Pariwisata Dan Pengembangan Wilayah Di Kawasan Selatan Pulau Lombok

PARIWISATA DAN PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KAWASAN SELATAN PULAU LOMBOK

BAIQ YUNITA UTAMI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pariwisata dan
Pengembangan Wilayah di Kawasan Selatan Pulau Lombok adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016
Baiq Yunita Utami
NIM H152120171

RINGKASAN
BAIQ YUNITA UTAMI. Pariwisata dan Pengembangan Wilayah di Kawasan
Selatan Pulau Lombok. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan
JAENAL EFFENDI.
Kawasan Selatan Pulau Lombok merupakan salah satu daerah yang
memiliki banyak potensi pariwisata baik potensi alam dan budaya. Pemerintah
Daerah telah membuat strategi guna pengembangan wilayah, namun strategi ini
belum mampu memberi kemajuan yang signifikan dalam mengoptimalkan potensi
yang ada dengan belum dilibatkannya masyarakat lokal, sehingga untuk
mengoptimalkan potensi serta meningkatkan kunjungan wisatawan diperlukan
suatu strategi lain dalam upaya untuk mengembangkan sektor pariwisata.
Dibutuhkan suatu formulasi strategi yang diharapkan mampu mengoptimalkan
dan menjawab kebutuhan wisatawan serta dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat lokal, di samping tetap mempertahankan keberlangsungan
pembangunan pariwisata.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi potensi wilayah untuk

pengembangan pariwisata; (2) menganalisis posisi daya tarik wisata dilihat dari
faktor internal dan eksternal; (3) merumuskan strategi pengembangan daya tarik
wisata dalam upaya peningkatan kunjungan wisatawan. Analisis data yang
digunakan mencakup Location Quotient Analysis (LQ), Shift-Share Analysis
(SSA), Scalogram, analisis faktor internal–eksternal (IFAS–EFAS) dan SWOT
(Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Analisis LQ, SSA, Skalogram
digunakan untuk menjawab tujuan pertama, data yang digunakan adalah data
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah kunjungan wisatawan,
aksesibilitas, sarana dan prasarana penunjang pariwisata. Analisis IFAS–EFAS
menggunakan data persepsi stakeholders yang kemudian diolah untuk menjawab
tujuan kedua. Selanjutnya analisis SWOT digunakan untuk menjawab tujuan
terakhir, berdasarkan hasil IFAS–EFAS kemudian dikaitkan dengan hasil dari
seluruh analisis sebelumnya untuk mendapatkan arahan dan strategi
pengembangan pariwisata di lokasi penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Lombok Timur merupakan
wilayah yang berada pada sektor basis untuk komponen sektor pariwisata yang
terdiri dari sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran,
serta sektor jasa-jasa. Dengan demikian Kabupaten Lombok Timur (Kawasan
Jerowaru) bisa dijadikan sebagai penggerak bagi dua kabupaten lainnya, karena
ketersediaan sarana dan prasarana sehingga dapat dijadikan sebagai pusat

pelayanan untuk Daerah Tujuan Wisata (DTW) lainnya di masing-masing
kabupaten. Hasil analisis matriks IFAS menunjukkan kondisi internal DTW
berada pada posisi kuat yaitu dengan skor 0,322, sedangkan matriks EFAS
menunjukkan DTW berada pada posisi berpeluang dengan skor 1,691. Diketahui
posisi DTW Kawasan Selatan Pulau Lombok berdasarkan analisis SWOT berada
di kuadran 1 (Kuat-Berpeluang), sehingga perlu menerapkan strategi
pertumbuhan. Strategi pengembangan daya tarik wisata Kawasan Selatan Pulau
Lombok meliputi strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk.
Kata kunci: daya tarik wisata, Selatan Pulau Lombok, strategi pengembangan.

SUMMARY
BAIQ YUNITA UTAMI. Tourism and Regional Development in the Southern
Region of Lombok Island. Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI dan
JAENAL EFFENDI.
Southern Lombok Island is one of the area that has a lot of tourism potency
both nature and culture. The local government has made strategy for southern area
development, but this strategy has not been able to give significant improvement
in optimizing existed potency and increasing the number of visitors so it is needed
to make another strategy for tourism development. This strategy is expected able
to optimize and fulfill the tourist needs and also increase the local community

income besides keeping the tourism development sustainability.
The goals of this study are (1) to identify tourism development potency in
Southern Lombok; (2) to analyze Southern Lombok island tourist attraction from
internal and external factors; (3) to state the strategy for tourist attraction
development in Southern Lombok Island in order to increase the number of
visitors. The data analysis used were descriptive analysis include Location
Quotient Analysis (LQ), Shift-Share Analysis (SSA), Scalogram, InternalExternal factor analysis (IFAS-EFAS), and SWOT (Strengths, Weaknesses,
Opportunities, Threats). The LQ, SSA, and Scalogram were used to solve the first
goals by using the Product Domestic Regional Bruto (PDRB) data, visitor
number, accessibility, tourism facilities and infrastucture. The result was area
hierarchy based on the completeness of facilities and infrastructure. To answer the
second goals, the IFAS-EFAS analysis was done by using stakeholder perception
data. The last, the SWOT analysis was used to answer the third goals, based on
the result of IFAS-EFAS analysis and the analysis before to get strategy tourism
development in study location.
The results of this study shows that East Lombok district lies in basic sector
for tourism component sector consist of processsing industry, trading, hotel
restaurants, and services sector. Therefore, this area especially Jerowaru area can
be a driving force for other two districts. Based on facilities and infrastructure
availability, East Lombok district can be a service centre of another tourism

destination area in each district. The result of IFAS matrix analysis shows tourism
destination area internal condition lies in Strength position with score 0,322 and
the EFAS matrix analysis lies in Opportunity position with score 1,691. Based on
SWOT analysis, the tourism destination area southern Lombok Island lies in
Quadrant 1 (Strength-Opportunity), so it is necessary to implement the growth
strategy. The strategy for tourist attraction development in southern Lombok
Island consist of market penetration strategy and product development.
Keywords: development strategy, Southern Lombok Island, tourist attraction.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PARIWISATA DAN PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KAWASAN SELATAN PULAU LOMBOK

BAIQ YUNITA UTAMI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis yang

disusun ini berjudul “Pariwisata dan Pengembangan Wilayah di Kawasan Selatan
Pulau Lombok”.
Penyusunan tulisan ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.Si dan Bapak Dr. Jaenal Effendi, S.Ag
M.A selaku pembimbing atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama ini.
2. Ibu Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku penguji luar komisi yang
memberikan masukan bagi penyempurnaan tesis ini.
3. Bapak Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S selaku penguji progam studi Ilmu
Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) atas masukannya
demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
4. Bapak Drs. Faozal M.Si beserta staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi
NTB, yang telah membantu selama pengumpulan data.
5. Bapak Drs. H. Wahyudin, MM beserta staf Badan Pusat Statistik Provinsi
NTB, yang telah memberikan kemudahan untuk kelengkapan data yang
diperlukan selama proses penelitian.
6. Orangtua serta saudara-saudaraku tercinta yang telah memberikan do’a dan
dukungan penuh hingga tesis ini bisa terselesaikan.
7. Rekan-rekan di IPB yang tak bisa disebutkan satu persatu yang telah samasama berjuang untuk selalu saling menyemangati dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu

saran dan masukan untuk tesis ini sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah
ini bermanfaat.

Bogor, November 2016
Baiq Yunita Utami

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
4
6
6
6
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Ekonomi dan Wisata
Perencanaan dan Pembangunan Wilayah Wisata
Strategi dan Pengembangan Daya Tarik Wisata
Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan

Studi Terdahulu
Kerangka Pemikiran

7
7
14
17
18
18
23

3 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pemilihan Informan
Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis Data
Identifikasi Potensi Wilayah
Analisis Faktor Internal dan Eksternal (IFAS-EFAS)
Strategi Pengembangan Pariwisata

Definisi Operasional

25
25
25
26
26
27
28
30
31
34

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Kawasan Wisata Sekotong Kabupaten Lombok Barat
Kawasan Wisata Kuta Kabupaten Lombok Tengah
Kawasan Wisata Jerowaru Kabupaten Lombok Timur

36
36
38
40

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Sektor Basis
Hirarki Wilayah Berdasarkan Kelengkapan Sarana Prasarana
Analisis Faktor Internal
Analisis Faktor Eksternal
Strategi Pengembangan DTW Kawasan Selatan Pulau Lombok

42
42
45
50
56
62

Ikhtisar Hasil Penelitian

72

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

74
74
74

DAFTAR PUSTAKA

76

LAMPIRAN

79

RIWAYAT HIDUP

101

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.

Matrik studi terdahulu
Matrik studi terdahulu (lanjutan)
Matriks metode analisis data
Nilai LQ aktivitas perekonomian per sektor tiap kabupaten di kawasan
selatan pulau Lombok tahun 2006
5. Nilai LQ aktivitas perekonomian per sektor tiap kabupaten di kawasan
selatan pulau Lombok tahun 2013
6. Nilai SSA aktivitas perekonomian per sektor tiap kabupaten di kawasan
selatan pulau Lombok tahun 2006-2013
7. Analisis hirarki pengembangan wilayah kawasan selatan pulau Lombok
8. Pengaruh sektor/lapangan usaha terhadap nilai PDRB
9. Pembobotan faktor internal kawasan selatan pulau Lombok
10. IFAS faktor kekuatan kawasan selatan pulau Lombok
11. IFAS faktor kelemahan kawasan selatan pulau Lombok
12. Pembobotan faktor eksternal kawasan selatan pulau Lombok
13. EFAS faktor peluang kawasan selatan pulau Lombok
14. EFAS faktor ancaman kawasan selatan pulau Lombok
15. Pengembangan DTW kawasan selatan pulau Lombok

21
22
27
42
43
45
46
49
51
54
55
57
59
61
65

DAFTAR GAMBAR
1. Persentase PDRB ADH berlaku menurut lapangan usaha Provinsi NTB
2013
2. Trend perkembangan kunjungan wisatawan ke NTB periode 2009-2013
(dalam satuan jiwa)
3. Sistem kepariwisataan
4. Diagram alir kerangka pemikiran
5. Wilayah penelitian
6. Analisis SWOT
7. Matrik SWOT
8. Analisis SWOT kawasan selatan pulau Lombok
9. Matrik SWOT kawasan selatan pulau Lombok

2
2
14
23
25
32
34
63
64

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kuesioner penelitian
Rekapitulasi jawaban responden terhadap faktor IFAS dan EFAS
Perhitungan LQ
Perhitungan SSA
Perhitungan Skalogram
Foto Pantai Elaq-Elaq

80
83
85
87
89
94

7. Foto Pantai Mekaki
8. Foto Bangko-Bangko
9. Foto Gili Nanggu
10. Foto Gili Gede
11. Foto Balai Budidaya Laut Lombok
12. Foto Pantai Selong Belanak
13. Foto Pantai Mawun
14. Foto Pantai Seger
15. Foto Pantai Kuta
16. Foto Pantai Tanjung A’an
17. Foto Desa Sukarara
18. Foto Desa Sade
19. Foto Masjid Kuno Rambitan
20. Foto Pantai Kaliantan
21. Foto Pantai Surga
22. Foto Tanjung Bloam
23. Foto Tanjung Ringgit
24. Foto Gili Sunut
25. Foto Budidaya Laut di Kawasan Timur Gili Sunut

