Karakteristik Morfologi, Anatomi, Dan Kandungan Klorofil Lima Kultivar Tanaman Penyerap Polusi Udara Sansevieria trifasciata

KARAKTERISTIK MORFOLOGI, ANATOMI, DAN
KANDUNGAN KLOROFIL LIMA KULTIVAR TANAMAN
PENYERAP POLUSI UDARA Sansevieria trifasciata

RATNASARI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Karakteristik
Morfologi, Anatomi, dan Kandungan Klorofil Lima Kultivar Tanaman Penyerap
Polusi Udara Sansevieria trifasciata” adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Ratnasari
NIM G34100031

ABSTRAK
RATNASARI. Karakteristik Morfologi, Anatomi, dan Kandungan Klorofil Lima
Kultivar Tanaman Penyerap Polusi Udara Sansevieria trifasciata. Dibimbing oleh
RITA MEGIA dan HADISUNARSO.
Sansevieria trifasciata merupakan tanaman hias berbentuk unik yang
mampu memberikan udara bersih bagi ruangan yang ditempatinya karena dapat
menyerap zat berbahaya di udara. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan
karakter morfologi, anatomi, dan kandungan klorofil lima kultivar tanaman
penyerap polusi udara Sansevieria trifasciata. Karakter morfologi semua S.
trifasciata yang diamati bervariasi dalam pola, warna, dan ukuran daun. Stomata
semua kultivar dapat dijumpai pada kedua permukaan daun, bagian abaksial
(permukaan bawah) memiliki kerapatan stomata lebih tinggi. Sebaran stomata
tunggal terdapat pada semua kultivar, sedang stomata berkelompok juga dijumpai
pada cv. Moonsine. Diantara semua kultivar, kerapatan stomata dan indeks

stomata tertinggi dijumpai pada cv. Moonsine. Sedang kandungan klorofil
tertinggi, panjang dan lebar daun yang terbesar, serta tebal daun yang tertipis
terdapat pada cv. African Dawn. Diduga, S. trifasciata cv. African Dawn dan S.
trifasciata cv. Moonsine berpotensi menyerap polusi udara yang lebih baik
dibandingkan kultivar lainnya.
Kata kunci: Sansevieria trifasciata, morfologi, anatomi, kandungan klorofil,
polusi udara

ABSTRACT
RATNASARI. Characteristics of Morphology, Anatomy, and Chlorophyll
Content of Five Air Pollution Absorbent Plant Cultivars Sansevieria trifasciata.
Under the guidance of RITA MEGIA and HADISUNARSO.
Sansevieria trifasciata is a uniquely houseplant that can provide clean air
to occupied room because it can absorb harmful substances from the air. This
research aim to compare chlorophyll content, morphological-, and anatomicalcharacters of five cultivars of this plant. Morphological characters of all S.
trifasciata observed varied in pattern, colour, and size of the leaf. Stomata of all
cultivars can be found on both leaf surfaces, abaksial (lower surface) have higher
stomatal density. Distribution of single stomata was presented in all cultivars,
while clustered stomata were also found in cv. Moonsine. Among all cultivars,
stomatal density and stomatal index were found the highest in cv. Moonsine. The

highest chlorophyll content, the largest size of leaf and the thinnest leaf were
found in the cv. African Dawn. Potentially, S. trifasciata cv. African Dawn and S.
trifasciata cv. Moonsine could absorb air pollution better than other cultivars.
Keywords: Sansevieria trifasciata, morphology, anatomy, chlorophyll content,
air pollution.

KARAKTERISTIK MORFOLOGI, ANATOMI, DAN
KANDUNGAN KLOROFIL LIMA KULTIVAR TANAMAN
PENYERAP POLUSI UDARA Sansevieria trifasciata

RATNASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 hingga Mei
2014 adalah Karakteristik Morfologi, Anatomi, dan Kandungan Klorofil Lima
Kultivar Tanaman Penyerap Polusi Sansevieria trifasciata.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Rita Megia, DEA dan Ir
Hadisunarso, MSi selaku pembimbing serta kepada Dr Ir Rika Raffiudin, MSi
selaku penguji atas bimbingan dan pengarahan yang telah diberikan. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada keluarga tercinta, Bapak, Ibu, dan adik tersayang
untuk doa dan dukungannya. Terima kasih juga kepada ka Irani, Lilis, Lerfiana,
Melly, Meidila, Ledy, pak Naryo, pak Asep, bu Retno serta teman-teman di
Laboratorium Mikroteknik atas bantuan dan dukungan yang selalu ada. Tidak lupa
ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman Biologi Angkatan
47.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015

Ratnasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Alat dan Bahan

2

Metode


2

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Karakter Morfologi

4

Karakter Anatomi

6

Analisis Klorofil

14

SIMPULAN DAN SARAN


15

Simpulan

15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP


18

DAFTAR TABEL
1 Ukuran panjang dan lebar daun S. trifasciata
2 Kerapatan stomata dan Indeks stomata sayatan paradermal lima
kultivar S. trifasciata
3 Ukuran stomata sayatan paradermal lima kultivar S. trifasciata
4 Ketebalan lapisan penyusun daun berdasarkan sayatan transversal lima
kultivar S. trifasciata

6
10
11
13

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

4
5
6
7
8

Posisi pengambilan daun untuk sayatan paradermal
Morfologi lima kultivar Sansevieria trifasciata
Stomata berbentuk ginjal pada S. trifasciata
Sebaran stomata
Struktur epidermis abaksial daun lima kultivar S. trifasciata
Struktur epidermis adaksial daun lima kultivar S. trifasciata
Sayatan transversal daun lima kultivar S. trifasciata
Kandungan klorofil lima kultivar S. trifasciata

3
5
7
7
8

9
12
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 ANOVA dan hasil uji Duncan pada klorofil a, klorofil b, dan klorofil
total

