B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat ditentukan identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan jual beli bawang putih yang dilakukan oleh beberapa importir bawang putih di
Indonesia dihubungkan dengan ketentuan kartel menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha? 2. Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh Komisi
Pengawas Persaingan
Usaha KPPU
untuk menanggulangi tindakan yang diindikasikan sebagai kartel
bawang putih dihubungkan dengan hukum persaingan usaha di Indonesia?
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-
norma dalam hukum positif. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis yaitu menganalisis kaitan antara peraturan perundang-
undangan yang berlaku dengan teori-teori hukum dan praktik pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan yang dibahas. Seluruh data
yang telah diperoleh, baik data primer maupun sekunder dianalisis dengan menggunakan metode normatif kualitatif. Penggunaan metode normatif,
dikarenakan penelitian ini diawali dengan peraturan perundang-undang yang merupakan hukum positif, sedangkan metode kualitatif dikarenakan
data yang diperoleh dari hasil wawancara di analisis dan diuraikan tanpa menggunakan model-model matematik dan rumus-rumus statistik.
Dilanjutkan…
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Jual Beli Bawang Putih Yang Dilakukan Oleh Beberapa Importir Bawang Putih di Indonesia Dihubungkan
Dengan Ketentuan Kartel Menurut Hukum Persaingan Usaha
Mengenai analisis adanya dugaan kartel dalam pelaksanaan jual beli bawang putih di Indonesia pada tahun 2013, tentunya perlu
dianalisis terhadap karakteristik kartel dan ketentuan kartel berdasarkan hukum persaingan usaha di Indonesia.
Berdasarkan fakta persidangan pada saat permohonan SPI terdapat kesamaan pihak dalam pengurusan SPI yang dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
7
Tabel Pihak Yang Melakukan Pengurusan Dokumen SPI
NO NAMA PERUSAHAAN
PEMBAWA DOKUMEN
1 CV Bintang
Chan Hong Ngai Hans Utari F Munandar
2 CV Karya Pratama
Arsan AS Henry Budiman 3
CV Mahkota Baru Arsan AS D Ratno P
4 CV Mekar Jaya
Arno SW Utari F Munandar 5
PT Dakai Impex Chan Hong Ngai Hans Utari F
Munandar 6
PT Dwi
Tunggal Buana
Linda Magdalena Thalib Rajasatya Siregar Anthony Rio Sanjaya
7
Idem, hlm. 114
7 PT Global Sarana
Perkasa Rajasatya Siregar
8 PT Lika Dayatama
Anthony Rio Sanjaya A Musa F 9
PT Mulya
Agung Dirgantara
Utari F Munandar
10 PT
Sumber Alam
Jaya Perkasa Anthony Rio Sanjaya Arsan AS
11 PT
Sumber Roso
Agromakmur A Musa F Henry Budiman
12 PT Tritunggal Sukses Linda Magdalena Thalib Anthony Rio
Sanjaya 13
PT Tunas Sumber Rezeki
Utari F Munandar Arsan AS
14 CV
Agro Nusa
Permai Basuki Sutrisno Apri Sanjaya
15 CV Kuda Mas
Basuki Sutrisno Apri Sanjaya 16
CV Mulia Agro Lestari Basuki Sutrisno Apri Sanjaya 17
PT Lintas
Buana Unggul
Muhammad Ayub
18 PT
Prima Nusa
Lentera Agung Muhammad Ayub
19 PT Tunas Utama Sari
Perkasa Muhammad Ayub
Sumber : Putusan KPPU Nomor : 05KPPU-I2013 Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa para terlapor yang
saling terkait akibat keberadaan orang perorangan yang membantu
menguruskan SPI dan perpanjangan SPI dengan ringkasan sebagai berikut:
8
1. Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII, Terlapor XIX,
Terlapor X, Terlapor XI, Terlapor XII, dan Terlapor XIII. 2. Terlapor XIV, dan Terlapor XV, Terlapor XVI.
3. Terlapor XVII, Terlapor XVIII, dan Terlapor XIX. Salah satu syarat terjadinya kartel adalah harus ada perjanjian
atau kolusi antara pelaku usaha.
9
Ada dua bentuk kolusi dalam kartel, yaitu :
10
1. Kolusi eksplisit,
yang para
anggotanya mengkomunikasikan kesepakatan mereka secara langsung
yang dapat dibuktikan dengan adanya dokumen perjanjian, data mengenai auditbersama, kepengurusan kartel,
kebijakan-kebijakan tertulis, data penjualan dan data-data lainnya;
2. Kolusi diam-diam, yang pelaku usaha anggota kartel tidak berkomunikasi secara langsung, pertemuan-pertemuan
juga diadakan secara rahasia. Mengenai kolusi ini, dijelaskan kembali menurut Massimo
Motta adalah :
11
“… Furthermore the legal concept of collusion requires co- ordination between undertakings in the form of an agreement
8
Idem, hlm. 115.
9
http:www.kppu.go.iddocsPedomandraft_pedoman_kartel.pdf di akses tanggal 22 Maret
2014.
10
Ibid.
11
Massimo Motta, Cartels in the European Union: Economics, Law, Practice, European University Institute, Italia, 2007, hlm. 2.
or concerted practice, together with the object or effect of distortion, prevention or restriction of competition.”
