Pendugaan Kandungan Kimia Tandan Buah Segar (Tbs) Kelapa Sawit Menggunakan Spektroskopi Nir.

PENDUGAAN KANDUNGAN KIMIA TANDAN BUAH SEGAR (TBS)
KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI NIR

ZAQLUL IQBAL

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendugaan Kandungan
Kimia Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Menggunakan Spektroskopi NIR
adalah benar karya saya dengan arahan dan bimbingan Dr Ir Sam Herodian, MS
sebagai ketua, Dr Slamet Widodo, STP MSc sebagai anggota komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Zaqlul Iqbal
NIM F151130186

RINGKASAN
ZAQLUL IQBAL. Pendugaan Kandungan Kimia Tandan Buah Segar (TBS)
Kelapa Sawit Menggunakan Spektroskopi NIR. Dibimbing oleh SAM
HERODIAN dan SLAMET WIDODO.
Kondisi buah kelapa sawit sebelum diekstrak menjadi salah satu kunci
dalam menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) berkualitas. Pengaruh negatif akan
muncul jika buah tidak matang ikut diolah. Buah mentah memiliki kandungan
minyak yang lebih sedikit dari buah matang, sehingga ketika diproses akan
menurunkan rendemen minyak total. Pada buah lewat matang, terdapat kandungan
Asam Lemak Bebas (ALB) diatas ambang batas yang berkontribusi menurunkan
kualitas minyak. Saat ini penentuan kematangan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa
sawit oleh petani dilakukan dengan melihat seberapa banyak brondol sawit dari
TBS yang jatuh di atas tanah. Padahal tidak semua TBS mudah melepaskan
brondol atau brondol yang terlepas tersangkut di sela pohon, sehingga dapat
membiaskan hasil prediksi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun model kalibrasi dari
beberapa kandungan kimia kelapa sawit yang dapat dijadikan standar kematangan
buah untuk menggantikan penaksiran kematangan konvensional. Terdapat empat
tahapan pada penelitian ini, Langkah pertama adalah persiapan sampel. Langkah
kedua akuisisi spektrum NIR pada 60 sampel menggunakan NIRFlex N-500.
Langkah ketiga adalah mengumpulkan data kimia yaitu kandungan minyak, asam
lemak bebas (ALB), kadar air, dan karoten untuk masing-masing sampel. Langkah
keempat adalah pembuatan model kalibrasi dengan metode Principal Component
Analysis (PCA) dan Partial Least Square (PLS). Digunakan tambahan
pretreatment pada spektrum NIR untuk meningkatkan kehandalan model, yaitu
First Derivative Savitzky Golay (DG1), Multiplicative Scatter Correction (MSC),
Standard Normal Variate (SNV) pada analisis PCA dan PLS serta Orthogonal
Signal Correction (OSC) pada PLS.
Hasil menyatakan bahwa metode PCA mampu membedakan seluruh sampel
dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok dengan umur kematangan 4 bulan dan
kelompok dengan umur kematangan 5, 6, dan 7 bulan. Dari model PLS tanpa
menggunakan pretreatment menghasilkan R2 untuk kadar minyak sebesar 0.031,
ALB sebesar 0.236, dan karoten sebesar 0.490. Meskipun telah menggunakan
tambahan beberapa pretreatment, model pendugaan kadar minyak, ALB, dan
karoten tidak bisa digunakan sebagai model kalibrasi. Model PLS untuk kadar air

yang paling baik adalah dengan pretreatment DG1 yang menghasilkan nilai R2
sebesar 0.961, RPD 2.27 dan latent variable 4.
Kata kunci: Tandan Buah Segar (TBS), spektrum NIR, model kalibrasi,
kandungan ki kandungan kimia.

SUMMARY
ZAQLUL IQBAL. Prediction of Oil Palm Fresh Fruit Bunch (FFB) Chemical
Content Using NIR Spectroscopy. Supervised by SAM HERODIAN and
SLAMET WIDODO.
Condition of palm oil fruit before extracted is one of key factor to produce
good Crude Palm Oil (CPO). Negative effect will appear if not-ripe fruit
extracted. Unripe fruit has lower oil content compare with ripe fruit, so it can
decrease total oil yield. Meanwhile, over ripe fruit has Free Fatty Acid (FFA)
high above normal that can decrease the quality of oil. Nowadays prediction of
Fresh Fruit Bunch (FFB) palm oil fruit ripeness done by seeing how many
fruitlets detached from FFB fall down on the ground. However, not all FFB
detach their fruitlets easily or the fruitlets stuck at frond, therefore the prediction
result can be confusing.
The aim of this research was to develop NIR calibration model of some FFB
chemical contents that can be a standard of ripe fruit to replace conventional

ripeness prediction method. There were four steps of the research, the first was
sample preparation. The second was NIR data aquisition of 60 samples by using
NIRFlex N-500. The third was collecting chemical data specifically oil content,
free fatty acid (FFA), water content, and carotene from each sample. The fourth
was developing NIR calibration model using Principal Component Analysis
(PCA) and Partial Least Square (PLS). Pretreatment of NIR spectra was applied
to increase reliability of model. In this research pretreatment First Derivative
Savitzky Golay (DG1), Multiplicative Scatter Correction (MSC), Standard Normal
Variate (SNV), and Orthogonal Signal Correction (OSC) were used.
The result showed that PCA could distinguish the whole sample into two
major grups namely grup with 4 month of ripeness and 5, 6, and 7 month of
ripeness. PLS model without using pretreatment resulted R2 for the oil content
was 0.031, FFA was 0.236, and carotene was 0.490. Although it had already used
some additional pretreatments, PLS models could not be used as a calibration
model. PLS model of water content was good after using pretreatment. The best
PLS model of water content was developed by using DG1 with R 2 0.961, RPD
2.27, and latent variable 4.
Keywords: Fresh Fruit Bunch (FFB), NIR spectra, calibration model
chemcon
chemical content.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENDUGAAN KANDUNGAN KIMIA TANDAN BUAH SEGAR
(TBS) KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI NIR

ZAQLUL IQBAL

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc

Judul Tesis : Pendugaan Kandungan Kimia Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa
Sawit Menggunakan Spektroskopi NIR
Nama
: Zaqlul Iqbal
NIM
: F151130186

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Sam Herodian, MS

Ketua

Dr Slamet Widodo, STP, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknik,Mesin,Pertanian
dan Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 26 Januari 2015

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Topik penelitian yang diambil adalah Spektroskopi NIR dengan judul Pendugaan
Kandungan Kimia Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Menggunakan
Spektroskopi NIR.
Atas diselesaikannya karya ilmiah ini penulis ingin menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Orang tua dan keluarga yang senantiasa melimpahkan do’a, semangat dan
kasih sayang hingga tesis ini terselesaikan
2. Dr Ir Sam Herodian, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Slamet
Widodo, STP MSc selaku anggota komisi pembimbing yang selalu
memberikan bimbingan, arahan, dan masukan dalam menyelesaikan tesis
ini.
3. Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan serta Fakultas
Teknologi Pertanian yang telah membantu dan memberikan izin
pelaksanaan penelitian.
4. Perkebunan PTPN VIII yang telah memberikan izin dalam penyediaan
sampel TBS kelapa sawit

