saraan dan Nopandry, 2007).

Keanekaragaman hayati dan hewani di Indonesia membuat perlunya sebuah tempat untuk melindungi dan melestarikan keragaman tersebut. Karenanya, pemerintah Indonesia membuat beberapa tempat, diantaranya adalah cagar alam dan suaka margasatwa. Adapun kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan Suaka Margasatwa:

1. Merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya

2. Merupakan habitat dari suatu jenis satwa langka dan atau dikhawatirkan akan punah

3. Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi

4. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; dan atau 5. Mempunyai luasan yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan. Beberapa kegiatan yang dilarang karena dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan Suaka Margasatwa alam adalah :

1. Melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan 2. Memasukan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan

3. Memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan

4. Menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan, atau


(22)

5. Mengubah bentang alam kawasan yang mengusik atau mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa.

Larangan juga berlaku terhadap kegiatan yang dianggap sebagai tindakan permulaan yang berkibat pada perubahan keutuhan kawasan, seperti :

1. Memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan, atau

2. Membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, mengangkut, menebang, membelah, merusak, berburu, memusnahkan satwa dan tumbuhan ke dan dari dalam kawasan (e-smartschool, 2007).

Penilaian Sumberdaya Hutan

Sumberdaya hutan (SDH) Indonesia menghasilkan berbagai manfaat yang dapat dirasakan pada tingkatan lokal, nasional, maupun global. Manfaat tersebut terdiri atas manfaat nyata yang terukur (tangible) berupa hasil hutan kayu, hasil hutan non kayu seperti rotan, bambu, damar dan lain-lain, serta manfaat tidak terukur (intangible) berupa manfaat perlindungan lingkungan, keragaman genetik dan lain-lain. Saat ini berbagai manfaat yang dihasilkan tersebut masih dinilai secara rendah sehingga menimbulkan terjadinya eksploitasi SDH yang berlebih. Hal tersebut disebabkan karena masih banyak pihak yang belum memahami nilai dari berbagai manfaat SDH secara komperehensif. Untuk memahami manfaat dari SDH tersebut perlu dilakukan penilaian terhadap semua manfaat yang dihasilkan SDH ini. Penilaian sendiri merupakan upaya untuk menentukan nilai atau manfaat dari suatu barang atau jasa untuk kepentingan manusia (Nurfatriani, 2001).

Manfaat SDH sendiri tidak semuanya memiliki harga pasar, sehingga perlu digunakan pendekatan-pendekatan untuk mengkuantifikasi nilai ekonomi SDH dalam


(23)

satuan moneter. Sebagai contoh manfaat hutan dalam menyerap karbon, dan manfaat ekologis serta lingkungan lainnya. Karena sifatnya yang non market tersebut menyebabkan banyak manfaat SDH belum dinilai secara memuaskan dalam perhitungan ekonomi. Tetapi saat ini, kepedulian akan pentingnya manfaat lingkungan semakin meningkat dengan melihat kondisi SDA yang semakin terdegradasi. Untuk itu dikembangkan berbagai metode dan teknik penilaian manfaat SDH, baik untuk manfaat SDH yang memiliki harga pasar ataupun tidak, dalam satuan moneter. Ukuran nilai ini dapat diekspresikan melalui waktu, tenaga, barang atau uang, dimana seseorang bersedia memberikannya untuk memperoleh, memiliki atau menggunakan barang dan jasa yang dinilai (Nurfatriani, 2001).

Penilaian adalah penentuan nilai manfaat suatu barang ataupun jasa bagi manusia atau masyarakat. Adanya nilai yang dimiliki oleh suatu barang ataupun jasa (sumberdaya lingkungan) pada gilirannya akan mengarahkan perilaku pengambil keputusan yang dilakukan oleh individu, masyarakat ataupun organisasi. Jika nilai sumberdaya hutan, ataupun lebih spesifik barang dan jasa hutan sudah tersedia informasinya, seperti halnya harga berbagai produk yang ada dipasar, maka pengelola hutan dapat memanfaatkannnya untuk berbagai keperluan seperti pengambilan keputusan pengelolaan, perencanaan, dll (Bahruni, 1999).

Metode penilaian manfaat hutan pada dasarnya dibagi dalam dua kelompok yaitu metode atas dasar pasar dan metode pendekatan terhadap pasar yaitu pendekatan terhadap kesediaan membayar. Metode pendekatan terhadap pasar ini oleh beberapa ahli ekonomi telah dikembangkan dan diaplikasikan untuk menilai manfaat hutan yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter. Metode ini mencoba untuk menggambarkan permintaan konsumen, sebagai contoh kesediaan membayar konsumen


(24)

(willingness to pay-WTP) terhadap manfaat hutan yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter, atau kesediaan menerima konsumen (willingness to accept – WTA) terhadap kompensasi yang diberikan kepada konsumen untuk manfaat yang hilang dalam satuan moneter (Nurfatriani, 2001).

Berdasarkan hal diatas untuk menentukan nilai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan tersebut, maka dalam penelititan ini digunakan beberapa metode penilaian,yaitu : metode nilai pasar, metode nilai relative, dan metode biaya pengadaan. Metode nilai pasar digunakan jika barang dan jasa dijual di pasar, sehingga diperoleh nilai dari barang dan jasa tersebut. Nilai pasar merupakan harga barang dan jasa yang ditetapkan oleh penjual dan pembeli tanpa intevensi pihak lain (kompetisi sempurna) di pasar. Selama terjadi informasi pasar maka sumber penilaian yang dianggap paling baik atau paling kuat adalah nilai pasar (Affandi dan Patana, 2002).

Metode nilai relative dihitung dari hasil perkalian jumlah volume hasil hutan tertentu dengan harga relative (harga relative barang tersebut terhadap harga barang lain yang sudah diketahui pasarnya). Prinsip metode nilai relative ini adalah nilai suatu barang yang belum ada pasarnya dibandingkan dengan barang lain yang sudah diketahui pasarnya. Metode biaya pengadaan merupakan biaya korbanan yang sudah dikeluarkan untuk mencapai tujuan, sehingga diartikan sebagai usaha yang dikorbankan untuk mengadakan barang dan jasa yang dikonsumsi. Metode ini didasarkan pada kesediaan membayar (willingness to pay), yang diartikan sebagai jumlah korbanan yang bersedia dibayarkan konsumen untuk setiap tambahan sesuatu yang dikonsumsi. Metode penilaian ini dapat dihitung dengan rumus :

Ni = Bpi / JVi


(25)

BP = Biaya Pengadaan Hasil Hutan (Rp/ pengambilan)

JV = Jumlah Volume Hasil Hutan (Unit Volume/pengambilan) i = Jenis Hasil Hutan Yang Diambil (Affandi dan Patana,2002).

Masyarakat Sekitar Hutan

Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal di kawasan hutan baik yang memanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung hasil hutan tersebut. Hutan bagi masyarakat di sekitarnya merupakan sumber untuk memperoleh pangan, papan, obat-obatan, kayu bakar, lahan perluasan pertanian dan pemukiman, tempat penggembalaan, tempat melakukan kegiatan spiritual, dan lain-lain. Dalam masyarakat biasanya terdapat perbedaan status diantara anggota masyarakatnya. Perbedaan tersebut dapat berasal dari faktor keturunan, ekonomi, pendidikan, keterampilan, agama, atau sumber-sumber lain yang bernilai penting bagi masyarakat. Reaksi kelompok sosial menurut statusnya akan berbeda beda terhadap suatu objek, termasuk terhadap objek berupa hutan. Masyarakat sekitar hutan mempunyai sistem hubungan sosial, ekonomi dan budaya tersendiri dengan lingkungan (Kasim dan Murad, 2001).

Masyarakat sekitar dan dalam hutan pada umumnya merupakan masyarakat tertinggal, kondisi sosial ekonomi dan golongan masyarakat ini pada umumnya masih rendah. Hal ini salah satu disebabkan oleh adanya pengabaian kepentingan masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan hutan. Sehingga pada akhirnya timbul kecemburuan sosial masyarakat setempat terhadap pelaksanaan pembangunan kehutanan. Selama ini upaya mensejahterakan masyarakat setempat belum berhasil dan belum secara tepat mengakomodasikan kepentingan sosial budaya dan ekonomi (Darusman dan Sukarjito, 1998).