94
94
95
95
95
96
96
96
97
97
97
98
98
98
99
99
99
100
100

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan ekonomi daerah dapat diwujudkan dengan melakukan
pengembangan sektor pariwisata. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor
andalan bagi pembangunan nasional karena mampu mendatangkan devisa negara
yang juga merupakan sumber pendapatan beberapa daerah. Potensi pariwisata
yang cukup besar di Indonesia dapat menjadi sumber kegiatan untuk
meningkatkan penerimaan daerah. Hal ini didukung oleh United Nation-World
Tourism Organization (UNWTO) yang menyatakan bahwa prospek pariwisata di
wilayah ASEAN termasuk Indonesia, ke depannya semakin cerah dengan
proyeksi pertumbuhan mencapai 10,30 persen pada 2030 (Kemenbudpar 2006).
Selama periode 2005 – 2012 pertumbuhan wisatawan per wilayah tertinggi adalah
ASEAN sebesar 8,30 persen atau di atas pertumbuhan pariwisata global sebesar
3,60 persen, sedangkan kontribusi ASEAN terhadap pariwisata global mencapai
7,50 persen atau sebesar 90,20 juta wisatawan (Disbudpar NTB 2013).
Sesuai dengan pernyataan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2006),
bahwa pariwisata telah menjadi kebutuhan pokok masyarakat modern yang
menjadikan pariwisata memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
perekonomian lokal maupun regional. Sektor pariwisata di Indonesia merupakan
penghasil devisa terbesar setelah sektor minyak dan gas bumi. Selain sebagai
penghasil devisa, kegiatan pariwisata secara potensial juga dapat mengatasi
kemiskinan, menciptakan lapangan kerja dan menggerakkan sektor usaha kecil
dan menengah (UKM). Sebagian besar sumberdaya alam di kawasan Timur
Indonesia merupakan kawasan pesisir alami yang potensial untuk wisata dan
belum dikembangkan secara optimal.
Keberadaan dari potensi pariwisata ini merupakan aset yang sangat berharga
dan salah satu komponen yang dapat dijadikan pendapatan daerah. Salah satunya
adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang terletak di bagian timur
Indonesia dengan potensi pariwisatanya yang potensial untuk dikembangkan.
Seiring dengan hal tersebut, maka Pemerintah Provinsi NTB telah menetapkan
sektor pariwisata sebagai program unggulan dalam pembangunan ekonomi di
samping sektor-sektor lainnya. Pembangunan pariwisata NTB sejak hampir satu
dasawarsa terakhir ini dinilai telah menunjukkan tingkat pertumbuhan yang sangat
signifikan. Potensi dasar yang menjadi daya tarik wisatawan berkunjung ke NTB
yaitu wisata alam, budaya dan religi sekaligus menjadi salah satu daerah tujuan
wisata (DTW) yang potensial di tanah air (Disbudpar NTB 2013).
Pariwisata di NTB dibandingkan dengan pariwisata di Bali, yang menjadi
parameter pariwisata dunia yang mewakili Indonesia, masih jauh tertinggal. Jika
dilihat dari letak geografis Provinsi NTB memiliki peluang besar untuk
mengembangkan pariwisatanya dari Bali, dilihat dari letak daerahnya yang
menjadi akses pasar yang potensial untuk kunjungan wisata yang lokasinya
terletak di antara jalur pariwisata Bali-Komodo-Tana Toraja. Selain itu lokasi
Provinsi NTB yang berada pada jalur pelayaran internasional Selat Lombok
diharapkan akan memberikan peluang dan keuntungan, baik untuk pengembangan

2
pariwisata maupun untuk perdagangan internasional. Di samping itu sumber daya
alamnya juga memiliki pesona jauh lebih unggul dibandingkan dengan Bali.
Sektor pariwisata memberikan kontribusi terbesar untuk Provinsi NTB
berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari tahun 2009 – 2013.
Sektor-sektor yang terkait dengan aktivitas wisata terdiri dari industri pengolahan;
perdagangan, hotel, dan restoran; dan jasa-jasa (Rudita 2012). Sektor
perdagangan, hotel dan restoran berkontribusi sebesar Rp. 7.345.330 (14,77
persen), sektor industri pengolahan sebesar Rp. 1.785.358 (3,59 persen), dan
sektor jasa-jasa sebesar Rp. 5.704.872 (11,47 persen). Diikuti oleh sektor
pertambangan sebesar Rp. 13.198.718 (26,54 persen). Sedangkan peran sektor
gas, listrik dan air bersih masih relatif kecil yang merupakan penyumbang
terendah untuk PDRB NTB yaitu sebesar Rp. 231.438 (0,46 persen). Seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1 berikut ini:

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi NTB 2014
Gambar 1 Persentase PDRB ADH berlaku menurut lapangan
usaha Provinsi NTB 2013
Wisatawan yang berkunjung ke Provinsi NTB dalam lima tahun terakhir
mengalami kenaikan yang signifikan. Dengan melihat data tersebut menunjukkan
bahwa ada potensi pariwisata yang dimiliki Provinsi NTB dengan ditandai oleh
kenaikan arus kunjungan wisatawan setiap tahunnya. Seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2 berikut:

Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi NTB 2014
Gambar 2 Trend perkembangan kunjungan wisatawan ke NTB
periode 2009-2013 (dalam satuan jiwa)

3
Jumlah kunjungan wisata untuk wilayah Provinsi NTB menunjukkan bahwa
jumlah wisatawan yang berkunjung pada tahun 2009 hingga 2013 mengalami
peningkatan, baik wisatawan nusantara maupun mancanegara, dimana jumlah
kunjungan untuk wisatawan nusantara dari 386.845 jiwa menjadi 791.658 jiwa
atau peningkatan jumlah kunjungan sebesar 104,64%. Sedangkan untuk jumlah
wisatawan mancanegara dari 232.525 jiwa meningkat menjadi 565.944 jiwa atau
kenaikan persentase kunjungan sebesar 143,39%. Hal ini tentunya akan
memberikan peluang besar bagi peningkatan pendapatan masyarakat dan daerah.
Peningkatan jumlah kunjungan ini telah mampu memberikan andil yang
besar dalam perekonomian terutama di dalam penerimaan devisa walaupun belum
terlalu signifikan sesuai apa yang diharapkan, hal ini disebabkan kondisi
perekonomian dunia yang belum stabil sehingga para wisatawan banyak yang
mengurungkan niatnya untuk berpergian. Hal-hal yang menyebabkan kenaikan
kunjungan wisatawan adalah karena keberhasilan promosi yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dan para stakeholder yang diiringi dengan promosi besarbesaran baik di dalam negeri maupun luar negeri. Secara bertahap Pemerintah
Daerah dan stakeholder pariwisata NTB telah melakukan penataan dan
penyediaan sarana dan prasarana yang semakin memadai. Selain itu juga mutu
pelayanan mulai ditingkatkan dengan cara memberikan pelatihan teknis mengenai
pengelolaan pariwisata, pembentukan kelompok sadar wisata (pokdarwis),
penentuan tarif angkutan wisata, dan melalui event-event wisata yang terjadwal.
Tersedianya sarana pariwisata sangat menentukan jumlah dan lama tinggal
wisatawan dalam kawasan wisata. Begitu pula prasarana pariwisata sangat
menentukan besarnya pengeluaran dan pola penyebaran pengeluaran wisatawan
dalam kawasan wisata.
Potensi pariwisata merupakan aset yang sangat berharga dan salah satu
komponen yang dapat dijadikan pendapatan daerah. Salah satunya adalah Provinsi
Nusa Tenggara Barat (NTB) yang terletak di bagian timur Indonesia dengan
potensi pariwisatanya yang potensial untuk dikembangkan. Seiring dengan hal
tersebut, maka Pemerintah Provinsi NTB telah menetapkan sektor pariwisata
sebagai program unggulan dalam pembangunan ekonomi disamping sektor-sektor
lainnya. Pembangunan pariwisata NTB sejak hampir satu dasawarsa terakhir
difokuskan di Pulau Lombok yang telah menunjukkan tingkat pertumbuhan yang
sangat signifikan, terutama pada kawasan Senggigi di Kabupaten Lombok Barat,
Gili Indah (Gili Air, Gili Meno, dan Gili Trawangan) dan Senaru di Kabupaten
Lombok Utara.
Ghalib (2005) mengemukakan sasaran pembangunan ekonomi jangka
panjang adalah terjadinya perubahan struktur ekonomi wilayah. Hal inilah yang
tengah dihadapi oleh industri pariwisata di Pulau Lombok, dimana dalam
pengembangan sektor pariwisata ditemukan sumber daya manusia (SDM) yang
belum mampu menyokong pertumbuhan pariwisata seperti yang terjadi pada
kawasan selatan. Sumber mata pencaharian utama di kawasan selatan masih di
dominasi oleh sektor pertanian dan perikanan (nelayan), berbeda halnya dengan
kawasan utara (Senggigi, Gili Indah, dan Senaru) yang menempatkan pariwisata
sebagai sektor unggulan penggerak perekonomian. Jika dilihat dari potensi
sumberdaya alam, Kawasan Selatan Pulau Lombok (Sekotong, Kuta, dan
Jerowaru) juga memiliki daya tarik yang tidak kalah eksotis dengan keindahan di
kawasan utara, seperti pantainya yang memiliki jenis pasir beraneka ragam, dan

