Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Program Stimulus Ekonomi Untuk Koperasi Berbasis Rukun Tetangga (PSE-KBRT) Di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB).

PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PROGRAM STIMULUS EKONOMI UNTUK
KOPERASI BERBASIS RUKUN TETANGGA
DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT

SUMARLIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peningkatan Partisipasi
Masyarakat dalam Program Stimulus Ekonomi untuk Koperasi Berbasis Rukun
Tetangga di Kabupaten Sumbawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor,

September 2015
Sumarlin
NRP I354120205

RINGKASAN
Sumarlin. Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Program Stimulus Ekonomi
untuk Koperasi Berbasis Rukun Tetangga (PSE-KBRT) di Kabupaten Sumbawa
Barat (KSB). Dibimbing oleh Dr Titik Sumarti dan Dr Sofyan Sjaf.
Partisipasi masyarakat berarti keterlibatan masyarakat atau mengambil
bagian, baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi program stimulus
ekonomi untuk koperasi berbasis rukun tetangga. Program stimulus ekonomi untuk
koperasi berbasis rukun tetangga merupakan rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat dalam bentuk
memberikan pinjaman modal kerja dan investasi kepada koperasi yang sumber
dananya berasal dari APBD Kabupaten Sumbawa Barat. Tujuan kajian adalah:
Tujuan utama adalah untuk menyusun strategi peningkatan partisipasi masyarakat

dalam program stimulus ekonomi untuk Koperasi Berbasis Rukun Tetangga di
Kabupaten Sumbawa Barat. Tujuan spesifik sebagai berikut: 1) Menganalisis
implementasi PSE-KBRT; 2) Menganalisis partisipasi masyarakat dalam PSEKBRT; dan 3) Menganalisis bagaimanakah faktor-faktor yang mempengaruhi
tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam PSE-KBRT.
Metode penelitian adalah gabungan antara metode kualitatif dan metode
kuantitatif. Ada 5 orang informan yang terdiri dari anggota, pengurus, tenaga
pendamping KBRT, Pemerintah Desa Meraran dan Disperindagkop dan UMKM
KSB. Sebanyak 65 responden diambil sebagai sampel secara simple random
sampling. Data dianalisis menggunakan analisis kualitatif melalui tahapan reduksi
data, penyajian data, menarik kesimpulan dan verifikasi serta dianalisi
smenggunakan tabulasi silang dan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa implementasi program masih tidak sesuai dengan prosedur yang ada serta
tidak bisa mencapai tujuan dari PSE-KBRT, tingkat partisipasi masyarakat dalam
program berada pada tingkat partisipasi sedang. Faktor-faktor tumbuh
kembangnya partisipasi masyarakat dalam PSE-KBRT berpengaruh sedang
dengan tingkat 52,3%.
Strategi peningkatan partisipasi masyarakat dalam PSE-KBRT yaitu:
Pertama, memberikan peluang yang sama kepada semua KBRT untuk mengakses
dana PSE-KBRT. Kedua, menumbuhkan dan mengembangkan usaha produktif
KBRT dalam mengelolah dana PSE-KBRT. Ketiga, penguatan kapasitas KBRT

dan tenaga pendamping tentang PSE-KBRT dan pengelolaan KBRT. Keempat,
peningkatan jumlah dana dan perpanjangan jangka waktu penyaluran dana PSEKBRT yang sesuai dengan kebutuhan KBRT. Kelima, menumbuhkan kemauan
partisipasi masyarakat yang tinggi terhadap PSE-KBRT. Terakhir, menumbuhkan
sikap positif masyarakat terhadap PSE-KBRT.
Kata kunci: partisipasi, program stimulus ekonomi, koperasi berbasis rukun
tetangga.

SUMMARY
Sumarlin, Increasing Community Participationin Economic Stimulus Program for
Cooperative-Based Neighborhood (PSE-KBRT) in West Sumbawa Regency
(KSB). Supervised by Dr. Titik Sumarti and Dr. Sofyan Sjaf.
Community participation means the involvement of community in the
planning, implementation and evaluation of the economic stimulus program for
cooperative-based neighborhoods. This program is series of activities conductedin
West Sumbawa Regency in the form of providing working capital loans to
cooperatives and investment funds allocated from West Sumbaw abudget revenue
and expenditure (APBD). The main purpose of this study is to build the
improvement participation of community in the Economic stimulus program which
took place in Meraran Village of West Sumbawa Regency. The specific objectives
are to analyze the program implementation, public participation, and factors

which affect the growth of the program.
Methods that used to set the strategies are FGD and LFA. Qualitative and
quantitative approaches were used in this research. There were 5 informants
involved consisting of members, administrators, assistants of KBRT, village
government and Disperindagkop KSB. 65 respondents were randomly taken as
samples. Data for this study was analyzed using qualitative analysis through the
stages of data reduction, data presentation, draw conclusion, verification and
analyzed using cross tabulations and regression analysis. The results showed that
the implementation of the program was not in accordance with existing
procedures and did not achieve its purpose. The level of community participation
is moderate category. The factors that grow and develop community participation
in PSE-KBRT has moderate influence about 52,3%.
There are some strategies to increase community participation in the PSEKBRT: First, provide equal opportunities to access funding PSE-KBRT or provide
equal opportunities to all KBRT for accessing the program. Second, foster and
develop productive bisniss KBRT in managing funds PSE-KBRT. Third,
strengthening the capacity of KBRT and assistants about the PSE-KBRT and the
management of cooperatives. Fourth, increase in the number of funds and
extension of time disbursement program that fits the needs KBRT. Fifth, foster
community participation high willingness to PSE-KBRT. Finaly, foster a positive
attitude of society towards PSE-KBRT.

Keywords:

participation, economic stimulus programs, cooperative economic
stimulus program-based neighborhood

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpak izin IPB

PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PROGRAM STIMULUS EKONOMI UNTUK
KOPERASI BERBASIS RUKUN TETANGGA
DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT


SUMARLIN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
pada
Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji luar pada saat Ujian Tesis: Dr Ir Ninuk Purnaningsih, MSi

Judul Kajian:
Nama
NIM

Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Program Stimulus

Ekonomi untuk Koperasi Berbasis Rukun Tetangga di Kabupaten
Sumbawa Barat
: Sumarlin
: I354120205

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Titik Sumarti MC, MS
Ketua

Dr Sofyan Sjaf, MSi
Anggota

Diketahui oleh
Koordinator Program Studi
Pengembangan Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr Ir Lala M. Kolopaking, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam kajian yang dilaksanakan ini ialah Peningkatan Partisipasi
Masyarakat dalam Program Stimulus Ekonomi untuk Koperasi Berbasis Rukun
Tetangga di Kabupaten Sumbawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Titik Sumarti MC, MS dan
Bapak Dr Sofyan Sjaf, SPt MS selaku komisi pembimbing. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Pengelola Program Studi MPM SPs IPB
serta para staf PS MPM SPs IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala do’a dan kasih sayangnya, dan tak
lupa pula penulis sampaikan rasa terima kasih kepada semua rekan-rekan MPM
IPB kelas KSB.
Semoga tesis yang peneliti selesaikan ini bermanfaat.