(26)

Ciri-ciri budaya msyarakat meliputi hubungan interpersonal saling menguntungkan, persepsi terhadap kehidupan kurang baik, bersifat kekeluargaan, kurang bersifat inofativ, berserah kepada nasib, sempitnya pandangan terhadap dunia dan berempati rendah. Pembangunan masyarakat pedesaan di dalam atau di sekitar hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan kehutanan, keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh tingkat peran serta masyarakat dalam pelaksanaannya (Darusman dan Sukarjito, 1998).


(27)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan Dolok Surungan Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah, Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir. Waktu penelitian ini Juni – Juli 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuisioner serta data Peta Kawasan Hutan Dolok Surungan dan Peta Desa Meranti dan masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain lembar kuisioner, alat tulis, kamera, perangkat komputer.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah yang memanfaatkan hasil hutan dengan jumlah kepala keluarga 455 rumah tangga di Desa Meranti Tengah dan 355 rumah tangga di Desa Meranti Utara.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling, yang artinya sampel yang diambil hanya masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan. Menurut Arikunto (1990) apabila subjeknya kurang dari 100 orang lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jika jumlahnya lebih besar dari 100 orang maka diambil antara 10-15 % atau 20-25 %. Berdasarkan angka yang diperoleh dari jumlah penduduk Desa Meranti Utara, dan Desa Meranti maka dilakukan penarikan sampel sebesar 10 % yaitu 40 rumah tangga dari Desa Meranti Utara, dan 35 dari Desa Meranti Tengah.


(28)

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah hasil observasi di lapangan, diperoleh melalui wawancara dan pembagaian kuisioner terhadap responden yang memanfaatkan hasil hutan. Data primer yang dibutuhkan meliputi : jenis dan jumlah hasil hutan yang dimanfaatkan, kondisi sosial ekonomi masyarakat/ responden (nama, umur, pekerjaan, pendidikan, mata pencaharian, jumlah tanggungan, lama menetap), frekuensi pengambilan, lama dan waktu pengambilan, biaya pengambilan,nilai hasil hutan dan pendapatan penduduk dari pemanfaatan hasil hutan tersebut. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari pencatatan data/ informasi yang sudah tersedia dari instansi terkait, seperti kondisi umum lokasi penelitian, dan jumlah penduduk.

Analisis Data

Data data yang diperoleh dari hasil kuisioner dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk tabulasi. Data data tersebut kemudian akan dianalisis secara kuantitatif. Untuk mengetahui jenis dan nilai ekonomi hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

1. Untuk mengidentifikasi jenis-jenis dan nilai ekonomi hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa sekitar hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan

A. Hasil hutan marketable

Untuk hasil hutan yang memiliki harga pasar dilakukan analisis dengan cara:

a. Total jumlah hasil hutan yang diambil masyarakat dapat dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat sekitar hutan.


(29)

b. Rata-rata hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat per tahun dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh hasil hutan yang dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat dibagi dengan jumlah masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan tersebut.

c. Untuk menghitung nilai barang hasil hutan untuk setiap jenis per tahun dihitung dengan pendekatan harga pasar yang berlaku di daerah penelitian.

B. Hasil hutan non-marketable

Nilai barang hasil hutan untuk setiap jenis per tahun yang diperoleh masyarakat dilakukan dengan cara, harga barang hasil hutan yang diperoleh dari hasil wawancara dianalisis dengan cara:

a. Harga subtitusi. Nilai barang/jasa hutan yang tidak memiliki harga pasar didekati dari harga barang subtitusinya.

b. Biaya oportunitas tidak langsung. Nilai barang/jasa hutan didekati dari faktor biaya pengadaannya (khususnya upah).

c. Nilai tukar perdagangan. Harga barang/jasa hutan didekati dari nilai pertukaran dengan barang yang ada harganya.

d. Nilai dalam proses produksi. Teknik ini digunakan untuk menilai barang/jasa hutan yang merupakan input dalam produksi suatu barang (Bahruni, 1999). 2. Untuk mengetahui pola pemanfaatan hasil hutan (jumlah yang diambil, cara

pengambilan, pemasaran, pengelolaan) yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan.

a. Menghitung nilai rata-rata jumlah barang yang diambil per responden per jenis

Untuk Menghitung nilai rata-rata jumlah barang yang diambil per responden per jenis dapat dihitung dengan:


(30)

X =

n

X1 + X2+….+ Xi Keterangan :

X = Rata rata jumlah barang yang diambil Xi = jumlah barang yang diambil per responden

n = jumlah responden pengambil per jenis barang b. Menghitung total pengambilan per unit barang per tahun

Untuk menghitung total pengambilan per unit barang per tahun dihitung dengan mengalikan rata-rata jumlah yang diambil dengan frekwensi pengambilan dikalikan dengan jumlah pengambil barang atau:

∑X = X x ƒ x n Dimana:

∑X : Total pengambilan per tahun

X : Rata-rata jumlah barang yang diambil ƒ : frekuensi pengambilan

n : jumlah pengambil

c. Menghitung nilai ekonomi hasil hutan per jenis barang per tahun

Untuk menghitung nilai ekonomi nilai hasil hutan per jenis dengan cara perkalian total pengambilan hasil hutan (unit/tahun) dengan harga hasil hutan atau:

NE = ∑X x Wh

NE : Nilai ekonomi hasil hutan per jenis barang per tahun ∑X : Total Pengambilan (unit/tahun)

Wh : Harga hasil hutan


(31)

3. Mengetahui kontribusi hasil hutan terhadap pendapatan masyarakat sekitar hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan

Dari hasil perhitungan nilai hasil hutan ini akan didapat total nilai hasil hutan setiap jenis per tahun dan total hasil hutan seluruh jenis per tahun, sehingga dapat dihitung besar kontribusi nilai hasil hutan ini terhadap pendapatan rumah tangga di Desa Meranti Utara, dan Desa Meranti Tengah Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir.


(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Suaka Margasatwa (SM) Dolok Surungan 1. Tinjauan sejarah dan pengelolaan

Suaka Margasatwa (SM) Dolok Surungan merupakan kawasan konservasi yang diperuntukkan bagi perlindungan dan habitat yang penting bagi satwa-satwa liar yang dilindungi terutama Tapir (Tapirus indicus). Sejak jaman Belanda, kawasan ini, sebelumnya bernama kompleks hutan Dolok Sihobun (13.000 ha) dan kompleks hutan Dolok Surungan (10.800 ha), telah ditetapkan sebagai kawasan hutan negara dengan Surat Keputusan Zelfbestuur No. 50 tanggal 25 Juni 1924. Pada tahun 1974 kedua kompleks hutan ini ditetapkan menjadi kawasan Suaka Margasatwa Dolok Surungan dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 43/Kpts/Um/1974 pada tanggal 2 Pebruari 1974 seluas 23.800 ha.

Sejak berdirinya Departemen Kehutanan pada tahun 1984, pengelolaan SM Dolok Surungan beralih dari Dirjen PPA Departemen Pertanian ke Departemen Kehutanan. Untuk memudahkan pengelolaan, pengelolaan kawasan SM Dolok Surungan dibagi ke dalam satuan resort konservasi wilayah. Saat ini, SM Dolok Surungan dibagi menjadi 2 resort yang berkedudukan di Salipotpot (SM Dolok Surungan I) dan di Parsoburan (SM Dolok Surungan II) (Balai KSDH Sumut II, 2002).

2. Kondisi Fisik

Letak dan keadaan geografis

SM Dolok Surungan berada di antara 2°22’ 34,74” LU dan 2° 41’ 29,36 ” LU, 99° 18’ 47,03” BB dan 99° 30’ 27,56” BB. Kawasan ini berada di ± 50 Km sebelah tenggara Danau Toba. Luas kawasan keseluruhan mencapai 23.800 ha. Secara administratif


(33)

berada di 3 Kecamatan (Habinsaran, Pintu Pohan Meranti, dan Bandar Pulau) di 2 Kabupaten (Tobasa dan Asahan) dan berbatasan langsung di sebelah Timur dengan Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhan Batu.

SM Dolok Surungan berada pada ketinggian ± 350 mdpl sampai dengan ± 2173,7 mdpl dengan puncak tertinggi di Dolok (bukit) Surungan. Kontur dan topografi dominan di dalam kawasan dan kawasan penyangga di sekitarnya bergunung-gunung dan berbukit-bukit. Topografi yang cukup landai berada di sebelah Timur sampai ke kawasan penyangga kawasan di wilayah administratif Kabupaten Labuhan Batu.