17

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri di Indonesia saat ini berkembang dengan pesat diantaranya berupa
meningkatnya produksi kendaraan bermotor. Bertambahnya jumlah kendaraan
memberikan dampak negatif berupa meningkatnya kadar polutan di udara akibat
emisi (pelepasan) dari asap kendaraan bermotor. Udara dalam ruangan yang
terhindar dari polusi sangat penting bagi penghuni bangunan di perkotaan
(Yulianti et al. 2012). Upaya dalam mengurangi pencemaran udara antara lain
dengan penanaman tanaman di sepanjang jalan raya dan penggunaan tanaman
indoor dalam ruangan.
Sansevieria trifasciata (lidah mertua) merupakan tanaman hias yang sering
dijumpai di pinggir jalan, di taman, dan di perkarangan atau ditanam dalam pot
sebagai penghias ruangan. Tanaman ini diklasifikasikan dalam Famili
Asparagaceae (Backer dan Bakhuizen 1963). Sebagian besar Sansevieria sp.
berasal dari benua Afrika, dan sebagian yang lainnya berasal dari Asia. Jumlah
kultivar tanaman ini di dunia lebih dari 600, sedang di Indonesia diketahui ada
sekitar 100 kultivar (Stover 1983). Kultivar-kultivar ini memiliki daun yang
bervariasi dalam bentuk, ukuran, warna, dan teksturnya. Daun S. trifasciata ada
yang berbentuk pedang, lanset, bulat panjang, dan bulat pendek. Warna daun
beragam, mulai dari hijau tua, hijau muda, hijau abu-abu, perak, dan warna
kombinasi putih kuning hingga hijau kuning. Motif alur atau garis-garis yang
terdapat pada helai daun juga bervariasi, diantaranya mengikuti arah serat daun
tidak beraturan dan ada juga yang zig-zag.
Selain bentuknya unik, lidah mertua mampu memberikan udara bersih bagi
ruangan yang ditempatinya karena tanaman ini dapat menyerap zat berbahaya di
udara. Penelitian Lembaga Badan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA)
menunjukkan bahwa lidah mertua mampu menyerap lebih dari 107 unsur polutan
yang ada dan berbahaya di udara. Sansevieria sp. mampu menyerap zat polutan
karena memiliki bahan aktif pregnane glikosid yang berfungsi untuk mereduksi
polutan menjadi asam organik, gula, dan asam amino sehingga unsur polutan
tersebut menjadi tidak berbahaya lagi bagi manusia. Selain itu, Purwanto (2006)
dalam bukunya mengemukakan riset yang dilakukan oleh Wolverton
Environmental Service juga menunjukkan bahwa satu helai lidah mertua dalam
satu jam mampu menyerap 0.938 mg formaldehid.
Kemampuan tanaman dalam menyerap dan mengakumulasi polutan
dipengaruhi oleh karakteristik morfologi daun, seperti: ukuran, bentuk, dan tekstur
daun (Starkman 1969). Selain itu proses penyerapan polusi udara terjadi di daun
yang terdapat banyak stomata (Gardner et al. 1991). Tanaman yang mempunyai
stomata banyak dan tumbuh cepat merupakan tanaman yang baik digunakan
dalam penyerapan polutan (Fakuara 1996). Mekanisme masuknya polutan ke
dalam daun terjadi pada siang hari saat daun melepas uap air dan mengambil CO 2
serta gas lainnya termasuk polutan yang ada di daun melalui stomata. Banyaknya
jumlah stomata dalam satu satuan luas daun menyebabkan masuknya gas
pencemaran lebih banyak terserap oleh tanaman (Smith 1981).

2
Kemampuan tanaman dalam menyerap polusi udara bersamaan saat
penyerapan CO2 yang akan digunakan dalam proses fotosintesis. Kadar klorofil
pada daun tanaman dapat digunakan sebagai indikator penyerap polusi udara
(Karliansyah 1999). Melihat kemampuan S. trifasciata dalam penyerapan polusi
udara, sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap karakter morfologi, anatomi,
dan kandungan klorofil tanaman ini.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan karakter morfologi, anatomi,
dan kandungan klorofil lima kultivar tanaman penyerap polusi udara Sansevieria
trifasciata.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2013 sampai bulan Mei 2014
di Rumah Kaca, Laboratorium Mikroteknik, dan Laboratorium Fisiologi
Tumbuhan, Bagian Fisiologi dan Genetika Tumbuhan, Departemen Biologi,
Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Zoologi, LIPI
Cibinong.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain silet, mortar,
mikrotom, holder, kaca objek, kaca penutup, mikroskop cahaya, dan kamera
digital. Bahan tanaman yang digunakan yaitu kultivar S. trifasciata cv. Metalica,
S. trifasciata cv. Moonsine, S. trifasciata cv. African Dawn, dan S. trifasciata cv.
Bantel’s Sensation, serta satu kultivar yang belum diketahui namanya sehingga
diberi kode S. trifasciata cv.1. Bahan kimia yang digunakan adalah alkohol 70%,
HNO3, kloroks, pewarna safranin, gliserin 30%, dan etanol 80%.

Metode
Penelitian terdiri atas dua tahapan. Tahap pertama yaitu menanam lima
kultivar S. trifasciata pada bulan Oktober 2013 di rumah kaca milik Departemen
Biologi FMIPA IPB dengan menggunakan polybag yang berisi tanah, pupuk, dan
sekam (2:1:1) sebanyak 3 kali pengulangan untuk setiap kultivar S. trifasciata.
Tahap kedua berupa pengamatan di laboratorium yang terdiri atas analisis
morfologi, anatomi, dan kandungan klorofil.

3
Pengamatan Morfologi. Pengamatan morfologi daun meliputi warna,
bentuk, dan ukuran pada lima kultivar dilakukan dengan 3 kali ulangan. Setiap
daun diukur panjang dan lebar daun. Pengukuran panjang dan lebar daun
menggunakan penggaris.
Pembuatan Preparat Sayatan Paradermal. Pembuatan preparat sayatan
paradermal menggunakan metode whole mount (Sass 1951). Daun S. trifasciata
diambil dari tiga bagian, yaitu pangkal, tengah, dan ujung (Gambar 1), selanjutnya
difiksasi dalam alkohol 70%. Setelah difiksasi, ketiga bagian daun tersebut dicuci
dengan akuades dan direndam dalam asam nitrat 70% selama 20 menit. Potongan
daun tersebut dibilas akuades, dilanjutkan dengan pengerikan bagian bawah
(abaksial) atau bagian atas (adaksial) daun menggunakan silet. Hasil sayatan
berupa lapisan tipis jaringan epidermis dicuci dengan kloroks, lalu dibilas dengan
akuades hingga bersih. Jaringan epidermis tersebut direndam dalam pewarna
safranin 1%, selanjutnya diletakkan di kaca preparat dengan ditambahkan sedikit
gliserin lalu ditutup dengan cover glass.

Gambar 1 Posisi pengambilan daun untuk sayatan paradermal : (U) ujung,
(T) tengah, dan (P) pangkal
Pengamatan Preparat Sayatan Paradermal. Parameter yang diteliti
adalah kerapatan stomata, indeks stomata, dan ukuran (panjang dan lebar)
stomata. Semua parameter pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop
Olympus. Pengamatan kerapatan stomata dilakukan pada perbesaran 10 x 10,
sedangkan indeks stomata dan ukuran stomata dilakukan pada perbesaran 10 x 40.
Pengamatan dilakukan dengan 5 kali bidang pandang dengan 3 kali ulangan.
Penentuan kerapatan stomata dan nilai indeks stomata menggunakan rumus
Wilmer (1983):
Jumlah stomata
Luas bidang pandang (mm2)

KS =

IS =

Jumlah stomata
Jumlah stomata + Jumlah sel epidermis

x 100

Keterangan:
KS : Kerapatan stomata
IS : Indeks stomata
Pembuatan Preparat Sayatan Transversal. Pembuatan preparat sayatan
transversal mengunakan metode mikrotom beku. Daun S. trifasciata berukuran
0.5 x 1 cm diambil pada bagian ujung (Gambar 1) lalu difiksasi dengan alkohol
70%. Setelah difiksasi potongan daun dibilas dengan akuades lalu dibekukan

4
dengan melekatkannya pada holder mikrotom yang bergerak turun naik sehingga
diperoleh sayatan dengan ukuran 15-20 µm. Hasil sayatan dimasukkan ke dalam
akuades, selanjutnya direndam dalam pewarna safranin 1%. Kemudian sayatan
diletakkan di kaca preparat dengan ditambahkan sedikit gliserin, lalu ditutup
dengan cover glass.
Pengamatan Preparat Sayatan Transversal. Parameter yang diamati
adalah tebal lapisan kutikula abaksial dan adaksial, tebal epidermis abaksial dan
adaksial, tebal mesofil, dan tebal daun menggunakan mikroskop Olympus dengan
perbesaran 10 x 40.
Analisis Kandungan Klorofil S. trifasciata. Analisis kandungan klorofil
S. trifasciata menggunakan metode Arnon (1949). Sebanyak 1 gram potongan
daun bagian ujung ditumbuk dalam mortar sampai halus. Hancuran daun ditambah
aseton 80%, kemudian disaring dengan kertas saring ke dalam labu ukur dan
ditambahkan aseton 80% hingga 50 ml. Sebanyak 5 ml ekstrak klorofil diambil
dengan mikropipet dan dimasukkan kedalam labu ukur lalu ditambahkan aseton
80% hingga 25 ml. Ekstrak klorofil diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 663 nm dan 645 nm sebanyak 3 kali pengulangan. Perhitungan
kandungan klorofil menggunakan rumus sebagai berikut:
Klorofil a = 12.7 x D663 – 2.69 x D645
Klorofil b = 22.9 x D645 – 4.68 x D663
Klorofil total = Klorofil a + Klorofil b
Analisis Data. Analisis data menggunakan uji Duncan dengan
menggunakan software Statistic Product and Service Solution (SPSS) 17.0 untuk
menguji kandungan klorofil pada kelima kultivar S. trifasciata pada selang
kepercayaan 99%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakter Morfologi
Daun S. trifasciata berkedudukan seperti roset yang mengelilingi batang
semu. Batang semu membentuk rimpang, bulat, berwarna kuning oranye. Disebut
batang semu karena sesungguhnya S. trifasciata tidak mempunyai batang (Stover
1983).
Berdasarkan pengamatan kelima kultivar S. trifasciata yang diamati
memiliki bentuk daun seperti pedang dan lanset (Tabel 1), sedangkan warna daun
berbeda-beda antar kultivar (Gambar 2).

5

a

b

c

d

e
Gambar 2 Morfologi lima kultivar Sansevieria trifasciata : (a). S. trifasciata cv.
Metalica, (b). S. trifasciata cv. Moonsine, (c). S. trifasciata cv.
African Dawn, (d) S. trifasciata cv. 1, dan (e). S. trifasciata cv.
Bantel’s Sensation. Garis skala: 30 cm