Taliwang, September 2015

Sumarlin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah Kajian
Tujuan Kajian
Kegunaan Kajian

Ruang Lingkup Kajian

2
6
7
7
7

2 PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Kerangka Pemikiran

9
21

3 METODE KAJIAN
Lokasi dan Waktu Kajian
Pendekatan Kajian
Pendekatan Kualitatif
Pendekatan Kuatitatif

Perancangan Strategi

27
27
27
28
29

4 PROFIL KOMUNITAS
Letak Geografis
Iklim
Kependudukan
Struktur Sosial
Kelembagaan Ekonomi
Pola-pola Kebudayaan
Pola Adaptasi Ekologi
Masalah-masalah Sosial

31
32
32
36
37
38
39
40

5 EVALUASI PROGRAM DAN KEBIJAKAN PSE-KBRT
Evaluasi Kebijakan PSE-KBRT
Evaluasi PSE-KBRT
Analisis Kebijakan dan Program SE-KBRT

43
47
48

Definisi Operasional

6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Implementasi PSE-KBRT
Partisipasi Masyarakat dalam PSE-KBRT
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam
PSE-KBRT
7 PERANCANGAN STRATEGI (PROGRAM AKSI)
Kondisi Partisipasi Masyarakat dalam PSE-KBRT
Isu-isu Strategis Tentag Potensi Partisipasi Masyarakat dalam
PSE-KBRT

24

51
58
64
77
78

Masalah Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam PSE-KBRT
Identifikasi Permasalahan dan Kebutuhan Masyarakat dalam PSEKBT
Perancangan Strategi (Program Aksi)

79
81
86

8 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

93
93

DAFTAR PUSTAKA

95

LAMPIRAN

97

DAFTAR TABEL
1
2

3
4
5
6
7
8
9
10

11
12
13

Data perkembangan keberhasilan koperasi di Indonesia dari Tahun
2010-2013
Konsep partisipasi masyarakat

Tujuan dan sasaran PSE-KBRT
Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Desa
Meraran 2012
Kepadatan penduduk Desa Meraran dari Tahun 2008-2012
Jumlah fertilitaas, mortalitas, pendatang dan penduduk pindah Desa
Meraran dari Tahun 2008-2012
Keterlibatan dan kewenangan masyarakat dalam PSE-KBRT
Tingkat partisipasi masyarakat dalam PSE-KBRT
Jumlah dan persentase responden dalam PSE-KBRT dan besaran
pengaruh faktor-faktor tumbuh kembangnya partisipasi masyarakat
Hasil analisis regresi

Hasil analisis statistik Uji F
Hasil analisis koefisien determinasi
Perancangan strategi (program aksi)
masyarakat dalam PSE-KBRT di KSB

meningkatkan

patisipasi

2

15

19
33
35
35
61
62
64
67

69
70
86

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Laju persentase penduduk miskin Kabupaten Sumbawa Barat 2009-2013
Kerangka pemikiran
Sketsa wilayah administrasi Kecamatan Seteluk KSB
Piramida penduduk Desa Meraran Tahun 2012
Grafik laju perkembangan penduduk Desa Meraran dari Tahun 2008-2012
Jumlah KBRT yang terbentuk di masing-masing kecamatan di KSB
Jumlah KBRT yang terbentuk dari Tahun 2009-2011

3
23
31
33
34
43
48

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Permasalahan dan kebutuhan masyarakat dalam PSE-KBRT
Riwayat hidup

97
99

1 PENDAHULUAN
Dewasa ini masalah kemiskinan merupakan masalah sosial yang kini
gejalanya semakin meningkat sejalan dengan krisis multidimensional yang masih
dihadapai oleh bangsa Indonesia. Persentase penduduk miskin terhadap total
penduduk Indonesia adalah sekitar 11,37%. Kemiskinan ini memiliki beberapa
ciri sebagai berikut: ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar, tidak
adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya, ketiadaan jaminan masa
depan, kerentanan terhadap goncangan, rendahnya kualitas sumberdaya manusia,
ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat, ketiadaan akses terhadap
lapangan kerja, ketidakmampuan untuk berusaha, dan ketidakmempuan dan
ketidak beruntungan sosial. Berbagai program yang dilakukan dalam
penanggulangan kemiskinan adalah perlindungan sosial yang mencakup: Bantuan
sosial, asuransi sosial, kebijakan-kebijakan pasar kerja, dan mekanisme dan
jaringan pengaman sosial (Suharto 2010).
Menurut Ellis (1984) sebagaimana yang dikutip oleh Suharto (2010)
menyatakan bahwa masalah kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang
tidak saja mencakup aspek ekonomi saja, akan tetapi juga dimensi sosial budaya,
dimensi struktural atau politik, yang menyebabkan masalah kemiskinan itu
menjadi kompleks dan rumit serta menjadi sulit untuk diselesaikan. Berdasarkan
hal tersebut, maka untuk mengatasi kemiskinan harus dengan menelusuri dimensidimensi kemiskinan melalui pendekatan yang komprehensif baik itu pendekatan
ekonomi, struktural, sosial budaya dan politik.
Realitas kemiskinan kemudian timbul menjadi human problem yang telah
mengusik dan menguras tenaga serta pikiran banyak orang. Kemisikinan telah
membangkitkan solidaritas manusia untuk melihat sebagai masalah umat manusia
sekaligus sebagai masalah bangsa. Terjadinya krisis moneter dan ekonomi pada
tahun 1997 yang melanda Indonesia telah menimbulkan dampak yang sangat
serius yang diikuti munculnya berbagai permasalahan. Krisis ini telah
berkembang sedemikian parah, menjadi krisis politik dan terakhir menjadi krisis
ekonomi yang dampaknya sangat dirasakan oleh bangsa Indonesia terutama
golongan ekonomi lemah. Salah satu dampak langsung dari krisis yang dimaksud
sampai saat ini adalah angka kemiskinan dan pengangguran yang masih tinggi
maskipun sudah mengalami penurunan. Data BPS (2013) menunjukkan bahwa
jumlah penduduk miskin pada priode 1998-2013 masih cukup tinggi meskipun
mengalami penurunandari 49,50 juta jiwa menjadi 28,07 juta jiwa atau berkurang
sebanyak 21,43 juta jiwa.
Kondisi krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia harus diselesaikan
dengan cara menjalankan reformasi disegala bidang, termasuk paradigma maupun
pola pikir bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan. Salah satunya
adalah perubahan dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan dari pola
sentralistik menjadi desentralisasi, dari top down menjadi bottom up atau dari
orientasi pertumbuhan ekonomi menuju paradigma baru pemberdayaan
masyarakat.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai cara dalam mengatasi
kemiskinan, sehingga masyarakat menjadi sejahtera, salah satunya adalah
membumikan koperasi di seluruh Indonesia dan didukung dengan adanya undang-