5. Rekan-rekan Laboratorium TPPHP dan seluruh teman-teman TMP
angkatan 2012 yang selalu memberikan masukan dan semangat selama
penyusunan tesis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan tesis ini masih belum
sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
sebagai upaya perbaikan selanjutnya, serta penulis berharap semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Februari 2015
Zaqlul Iqbal

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Batasan Masalah

1
1
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA

3


3 METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Metode Penelitian
Persiapan Sampel
Pengukuran Spektrum NIR
Pengukuran Kandungan Kimia
Kadar Minyak
Kandungan ALB (Asam Lemak Bebas)
Kadar Air
Kandungan Total Karoten
Pengembangan Model Kalibrasi Menggunakan Metode PCA dan PLS

10
10
10
11
12
12
13
13
13
13
14
14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Kimia TBS Kelapa Sawit Secara Destruktif
Karakteristik Spektrum NIR TBS Kelapa Sawit
Analisis Spektrum NIR dengan Metode PCA
Kalibrasi Kuantitatif Spektrum NIR dengan Metode PLS

15
15
19
21
23

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

28
28
28

DAFTAR PUSTAKA

29

RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Fraksi matang panen pada tanaman kelapa sawit
Daerah spektrum inframerah
Deskripsi statistik kadar minyak TBS kelapa sawit
Deskripsi statistik ALB TBS kelapa sawit
Deskripsi statistik kadar air TBS kelapa sawit
Deskripsi statistik total karoten TBS kelapa sawit

4
5
23
24
25
27

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Bagian-bagian buah kelapa sawit
Grafik perkembangan kandungan minyak di tiap minggu
Indikasi ikatan kimia terhadap spektrum NIR
Set alat spektrometer NIRFlex N-500
Konfigurasi penyinaran inframerah pada sampel
Diagram alir proses penelitian
Fiber optic solid NIRFlex N-500
Grafik kadar minyak TBS kelapa sawit
Grafik kadar ALB TBS kelapa sawit
Grafik kadar air TBS kelapa sawit
Perkembangan kadar minyak (A) dan kadar air (B) terhadap umur buah
sawit
Kadar minyak vs kadar air
Grafik total karoten TBS kelapa sawit
Ikatan molekul trigliserida
Spektrum absorban NIR kelapa sawit
Scatter plot data spektrum original (A), pretreatment SNV (B),
pretreatment MSC (C), dan pretreatment DG1 (D)
Hasil analisis PCA (A) tanpa pretreatment dan (B) dengan DG1
Hasil analisis PCA (A) SNV dan (B) dengan MSC
(A) Kalibrasi dan (B) prediksi PLS tanpa pretreatment kadar minyak
(A) Kalibrasi dan (B) prediksi PLS tanpa pretreatment ALB
(A) Kalibrasi dan (B) prediksi PLS tanpa pretreatment kadar air
(A) Kalibrasi dan (B) prediksi PLS tanpa pretreatment total karoten

3
4
5
7
8
11
12
16
17
17
18
18
19
20
20
21
22
22
23
24
25
27

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.

Grafik analisis PLS kadar minyak dengan pretreatment
Grafik analisis PLS ALB dengan pretreatment
Grafik analisis PLS kadar air dengan pretreatment
Grafik analisis PLS total karoten dengan pretreatment

32
33
34
36

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perkembangan luas areal kebun kelapa sawit di Indonesia terus meningkat.
Dari tahun 2012 (9 074 621 ha) hingga 2013 (9 149 919 ha) terjadi peningkatan
kebun kelapa sawit sebesar 0.83% (Ditjenbun 2013). Akan tetapi lahan yang
semakin berkurang akibat alih fungsi lahan menjadikan peningkatan luas kebun
terbatas. Tantangan kedepan adalah bagaimana cara meningkatkan produksi
minyak sawit tanpa melihat faktor penambahan luas lahan kebun kelapa sawit.
Ditambah lagi persentase rendemen minyak yang dihasilkan oleh perkebunan
kelapa sawit dalam negeri saat ini belum merata. Selain disebabkan oleh jenis
klon sawit yang digunakan, pemupukan dan faktor alam, serta berbagai kegiatan
selama di kebun seperti pemilihan kematangan buah, transportasi hingga proses
produksi Crude Palm Oil (CPO) sangat mempengaruhi rendemen yang diperoleh.
Kondisi buah kelapa sawit sebelum diolah menjadi salah satu kunci
peningkatan mutu CPO. TBS kelapa sawit yang baru dipanen harus segera diolah
agar kandungan Asam Lemak Bebas (ALB) didalamnya tidak terus meningkat.
ALB dapat menyebabkan bau tengik pada minyak dan dalam jumlah besar akan
menyebabkan kerusakan yang menyebabkan waktu simpannya menjadi lebih
cepat. Di lain hal, pada kegiatan pemanenan terdapat tahap penentuan kematangan
Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit. Jika salah menentukan TBS matang,
maka yang akan dipanen adalah buah mentah atau lewat matang. Buah mentah
memiliki kandungan minyak yang lebih sedikit dari buah matang, sehingga ketika
diproses akan menurunkan rendemen minyak total. Pada buah lewat matang,
terdapat kandungan ALB diatas ambang batas yang berkontribusi menurunkan
kualitas minyak.
Salah satu upaya peningkatan rendemen dan kualitas minyak yaitu dengan
dengan mengoptimalkan tahap penentuan kematangan buah, karena sampai saat
ini masih menggunakan metode konvensional. TBS dikatakan layak panen apabila
sudah menjatuhkan brondol (buah kecil) sebanyak 10-15 butir di atas tanah.
Namun, terdapat TBS yang sulit menjatuhkan brondol atau brondol tersangkut di
sela pelepah. Penentuan tersebut juga sangat bergantung pada pengalaman,
kondisi psikis serta pengetahuan pemanen saat menentukan kematangan buah.
Kegiatan ini pula yang akan berujung pada kondisi buah yang dipanen, apakah
memiliki kematangan yang baik atau tidak.
Belakangan ini, penggunaan spektroskopi NIR (Near Infrared) untuk
menentukan karakteristik dan mutu buah telah banyak dilakukan. Spektroskopi
NIR merupakan salah satu metode non destruktif yang mampu mengetahui
kondisi buah dengan mengetahui komposisi yang terkandung di dalamnya.
Penggunaan metode ini mampu menduga kadar air, kadar minyak serta ALB pada
buah jarak (Lengkey 2013), memprediksi kualitas tingkat kematangan buah

2
mangga (Saranwong et al. 2003), memprediksi kandungan pH pada buah kiwi
(Moghimi et al. 2010), memprediksi minyak pada oregano (Camps et al. 2013),
mengetahui karakteristik keju (Karoui et al. 2006), bahkan mampu mendeteksi
buah zaitun yang terinfeksi bakteri (Moscetti et al. 2015). Melihat potensi
penggunaan spektroskopi NIR, terdapat kemungkinan untuk menggunakannya
dalam penentuan kematangan TBS sawit dengan mengetahui karakteristik kimia
yang terkandung di dalamnya secara non destruktif. Ditambah lagi, data
karakteristik tersebut dapat menjadi suatu acuan standar untuk mengembangkan
suatu alat bantu penentuan kematangan sawit di lapangan menggantikan metode
konvensional. Sehingga dapat mencegah pemanenan buah mentah atau lewat
matang.

