Modal Sosial Dan Program Stimulus Ekonomi Dalam Pengembangan Koperasi Berbasis Rukun Tetangga Di Kabupaten Sumbawa Barat.
i
MODAL SOSIAL DAN PROGRAM STIMULUS EKONOMI
DALAM PENGEMBANGAN KOPERASI BERBASIS RUKUN
TETANGGA DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT
ANTON
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Modal Sosial dan
Program Stimulus Ekonomi dalam Pengembangan Koperasi Berbasis Rukun
Tetangga di Kabupaten Sumbawa Barat adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Anton
NRP I354120045
iv
v
RINGKASAN
ANTON. Modal Sosial dan Program Stimulus Ekonomi dalam
Pengembangan Koperasi Berbasis Rukun Tetangga di Kabupaten Sumbawa
Barat. Dibimbing oleh DJUARA P. LUBIS dan RILUS A. KINSENG.
Pengembangan Koperasi Berbasis Rukun Tetangga (KBRT) melalui
modal sosial yang mencakup kepercayaan, norma dan jaringan menjadi
suatu hal yang penting untuk dilakukan. Hal tersebut menjadi penting untuk
dilakukan karena keberadaan KBRT penerima dana Program Stimulus
Ekonomi (PSE) sangat dibutuhkan sebagai proses pemberdayaan
masyarakat, yang diharapkan dapat mendorong terciptanya kesejahteraan
pada seluruh warga melalui peningkatan usaha produktif. Tujuan kajian ini
adalah sebagai berikut: (1) menganalisis kondisi modal sosial pada KBRT;
(2) menganalisis implementasi PSE dalam usaha produktif KBRT; 3)
menganalisis keragaan KBRT; dan (4) merumuskan strategi pengembangan
KBRT melalui modal sosial.
Kajian ini menggunakan data kualitatif dengan studi dokumen,
observasi, wawancara mendalam, dan Focus Group Discusion (FGD) dan
data kuantitatif dari kuesioner. Kajian dilaksanakan di Desa Manemeng,
Kecamatan Brang Ene, Kabupaten Sumbawa Barat.
Hasil kajian ini menunjukkan bahwa modal sosial KBRT pada aspek
kepercayaan cukup kuat, sedangkan pada aspek norma dan jaringan belum
cukup kuat untuk mendukung keberhasilan dan pengembangan usaha KBRT.
Implementasi PSE dalam usaha produktif KBRT masih sangat kurang dan
belum berhasil dengan baik, hanya sebagian kecil anggota yang
menggunakan dana stimulus KBRT untuk usaha produktif, sebagian besar
anggota hanya terlibat dalam usaha simpan pinjam. KBRT memiliki
keragaan dan belum optimal dalam mengembangkan usaha yang dilakukan.
Dengan adanya keragaan tersebut masing-masing KBRT memiliki
keunggulan dan kelemahan dalam proses pengembangan usaha dari dana
stimulus yang diterima.
Penyusunan strategi pengembangan KBRT melalui modal sosial
dilakukan secara partisipatif dengan memperhatikan potensi yang ada pada
pengurus dan anggota. Adapun perancangan strategi (program aksi) yang
dirumuskan adalah: (1) penguatan kepercayaan dalam KBRT; (2) penguatan
norma dalam KBRT; dan (3) penguatan jaringan KBRT.
Kata kunci: modal sosial, program stimulus ekonomi, koperasi berbasis
rukun tetangga
vi
SUMMARY
ANTON. Social Capital and Economic Stimulus Program in the
Development of Neighboorhod Association Cooperation of West Sumbawa
Regency. Supervised by DJUARA P. LUBIS and RILUS A. KINSENG.
