Pulau Lombok Poros Pariwisata Perdamaian

“Pulau Lombok: Poros Pariwisata Perdamaian Dunia”
Oleh: Jeanne Francoise, S. Hum*

“Travel is fatal to prejudice, bigotry, and narrow-mindedness” -Mark Twain“Siapa yang belum pernah ke Pulau Lombok tunjuk tangan!”. Teriak dosen Bahasa
Indonesia-ku dulu yang kebetulan berasal dari Bima. Beliau pun menjelaskan bahwa kata
“Lombok” itu berasal dari Bahasa Kawi yang berarti “jujur”. Kejujuran Pulau Lombok
tercermin pada kinerja pemerintahannya, keindahan pantainya, keramahan penduduknya, dan
potensi pariwisatanya. Pulau Lombok merupakan daerah pariwisata di zona Waktu Indonesia
Tengah yang cukup unik. Dari bentuk Pulau-nya saja terlihat ada ekornya. Di Pulau Lombok
pula, turis dapat mengenal lebih dekat kehidupan suku Sasak dan syukur-syukur hadir
berwisata di waktu yang tepat, dimana terdapat beragam festival budaya.
Pulau Lombok menjadi saksi bisu persinggungan perjanjian damai antara kerajaan
beragama Islam dan kerajaan beragama Hindu yang ditunjukkan lewat keberadaan Pura
Lingsar. Pulau Lingsar menjadi situs perdamaian dan kini menjadi tempat berdoa penduduk
Hindu dan Muslim di sana. Damainya suku beragama Islam dan suku beragama Hindu di
Pulau Lombok juga terpatri di bangunan Taman Mayura yang arsitekturnya merupakan
gabungan dari arsitektur Islam dan Hindu. Sungguh indah, saudara-saudara! Sungguh indah!
Karena Pulau Lombok-lah, kita sebagai bangsa Indonesia harus bangga sebanggabangganya karena titik damai Hindu dan Muslim telah ditemukan di Pulau Lombok, sekali
lagi, telah ditemukan di Pulau Lombok. Sejarah tersebut akan dicatat di buku manapun di
seluruh dunia dan akan masuk ke dalam kajian pembelajaran (lesson learned) bagi
akademisi-akademisi dan politisi-politisi resolusi konflik untuk menghentikan bentrokan

berdarah Hindu-Muslim yang sekarang masih terjadi di India dan Pakistan.
Satu lagi keunikan Pulau Lombok yang perlu saudara-saudari bagikan kepada dunia
adalah rasa keberterimaan Pulau Lombok terhadap orang asing dan terhadap modernisasi. Di
Bale Kambang, salah satu bangunan Istana Air Mayura, saudara-saudari dapat melihat simbol
multikulturalisme berupa patung-patung kerajaan Jawa, Cina, Arab, Muslim, dan Hindu yang
dibangun pada tahun 1744. Hal tersebut merupakan pertanda dan penanda (signifiant et
signifié) bahwa perdamaian di Pulau Lombok telah ada sebelum konsep “Indonesia” itu
sendiri ada. Demikianlah teori analisis pencarian makna situs sejarah oleh ilmuwan Prancis,
Ferdinand de Saussure, yang banyak dikutip oleh para arkeolog. Di Bale Kambang, saudara-

Lomba Lombok – Jeanne Francoise

saudari juga dapat melihat air mancur yang menjadi simbol modernisasi dunia arsitektur pada
zaman itu. Oleh sebab itu, warisan pemikiran yang damai ini perlu dipertahankan melalui
pariwisata.

Sumber: http://oediku.wordpress.com/2010/12/29/sejarah-dan-asal-usul-lombok/

Mengapa pariwisata? Sejak konflik dan terorisme meningkat di dunia sejak tahun
2001, PBB membentuk UN World Tourism yang mencoba menggabungkan konsep wisata