Perumusan Masalah
1. Buah mentah dan lewat matang masih sering ikut dipanen sehingga
berimplikasi pada menurunnya rendemen dan kualitas CPO
2. Kesalahan penentuan kematangan TBS kelapa sawit masih sering terjadi
3. Perkembangan industri minyak kelapa sawit menuntut peningkatan hasil
rendemen dan kualitas minyak.
4. Terdapat metode spektroskopi NIR yang berpotensi memperbaiki cara
menentukan kualitas TBS kelapa sawit

Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penggunaan NIR
spektroskopi dalam penentuan kondisi panen optimum TBS, dengan tujuan khusus:
1. Menganalisis karakteristik spektrum NIR TBS kelapa sawit terhadap
sampel dengan berbagai umur panen
2. Melakukan analisis kualitatif untuk melihat pengelompokan tingkat
kematangan TBS kelapa sawit
3. Membangun model kalibrasi untuk NIR untuk memprediksi kadar minyak,
ALB, kadar air, dan karoten

Batasan Masalah

Selama proses penelitian dilakukan pembatasan masalah untuk
memfokuskan tujuan yang akan dicapai sebagai berikut :
1. Seluruh sampel Tandan Buah Segar (TBS) yang diuji didapat dari
perkebunan yang sama, jenis klon yang sama, dan kesegaran buah yang
relatif sama
2. Parameter kimia TBS yang diuji adalah kadar minyak, ALB, kadar air, dan
total karoten

3
3. Pengindikasian ikatan kimia pada spektrum NIR TBS kelapa sawit didasari
pada literatur pendukung
4. Analisis data spektrum yang dilakukan adalah analisis kualitatif dengan
metode Principal Component Analysis (PCA) dan analisis kuantitatif
dengan metode Partial Least Square (PLS)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil dari spesies Elaeis. Kelapa
sawit merupakan tanaman yang dapat hidup selama bertahun-tahun dan mampu
memproduksi minyak nabati yang cukup banyak. Di Malaysia, rendemen minyak
yang dapat dihasilkan adalah rata-rata 3.7 ton minyak per hektar per tahun.
Tanaman ini cukup unik karena dapat menghasilkan dua macam jenis minyak
yang berasal dari serabut buah (mesokarp) yang banyak digunakan sebagai
kebutuhan pangan dan dari kernel yang memproduksi minyak kernel yang banyak
digunakan sebagai industri oleokimia. Produk turunan oleokimia seperti sabun,
produk pembersih, produk kosmetik, tinta cetak (Sambanthamurthi 2000).
Genus Elaeis terdiri atas dua spesies, yaitu E. guineensis dan E.oleifera.
E.guineensis merupakan tanaman asli Afrika Barat dan merupakan jenis yang
paling banyak digunakan untuk kebutuhan komersil. E. oleifera adalah tanaman
yang berasal dari Amerika Selatan dan minyaknya banyak mengandung asam
oleat yang tinggi. Buah kelapa sawit adalah buah berbiji, yang membentuk suatu
gerombolan dalam satu tandan (Sambanthamurthi 2000). Perikarp sawit (bagian
buah) terdiri atas tiga lapisan yaitu, eksokarp (kulit luar), mesokarp (bagian
serabut yang mengandung minyak) dan endokarp (bagian cangkang yang
membungkus kernel) yang tersaji pada Gambar 1.

Mesokarp
Endokarp
Kernel
Eksokarp

Gambar 1 Bagian-bagian buah kelapa sawita
a
PPKS
Seperti kebanyakan minyak, Trigliserol (TAG) merupakan komponen
utama pembentuk minyak sawit. Lebih dari 95% minyak sawit tersusun atas TAG

4
yang terbentuk atas molekul gliserol dan digliserol. Selain komponen mayor,
terdapat pula komponen minor minyak sawit seperti fosfatida, sterol, pigmen,
tokoferol dan logam (Sambanthamurthi 2000). Kandungan minyak buah sawit
terbentuk secara signifikan mulai dari minggu ke 15 dan terus meningkat hingga
minggu ke-20 (Gambar 2) (Flingoh & Zukarinah (1989) dalam Razali (2012)).

Gambar 2 Grafik perkembangan kandungan minyak di tiap minggu a
a
Flingoh & Zukarinah 1989
Sampai saat ini perkebunan sawit menggunakan system fraksi kematangan
dalam menentukan fase kematangan TBS kelapa sawit. Terdapat dua parameter
penting dalam mengetahui fase kematangan yaitu banyak brondol yang jatuh di
sekitar pohon sawit dan warnanya. Perubahan warna yang terjadi pada TBS adalah
dari hijau berubah menjadi kehitaman kemudian berubah menjadi merah
mengkilat atau jingga (PPKS. 2006).
Tabel 1 Fraksi matang panen pada tanaman kelapa sawit a

a

Fraksi Panen

Brondol Lepas dari Tandan Buah

Kematangan

00

Belum ada

Sangat mentah

0

>12.5% dari buah luar

Mentah

1

12.5-25% buah luar

Kurang matang

2

25-50% buah luar membrondol

Matang 1

3

50-75% buah luar membrondol

Matang 2

4

75-100% buah luar membrondol

Lewat matang

5

Buah bagian dalam ikut membrondol

Lewat matang

PPKS

5
Near Infrared Spectroscopy

Spektrum infra merah terletak pada daerah dengan panjang gelombang dari
0.78 – 1000 µm atau bilangan gelombang dari 12 800 sampai 10 cm-1. Dilihat dari
segi aplikasi dan instrumentasi spektrum inframerah dibagi ke dalam tiga jenis
radiasi yaitu infra merah dekat, infra merah pertengahan, dan infra merah jauh.
Daerah spektrum infra merah dapat dilihat pada Tabel 2.

Daerah

a

Tabel 2. Daerah spektrum infra meraha
Panjang
Bilangan

Frekuensi

Gelombang (µm)

gelombang (cm-1)

Dekat

0.78 – 2.5

12 800 – 4 000

3.8x1014 – 1.2x1014

Pertengahan

2.5 – 50

4 000 – 200

1.2x1014 – 6.0x1012

Jauh

50 – 1000

200 – 10

6.0x1012 – 3.0x1011

(Hz)

Osborne et al. 1986

Aplikasi spektroskopi infra merah sangat luas baik untuk analisis kualitatif
maupun kuantitatif. Kegunaan yang paling penting adalah untuk identifikasi
senyawa organik karena spektrumnya sangat kompleks terdiri dari banyak
puncak-puncak. Dan juga spektrum infra merah dari senyawa organik mempunyai
sifat fisik yang karakteristik artinya kemungkinan dua senyawa mempunyai
spektrum sama adalah kecil (Nur 1989). Korelasi antara spektrum infra merah
terhadap stuktur kimia tersaji pada Gambar 3 (Osborne et al. 1986).

Gambar 3 Korelasi spektrum NIR terhadap struktur kimiaa
a
Osborne et al. 1986

6
Atom-atom di dalam suatu molekul tidak diam melainkan bervibrasi
(bergetar). Bila radiasi infra merah dilewatkan melalui suatu celah, maka molekulmolekulnya dapat menyerap energi dan terjadilah transisi di antara tingkat vibrasi
dasar dan tingkat vibrasi tereksitasi. Contoh, suatu ikatan C-H yang bervibrasi 90
trillion kali dalam satu detik harus menyerap radiasi infra merah pada frekuensi
tersebut (9 x 1013 Hz, 3000 cm-1) untuk pindah ke tingkat vibrasi tereksitasi
pertama. Pengabsorbsian energi pada berbagai frekuensi dapat dideteksi oleh
spektrofotometer infra merah, yang memplot jumlah radiasi infra merah yang
diteruskan melalui cuplikan sebagai fungsi frekuensi (atau panjang gelombang)
radiasi. Plot tersebut disebut spektrum infra merah yang akan memberikan
informasi penting tentang gugus fungsional suatu molekul (Hendayana et al.
1994). Penyerapan radiasi infra merah menyebabkan perubahan tingkat vibrasi.
Hubungan antara frekuensi dan panjang gelombang (λ) dinyatakan sebagai:

V

c


(1)

di mana c adalah kecepatan cahaya (2.998 x 10 10 cm det-1) dan λ dinyatakan
dalam cm. Kebalikan dengan panjang gelombang (ῡ), bilangan gelombang
dinyatakn dalam per cm.



1


(2)

Bilangan gelombang (ῡ) berbanding lurus dengan frekuensi atau energi,
karena itu bagian horizontal spektrum infra merah biasanya dinyatakan sebagai
jumlah gelombang (ῡ) dalam cm-1. Molekul-molekul poli atom memperlihatkan
dua jenis vibrasi molekul, stretching dan binding. Vibrasi ikatan yang melibatkan
hidrogen sangat berarti, karena atom-atom dengan massa rendah cenderung lebih
mudah bergerak daripada atom dengan massa yang lebih tinggi (Hendayana et al.
1994).
Infra merah mampu menembus suatu bahan hingga kedalaman tertentu
tergantung dari (panjang gelombang) λ, (index bias sampel) n smp, (index bias
internal reflection element) nIRE, (sudut radiasi infra merah) θ yang membentuk
Persamaan 3. Kedalaman penetrasi (dp) biasanya bernilai kurang dari 10 µm.
variasi kedalaman penetrasi juga bergantung pada panjang gelombang, semakin
tinggi nilai panjang gelombang semakin besar kedalaman penetrasinya (Setnica
2014).

dp 


2  n IRE sin 2   (nsmp / n IRE ) 2

(3)

7
Spektrometer (Gambar 4) adalah instrumen yang digunakan untuk
mengaktifkan energi gelombang elektromagnetik tertentu. Spektrometer memiliki
detektor yang sesuai dengan daerah gelombang elektromagnetik yang berfungsi
untuk menangkap kembali tingkat absorbsi energi oleh sampel. Terdapat dua alat
penembakan gelombang tersebut, yaitu gun berbentuk seperti pistol dan
ditembakkan secara langsung untuk sampel yang memiliki luas penampang yang
besar atau petri dish berupa cawan untuk sampel berupa granula, biij-bijian,
tepung, pasta, atau cairan.

Gambar 4 Set alat Spektrometer NIRFlex N-500
Intensitas penyerapan dapat dinyatakan sebagai transmitan dengan
persamaan:

T

l
lo

(4)

Nilai I adalah intensitas energi yang keluar dari sampel, dan Io adalah
energi yang mengenai sampel. Menurut hukum Beer-Lambert, jumlah intensitas
yang diserap oleh bahan atau Absorbance (A) dinyatakan dengan persamaan :

l 
l
log 10  o   log 10    kcl  A
T 
l 

(5)

Dimana k adalah (absorptivitas molar), c adalah konsentrasi larutan
(mol/dm-3), dan l adalah panjang larutan yang dilalui sinar (cm). Dalam
spektroskopi NIR, reflektan analog dengan transmittance (T) (Murray & Williams
1990) untuk produk cair, maka:
1
A  log 10  
R

(6)

Penyerapan panjang gelombang tertentu oleh kandungan kimia tertentu
ditunjukkan dengan terjadinya puncak-puncak gelombang pada kurva absorpsi

8
NIR, semakin besar kandungan kimia suatu bahan pertanian, maka penyerapan
akan semakin besar atau puncak gelombangnya semakin tinggi.
Konfigurasi dasar suatu spektrofotometer terdiri atas transmitan dan
pantulan (reflektan) cahaya yang tersaji pada Gambar 5. Untuk produk yang
bersifat tidak tembus cahaya dan buram, pancaran radiasi akan dipantulkan seperti
pada cermin. Jika permukaan sampel bersifat tidak rata, maka sudut pantulan
radiasi tidak akan sama seperti sudut datangnya radiasi (Osborne et al. 1986).
Bahan yang kaya akan kandungan kimia, memilik ketebalan tinggi, dan bersifat
tidak tembus cahaya akan menyerap cahaya yang mengenainya dalam jumlah
besar. Serapan cahaya (absorption) inilah yang digunakan sebagai dasar dalam
menjabarkan karakteristik pada bahan.

Gambar 5 Proses penyinaran infra merah pada sampel

Pengembangan Model Spektrum NIR

Spektrum NIR memiliki rentang yang besar dan bertumpuk. Sehingga
tidak mungkin dilakukan evalusi hanya dengan langsung melihat grafik panjang
gelombangnya. Pada dasarnya spektrum NIR dievalusi dengan menggunakan
bantuan metode matematika untuk menemukan korelasi statistik antara data
spektrum dengan kandungan kimia yang diuji, metode tersebut biasa disebut
chemometric. Saat ini chemometric terdapat pada suatu perangkat spektrometer
dalam bentuk perangkat lunak yang memudahkan pengolahan data, evaluasi,
hingga menerjemahkan data spektum ke dalam kandungan kimia (Buchi 2013).
Pada umumnya terdapat dua pengolahan data spektrum NIR yaitu kalibrasi
kualitatif dan kuantitatif. Tahap kalibrasi kualitatif berfungsi untuk
mengidentifikasi substansi kimia suatu produk ataupun pengelompokan beberapa
sampel. Kalibrasi kualitatif menggunakan metode Principal Component Analysis
(PCA). Tahap berikutnya adalah melakukan kalibrasi kuantitatif. Tahap ini
bertujuan untuk mengukur intensitas dan konsentrasi pada satu komponen.
Metode yang disarankan untuk digunakan adalah Principal Compenent
Regression (PCR) atau Partial Least Square (PLS) untuk proses perhitungan
(Buchi 2013).
PCA merupakan metode pemodelan yang mampu menampilkan informasi
utama yang terdapat dalam suatu data multidimensi. Selain itu, metode ini mampu
menunjukkan representasi visual mengenai hubungan antar sampel dan variabel
apakah memiliki kesamaan atau perbedaan satu sama lain (Camo 2012). Prinsip
PCA adalah mencari komponen utama yang merupakan kombinasi linear dari
peubah asli. Komponen-komponen utama ini dipilih sedemikian rupa sehingga
komponen utama pertama memiliki variasi terbesar dalam set data, sedangkan