The development of Neighboorhod Association Cooperation through
social capital that included of trust, norms, and networks it becomes
important to do. It has become important because of the existence of
Neighborhood Association Cooperation beneficiary of Economic Stimulus
Program is very required as the empowerment process of society that can be
encourage the creation of prosperity in the entire of residents through the
enchancement of productive business. The purpose of this study is the
following: (1) to analyze about social capital conditions of Neighboorhod
Association Cooperation; (2) to analyze the implementation of Economic
Stimulus Program in productive business of Neighboorhod Association
Cooperation; (3) to analyze about the performance of Neighboorhod
Association Cooperation; and (4) to formulize the strategy for development
of Neighboorhod Association Cooperation through social capital.
This research used qualitatif data on document study, observation,
deep interview, and focus group discusion and quantitative data of
questionnaire. This study was implemented Desa Manemeng, Kecamatan
Brang Ene, West Sumbawa Regency.
The result of this research showed that social capital of Neighboorhod
Association Cooperation on trust aspect was strong, while norms and
networks aspect was not strong enough to support the success and
developing of effort on Neighboorhod Association Cooperation. The lacking
in implementation of Economic Stimulus Program in the productive
enterprises of Cooperation Neighborhood Association and hasn’t work well,
only a small percentage of members using stimulus funds for Neighboorhod
Association Cooperation productive enterprises. Neighboorhod Association
Cooperation had performance and was not optimal in the developing the
effort. By the performance of that organization, each Neighboorhod
Association Cooperation has superiority and infirmity in the exertion
development process from the stimulus fund received.
Formulation of development strategies Neighboorhod Association
Cooperation through social capital done in a participatory manner with due
regard to the potential that exists in the management and members. As for
design of strategies (action programs) are formulated is: (1) strengthening
trust in Neighboorhod Association Cooperation; (2) strengthening norms in
Neighboorhod Association Cooperation; and (3) strengthening the
Neighboorhod Association Cooperation networks.
Key words: social capital, economic stimulus program, neighboorhod
association cooperation
vii
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
viii
ix
MODAL SOSIAL DAN PROGRAM STIMULUS EKONOMI
DALAM PENGEMBANGAN KOPERASI BERBASIS RUKUN
TETANGGA DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT
ANTON
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional pada
Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
x
Penguji luar pada Ujian Tesis: Prof Dr Endriatmo Soetarto, MA
xi
Judul Kajian
Nama
NRP
: Modal Sosial dan Program Stimulus Ekonomi dalam
Pengembangan Koperasi Berbasis Rukun Tetangga di
Kabupaten Sumbawa Barat
: Anton
: I354120045
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Djuara P. Lubis, MS
Ketua
Dr Ir Rilus A. Kinseng, MA
Anggota
Diketahui oleh
Koordinator Program Studi
Pengembangan Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Lala M. Kolopaking, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
xii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam tesis yang dilaksanakan ini ialah Modal Sosial dan
Program Stimulus Ekonomi dalam Pengembangan Koperasi Berbasis Rukun
Tetangga di Kabupaten Sumbawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Djuara P. Lubis,
MS dan Bapak Dr Ir Rilus A. Kinseng, MA selaku pembimbing. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pengelola dan staf PS MPM SPs
IPB. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta
seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya, serta tak lupa penulis
sampaikan ungkapan terima kasih kepada teman-teman kelas dan semua
pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.
