A Special Gift For Boim

77

9. A Special Gift For Boim

Percaya tidak kalau Boim ditaksir cew ek? Bagus saja sampai harus memegangi kaca minusnya yang melorot jatuh Baking terkaget-kaget. Bagaimana mungkin si rambutjabrik itu bisa ditaksir cew ek? Apanya yang mau dilihat? Kalau Bagus jadi cew ek, tentu dia sudah mual-mual duluan membayangkan harus naksir Boim. Potongannya tidak ada yang meyakinkan untuk bisa digandrungi cew ek. Kalau pun ada kelebihannya, ya itu tadi, tidak ada yang lebih hehehe.... Coba saja lihat, w ajah bulat. Hidung besar. Rambut seperti sapu ijuk, hingga kelihatan tak terurus. Bahkan banyak yang mengira rambut Boim tak pernah mengenal shampo. Badannya yang gempal sepintas malah lebih mirip kuli daripada anak kuliahan. Jadi, mustahil, kan? Tapi, masalahnya, Boim benar-benar ditaksir cew ek. Galih yang menyampaikan berita itu. Galih satu kampus dengan Boim. Jadi, dia t ahu dari A sampai Z segala rahasia Boim di kampus. Dan, cew ek itu, menurut hikayat, justru kepincut karena kesederhanaan tampilan fisik Boim. Beneran, Lih? Bagus masih tak percaya. Iyya ... Galih mengangguk mantap. 78 Kok bisa ya? suara Dje terdengar samar, seperti menyaksikan orang memenangkan kuis ratusan juta dan berpikir kenapa bukan dia yang mendapatkannya. Dia pernah lihat Boim baca puisi w aktu manggung di kampus. Katanya penampilannya lucu. Boim sendiri belum tahu berita ini. Wah, kalau tahu sekarang, bisa besar kepala dia Anak-anak tampaknya belum bisa menerima kalau Boim menjadi lebih selebritis daripada mereka. Hanya masalahnya, yang namanya salam mesti disampaikan, kan? Anaknya gimana? Cakep. Ke kampus baw a mobil lagi. Katanya sih, bapaknya pejabat. Wah, -Boim betul-betul kena rezeki nomplok. Pakai kaca mata ya? sambar Dje. Kok? Galih heran. Iyalah. Kalau nggak pake kaca mata, mans mungkin bisa naksir Boim. Cemara pasti. Apalagi tuh? Cew ek bermata rabun.... Bagus langsung meninju Dje, merasa tidak terima. Itu berarti menghina kaum sebangsa dia. Huh Hehe... sori, Gus. Becanda Dje nyengir. Bagus memperbaiki gagang kaca matanya yang melorot. Emang dia langsung ngomong ke kamu, Lih? 79 Nggak. Tapi, anak-anak di Senat mulai santer. Soalnya dia anak Senat juga. M ulanya masih belum ada yang percaya. Tapi, ketika beberapa hari berikutnya Galih membaw a lagi berita itu, ditambah satu bungkusan kado kecil di tangannya, anak-anak tidak bisa tidak harus memercayai berita itu. Dari secret admirer-nya Boim. Seperti anak kecil yang mendapat hadiah, Dje dan Bagus berebutan ingin tahu isinya. Buka... buka teriak mereka. Jangan dong Kasihkan dulu yang berhak Ah, nggak apa-apa. Boim kan nggak ada. W alinya aja. Han-H an tidak bisa berkata-kat a lagi. la sebenarnya tidak setuju. Tapi, mau bagaimana lagi? Coklat teriak Dje, antara rasa kaget dan geli. Bagus merebut coklat batangan dari tangan Dje. Buka aja, ya. M atanya berkeliling, seperti minta pertimbangan. Buka aja, Gus sahut Dje. Beneran Jangan, Gus. Itu kan bust Boim larang Galih. Tapi Boim kan nggak di rumah. Seminggu lagi barn batik. Keburu lembek coklatnya, kata Bagus dengan w ajah setengah memelas. Sudah, begini aja kata Dje sambil mengambilnya kembali dari tangan Bagus. Kita buka sekarang. N anti kalau Boim pulang, kita kasih tahu, ok? Alhasil, coklat itu dimakan ramai-ramai. 