6
S. trifasciata cv. Metalica (Gambar 2a) memiliki daun yang tebal dengan
bentuk pedang, ujung daun meruncing, berwarna silver dengan garis-garis vertikal
berwarna hijau, dengan 5-8 helai daun. S. trifasciata cv. Moonsine (Gambar 2b)
memiliki daun yang tebal dengan bentuk lanset, ujung daun meruncing, berwarna
silver hingga hijau tanpa corak dengan bagian tepi daun berwarna hijau gelap,
dengan 4-7 helai daun. S. trifasciata cv. African Dawn (Gambar 2c) memiliki
daun yang tebal dengan bentuk lanset, ujung daun meruncing, permukaan daun
licin, berwarna hijau dengan corak berbintik-bintik putih hingga hijau dengan
garis-garis hijau gelap dan bagian tepi daun berwarna pink blush, dengan 4-6 helai
daun. S. trifasciata cv. 1 (Gambar 2d) memiliki daun yang tebal dengan bentuk
lanset, ujung daun meruncing, berwarna hijau dengan garis-garis horizontal
berwarna hijau gelap, dengan 4-6 helai daun. S. trifasciata cv. Bantel’s Sensation
(Gambar 2e) memiliki daun yang tebal dengan bentuk pedang, ujung daun
meruncing, berwarna hijau gelap dengan garis-garis vertikal berwarna putih
dengan 3-5 helai daun.
Ukuran daun (Tabel 1) yang terpanjang terdapat pada S. trifasciata cv.
African Dawn (64.2 ± 0.9 cm), sedangkan yang memiliki daun terpendek yaitu S.
trifasciata cv. Moonsine (33.6 ± 0.2 cm) . Ukuran lebar daun yang terbesar
terdapat pada S. trifasciata cv. African Dawn (8.7 ± 0.4 cm), sedangkan ukuran
lebar terkecil terdapat pada S. trifasciata cv. Bantel’s Sensation (1.6 ± 0.7 cm). S.
trifasciata cv. African Dawn memiliki ukuran panjang dan lebar terbesar
dibandingkan kultivar lainnya. Penelitian Gunarno (2014) pada tanaman Rhoeo
discolor menunjukkan bahwa semakin besar ukuran daun maka semakin baik
dalam penyerapan polusi udara.
Tabel 1 Ukuran panjang dan lebar daun S. trifasciata
Ukuran daun (cm)
Bentuk daun d
Pa
Lb
P/Lc
1
S. trifasciata cv. Metalica
52.3 ± 0.2
4.1 ± 0.5
2.7
Pedang
2
S. trifasciata cv. Moonsine
33.6 ± 0.2
8.6 ± 0.5
3.9
Lanset
3
S. trifasciata cv. African Dawn
64.2 ± 0.9
12.8 ± 0.3
5.0
Lanset
4
S. trifasciata cv. 1
41.2 ± 0.7
8.2 ± 0.5
5.0
Lanset
5
S. trifasciata cv. Bantel’s Sensation
63.3 ± 1.0
1.6 ± 0.7
39.5
Pedang
Keterangan : nilai merupakan hasil rerata pengukuran; a: panjang daun, b: lebar daun,
c: perbandingan panjang dan lebar daun, d: sumber Simpson MG (2006).
No

Kultivar

Karakter Anatomi
Sayatan Paradermal
Stomata berfungsi sebagai tempat pertukaran gas pada tanaman. Stomata
merupakan modifikasi epidermis berupa pori yang diapit oleh sel penjaga yang
dikelilingi oleh beberapa sel tetangga.
Berdasarkan pengamatan sayatan paradermal, stomata kelima kultivar S.
trifasciata dapat dijumpai pada sisi permukaan bawah (abaksial) maupun
permukaan atas (adaksial) daun. Keadaan stomata yang demikian disebut bersifat
amfistomatik (Fahn 1990). Kelima kultivar S. trifasciata memiliki tipe stomata
tetrasitik yang dicirikan dengan empat sel tetangga yang tegak lurus dan sejajar
mengelilingi stomata (Stern et al. 1994). Stomata kelima kultivar S. trifasciata

7
yang diamati memiliki bentuk ginjal (Gambar 3). Sebaran stomata tunggal
terdapat pada semua kultivar S. trifasciata yang diamati, namun pada kultivar S.
trifasciata cv. Moonsine, selain stomata tunggal juga dijumpai stomata yang
berkelompok (Gambar 4).
Epidermis kelima kultivar S. trifasciata berbentuk poligonal dengan 4
hingga 6 sisi yang berdinding tipis. Kultivar S. trifasciata cv. Moonsine memiliki
sel epidermis yang lebih rapat karena ukuran lebar sel epidermis bagian abaksial
dan adaksial lebih kecil dibandingkan kultivar lainnya, sedang S. trifasciata cv.
African Dawn memiliki sel epidermis bagian abaksial dan adaksial lebih besar
dibandingkan kultivar lainnya (Gambar 5 dan Gambar 6).

Gambar 3 Stomata berbentuk ginjal pada S. trifasciata. Garis skala: 50 µm

Gambar 4 Sebaran stomata : (a). tunggal dan (b). berkelompok pada S. trifasciata
cv. Moonsine. Garis skala: 100 µm

8

Gambar 5 Struktur epidermis abaksial daun lima kultivar S. trifasciata : (a). S.
trifasciata cv. Metalica, (b). S. trifasciata cv. Moonsine, (c). S.
trifasciata cv. African Dawn, (d) S. trifasciata cv. 1, dan (e). S.
trifasciata cv. Bantel’s Sensation. Garis skala: 50 µm

9

Gambar 6 Struktur epidermis adaksial daun lima kultivar S. trifasciata: (a). S.
trifasciata cv. Metalica, (b). S. trifasciata cv. Moonsine, (c). S.
trifasciata cv. African Dawn, (d) S. trifasciata cv. 1, dan (e). S.
trifasciata cv. Bantel’s Sensation. Garis skala: 50 µm
Parameter yang digunakan dalam pengamatan sayatan paradermal meliputi
kerapatan stomata, indeks stomata, dan ukuran stomata. S. trifasciata merupakan
tanaman darat sehingga kerapatan stomata kelima kultivar S. trifasciata pada
bagian abaksial daun memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan bagian adaksial
daun (Tabel 2). Tanaman dikotil dan monokotil yang hidup di daratan memiliki
stomata lebih banyak pada bagian abaksial (Haryanti 2010).
Semakin tinggi jumlah kerapatan stomata, semakin tinggi pula potensi
tanaman Felicium decipiens, Pithecelobium dulce, dan Michellia champaca
menyerap logam berat atau partikel di udara (Fakuara 1996). Diantara kelima
kultivar S. trifasciata, kultivar S. trifasciata cv. Moonsine memiliki kerapatan
stomata yang paling tinggi, hal ini didukung dengan sebaran stomata yang

