UPAYA PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE

kawasan pesisir, usaha penggalian pasir laut, reklamasi, penangkapan ikan dan pengambilan terumbu karang dan lain-lain. Akibat tersebut menyebabkan terus meningkatnya perusakan ekosistem kawasan pesisir dan lautan khususnya kawasan hutan mangrove. 6. Permasalahan Informasi Kawasan Pesisir Keberadaan data dan informasi serta ilmu pengetahuan teknologi yang berkaitan dengan tipologi ekosisitem pesisir, keanekaragaman hayati, lingkungan sosial budaya, peluang ekonomi dan peran serta keluarga, sumber daya hutan mangrove masih terbatas sehingga belum dapat mendukung penataan ruang kawasan pesisir, pembinaan dalam pemanfaatan secara lestari, perlindungan kawasan serta rehabilitasinya.

IV. UPAYA PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE

Ekosistem mangrove yang rusak dapat dipulihkan dengan cara restorasirehabilitasi. Restorasi dipahami sebagai usaha mengembalikan kondisi lingkungan kepada kondisi semula secara alami. Campur tangan manusia diusahakan sekecil mungkin terutama dalam memaksakan keinginan untuk menumbuhkan jenis mangrove tertentu menurut yang dipahamidiingini manusia. Dengan demikian, usaha restorasi semestinya mengandung makna memberi jalanpeluang kepada alam untuk mengaturmemulihkan dirinya sendiri. Kita manusia pelaku mencoba membuka jalan dan peluang serta mempercepat proses pemulihan terutama karena dalam beberapa kondisi, kegiatan restorasi secara fisik akan lebih murah dibanding kita memaksakan usaha penanaman mangrove secara langsung. Restorasi perlu dipertimbangkan ketika suatu sistem telah berubah dalam tingkat tertentu sehingga tidak dapat lagi memperbaiki atau memperbaharui diri secara alami. Dalam kondisi seperti ini, ekositem homeastatis telah berhenti secara permanen dan proses normal untuk suksesi tahap kedua atau perbaikan secara alami setelah kerusakan terhambat oleh berbagai sebab. Secara umum, semua habitat bakau dapat memperbaiki kondisinya secara alami dalam waktu 15 - 20 tahun jika: 1 kondisi normal hidrologi tidak terganggu, dan 2 ketersediaan biji dan bibit serta jaraknya tidak terganggu atau terhalangi. Jika kondisi hidrologi adalah normal atau mendekati normal tetapi biji bakau tidak dapat mendekati daerah restorasi, maka dapat direstorasi dengan cara penanaman. Oleh karena itu habitat bakau dapat diperbaiki tanpa penanaman, maka rencana restorasi harus terlebih dahulu melihat potensi aliran air laut yang terhalangi atau tekanan-tekanan lain yang mungkin menghambat perkembangan bakau Kusmana, 2005. Dahuri dkk 1996 menyatakan, terdapat tiga parameter lingkungan yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove, yaitu: 1 suplai air tawar dan salinitas, dimana ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam salinitas mengendalikan efisiensi metabolik dari ekosistem hutan mangrove. Ketersediaan air tawar tergantung pada a frekuensi dan volume air dari sistem sungai dan irigasi dari darat, b frekuensi dan volume air pertukaran pasang surut, dan c tingkat evaporasi ke atmosfer. 2 Pasokan nutrien: pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling terkait, meliputi input dari ion-ion mineral an-organik dan bahan organik serta pendaurulangan nutrien. Secara internal melalui jaringan-jaringan makanan berbasis detritus detrital food web. Utary Maharani Barus : Sistem Bagi Hasil Pada Bank Syari’ah dalam Rangka Menghilangkan Riba dalam Muamalat, 2005 USU Repository © 2006

V. SILVOFISHERY SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PELESTARIAN MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT