Model Spasial Deforestasi Periode 2000-2013 Di Kphp Poigar, Provinsi Sulawesi Utara

MODEL SPASIAL DEFORESTASI PERIODE 2000-2013 DI
KPHP POIGAR, PROVINSI SULAWESI UTARA

AFANDI AHMAD

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Spasial
Deforestasi Periode 2000–2013 di KPHP Poigar, Provinsi Sulawesi Utara adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Afandi Ahmad
E151130051

RINGKASAN
AFANDI AHMAD. Model Spasial Deforestasi Periode 2000-2013 di KPHP
Poigar, Provinsi Sulawesi Utara. Dibimbing oleh MUHAMMAD BUCE SALEH
dan TEDDY RUSOLONO.
Hutan merupakan bagian dari ekosistem yang menyediakan jasa lingkungan
bagi satu kesatuan ekosistem. Penurunan fungsi hutan dalam suatu ekosistem
terjadi salah satunya karena deforestasi. Penelitian ini bertujuan menganalisis
deforestasi dan faktor yang mempengaruhi deforestasi di KPHP Poigar. Metode
analisis deforestasi yaitu dengan analisis perubahan tutupan hutan menjadi tutupan
bukan hutan dengan teknik post classification comparison. Analisis faktor
penyebab deforestasi dilakukan dengan pembangunan model spasial deforestasi
menggunakan model regresi logistik biner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total penurunan luas kelas tutupan
hutan dari periode 2000 sampai 2007 yakni sebesar 7 918.41 hektar (19 %),
kemudian pada 2013 penurunan luas kelas tutupan hutan sebesar 4 735.19 hektar

(11 %) sehingga total penurunan luas tutupan hutan sampai periode 2013 sebesar
12 668.2 hektar. Perubahan tutupan hutan sebagian besar terjadi akibat konversi
hutan menjadi lahan perkebunan.
Hasil analisis penyebab deforestasi di KPHP Poigar dipengaruhi oleh enam
faktor yaitu jarak dari jalan, jarak dari pemukiman, jarak dari sungai, kepadatan
penduduk, ketinggian tempat dan kemiringan lereng. Faktor kepadatan penduduk
merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap deforestasi dengan nilai V
sebesar 0.674. Model spasial deforestasi dengan regresi logistik dibangun
menggunakan lima peubah penjelas yaitu jarak dari jalan, jarak dari sungai,
kepadatan penduduk, ketinggian tempat dan kemiringan lereng. Persamaan regresi
logistik yang dihasilkan adalah Logit (Deforestasi) = 0.6054 –
0.000787(ketinggian tempat) – 0.448363(jarak dari jalan) – 0.231288(jarak dari
sungai) + 0.001038(kemiringan lereng) + 0.001692(kepadatan penduduk). Hasil
analisis model spasial deforestasi menunjukkan bahwa kepadatan penduduk dan
infrastruktur jaringan jalan merupakan faktor kunci yang mempengaruhi
deforestasi di KPHP Poigar.
Model spasial deforestasi mampu memprediksi kejadian deforestasi di
KPHP Poigar dengan tingkat akurasi sebesar 58 % secara spasial. Kajian
mengenai deforestasi di kawasan hutan dapat membantu dalam perumusan opsi
pengelolaan kawasan pada blok/petak pengelolaan. Rekomendasi pengelolaan

blok di kawasan KPHP Poigar yang diusulkan dalam penelitian ini terdiri atas
HTI (1 blok), HTR (2 blok), HKM (1 blok) dan H-mitra (4 blok) serta kegiatan
rehabilitasi dan perlindungan pada kawasan lindung.
Kata kunci: Deforestasi, regresi logistik, model spasial, KPHP Poigar

SUMMARY
AFANDI AHMAD. Spatial Modeling of Deforestation Period 2000-2013 at FMU
of Poigar, North Sulawesi Province. Supervised by MUHAMMAD BUCE
SALEH and TEDDY RUSOLONO.
Forest is a part of the ecosystem that provides environmental services.
Deforestation may decreased forest function in an ecosystem. This study aimed to
analyze deforestation and driving forces of deforestation in forest management
unit (FMU) of Poigar. Deforestation analysis carried out by analyze change of
forest cover into non-forest cover with post classification comparison technique.
Driving forces of deforestation carried out by analyze of spatial modeling using
binary logistic regression models (LRM).
Results of deforestation analysis showed that loss of forest cover during
2000 to 2007 amounted to 7 918.41 hectares (19 %), then at the 2013 forest loss
amounted to 4 735 hectares (11 %). Total of forest lost during 2000 to 2013
amounted to 12 668.2 hectares. Change in forest cover mostly occur due to

conversion of forest to coconut, quarrel or cocoa plantation.
Deforestation in FMU of Poigar caused by six factors there are distance
forest cover from the road, distance from the settlement, distance from the river,
population density, altitude and slope. Logistic regression model was built using
five explanatory variables there are the distance from the road, distance from the
river, population density, elevation and slope. The resulting regression logistic
equation is Logit (Deforestation) = 0.6054 – 0.000787(elevation) –
0.448363(distance from road) – 0.231288(distance from river) + 0.001038(slope)
+ 0.001692(population density). Population density and accessibility founded as
the most influented factor caused deforestation in FMU of Poigar.
Prediction of deforestation could explained about 58 % of actual
deforestation spatially. Study of deforestation in forest areas could help in the
formulation of management options in the area of the block management.
Recommendations for FMU of Poigar proposed in this study consisted of forest
plantation (1 block), community plantation forest (2 blocks), the state owned
commmunity forest (1 block) and forest partnership (4 blocks) as well as the
rehabilitation and protection of the protected area.
Key word: Deforestation, logistic regression model, spatial modeling, FMU of
Poigar


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MODEL SPASIAL DEFORESTASI PERIODE 2000-2013 DI
KPHP POIGAR, PROVINSI SULAWESI UTARA

AFANDI AHMAD

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Omo Rusdiana, MSc F Trop

Judul Tesis : Model Spasial Deforestasi Periode 2000–2013 di KPHP Poigar,
Provinsi Sulawesi Utara
Nama
: Afandi Ahmad
NIM
: E151130051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Muhammad Buce Saleh, MS
Ketua


Dr Ir Teddy Rusolono, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Pengelolaan Hutan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Tatang Tiryana S Hut MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 2 Pebuari 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Alhamdulillahi Rabbil’alamin. Tuhan seru sekalian alam, puji syukur hanya
untuk Allah Subhanahu wata’ala, karena atas nikmat dan karunia-Nya yang masih
memberikan kesempatatan bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini, dengan
Model Spasial Deforestasi Periode 2000-2013 di KPHP Poigar, Provinsi Sulawesi
Utara yang dilaksanakan mulai bulan Mei sampai September 2015. Shalawat dan
salam selalu tercurah kepada makhluk seru sekalian alam sebagai teladan bagi
kehidupan kita yakni Nabi Muhammad Shalallahu ’alaihi wasallam, kepada
keluarga serta sahabatnya. Semoga dengan selalu bershalawat bisa menjadikan
hidup lebih dekat dengan akhlak yang beliau ajarkan kepada umatnya di dunia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Muhammad Buce Saleh,
MS dan Bapak Dr Ir Teddy Rusolono, MS selaku komisi pembimbing yang
dengan sabarr memberikan arahan dan motivasi kepada penulis. Kepada Bapak Dr
Ir Omo Rusdiana, MSc F Trop selaku dosen penguji pada ujian tertutup atas
waktu serta saran dan masukan untuk hasil penelitian ini. Disamping itu, terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah memberikan
beasiswa selama penulis menempuh studi Magister di Sekolah Pascasarjana IPB,
serta Kepala dan staf unit KPHP Poigar, Provinsi Sulawesi Utara yang telah
membantu selama proses penelitian lapangan di kawasan KPHP Poigar. Ucapan
terima kasih juga untuk teman-teman Program Studi Ilmu pengelolaan Hutan

angkatan 2013 untuk kebersamaan dan kekompakan kita selama menempuh studi
di IPB.
Ungkapan terima kasih dan penghagaan penulis sampaikan kepada orang
tua, istri dan anak yang telah sabar dan tanpa henti memanjatkan doa serta
memberikan dukungan selama penulis menempuh studi di IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,

Maret 2016

Afandi Ahmad

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat Penelitian

2 METODE
Kerangka Pemikiran
Lokasi dan Waktu Penelitian
Data dan Perangkat Analisis
Analisis Data
Pengolahan Citra Digital dan Deteksi Deforestasi
Faktor Pemicu Deforestasi
Model Spasial Deforestasi
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Deforestasi di KPHP Poigar
Faktor pemicu deforestasi
Model Spasial Deforestasi KPHP Poigar
Validasi Model Spasial Deforestasi
Arahan Pengelolaan KPHP Poigar
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP


ii
iii
1
1
3
4
4
4
4
5
5
6
7
7
8
10
10
10
13
15
18
21
24
24
25
25
29

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Jenis data yang digunakan dalam penelitian
Analisis peubah penjelas model spasial deforestasi
Keeratan hubungan antara peubah penjelas dan variabel terikat
Korelasi sederhana peubah penjelas
Parameter statistik model hasil regresi logistik biner
Koefisien regresi model spasial deforestasi
Perbandingan luas hutan aktual dan hasil prediksi
Rekomendasi pengelolaan KPHP Poigar

5
9
13
15
15
16
19
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kawasan hutan KPHP Poigar Provinsi Sulawesi Utara
5
Bagan alur penelitian
6
Tutupan lahan di KPHP Poigar periode 2000, 2007 dan 2013
11
Deforestasi periode 2000–2007 di KPHP Poigar
12
Faktor pendorong deforestasi untuk pembangunan model
14
Sebaran peluang deforestasi periode 2000–2007
16
Peluang deforestasi 2000–2013
19
Prediksi deforestasi (a) dan deforestasi aktual periode 2000–2013 (b)
20
Luas tutupan lahan yang menggantikan hutan (%) tahun 2000–2007 (a),
2007–2013 (b)
21
10 Deforestasi aktual pada blok pengelolaan KPHP Poigar
22

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengelolaan hutan saat ini telah berkembang dari pengelolaan ekosistem
hutan menjadi pengelolaan hutan berbasis ekosistem. Hutan menciptakan kondisi
ekosistem yang mampu menyediakan jasa lingkungan untuk ekosistem yang ada
disekitarnya. Penurunan fungsi hutan menjadi ancaman bagi sebuah ekosistem.
Salah satu penyebab menurunnya fungsi hutan adalah deforestasi. Deforestasi
merupakan kegiatan perubahan tutupan hutan menjadi bukan hutan yang
berdampak pada penurunan fungsi ekosistem hutan (Turner et al. 2007). Definisi
deforestasi menurut FAO (2000) adalah konversi hutan menjadi penggunaan lain
dengan penutupan tajuk di bawah 10 persen. Deforestasi telah menjadi masalah
nasional karena berdampak terhadap kondisi perekonomian nasional,
kesejahteraan masyarakat dan ancaman keanekaragaman hayati yang terkandung
di dalam hutan (Nawir dan Rumboko 2008). Deforestasi menyebabkan terjadinya
degradasi lahan sehingga menurunkan kualitas dan produktivitas lahan tersebut.
Selain itu, deforestasi menyebabken hilangnya habitat alami flora dan fauna
endemik.
Deforestasi terjadi karena faktor alami berupa perubahan iklim atau bencana
alam atau faktor aktivitas/gangguan manusia (antropogenik). Deforestasi yang
terjadi akibat peristiwa alam dapat berupa kejadian cuaca ekstrim, kekeringan dan
kebakaran hutan (Eckert et al. 2015). Aktivitas manusia menjadi penyebab yang
paling berkontribusi terhadap terjadinya deforestasi dan dapat berkaitan langsung
dengan aktor atau pelakunya (Geist dan Lambin 2002). Penyebab deforestasi oleh
aktivitas manusia tidak dapat dilihat hanya berdasarkan agen/pelaku tunggal
melainkan cenderung terdapat keterkaitan antar pelaku dan adanya penyebab yang
mendasari (Sunderlin dan Resosudarmo 1997; Angelsen dan Kaimowitz 1999;
Geist dan Lambin 2002). Lebih rinci Sunderlin dan Resosudarmo (1997)
meyatakan bahwa penyebab deforestasi terbagi atas tiga tingkatan penyebab yaitu
tingkat pertama adalah pelaku (actor) yang merupakan pihak yang melakukan
deforestasi (petani/perambah hutan, HTI atau perusahaan HPH dan perkebunan),
kedua penyebab langsung yakni parameter yang mempengaruhi keputusan atau
perilaku pelaku (harga komoditi, aksesibilitas, pasar, perkembangan teknologi dan
kebudayaan) dan tingkatan ketiga adalah penyebab yang mendasari (underlying
causes) adalah kekuatan pada tingkat nasional, regional maupun global yang
berpengaruh terhadap penyebab langsung (parameter). Penyebab yang mendasari
(underlying causes) terjadinya deforestasi dapat berupa kondisi penduduk
(demografi), kondisi ekonomi, teknologi, kebijakan/kelembagaan dan faktor
sosial-politik dan kebudayaan (Geist dan Lambin 2002; Entwisle et al. 2008).
Deforestasi yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh faktor penyebab langsung
berupa perambahan kawasan hutan, penebangan liar dan kebakaran hutan, selain
itu deforestasi juga terjadi karena adanya penyebab tidak langsung yaitu
kegagalan kebijakan, kegagalan pasar berupa rendahnya harga kayu dan persoalan
sosial ekonomi dan politik dalam negeri (Nawir dan Rumboko 2008).
Deforestasi bervariasi berdasarkan sebaran, luas, pola dan laju terjadinya
(Kumar et al. 2014). Kajian mengenai deforestasi penting dilakukan untuk
mengetahui perubahan tutupan hutan dan menganalisis faktor-faktor yang

2

menyebabkan terjadinya deforestasi (Turner et al. 2007). Selain itu, dengan
memahami laju deforestasi dan faktor-faktor penyebabnya maka dapat
direncanakan bentuk pengelolaan hutan untuk mewujudkan pengelolaan hutan
yang lestari (Panta et al. 2008). Salah satu kajian deforetasi yang terus
berkembang adalah pemodelan spasial yaitu pembangunan sebuah model
deforestasi dengan peubah-peubah yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab
terjadinya deforestasi. Penggabungan antara model deforestasi dan analisis spasial
menghasilkan sebuah model spasial deforestasi yang memberikan gambaran
mengenai lokasi dan sebaran terjadinya deforestasi serta faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya deforestasi (Kumar et al. 2014). Beberapa teknik
pemodelan yang telah digunakan dalam studi deforestasi antara lain model regresi
logistik (Mulyanto dan Jaya 2004; Prasetyo et al. 2009; Kumar et al. 2014;
Shehzad et al. 2014), cellular automata (Entwisle et al. 2008) dan ordinary least
square regression (Romijn et al. 2013).
Pemanfaatan data penginderaan jauh (remote sensing) berupa citra satelit
multitemporal dapat membantu dalam melakukan analisis deforestasi. Penelitian
sebelumnya dengan menggunakan data citra satelit tahunan (annual) untuk
menganalisis laju deforestasi dan degradasi hutan serta melakukan pemantauan
perubahan tutupan hutan (Eckert et al. 2015). Penelitian lain digunakan data
multiwaktu dengan titik waktu tertentu untuk membangun sebuah model spasial
deforestasi kemudian melakukan prediksi dan validasi hasil pemodelan deforestasi
(Wyman dan Stein 2010; Kumar et al. 2014; Shehzad et al. 2014). Selain data
multiwaktu, analisis deforestasi dibedakan berdasarkan unit analisis yang secara
umum terbagi atas dua yaitu pixel based dan object based analysis (vektor).
Pendekatan ini berkaitan dengan teknik pemodelan yang digunakan dan variabelvariabel dalam model. Romijn et al. (2013) menggunakan pendekatan vektor
untuk menganalisis pengaruh perbedaan definisi hutan dan deforestasi terhadap
besarnya laju deforestasi di Indonesia. Sedangkan, pendekatan dengan pixel based
digunakan untuk menganalisis deforestasi dengan teknik pemodelan berbasis
piksel seperti cellular automata (Entwisle et al. 2008) dan regresi logistik (Kumar
et al. 2014; Shehzad et al. 2014) untuk melihat pengaruh faktor-faktor yang
mendorong terjadinya deforestasi.
Pemodelan spasial deforestasi menggunakan regresi logistik perlu
memperhatikan faktor-faktor penyebab deforestasi yang menjadi peubah-peubah
dari sebuah model spasial yaitu penyebab terdekat dan penyebab yang mendasari
(Ludeke et al. 1990; Prasetyo et al. 2009; Siles 2009; Getahun et al. 2013; Kumar
et al. 2014; Shehzad et al. 2014). Regresi logistik digunakan untuk menilai tingkat
pengaruh dari variabel penjelas tentang perubahan hutan dan untuk memprediksi
kemungkinan deforestasi (Kumar et al. 2014). Analisis deforestasi yang
disebabkan oleh aktivitas manusia (antropogenik) dipengaruhi oleh peubahpeubah dari faktor terdekat antara lain jarak hutan dari jalan (aksesibilitas), jarak
dari rumah dan pusat-pusat pemukiman, infrastruktur transportasi berupa jalan
dan jaringan sungai dan karakter biofisik lahan meliputi tingkat kesuburan tanah,
topografi, ketersediaan sumber air dan kondisi vegetasi (Ludeke et al. 1990; Geist
dan Lambin 2002; Mulyanto dan Jaya 2004; Wyman dan Stein 2010).
Undang-undang 41 tahun 1999 mengamanatkan terwujudnya pengelolaan
hutan di tingkat tapak. Sebagai perwujudan amanat UU 41 tahun 1999 tersebut,
Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor PP

3

6/2007 untuk membentuk unit pengelolaan hutan tingkat tapak dalam bentuk
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Menurut Kartodihardjo et al. (2011) KPH
menjadi lembaga pengelola kawasan hutan di tingkat tapak untuk meningkatkan
pembangunan kehutanan melalui pengelolaan yang intensif dan memantapkan
kawasan hutan. KPHP Poigar adalah salah satu KPH yang dibentuk di Provinsi
Sulawesi Utara melalui surat keputusan Menteri Kehutanan nomor SK.
788/Menhut-II/2009 tanggal 7 Desember 2009 dalam bentuk lembaga UPTD di
bawah pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Kawasan hutan yang merupakan areal
kerja KPHP Poigar terdiri atas kawasan dengan status hutan lindung (HL), hutan
produksi terbatas (HPT) dan hutan produksi (HP). Luas kawasan hutan KPHP
Poigar adalah 41 597 ha yang terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten
Minahasa Selatan dan Kabupaten Bolaang Mongondow. Kawasan hutan KPHP
Poigar merupakan kawasan yang terpecah-pecah (fragmented area) serta memiliki
tingkat akesibilitas yang tinggi. Aksesibilitas tersebut berupa jalan bekas
perusahaan HPH PT. Tembaru Budi Pratama yang pernah beroperasi di kawasan
KPHP Poigar. Selain itu kondisi open access dan tekanan terhadap keberadaan
hutan di KPHP Poigar sangat tinggi sehingga memungkinkan terjadinya
deforestasi. Oleh karena itu penelitian ini akan dilaksanakan di kawasan hutan
KPHP Poigar menggunakan model regresi logistik dengan variabel berupa faktor
terdekat dan faktor yang mendasari terjadinya deforestasi.
Perumusan Masalah
Kondisi kawasan hutan di KPHP Poigar yang terpisah-pisah (fragmented
area) serta memiliki aksesibilitas tinggi menjadi peluang terjadinya aktivitas
ilegal di dalam kawasan hutan. Selain itu, 80% kawasan hutan di KPHP Poigar
adalah hutan produksi (HP). Berbagai kondisi ini semakin memungkinkan
terjadinya deforestasi di dalam kawasan hutan KPHP Poigar.
Pemodelan spasial deforestasi sebagai upaya untuk melakukan analisis dan
penilaian deforestasi akan memberikan informasi mengenai sebaran spasial dan
penyebab yang mendorong terjadinya deforestasi di kawasan hutan yang dikelola
oleh KPHP Poigar. Model spasial regresi logistik digunakan untuk menganalisis
faktor yang mempengaruhi deforestasi dan dapat dilakukan untuk prediksi
kejadian deforestasi. Panta et al. (2008) mengemukakan bahwa dengan
mengetahui laju deforestasi dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
deforestasi maka dapat dirancang bentuk pengelolaan yang mampu mewujudkan
pengelolaan hutan dan sumber daya alam hayati yang lestari. Diharapkan hasil
penelitian ini mampu memberikan informasi deforestasi yang terjadi di KPHP
Poigar.
Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis deforestasi yang terjadi di kawasan hutan KPHP Poigar. Kajian
analisis deforestasi yang akan dilakukan antara lain laju deforestasi dan faktorfaktor penyebab baik penyebab terdekat atau penyebab yang mendasari terjadinya
deforestasi. Pertanyaan penelitian ini adalah:
1. Bagaimana deforestasi yang terjadi di KPHP Poigar selama periode 20002013?
2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya deforestasi di kawasan hutan
KPHP Poigar?

4

Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan utama penelitian ini adalah
membangun model deforestasi di kawasan hutan KPHP Poigar. Untuk memenuhi
tujuan utama tersebut maka terdapat beberapa tujuan khusus yang ingin dicapai
antara lain:
1. Menganalisis deforestasi di KPHP Poigar selama periode 2000-2013
2. Membangun model spasial deforestasi di areal KPHP Poigar.
3. Menganalisis faktor-faktor pendorong terjadinya deforestasi di KPHP Poigar.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian model spasial deforestasi di KPHP Poigar diharapkan dapat
menjadi salah satu sumber informasi mengenai fenomena deforestasi dan faktorfaktor yang menyebabkan deforestasi di tingkat KPH. Hasil penelitian juga dapat
memberikan masukan terhadap pengelolaan kawasan hutan KPHP Poigar di masa
yang akan datang.

2 METODE
Kerangka Pemikiran
Aktivitas ilegal penyebab deforestasi di KPHP Poigar mengancam
kelestarian dan fungsi ekosistem hutan di DAS Poigar. Kondisi ini memerlukan
usaha untuk menekan laju deforestasi agar kelestarian hutan dapat terjaga.
Analisis deforestasi memberikan informasi mengenai laju deforestasi dan faktorfaktor penyebabnya. Deforestasi akan dianalisis pada periode 2000-2013
menggunakan data citra digital Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8 OLI. Terjadinya
deforestasi disebabkan oleh dua faktor yaitu penyebab terdekat yang merupakan
penyebab langsung deforestasi dan penyebab yang mendasari.
Penelitian ini akan menganalisis deforestasi yang terjadi selama periode
2000-2013 di kawasan hutan KPHP Poigar serta menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya deforestasi. Meskipun organisasi KPHP Poigar baru
terbentuk pada tahun 2009 melalui SK Menteri Kehutanan nomor SK.
788/Menhut-II/2009 tanggal 7 Desember 2009 namun deforestasi yang akan
dianalisis adalah periode 2000-2013 agar dapat diketahui tren deforestasi yang
terjadi di kawasan tersebut. Analisis deforestasi menggunakan metode change
detection yaitu dengan teknik post classification comparison. Menurut Singh
(1989) post classification comparison adalah teknik untuk menganalisis
perubahan tutupan lahan yang terjadi pada hasil klasifikasi citra t1 dengan hasil
klasifikasi citra t2. Model spasial dibangun menggunakan model regresi logistik
yang bertujuan menjelaskan pengaruh faktor-faktor penyebab terjadinya
deforestasi. Penyebab deforestasi yang dianalisis yakni yang berkaitan aktivitas
masyarakat sekitar kawasan hutan dengan variabel berupa jarak dari jalan,
pemukiman dan jarak dari sungai dan kondisi biofisik yaitu kemiringan lereng dan
ketinggian tempat (elevasi). Selain faktor aksesibilitas dan biofisik, dalam
penelitian ini juga digunakan variabel sosial yaitu kepadatan penduduk.

5

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam dua tahapan penelitian, pertama pengamatan
jenis tutupan lahan di kawasan KPHP Poigar, Kabupaten Minahasa Selatan dan
Bolaang Mongondow selama bulan Maret sampai April 2015. Tahap kedua yaitu
analisis deforestasi dan pembangunan model spasial pada bulan Mei sampai
Agustus 2015 di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan SIG Fakultas
Kehutanan IPB.

Gambar 1 Kawasan hutan KPHP Poigar Provinsi Sulawesi Utara
Data dan Perangkat Analisis
Jenis data yang digunakan dalam penelitian terdiri atas data primer dan
sekunder (Tabel 1). Data primer berupa citra digital Landsat yang digunakan
yakni citra Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8 OLI serta citra DEM untuk data
lereng. Data sekunder berupa data batas areal KPHP Poigar, data jaringan jalan,
data jaringan sungai, data batas administrasi dan data kependudukan Kabupaten
Minahasa Selatan dan Bolaang Mongondow.
Tabel 1 Jenis data yang digunakan dalam penelitian
Jenis Data
Citra Landsat 7 ETM+ tahun 2000,
2007 dan OLI tahun 2013
Digital Elevation Model (DEM)
Layer batas areal KPHP Poigar
Layer jaringan jalan
Layer jaringan sungai
Data spasial desa Kabupaten
Minahasa dan Bolaang Mongondow
Data Kependudukan Kabupaten
Minahasa dan Minahasa Selatan
Data Kependudukan Kabupaten
Bolaang Mongondow

Sumber
Portal Earth Explorer http://earthexplorer.usgs.gov/
Peta Batas Kawasan KPHP Poigar berdasarkan SK.
788/Menhut-II/2009
Badan Informasi Geospasial Peta Rupa Bumi Indonesia
Skala 1:50 000 tahun 2000 dan 2008
Data Sensus Penduduk Badan Pusat Statistik tahun
2010
Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Minahasa dan
Minahasa Selatan tahun 2000, 2007 dan 2013
Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Bolaang
Mongondow tahun 2000, 2007 dan 2013

6

Alat yang digunakan dalam penelitian terdiri atas peralatan untuk survey
lapangan berupa GPS receiver, kamera, tallysheet. Sedangkan perangkat analisis
dan pengolahan citra digital yakni perangkat lunak ERDAS Imagine 9.1 untuk
pengolahan citra digital, ArcGIS 9.3 untuk analisis tutupan lahan dan deforestasi,
IDRISI Selva untuk pembangunan model spasial deforestasi dan perangkat lunak
spreadsheet.
Analisis Data
Analisis data diawali dengan interpretasi visual citra digital. Hasil
interpretasi citra selanjutnya dianalisis untuk melihat deforestasi pada masingmasing periode. Hasil analisis deforestasi periode 2000 dan 2007 digunakan
dalam pembangunan model spasial deforestasi. Alur penelitian tersaji pada
Gambar 2.