10
berkelompok. Sedangkan kultivar S. trifasciata cv. Bantel’s Sensation memiliki
kerapatan stomata paling rendah (Tabel 2).
Indeks stomata (Tabel 2) kelima kultivar S. trifasciata yang tinggi juga
dapat dijumpai pada bagian abaksial dibandingkan pada bagian adaksial. Indeks
stomata pada bagian tengah daun umumnya memiliki nilai sedikit lebih tinggi
dibandingkan bagian pangkal dan ujung. Bagian tengah daun memiliki nilai
tertinggi dikarenakan meristem terdapat pada bagian pangkal sehingga sel
epidermis bagian pangkal masih mengalami pembelahan, sedang bagian tengah
sudah memiliki bentuk yang konsisten, dan bagian ujung daun sedikit mengalami
kerusakan.
Tabel 2 Kerapatan stomata dan Indeks stomata sayatan paradermal lima kultivar
S. trifasciata
No

Kultivar

1

S. trifasciata cv. Metalica

2

S. trifasciata cv. Moonsine

3

S.trifasciata cv. African
Dawn

4

S. trifasciata cv. 1

5

S. trifasciata cv. Bantel’s
Sensation

Posisi
Pangkal
Tengah
Ujung
Rataan
Pangkal
Tengah
Ujung
Rataan
Pangkal
Tengah
Ujung
Rataan
Pangkal
Tengah
Ujung
Rataan
Pangkal
Tengah
Ujung
Rataan

Kerapatan stomata
(∑stomata/mm2)
Abaksial
Adaksial
11.2
9.7
15.0
9.5
14.4
13.6
13.5 ± 2.0 10.9 ± 2.3
44.6
40.6
50.3
39.5
49.3
42.7
48.1 ± 3.0 40.9 ± 1.6
13.9
10.1
14.0
10.2
15.6
12.9
14.5 ± 0.9 11.2 ± 1.6
13.4
12.7
15.8
12.6
16.9
14.1
15.4 ± 1.8 13.1 ± 0.8
4.1
3.4
5.5
4.7
6.0
4.3
5.9 ± 0.9
4.1 ± 0.7

Indeks stomata
Abaksial
1.7
2.6
2.6
2.3 ± 0.5
8.3
10.2
8.6
9.0 ± 1.0
4.6
4.7
4.9
4.7 ± 0.2
3.6
4.0
3.9
3.8 ± 0.2
1.6
2.2
2.1
2.0 ± 0.3

Adaksial
2.1
2.0
2.3
2.1 ± 0.2
5.5
10.3
8.5
8.1 ± 2.4
3.5
3.9
3.7
3.7 ± 0.2
3.1
3.0
2.7
2.0 ± 0.2
1.2
2.1
1.6
1.5 ± 0.5

Hasil rataan indeks stomata menunjukkan jenis S. trifasciata cv. Moonsine
memiliki nilai indeks tertinggi sedangkan S. trifasciata cv. Bantel’s sensation
memiliki nilai indeks terendah. Stomata berfungsi sebagai tempat utama bagi
polutan untuk melakukan penetrasi terhadap tanaman (Dickison 2000). Respon
tanaman terhadap polutan dapat berupa peningkatan jumlah sel epidermis dan
stomata. Peningkatan indeks stomata terjadi pada tumbuhan yang diletakkan
ditempat dengan konsentrasi polutan yang cukup tinggi (Susanti 2004).
Kultivar S. trifasciata cv. Moonsine memiliki jumlah sel epidermis per
satuan luas yang lebih tinggi karena ukuran lebar sel epidermis terlihat lebih kecil
dibandingkan kultivar lainnya (Gambar 5 dan Gambar 6). Indeks stomata
merupakan jumlah stomata dibagi dengan jumlah stomata ditambah jumlah sel
epidermis. Jika jumlah sel epidermis tinggi seharusnya nilai indeks stomata kecil,
tetapi untuk kultivar ini tetap tinggi. Hal ini dikarenakan kultivar ini memiliki
jumlah stomata yang sangat tinggi.

11
Kultivar S. trifasciata cv. Moonsine memiliki kerapatan stomata dan nilai
indeks stomata tertinggi. Kerapatan dan indeks stomata dapat digunakan sebagai
bioindikator dan biomonitoring kualitas udara. Semakin tinggi kerapatan dan
indeks stomata, maka semakin baik tanaman dalam penyerapan polusi udara
(Balasooriya et al. 2008). Oleh karena itu, S. trifasciata cv. Moonsine diduga
memiliki kemampuan yang baik dalam penyerapan polusi udara dibandingkan
kultivar lainnya.
Tabel 3 Ukuran stomata sayatan paradermal lima kultivar S. trifasciata
No

Kultivar

1

S. trifasciata cv.
Metalica

2

S. trifasciata cv.
Moonsine

3

S. trifasciata cv.
African Dawn

4

S. trifasciata cv. 1

5

S. trifasciata cv.
Bantel’s
Sensation

Posisi
Pangkal
Tengah
Ujung
Rataan
Pangkal
Tengah
Ujung
Rataan
Pangkal
Tengah
Ujung
Rataan
Pangkal
Tengah
Ujung
Rataan
Pangkal
Tengah
Ujung
Rataan

Ukuran stomata (µm)
Abaksial
Adaksial
Panjang
Lebar
Panjang
Lebar
40.8
25.6
41.9
24.2
43.4
29.7
41.5
26.0
41.2
29.0
41.5
28.9
41.8 ± 1.4
28.1 ± 2.2
41.6 ± 0.2 26.4 ± 2.4
42.1
33.3
42.2
29.9
42.7
33.0
43.1
29.3
39.6
29.9
39.8
34.0
41.5 ± 1.6
32.1 ± 1.8
41.7 ± 1.7 31.1 ± 2.6
37.7
33.0
40.6
32.4
41.7
35.9
37.3
32.1
40.8
32.9
40.1
33.6
40.1 ± 2.1
33.9 ± 1.7
39.3 ± 1.7 32.7 ± 0.8
40.3
35.9
42.9
35.5
42.5
38.6
40.6
36.5
42.7
36.2
43.7
35.4
41.8 ± 1.3
36.9 ± 1.5
42.4 ± 1.6 35.8 ± 0.6
43.1
36.6
42.7
37.8
43.9
37.5
42.9
37.0
43.8
37.4
42.6
35.5
43.6 ± 0.4
37.2 ± 0.5
42.7 ± 0.2 36.8 ± 1.2