2
undang dan kebijakan-kebijakan tentang perkoperasian, salah satunya UU No. 17
tahun 2012 tentang perkoperasian. Demikian pula Pemerintah Daerah Kabupaten
Sumbawa Barat (Pemda KSB) dalam bentuk Program Stimulus Ekonomi untuk
Koperasi Berbasis Rukun Tetangga (PSE-KBRT). Data perkembangan koperasi di
Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Data perkembangan keberhasilan koperasi di Indonesia dari tahun 20102013
No.

Indikator

Satuan

1

Jumlah Koperasi

Unit

2

Pertumbuhan Koperasi

Persen

3

Jumlah Koperasi Aktif

Unit

4

Prosentase Koperasi Aktif

5

20092010

20102011

20112012

20122013

170 411

177 482

188 181

194 295

9.97

4.15

6.03

3.25

120 473

124 855

133 666

139 321

Persen

70.70

70.35

71.03

71.71

Pertum. Jumlah Koperasi Aktif

Persen

10.60

3.64

7.06

4.23

6

Jumlah Anggota Koperasi Aktif

Orang

29 240 271

30 461 121

30 849 913

33 869 439

7

Pertumbuhan Jumlah Anggota

Persen

7.03

4.18

1.28

9.79

8

Permodalan

Rp. Juta

59 852 609

64 788 727

75 484 237

102 826 158

9

Pertumbuhan Permodalan

Persen

20.11

8.25

16.51

36.22

10

Volume Usaha/Omset

Rp. Juta

82 098 587

76 822 082

95 062 402

119 182 690

11

Pertumbuhan Volume Usaha

Persen

19.95

-6.43

23.74

25.37

12

Selisih Hasil Usaha (SHU)

Rp. Juta

5 303 813

5 622 164

6 336 481

6 661 926

13

Pertumbuhan SHU

Persen

33.77

6.00

12.71

5.14

Sumber: BPS 2013 (diolah)
Keunggulan koperasi dalam hal partisipasi terutama karena prinsip
anggota sebagai pemilik yang sekaligus sebagai pelanggan. Di samping itu, untuk
membangun koperasi dengan baik, anggota diwajibkan untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan-keputusan penting. Keberhasilan koperasi tidak hanya
cukup dengan partisipasi kontributif (kontribusi keuangan dan kontribusi dalam
pengambilan keputusan), tetapi yang lebih penting adalah partisipasi insentif
anggota yaitu pemanfaatan jasa pelayanan yang diberikan koperasinya (Hendra
dan Kusnadi 2005).
Berbagai cara telah dilakukan dalam mengatasi masalah kemiskinan dan
pengangguran. Di Kabupaten Sumbawa Barat juga telah melakukan bermacam
cara dalam mengatasi kemiskinan dan pengangguran, seperti program
pemabngunan berbasis rukun tetangga, program stimulus untuk koperasi dan
UMKM dan program lainnya. Program-program yang telah dijalankan tersebut,
mengalami berbagai kendala khusunya masalah keterlibatan atau partisipasi
masyarakat dalam program sehingga program yang dijalankan menjadi lebih
efektif dan tujuan program bisa tercapai yaitu dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.

3

Latar Belakang
Garis kemiskinan di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) Tahun 2013
sebesar Rp 310.586 perkapita. Adapun persentase penduduk miskin dibanding
jumlah penduduk di KSB sebesar 21,71%. Persentase penduduk miskin di KSB
mengalami penurunan sebesar 0,01% dibandingkan tahun 2012 (21,72%).
23,5
23
22,5
22
21,5
21
20,5

2009

2010

2011

2012

2013

Gambar 1. Laju persentase penduduk miskin KSB 2009 – 2013
PDRB perkapita menunjukkan besaran PDRB dibagi jumlah penduduk.
PDRB Perkapita KSB Tahun 2008 sebesar Rp.138.092.551,. PDRB perkapita ini
tidak mutlak menunjukkan rata-rata pendapatan yang diterima penduduk KSB,
mengingat tranfer out pendapatan yang dibawa keluar KSB tidak tersedia secara
detail.
Pada Tahun 2008 PDRB yang dihasilkan sektor-sektor ekonomi di KSB
dihitung atas dasar harga berlaku sebesar Rp. 12.725 triliun. Dari total PDRB
tersebut sekitar 12.163 triliun (95,59%) dihasilkan oleh sektor pertambangan dan
penggalian. Sektor terbesar berikutnya adalah Pertanian yang memberikan andil
sekitar 1,50% (190,99 milyar). Sektor lainnya memiliki sharing dibawah satu
persen.
Pola kehidupan sosial masyarakat KSB cukup baik, baik tingkat Rukun
Tetangga (RT), tingkat desa/kelurahan, maupun tingkat kecamatan. Sebagai
gambaran atau contoh kerukunan yang terjadi di tingkat RT adalah sebagaimana
yang terjadi di Desa Meraran, kehidupan sosial masyarakatnya sangat kental
dengan budaya gotongroyong dan rasa kekeluargaan. Kerjasama antara lembagalembaga yang ada di tingkat desa juga cukup baik, meskipun ada berbagai
kelemahan-kelemahan yang sampai sekarang masih ada dan sangat dirasakan oleh
masyarakat, misalnya ada sebagaian orang yang melakukan kecurangankecurangan dalam memanfaatkan dan menggunakan sumberdaya yang ada untuk
kepentingan individu. Masalah-masalah sosial lainnya yang terjadi di masyarakat
adalah masalah rendahnya pendidikan, dan masalah kemiskinan. Terkait masalah
kemiskinan yang terjadi sangat dipengaruhi oleh masih banyaknya masyarakat
yang belum memiliki pekerjaan tetap dan tidak adanya kemandirian serta masih