Gambar 2 Bagan alur penelitian

7

Pengolahan Citra Digital dan Deteksi Deforestasi
Analisis citra digital Landsat dilakukan untuk analisis deforestasi yang
terjadi pada tahun 2000, 2007 dan 2013. Klasifikasi tutupan lahan untuk analisis
deforestasi yang digunakan adalah klasifikasi visual (on screen digitation).
Klasifikasi visual dilakukan berdasarkan hasil pengamatan lapangan. Citra
rekaman tahun 2013 diinterpretasi terlebih dahulu untuk dijadikan data refrensi
dalam interpretasi citra tahun 2007 dan 2000. Sensor Scan Line Corrector (SLC)
Citra Landsat 7 ETM+ mengalami kegagalan operasi sejak tahun 2003 sehingga
menyebabkan terjadinnya stripping pada produk Citra Landsat 7 ETM+ yang
dihasilkan. Data citra Landsat 7 ETM+ tahun 2007 dilakukan perbaikan strip
yakni dengan menambahkan data citra Landsat 7 ETM+ tahun 2007 rekaman
bulan Oktober.
Hasil klasifikasi terdiri atas dua kelas tutupan lahan yaitu hutan dan bukan
hutan. Hutan didefiniskan sebagai suatu areal yang didominasi pepohonan yang
memiliki tutupan tajuk mencapai 10 persen dari luas minimal 0.5 hektar dengan
definisi ini maka areal dengan tutupan berupa belukar masuk dalam kelas hutan
(FAO 2000). Deteksi deforestasi perlu dibatasi dengan menetapkan definisi
deforestasi. Definisi deforestasi yang digunakan dalam penelitian ini yakni
mengacu pada definisi FAO (2000) yaitu konversi tutupan hutan menjadi
penggunaan lahan selain hutan dengan penutupan tajuk di bawah 10 persen dari
luas 0.5 hektar secara permanen sedangkan penurunan atau perubahan penutupan
hutan di atas 10 persen didefinisikan sebaga degradasi.
Analisis deforestasi dengan metode deteksi perubahan yaitu dengan teknik
post classification comparison yaitu dengan melakukan analisis perubahan
tutupan hutan menjadi bukan hutan yang berasal dari hasil klasifikasi citra tahun
2000 dan 2007. Hasil deteksi deforestasi akan menghasilkan data deforestasi
dengan nilai biner yaitu nilai 0 (tidak terjadi deforestasi) dan nilai 1 (terjadi
deforestasi) yang akan digunakan sebagai variabel terikat pada model regresi
logistik.
Faktor Pemicu Deforestasi
Faktor pemicu deforestasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
faktor-faktor yang tergolong sebagai faktor tidak langsung (proximity causes).
Identifikasi faktor pemicu deforestasi didasari terhadap dugaan awal, studi
literatur dan kaitannya dengan ketersediaan data khususnya data spasial.
Landasan pembangunan model prediksi deforestasi adalah asumsi bahwa
terdapat hubungan antara deforestasi dengan sejumlah faktor pemicu. Beberapa
peubah yang diduga menjadi pemicu deforestasi di KPHP Poigar antara lain:
1. Kepadatan Penduduk
Faktor kepadatan penduduk suatu wilayah mempunyai pengaruh terhadap
potensi kerusakan lingkungan. Semakin tinggi kepadatan penduduk maka
semakin tinggi kebutuhan masyarakat terhadap ketersediaan lahan. Beberapa
hasil penelitian terkait kepadatan penduduk terhadap deforestasi yaitu oleh
Entwisle et al. (2008) dan Prasetyo et al. (2009) yang menyatakan bahwa
faktor penduduk berpengaruh terhadap terjadinya deforestasi.
2. Jarak Dari Jaringan Jalan
Jaringan jalan merupakan faktor yang termasuk dalam faktor aksesibilitas.
Keberadaaan jaringan jalan di sekitar atau di dalam kawasan hutan
memberikan akses bagi masyarakat untuk merambah hutan. Hasil penelitian

8

3.

4.

5.

6.

Mulyanto dan Jaya (2004); Perez-Verdin et al. (2009); Wyman dan Stein
(2010); Kumar et al. (2014) menunjukkan bahwa faktor kedekatan areal hutan
dari jaringan jalan berpengaruh terhadap deforestasi.
Jarak Dari Jaringan Sungai
Jaringan sungai juga termasuk dalam faktor aksesibilitas. Jaringan sungai
berfungsi sebagai sumber air namun di beberapa lokasi, jaringan sungai dapat
berfungsi sebagai jaringan jalan. Wyman dan Stein (2010); Chen et al. (2015)
menyatakan bahwa deforestasi dan degradasi hutan terjadi karena faktor
kedekatan jarak areal hutan dengan jaringan sungai.
Jarak Dari Pemukiman
Salah satu faktor yang menjadi pendorong kejadian deforestasi adalah faktor
yang dikategorikan sebagai faktor antropogenik atau akibat aktivitas manusia.
Faktor jarak hutan dari pemukiman menjadi salah satu peubah penjelas yang
digunakan dalam penelitian ini untuk pembangunan model spasial deforestasi.
Arekhi (2011) menyatakan bahwa perubahan tutupan hutan dipengaruhi oleh
kedekatan jarak dengan pusat pemukiman
Ketinggian Tempat
Faktor ketinggian tempat berpengaruh terhadap deforestasi dengan asumsi
bahwa semakin rendah ketinggian suatu areal hutan maka akan mingkatkan
peluang terjadinya deforestasi. Hal ini didasarkan atas beberapa hasil
penelitian yang menyatakan bahwa faktor ketinggian tempat berbanding
terbalik terhadap kejadian deforestasi (Arekhi 2011; Kumar et al. 2014)
Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng berkaitan dengan kondisi biofisik lahan. Areal hutan yang
memiliki kemiringan lereng kemungkinan kecil untuk terdeforestasi. Hasil
penelitian Kumar et al. (2014) menyatakan bahwa peluang deforestasi akan
meningkat pada areal yang relatif landai.

Model Spasial Deforestasi
Model spasial untuk mengetahui faktor-faktor penyebab deforestasi
menggunakan model regresi logistik. Analisis regresi logistik digunakan untuk
menguji apakah probabilitas terjadinya variabel deforestasi dapat diprediksi
dengan peubah penjelasnya. Penelitian ini menggunakan variabel tidak bebas
berupa nilai biner (0 = tidak terjadi deforestasi dan 1 = terjadi deforestasi) yang
merupakan hasil analisis deforestasi berupa data raster sebaran kejadian
deforestasi periode 2000 sampai 2007. Peubah penjelas berupa faktor-faktor
penyebab deforestasi dianalisis menggunakan euclidean distance untuk variabel
jarak dari jalan, pemukiman, dan sungai. Analisis grid map pada variabel
kepadatan penduduk didapatkan dari data vektor kemudian dikonversi menjadi
data raaster dengan ukuran piksel 30 m (Tabel 2).
Pembangunan model spasial melibatkan lebih dari satu peubah penjelas.
Menard (2002) menyatakan bahwa perlu dilakukan uji multikolinieritas untuk
melihat hubungan linier yang terjadi antar peubah penjelas. Pengujian
multikolinieritas dilihat berdasarkan korelasi linier antar peubah penjelas.
Penelitian ini menggunakan ambang batas koefisien korelasi yaitu 0.65, nilai
korelasi lebih besar dari ambang batas menunjukkan adanya korelasi antar peubah
(Aguayo et al. 2007).
Setelah analisis multikolinieritas dilakukan langkah selanjutnya adalah
melakukan uji Cramer’s V untuk menganalisis derajat hubungan antara peubah