Dalam satuan Daerah Aliran Sungai (DAS), SM Dolok Surungan termasuk ke dalam DAS Asahan dan DAS Kualuh. Adapun dalam rentang satuan DAS Asahan, wilayah SM Dolok Surungan berada pada wilayah hulu DAS yang bermuara di Tanjung Balai ini (Balai KSDH Sumut II, 2002).

3. Potensi ekologis

SM Dolok Merupakan kawasan konservasi terbesar di wilayah Toba. Luasnya mencapai 23.800 ha dengan kontur berbukit-bukit dan berada di sebelah Tenggara Danau Toba. Beberapa kawasan konservasi lainnya yang berada di ranah ini antara lain : Cagar Alam (CA) Dolok Saut (39 ha), CA Martelu Purba di sebelah utara (195 ha), dan Taman Wisata Alam (TWA) Sijaba Hutaginjang di sebelah selatan (500 ha).

Pada saat ditetapkan menjadi kawasan konservasi, kawasan SM Dolok Surungan dianggap sebagai kawasan perlindungan bagi berbagai satwa, terutama tapir (Tapirus

indicus). Satwa ini merupakan salah satu mamalia yang termasuk ke dalam Appendix I

CITES yang berarti merupakan hewan dengan status perlindungan (peredaran) utama. Selain tapir, hewan-hewan lain yang terdapat di SM Dolok Surungan meliputi : harimau


(34)

sumatera, kambing hutan, burung rangkong, rusa, dan berbagai jenis primata termasuk jenis-jenis Presbytis (Balai KSDH Sumut II, 2002).

Jenis flora yang banyak ditemukan di SM Dolok Surungan terutama jenis-jenis tumbuhan dan pepohonan hutan dat aran rendah sampai pegunungan. Di sebelah Utara jenis-jenis Dipterocarpaceae masih banyak ditemukan terutama jenis meranti-merantian dan keruing. Di sebelah tengah dan selatan jenis-jenis Fagaceae dari kelompok beringin dan Quercus spp. cukup dominan sesuai dengan ketinggiannya. Di wilayah puncak-puncak kawasan, jenis endemik Toba Pinus merkusii atau tusam banyak dijumpai. Jenis-jenis pohon buah juga banyak dijumpai di sekitar kawasan. Berdasarkan informasi masyarakat, sejak dulu jenis-jenis durian, manggis, petai (pote-lokal), dan langsat secara alami sudah tumbuh dan banyak dijumpai di dalam kawasan.

Penelitian LIPI pada tahun 2003 menemukan satu jenis bunga padma endemik tumbuh di dalam SM Dolok Surungan. Namun sayang, pada saat itu spesimen tanaman parasit ini tidak bisa diambil. Spesimen untuk jenis yang sama akhirnya ditemukan kembali dan dapat diambil di dalam Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) di Kabupaten Mandailing Natal. Sampai saat ini diyakini bahwa jenis bunga padma ini merupakan jenis baru yang berbeda dengan Rafflesia arnoldi yang pertama kali ditemukan di Bengkulu (Balai KSDH Sumut II, 2002).

4. Kondisi Sosial Budaya

Secara administratif, kawasan SM Dolok Surungan berada di 2 kabupaten, sebagian besar di kabupaten Toba Samosir (± 23.775 ha) dan sebagian kecil berada di Kabupaten Asahan (± 25 ha). Namun, kawasan ini juga berbatasan langsung di sebelah Timur dengan Kabupaten Labuhan Batu. Oleh karena itu, masyarakat yang tinggal berbatasan dengan SM Dolok Surungan secara administratif berada di 3 kabupaten


(35)

tersebut. Pengelompokan masyarakat di sekitar Dolok Surungan umumnya dipengaruhi oleh latar belakang suku dan budaya masing masing kelompok masyarakat. Meskipun demikian cluster atau kelompok-kelompok ini tidaklah bersifat ekslusif dan mutlak, pembauran juga terjadi di sebagian besar masyarakat. Di sebelah Selatan (Kec. Habinsaran) umumnya dihuni oleh masyarakat dari suku Batak Toba. Masyarakat Batak Toba memang dominan dan homogen di wilayah ini. Agama yang dianut oleh masyarakat umumnya Kristen dan sebagian lagi beragama Parmalim (agama yang diyakini kepercayaan asli orang Batak) (Balai KSDH Sumut II, 2002).

Masyarakat suku Batak juga menempati wilayah utara dan ‘cekungan’ Dolok Sijombur (antara Register 21 dan 22) . Di wilayah ini masyarakat Parmalim memiliki populasi yang cukup besar. Di perkampungan Aek Hucim dan Adian Baja (Meranti Timur) masyarakat Parmalim hidup dalam kelompok-kelompok yang cukup besar berbaur dengan masyarakat Batak Kristen dan masyarakat Jawa pendatang. Masyarakat Jawa menempati cluster-cluster yang cukup besar di wilayah utara (Kab. Asahan). Dusun Salipotpot di Desa Lobu Rappa dan Dusun PIR BUN di Desa Kuala Beringin merupakan basis masyarakat Jawa. Kedatangan mereka ke wilayah ini umumnya dipicu oleh pembagian ‘tanah persil’ dan kawasan PIR BUN yang dimotori oleh pemerintah dan PTPN III pada tahun 1980-an. Selain di kedua wilayah tersebut, masyarakat Jawa juga tersebar sampai ke wilayah Toba Samosir berbaur dengan masyarakat Batak Toba dalam kelompok-kelompok kecil. Kelompok yang cukup besar berada di wilayah Meranti Timur, Meranti Utara dan Parhitean (Balai KSDH Sumut II, 2002).

Di sebelah timur kawasan berbatasan dengan kabupaten Labuhan Batu. Wilayah ini dihuni oleh berbagai campuran suku, mulai dari masyarakat Batak Kristen yang turun dari Toba Samosir, masyarakat Jawa sampai kepada masyarakat Batak Islam yang


(36)

memiliki logat bahasa melayu. Identitas suku batak kelompok Batak Islam dapat dilihat dari kerukunan dan nama marga yang masih dipertahankan. Diyakini, kelompok terakhir ini merupakan keturunan masyarakat Batak dari Toba yang turun lebih dulu sejak 2 atau 3 generasi sebelumnya dan telah membaur dengan masyarakat Melayu di pesisir timur Sumatera (Tanjung Balai-Asahan-Labuhan Batu) (Balai KSDH Sumut II, 2002).

Profil Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah 1. Letak geografis

Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah merupakan salah satu Desa dari 10 Desa yang ada di Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir. Ditinjau dari segi geografis Desa Meranti Utara berada pada ketinggian 500 – 900 mdpl. Dengan curah hujan rata-rata 3000 mm/thn dan suhu udara rata-rata 20-23oC.

Desa Meranti Utara memiliki luas wilayah 5.400 Ha dengan batas administrasi: Sebelah Utara : Sungai Asahan

Sebelah Selatan : Desa Meranti Tengah Sebelah Barat : Desa Pintu Pohan Dolok Sebelah Timur : Desa Lobu Rappa (Asahan)

Desa Meranti Tengah memiliki luas wilayah 9.400 Ha, dengan batas administrasi: Sebelah Utara : Desa Meranti Utara

Sebelah Selatan : Desa Panamparan Sebelah Barat : Desa Meranti Utara Sebelah Timur : Desa Meranti Timur


(37)

2. Kependudukan

Jumlah penduduk Desa Meranti Utara adalah 1.476 jiwa yang terdiri dari 727 jiwa laki-laki dan 749 jiwa perempuan atau sebanyak 335 rumah tangga. Sedangkan di Desa Meranti Tengah jumlah penduduknya adalah 455 jiwa yang terdiri dari 225 laki-laki, dan 230 jiwa perempuan atau sebanyak 123 rumah tangga yang tersebar di lima dusun. Suku mayoritas di Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah adalah Suku Batak Toba, kemudian beberapa diantaranya adalah suku Jawa. Bahasa pengantar yang dipergunakan adalah bahasa Batak Toba. Mayoritas penduduk Desa Meranti Utara menganut agama Kristen Protestan, kemudian diikuti oleh agama Islam, Katolik dan aliran kepercayaan.