4
tingginya tingkat ketergantungan masyarak terhadap pihak lain seperti pemerintah
maupun swasta atau perusahaan tambang (PT NNT). Bentuk ketergantungan
masyarakat terhadap pemerintah misalnya pendidikan gratis, kesehatan gratis,
dana stimulus untuk koperasi dan UMKM yang terus disalurkan oleh pemerintah
namun tidak disertai dengan peningkatan produktifitas masyarakat yang lebih
baik, dan ini disebabkan oleh tidak adanya pemberdayaan masyarakat.
Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) sebagai kabupaten baru, untuk
pembangunan daerahnya serta terwujudnya perubahan yang lebih baik pada
seluruh aspek kehidupan masyarakat yang berkelanjutan, berbagai cara ditempuh
oleh Pemda KSB. Sebagai salah satu cara yang dilakukan pemerintah KSB,
Pemerintah Derah KSB menerapkan program pembangunan barbasis rukun
tetangga (PBRT) dan PSE untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan
Koperasi. Salah satu buah implementasi atau kegiatan dari PBRT adalah PSEKBRT. Program tersebut merupakan salah satu cara untuk menumbuhkan iklim
wirausaha dan investasi masyarakat KSB. Untuk PBRT sendiri rohnya adalah
rembug warga. Rembug warga ini sendiri dimulai pada tingkat RT atau diadakan
oleh masing-masing RT, sehingga apa yang menjadi kebutuhan, keinginan dan
masalah-masalah yang terjadi di masyarakat RT tersebut bisa diatasi dan dipenuhi
sendiri, yang tentunya ada kerjasama dengan pihak-pihak lainnya.
Semua desa yang ada di KSB, khususnya di Desa Meraran telah dibentuk
KBRT sebagai wadah masyarakat setempat untuk menumbuh kambangkan iklim
wirausaha dan investasinya. Dengan dibentuknya koperasi di masing-masing RT
maka seluruh masyarakat di RT tersebut akan menjadi anggota koperasi.
Pengertian koperasi secara umum menurut Hendar dan Kusnadi (2005) yakni:
“Koperasi adalah organisasi yang otonom yang berada di dalam
lingkungan sosial ekonomi dan sistem ekonomi yang memungkinkan
setiap individu dan setiap kelompok orang merumuskan tujuantujuannya secara otonom dan mewujudkan tujuan-tujuan itu melalui
aktivitas-aktivitas ekonomi yang dilaksanakan secara bersama”.
Koperasi Berbasis Rukun Tetangga (KBRT) merupakan koperasi yang
sama dengan koperasi lainnya, yaitu suatu perkumpulan yang beranggotakan
orang-orang atau badan hukum koperasi yang bekerja sama atas dasar sukarela
untuk kesejahteraan anggota, hanya saja di sini yang menjadi anggota, pengurus
dan pengawas koperasi adalah warga dari RT yang mendirikan KBRT. Pada
prinsipnya KBRT didirikan di setiap RT oleh masing-masing RT dan yang
menjadi anggota KBRT adalah masyarakat RT tersebut atau ada perwakilan untuk
masing-masing kepala keluarga (KK). Anggota KBRT minimal 20 orang yang
secara sukarela menjadi anggota KBRT. Senada yang disampaikan oleh mantan
Bupati KSB (Zulkifli Muhadli) bahwa dengan dibentuknya koperasi di masingmasing RT maka seluruh masyarakat di RT tersebut akan menjadi anggota
koperasi, hidup dan matinya koperasi itu menjadi tanggungjawab masyarakat di
setiap RT karena mereka sendiri yang menjadi pengurus.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan KSB, jumlah Rukun Tetangga (RT)
yang tersebar di delapan kecamatan di KSB berjumlah 793 RT. Dari total jumlah
RT tersebut, yang telah membentuk KBRT dan berbadan hukum berdasarkan data
SKPD Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Mikro Kecil dan

5
Menengah (Disperindagkop dan UMKM) dari tahun 2009 sampai dengan 2011
sebanyak 281 KBRT atau baru 35,44% dari total RT yang ada di KSB.
Banyaknya koperasi yang terbentuk dan telah mendapatkan dana stimulus
ternyata tidak berkembang dengan baik. Data Disperindagkop dan UMKM KSB
menunjukkan bahwa dari seluruh KBRT yang telah mendapatkan dana stimulus,
ada 51% yang melakukan pengembalian pinjaman artinya bahwa masih banyak
KBRT yang tidak melunasi pinjamannya dan ini bisa disebabkan oleh kurangnya
partisipasi anggota KBRT sehingga tidak bisa mengembalikan pinjaman dana
stimulus.
Lebih khusus KBRT yang ada di Desa Meraran berjumlah 9 KBRT namun
dari 9 KBRT tersebut hanya ada 3 yang masih aktif. KBRT yang masih aktif
tersebut, sejak didirikan tidak mengalami perkembangan yang begitu berarti sama
sekali meskipun kegiatan usaha dan kepengurusannya masih jalan. Sementara 6
KBRT lainnya mati surih atau kepengurusan dan kegiatannya tidak berjalan.
KBRT yang telah mendapatkan pinjaman dana stimulus ada 7 KBRT, ada dua
KBRT yang tidak melunasi pinjamannya. Hal tersebut berarti bahwa anggota
KBRT tidak berpartisipasi dengan baik apalagi ada penembahan anggota.
Desa Meraran merupakan salah satu desa yang ada di KSB. Dari segi
ekonomi, mata pencaharian masyarakatnya adalah beragam namun sebagian besar
mata pencahariannya bertani dan sekaligus sebagai nelayan. Di Tahun 2012 yang
bekerja di bidang petanian sebanyak 455 orang (79,96%), perikanan 12 orang
(2,1%), perdagangan 6 orang (1,05%), angkutan dan komonikasi 6 orang (1,05%),
jasa perorangan 11 orang (1,93%), jasa pemerintah 28 orang (4,92%), dan lainnya
51 orang (8,96%). Menurut data potensi Desa Meraran, terdapat 256 laki-laki dan
307 perempuan yang tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Kondisi sosial
pendidikan, penduduk Desa Meraran mayoritas tamatan SMP dan SMA/sederajat,
berdasarkan data potensi desa yang ada bahwa Tahun 2012 yang tamatan
SD/sederajat 179 laki-laki dan 120 perempuan, tamatan SMP/sederajat 244 lakilaki dan 168 perempuan, tamatan SMA/sederajat 199 laki-laki dan 105
perempuan, diploma dan sarjana sebanyak 62 laki-laki dan 25 perempuan.
Pengembangkan ekonomi lokal atau menumbuhkan iklim wirausaha dan
investasi masyarakat KSB, salah satunya dilakukan melalui PSE-KBRT yang
tetap mengacu pada semangat PBRT. KBRT merupakan wadah penyaluran dana
stimulus yang dialokasikan oleh Pemda KSB yang berasal dari Anggaran
Pendapan Belanja Daerah (APBD) dan merupakan salah satu cara menumbuhkan
iklim wirausaha dan investasi masyarakat KSB dalam hal ini pengembangan
ekonomi lokal yang berangkat dari struktur pemerintah paling bawah yaitu RT.
Dengan dibentuknya koperasi di masing-masing RT maka seluruh masyarakat di
RT tersebut akan menjadi anggota koperasi. Program ini diharapkan bisa
menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat dengan partisipasi aktif dari
masyarakat itu sendiri dan berujung pada peningkatan kasejahteraan masyarakat
KSB, namun dalam implementasinya masih jauh dari apa yang diharapkan
tersebut.
Pertanyaannya,
bagaimana
strategi
peningkatan
partisipasi
masyarakat dalam PSE-KBRT di KSB?