80 Apakah seperti itu kalau orang sedang jatuh cinta? Rela memberikan apa saja demi mendapatkan perhatian orang lain? Tak peduli kalau orang yang dicintai itu perasaannya biasabiasa saja? Hggh.... Bagus sendiri tak habis pikir, apa sih yang sebenarnya menarik dari Boim? Tapi, Bagus jadi tahu kalau cinta itu terkadang tidak bisa dipikirkan logika. Cinta itu pakai hati. Jadi, urusan-urusan yang sifatnya akal tentu saja dikesampingkan dulu. Apalagi dia pernah mengalaminya. Kesimpulan itu didapatnya ketika keesokan harinya, lagi-lagi Galih membaw a bungkusan. Kali ini isinya lebih besar. M asih dari si pengagum Boim. Namanya siapa sih? tanya Bagus penasaran. Rahasia. Galih tersenyum misterius. Dje yang tak terlalu mementingkan siapa yang membaw a, tapi lebih mementingkan apa yang dibaw a, langsung membongkar bungkusan itu. Ketika dibuka, anak-anak terkaget-kaget. Ada susu satu kotak besar, minuman energi dan berbungkus-bungkus makanan ringan. Persis seperti belanjaan sebulan. Boim saja mungkin tak pernah belanja sebanyak itu. Wah, makan dua kali sehari saja, badan Boim gempal begitu, apalagi ditambah susu Bukannya Boim makin bulat kalau dikasih makanan begini? kata Bagus ragu-ragu, seperti masih berkeyakinan kalau-kalau cew ek tersebut pasti salah orang. Justru katanya lucu kalau ngelihat badan Boim gembul begitu, jelas Galih. 81 Emang kamu nggak bilang kalau Boim lagi nggak ada, Lih? tanya Han- Han. Sudah. Tapi, katanya nggak apa-apa. Berart i ini bust kita dong teriak Dje riang. Huss Nggak boleh. Pamali, Je Harus seizin orangnya dulu, kata Han-H an. Im, bagi makanannya ya? Iya kata Dje ngomong sendiri. Han-H an tersenyum kecut. Bagus menengahi. Nggak apa-apalah. Satu aja, Han. Lagian ini kan pemberian. Jadi, lebih afdol kalau dibagi-bagikan, iya nggak? Han-H an tidak menjaw ab lagi. M alam itu, bukan hanya satu bungkus makanan kecil yang dihabiskan. Tapi, berbungkusbungkus. Apalagi, sambil menonton televisi. Buat Boim mas? Han-H an. Tunggu aja kiriman besok, sahut Dje cuek. Kasihan juga ya cew eknya, tiba-tiba Bagus bergumam. Siapa, Gus? tanya Dje sambil sibuk makan w afer. Itu. Cew eknya. Iya kalau Boim mau. Kalau nggak? Kan udah banyak keluar uang. Pasti mau balas Dje sok yakin. Apalagi kalau cew eknya cakep, iya kan, Lih? katanya kepada Galih. M elihat Galih mengangguk, Dje melanjutkan, Rugi kan kalau Boim menolak. Kapan lagi punya pacar kayak begitu. Bisa-bisa jomblo forever 82 Boim kan standarnya di luar perkiraan umum. Tidak bisa ditebak. Yang cakep dibilang biasa. Yang biasa-biasa aja, eh, dibilangnya cakep, lanjut Bagus. M au tidak mau Galih tersenyum mendengarnya. Gimana kalau kita interogasi Boim? tiba-tiba Dje memberi usul. Buat apa? tanya Galih. Supaya tahu gimana standarnya. Han-H an yang sedari tadi diam akhirnya menyela, Buat apaan sih? Yang begituan dibuat standar-st andaran segala, kat anya tidak setuju. Intermezzo aja, Han. Nggak serius kok. Kapan? tanya Bagus. Besok malam. Besok pagi kan Boim pulang. mUda M alam itu anak-anak berkumpul di ruang tengah. Boim baru saja pulang dari law at an seninya di kampus-kampus. Tubuhnya yang berisi kelihatan capek berat, tapi masih cukup enak untuk