9
komponen utama kedua tegak lurus terhadap komponen utama pertama dan
memiliki variasi terbesar berikutnya (Miller & Miller 1984).
PLS digunakan untuk memperkirakan serangkaian peubah tidak bebas
(respons) dari peubah bebas (prediktor) yang jumlahnya sangat banyak, memiliki
struktur sistematik linear atau nonlinear, dengan atau tanpa data yang hilang, dan
memiliki kolinearitas yang tinggi (Hervey 2000). Bila jumlah prediktor X jauh
lebih besar dibandingkan dengan jumlah pengamatan Y, pendekatan regresi akan
sulit diterapkan karena adanya multikolinearitas pada data. Permasalahan ini
diatasi dengan menentukan komponen utama dari matriks X, yang selanjutnya
digunakan sebagai regresor pada Y. Peubah-peubah X yang memiliki korelasi
yang tinggi dengan peubah respons diberi bobot lebih karena akan lebih efektif
dalam perkiraan (Miller & Miller 2000).

Pretreatment Model Spektrum NIR

Pretreatment merupakan suatu langkah tansformasi data untuk memperbaiki
spektrum yang kurang baik akibat pembauran cahaya saat akuisisi data NIR,
noise, gangguan dari lingkungan luar, serta masalah lainnya sehingga
menyebabkan informasi yang terkandung dalam spektrum menjadi sulit untuk
ditelaah. Berbagai jenis pretreatment yang biasa dimanfaatkan dalam pengolahan
data spektroskopi NIR adalah sebagai berikut (Karoui et al. 2006; CAMO 2012;
Moghimi et al. 2010) :
a. First Derivative Savitzky Golay (DG1)
DG1 merupakan metode untuk mengkalkulasi turunan orde pertama atau
orde yang lebih besar yang meliputi faktor smoothing didalamnya, sehingga dapat
menentukan seberapa besar variable yang berdekatan untuk memprediksi
pendekatan polinomial pada suatu turunan. Perhitungan derivative berguna untuk
mengatasi spektrum yang bertumpuk (overlap) sehingga menghasilkan data yang
lebih mudah dimengerti, memperkecil variasi spektrum yang tidak jelas pada data
mentah.
b. Orthogonal Signal Correction (OSC)
OSC biasa digunakan sebelum membangun model PLS. OSC bertujuan
menghilangkan variasi nilai pada data di sumbu X yang tidak terkait oleh data
respon di sumbu Y yang berpotensi mengganggu regresi model. OSC sangat
bergantung dengan nilai di sumbu Y, sehingga apabila nilai di sumbu Y baik maka
OSC akan bekerja dengan baik pula. OSC dapat memperbaiki model menjadi
baik, namun tidak dapat memperbaiki data pada set prediksi.
c. Multiplicative Scatter Correction (MSC)
MSC merupakan metode transformasi yang digunakan untuk
mengimbangi data spektrum yang tidak diperlukan. MSC dirancang untuk
mengatasi spektrum reflektan yang terbaur. Ide dibalik cara kerja MSC adalah dua
efek, amplification (pembauran, penumpukan data) dan offset (kimia, additive)
harus dihilangkan dari kumpulan data untuk mencegah pendominasian informasi
atas efek tersebut.

10
Standard Normal Variate (SNV)
SNV biasa digunakan untuk menghilangkan gangguan dari pembauran
cahaya, keragaman ukuran objek yang dipindai, dan perubahan cahaya. Serupa
dengan MSC, SNV merupakan transformasi yang biasa digunakan pada data
spektrum untuk menghilangkan efek pembauran dengan memusatkan dan
menyesuaikan skala tiap-tiap spektrum. Tiap nilai Xk pada baris dari kata X
ditransformasi dengan Persamaan 7.

d.

Xk 

X k Mean ( X )
SD ( X )

(7)

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei 2014 sampai Agustus 2014, di
Laboratorium Teknik Pengolahan dan Hasil Pertanian (Lab. TPPHP), Departemen
Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, dan Balai Besar
Pasca Panen, Bogor.

Alat dan bahan

Bahan penelitian adalah TBS kelapa sawit klon Sungai Pancur (SP) yang
ditentukan dari pohon dengan umur panen 4, 5, 6, dan 7 bulan dihitung mulai
terbentunya brondol sawit berdasarkan penaksiran mandor panen. Dalam
menentukan kematangan, mandor panen juga melihat warna dan jumlah brondol
yang jatuh ke tanah. Masing-masing umur terdiri dari 15 sampel TBS, sehingga
total sampel berjumlah 60. TBS berasal dari Perkebunan Cikasungka PTPN 8,
Bogor, Jawa Barat. Peralatan yang digunakan untuk akuisisi data spektrum NIR
adalah Spektrometer NIRFlex N-500 dengan panjang gelombang 1000-2500 nm.
Untuk menganalisis spektrum dengan metode PCA dan PLS digunakan software
The Unscrambler X 10.3.

11
Metode Penelitian

Diagram alir dari penelitian ini dapat dilihat Gambar 6. Berikut ini metode
yang digunakan dalam penelitian.
Mulai

Persiapan sampel

Akuisisi data spekrum NIR
TBS kelapa sawit

Pengukuran kandungan kimia
(kadar minyak, ALB, karoten,
dan kadar air)

Pembuatan model PLS

Model
memenuhi syarat

Tidak

Ya
Verifikasi model korelasi

Tidak

R2 tinggi
RPD > 2
RMSE kecil
Ya

Model PLS korelasi spektrum NIR TBS
kelapa sawit terhadap parameter kimia

Selesai

Gambar 6 Diagram alir proses penelitian

12
Persiapan Sampel
Jumlah TBS yang digunakan adalah 60 buah dengan empat umur panen
berbeda (4,5,6, dan 7 bulan) dimana masing-masing umur panen berjumlah 15
TBS. Sampel yang diambil berupa brondol (buah sawit kecil) dilepaskan dari
bagian bawah dari TBS kelapa sawit. Dalam satu TBS, total brondol yang diambil
mengikuti jumlah minimum yang dibutuhkan untuk pengujian kandungan kimia,
yaitu 33 brondol. Sebanyak 6 butir untuk pengujian kadar air dan masing-masing
9 butir untuk pengujian kadar minyak, ALB, dan karoten. 5 TBS diambil setiap
paginya selama 12 hari kerja. Dari TBS tersebut akan dipilih brondol yang
berkondisi baik dan masih melekat pada TBS. Brondol tersebut kemudian di
tempatkan pada cool box dengan tambahan ice gel untuk menjaga sampel agar
tetap sejuk dan terhindar dari paparan panas selama transportasi.
Sampel yang tiba di Laboratorium TPPHP akan segera dibersihkan dari
kotoran dan langsung diambil data spektrumnya. Kemudian sebagian sampel akan
diuji kadar airnya secara mandiri dan sisa sampel dibawa ke Laboratorium Balai
Besar Pasca Panen, Bogor untuk pengujian kadar minyak, ALB, dan total karoten.
Pengerjaan dari pengambilan sampel hingga pengujian kadar air serta transportasi
sampel ke Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Bogor dilakukan kurang dari
12 jam setiap harinya agar informasi spektrum dan data kimianya
merepresentasikan kondisi buah segar.
Pengukuran Spektrum NIR
Brondol kelapa sawit memiliki batas yang sangat tipis antara lapisan kulit
dengan daging buahnya, sehingga memungkinkan sinar infra merah menembus
hingga daging buah. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pancaran sinar NIR
mampu menembus bagian kulit hingga ke dalam brondol sawit
(Makky.&.Soni.2014), buah apel (Xing et al. 2006; Fan et al. 2009;
McGlone.et.al. 2002), biji kopi (Zulfahrizal et al. 2013), serta buah mangga
(Saranwong et al. 2004). Akuisisi spektrum sampel dilakukan per satu brondol
sebanyak satu kali pengukuran menggunakan fiber optic solid NIRFlex N-500
(Gambar 7). Prinsip pengukuran spektra adalah menembakkan cahaya di panjang
gelombang 1000-2500 nm ke sampel. Sebagian energi yang dipantulkan akan
diterima oleh detektor sebagai data reflektan atau data spektrum.