4
juga lautnya yang bisa dijadikan sebagai pusat pariwisata bahari (surfing,
snorkeling, diving, fishing, dan budidaya biota laut).
Peran warga lokal perlu ditingkatkan dalam pengembangan pariwisata
daerah melalui pendekatan, pelatihan dan pemberdayaan masyarakat (Siswanto
dan Moeljadi 2015). Selain itu juga diperlukan manajemen yang efektif dalam
pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin akses wisatawan agar tetap
berjalan lancar dan pemberian kontrol penuh pada penduduk setempat dalam hal
pengelolaan wisatawan (Salim 2014). Umumnya masyarakat Kawasan Selatan
Pulau Lombok belum siap untuk menyambut wisatawan yang ingin berkunjung,
begitu juga dengan fasilitas sarana prasarana pendukung pariwisata yang masih
jauh tertinggal dibanding kawasan utara.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi pengembangan pariwisata, untuk
dapat memberikan solusi dalam mengembangkan pariwisata ini tentunya perlu
diketahui faktor-faktor eksternal dan internal yang dapat mendukung atau
menghambat pengembangan pariwisata tersebut (Fadillah, Dewi dan Hardjanto
2012). Kawasan Selatan Pulau Lombok merupakan salah satu daerah yang
memiliki banyak potensi pariwisata baik potensi alam dan budaya. Pengembangan
pariwisata di kawasan ini masih bersifat tradisional, dimana konsep
pengembangan yang dilakukan tidak melihat pengaruh di masa yang akan datang
(Disbudpar Loteng 2013).
Upaya pengembangan DTW di Kawasan Selatan Pulau Lombok perlu
dilakukan dengan cara memanfaatkan potensi yang ada di kawasan tersebut dan
membenahi kekurangan-kekurangan yang ada, serta memanfaatkan berbagai
peluang dan mengatasi berbagai kelemahan. Manfaat dari pengembangan daya
tarik wisata adalah berkaitan erat dengan pembangunan perekonomian daerah
Provinsi NTB pada umumnya dan masyarakat Kawasan Selatan Pulau Lombok
pada khususnya, serta dapat meningkatkan lapangan pekerjaan. Terkait dengan hal
tersebut, yang mana Kawasan Selatan Pulau Lombok memiliki objek wisata yang
sangat potensial dan dapat memberi pengaruh terhadap pengembangan ekonomi
wilayah, namun masih ditemukannya berbagai macam kendala. Atas dasar inilah,
maka perlu dilakukan kajian kepariwisataan dalam hubungannya dengan
pengembangan ekonomi wilayah khususnya di Kawasan Selatan Pulau Lombok.

Perumusan Masalah
Pariwisata merupakan salah satu sektor andalan bagi pembangunan, karena
mampu mendatangkan devisa negara. Pariwisata pada era otonomi saat ini juga
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pengembangan ekonomi
wilayah. Keberadaan Pulau Lombok di NTB sebagai pulau yang memiliki peluang
besar untuk dikembangkan sebagai kawasan pariwisata tentu sangat berperan
penting terhadap pengembangan ekonomi wilayah. Akan tetapi perkembangan
kawasan pariwisata tidak terjadi secara merata, sehingga terjadi ketimpangan
antar wilayah. Sjafrizal (2012) menyatakan bahwa ketimpangan antar wilayah
merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah.
Ketimpangan ini terjadi disebabkan adanya perbedaan kandungan sumber daya
alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing
wilayah. Adanya perbedaan ini menyebabkan kemampuan suatu daerah dalam

5
mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Oleh karena itu pada
setiap daerah biasanya terdapat wilayah maju (Developed Region) dan wilayah
terbelakang (Underdeveloped Region).
Dalam hal ini masih ditemukannya beberapa obyek wisata yang belum
mengalami perkembangan seperti halnya yang terjadi pada Kawasan Selatan
Pulau Lombok. Berdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan oleh peneliti,
bahwa kenyataan yang ada masih banyaknya kawasan wisata atau pesona alam
yang terdapat di Kawasan Selatan Pulau Lombok ini belum dikelola secara
maksimal baik itu dalam bentuk pesona pantai (bahari) maupun pesona lainnya.
Sementara itu Pemerintah Daerah telah membuat strategi guna pengembangan
pariwisata di Pulau Lombok terutama pada Kawasan Utara Pulau Lombok yang
merupakan kawasan developed region, tentu saja strategi ini belum mampu
memberi kemajuan yang signifikan dalam mengoptimalkan potensi yang ada pada
Kawasan Selatan Pulau Lombok, karena pembangunan pariwisata terpusat pada
kawasan utara. Belum meratanya pembangunan berdampak pada perekonomian
wilayah, selain itu masyarakat lokal belum sepenuhnya dilibatkan dalam proses
pembagunan potensi pariwisata di wilayah selatan.
Pemilihan Kawasan Selatan Pulau Lombok sebagai lokasi penelitian
didasarkan atas beberapa pertimbangan, dimana Kawasan Selatan Pulau Lombok
memiliki potensi-potensi daya tarik wisata yang beraneka ragam, sehingga perlu
diidentifikasi tentang keberadaan potensi daya tarik wisata tersebut. Terdapat
beberapa faktor yang menghambat pengembangan pariwisata Kawasan Selatan
Pulau Lombok, salah satunya adalah masih kurangnya peran pemerintah dalam
memajukan wilayah selatan, lemahnya pemahaman masyarakat lokal tentang
pariwisata, kualitas infrastruktur yang telah ada masih perlu ditingkatkan lagi
seperti perbaikan akses jalan menuju daerah wisata, sumberdaya listrik yang
tersedia belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan masyarakat di Kawasan Selatan
Pulau Lombok, dan kurangnya infrastruktur teknologi informasi seperti internet
dan jaringan telepon di Kawasan Selatan Pulau Lombok. Untuk mengoptimalkan
potensi yang ada serta meningkatkan kunjungan wisatawan, maka diperlukan
suatu rumusan strategi lain dalam upaya mengembangkan sektor pariwisata di
Kawasan Selatan Pulau Lombok, dimana strategi ini dijaring melalui data yang
dikumpulkan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi NTB, BPS Provinsi
NTB, serta persepsi masyarakat lokal dan wisatawan. Strategi yang dirumuskan
ini diharapkan mampu mengoptimalkan dan menjawab kebutuhan wisatawan serta
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat lokal dalam keberlangsungan
pembangunan pariwisata.
Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah diuraikan pada paragraf
sebelumnya, terdapat banyak hal yang mempengaruhi pengembangan wilayah.
Maka dari dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana potensi wilayah Kawasan Selatan Pulau Lombok dalam rangka
pengembangan pariwisata?
2. Bagaimana posisi daya tarik wisata di Kawasan Selatan Pulau Lombok
dilihat dari faktor internal (Kekuatan dan Kelemahan) dan faktor eksternal
(Peluang dan Ancaman)?
3. Bagaimana strategi pengembangan daya tarik wisata di Kawasan Selatan
Pulau Lombok dalam upaya peningkatan kunjungan wisatawan?