Ukuran panjang stomata dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kurang panjang
(< 20 µm), panjang (20-25 µm), dan sangat panjang (>25 µm) (Agustini et al.
1999). Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 3) yang diamati ukuran panjang
stomata kelima kultivar S. trifasciata termasuk kategori sangat panjang.
Bagian abaksial daun kelima kultivar memiliki ukuran panjang stomata
yang lebih tinggi dibandingkan bagian adaksial daun. Sedang berdasarkan posisi
daun bagian tengah daun kultivar memiliki nilai ukuran panjang stomata tertinggi.
S. trifasciata cv. Bantel’s Sensation merupakan kultivar yang memiliki ukuran
panjang dan lebar stomata tertinggi dibandingkan ukuran kultivar lainnya.
Ukuran panjang stomata yang meningkat merupakan indikasi adaptasi
tanaman terhadap pencemar udara. Tanaman yang tumbuh di lingkungan terpolusi
cenderung akan mempertahankan dirinya dengan meningkatkan ukuran stomata
(Muud dan Kozlowski 1975). Ukuran panjang stomata yang meningkat ini sangat
membantu dalam penyerapan CO2 untuk fotosintesis. Selain itu, ukuran stomata
dapat digunakan sebagai bioindikator dan biomonitoring udara. Semakin besar
ukuran stomata maka akan semakin baik dalam penyerapan polusi udara
(Balasooriya et al. 2008).

12
Sayatan Transversal
Hasil penelitian sayatan transversal menunjukkan bahwa daun S. trifasciata
terdiri dari lapisan kutikula atas, lapisan epidermis atas, jaringan mesofil, lapisan
epidermis bawah, dan lapisan kutikula bawah. S. trifasciata memiliki jaringan
mesofil yang tidak bisa dibedakan atas jaringan palisade atau jaringan bunga
karang, karena mesofil tersusun atas jaringan parenkim dengan struktur yang sama
(Gambar 7).

Gambar 7 Sayatan transversal daun lima kultivar S. trifasciata: (a). S. trifasciata
cv. Metalica, (b). S. trifasciata cv. Moonsine, (c). S. trifasciata cv.
African Dawn, (d) S. trifasciata cv. 1, dan (e). S. trifasciata cv. Bantel’s
Sensation, (Ka) Kutikula adaksial, (Kb) Kutikula abaksial, (Ea)
Epidermis adaksial, (Eb) Epidermis abaksial, (M) Mesofil. Garis skala:
700 μm

13
Kutikula merupakan pertahanan pertama daun terhadap bahan-bahan
pencemar yang masuk melalui daun karena letaknya yang berada paling luar dari
lapisan epidermis. Modifikasi pada tebal kutikula merupakan respon untuk
mengurangi transpirasi dan reaksi tanaman terhadap masuknya bahan pencemar.
Bahan pencemar udara dapat meningkatkan tebal kutikula pada Glycine max
sebagai bentuk pertahanannya (Weryszko dan Hwil 2005). Tabel 4 menunjukkan
lapisan kutikula pada kelima kultivar S. trifasciata pada bagian adaksial lebih
tebal dibandingkan bagian abaksial. Diantara kelima kultivar tersebut, S.
trifasciata cv. Moonsine memiliki lapisan kutikula sisi adaksial dan abaksial yang
paling tebal (20.0 ± 0.5 μm dan 11.3 ± 0.3 μm) dibandingkan dengan kultivar
lainnya.
Tabel 4 Ketebalan lapisan penyusun daun berdasarkan sayatan transversal lima
kultivar S. trifasciata
Ketebalan
(µm)
Kutikula
Abaksial
Adaksial
Epidermis
Abaksial
Adaksial
Mesofil
Daun