9

penjelas dan variabel terikat (Eastman 2012; Kumar et al. 2014). Hasil uji derajat
keeratan hubungan antara peubah penjelas dan terikat menghasilkan nilai
Cramer’s V yang berkisar antara 0 sampai 1, peubah penjelas dikatakan
berpengaruh signifikan apabila nilai p value sebesar 0.00 (Eastman 2012).
Meskipun analisis Cramer’s V menunjukkan derajat keeratan hubungan antara
peubah penjelas dan terikat namun untuk menganalisis pengaruh peubah penjelas
terhadap variabel terikat dilakukan dengan analisis regresi logistik biner.
Selanjutnya akan dilakukan pembangunan model spasial deforestasi
menggunakan regresi logistik. Persamaan regresi logistik yang menggambarkan
peubah terikat dengan peubah penjelas adalah sebagai berikut (Menard 2002):
p E

e p

Persamaan 1

e p

Nilai p merupakan peluang terjadinya deforestasi dimana ≤ p ≥ , E(Y) adalah
nilai harapan peubah Y,
adalah konstanta dan
adalah koefisien regresi
Persamaan 1 kemudian ditransformasi sebagai berikut:
logit p

log e

p

Persamaan 2

-p

Hasil transformasi Persamaan 2 menjadi sebagai berikut:
logit p

Persamaan 3

Tabel 2 Analisis peubah penjelas model spasial deforestasi
Variabel
X1 = jarak dari jalan
X2 = jarak dari pemukiman
X3 = jarak dari sungai
X4 = kepadatan penduduk
X5 = ketinggian tempat
X6 = kemiringan lereng

Analisis
Euclidean distance
Euclidean distance
Euclidean distance
Grid map 30 m
Grid map 30 m
Grid map 30 m

Satuan
kilometer (km)
kilometer (km)
kilometer (km)
jiwa/km2
mdpl
persen (%)

Regresi logistik menggunakan modul LOGISTICREG pada perangkat lunak
IDRISI versi 17. Metode yang digunakan untuk membangun model menggunakan
modul LOGISTICREG yaitu dengan metode stepwise. Tahap pertama
pembangunan model menggunakan satu variabel. Tahap berikutnya menggunakan
dua variabel hingga tahap akhir (tahap ke-6) menggunakan enam variabel yang
diproses secara bersamaan untuk membangun model regresi logistik biner.
Parameter statistik hasil model menggunakan LOGISTICREG antara lain:
a. -2logL0 : model regresi logistik dengan hanya menggunakan nilai konstanta
tanpa peubah penjelas
b. -2logL(likelihood) : model regresi logistik yang menggunakan nilai konstanta
dan peubah penjelas
Berdasarkan dua parameter tersebut maka akan dihitung nilai pseudo R2 yaitu
dengan persamaan (Menard 2002):
Pseudo R

log

- log

10

Ayalew dan Yamagishi (2005) menyatakan bahwa pemilihan model terbaik dapat
dilihat berdasarkan nilai model chi-square yang merupakan selisih antara -2logL
dengan nilai -2logL0, nilai goodness of fit terkecil, pseudo R2 lebih besar dari 0.2
dan nilai ROC (Relative Operating Characteristic) semakin mendekati nilai 1
(nilai ROC antara 0 sampai 1) maka model tersebut dapat dikatakan baik.
Model deforestasi yang dibangun dengan menggunakan data pada periode
periode 2000 sampai 2007 digunakan untuk memprediksi deforestasi yang terjadi
pada periode 2007 sampai 2013. Prediksi dilakukan dengan mengganti peubah
penjelas yang bersifat dinamis (berubah-ubah) yang memicu kejadian deforestasi
di KPHP Poigar yaitu peubah jarak dari jalan (X1) dan kepadatan penduduk (X4).
Hasil prediksi deforestasi akan divalidasi dengan deforestasi aktual periode 2000
sampai 2013 hasil analisis deforestasi berdasarkan citra dijital dan diuji tingkat
akurasinya.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Wilayah KPHP Poigar secara administrasi terletak di Kabupaten Minahasa
Selatan dan Kabupaten Bolaang Mongondow. Total luas unit pengelolaan KPHP
Poigar adalah 41 597 hektar. Luas kawasan yang masuk dalam Kabupaten
Bolaang Mongondow sebesar 25.014 hektar (60,1%) dan Kabupaten Minahasa
Selatan sebesar 16 583 hektar (39.9 %). Kawasan KPHP Poigar memiliki areal
yang terpecah–pecah dan dipisahkan oleh jaringan jalan trans Sulawesi dan jalan
provinsi yang menghubungkan kabupaten Bolaang Mongndow dan Minahasa
Selatan. Daerah sekitar kawasan KPHP Poigar juga banyak terdapat jaringan jalan
lokal yang menjadi penghubung antar desa serta akses menuju areal perkebunan
masyarakat.
Status kawasan yang berbatasan dengan kawasan KPHP Poigar terdiri atas
status cagar alam dan area penggunaan lain (DEPHUT 2007). Kawasan cagar
alam merupakan bagian dari Cagar Alam Gunung Ambang yang dikelola oleh
BKSDA Provinsi Sulawesi Utara. Sementara itu, areal penggunaan lain (APL)
disekitar KPHP telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai areal pemukiman,
sawah serta lahan pertanian dan perkebunan.
Penduduk yang berada di sekitar kawasan KPHP Poigar mempunyai mata
pencaharian sebagai petani dan nelayan. Teknik pengolahan lahan secara
tradisional seringkali belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga
masih masyarakat memerlukan alternatif sumber pendapatan lain. Kondisi
tersebut menjadikan masyarakat desa sekitar hutan memilih menjadi buruh
penebang kayu atau perambah hutan. Namun, produktivitas yang rendah serta
lemahnya pemasaran mengakibatkan rendahnya pendapatan masyarakat sekitar
kawasan.
Deforestasi di KPHP Poigar
Analisis deforestasi dilakukan dengan terlebih dahulu menganalisis tutupan
lahan yang ada di kawasan KPHP Poigar. Analisis tutupan lahan dilakukan
dengan interpretasi citra dijital dengan teknik interpretasi visual. Hasil analisis

11

tutupan lahan menunjukkan terdapat enam tutupan lahan yang berada di kawasan
KPHP Poigar (Gambar 3).

Gambar 3 Tutupan lahan di KPHP Poigar periode 2000, 2007 dan 2013
Hasil klasifikasi tutupan lahan terdiri atas enam tutupan lahan yakni belukar,
hutan, pemukiman, perkebunan, semak dan tanah terbuka. Kelas tutupan lahan
kemudian dikelaskan menjadi dua kelas yang terdiri atas kelas hutan dan bukan
hutan untuk menganalisis kejadian deforestasi (Gambar 4). Kelas hutan terdiri
atas tutupan lahan berupa hutan dan belukar sedangkan tutupan bukan hutan
antara lain pemukiman, perkebunan, semak dan tanah terbuka.