6
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan utama penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengembangan pariwisata terhadap ekonomi wilayah.
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengidentifikasi potensi wilayah Kawasan Selatan Pulau Lombok untuk
pengembangan pariwisata.
2. Menganalisis posisi daya tarik wisata di Kawasan Selatan Pulau Lombok
dilihat dari faktor internal dan eksternal, dalam rangka pengembangannya.
3. Merumuskan strategi pengembangan daya tarik wisata di Kawasan Selatan
Pulau Lombok dalam upaya peningkatan kunjungan wisatawan.

Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagi Pengelola Pariwisata: sebagai bahan masukan untuk pengembangan
produk wisata.
2. Bagi Pemerintah Daerah: sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan
terkait perbaikan dan pengembangan pembangunan daerah yang
berkelanjutan.
3. Bagi Masyarakat: sebagai bahan kajian untuk pengembangan SDM
disekitar DTW dan juga penciptaan lapangan pekerjaan.
4. Bagi Peneliti: dapat menyumbangkan pemikiran bagi kepentingan
perencanaan dan pengelolaan kawasan wisata.

Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Kawasan Selatan Pulau Lombok sangat berpotensi untuk dikembangkan
menjadi daerah tujuan wisata.
2. Faktor internal dan eksternal daya tarik wisata di Kawasan Selatan Pulau
Lombok berada dalam posisi kuat berpeluang.
3. Strategi pengembangan daya tarik wisata di Kawasan Selatan Pulau
Lombok berdasarkan pada strategi pertumbuhan.

Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup pembahasan penelitian ini dititikberatkan pada daerah tujuan
wisata dengan atraksi wisata bahari, wisata budaya, dan wisata kerajinan di
Kawasan Selatan Pulau Lombok yang tersebar pada tiga kabupaten (Lombok
Barat, Lombok Tengah, dan Lombok Timur). Dalam penelitian ini responden
adalah pihak internal (pemerintah, pelaku pariwisata, masyarakat lokal,
akademisi) dan pihak eksternal yaitu wisatawan domestik dan mancanegara.
Berdasarkan persepsi pihak internal dan eksternal yang dijaring melalui kuesioner
akan menghasilkan suatu strategi yang digunakan dalam pengembangan Kawasan
Selatan Pulau Lombok.

7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Ekonomi dan Wisata
Aktivitas dalam perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor
kegiatan yakni basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang
melakukan aktivitas yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) ke luar batas
wilayah perekonomian yang bersangkutan. Semakin besar ekspor suatu wilayah
ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut dan setiap
perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda
(multiplier effect) dalam perekonomian regional. Kegiatan non basis adalah
kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat
yang berada di dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan
(Adisasmita 2005).
Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah
tersebut. Dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah menjual produk/jasa
ke luar wilayah baik ke wilayah lain dalam negara itu maupun ke luar negeri. Pada
dasarnya kegiatan ekspor (kegiatan basis) adalah semua kegiatan baik penghasil
produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah. Fungsi
permintaan lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis bersifat exogenous yang
tidak bergantung pada permintaan lokal. Sedangkan sektor non basis untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi lokal yang sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan masyarakat setempat sehingga tidak dapat berkembang melebihi
pertumbuhan ekonomi wilayah artinya sektor ini bersifat endogenous (Tarigan
2007).
Beberapa metode yang digunakan untuk membedakan antara kegiatan basis
dan kegiatan non basis yaitu sebagai berikut (Tarigan 2007):
1. Metode Langsung: Metode ini dapat dilakukan dengan survei langsung
kepada pelaku usaha kemana mereka memasarkan barang yang diproduksi
dan darimana mereka membeli bahan-bahan kebutuhan untuk
menghasilkan produk tersebut, yang pada akhirnya dapat ditentukan
berapa persen produk yang dijual ke luar wilayah dan berapa persen yang
dipasarkan di dalam wilayah.
2. Metode Tidak Langsung: metode ini didasarkan pada kondisi di wilayah
tersebut (berdasarkan data sekunder). Seperti kegiatan pariwisata yang
mendatangkan uang dari luar wilayah.
3. Metode Campuran: penggabungan antara metode langsung dan tidak
langsung.
4. Metode Location Quotient: membandingkan porsi lapangan kerja/nilai
tambah untuk sektor tertentu di wilayah kita dibandingkan dengan porsi
lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor yang sama secara nasional.
Perubahan regional terdiri dari dua komponen, yaitu pergeseran
proporsional dan pergeseran diferensial. Pergeseran proporsional mengukur
pengaruh komposisi industri yang dilihat secara nasional bahwa beberapa sektor
mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan sektor lainnya. Suatu wilayah
yang memiliki sektor-sektor yang tingkat pertumbuhannya lamban akan