6

Rumusan Masalah Kajian
Partisipasi merupakan faktor yang paling penting dalam mendukung
keberhasilan atau perkembangan suatu organisasi. Melalui partisipasi segala aspek
yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan pencapaian tujuan direalisasikan.
Semua program yang harus dilaksanakan perlu memperoleh dukungan dari semua
unsur atau komponen yang ada. Tanpak dukungan semua unsur atau komponen
yang ada, pelaksanaan program-program tidak akan berhasil dengan baik (Hendar
dan Kusnadi 2005).
PSE-KBRT merupakan program inovatif pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan pemerintah KSB. Sebagai salah satu program inovatif yang digalakkan
pemerintah KSB untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan tidak
menggantungkan diri pada industri-industri lain khususnya pertambangan.
Keterlibatan masyarakat dalam mengimplementasikan program harus lebih
partisipatif sehingga apa yang menjadi harapan, maksud maupun tujuan dari
program tersebut dapat tercapai.
Untuk mengetahui dan menganalisis pertanyaan utama yang telah
dipaparkan maka dapat ditarik beberapa pertanyaan spesifik dalam penelitian ini.
Pertama, bagaimanakah implementasi PSE-KBRT di KSB? Pada pertanyaan
spesifik pertama ini akan mulai dikaji apakah implementasi PSE-KBRT sesuai
dengan standar operasional yang telah dibuat, dan cukup mudah dijangkau atau
dilalui oleh masyarakat sehingga mampu memberikan ruang partisipasi yang baik
bagi masyarakat.
Ada 280 KBRT yang terbentuk di KSB untuk pengembangan
masyarakatnya. Keberhasilan implementasi PSE-KBRT, telah didukung oleh
partisipasi semua pihak yang terkait khususnya masyarakat. Selain itu,
keberhasilan suatu lembaga atau organisasi juga sangat ditentukan oleh partisipasi
masyarakat. Tingginya partisipasi masyarakat akan mempercepat pencapaian
tujuan dari program tersebut.
Setelah mengkaji implementasi program stimulus ekonomi untuk Koperasi
Berbasis Rukun Tetangga, maka pertanyaan spesifik kedua adalah
bagaimanakah partisipasi masyarakat dalam PSE-KBRT di KSB? Partisipasi
masyarakat dalam PSE-KBRT, bisa memberikan gambaran bahwa masyarakat
terlibat atau mengambil bagian dalam program serta bagaiman menentukan
kegiatan atau usulan dalam menentukan yang terbaik.
Menurut Slamet (1985) sebagaimana yang dikutip oleh Totok dan
Poerwoko (2012) menyatakan bahwa tumbuh kembangnya partisipasi masyarakat
dalam program pembangunan dipengaruhi oleh beberapa unsur pokok atau faktorfaktor yang mempengaruhinya. Pertama, adanya kesempatan yang diberikan
kepada masyarakat. Kedua, adanya kemauan dan kemampuan masyarakat untuk
berpartisipasi. Ketiga, kebutuhan akan program serta manfaat keberadaan
program.
Pelaksanaan suatu program akan mendapatkan hasil yang maksimal jika
didukung oleh faktor-faktor tumbuh dan berkembangnya partisipasi yang baik dari
semua pihak khususnya masyarakat. Begitu juga dalam PSE-KBRT yang ada di
KSB. Maka pertanyaan spesifik ketiga adalah faktor-faktor apakah yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam PSE-KBRT di KSB?

7

Tujuan Kajian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
tujuan diadakannya kajian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis implementasi PSE-KBRT di KSB;
2. Menganalisis partisipasi masyarakat dalam PSE-KBRT di KSB;
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam
PSE-KBRT di KSB; dan
4. Merumuskan strategi peningkatan partisipasi masyarakat dalam PSE-KBRT di
KSB.

Kegunaan Kajian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
1. Pemerintah Daerah, sebagai reprensi dan sumbangan pemikiran dalam upaya
untuk menemukan solusi dari permasalahan peningkatan ekonomi atau
kesejahteraan masyarakat dan masalah peningkatan partisipasi masyarakat
dalam PSE-KBRT di KSB.
2. Kalangan Akademisi, memperkaya keilmuan tentang pengembangan usaha
koperasi dari perspektif pengembangan masyarakat, dan sebagai sumbangan
bagi para peneliti lain yang akan melaksanakan penelitian ilmiah dengan
kajian mengenai PSE-KBRT.
3. Masyarakat, sebagai bahan informasi untuk meningkatkan partisipasinya
dalam PSE-KBRT, baik dalam perencanaan program, pelaksanaan serta
monitoring dan evaluasi program, dan lebih-lebih dalam pemanfaatan hasil
dari program tersebut.

Ruang Lingkup Kajian
Fokus pengkajian dalam penelitian ini hanya akan ditekankan pada
perumusan strategi peningkatan partisipasi masyarakat dalam PSE-KBRT.
Adapun sesuai dengan tujuan spesifik dari kajian adalah melakukan kajian tentang
implementasi PSE- KBRT, tingkat partisipasi masyarakat dalam PSE- KBRT, dan
faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembangnya partisipasi masyarakat
dalam PSE-KBRT di KSB, yang berdampak kepada pencapaian tujuan
pengembangan koperasi dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Tujuan
pembatasan ruang lingkup penelitian ini adalah agar pembahasan tesis ini sesuai
dan fokus dengan cakupan judul dan tidak terlalu melebar.

8

9

2 PENDEKATAN TEORITIS
Bagian ini akan membahas tentang tinjauan pustaka, dan kerangka
pemikiran. Tinjauan pustaka menjelaskan beberapa hal yaitu pemberdayaan
masyarakat, program stimulus ekonomi (modal), koperasi, Rukun Tetangga (RT),
KBRT, dan partisipasi (bentuk dan tingkat partisipasi). Kerangka pemikiran
konseptual akan dibahas tentang kerangka (frame) yang menjadi alur piker dan
prosedur serta alat analisis yang digunakan. Dari kerangka pemikiran konseptual
akan dihasilkan suatu bagan alir dari penelitian.