dengan konsep perdamaian, bahwa tujuan berwisata adalah perdamaian dan penduduk lokal
tujuan tempat wisata merupakan subjek pariwisata, bukan objek semata. Pada tahun 2011,
Dewan Turisme dan Travel Dunia mencatat turisme menyumbang 9,1% GDP dunia dan 8,3%
lapangan kerja dengan lebih dari 255 juta pekerja (http://wttc.org).
Pariwisata juga merupakan sektor yang tidak pernah mati. Bahkan, Yunani yang
dilanda krisis hebat tahun 2012, perlahan-lahan mulai menunjukkan kemajuan ekonomi
karena ditopang oleh sektor pariwisata. Begitu pula dengan Korea Selatan, negara yang selalu
bersitegang dengan tetangganya ini, menjadikan perbatasan Korea Utara-Korea Selatan
menjadi obyek pariwisata yang amat diminati dunia dan menjadi salah satu pemasukan
terbesar pendapatan negara ginseng itu. Tengah tahun kemarin, penulis sendiri pernah kesana
dan sudah membuktikan antusiasme para turis dunia di sana.
Demikianlah pariwisata merupakan kunci perdamaian abad baru, kunci diplomasi
yang unik, dan alat propaganda positif yang paling ampuh. Ahli pariwisata perdamaian,
Satani, mengatakan kegiatan pariwisata adalah praktik kesenangan diri dan praktik bisnis
(2004:16,60). Pariwisata adalah satu-satunya sektor yang menghadirkan perdamaian dan
menghilangkan konflik dan tensi yang ada karena dalam level analisis yang lebih dalam, para
turis itu dapat menilai dan merefleksikan keragaman budaya mereka sendiri ketika
berinteraksi dengan penduduk lokal tempat tujuan wisata.
Lantas apa yang dapat ditawarkan Pulau Lombok tentang pariwisata perdamaian itu?
Bulan ini ada World Travel Writers Gathering, tahun depan ada ASEAN Free Trade 2015,

lima tahun lagi ada Pemilu Presiden, 10 tahun lagi ada Konferensi Pariwisata Dunia, dan 20

Lomba Lombok – Jeanne Francoise

tahun lagi diharapkan ada ASEAN Security Unity. Pulau Lombok perlu mengambil
momentum-momentum tersebut. Banyak dari orang terkenal dan aktor-aktris Hollywood
pernah ke Pulau Lombok, namun belum ada asas timbal balik bagi Pulau Lombok yang
signifikan.
Pulau Lombok sendiri jarang menjadi objek pameran pariwisata di event-event KBRI.
Sejarah perdamaian di Pulau Lombok pun jarang terpampang di museum-museum di luar
negeri, mungkin artefak suku Sasak masih ada disimpan di Universitas Leiden, Belanda,
namun itu belumlah cukup memperkenalkan pariwisata perdamaian Pulau Lombok kepada
dunia.
Kegetiran tentu perlu dirasakan oleh penduduk lokal, pemerintah daerah, dan kita
sebagai bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, tulisan ini bermaksud mengusir kegetiran tersebut.
Karena fakta sejarah panjang tentang perdamaian yang pernah ada di Pulau Lombok, maka
perlu dibangun Museum Perdamaian dan Resolusi Konflik di Pulau Lombok. Museum itu
akan menjadi Museum Perdamaian dan Resolusi Konflik pertama di ASEAN.
Pembangunan Museum Perdamaian dan Resolusi Konflik sangat cocok di Pulau
Lombok karena ketika para turis menginjak Pulau Bali, pemandu dapat dengan segera

mempromosikan pulau sebelahnya, Pulau Lombok dengan menawarkan paket wisata
perdamaian, dan ketika para turis sampai ke sana, pemandu dapat dengan segera menawarkan
paket perjalanan ke Indonesia bagian timur. Demikianlah pulau-pulau di Waktu Indonesia
Timur dapat terjamah. Pulau Lombok merupakan pintu ke arah timur Indonesia. Penerbangan
lokal pun sudah sangat bagus di Pulau Lombok sejak tahun 2010.
Budaya damai di Pulau Lombok tentu tidak terbangun begitu saja dalam semalan,
penduduk Pulau Lombok telah merasakan berbagai macam konflik berdarah dan perjanjianperjanjian damai. Tidak hanya dalam sejarah pra-kemerdekaan seperti Perang Puputan,
namun apabila saudara-saudari masih ingat, ada konflik Sunni-Syiah di Kota Mataram tahun
2008, yang berhasil diatasi dengan baik melalui rembuk warga. Inilah juga bukti bahwa
penduduk Lombok mengedepankan kearifan lokal perdamaian. Tentu harunsya kita sebagai
bangsa Indonesia dapat mendefinisikan Lombok sebagai tujuan turisme universal yang
atraktif dengan pesona alamnya, budaya, dan infrastruktur yang menunjang para turis untuk
merasakan liburan yang sebenarnya, yakni liburan yang berbasis olahraga, budaya, dan
rekreasi.
Semoga 10 tahun lagi, ketika saudara-saudara menginjak Pulau Lombok telah ada
Museum Perdamaian dan Resolusi Konflik tersebut. Turis yang datang ke Pulau Lombok
juga dapat melakukan wisata alam dengan menikmati objek-objek wisata yang ada, misalnya
Lomba Lombok – Jeanne Francoise