Gambar 7 Fiber optic solid NIRFlex N-500

13
Pengukuran Kandungan Kimia
1. Kadar Minyak
Kandungan lemak atau minyak merupakan komponen yang dominan pada
buah sawit. Sehingga ini merupakan salah satu parameter penting diukur karena
kemungkinan besar dapat menyatakan kematangan buah sawit yang dominan
perubahannya. Serat brondol sawit diiris sampai terpisah dari kernel. Kemudian
diperas dengan menggunakan kain. Minyak yang tersaring diletakkan dalam labu
lemak sesuai alat ekstraksi soxhlet.
Sampel sebanyak 1–2 g dimasukkan dalam selongsong kertas yang dialasi
kapas. Kemudian selongsong tersebut disumbat dengan kapas dan dikeringkan
dalam oven pada suhu ≤ 80oC selama sekitar satu jam. Lalu sampel dimasukkan
ke dalam labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui
bobotnya. Sampel diekstrak dengan heksana selama 7 jam. Kemudian heksana
disuling dan ekstrak sampel dikeringkan pada oven pengering pada suhu 105 oC,
lalu didinginkan dan ditimbang. Proses tersebut diulangi hingga mencapai bobot
tetap. Setelah itu lakukan perhitungan dengan Persamaan 8 (SNI 01-2891-1992).

% kadar m inyak 

W  W1
x100 %
W2

(8)

Dimana :
W = Bobot sampel, dalam gram
W1 = Bobot lemak sebelum ekstraksi, dalam gram
W2 = Bobot labu lemak sesudah ekstraksi dalam gram
2. Kandungan ALB (Asam Lemak Bebas)
Pengukuran kandungan ALB dilakukan dengan menyiapkan 5 gram
ekstraksi buah sawit per sampel. Sampel dimasukkan dalam erlenmeyer dan
ditambahkan 50 ml alkohol netral kemudian dipanaskan hingga mendidih. Setelah
sampel dingin ditambahkan 3-5 indikator phenolpthealin (pp) dan dititrasi dengan
larutan NaOH 0,1 N yang telah distandarisasi sampai warna merah
jambu tercapai dan tidak hilang selama 15 detik. Lalu kandungan ALB dihitung
dengan menggunakan persamaan SNI 01-3555-1998 untuk ALB:

% ALB 

M xV xT
10 x m

(9)

Dimana :
V = Volume NaOH yang diperlukan dalam penitaran dalam ml
T = Normalitas NaOH
m = Bobot contoh, dalam gram
M = Bobot melekul asam lemak
3. Kadar Air
Pengukuran kadar air dilakukan di Laboratorium TPPHP dengan
menggunakan metode oven. Langkah awal dalam pengukuran kadar air sampel
adalah dengan mengeringkan cawan kosong di dalam oven bersuhu 105 oC selama

14
30 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel yang
berupa cacahan serabut sawit sejumlah 5 g dimasukkan ke dalam cawan dan
dikeringkan di dalam oven bersuhu 105oC. Setelah 21 jam sampel dikeluarkan
dari dalam oven dan dimasukkan ke dalam desikator untuk didinginkan. Setelah
30 menit, sampel dikeluarkan dari desikator dan ditimbang. Perbedaan berat
sampel sebelum dan sesudah pengeringan dihitung sebagai persen basis basah
kadar air menggunakan persamaan SNI 01-3555-1998.

m

a b
x100%
a

(10)

Dimana :
m = Kadar air sampel dalam basis basah (%b.b.)
a = Berat sampel sebelum dikeringkan (gram)
b = Berat sampel setelah dikeringkan (gram)
4. Kandungan Karoten
Pengukuran total karoten dilakukan dengan metode berdasarkan panduan
analisis pangan oleh Apriyantono (1989) di Balai Besar Pascapanen. Sebanyak 915 sampel dicacah serabutnya dan dicampur. Kemudian sebanyak 5 gr sampel
dimasukkan dalam labu erlemeyer dan ditambah 100 ml larutan Aceton:Hexan
(40:60) dan dikocok. Sampel didiamkan 1 malam dan disaring, lalu dicuci dengan
campuran 25 ml aceton dan 25 ml Hexan. Kemudian dimasukkan ke dalam labu
pisah dan dicuci dengan air suling. Ambil fasa organik dan tambahkan 9 ml aceton
dan ditera hingga 100 ml (C) dengan hexan. Kocok dan ukur dengan spektro pada
panjang gelombang 436 nm, lalu ukur standar karoten sebagai β karoten. Hitung
total karoten dengan Persamaan 11 (Apriyantono 1989).

mikrogram karoten / 100 gr 

C x V x P x 100
bobot sampel

(11)

Dimana :
C = Nisbah absorban spektroskopi dengan slope pada diagram
spektroskopi
V = Fasa organik + 9 ml aceton + hexan hingga 100 ml
P = Volume pengencer (jika dibutuhkan)
Pengembangan Model Kalibrasi Menggunakan Metode PCA dan PLS
Pembuatan model dilakukan terhadap kadar minyak, ALB, kadar air, dan
karoten. Spektrum yang digunakan berupa data reflektan dengan penambahan
beberapa pretreatment tunggal. Langkah pertama dilakukan analisis PCA, analisis
ini bertujuan untuk melihat apakah sampel pada empat umur kematangan yang
berbeda dapat membentuk kelompok tertentu sesuai dengan umurnya. Dengan
melihat kelompok sampel tersebut, secara kuanlitatif kematangan TBS sawit
mampu dibedakan dengan PCA yang hanya menggunakan data spektrum sebagai
input analisis. Analisis berikutnya adalah pembuatan model dengan PLS. Model
dibuat berdasarkan input data spektrum pada sumbu X yang terkait dengan data