S. trifasciata
cv. Moonsine

Kultivar
S. trifasciata
cv. African
Dawn

S. trifasciata
cv. 1

7.7 ± 0.3
8.8 ± 0.3

11.3 ± 0.3
20.0 ± 0.5

9.2 ± 1.0
12.0 ± 0.0

11.2 ± 0.5
12.0 ± 0.0

10.2 ± 0.5
12.0 ± 0.3

27.2 ± 0.6
31.0 ± 0.0
1811.7 ± 8.9
1945.0 ± 0.0

28.5 ± 1.0
34.2 ± 0.8
4946.7 ± 5.7
5553.3 ± 7.6

19.7 ± 0.6
22.2 ± 0.3
1626.0 ± 7.6
1788.0 ± 5.0

27.7 ± 0.3
31.2 ± 0.3
1881.7 ± 2.9
1980.0 ± 5.0

25.7 ± 0.3
30.7 ± 4.2
4458.3 ± 5.7
4530.0 ± 9.8

S. trifasciata
cv. Metalica

S. trifasciata
cv. Bantel’s
sensation

Epidermis merupakan jaringan tumbuhan yang paling luar, berfungsi untuk
melindungi bagian dalam jaringan tumbuhan. Epidermis pada kelima kultivar S.
trifasciata tersusun atas satu lapis sel. Kelima kultivar S. trifasciata memiliki
epidermis bagian adaksial yang lebih tebal dibandingkan bagian abaksial. Kultivar
S. trifasciata (Tabel 4) menunjukkan S. trifasciata cv. Moonsine memiliki lapisan
epidermis sisi adaksial dan abaksial yang lebih tebal (34.2 ± 0.8 μm dan 28.5 ±
1.0 μm) dibandingkan kultivar lainnya.
Mesofil merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis, karena sel-sel
dijaringan ini banyak mengandung klorofil. Tebal mesofil kelima kultivar S.
trifasciata berkorelasi dengan tebalnya daun, semakin tebal daun maka semakin
tebal mesofil (Tabel 4). Diantara kelima kultivar S. trifasciata cv. Moonsine
memiliki lapisan mesofil yang paling tebal (4946.7 ± 5.7 μm) dibandingkan
dengan jenis kultivar lainnya. Penurunan mesofil terjadi pada daerah yang
tercemar dibandingkan daerah yang tidak tercemar. Hal ini terjadi dalam usaha
tanaman untuk mempertahankan diri (Stevovic et al. 2010).
Seperti umumnya tanaman sukulen yang banyak menyimpan air,
Sansevieria memiliki daun yang tebal. Ketebalan daun kelima S. trifasciata yang
diteliti memiliki variasi dari 1788 μm - 5553 μm (Tabel 4). Kultivar S. trifasciata
cv. African Dawn memiliki ketebalan daun terendah dibandingkan kultivar
lainnya. Semakin tebal daun maka penyerapan akan semakin rendah. Hal ini
diduga karena semakin tebal daun maka lapisan jaringan daun juga tebal sehingga
menyebabkan gas pencemar sulit menembus jaringan daun dan masuknya gas
pencemar relatif rendah atau gas yang terserap daun relatif kecil (Patra 2002).

14
Oleh karena itu, daun yang tipis akan menyebabkan gas pencemar mudah terserap.
Sehingga dibandingkan kultivar lainnya S. trifasciata cv. African Dawn dengan
ketebalan daun terendah juga memiliki kemampuan yang baik dalam menyerap
gas pencemar.
Analisis Klorofil
Klorofil merupakan pigmen berwarna hijau yang berfungsi sebagai
penyerap cahaya dalam kegiatan fotosintesis yang dibutuhkan dalam pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Hasil analisis kandungan klorofil a, klorofil b, dan
klorofil total dapat dilihat pada Gambar 8. ANOVA menunjukkan beda nyata
antar kultivar pada selang kepercayaan sebesar 99%. Uji nilai Duncan selanjutnya
dapat dilihat pada Lampiran 1. Dilihat dari Gambar 8 kultivar S. trifasciata cv.
African Dawn memiliki nilai kandungan klorofil tertinggi. Semakin tinggi
kandungan klorofil pada tanaman maka semakin tinggi laju fotosintesisnya.
Semakin dekat tanaman dengan sumber kadar gas buang kendaraan
bermotor, klorofil akan mengalami degradasi yang semakin besar, sehingga
kadarnya menjadi semakin rendah (Solichatun dan Anggarwulan 2007). Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa pencemaran udara mengakibatkan
menurunnya pertumbuhan dan tingkat produktivitas tanaman yang diikuti pula
dengan beberapa gejala yang tampak. Kerusakan tanaman karena pencemaran
udara berawal dari tingkat biokimia, selanjutnya tingkat ultrastruktural, kemudian
tingkat sel (dinding sel, mesofil, pecahnya inti sel) dan diakhiri dengan terlihatnya
gejala pada jaringan daun seperti klorosis dan nekrosis (Malhotra dan Khan dalam
Treshow dan Anderson (1989)).
Kadar klorofil pada daun tanaman Pterocarpus indicus dan Swietenia
mahagoni dapat digunakan sebagai indikator penyerap polusi udara. Kadar
klorofil akan menurun dengan meningkatnya kadar partikel pencemaran udara
(Karliansyah 1999). Oleh karena itu, S. trifasciata cv. African Dawn diduga
memiliki kemampuan yang baik dalam mempertahankan diri dalam lingkungan
yang berpolusi.

Gambar 8 Kandungan klorofil lima kultivar S. trifasciata : (
( ) klorofil b, dan ( ) klorofil total

) klorofil a,

15

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan pengamatan karakter morfologi panjang dan lebar daun S.
trifasciata cv. African Dawn memiliki ukuran terbesar. Karakter anatomi
berdasarkan kerapatan dan indeks stomata tertinggi terdapat pada cv. Moonsine. S.
trifasciata cv. Bantel’s Sensation memiliki ukuran stomata tertinggi. Lapisan
kutikula dan epidermis bagian adaksial lebih tinggi dibandingkan bagian abaksial.
S. trifasciata cv. Moonsine memiliki mesofil dan tebal daun tertinggi. Kultivar
African Dawn memiliki nilai kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total
tertinggi yang berbeda nyata pada selang kepercayaan sebesar 99% dibandingkan
kultivar lainnya.
.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada kultivar S. trifasciata lainnya
dilihat dari karakter morfologi, anatomi, dan kandungan klorofil daun untuk
mengetahui kemampuannya dalam menyerap polusi udara.

DAFTAR PUSTAKA
Agustini, Nurisjah S, Sulistyaningsih YC. 1999. Identifikasi ciri arsitekturis dan
kerapatan stomata 25 jenis pohon suku Leguminosae untuk elemen lanskap
tepi jalan. Bul Taman dan Lanskap Indonesia 2(1): 2-6.
Arnon DI. 1949. Cooper enzymes in isolated chloroplast, polyphenol oxidase in
Beta vulgaris. Plant Physiol 24(1): 1-15.
Backer CA, Bakhuizen VDB. 1963. Flora of Java Volume III. Groningen (DC) :
NV. P. Nhordhoof Groningen.
Balasooriya BLWK, Samson R, Mbikwa F, Vitharana UWA, Boeckx P. 2008.
Biomonitoring of urban habitat quality by anatomical and chemical leaf
characteristics. Environ and Experimen Botany 65(2): 386-394.
Dickison WC. 2000. Integrative Plant Anatomy. New York (USA): John Wiley &
Sons.
Fahn A. 1990. Plant Anatomy 4th Ed. New York (US): Pergamon Pr.
Fakuara Y. 1996. Studi toleransi tanaman peneduh jalan kemampuan dalam
mengurangi polusi udara. Jurnal Penelitian dan Karya Universitas Trisakti
2 (7): 70-79.