mengikuti ritual “mandi awet muda” di Taman Narmada, foto selfie di Pura Agung Gunung

Sari sebagai situs Perang Puputan, membeli oleh-oleh kain tenun di Desa Sukarare, melihat
rumah adat orang Sasak di Sengkol dan Desa Tepas, “menangkap” matahari terbenam di
Pantai Batu Bolong, Pantai Senginggi, Pantai Hu’u, Pantai Ule, dan Pantai Wane. Apabila
saudara-saudari seorang hikers, saudara-saudari bisa menancapkan Sangsaka Merah Putih di
Gunung Rinjani dan Gunung Tambora, kemudian dapat melihat Istana Kasultanan Bima di
Bima, dan mencari Moluccan Scops Owl Otus magicus di Pulau Moyo.

Sumber: http://www.owlpages.com/image.php?image=species-Otus-magicus-3

“Setiap Anda bepergian, cobalah makanan lokal”, demikian kutipan terkenal
sastrawan Joseph Conrad. Adegium gastronomi mengatakan lidah itu tidak bertulang.
Maknanya adalah lidah tidak pernah menolak makanan yang masuk, apalagi makanan enak.
Pulau Lombok adalah surga makanan. Ada Plecing Kangkung, Ayam Taliwang, Sate Bulayak,
Nasi Balap Pucung, Sate Rembiga, Sate Tanjung, Poteng Jaje Tujak, Bebalung, dan Beberuk
Terong. Penulis sengaja tidak akan menjelaskan itu makanan apa dan bagaimana rasa setiap
masakan, saudara-saudari rasakan sendiri dengan datang ke Pulau Lombok!
Mulai sekarang mari kita ubah pola pikir kita, bahwa poros pariwisata itu di ASEAN,
bahwa di ASEAN itu, Indonesia-lah yang paling siap menampung datangnya turis sebagai
efek kemudahan-kemudahan ASEAN Free Trade 2015. Pulau Lombok harus siap, pemerintah
Indonesia harus siap, saudara-sekalian yang membaca tulisan ini juga harus siap menonjolkan

pariwisata perdamaian di Pulau Lombok. Tunjukkanlah kepada dunia ada apa saja di Pulau
Lombok sebagai simbol kita ini bangsa yang cinta damai, suka damai, dan senang berdamai.
Demikianlah tulisan ini mengenai pariwisata perdamaian di Pulau Lombok. Pulau
Lombok itu ada karena adanya perdamaian yang diusahakan dan dikondisikan. Masa depan
Pulau Lombok ada di tangan kita, mau menjadikan Pulau Lombok sebagai poros pariwisata
perdamaian dunia ataukah hanya pulau tempat bule jalan-jalan membuang sampah? Seperti di
Indonesia, Kota Bekasi di-bully di sosial media, maka di Uni Eropa, Ukraina di-bully di
sosial media, sebagai negara dengan sex-tourism yang paling terkenal di Eropa. Pulau
Lomba Lombok – Jeanne Francoise

Lombok bukan Yunani, bukan Korea Selatan, juga bukan Ukraina, buktikanlah kepada dunia
Pulau Lombok adalah poros pariwisata perdamaian di ASEAN. Pulau Lombok, pulau
perdamaian.
Berikut adalah contoh blueprint pariwisata perdamaian di Pulau Lombok.

Lomba Lombok – Jeanne Francoise

*) Peserta adalah mahasiswa tingkat akhir Program Studi Pascasarjana Damai dan Resolusi
Konflik, Universitas Pertahanan dan mantan jurnalis Majalah Fortune Kompas-Gramedia.
Politik, astronomi, dan film adalah tiga bidang yang paling diminatinya. Lihat blog pribadi di

www.jeannefrancoise.tumblr.com.

Lomba Lombok – Jeanne Francoise