Menurut pendapat di atas, bahwa dalam perspektif hukum, kolusi memerlukan koordinasi antara pelaku usaha dalam bentuk
perjanjian atau praktek bersama, bersama-sama dengan objek atau efek distorsi, pencegahan atau pembatasan persaingan.
Adanya kesamaan pihak yang melakukan pengurusan SPI bawang putih merupakan bentuk koordinasi yang mengakibatkan
timbulnya kerja sama dan komunikasi di antara para terlapor yang diwakili oleh beberapa orang yang dapat dianggap sebagai salah
satu bentuk kolusi. Pengurusan SPI bawang putih merupakan prosedur wajib
yang harus dipenuhi oleh para importir untuk dapat melakukan importasi bawang putih. Para importir seharusnya mengurus sendiri
SPI masing-masing perusahaan, karena mereka adalah importir yang saling bersaing. Pengurusan SPI oleh orang yang sama dapat
mengaitkan antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya dan membuktikan adanya persaingan semu diantara para terlapor.
Berdasarkan fakta persidangan dijelaskan pula bahwa
terdapat afiliasi baik secara kepengurusan maupun hubungan keluarga beberapa pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya
antara lain :
12
1. Bahwa sesuai fakta persidangan CV Bintang Terlapor I mempunyai afiliasi dengan PT Dakai Impex Terlapor V
yang ternyata Terlapor V merupakan perusahaan orang tua dari Terlapor I;
12
Putusan KPPU, Opcit, hlm. 273.
2. Bahwa sesuai fakta persidangan PT Dwi Tunggal Buana Terlapor VI mempunyai Afiliasi dengan PT Tritunggal
Sukses Terlapor XII yang ternyata pengurus di Terlapor VI juga merupakan pengurus Terlapor XII;
3. Bahwa sesuai fakta persidangan PT Global Sarana Perkasa Terlapor VII mempunyai Afiliasi dengan PT
Tritunggal Sukses Terlapor XII yang ternyata pengurus di Terlapor XII merupakan sepupu dari Pengurus Terlapor
VII; Apabila fakta di atas dihubungkan dengan konsep kolusi
menurut pendapat Massimo Motta, terlihat bahwa diantara para Terlapor I sampai dengan Terlapor XIX adalah merupakan pesaing,
yang seharusnya bersaing dalam melakukan importasi bawang putih, namun ditemukan fakta sebaliknya bahwa diantara mereka terdapat
kerja sama baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pihak yang sama dalam pengurusan dokumen SPI
maupun perpanjangan SPI, serta terdapat kerja sama antar Terlapor yang masih memiliki hubungan keluarga dan kesamaan dalam
pengurusan. Maka dari itu, walaupun terdapat beberapa entitas perusahaan yang berbeda, dengan adanya kesamaan hubungan
kekeluargaan dan pengurusan perusahaan membuat berkurangnya persaingan dan berpotensi menimbulkan pasar monopoli.
Mengenai analisis pemenuhan unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dijelaskan
sebagai berikut : 1. Unsur pelaku usaha
Pelaku usaha menurut Pasal 1 ayat 5 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah setiap orang
perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. Bahwa
yang dimaksud dengan pelaku usaha dalam perkara ini adalah importir yang disebut sebagai terlapor I sampai
dengan terlapor XIX. Maka dari itu, unsur pelaku usaha dalam pasal ini
terpenuhi. 2. Unsur perjanjian
Perjanjian menurut Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah suatu perbuatan satu atau
lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik
tertulis maupun tidak tertulis. Pada pemenuhan unsur dan pembuktian perjanjian
ini, perlu digunakan pembuktian secara tidak langsung indirect evidence, dikarenakan kolusi yang dilakukan oleh
masing-masing terlapor merupakan kolusi diam-diam yang tidak secara langsung menunjukkan adanya praktik kartel.
Menurut M. Yahya Harahap, yang dimaksud dengan bukti tidak langsung adalah pembuktian yang diajukan
tidak bersifat fisik, tetapi yang diperoleh sebagai kesimpulan dari hal atau peristiwa yang terjadi di
persidangan.
13
Berkaitan dengan pembuktian tidak langsung ini, OECD menjelaskan dalam jurnalnya “Prosecuting Cartel
Without Direct Evidence” bahwa dalam pembuktian tidak langsung ini yang dapat dijadikan sebagai alat bukti tidak
langsung yaitu bukti yang menunjukkan bahwa pelaku yang diduga melakukan kartel saling berkomunikasi
tentang subjek tertentu, seperti dokumen internal perusahaan. Selain itu, salah satu contoh praktik yang
dilakukan oleh pelaku usaha yang menunjukan adanya perjanjian tidak tertulis adalah adanya kesepakatan tidak
tertulis berupa penyesuaian tindakan yang mana terdapat kesamaan harga di tingkat importir.
Apabila praktik jual beli bawang putih yang dilakukan oleh masing-masing terlapor di analisis
menggunakan alat bukti tidak langsung, bahwa masing- masing terlapor dapat dianggap melakukan perjanjian
dikarenakan pertimbangan sebagai berikut : a. Adanya kesamaan pihak yang melakukan
pengurusan dokumen
SPI bawang
putih,
13
M, Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm 558.