16
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo
H, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Crop Physiology.
Gunarno. 2014. Pengaruh pencemaran udara terhadap luas daun dan jumlah
stomata daun Rhoeo discolor. [Internet]. [diunduh 1 Januari 2015]. Tersedia
pada: http://sumut.kemenag.go.id/
Haryanti S. 2010. Jumlah dan Distribusi stomata pada daun beberapa spesies
tanaman dikotil dan monokotil. Bul Anatomi dan Fisiologi 18(2): 1-8.
Karliansyah NSW. 1999. Klorofil daun Angsana dan Mahoni sebagai bioindikator
pencemaran udara. Jurnal Lingkungan & Pembangunan. 19(4): 290-305.
Muud JB, Kozlowski TT. 1975. Responses of Plants to Air Pollution. London
(UK): Academic Pr.
Patra AD. 2002. Faktor tanaman dan Faktor lingkungan yang mempengaruhi
kemampuan tanaman dalam menyerap polutan gas NO2. [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Purwanto AW. 2006. Sansevieria Flora Cantik Penyerap Racun. Yogyakarta
(ID): Kanisius.
Sass JE. 1951. Botanical Microtechnique. Iowa (US): The Iowa State College Pr.
Simpson MG. 2006. Plant Systematics. Canada: Elsevier Academic Pr.
Smith WH. 1981. Air Pollution and Forest : Interaction Between Air
Contaminants and Forest Ecosystems. New York (US): Springer-Verlag.
Solichatun, Anggarwulan E. 2007. Kajian klorofil dan Karotenoid Plantago major
L. dan Phaseolus vulgaris L. sebagai bioindikator kualitas udara. Jurnal
Biodiversitas 8(4): 279-282.
Starkman ES. 1969. Combustion Generated Air Polution. New York (US):
Plenum Pr.
Stern WL, Morris, Judd WS. 1994. Anatomy of the thick leaves in Dendrobium
section rhizobium (Orchidaceae). International Journal of Plant Science
155(6): 716-729.
Stevovic S, Mikovilovic VS, Dragosavac DC. 2010. Environmental impact on
morphological and anatomical structure of Tansy. African Journal of
Biotechnology 9(16): 2413-2421.
Stover H. 1983. The Sansevieria Book. California (US): Endangered Species Pr.
Susanti E. 2004. Stomata sebagai bioindikator pencemaran udara sektor
transportasi. [skripsi]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.
Treshow M, Anderson FK. 1989. Plant Stress from Air Pollution. New York
(USA): Ltd. Chichester.
Weryszko CE, Hwil M. 2005. Lead induced histological and ultrastructural
changes in the leaves of soybean (Glycine max (L) Merr). Soil Science and
Plant Nutrition 51: 203 – 212.
Wilmer CM. 1983. Stomata. London (UK): Longman Group Limited.
Yulianti D, Ikhsan M, Wiyono WH. 2012. Sick Building Syndrome. CDK 39(1):
20-23.

17

Lampiran 1 ANOVA dan hasil uji Duncan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total
Tabel 1. Hasil analisis kandungan klorofil a
Sumber
Jumlah
Derajat
Kuadrat
Keragaman
Kuadarat
Bebas
tengah
Perlakuan
2.316
5
0.463
Galat
0.67
12
0.006
Total

19.010

8.380

52.340

83.380

0.000

F Hitung

P

21.790

0.000

F Hitung

P

66.578

0.000

18

Tabel 3. Hasil analisis kandungan klorofil total
Sumber
Jumlah
Derajat
Kuadrat
Keragaman
Kuadarat
Bebas
tengah
Perlakuan
6.658
5
1.332
Galat
0.240
12
0. 020
Total

P

18

Tabel 2. Hasil analisis kandungan klorofil b
Sumber
Jumlah
Derajat
Kuadrat
Keragaman
Kuadarat
Bebas
tengah
Perlakuan
1.271
5
0. 254
Galat
0.140
12
0. 012
Total

F Hitung

18

Tabel 4 Analisis uji Duncan pada klorofil a, klorofil b, dan klorofil total
Kultivar
Klorofil a
Klorofil b
Klorofil Total
(mg/g)
(mg/g)
(mg/g)
d
c
S.trifasciata cv. Metalica
17.5
5.75
23.25c
S.trifasciata cv. Moonsine

22.5bc

17.5b

40b

S.trifasciata cv. African Dawn

43.25a

27.5a

70.75a

S.trifasciata cv. 1

24.25b

17.5b

41.75b

S.trifasciata cv. Bantel’s Sensation

18.25cd

11.75bc

30c

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 2 Juni 1992 sebagai anak pertama dari dua
bersaudara dari pasangan Sutrisno dan Suminem. Penulis memulai pendidikan
formal di SD Negeri 09 Pagi Jakarta Timur lulus pada tahun 2004. Tahun 2007
penulis lulus dari SMP Negeri 91 Jakarta Timur. Kemudian pendidikan penulis
dilanjutkan ke SMA Negeri 58 Jakarta Timur dan lulus tahun 2010. Penulis lulus
seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan
memilih program mayor Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam kegiatan Organisasi di
Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMABIO) sebagai sekretaris periode 2011-2012
di divisi Paguyuban Mahasiswa Biologi (PAMABI) dan sebagai ketua divisi
Paguyuban Mahasiswa Biologi (PAMABI) periode 2012-2013. Selain itu penulis
juga aktif sebagai panitia berbagai acara, sebagai staf divisi konsumsi Lomba
Cepat Tepat Biologi (LCTB) tahun 2011, staf divisi “Temu Bisnis” FMIPA tahun
2012, PJK MPD Biologi tahun 2012, dan staf divisi dana usaha LCTB tahun
2012. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum Biologi Cendawan dan
Fisiologi Tumbuhan tahun 2014.
Penulis melaksanakan kegiatan studi lapang di Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango (TNGGP), dengan judul “Keragaman Liken di Kebun Raya
Cibodas” pada tahun 2012. Penulis juga melaksanakan kegiatan praktik lapang di
PT Frisian Flag, dengan judul “Uji Kualitas Susu Segar Sebagai Bahan Baku
Produk Susu PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas-Jakarta Timur” pada tahun
2013.