Tinjauan Pustaka
Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat secara luas diartikan sebagai suatu proses yang
membangun manusia atau masyarakat melalui pembangunan kemampuan
masyarakat, perubahana prilaku masyarakat dan pengorganisasian masyarakat.
menurut Tonny (2013) persoalan ketidakberdayaan masyarakat bawah biasanya
bertalain erat dengan persoalan kemiskinan, keterbelakangan, kekurangan
kapasitas pendidikan. Salah satu prinsip pembangunan yang dianggap penting dan
bisa menjembatani proses pemberdayaan komunitas adalah grass root
development (pembangunan dimulai dari rakyat).
Menurut Hacker (1999) yang dikutip oleh Totok dan Poerwoko (2012)
mendefinisikan pemberdayaan sebagai;
Empowerment may be understood as a process of transformation. This
includes the transformation of the unequal power relationship, unjust
structures of society, and development policies. Empowerment also
means transformation in the sense of changing and widening of
individual’s opportunities.
Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah proses mengembangkan dan
memandirikan serta upaya meningkatkan nilai jual masyarakat di setiap lapisan
khususnya lapisan bawah untuk semua bidang kehidupan. Secara tersirat
pemberdayaan memberikan tekanan pada otonomi pengambilan keputusan dari
suatu kelompok masyarakat, yang dilandasi dengan penerapan aspek demokratis,
partisipasi dengan titik fokusnya pada lokalitas, sebab masyarakat akan merasa
siap diberdayakan melalui isu-isu lokal (Totok dan Poerwoko 2012), sebagaimana
yang dinyatakan oleh Anthony (2000) yang dikutip oleh Toto dan Poerwoko
(2012) yaitu:
“Empowerment is a process through which those excluded are able to
participate more fully in decisions about forms of growth, strategies of
development, and distribution of their product”.
Suharto (2010) menyatakan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah proses
dan tujuan. Sebagai proses, pembedayaan adalah serangkaian kegiatan untuk

10
memperkuat kekuasaan dan keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat,
termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan,
pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang dicapai oleh sebuah
perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau
pengetahuan dan kemampuan dalam memahami kebutuhan hidupnya. Proses
pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal yaitu Pertama, bahwa kekuasaan
dapat berubah, jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin
terjadi dengan cara apapun. Kedua, kekuasaan dapat diperluas, kekuasaan tidak
statis melainkan dinamis.
Upaya memberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi. Pertama,
menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang (enabling). Pada sisi pertama ini, titik tolaknya adalah pengenalan
bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat
dikembangkan. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
(empowering). Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut
penyediaan berbagai masukan, serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang
(opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi berdaya. Ketiga,
memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan,
harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena
kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat (Totok dan Poerwoko 2012).
Pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat.
Walaupun masyarakat mempunyai kemampuan untuk melakukan usaha
penanganan masalah sosial secara mandiri dan itu perlu selalu ditingkatkan
kapasitasnya melalui upaya pemberdayaan, hal itu tidak berarti menghilangkan
tanggung jawab Negara dalam penanganan masalah sosial (Soetomo 2008).
Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan
kapasitas mengembangkan potensi kreasi, mengontrol lingkungan dan
sumberdaya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukan
proses politik di ranah Negara.
Pemberdayaan masyarakat sebagai suatu strategi, sekarang telah banyak
diterima bahkan telah berkembang dalam berbagai literatur, meskipun upaya
mewujudkannya dalam praktik pembangunan tidak selalu berjalan mulus. Banyak
pihak yang belum memahami dan mungkin tidak menyakini bahwa konsep
pemberdayaan masyarakat merupakan alternatif pemecahan masalah-masalah
pembangunan yang dihadapi.
Pemberdayaan pada hakekatnya adalah untuk menyiapkan masyarakat agar
mereka mampu dan mau secara aktif berpartisipasi dalam setiap program dan
kegiatan pembangunan. Meskipun partisipasi masyarakat merupakan suatu yang
harus ditumbuh kembangkan namun pada realitanya tidak selalu diupayakan
sungguh-sungguh. Untuk tumbuh dam berkembangnya partisipasi masyarakat
dalam pembangunan mengharuskan adanya kepercayaan dan kesempatan yang
diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat untuk terlibat secara aktif
(Zulkarnain 2009).
Otonomi daerah akan memperkuat daerah dalam rangka menangkap aspirasi
masyarakat daerah, bisa diartikan sebagai undangan pada institusi lokal untuk
kembali berfungsi. Otonomi daerah secara budaya berarti pengembalian hak
budaya lokal untuk bisa tumbuh dan berkembang secara wajar. Penguatan institusi
lokal dalam kerangka otonomi daerah bermakna pengembalian fungsi institusi

11
lokal sebagai wahana masyarakat dalam menghadapi hidup dan menyelesaikan
persoalan-persoalan yang dihadapi.
Partisipasi berasal dari kata participation yang artinya peran serta, dan
secara luas diartikan peran atau ikut serta mengambil bagian dalam suatu kegiatan
tertentu. Paul (1987) yang dikutip oleh Tonny (2013) mendefinisikan partisipasi
sebagai berikut.
”participation refers to an active process where by beneficiaries
influence the direction and execution of development projects rather than
merely receive a shere of project benefits”
Soetrisno (1995) membedakan definisi partisipasi menjadi 2 (dua) yaitu:
Pertama, partisipasi adalah kemauan rakyat untuk mendukung secara mutlak
program-program pemerintah yang dirancang dan ditentukan oleh pemerintah.
Kedua, partisipasi adalah kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam
merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil
pembangunan. Dalam definisi partisipasi yang pertama; yang lazim dipahami
oleh kalangan aparat perencana dan pelaksana pembangunan, masyarakat adalah
suatu bagian pasif, dimana masyarakat dituntut untuk mendukung proyek
pembangunan yang telah ditentukan, sedangkan usulan dari masyarakat dianggap
sebagai keinginan. Pada konsep partisipasi yang kedua masyarakat diasumsikan
mempunyai aspirasi yang perlu diakomodasikan dalam suatu program
pembangunan.
Pengembangan masyarakat harus selalu berupaya untuk memaksimalkan
partisipasi, dengan tujuan membuat setiap orang dalam masyarakat terlibat secara
aktif dalam proses-proses dan kegiatan masyarakat serta untuk menciptakan
kembali masa depan masyarakat dan individu (Ife dan Tesoriero, 2008).
Partisipasi masyarakat daerah dalam pembangunan diperlukan untuk menunjang
pelaksanaan otonomi daerah. Hal ini sesuai dengan prinsip good governance,
bahwa pelaksanaan pembangunan tidak hanya merupakan tugas pemerintah
(state), tetapi juga menjadi tanggung jawab swasta (private) dan masyarakat
madani (civil society) seperti yang dikemukan. Partisipasi masyarakat diperlukan
untuk menciptakan good governance yang memiliki unsur-unsur akuntabilitas,
partisipasi, predictability dan transparansi. Oleh karena itu, salah satu prinsip
good governance (kepemerintahan yang baik) yang sering diturunkan menjadi
good local governance (kepemerintahan daerah yang baik) adalah tumbuh dan
berkembangnya partisipasi masyarakat (Pertiwi 2003). Terkait dengan upaya
mendorong keterbukaan pemerintah untuk menerima partisipasi stakeholder lain
dalam pengambilan keputusan, pionir-pionir pendorong partisipasi muncul di
berbagai institusi pemerintah. Stakeholder adalah pihak-pihak atau individu
maupun kelompok yang memiliki kepentingan, terlibat atau dipengaruhi oleh
suatu kegiatan atau program pembangunan. Salah satu stakeholder dalam
perencanaan pembangnunan adalah masyarakat atau warga. Masyarakat atau
warga dituntut untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Selanjutnya Sumarto (2004) menjelaskan bahwa tanpa partisipasi warga
akan ditemui hal-hal sebagai berikut:
1. Pemerintah daerah kekurangan petunjuk mengenai kebutuhan dan
keinginan warganya;