8
memperlihatkan pergeseran proporsional yang menurun. Sebaliknya suatu
wilayah yang mempunyai sektor-sektor yang tingkat pertumbuhannya tinggi akan
memperlihatkan pergeseran yang menaik. Sedangkan pergeseran diferensial
terjadi dari keadaan bahwa industri-industri tumbuh di beberapa wilayah lebih
cepat dari wilayah-wilayah lainnya. Wilayah yang mempunyai karakteristik
pergeseran yang meningkat adalah daerah-daerah yang memiliki keunggulan
lokasional yang memungkinkan pengembangan kegiatan-kegiatan tertentu lebih
baik dibandingkan daerah-daerah lain (Adisasmita 2005).
Dalam industri pariwisata, ada dua cara yang umumnya digunakan dalam
distribusi pariwisata yaitu distribusi langsung (direct) dan distribusi tak langsung
(indirect). Distribusi langsung dimaksudkan jika calon wisatawan langsung
memesan produk wisata seperti transportasi, penginapan, dan objek wisata yang
akan dikunjungi tanpa melibatkan perantara. Sedangkan distribusi tak langsung
dimaksudkan apabila untuk melakukan pemesanan produk wisata menggunakan
satu atau lebih perantara antara calon wisatawan dan supplier (Yoeti 2010).
Suatu perjalanan dapat disebut wisata (tourism) jika memenuhi kriteria
sebagai berikut (Yoeti 2010):
1. Perjalanan itu dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain. Perjalanan itu
dilakukan di luar kediaman tempat orang itu biasanya tinggal dan
melewati perbatasan;
2. Perjalanan itu dilakukan lebih dari 24 jam, atau paling sedikit sudah
menempuh perjalanan sejauh 100 mil dari perbatasan tempat orang itu
tinggal atau berdiam.
3. Tujuan perjalanan itu semata-mata untuk bersenang-senang tanpa mencari
nafkah atau menjabat suatu pekerjaan tetap di negara atau DTW yang
dikunjungi.
4. Uang yang dibelanjakan wisatawan tersebut dibawa dari negara asalnya
tempat ia biasanya tinggal atau berdiam dan bukan diperoleh karena hasil
usaha selama perjalanan wisata yang dilakukannya.
Menurut WTO (1973), suatu perjalanan disebut pariwisata (tourism)
bilamana perjalanan itu menggunakan waktu senggang (leisure time) bertujuan
untuk:
1. Liburan (Holiday), kesehatan (Health), pendidikan (Study), menunaikan
ibadah (Religion) dan keperluan olahraga (Sport);
2. Kegiatan usaha (Business), mengunjungi keluarga (Family), ikut
berpartisipasi dalam kegiatan Meeting, Incentive, Convention dan
Exhibition (MICE).
Kriteria yang harus dipenuhi agar suatu kegiatan dapat disebut ekowisata
menurut Sekartjakrarini dan Legoh (2004) yaitu: (1) tujuan pemanfaatan
sumberdaya alam untuk perlindungan, (2) perlibatan masyarakat secara aktif, (3)
produk wisata yang mengandung unsur pembelajaran dan pendidikan lingkungan,
(4) dampak positif pada ekonomi lokal, dan (5) dampak minimal pada lingkungan.
Aktivitas wisata di samping memiliki dampak positif juga memiliki dampak
negatif. Dampak yang bersifat positif (khususnya pariwisata internasional)
menurut Inpres Nomor 9 Tahun 1969 sebagaimana dikemukakan dalam
Supriyatin (2006) yaitu:
1. Meningkatkan pendapatan devisa dan pendapatan negara.

9
2. Memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan budaya
bangsa.
3. Meningkatkan persaudaraan serta persahabatan nasional dan internasional.
Marpaung dan Bahar (2002) mengungkapkan bahwa pariwisata memiliki
dampak positif, yaitu mempengaruhi pendapatan atau penghasilan penduduk,
membuka lahan pekerjaan dan memacu bisnis kecil-kecilan. Namun, di samping
memiliki dampak positif, pariwisata juga memiliki dampak negatif, diantaranya
yaitu:
1. Terjadinya penurunan moral, sikap dan nilai-nilai dalam masyarakat
seperti meningkatnya kejahatan, munculnya perjudian dan prostitusi.
2. Terjadinya perusakan terhadap lingkungan dan konservasi, seperti
menurunnya nilai hutan lindung, nilai sejarah dan kebudayaan serta
menurunnya nilai daerah wisata.
Loomis dan Walsh (1997) mengungkapkan dampak ekonomi kegiatan
wisata terhadap kawasan sekitar dapat diidentifikasi melalui empat faktor, yaitu:
pendapatan yang diperoleh dari penjualan tiket dan pajak (sales and tax revenue),
peluang pekerjaan, dan penghasilan (income) yang diperoleh masyarakat yang
terlibat dalam kegiatan wisata.
Aliran uang dari pengeluaran wisatawan di kawasan wisata akan
memberikan dampak terhadap perekonomian lokal berupa dampak langsung
(direct effect), tidak langsung (indirect effect), dan lanjutan (induced effect)
(Vanhove 2005). Menurut Linberg (1998) ada tiga aspek ekonomi dalam
ekowisata yaitu: 1) bagi hasil dalam keuntungan dan biaya perawatan kawasan;
2) biaya masuk dan pemasukan lainnya untuk mendukung program perlindungan;
3) pembangunan ekonomi lokal melalui ekowisata.
Penghasilan yang diperoleh dari penjualan tiket dan pajak, ada lima jenis
biaya yang dapat dipungut dari wisatawan (Loomis dan Walsh 1997; Linberg
1998). Pertama, biaya masuk (entrance fee) ialah biaya yang dipungut saat
wisatawan memasuki kawasan. Kedua, admission fee yaitu biaya yang dipungut
saat wisatawan menggunakan fasilitas tertentu. Ketiga, use fee adalah biaya yang
dipungut saat wisatawan memasuki obyek wisata tertentu. Keempat, license and
permit fee yaitu biaya yang dikenakan pada wisatawan untuk melakukan kegiatan
tertentu seperti berburu atau memancing misalnya. Kelima, sales and concessions
fee adalah biaya yang dikenakan pada partner kerja seperti untuk jasa pemasaran,
penggunaan logo dan trademarks.
Jenis-jenis Wisata
Wisata berdasarkan jenis-jenisnya dapat dibagi ke dalam beberapa kategori
(Pendit 2002), yaitu:
1. Wisata Budaya, yaitu perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan
untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan
kunjungan ke tempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat,
kebiasaan dan adat istiadat mereka, cara hidup mereka, kebudayaan dan
seni mereka.
2. Wisata Kesehatan, yaitu perjalanan seseorang wisatawan dengan tujuan
untuk menukar keadaan dan lingkungan tempat sehari-hari di mana ia
tinggal demi kepentingan beristirahat baginya dalam arti jasmani dan
rohani.