3. Perekonomian dan mata pencaharian

Pendapatan utama masyarakat di Desa Meranti Utara berasal dari sektor pertanian dan perkebunan. Hal ini ditunjukkan dengan mata pencaharian dan pekerjaan masyarakat Desa Meranti Utara adalah mayoritas petani dan berkebun karet dan sawit. Namun selain itu ada juga sebagian kecil dari masyarakat Desa Meranti Utara yang bekerja sebagai pedagang dan PNS.

Pendapatan lain dari masyarakat Desa Meranti Utara di luar sektor pertanian, perkebunan, pedagang dan PNS, juga diperoleh pendapatan dari pemanfaatan hasil hutan seperti nira, kayu bakar dan beternak sebagai pendapatan tambahan.

4. Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana di Desa Meranti Utara sudah cukup memadai. Prasarana lalulintas yang digunakan adalah menggunakan jalur darat berupa jalan aspal yang


(38)

desa tersebut dengan kabupaten Asahan. Sedangkan jalan menuju Desa Meranti Tengah belum cukup memadai dimana kondisi jalan masih sulit dilalui dengan kendaraan roda dua.

Di Desa Meranti Utara terdapat prasarana pasar yang digunakan sekali dalam seminggu yaitu pada hari Kamis sedangkan masyarakat dari Desa Meranti Tengah juga melakukan kegiatan pasar di Desa Meranti Utara. Prasarana lain yang terdapat di Desa Meranti Utara adalah Sekolah Dasar (SD) 3 unit dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 1 unit, sedangkan di Desa Meranti Tengah terdapat 1 unit Sekolah Dasar (SD). Terdapat 1 unit mesjid dan 8 gereja sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah umat beragama.

Karakteristik Rumah Tangga yang Memanfaatkan Hasil Hutan

Hampir semua rumah tangga yang ada di Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah memanfaatkan hasil hutan sesuai dengan kebutuhan masing-masing rumah tangga. Hal ini terlihat dari kehidupan sehari-hari melalui aktivitas masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan tersebut. Rumah tangga ini pada umunya memiliki pekerjaan utama sebagai petani, berkebun dan memanfaatkan hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maupun untuk menperoleh pendapatan tambahan selain hasil pertanian dan kebun. Keadaan sosial rumah tangga yang memanfaatkan hasil hutan ini berdasarkan jenis kelamin, pekerjaan, suku, agama dan jumlah tanggungan dapat dilihat pada Tabel 1.


(39)

Tabel 1. Keadaan Sosial Rumah Tangga yang Memanfaatkan Hasil Hutan No Identitas Rumah Tangga Jumlah (Orang) 1 Jenis Kelamin

Laki-laki 59

Perempuan 16

2 Pekerjaan

Petani 74

Buruh bangunan 1

3 Suku

Batak Toba 75

4 Agama

Kristen 58

Parmalim/Aliran Kepercayaan 17 5 Jumlah Tanggungan

Tidak ada 2

1 orang 4

2 orang 6

3 orang 7

4 orang 17

5 orang 39

` Tingkat pendidikan rumah tangga sampel yang memanfaatkan hasil hutan pada umumnya masih tergolong rendah, yaitu Sekolah Dasar (SD) sebanyak 26 orang, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 34 orang, Sekolah Menengah Atas sebanyak 20 orang. Tingkat pendidikan rumah tangga masih tergolong rendah, hal ini disebabkan oleh prasarana sekolah yang ada di sekitar Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah masih minim yaitu: 3 Sekolah Dasar (SD) dan 1 SMP di Desa Meranti Utara, dan 1 Sekolah Dasar (SD) di Desa Meranti Tengah, sedangkan sekolah menengah atas belum ada di Desa tersebut.

Bila dilihat dari segi umur, rumah tangga yang memanfaatkan hasil hutan ini rata-rata masih produktif yaitu antara 26 – 61 tahun. Hal ini disebabkan karena faktor pendidikan yaitu tingkat pendidikan penduduk desa yang tergolong rendah, sehingga banyak dari antara mereka yang tetap di desa untuk melanjutkan pekerjaan yang


(40)

sebagian besar merupakan pekerjaan warisan atau turun temurun. Rumah tangga yang memanfaatkan hasil hutan berdasarkan pendidikan dan umur dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rumah Tangga yang Memanfaatkan Hasil Hutan Berdasarkan Pendidikan dan

Umur.

No Tingkat pendidikan dan Umur

Jumlah (Orang)

1 Pendidikan

SD 26

SMP 34

SMA dan Sederajat 15

2 Umur

< 30 14

31-40 18

41-50 22

51-60 16

> 61 5

Jenis-jenis Hasil Hutan yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah

Dari hasil pengamatan yang dilakukan dalam penelitian di Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah diperoleh bahwa masyarakat sekitar hutan memanfaatkan hasil hutan dengan berbagai jenis pemanfaatan. Jenis pemanfaatan hasil hutan tersebut antara lain adalah air nira, tumbuhan obat, pandan, kayu bakar, sapu lidi, bambu dan rotan. Pemanfaatan hasil hutan ini pada umumnya dimanfaatkan sendiri oleh masyarakat karena merupakan barang yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, dan sebagian lagi dijual untuk menambah pendapatan rumah tangga diluar pendapatan dari sektor pertanian dan kebun. Pemanfaatan hasil hutan di Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Timur dapat dilihat pada Tabel 3.


(41)

Tabel 3. Jenis-jenis Hasil Hutan yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah.

No Hasil Hutan Bentuk Pemanfaatan Hasil Hutan

1 Air Nira - Dimanfaatkan sendiri

(Tuak) - Dijual

2 Bane-bane - Dimanfaatkan sendiri

- Dijual

3 Pandan - Dimanfaatkan sendiri

(Baion) - Dijual

4 Kayu Bakar - Dimanfaatkan sendiri

(Soban) - Dijual

5 Sapu Lidi - Dimanfaatkan sendiri

6 Bambu - Dimanfaatkan sendiri

7 Rotan - Dimanfaatkan sendiri

8 Antaladan - Dimanfaatkan sendiri

(Pakan Ternak)

9 Talas hutan - Dimanfaatkan sendiri

10 Gilingan cabe - Dimanfaatkan sendiri

11 Andalu - Dimanfaatkan sendiri

12 Lesung - Dimanfaatkan sendiri

Dalam pemanfaatan hasil hutan ini proses pengambilan hasil hutan dinyatakan dalam satuan (unit) masing-masing jenis barang. Satuan-satuan jenis barang yang diambil ditetapkan oleh masyarakat sesuai dengan kesepakatan penduduk desa tersebut. Di Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah satuan-satuan barang hasil hutan tersebut telah turun temurun mulai dari nenek moyang mereka sampai sekarang masih tetap berlaku bagi masyarakat tersebut. Dengan adanya satuan yang telah disepakati bersama oleh masyarakat akan lebih mudah menetapkan harga sebelum melakukan proses jual beli jika barang tersebut diperjual belikan. Dari hasil perolehan data di Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah dilakukan perhitungan masing-masing pemanfaatan hasil hutan sehingga diketahui: jumlah yang diambil (unit/frekuensi/responden), frekuensi pengambilan (unit/tahun/responden), jumlah pengambil (orang/jenis barang),


(42)

total pengambilan (unit/tahun), persentase pengambilan (%) dan persentase pengambil (%). Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4. Hasil Perhitungan Masing-masing Pemanfaatan Hasil Hutan di Desa Meranti Utara.

No Jenis Hasil Hutan Satuan (Unit) Jumlah Yang Diambil (Unit/Resp) Frekuensi Pengambilan (unit/resp/thn) Jumlah Pengambil (Orang/ Jenis Barang) Total Pengambilan (Unit/Thn) Persentase Frekuensi Pengambilan (%) Persentase Jumlah Pengambil (%)

1 Air Nira

(Tuak) Botol 80 360 3 86400 63,82 4,34 2 Kayu Bakar

(Soban)

Stapel Meter

2 12 40 960 2,12 57,97 3 Pakan

Ternak (Antaladan)

Goni 2 96 13 2496 17,02 18,84

4 Talas Hutan (Suhat)

Goni 3 96 13 3744 17,02 18,84

Jumlah 564 69 100 100

Rata-rata pengambilan responden 141 17,25

Tabel 5. Hasil Perhitungan Masing-masing Pemanfaatan Hasil Hutan di Desa Meranti Tengah.