dilihat karena baru saja mandi. Dje sibuk memperhatikan Boim yang makan pecal lele dengan lahapnya, sambil berpikir-pikir bagian mans yang sebenarnya membuat cew ek bisa terkagum-kagum pads Boim. Laper, Im? tanya Dje. Di sans nggak dikasih makan, apa? Boim mendesah kepedasan. M akannya terjamin. Tapi, nggak ada pecal lele. Kangen seminggu nggak makan pecel lele M as Tono. Bagus sibuk membaca, tapi dari batik kaca matanya yang melorot, melirik ke yang lain. Semuanya mencoba bersikap santai. Berusaha sehalus mungkin 83 merekayasa suasana. Pertama-tama mereka membahas sinetron yang adegannya terlalu vulgar. Kebetulan di televisi ada sinetron remaja yang sedang ditayangkan. Dje yang duluan memulai. Gila ya sinetron sekarang. M asak adegan pacarannya dilihatin begitu, katanya. Namanya juga sinetreon, Je. Kan biasanya selalu didramatisir, sahut Galih. Tapi, sekarang kan banyak kayak begitu. Pacaran di pinggirjalan. Pegang- pegangan. Emang begitu kali yang namanya pacaran? Bagus ikut nimbrung. Yaa..., itu sih ABG sahut Boim tiba-tiba. Pacaran orang dew asa itu yang dari hati. Nggak perlu dilihatin ke orang. Emang pernah ngerasain pacaran? tanya Dje setengah meledek. Boim cengengesan. Dulu. Sekarang udah nggak kepengen lagi, tuh katanya ganjen. Kenapa Im? tanya Bagus. Udah nggak musim Lha, terus? M usimnya kaw in Han-H an yang mendengarnya tersenyum setuju. Bukan karena aktivis masjid lant as is tidak begitu menyukai w acana tent ang pacaran. Baginya, kalau cuma sebatas tempat curhat, siapa pun bisa jadi t empat curhat, t anpa harus diembelembeli dengan status pacaran. Kalau mau, ya langsung nikah aja 84 Emang udah siap? sekarang Galih yang menantang. Kalau ada yang mau, siap aja Tipe kamu memangnya gimana, Im? Tipeku? tanya Boim sambil menggigit-gigit kepala ikan. M ulutnya belepotan sambel. Cakep, langsing, dan putih. Perbaikan keturunan... Hehe.... Nggak jauh dari perkiraan, kat a Bagus dalam hati. M eskipun pads kenyataannya, cakep versi Boim masih perlu dipertanyakan. Kalau ada yang kayak begitu, terus ngajak pacaran, gimana Im? kejar Dje. Ogah Bikin pusing. Nanti badanku makin kurus karena mikirin yang begituan. M asih banyak gadisgadis yang perlu disantuni oleh orang-orang kayak saya..., katanya sambil meniru logat seorang dai kondang. Huekh ... Anak-anak ingin muntah. Percakapan malam itu diakhiri dengan sebuah kesimpulan: Boim memang tidak berniat pacaran Dje terutama yang tak habis pikir, bagaimana bisa Boim punya pemikiran bijak seperti itu? Apa seminggu lebih di luarsana membuat Boim menjadi berubah? mUda Keesokan sorenya Boim ngamuk-ngamuk. Anak-anak heran. Apa pasal? Kenapa nggak bilang-bilang kalau ada yang kirim makanan? M ana? M ana semuanya? teriak Boim. Anak-anak gelagapan. Tak menyangka reaksi Boim akan seperti itu. 85 Lha, kamu bilang nggak bakal mau pacaran? Kalau kirimannya diterima, berarti mau, dong? Boim menggeram sambil menggertakkan giginya. Tapi kenapa nggak bilang kemarin? Lagipula... suaranya melemah, kenapa, kenapa nggak ada yang bilang kalau itu si Desy? Hk..hk... itu kan incaran saya dari dulu... Diajak nikah jugs nggak apa-apa ...... Anak-anak melongo. Han-H an hanya geleng-geleng kepala sambil mengurut dada. mUda 86

10. Chatting