10
3. Wisata Olahraga, yaitu wisatawan-wisatawan yang melakukan perjalanan
dengan tujuan berolahraga atau memang sengaja bermaksud mengambil
bagian aktif dalam pesta olahraga di suatu tempat atau negara.
4. Wisata Komersial, yaitu termasuk perjalanan untuk mengunjungi
pameran-pameran dan pekan raya yang bersifat komersial, seperti pameran
industri, pameran dagang dan sebagainya.
5. Wisata Industri, yaitu perjalanan yang dilakukan oleh rombongan pelajar
atau mahasiswa, atau orang-orang awam ke suatu kompleks atau daerah
perindustrian, dengan maksud dan tujuan untuk mengadakan peninjauan
atau penelitian.
6. Wisata Maritim atau Bahari, yaitu wisata yang banyak dikaitkan dengan
olahraga air, seperti danau pantai atau laut.
7. Wisata Cagar Alam, yaitu jenis wisata yang biasanya banyak
diselenggarakan oleh agen atau biro perjalanan yang mengkhususkan
usaha-usaha dengan jalan mengatur wisata ke tempat atau daerah cagar
alam, taman lindung, hutan daerah pegunungan dan sebagainya yang
kelestariannya dilindungi oleh undang-undang.
8. Wisata Bulan Madu, yaitu suatu penyelenggaraan perjalanan bagi
pasangan-pasangan merpati, pengantin baru, yang sedang berbulan madu
dengan fasilitas-fasilitas khusus dan tersendiri demi kenikmatan
perjalanan.
Kawasan dan Obyek Wisata
Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya
(Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Lebih lanjut
dalam regulasi tersebut dijelaskan maksud daripada wilayah adalah ruang yang
merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
Adisasmita (2005) mencoba menjelaskan maksud dari kawasan wisata
dengan menelaah kedua komponen tersebut. Kawasan adalah bentangan
permukaan (alam) dengan batas-batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek fungsional. Kawasan memiliki fungsi tertentu (misalnya kawasan lindung,
kawasan budidaya, kawasan pesisir pantai, kawasan pariwisata, dan lain-lain).
Wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi kawasan wisata adalah bentangan
permukaan yang dikunjungi atau didatangi oleh orang banyak (wisatawan) karena
kawasan tersebut memiliki obyek wisata yang menarik.
Suwantoro (2004) menjelaskan bahwa obyek wisata terdiri dari keindahan
alam (natural amenities), iklim, pemandangan, flora dan fauna yang aneh
(uncommon vegetation and animals), hutan (the sylvan elements), dan sumber
kesehatan (health center) seperti sumber air panas belerang, dan lain-lain. Di
samping itu, obyek wisata yang diciptakan manusia seperti kesenian, festival,
pesta ritual, upacara perkawinan tradisional, khitanan dan lain-lain semuanya
disebut sebagai atraksi wisata (tourist attraction).
Daya tarik wisata yang juga disebut obyek wisata merupakan potensi yang
menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata.
Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata, dikelompokkan ke dalam obyek dan
daya tarik wisata alam, wisata budaya, dan wisata minat khusus. Dalam penentuan
obyek wisata berdasarkan pada kriteria-kriteria antara lain:

11
1. Adanya sumberdaya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman,
dan bersih.
2. Adanya aksesibilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya.
3. Adanya ciri khusus/spesifikasi yang bersifat langka.
4. Adanya sarana dan prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan
yang hadir.
5. Obyek wisata alam mempunyai daya tarik tinggi, karena keindahan alam
pegunungan, sungai, pantai, pasir, hutan, dan sebagainya.
6. Obyek wisata budaya mempunyai daya tarik karena memiliki nilai khusus
dalam bentuk atraksi kesenian, upacara adat, nilai luhur yang terkandung
dalam suatu obyek buah karya manusia pada masa yang lampau.
Pelaku Pariwisata
Pelaku pariwisata adalah setiap pihak yang berperan dan terlibat dalam
kegiatan pariwisata. Adapun yang menjadi pelaku pariwisata menurut Damanik et
al., (2006) adalah:
1. Wisatawan
Wisatawan memiliki beragam motif, minat, karakteristik sosial,
ekonomi, budaya, dan sebagainya. Dengan motif dan latar belakang yang
berbeda-beda itu menjadikan mereka pihak yang menciptakan permintaan
produk dan jasa wisata. Wisatawan adalah konsumen atau pengguna
produk dan layanan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan
mereka berdampak langsung pada kebutuhan wisata, yang dalam hal ini
permintaan wisata.
2. Industri Pariwisata
Industri pariwisata artinya semua usaha barang dan jasa bagi
pariwisata yang dikelompokkan ke dalam dua golongan utama yaitu:
a) Pelaku langsung, yaitu usaha-usaha wisata yang menawarkan jasa
secara langsung kepada wisatawan atau yang jasanya langsung
dibutuhkan oleh wisatawan. Termasuk dalam kategori ini adalah hotel,
restoran, biro perjalanan, pusat informasi wisata, atraksi hiburan, dan
lain-lain.
b) Pelaku tidak langsung, yaitu usaha yang mengkhususkan diri pada
produk-produk yang secara tidak langsung mendukung pariwisata,
misalnya usaha kerajinan tangan, penerbit buku atau lembar panduan
wisata, penjual roti, dan lain-lain.
3. Pendukung Jasa Wisata
Kelompok ini adalah usaha yang tidak secara khusus menawarkan
produk dan jasa wisata tetapi seringkali bergantung kepada wisatawan
sebagai pengguna jasa dan produk tersebut. Termasuk di dalamnya adalah
penyedia jasa fotografi, jasa kecantikan, olahraga, usaha bahan pangan,
penjualan bahan bakar minyak, dan sebagainya.
4. Pemerintah
Pemerintah mempunyai otoritas dalam pengaturan, penyediaan dan
peruntukkan berbagai infrastruktur yang terkait dengan kebutuhan
pariwisata. Selain itu, pemerintah bertanggung jawab dalam menentukan
arah yang dituju perjalanan wisata. Kebijakan makro yang ditempuh