No Jenis Hasil Hutan Satuan (Unit) Jumlah Yang Diambil (unit/ resp) Frekuensi Pengambilan (Unit/ Resp/ Thn) Jumlah Pengambil (Orang/ Jenis Barang) Total Pengambilan (Unit/ Thn) Persentase Frekuensi Pengambilan (%) Persentase Jumlah Pengambil (%)

1 Pandan (bayon)

Ikat 4 12 25 1200 2,79 14,12

2 Sapu Lidi

Ikat 1 1 15 15 0,23 8,47

3 Bambu Meter 5 2 21 210 0,46 11,86

4 Rotan Batang 3 4 15 180 0,93 8,47

5 Lesung Jenis barang

1 1 13 13 0,23 7,34

6 Andalu Jenis Barang

2 1 13 26 0,23 7,34

7 Gilingan cabe

Jenis Barang

1 1 21 21 0,23 11,86

8 Tuak/Air Nira

Botol 80 360 2 57600 83,72 1,29

9 Bane-bane

Tangkai 1 36 17 612 8,37 9,60

10 Kayu Bakar

Stapel Meter

2 12 35 840 2,79 19,77

Jumlah 430 177 100 100


(43)

Jenis-jenis hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah sebagian besar berasal dari kawasan hutan dan perbatasan hutan dengan lahan masyarakat, namun pemanfaatan hasil hutan dari dalam kawasan hutan sangat terbatas dan masyarakat tidak diperbolehkan secara sembarangan memanfaatkan hasil hutan yang ada di dalam kawasan hutan. Adanya anggapan dari masyarakat terdahulu bahwa kawasan hutan merupakan hutan adat mengakibatkan terjadinya pengambilan hasil hutan sejak dulu dan akhirnya menjadi kebiasaan masyarakat sekitar hutan. Jenis hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah meliputi: air nira (tuak), rotan, bambu, kayu bakar, pandan, tanaman obat (bane-bane), sapu lidi, makanan ternak (antaladan, talas hutan).

Hasil hutan yang paling banyak dimanfaatkan masyarakat adalah kayu bakar, di Desa Meranti Utara pemanfaatan kayu bakar setiap tahunnya oleh responden adalah sebanyak 960 Sm/tahun, jika diperkirakan maka seluruh populasi yang ada di Desa Meranti Utara dapat menggunakan kayu bakar sebanyak 8.040 Sm/ tahun, sedangkan di Desa Meranti Tengah kayu bakar yang digunakan responden setiap tahun adalah sebanyak 840 Sm/tahun, apabila dihitung pemanfaatan seluruh populasi (rumah tangga) yang memanfaatkan kayu bakar di Desa Meranti Tengah adalah sebanyak 2952 Sm/ tahun, jumlah tersebut diperoleh dengan mengalikan pemanfaatan rata-rata tiap responden per tahun dengan jumlah rumah tangga yang memanfaatkan kayu bakar tersebut. Hal ini dikarenakan karena pada umumnya masyarakat masih menggunakan kayu sebagai bahan bakar untuk keperluan dapur, selain itu mereka juga menggunakan kayu bakar untuk memasak makanan ternak (pinahan lobu atau babi) dan bahan bakar


(44)

untuk menyuling minyak nilam. Beberapa hasil hutan tersebut selain dimanfaatkan sendiri, dijual untuk menambah pendapatan keluarga.

Bentuk Pemanfaatan Hasil Hutan oleh Masyarakat 1. Air nira (tuak)

Di Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah, tumbuhan aren (Arenga sp) merupakan pemanfaatan hasil hutan yang cukup memberi keuntungan bagi penduduk yang memanfaatkannya karena dari pengambilan air nira (tuak) tidak membutuhkan waktu dan biaya yang banyak, tetapi hanya membutuhkan tenaga untuk beberapa perlakuan dan perawatan tanaman aren yang di ambil air niranya (diagati). Sebelum air nira diambil, terlebih dahulu dilakukan beberapa perlakuan terhadap tanaman aren yang sudah memiliki arirang (tandan sumber air nira) seperti pembersihan batang, membuat tangga ke atas (biasanya dari bambu), memukul-mukul tandan (250 kali pukul/hari) selama tiga minggu, kemudian tandan dipotong dan akan keluar air nira yang kemudian ditampung dalam wadah penampung.

Umumnya aren belum dibudidayakan, tanaman berkembang biak secara alami dengan biji. Di beberapa daerah, aren telah dibudidayakan. Benih diseleksi dari tanaman yang banyak menghasilkan nira karena varietas unggul aren belum tersedia. Sebelum dikonsumsi atau dipasarkan, air nira yang sudah diturunkan dari atas tumbuhan aren terlebih daluhu dibersihkan dari kotoran yang masuk saat penampungan, kemudian dicampur dengan raru (sejenis kulit kayu) untuk menghasilkan rasa sepat dan menghilangkan rasa manis air nira tersebut, hal ini dilakukan karena apabila air nira yang belum dicampur dengan raru langsung dikonsumsi dalam jumlah yang cukup banyak (lebih dari satu gelas) akan mengakibatkan sakit perut. Raru biasanya dibeli dari pasar karena tidak tersedia di daerah tersebut.


(45)

Pemasaran air nira biasanya dilakukan di rumah penduduk yang mengambil air nira tersebut setiap konsumen yang ingin membeli air nira tersebut dapat langsung datang ke rumah penjual air nira, biasanya yang mengkonsumsi adalah kaum bapak, biasanya mereka minum secara berkelompok dengan diiringi lagu-lagu batak karena dipercaya air nira tersebut juga dapat membuat suara menjadi lebih indah saat bernyanyi. Sebagian kaum ibu juga ada yang mengkonsumsi air nira, namun jumlahnya hanya satu gelas saja, biasanya kaum ibu tidak ikut minum tuak di kedai bersama bapak-bapak melainkan membawa pulang ke rumah masing-masing, selain air nira dipercaya dapat mengobati sakit pinggang, juga dipercaya dapat menenangkan tidur setelah seharian lelah bekerja di ladang atau disawah. Air nira yang telah siap dipasarkan oleh masyarakat dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Air Nira yang Sudah Siap Untuk Dipasarkan

2. Sapu Lidi

Sapu lidi diperoleh dari tanaman aren yang belum terlalu tua supaya sapu lidi yang diperoleh lebih berkualitas dan lebih banyak. Pemanfaatan sapu lidi di desa


(46)

Meranti Tengah masih hanya sebatas untuk di pakai sendiri. Pengambilan daun aren untuk sapu lidi dilakukan pada waktu-waktu senggang tanpa meghabiskan waktu yang cukup banyak. Untuk pengambilan sapu lidi biasanya menghabiskan waktu sekitar satu sampai dua jam. Di sela-sela istirahat saat bekerja di ladang biasanya kaum pria menyempatkan diri untuk memanjat tumbuhan aren kemudian memotong satu atau dua dahan, bahkan ada juga yang mengambil daun aren terebut sekalian mengambil air nira. Dahan yang sudah dipotong kemudian dipisahkan tiap-tiap helai daun untuk kemudian bagian daun dipisahkan dari tulang daun, bagian tulang daun inilah yang kemudian diambil sebagai sapu lidi. Pengambilan sapu lidi tersebut biasanya dilakukan pada sore hari menjelang waktu pulang dari kebun seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Penduduk Membawa Sapu Lidi Sehabis Bekerja dari Ladang

3. Kayu Bakar (Soban)

Kayu bakar di Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah sebagian besar berasal dari sekitar kawasan hutan dan sebagian lagi dari kebun masyarakat yaitu dari tanaman karet yang sudah tua. Kayu bakar yang berasal dari hutan adalah pohon yang tumbang


(47)

yang kemudian diambil masyarakat sebagai kayu bakar dan sebagian lagi dari ranting-ranting pohon yang jatuh kemudian dikumpulkan.

Kebutuhan kayu bakar di Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah cukup besar, hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat desa menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak. Hal ini juga terjadi karena sebagian masyarakat memelihara ternak (babi) yang juga menggunakan kayu bakar untuk memasak makanan ternak tersebut. Di desa Meranti Utara pemanfaatan kayu bakar dapat menghabiskan 1-2 Sm setiap bulannya.

Sedangkan di Desa Meranti Tengah rumah tangga atau masyarakat dapat menghabiskan sebanyak 1 - 2,5 Sm kayu bakar setiap bulan pada musim panen nilam. Hal ini terjadi karena masyarakat desa Meranti Tengah ada yang menanam tanaman nilam sehingga diperlukan kayu bakar untuk melakukan penyulingan minyak nilam. Kayu bakar selain untuk dipakai sendiri juga dapat dijual kepada orang lain yang membutuhkan dengan harga rata-rata Rp 80.000/ Sm. Kayu bakar yang sudah siap untuk dipakai oleh masyarakat dapat dilihat pada Gambar 3.