12

Gambar 4 Deforestasi periode 2000–2007 di KPHP Poigar
Berdasarkan Gambar 4, deforestasi terjadi sebagian besar pada areal yang
berstatus hutan produksi (HP) dan hutan produksi terbatas (HPT) yang lokasinya
dekat dengan batas kawasan hutan KPHP Poigar. Operasional perusahaan HPH di
kawasan KPHP Poigar yang telah berhenti menyebabkan beberapa area menjadi
mudah diakses. Deforestasi menyebabkan perubahan tutupan hutan menjadi
perkebunan, pemukiman, pertanian, semak dan tanah terbuka. Hasil analisis
perubahan tutupan lahan di kawasan KPHP Poigar menunjukkan bahwa pada
periode 2000 sampai 2007 telah terjadi penurunan luas tutupan hutan seluas 5
156.5 hektar (12 %). Selain itu, penurunan luas tutupan berupa belukar seluas 2
776.6 hektar (6.7 %) sehingga total penurunan areal hutan mencapai luas 7 933.05
hektar (19 %). Persentase deforestasi yang terjadi di kawasan KPHP Poigar pada
periode 2000 sampai 2007 lebih besar jika dibandingkan dengan yang terjadi di
kawasan KPH Malinau yang hanya sebesar 1.44 persen pada periode 2000–2005
hasil kajian Navratil (2013).
Areal yang masih tertutup hutan pada tahun 2000 sampai tahun 2007 di
KPHP Poigar telah mengalami perubahan menjadi tutupan perkebunan (25 %),
semak (6 %) dan tanah terbuka (1 %). Perubahan terbesar terjadi pada konversi
hutan menjadi perkebunan dan semak yakni masing-masing seluas 5 878.72
hektar dan 1 778.26 hektar. Periode kedua dalam analisis deforestasi dalam
penelitian ini yaitu periode 2007 dan 2013 menunjukkan penurunan luas areal
yang terdeforestasi yakni sebesar 11 persen (4 735.19 ha) sehingga total
penurunan luas tutupan hutan sampai periode 2013 sebesar 12 668.2 hektar.
Penurunan luas deforestasi disebabkan oleh semakin berkurangnya luas areal
hutan karena telah hilang pada periode sebelumnya dan lokasi hutan yang sulit
dijangkau karena topografi dan tidak tersedianya jalan. Tutupan berupa semak dan

13

tanah terbuka terjadi pada areal yang sudah di lakukan land clearing namun
belum digarap oleh masyarakat dan dapat juga berupa tempat pengumpulan kayu.
Faktor yang menyebabkan tingginya aktivitas masyarakat ke dalam kawasan
hutan adalah aksesibilitas berupa jalan setapak yang masih bisa dilalui oleh
kendaraan roda dua atau kendaraan tradisional. Bahkan areal KPHP Poigar yang
masuk dalam daerah administrasi Kabupaten Minahasa Selatan, terdapat jalan
lintas provinsi yang melintasi kawasan hutan KPHP Poigar. Hasil pengamatan
lapangan juga menunjukkan di beberapa tempat terdapat pemukiman yang
berbatasan langsung dengan kawasan hutan bahkan terdapat pemukiman yang
masuk ke kawasan hutan.
Faktor pemicu deforestasi
Pembentukan model spasial deforestasi di KPHP Poigar periode 2000–2007
dilakukan dengan menggunakan enam faktor yang terdiri dari aspek aksesibilitas
(jarak dari jalan, pemukiman dan sungai), aspek biofisik (kemiringan lereng dan
elevasi) dan aspek sosial (kepadatan penduduk). Hasil analisis spasial terhadap
faktor-faktor pendorong terjadinya deforestasi seperti pada Gambar 5.
Faktor pemicu deforestasi di KPHP Poigar terdiri atas enam faktor yakni
aspek aksesibilitas (jarak dari jalan, pemukiman dan sungai), aspek biofisik
(kemiringan lereng dan elevasi) dan aspek sosial (kepadatan penduduk). Tahap
awal untuk menjalankan model spasial deforestasi adalah melakukan analisis
derajat keeratan hubungan antara peubah penjelas terhadap deforestasi untuk
pembentukan model (Tabel 3). Hasil analisis Cramer’s V tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3 Keeratan hubungan antara peubah penjelas dan variabel terikat
Peubah penjelas
Jarak dari jalan
Jarak dari pemukiman
Kepadatan penduduk
Jarak dari sungai
Kemiringan lereng
Ketinggian tempat

Cramer’s V
0.598
0.585
0.674
0.506
0.536
0.418

p value
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

Hasil analisis Cramer’s V pada Tabel 3 terlihat bahwa rentang nilai V yaitu
0.4 sampai 0.6 dengan p value 0.00 hal ini menunjukkan bahwa semua peubah
penjelas berpengaruh terhadap variabel terikat. Variabel kepadatan penduduk
memiliki derajat hubungan yang paling tinggi dengan nilai V sebesar 0.674
sedangkan hubungan yang kurang erat yaitu peubah ketinggian tempat (elevasi)
yakni dengan nilai V sebesar 0.418. Eastman (2012) menyatakan bahwa analisis
Cramer’s V menunjukkan derajat keeratan peubah penjelas terhadap variabel
terikat namun analisis ini adalah analisis parsial antara peubah penjelas dengan
kejadian deforestasi. Oleh karena itu analisis mengenai faktor pendorong
deoferstasi secara keseluruhan dilakukan dengan regresi logistik. Setelah hasil
analisis derajat keeratan peubah penjelas, tahap selanjutnya adalah analisis
korelasi antar peubah penjelas.

14

Gambar 5 Faktor pendorong deforestasi untuk pembangunan model
Tahap selanjutnya adalah analisis korelasi antara peubah penjelas (Tabel 4).
Berdasarkan Tabel 4 nilai terlihat bahwa nilai korelasi tertinggi yakni sebesar 0.7
terjadi antara peubah jarak dari jalan (X1) dengan peubah jarak dari pemukiman
(X2). Berdasarkan ambang batas koefisien korelasi yang digunakan yakni 0.65
maka hal ini mengindikasikan terjadinya korelasi antara peubah penjelas X1 dan
X2. Hasil pengamatan jaringan jalan di kawasan sekitar KPHP Poigar terdapat

15

jaringan jalan berupa jalan provinsi hingga jalan desa yang telah dibangun pusat
pemukiman. Geist dan Lambin (2002) menyatakan bahwa pembangunan
infrastruktur jalan akan diikuti dengan pembangunan pusat-pusat pemukiman dan
kondisi ini dapat menjadi pemicu terjadinya deforestasi (proximity causes).
Tabel 4 Korelasi sederhana peubah penjelas
Peubah Penjelas

X1

X2

X3

X4

X5

X6

X1

1

X2

0.700

1

X3

-0.081

-0.038

1

X4

0.036

-0.094

0.085

1

X5

0.245

0.038

0.005

-0.046

1

X6

0.101

0.096

0.030

-0.052

0.037

1

Model Spasial Deforestasi KPHP Poigar
Hasil analisis regresi logistik biner dengan metode stepwise menghasilkan
enam persamaan yang masing-masing dibedakan oleh jumlah variabel yang
digunakan dalam model spasial. Tabel 5 menyajikan statistik masing-masing
model yang dihasilkan oleh regresi logistik biner.
Tabel 5 Parameter statistik model hasil regresi logistik biner
Statistik model
-2logL0
-2log(likelihood)
Pseudo R2
Goodness of Fit
ChiSquare
ROC