15
respon kimia pada sumbu Y. Pembangunan model kalibrasi diperkuat dengan
metode cross validation (validasi silang). Metode ini biasa digunakan pada sampel
pengujian yang tidak banyak sehingga tidak diperlukan penambahan set sampel
validasi model. Konsep metode tersebut adalah dari sekelompok set data untuk
membangun model akan dibagi menjadi beberapa segmen. Masing-masing
segemen digunakan untuk kalibrasi dan sisanya untuk prediksi. Proses dilakukan
berulang dengan komposisi data yang berbeda (Osborne et al. 1986). Dalam
penelitian ini digunakan cross validation sebanyak 4 data (10 segmen dari 40 set
data kalibrasi) yang dipilih secara acak.
Sebelum pembangunan model, data diberikan pretreatment untuk
meningkatkan kehandalannya. Pretreatment yang digunakan adalah DG1, SNV,
MSC, dan OSC. Setelah model telah dibentuk maka dicoba pada set sampel
prediksi yang berbeda. Menurut William & Norris (1990), jumlah data yang
digunakan dalam kelompok kalibrasi sekitar 2/3 dan validasi 1/3 dari total data.
Setelah seluruh tahapan analisis dilakukan hingga dibentuk model yang dicoba
pada sampel berbeda, maka dilakukan evaluasi model.
Evaluasi model didasari oleh berbagai parameter. Akurasi dari hasil
kalibrasi dapat dievaluasi berdasarkan koefisien determinasi (R 2). Diperlukan pula
nilai Root Mean Square Error of Cross-Validation (RMSECV) dari set kalibrasi
dan Root Mean Square Error of Prediction (RMSEP) dari set prediksi untuk
membandingkan antara hasil dari model NIR dengan metode non-destruktif
(Wiliam (2003) dalam Karoui et al (2006)). Rasio antara Standar Deviasi (SD)
dengan RMSECV atau RMSEP disebut Ratio of Prediction to Deviation (RPD).
Rasio ini disarankan bernilai lebih dari 2 untuk menyatakan bahwa model yang
dibangun sudah baik (Sinnaeve et al (2001) dalam Karoui et al (2006)).

RPD 

SD
RMSEP

(12)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Kimia TBS Kelapa Sawit Secara Destruktif

Menurut Flingoh and Zukarinah (1989) dalam Razali et al (2012), sintesa
minyak selesai di minggu ke 13 atau 14, namun setelah 15 minggu hanya di
bagian mesocarp saja setelah 15 minggu. Minyak yang tersintesis tersimpan dalam
kantong-kantong sel buah. Secara umum sel-sel buah yang matang akan
menyimpan minyak di dalamnya, akan tetapi jika terjadi perubahan fisiologis
secara tiba-tiba buah dapat langsung mengalami proses pematangan. Pengukuran
kadar minyak (Gambar 8) menunjukkan nilai antara 1.25% yang terukur pada
bulan ke-4 hingga 53.91% yang terukur pada bulan ke-7 dengan standar deviasi
10.05.

16

Kadar minyak rata-rata (% minyak)

Secara umum memang perubahan kadar minyak tidak terlihat signifikan
meskipun cenderung meningkat. Perubahan kadar minyak yang tidak terlihat
signifikan ini dapat disebabkan oleh sampel yang diambil dilakukan di blok panen
yang berbeda sehingga ada kemungkinan pemberian pupuk tambahan selama
budidaya tidak seragam dan menyebabkan sintesis minyak tidak seragam.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
3

4

5
6
Umur panen (bulan)

7

8

Gambar 8 Grafik kadar minyak TBS kelapa sawit
Rata-rata komposisi asam lemak bebas kelapa sawit didominasi oleh asam
lemak palmitat dan oleat. Saat buah dipotong maka terjadi kerusakan pada sel-sel
sehingga enzim lipase mulai bekerja dan merusak molekul lemak. Kecepatan
hidrolisa oleh enzim lipase yang terdapat dalam jaringan relatif lambat pada suhu
rendah, sedangkan pada kondisi yang cocok, proses hidrolisis oleh enzim lipase
akan lebih intensif dibandingkan dengan enzim lipotik yang dihasilkan oleh
bakteri. Reaksi hidrolisis tersebut terjadi akibat adanya sejumlah air pada minyak
(Ketaren 1986).
Pengujian pada sampel menunjukkan nilai antara 0.409% hingga 38.357%
dengan standar deviasi 3.61. Dari Gambar 9, terlihat bahwa konsentrasi ALB pada
sampel sangat bervariasi. Mulai umur 4 bulan menuju 6 bulan, kandungan ALB
cenderung menurun. Hal tersebut dapat disebabkan akibat kadar air menurun
sampai bulan ke 6 yang menyebabkan reaksi hidrolisis menurun dan
menyebabkan ALB yang dihasilkan ikut menurun. namun dari umur 6 bulan
menuju 7 bulan ALB meningkat secara drastis.
Meskipun kadar air pada sampel bulan ke 7 lebih rendah dari bulan ke 4
atau ke 5, sampel bulan ke 7 yang diambil merupakan sampel lewat matang atau
sedang mengalami fase pembusukan. Menurut Ketaren (1986), beberapa jamur
dan bakteri juga ikut andil dalam menghidrolisis molekul lemak, sehingga pada
sampel tersebut terjadi 2 proses hidolisis oleh air dan organisme pembusuk yang
menyebabkan kadar ALB kembali meningkat.

ALB rata-rata (% ALB)

17
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
3

4

5

6

7

8

Umur panen (bulan)

Gambar 9 Grafik kadar ALB TBS kelapa sawit

Kadar air rata-rata (% bb)

Air merupakan salah satu parameter yang menentukan bahwa buah kelapa
sawit telah matang atau tidak. Sehingga parameter ini cukup penting untuk diuji
dalam penelitian. Standar kadar air untuk buah yang matang adalah sebesar 27%
(Ketaren 1986). Berdasarkan hasil pengukuran pada 4 umur kematangan TBS
kelapa sawit didapatkan kandungan kadar air berada diantara 22.05% - 86.15%
dengan standar deviasi 17.27.
Pada Gambar 1 terlihat bahwa kadar air menurun cukup besar dari umur
panen 4 bulan ke umur panen 5 bulan, lalu pada umur panen 6 bulan sampai 7
bulan, kadar air mengalami penurunan yang tidak terlalu besar. Menurut
Keshvadi.et al (2012), semakin meningkat usia buah maka semakin berkurang
kandungan airnya. Penurunan kadar air di tiap umurnya juga diikuti oleh
peningkatan kadar minyak. Pada bulan ke 4, terlihat bahwa variasi data tinggi jika
dibandingkan bulan ke 5, 6 atau 7. Hal tersebut dapat disebkan akibat sampel di
umur 4 bulan dekat dengan umur 3 bulan yang memiliki kadar air lebih tinggi dari
umur 4 bulan.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
3

4

5

6

7

Umur panen (bulan)

Gambar 10 Grafik kadar air TBS kelapa sawit

8

18
Berbeda dengan hasil pengukuran yang menghasilkan tren eksponensial
yang kurang sepadan, Penelitian Keshvadi (2012) menunjukkan kurva kadar
minyak dan kadar air sepadan (Gambar 11). saat data kadar air pengukuran
disandingkan dengan data kadar minyak (Gambar 12) R 2 yang dihasilkan
mencapai 0.704 jika dikorelasikan secara eksponensial. Korelasi tersebut
diperkirakan dapat dapat diperbaiki dengan memperbanyak jumlah data pada
kedua parameter tersebut sehingga menghasilkan kelengkungan kurva yang
sepadan dan meningkatkan koefisien korelasinya