12
2. Investasi yang ditanamkan di daerah tidak mengungkapkan prioritas
kebutuhan warga;
3. Sumber-sumber daya publik yang langka tidak digunakan secara optimal;
4. Sumber-sumber daya masyarakat yang potensial untuk memperbaiki
kualitas hidup masyarakat daerah tidak tertangkap;
5. Standar-standar dalam merancang pelayanan dan prasarana yang tidak
tepat; dan
6. Fasilitas-fasilitas yang ada digunakan di bawah kemampuan dan
ditempatkan pada tempat-tempat yang salah.
Pada umumnya kelemahan perencanaan pembangunan di Indonesia adalah
kurangnya koordinasi dan sinkronisasi dalam pelaksanaannya, kurangnya sarana
dan prasarana komunikasi, yang berakibat pada minimnya arus informasi dan
menghambat pelaksanaan pembangunan yang telah dirancang semula (Kunarjo
2002). Selanjutnya dijelaskan Kunarjo (2002) bahwa koordinasi dan sinkronisasi
sangat diperlukan untuk mengurangi inkonsistensi dalam pelaksanaan
pembangunan. Untuk menanggulangi masalah ini tidak ada pilihan lain kecuali
harus melaksanakan desentralisasi dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan.
Bila suatu perencanaan lokal dibuat oleh wakil-wakil badan perencanaan
tersebut akan diintegrasikan ke dalam proses perencanaan lokal, nampaknya akan
lebih relevan terhadap kebutuhan setempat serta bisa terimplementasikan dengan
sumber-sumber daya dan dana yang ada di daerah. Perencanaan tingkat lokal akan
menjadi lebih efektif bila ada proses desentralisasi implementasi rencana tersebut.
Pelibatan masyarakat setempat secara benar-benar dalam implementasi
perencanaan, khususnya jika memiliki semacam kontrol langsung terhadap alokasi
keuangan dan sumber daya lainnya yang ada. Kemungkinan besar masyarakat
akan lebih merasa memiliki dan mempunyai relevansi yang kuat serta merasa
terpakai.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan juga dapat memperkuat proses
demokrasi, karena dengan partisipasi masyarakat berarti:
1. Memberi kesempatan yang nyata kepada mereka untuk mempengaruhi
pembuatan keputusan tentang masalah kehidupan yang mereka hadapi
sehari-hari dan mempersempit jurang pemisah antara pemerintah dan
rakyat;
2. Memperluas peluang pendidikan politik bagi masyarakat sebagai
landasan bagi pendidikan demokrasi, sehingga rakyat menjadi terlatih
dalam menyusun prioritas-prioritas kebutuhan dan kepentingan yang
berbeda; dan
3. Dengan adanya partisipasi masyarakat lokal dalam menangani urusanurusan publik akan memperkuat solidaritas komunitas masyarakat lokal
(Islamy 2004).
Untuk itu setiap penggerak pembangunan perlu memahami dengan baik
faktor karakteristik masyarakat, potensinya, lingkungan sekitarnya kepentingan
dan kebutuhannya agar penumbuhan partisipasi tidak salah arah dan ditolak oleh
masyarakat. Pendekatan persuasif, pemberdayaan, keswadayaan dan kemandirian
perlu dikaji dan dipilih untuk meningkatkan keberhasilan pembangunan
masyarakat partisipatif.
Menurut Nelson di dalam Ndraha (1990) ada dua jenis partisipasi yaitu

13
partisipasi antara sesama warga atau anggota suatu perkumpulan yang dinamakan
partisipasi horisontal, dan partisipasi yang dilakukan oleh bawahan dengan atasan,
atau antara masyarakat dengan pemerintah yang diberi nama partisipasi vertikal.
Bryant dan White (1982) dalam Ndraha (1990) membagi partisipasi menurut
prosesnya ke dalam dua jenis; 1) partisipasi dalam proses politik yaitu keterlibatan
dalam berbagai kegiatan politik seperti pemberian suara dalam pemilihan,
kampanye dan sebagainya. 2) partisipasi dalam proses administratif yaitu
keterlibatan dalam kegiatan seperti perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Menurut Yasa (2008) yang dikutip oleh Tety (2008) mengatakan bahwa
pembangunan partisipatif dapat dipenuhi dengan adanya visi, misi, strategi dan
aksi pembangunan untuk rakyat, sasaran pembangunan sesuai kebutuhan dan
potensi masyarakat, mekanisme perencanaan yang sesuai.
Partisipasi masyarakat yang dimaksud dalam tulisan ini adalah partisipasi
vertikal dan partisipasi horisontal. Disebut partisipasi vertikal karena masyarakat
terlibat atau mengambil bagian suatu program dalam hubungan masyarakat berada
pada posisi sebagai bawahan. Disebut partisipasi horisontal karena pada suatu saat
masyarakat mempunyai kemampuan untuk berprakarsa dimana setiap anggota
masyarakat berpartisipasi satu dengan yang lain dalam melakukan kegiatan.
Partisipasi tersebut merupakan tanda permulaan tumbuhnya masyarakat yang
mampu berkembang secara mandiri.
Menurut Sopanah dan Mardiasmo (2003) yang dikutip oleh Liza (2010)
menyatakan bahwa partisipasi masyarakat merupakan kunci sukses pelaksanaan
otonomi daerah, terutama menyangkut aspek pengawasan dan aspirasi kepada
pihak eksekutif. Partisipasi masyarakat dapat lebih ditingkatkan apabila rencana
pembangunan itu sendiri berorientasi kepada kepentingan masyarakat terutama
perhatian terhadap aspek keadilan dan pemerataan pembangunan.
Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat menurut Forum Inovasi (2002) dapat
berupa: 1) mendiskusikan program atau rancangan kebijakan antara mpemerintah
dan masyarakat melalui public hearing, dialog interaktif; 2) menyampaikan
usulan/keluhan dalam berbagai kegiatan; 3) menolak kebijakan dengan
mendatangi kantor DPRD dan Pemerintah Daerah secara bersama-sama; 4)
merencanakan dan melaksanakan proyek pembangunan oleh masyarakat. Bentuk
inovasi pelembagaan partisipasi warga adalah Dewan Pembangunan Daerah bisa
dalam berbagai bentuk seperti lembaga swadaya masyarakat atau dalam bentuk
lainnya. Lembaga-lembaga tersebut dapat menjadi wahana dalam penyampaian
usulan atau pendapat-pendapat sesuai dengan bidangnya. Dalam perencanaan
pembangunan lembaga-lembaga inilah yang wajib diikutsertakan dalam
menentukan kegiatan yang akan dilaksanakan.
Ada empat macam kegiatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan
sebagaimana yang dikemukakan oleh Yadav (1980) yang dikutip oleh Totok dan
Poerwoko (2012) yaitu:
1. Partisipasi dalam pengambilan keputusan, partisipasi masyarakat dalam
pembangunan perlu ditumbuhkan melalui dibukanya forum yang
memungkinkan masyarakat banyak berpartisipasi langsung di dalam
proses pengambilan keputusan tentang program-program pembangunan
di wilayah setempat atau di tingkat lokal.
2. Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan, partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan pembangunan harus diartikan sebagai pemerataan