1
1107950.2
579293.41
0.477
461630.62
528656.87
0.90

2
1107950.2
579214.43
0.477
461650.53
528735.85
0.90

Persamaan
3
4
5
1107950.2 1107950.2 1107950.29
524186.40 524021.25 519911.16
0.526
0.527
0.531
455116.83 453677.85 450317.92
583763.88 583929.03 588039.12
0.95
0.95
0.95

6
1107950.2
517530.42
0.532
445605.88
590419.86
0.95

Berdasarkan kriteria pemilihan model, hasil analisis Cramer’s V dan uji
korelasi maka model terpilih yaitu persamaan menggunakan lima peubah penjelas.
Meskipun pada Tabel 5 menunjukkan bahwa persamaan 6 memiliki nilai chi
square terbesar dan nilai goodness of fit terkecil namun model ini tidak dipilih
karena terjadi multikolinieritas antar peubah penjelas. Luaran hasil analisis regresi
logistik biner menunjukkan nilai chi square sebesar 588 039.12, nilai goodness of
fit 450 317.92 serta nilai pseudo R square 0.53 lebih besar dari 0.2 yang
menunjukkan model layak digunakan. Selain itu, nilai ROC model persamaan 5
juga baik yaitu sebesar 0.95. Koefisien regresi untuk model terpilih tersaji pada
Tabel 6.
Nilai koefisien ( ) menunjukkan hubungan peubah penjelas terhadap
peluang kejadian deforestasi (log odds). Sedangkan tanda positif dan negatif pada
koefisien regresi menunjukkan arah hubungan peubah penjelas terhadap peluang
kejadian deforestasi. Mahapatra dan Kant (2005) menyatakan bahwa transformasi
nilai koefisien menjadi Exp (odd ratio) untuk memudahkan interpretasi hasil
regresi.

16

Tabel 6 Koefisien regresi model spasial deforestasi
Peubah Penjelas

Koefisien
0.6054
-0.448363
-0.231288
0.001692
-0.000787
0.001038

Konstanta
Jarak dari jalan
Jarak dari sungai
Kepadatan penduduk
Ketinggian tempat
Kemiringan lereng

Exp
1.831985
0.638673
0.793511
1.001693
0.999213
1.001039

Berdasarkan koefisien regresi pada Tabel 6 maka persamaan regresi logistik
untuk model spasial deforestasi adalah:
logit p
atau
p

e p .
e p .

.

.

.
.

.

.
.

.

.
.

.

.
.

.
.

.

Model regresi logistik biner yang dihasilkan menunjukkan bahwa peluang
terjadinya deforestasi di KPHP Poigar berkisar antara 0 sampai 0.91 (Gambar 6).
Area yang berwarna merah (mendekati nilai 1) menunjukkan tingginya peluang
deforestasi pada area tersebut. Luaran analisis model regresi logistik juga
menghasilkan nilai ambang batas (threshold) sebesar 0.43 yang artinya bahwa
nilai peluang deforestasi < 0.43 merupakan areal yang tidak terjadi deforestasi
sedangkan nilai peluang deforestasi > 0.43 merupakan areal yang terdeforestasi.

Gambar 6 Sebaran peluang deforestasi periode 2000–2007

17

Hasil model regresi logistik biner menggunakan lima peubah penjelas
menunjukkan pengaruh terhadap variabel terikat. Faktor pertama yang
mempengaruhi terjadinya deforestasi adalah faktor ketinggian tempat (elevasi).
Hasil analisis regresi logistik biner menunjukkan bahwa semakin rendah elevasi
maka peluang deforestasi akan meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
koefisien
-0.000787). Elevasi pada kawasan KPHP Poigar berkisar antara -5–
1402 mdpl. Nilai ketinggian tempat terdapat nilai yang negatif. Hal ini disebabkan
karena kawasan KPHP Poigar terdapat areal berupa hutan mangrove. Faktor
ketinggian tempat ditunjang dengan ketersediaan sarana aksesibilitas berupa jalan
setapak untuk menjangkau lokasi yang berada di daerah ketinggian. Hasil tinjauan
lapangan menunjukkan bahwa areal yang berada didaerah ketinggian cukup sulit
dijangkau karena kurangnya akses untuk menuju daerah tersebut. Oleh karena itu,
daerah yang berada di ketinggian sebagian besar masih berupa tutupan hutan.
Faktor elevasi berpengaruh terhadap kejadian deforestasi dinyatakan juga oleh
Agarwal et al. (2005) melalui hasil penelitiannya di Madagaskar.
Faktor yang mempengaruhi deforetasi di KPHP Poigar selanjutnya adalah
faktor jarak hutan dari jaringan jalan. Koefisien peubah jarak dari jalan dihasilkan
yakni
-0.448363 artinya bahwa semakin dekat jarak hutan dengan jaringan
jalan maka peluang deforestasi akan semakin besar. Variabel jarak dari jaringan
jalan memiliki nilai antara 0 sampai 7.2 kilometer. Kondisi di lapangan juga
ditemukan terdapat beberapa jaringan jalan di dalam kawasan hutan yang
digunakan oleh masyarakat untuk akses ke dalam kawasan hutan. Jaringan jalan
dapat berupa jaringan jalan desa atau jalan setapak yang sering dilalui oleh
masyarakat. Keberadaan saran jaringan jalan di dalam kawasan hutan KPHP
Poigar dapat menjadi saran untuk melakukan patroli pengamanan kawasan hutan.
Sarana jaringan jalan yang sudah ada juga dapat dimanfaatkan oleh KPHP Poigar
untuk menjalin kerja sama dengan masyarakat untuk kegiatan pengelolaan hutan
kolaboratif.
Temuan penelitian ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya
terkait faktor jaringan jalan. Hasil penelitian Mahapatra dan Kant (2005); Arekhi
(2011); Kumar et al. (2014) menyatakan bahwa semakin dekat jarak hutan dari
jaringan jalan maka akan meningkatkan peluang deforestasi. Sementara itu, hasil
penelitian Deng et al. (2011) menyatakan bahwa jaringan jalan di Jiangxi, Cina
cukup aman dan tidak berpengaruh terhadap deforestasi yang terjadi.
Peubah penjelas berikutnya yaitu jarak hutan dari jaringan sungai. Hasil
analisis model regresi logistik menunjukkan bahwa jaringan sungai memiliki
koefisien nilai odd ratio sebesar 0.7935. Nilai tersebut menunjukkan bahwa areal
hutan yang berada dekat dengan jaringan sungai berpeluang terdeforestasi sebesar
0.7935 kali lipat dibandingkan dengan areal hutan yang lebih jauh dari jaringan
sungai. Rentang nilai jarak dari jaringan sungai di kawasan KPHP Poigar adalah 0
sampai 2.2 kilometer. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan terdapat areal
yang mengalami deforestasi berada dekat dengan jaringan sungai. Karakter
biofisik lahan yang berada dekat dengan jaringan sungai memiliki lereng yang
tidak terlalu curam dibandingkan dengan lahan yang berada jauh dengan jaringan
sungai. Se