(48)

Antaladan merupakan jenis tanaman merambat yang tumbuh liar di hutan yang sering digunakan masyarakat untuk makanan ternak yang mereka pelihara. Di Desa Meranti Utara pengambilan antaladan dilakukan dua kali dalam satu minggu sebanyak dua goni. Antaladan yang diambil kemudian dicincang menjadi lebih kecil-kecil dan direbus sampai lembek. Pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh ibu rumah tangga, biasanya dikerjakan pada sore hari. Tidak semua penduduk desa memanfaatkan hasil hutan tersebut, hanya penduduk yang memelihara ternak saja yang mengambilnya sedangkan pemasarannya belum ada di desa tersebut karena jumlahnya cukup banyak tersedia di hutan dan dapat diambil sendiri oleh masing-masing rumahtangga sesuai dengan kebutuhan. Pakan ternak (antaladan) dicincang dan dicampur dengan talas hutan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Antaladan Dicincang dan Dicampur Dengan Talas Hutan

5. Talas Hutan

Talas hutan selain ada yang dibudidayakan oleh masyarakat, juga banyak yang tumbuh liar di pinggiran hutan. Jenis tanaman ini banyak dimanfaatkan penduduk sebagai campuran dari antaladan menjadi makanan ternak. Bagian tanaman talas hutan


(49)

yang dimanfaatkan adalah batang dan daunnya. Batang tanaman dicincang kecil-kecil kemudian dimasak bersama dengan antaladan sampai lembek dan dijadikan makanan ternak. Selain campuran antaladan tumbuhan ini juga biasanya dicampur dengan ampas kelapa yang biasa dijual di pasaran, namun karena jarangnya penjual ampas tersebut maka makanan ternak yang digunakan adalah talas hutan. Selain batangnya bagian umbi tumbuhan ini juga dapat digunakan sebagai bahan makanan untuk ternak. Namun tidak banyak masyarakat yang mengambil bagian umbi tersebut karena bagian umbi akan tumbuh menjadi anakan baru sehingga tumbuhan ini dapat terus berkembang biak. Rumah tangga atau masyarakat biasanya mengambil talas hutan dua kali dalam satu minggu dan biasanya dilakukan oleh kaum perempuan. Jenis hasil hutan ini belum ada diperjualbelikan, di desa tersebut masih sebatas dimanfaatkan sendiri oleh penduduk yang memelihara ternak. Talas hutan yang telah dicincang dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Talas Hutan yang Telah Dicincang

6. Tikar Pandan (Lage Baion)

Tumbuhan pandan biasanya tumbuh di hutan dalam bentuk berkelompok, tumbuhan pandan dimanfaatkan masyarakat untuk bahan kerajinan tangan yang dijadikan menjadi tikar pandan (lage baion), bagian tumbuhan yang diambil adalah


(50)

seluruh bagian batang dari pangkal sampai ke ujung. Di Desa Meranti Tengah pada umumnya masyarakat masih menggunakan tikar pandan sebagai kebutuhan sehari hari untuk dipakai di rumah sebagai alas untuk tidur, dan juga dipakai sebagai alas untuk duduk di rumah sehari-hari. Pembuatan tikar pandan disebut dengan mangaletek pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang sering dilakukan oleh kaum ibu. Biasanya pembuatannya dilakukan pada sore dan malam hari untuk mengisi waktu senggang sebelum makan atau sebelum tidur malam. Satu tikar dapat diselesaikan dalam waktu satu bulan, akan tetapi jika dikerjakan setiap hari penuh akan dapat diselesaikan selama satu minggu saja. Tikar pandan (lage baion) selain dipakai sendiri juga dijual untuk menambah penghasilan rumah tangga dengan harga Rp 100.000/ tikar. Pemasaran tikar pandan masih dilakukan secara tradisional dimana tikar tersebut dipasarkan kepada sesama penduduk desa tersebut bahkan kepada tetangga atau kerabat terdekat dan harga barang juga ditentukan melalui kesepakatan antara penjual dan pembeli. Pembuatan tikar pandan (lage baion) dan tikar yang telah selesai dan siap pakai dapat dilihat pada Gambar 6.

a b

Gambar 6. a. Pembuatan Tikar Pandan (Lage baion) b. Tikar Pandan yang Sudah Siap Pakai


(51)

7. Bambu

Bambu merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang pemanfaatannya tidak asing lagi baik bagi masyarakat sekitar hutan maupun masyarakat yang tinggal di perkotaan. Di Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah bambu sering digunakan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan sehari-hari untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Pemanfaatan bambu sering dipakai untuk membuat bubu (alat menangkap ikan), kandang ayam, tampungan karet, dan berbagai perabot rumah tangga lainnya.

Pemanfaatan bambu yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan adalah untuk membuat bubu dan kandang ayam. Bambu juga menjadi salah satu peralatan yang digunakan masyarakat untuk acara ritual keagamaan oleh masyarakat yang menganut aliran kepercayaan (Parmalim). Pengambilan bambu sering dilakukan oleh kaum pria secara berkelompok dengan alasan satu batang bambu yang ditebang dapat dibagi oleh dua atau tiga orang.

Pemanfaatan bambu yang dilakuka oleh masyarakat desa Meranti Tengah masih dalam penggunaan yang sederhana. Manfaat bambu belum memberikan kontribusi yang begitu nyata bagi perekonomian masyarakat. Selain karena pasar yang tidak mendukung, jenis barang yang dihasilkan dari kerajinan bambu juga masih sangat sederhana. Bambu maupun barang produksi dari kerajinan bambu belum dipasarkan di desa tersebut karena tiap keluarga dapat membuat sendiri jenis barang dari bahan baku bambu apabila dibutuhkan. Salah satu kerajinan tangan dari bahan bambu dapat dilihat pada Gambar 7.


(52)

Gambar 7. Kerajinan Bambu Keranjang Anak Ayam

8. Rotan

Rotan merupakan salah satu dari sekian banyak hasil hutan bukan kayu yang pemanfaatannya cukup banyak dikenal baik dalam skala industri kecil maupun besar. Di Desa Meranti Tengah pemanfaatan rotan masih hanya sebatas untuk kebutuhan rumah tangga yaitu bahan baku untuk mendukung pembuatan beberapa jenis kerajinan tangan dalam perkakas rumah tangga penduduk. Rotan digunakan sebagai tali untuk pengikat bubu, keranjang ayam, pengikat sendok yang terbuat dari tempurung kelapa, dan berbagai keperluan lainnya.

Pengambilan rotan biasa dilakukan oleh kaum pria pada saat mereka pergi ke kebun, di sela-sela waktu istirahat mereka menyempatkan diri untuk mengambil rotan ke hutan sekaligus mengambil kayu bakar untuk keperluan memasak di ladang. Karena pemanfaatannya masih dalam skala kecil yaitu sebagai pendukung untuk pengerjaan kerajinan tangan, rotan tersebut belum diperjualbelikan oleh masyarakat karena mereka masih dapat mengambil sendiri dari hutan jika dibutuhkan. Rotan yang sering dipakai


(53)

masyarakat adalah untuk pengikat bubu sebagai alat penangkap ikan seperti pada Gambar 8.

Gambar 8. Rotan yang Dimanfaatkan untuk Mengikat Bubu 9. Lesung

Lesung yang biasa dipakai oleh masyarakat Desa Meranti Tengah terbuat dari kayu yang berukuran minimal berdiameter 20 cm yang diukir sendiri oleh masyarakat. Lesung sering digunakan oleh masyarakat untuk menumbuk sayur dan bubuk kopi yang akan dikonsumsi oleh rumah tangga itu sendiri. Dalam pembuatan lesung biasanya dikerjakan oleh kaum pria, dalam tiga sampai empat hari satu unit lesung sudah dapat selesai dikerjakan dansiap pakai. Kayu yang digunakan biasanya adalah kayu meranti karena menurut masyarakaat kayu ini cukup kuat dan tahan lama. Di Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah lesung belum ada yang dipasarkan, jikapun ada, harga yang dibayarkan kepada pembuat lesung hanyalah sekedar untuk minum teh karena mereka masih terikat hubungan kekeluargaan yang cukup kuat. Lesung yang terbuat dari kayu sebagai perabot rumah tangga dapat dilihat pada Gambar 9.