12
pemerintah merupakan panduan bagi stakeholder yang lain di dalam
memainkan peran masing-masing.
5. Masyarakat Lokal
Masyarakat lokal terutama penduduk asli yang bermukim di
kawasan wisata, menjadi salah satu peran kunci dalam pariwisata, karena
sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi
sekaligus menentukan kualitas produk wisata. Pengelolaan lahan pertanian
secara tradisional, upacara adat, kerajinan tangan, kebersihan merupakan
beberapa contoh peran yang memberikan daya tarik bagi pariwisata.
6. Lembaga Swadaya Masyarakat
Banyak Lembaga Swadaya Masyarakat, baik lokal, regional,
maupun internasional yang melakukan kegiatan di kawasan wisata, bahkan
jauh sebelum pariwisata berkembang, organisasi non pemerintah ini sudah
melakukan aktivitasnya baik secara partikuler maupun bekerja sama
dengan masyarakat. Kadang-kadang fokus kegiatan mereka dapat menjadi
salah satu daya tarik wisata seperti proyek WWF untuk perlindungan
Orang Utan di Kawasan Bohorok Sumatera Utara atau di Tanjung Putting
Kalimantan Selatan. Kelompok pencinta lingkungan, Walhi, asosiasiasosiasi kekerabatan yang masih hidup di dalam komunitas lokal juga
merupakan pelaku tidak langsung dalam pengembangan pariwisata.
Mereka ini melakukan berbagai kegiatan yang terkait dengan konservasi
dan regulasi kepemilikan dan pengusahaan sumberdaya alam setempat.
Komponen-komponen Wisata
Analisis sistem pariwisata tidak terlepas dari segmen pasar pariwisata
karena segmen pasar pariwisata merupakan spesifikasi bentuk dari pariwisata
yang dapat berfungsi sebagai bentuk khusus pariwisata. Hal ini terkait dengan
output akhir yang diharapkan oleh wisatawan yaitu kepuasan akan obyek wisata
yang dihasilkan. Untuk mewujudkan sistem pariwisata yang diinginkan, maka
diperlukan beberapa komponen pariwisata. Menurut Inskeep (1994), di berbagai
macam literatur dimuat berbagai macam komponen wisata. Namun ada beberapa
komponen wisata yang selalu ada dan merupakan komponen dasar dari wisata.
Komponen-komponen tersebut saling berinteraksi satu sama lain. Komponenkomponen wisata tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Atraksi dan kegiatan-kegiatan wisata, yaitu berupa semua hal yang
berhubungan dengan lingkungan alami, kebudayaan, keunikan suatu
daerah dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan kegiatan
wisata yang menarik wisatawan untuk mengunjungi sebuah obyek wisata.
2. Akomodasi, adalah berbagai macam hotel dan berbagai jenis fasilitas lain
yang berhubungan dengan pelayanan untuk para wisatawan yang berniat
untuk bermalam selama perjalanan wisata yang mereka lakukan.
3. Fasilitas dan pelayanan wisata, yang dimaksud adalah semua fasilitas yang
dibutuhkan dalam perencanaan kawasan wisata. Fasilitas tersebut
termasuk tour and travel operations (disebut juga pelayanan
penyambutan). Fasilitas tersebut misalnya, restoran dan berbagai jenis
tempat makan lainnya, toko-toko untuk menjual hasil kerajinan tangan,
cinderamata, toko-toko khusus, toko kelontong, bank, tempat penukaran
uang dan fasilitas pelayanan keuangan lainnya, kantor informasi wisata,

13
pelayanan pribadi (seperti salon kecantikan), fasilitas pelayanan kesehatan,
fasilitas keamanan umum (termasuk kantor Polisi dan Pemadam
Kebakaran), dan fasilitas perjalanan untuk masuk dan keluar (seperti
kantor Imigrasi dan Bea Cukai).
4. Fasilitas dan pelayanan transportasi. Meliputi transportasi akses dari dan
menuju kawasan wisata, transportasi internal yang menghubungkan atraksi
utama kawasan wisata dan kawasan pembangunan, termasuk semua jenis
fasilitas dan pelayanan yang berhubungan dengan transportasi darat, air,
dan udara.
5. Infrastruktur lain. Infrastruktur yang dimaksud adalah penyediaan air
bersih, listrik, drainase, saluran air kotor, telekomunikasi (seperti telepon,
telegram, telex, faksimili, dan radio).
6. Elemen kelembagaan. Kelembagaan yang dimaksud adalah kelembagaan
yang diperlukan untuk membangun dan mengelola kegiatan wisata,
termasuk perencanaan tenaga kerja dan program pendidikan dan pelatihan;
menyusun strategi marketing dan program promosi; menstrukturisasi
organisasi wisata sektor umum dan swasta; peraturan dan perundangan
yang berhubungan dengan wisata; menentukan kebijakan penanaman
modal bagi sektor publik dan swasta; mengendalikan program ekonomi,
lingkungan, dan sosial kebudayaan.
Permintaan dan Penawaran Pariwisata
Dari sisi ekonomi, pariwisata muncul dari empat unsur pokok yang saling
terkait erat atau menjalin hubungan dalam suatu sistem, yakni : (1) permintaan
atau kebutuhan, (2) penawaran atau pemenuhan kebutuhan, (3) pasar dan
kelembagaan yang berperan untuk memfasilitasi keduanya, dan (4) pelaku atau
aktor yang menggerakkan ketiga elemen tersebut (Damanik et al 2006).
Keterkaitan antar keempat unsur tersebut sebagai sistem pariwisata diuraikan
secara ringkas pada Gambar 3.
Aspek penawaran pariwisata menurut Spillane (1990) mencakup: (1) proses
produksi industri pariwisata merupakan penciptaan kesempatan kerja yang
bersifat langsung dan sangat menonjol sebagai contoh bidang perhotelan yang
termasuk industri jasa yang bersifat padat karya seperti biro perjalanan,
pramuwisata, pusat-pusat rekreasi dan kantor-kantor pariwisata pemerintah (pusat
dan daerah) yang memerlukan tenaga-tenaga yang terampil/ahli dalam bidangnya;
(2) pentingnya tenaga kerja dalam perkembangan pariwisata berpengaruh positif
pada perluasan kesempatan kerja yaitu mereka yang memiliki keterampilan teknis
dan manajerial; (3) pentingnya infrastruktur/prasarana tidak hanya dalam
penyediaan penginapan, makanan dan minumana, perencanaan perjalanan wisata,
agen perjalanan, industri kerajinan, pramuwisata, tenaga yang terampil namun
perlu diperhatikan prasarana ekonomi seperti jalan raya, jembatan, terminal,
pelabuhan, lapangan udara serta prasarana yang bersifat public utilities seperti
pembangkit tenaga listrik, ketersediaan air bersih, fasilitas olahraga dan rekreasi,
pos dan telekomunikasi, bank, money changer, perusahaan asuransi, periklanan,
percetakan dan banyak sektor perekonomian lainnya yang menunjang kegiatan
pariwisata; (4) pentingnya kredit merupakan faktor penentu dari pertumbuhan
pariwisata, karena tanpa adanya perangsang seperti itu tidak mungkin terjadi
investasi yang sedemikian besar.

14

KEBIJAKAN
PARIWISATA

P
E
N
A
W
A
R
A
N

PRODUK

P
E
R
M
I
N
T
A
A
N

PASAR/PELAKU
PARIWISATA

Sumb