Kadar minyak rata-rata (% minyak)

Gambar 11 Perkembangan kadar minyak (A) dan kadar air (B) terhadap
umur buah sawita
a
Keshvadi 2012
70
y = 36.01e-0.01x
R² = 0.704

60
50
40
30
20
10
0
20

30

40
50
Kadar air rata-rata (% bb)

60

70

Gambar 12 Kadar minyak vs kadar air
Minyak kelapa sawit juga memiliki komponen minor, salah satunya adalah
karoten. Karoten merupakan salah satu komponen kimia yang berperan dalam
perubahan warna buah sawit menjadi jingga kemerahan. Sama halnya dengan
kadar air, parameter ini juga memiliki nilai standar untuk buah matang. Standar
karoten untuk buah kelapa sawit matang adalah sebesar sebesar 500-700 ppm atau
0.05-0.07% (Ketaren 1986). Secara visual buah sawit mengalami perubahan
warna selama fase kematangan. Buah sawit mentah memiliki warna hitam,
kemudian berubah menjadi jingga kehitaman dan pada buah matang pada

19

total karoten rata-rata (%karoten)

umumnya berubah menjadi jingga kemerahan. Pada pengujian sampel, total
karoten menunjukkan nilai antara 0.008% hingga 0.446%.
Dari Gambar 13 terlihat bahwa tren menunjukkan terjadi peningkatan total
karoten seiring dengan peningkatan umur buah. Pada bulan ke 5 dan ke 6, terlihat
bahwa variasi data lebih tinggi dibandingkan bulan ke 4 dan bulan ke 7. Pada
umur 5 bulan, terdapat 2 data dengan perbedaan nilai yang cukup besar
dibandingkan data lainnya, hal inilah yang menyebabkan rataan keseluruhan data
meningkat dan variasi tinggi. Pada umur 6 bulan data yang didapat memiliki
keragaman yang tinggi dengan rentang nilai antara 0.024 sampai 0.163 dengan
standar deviasi 0.19.
0.25
0.2
0.15
0.1

0.05
0
3

4

5

6

7

8

Umur panen (bulan)

Gambar 13 Grafik total karoten TBS kelapa sawit

Karakteristik Spektrum NIR TBS Kelapa Sawit

Berdasarkan pemindaian data spektrum NIR yang tersaji pada Gambar 15,
pada panjang gelombang tertentu, terdapat spektrum yang tumpang tindih.
Terdapat pula perbedaan tingkat reflektansi yang disebabkan karena sampel yang
diambil memiliki perbedaan tingkat usia kematangan. Data spektrum awal
merupakan reflektan hasil pengukuran. Spektrum reflektan perlu diubah menjadi
spektrum absorban untuk mempermudah dalam melihat puncak-puncak mana saja
yang terbentuk pada spektrum kelapa sawit. Pola spektrum NIR untuk kelapa
sawit memiliki puncak-puncak yang mengandung informasi kandungan kimia
pada sawit. Dari Gambar 15 terdapat puncak gelombang yang terlihat pada kisaran
panjang gelombang 1190-1219 nm, 1408-1470 nm, 1724 nm, 1886-1960 nm, dan
2380-2500 nm.
Kisaran panjang gelombang 1190-1219 nm memuat infromasi ikatan CH3
dan CH2. Pada 1408-1470 nm memuat informasi ROH, CH2, ikatan aromatik, ArOH, CONH2, Pati, CH, dan ikatan O-H H2O. Panjang gelombang 1724 nm
memuat informasi CH dan CH2. Panjang gelombang 1886-1960 nm memuat
informasi pati, CO2H, P-OH, CONH, H2O, -CO-R, dan CONH2. Sedangkan pada
panjang gelombang 2380-2500 nm memuat informasi pati (Osborne et al. 1986).

20
Berturut-turut puncak dominan pertama berada pada panjang gelombang 18861960 nm, kemudian 1408-1470 nm, 1724 nm, dan 1190-1219 nm.
Kadar minyak yang didominasi oleh Trigliserida (TAG) memiliki ikatan
molekul CH, CH2, dan R-CO2 (Gambar 14) (Ketaren 1986). Berdasarkan
spektrum original kadar minyak yang didominasi oleh trigliserida yang tersusun
atas ikatan CH dan CH2 terindikasi pada panjang gelombang 1190-1219 nm,
1408-1470 nm, 1724 nm memuat informasi CH dan CH2.
R1COO

CH2

R2COO

CH

R3COO

CH2

Gambar 14 Ikatan molekul trigliserida
Asam lemak bebas bersama dengan gliserol merupakan hasil reaksi
hidrolisa dari minyak atau lemak. Ikatan kimia gliserida akan terpecah
membentuk ikatan kimia ALB sebagai R-COOH (Ketaren 1986). ALB memiliki
ikatan CO yang terindikasi di panjang gelombang 1886-1960 nm dan OH yang
terindikasi di panjang gelombang 1408-1470 nm dan 1886-1960 nm. Untuk kadar
air berupa ikatan O-H terindikasi di 1408-1470 nm dan 1886-1960 nm. Dalam
penelitian Lengkey (2013) kadar air dapat diprediksi dengan baik menggunakan
NIR spektroskopi meskipun kadar air bukan termasuk senyawa organik.
Karoten merupakan salah satu pigmen yang berperan dalam warna merah,
jingga, dan kuning pada daun, buah dan bunga, dan merah (Pfander (1992) dalam
Omayma (2013)). Karoten terdiri atas ikatan karbon poliena sebanyak 40 atom C
(Omayma 2013).Meskipun puncak yang terbentuk tidak sebesar puncak lainnya,
kandungan yang memiliki ikatan CH3 ini dapat terindikasi di panjang gelombang
1190-1219 nm.
2
1.8
CH3
CH2

1.6

ROH
Aromatik
ArOH
CONH2
CH, OH

CH
CH2

Absorban

1.4
1.2
1
0.8
0.6
OH
CO2H
pOH
CO-R
CONH2

0.4
0.2

ROH
Pati

0
1000

1111

1250
1429
1667
Panjang gelombang (nm)

2000

Gambar 15 Spektrum absorban NIR kelapa sawit

2500

21
Sebelum dilakukan analisis PCA dan PLS data spektrum diubah ke dalam
scatter plot untuk melihat apakah spektrum memerlukan pretreatment untuk
memperbaiki data. Dari Gambar 16 terlihat bahwa scatter plot pada spektrum
original terdapat sampel yang tumpang tindih yang dapat diperbaiki dengan
penambahan DG1. Perubahan data juga terlihat tidak sejajar dari rata-rata
spektrum awal hingga akhir yang menandakan adanya multiplicative effect dan
dapat diperbaiki dengan penambahan pretreatment MSC atau SNV. Dalam
analisis PLS, akan ditambahkan pula pretreatment OSC yang mampu
mengeliminasi seluruh data dari predictors (spektrum) terhadap respons (data
kimia) yang tidak memiliki hubungan, sehingga memungkinkan perbaikan dalam
pengembangan model.
A

B

C

D

Gambar 16 Scatter plot data spektrum original (A), pretreatment