(54)

Gambar 9. Lesung yang Terbuat dari Kayu

10. Andalu

Andalu adalah kayu sepanjang kurang lebih 2,5 meter dengan diameter 5 cm yang merupakan pasangan dari lesung yang digunakan sebagai alat untuk menumbuk. Selain itu andalu juga sering dipakai oleh masyarakat untuk menumbuk pandan yaitu bahan untuk membuat tikar dengan tujuan untuk meratakan batang pandan yang berbentuk bundar. Di Desa Meranti Tengah andalu sangat diperlukan oleh masyarakat dalam pembuatan tikar pandan.

Biasanya pembuatan andalu dikerjakan oleh kaum pria, kayu yang sering digunakan adalah meranti karena kayunya cukup berat dan tahan lama. Pemanfaatan andalu sendiri masih hanya sebatas untuk kebutuhan rumah tangga masyarakat dan belum ada yang dipasarkan karena setiap penduduk dapat mengambil sendiri dari hutan untuk kebutuhan mereka sendiri. Andalu yang terbuat dari kayu dapat dilihat pada Gambar 10.


(55)

Gambar 10. Andalu yang Terbuat Dari Kayu

11. Gilingan Cabe

Di Desa Meranti Tengah pemanfaatan kayu sebagai perkakas rumah tangga cukup banyak, salah satunya adalah gilingan cabe yang terbuat dari kayu. Perabot ini biasanya terbuat dari batu atau semen yang dicetak, namun Di Desa Meranti Tengah gilingan cabe terbuat dari kayu yang diukir sendiri oleh masyarakat digunakan untuk menggiling bumbu masak di dapur. Alat ini terbuat dari potongan kayu berbentuk persegi, dalam pembuatan barang ini sering digunakan dari sisa kayu pertukangan, namun tidak sedikit diantara masyarakat yang sengaja mengambil kayu dari hutan untuk membuat gilingan cabe tersebut. Di Desa Meranti Tengah barang ini tidak diperjual belikan masih hanya sebatas untuk dipakai sendiri oleh rumah tangga atau masyarakat sekitar hutan. Gilingan cabe yang terbuat dari kayu dapat dilihat pada Gambar 11.


(56)

Gambar 11. Gilingan Cabe yang Terbuat dari Kayu

12. Bane-bane

Bane-bane atau sering juga disebut dengan sanggul merupakan jenis tumbuhan yang sering digunakan oleh masyarakat sekitar hutan sebagai obat yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit seperti demam, diare, sakit gigi. Selain digunakan sebagai obat tumbuhan ini juga dipakai sebagai bahan untuk ritual dalam penyembahan oleh masyarakat yang menganut aliran kepercayaan/ parmalim. Di Desa Meranti Tengah tumbuhan ini selain untuk dimanfaatkan sendiri juga ada yang diperjual belikan dengan harga Rp 500/ tangkai. Karena besarnya kebutuhan akan jenis tumbuhan ini, sebagian dari penduduk sudah ada yang membudidayakan tumbuhan bane-bane di pekarangan rumah. Pengambilan tanaman ini biasanya diambil sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan frekuensi pengambilan yang tidak menentu karena sewaktu-waktu dapat diperlukan. Tumbuhan bane-bane dapat dilihat pada Gambar 12.


(57)

Gambar 12. Bane-Bane atau Sanggul Sebagai Tanaman Obat

Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan

Nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat diperoleh dari perkalian antara total pengambilan (unit/thn) dengan harga masing-masing hasil hutan (Rp/unit). Total pengambilan (unit/thn) di Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah diperoleh dari rata-rata jumlah pengambilan dari setiap jenis barang hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa tersebut.

Harga dari masing-masing harga hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah didasarkan pada harga yang berlaku yang telah disepakati antara si penjual dan si pembeli. Namun untuk kebanyakan hasil hutan yang dipasarkan oleh masyarakat masih sering mengalami perubahan karena belum adanya ketetapan harga yang dibuat di pasar dimana pemasarannya masih sebatas kesepakatan bersama antara penjual dan pembeli.


(58)

perhitungan nilai ekonomi hasil hutan oleh masyarakat Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 6. Nilai Ekonomi Hasil Hutan yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Desa Meranti Utara.

No Jenis Hasil Hutan Satuan (unit) Total Pengambilan (unit/thn) Harga Hasil Hutan (Rp/unit) Nilai Hasil Hutan (Rp/thn) Persentase Nilai Per Jenis

(%) 1 Air nira

(Tuak) Botol 86.400 1.500 129.600.000 39,13 2 Kayu Bakar

(Soban)

Stapel Meter

960 80.000 76.800.000 23,18 3 Talas Hutan Batang 3744 20.000 74.880.000 22,60

4 Antaladan Goni 2496 20.000 49.920.000 15,07

Jumlah 331.200.000 100

Rata-rata per responden 82.800.000

Tabel 7. Nilai Ekonomi Hasil Hutan yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Desa Meranti Tengah.

No Jenis Hasil Hutan Satuan (unit) Total Pengambilan (unit/thn) Harga Hasil Hutan (Rp/unit) Nilai Hasil Hutan (Rp/thn) Persentase Nilai Per Jenis (%) 1 Kayu Bakar

(Soban)

Stapel

Meter 840 80.000 67.200.000 37,21

2 Pandan

(bayon) Ikat 1200 20.000 24.000.000 13,29

3 Tuak/Air Nira Botol 57600 1.500 86.400.000 47,85

4 Bambu Meter 210 5.000 1.050.000 0,58

5 Lesung Meter 13 50.000 650.000 0,36

6 Rotan Meter 180 3.000 540.000 0,29

7 Bane-bane Tangkai 612 500 306.000 0,16

8 Andalu Meter 26 10.000 260.000 0,14

9 Gilingan cabe Potong 21 6.000 126.000 0.06

10 Sapu Lidi Ikat 15 1.500 22.500 0,01

Jumlah 180.554.500 100

Rata-rata per responden 18.055.450

Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek (sumber daya hutan) bagi individu tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena itu akan terjadi keragaman nilai sumberdaya hutan berdasarkan pada persepsi dan lokasi masyarakat yang berbeda-beda. Nilai sumber daya hutan sendiri bersumber dari


(59)

berbagai manfaat yang diperoleh masyarakat. Nilai hasil hutan diperoleh dari perkalian total pengambilan per jenis per tahun dengan harga per jenis.

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 6 dan 7) bahwa nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah, Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir adalah untuk Desa Meranti Utara sebesar Rp. 331.200.000/ tahun. Sedangkan untuk desa Meranti Tengah sebesar Rp. 180.554.500/ tahun. Nilai ini diperoleh dari pemanfaatan hasil hutan seperti nira, kayu bakar, pandan, lesung, bambu, rotan, andalu, sapu lidi, bane-bane, talas hutan, gilingan cabe dan antaladan (tanaman obat).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan yang paling tinggi Desa Meranti Utara terdapat pada pemanfaatan hasil hutan air nira (tuak) yaitu sebesar Rp. 129.600.000/ tahun atau 39,13 %. Demikian halnya di Desa Meranti Tengah nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan tertinggi adalah air nira dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 86.400.000/ tahun atau 47,85 %. Walaupun jumlah masyarakat yang mangambil hasil hutan ini hanya lima orang, namun memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena untuk pengelolaan nira tidak membutuhkan waktu dan biaya yang banyak melainkan hanya membutuhkan tenaga untuk beberapa perlakuan dan perawatan.

Nilai ekonomi hasil hutan berikutnya adalah kayu bakar dengan nilai ekonomi Rp.76.800.000 atau 23,18 % untuk Desa Meranti Utara, dan Rp. 67.200.000 atau 37,21 % untuk desa Meranti Tengah. seperti halnya air nira, pengadaan kayu bakar juga tidak memerlukan biaya dan waktu yang banyak selain itu kayu bakar merupakan salah satu jenis hasil hutan yang cukup banyak dipakai masyarakat, hampir semua rumah tangga


(60)

yang ada di Desa Meranti Utara dan Meranti Tengah menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak sehari harinya.