14
sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang-tunai, dan atau
beragam bentuk korban lainnya yang sepadan dengan manfaat yang akan
diterima.
3. Partisipsi dalam pemantauan dan evaluasi pembangunan, kegiatan
pemantauan dan evaluasi program dan proyek pembangunan sangat
diperlukan. Kegiatan ini dilakukan untuk bisa memperoleh umpan balik
tentang masalah-masalah dan kendala yang dihadapi dan bukan hanya
untuk mencapai tujuan seperti yang diharapkan.
4. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan, tujuan pembangunan
adalah untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak sehingga
pemerataan hasil pembangunan merupakan tujuan utama. Di samping itu,
pemanfaatan hasil pembangunan akan merangsang kemauan dan
kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap
program pembangunan yang akan datang.
Keempat macam kegiatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang
dikemukakan Yadav (1980) tersebut di atas, partisipasi masyarakat dalam
perencanaan atau pengambilan keputusan pembangunan (termasuk penetapan
rencana) adalah merupakan salah satu lingkup atau tahapan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan. Jelaslah bahwa partisipasi masyarakat dalam era
desentralisasi ini menjadi salah satu keberhasilan penyelenggaraan otonomi
daerah.
Tahapan partisipasi masyarakat dalam pembangunan sebagai berikut:
1. Tahap partisipasi dalam perencanaan kegiatan. Slamet (1993)
membedakan ada tingkatan partisipasi yaitu: partisipasi dalam tahap
perencanaan, partisipasi dalam tahap pelaksanaan, partisipasi dalam tahap
pemanfaatan. Partisipasi dalam tahap perencanaan merupakan tahapan
yang paling tinggi tingkatannya diukur dari derajat keterlibatannya. Dalam
tahap perencanaan, orang sekaligus diajak turut membuat keputusan yang
mencakup merumusan tujuan, maksud dan target. Pengetahuan para
perencana teknis yang berasal dari atas umumnya amat mendalam. Oleh
karena keadaan ini, peranan masyarakat sendirilah akhirnya yang mau
membuat pilihan akhir sebab mereka yang akan menanggung kehidupan
mereka. Oleh sebab itu, sistem perencanaan harus didesain sesuai dengan
respon masyarakat, bukan hanya karena keterlibatan mereka yang begitu
esensial dalam meraih komitmen, tetapi karena masyarakatlah yang
mempunyai informasi yang relevan yang tidak dapat dijangkau
perencanaan teknis atasan.
2. Tahap partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan. Partisipasi masyarakat
dalam pembangunan, seringkali diartikan sebagai partisipasi masyarakat
banyak (yang umumnya lebih miskin) untuk secara sukarela
menyumbangkan tenaganya di dalam kegiatan pembangunan. Di lain
pihak, lapisan yang ada di atasnya (yang umumnya terdiri atas orang kaya)
yang lebih banyak memperoleh manfaat dari hasil pembangunan, tidak
dituntut sumbangannya secara proporsional. Karena itu, partisipasi
masyarakat dalam tahap pelaksanaan pembangunan harus diartikan
sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja,
uang tunai, dan atau beragam bentuk korbanan lainnya yang sepadan
dengan manfaat yang akan diterima oleh warga yang bersangkutan

15
3.

4.

(Mardikanto, 2001).
Tahap partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan. Kegiatan
pemantauan dan evaluasi program dan proyek pembangunan sangat
diperlukan. Bukan saja agar tujuannya dapat dicapai seperti yang
diharapkan, tetapi juga diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang
masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan
pembangunan yang bersangkutan. Dalam hal ini, partisipasi masyarakat
mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan perkembangan kegiatan
serta perilaku aparat pembangunan sangat diperlukan (Mardikanto, 2001).
Tahap partisipasi dalam pemanfaatan hasil kegiatan. Partisipasi dalam
pemanfaatan hasil pembangunan, merupakan unsur terpenting yang sering
terlupakan. Sebab tujuan pembangunan adalah untuk memperbaiki mutu
hidup masyarakat banyak sehingga pemerataan hasil pembangunan
merupakan tujuan utama (Mardikanto, 2001).

Tabel 2. Kosep partisipasi masyarakat
No
1

Referensi
Paul (1978)

2

Soetrisno (1995)

3

Islami (2004)

4

Nelson

5

Bryant dan White
(1982)
Sopanah
dan
Mardiamo (2003)
Forum
Inovasi
(2002)

6
7

8

Yadav (1980)

9

Slamet (1993) dan
Mardikanto
(2001)

Konsep partisipasi
participation refers to an active process where by
beneficiaries influence the direction and execution of
development projects rather than merely receive a shere of
project benefits.
- Kemuan masyarakat untuk mendukung program
pemerintah secara mutlak
- Kerjasama antar masyarakat dan pemerintah dalam
merencanakan,
melaksanakan,
melestarikan
dan
mengembangkan hasil pembangunan.
- Memberi kesempatan yang nyata kepada masyarakat
- Memperluas peluang pendidikan politik masyarakat
- Memperkuat solidaritas masyarakat
- Partisipasi antar warga (horizontal)
- Partisipasi masyarakat dengan pemerintah (vertikal)
- Partisipasi dalam