Talas hutan merupakan hasil hutan yang menempati urutan ketiga dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 74.880.000 atau 22,60 % untuk Desa Meranti Utara. Sedangkan pada Desa Meranti Tengah pandan (bayon) merupakan hasil hutan yang nilai ekonominya berada pada urutan ketiga yaitu sebesar Rp. 24.000.000 atau 13,29 %. Hasil hutan dengan nilai ekonomi terendah di Desa Meranti Utara adalah antaladan sebesar Rp. 49.920.000 atau 15,07 %. Dari semua hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah, hasil hutan yang nilai ekonominya paling rendah adalah sapu lidi dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 22.500/ tahun atau 0,02 %. Hal ini terjadi karena hasil hutan ini sangat jarang diambil oleh masyarakat dimana persentase pengambilannya hanya satu kali dalam satu tahun dimana hasil hutan ini juga belum ada yang dipasarkan. Persentase nilai ekonomi pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah dapat dilihat dalam Gambar 13 dan 14.

Gambar 13. Persentase Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan yang Dimanfaatkan Masyarakat Desa Meranti Utara

39%

23% 23%

15%

Nilai Ekonomi Hasil Hutan (Rp/thn)


(61)

Gambar 14. Persentase Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan yang Dimanfaatkan Masyarakat Desa Meranti Tengah

Jumlah pengambil hasil hutan yang paling banyak adalah kayu bakar yaitu semua responden dalam penelitian ini (Masyarakat Desa Meranti Utara dan masyarakat Desa Meranti Tengah) sebanyak 75 orang yang terdiri dari 40 orang atau 58 % di Desa Meranti Utara dan 35 orang 21 % di Desa Meranti Tengah. Kemudian diikut i jumlah pengambil pakan ternak (antaladan dan talas hutan) dengan jumlah pengambilm masing-masing sebanyak 13 orang atau 19 % di Desa Meranti Utara dan pandan (bayon) sebanyak 25 orang atau 14 % untuk Desa Meranti Tengah. Jumlah pengambil yang paling rendah untuk desa Meranti Utara adalah air nira yaitu sebanyak 3 orang atau 4 %. Demikian juga halnya di Desa Meranti Tengah jumlah pengambil hasil hutan yang paling sedikit adalah air nira yaitu sebanyak 2 orang atau 1 %, hal ini terjadi karena tidak semua masyarakat mempunyai keahlian untuk melakukan pekerjaan ini. Disamping itu tumbuhan aren juga tidak sepanjang tahun bisa menghasilkan tandan yang dapat mengeluarkan air nira. Persentase jumlah pengambil hasil hutan di Desa Meranti Utara dan Desa Meranti Tengah dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16.

37%

13% 48%

1% 1% 0%0% 0%0% 0%

Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan (Rp/Thn) Kayu Bakar Pandan Air Nira Bambu Lesung Rotan Bane-bane Andalu Gilingan cabe Sapu Lidi


(62)

Gambar 15. Persentase Jumlah Pengambil Hasil Hutan di Desa Meranti Utara

Gambar 16. Persentase Jumlah Pengambil Hasil Hutan di Desa Meranti Tengah

Pendapatan Rumah Tangga di Luar Pemanfaatan Hasil Hutan

Pendapatan rumah tangga diluar hasil hutan ini diperoleh dari pendapatan sektor pertanian dan perkebunan (padi, karet, sawit, kopi) dan dari pendapatan lain di luar hasil hutan seperti pekerja bangunan dan sebagai pemain musik pada acara pesta. Total pendapatan rumah tangga sampel dari sektor pertanian adalah sebesar Rp. 541.840.000 dalam satu tahun, pendapatan ini diperoleh dari hasil pertanian seperti kopi, karet, sawit, kemiri dan hasil pertanian lainnya. Sedangakan pendapatan rumah tangga sampel

4%

58% 19%

19%

Jumlah Pengambil Hasil Hutan (Unit/ Thn)

Air Nira Kayu Bakar Talas Hutan Antaladan

20% 14%

1% 12% 7% 9% 10%

7%

12% 8%

Jumlah Pengambil Hasil Hutan (Unit/thn)

Kayu Bakar Pandan Air Nira/ Tuak Bambu

Lesung Rotan Bane-bane Andalu


(1)

3. Berapa harga tiap tanaman dijual?

No Jenis Harga Jual

1. 2. 3. 4. … …

4. Adakah kendala dalam pengelolaan tanaman yang Anda tanam? Bila ada

Kendalanya :

- …………

- …………

- …………

5. Apakah Anda memanfaatkan tanaman atau barang dari hutan? Bila YA

Jenis tanaman/barang apa yang Saudara manfaatkan dari hutan? No Jenis Barang Frekwensi

Pengambilan Satuan 1. ………. ……… ………. 2. ………. ……….... ………. 3. ………. ……….. ……… 4. ………. ………... ………. 5.

… …

6. Apa alasan yang mendorong Anda memanfaatkan barang atau jasa yang berasal dari hutan ?

Alasan : ………

……… 7. Bagaimana proses pengambilan tanaman atau barang tersebut ?

………

8. Jenis tanaman atau barang yang Anda ambil dan digunakan untuk apa ? a. Dijual

b. Dipakai sendiri c. ……….


(2)

No Jenis Harga Jual

1. ……… ………

2. ……… ………

3. ……… ………... 4. ……… ………... …

b. Jika tanaman yang Anda ambil digunakan untuk dipakai sendiri, bagaimana bentuk pemanfaatannya atau digunakan untuk apa ?

9. Pengambilan barang atau tanaman yang Anda manfaatkan dari hutan dilakukan secara?

a. Individu b. Kelompok c. …. Orang

10. Jika dilakukan dengan individu/ kelompok, berapa lama kegiatan tersebut dilakukan dalam satu bulan ?

a. ………..jam/hari……….kali/bulan b. ………

11. Berapa upah yang Anda keluarkan apabila Anda bekerja atau mempekerjakan orang lain ?

a. Rp……/jam b. Rp…...?hari

12.Adakah biaya lain yang Anda keluarkan dalam pengambilan hasil hutan ? Bila ada, biaya apa saja yang anda keluarkan ?

a. ………., Rp………… b. ………., Rp………… c. ………., Rp…………

13. Adakah biaya untuk proses pengelolaan sebelum hasil hutan dipasarkan ?

……… ……… ………….

14. Bagaimana proses pemasaran hasil hutan yang Anda ambil ?

……… ……… ………..

15. Dimana hasil hutan yang Anda ambil dipasarkan ?

……… ……… ………..


(3)

Tabel 1. Keadaan Sosial Rumah Tangga yang Memanfaatkan Hasil Hutan No Identitas Rumah Tangga Jumlah (orang)

1. 2. 3. 4. 5.

Jenis kelamain Laki-laki Perempuan Pekerjaan Petani Pedagang Suku

- - Agama - -

Jumlah tanggungan -

- - - -

Tabel 2. Rumah Tangga yang Memanfaatkan Hasil Hutan Berdasarkan Pendidikan dan Umur

No Tingkat pendidikan dan umur Jumlah (orang) 1.

2.

Pendidikan SD

SMP SMA Umur < 30 31 – 40 41 – 50 51 – 60 > 60

Tabel 3. Jenis jenis hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa

No Hasil Hutan Bentuk Pemanfaatan Hasil Hutan 1

2 3 4 5


(4)

Tabel 4. Hasil Perhitungan Masing Masing Pemanfaatan Hasil Hutan No Jenis Hasil

Hutan Satuan (Unit) Jumlah yang Diambil (Unit/rep) Frekuensi Pengambilan (Unit/resp/Th n) Jlh Pengambil (Orang/Jenis Barang) Total Pengambilan (Unit/Thn) Persentasi Frekuensi pengambilan (%) Persentase jumlah pengambil 1 2 3 4 5 Jumlah Rata-rata

Keterangan : Resp = Responden, Org = Orang, Frek = Frekuensi, 1 Jeregen = 20 liter Tabel 5. Nilai Ekonomi Hasil Hutan yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Dusun

Lumban Lintong dan Dusun Lumban Balik No Jenis Hasil Satuan

(Unit) Total Pengambilan (Unit/thn) Harga Hasil Hutan (Rp/Unit) Nilai Hasil Hutan (Rp/Thn) Persentase Nilai Per Jenis (%) 1 2 3 4 5 Jumlah Rata-rata


(5)

Jumlah Pengambilan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Desa Lumban Lintong No Nama Jenis Hasil Hutan Yang Diambil

Jumlah Pengambil

Rata rata pengambilan


(6)

PETA KAWASAN