Akhirnya, semoga segala ikhtiar diterima oleh Allah subhanahu wa
ta’ala dan semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
Anton
xiii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Kajian
Manfaat Kajian
Ruang Lingkup Kajian
1
3
4
4
4
2 PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Kerangka Pemikiran
7
16
3 METODE KAJIAN
Lokasi dan Waktu Kajian
Pemilihan Informan dan Responden
Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
Perancangan Strategi (Program Aksi)
19
19
20
21
22
`
4 PROFIL DESA MANEMENG
Lokasi Desa Manemeng
Kependudukan
Struktur Sosial
Kelembagaan Ekonomi
Pola-Pola Kebudayaan
Pola Adaptasi Ekologi
Masalah-Masalah Sosial
25
26
29
30
32
33
36
5 EVALUASI PROGRAM STIMULUS EKONOMI UNTUK
KOPERASI BERBASIS RUKUN TETANGGA
Deskripsi Program Stimulus Ekonomi
KBRT di Desa Manemeng
Evaluasi Pengembangan KBRT
Ikhtisar
39
41
42
45
6 ANALISIS KONDISI MODAL SOSIAL PADA KBRT
Profil Umum Kelembagaan KBRT
Kepercayaan
Norma
Jaringan
47
50
53
58
xiv
7 ANALISIS IMPLEMENTASI PSE DALAM USAHA PRODUKTIF
KBRT DAN KERAGAAN KBRT
Implementasi PSE dalam Usaha Produktif KBRT
67
Keragaan KBRT
69
Analisis Makro Implementasi PSE untuk KBRT di KSB
75
8 PROGRAM PENGEMBANGAN KBRT MELALUI
MODAL SOSIAL
Identifikasi Potensi Pengembangan KBRT Melalui Modal
Sosial
Identifikasi Permasalahan Pengembangan KBRT Melalui Modal
Sosial
Identifikasi Permasalahan dan Kebutuhan Pengurus dan Anggota
KBRT
Perancangan Strategi (Program Aksi)
83
85
9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Rekomendasi
97
98
82
83
DAFTAR PUSTAKA
101
LAMPIRAN
103
xv
DAFTAR TABEL
1 Rincian pengolahan dan analisis data
2 Penduduk Desa Manemeng menurut golongan umur dan jenis
kelaminTahun 2012
3 Luas lahan Desa Manemeng menurut jenis penggunaannya
Tahun 2012
4 Mata pencaharian penduduk Desa Manemeng Tahun 2012
5 Daftar nama KBRT, nomor badan hukum dan jumlah anggota
KBRT di Desa Manemeng
6 Susunan nama anggota dan pengurus KBRT Saling Raning RT
05 Dusun Buin Selamu Desa Manemeng Tahun 2014
7 Susunan nama anggota dan pengurus KBRT Mega Mendung
RT 02 Dusun Mura Baru Desa Manemeng Tahun 2014
8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pernyataan yang
berkaitan dengan rasa saling percaya
9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pernyataan yang
berkaitan dengan kebersamaan
10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pernyataan yang
berkaitan dengan sistem nilai dan norma dalam KBRT
11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pernyataan yang
berkaitan dengan tata perilaku dalam KBRT
12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pernyataan yang
berkaitan dengan jalinan kerjasama antar anggota KBRT
13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pernyataan yang
berkaitan dengan kerjasama antar KBRT
14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pernyataan yang
berkaitan dengan jalinan kerja KBRT dengan pemerintah
daerah dan perbankan (Bank Mu'amalat)
15 Sistem pengelolaan dana stimulus KBRT di Desa Manemeng
16 Keunggulan dan kelemahan sistem pengelolaan dana stimulus
pada dua kelembagaan KBRT di Desa Manemeng
17 Sistem pelayanan penggunaan dana stimulus pada KBRT di
Desa Manemeng
18 Keunggulan dan kelemahan sistem pelayanan pada
kelembagaan KBRT di Desa Manemeng
19 Identifikasi permasalahan pada dua KBRT di Desa Manemeng
20 Matrik perancangan strategi (program aksi) penguatan modal
sosial pada KBRT di Kabupaten Sumbawa Barat
21
26
28
34
41
48
49
51
52
54
56
59
62
64
70
71
73
74
84
91
xvi
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran kajian strategi pengembangan KBRT di
KSB melalui modal sosial
2 Peta wilayah Desa Manemeng
3 Piramida penduduk Desa Manemeng Tahun 2012
4 Persentase luas lahan Desa Manemeng menurut jenis
penggunaannya Tahun 2012
5 Grafik mata pencaharian penduduk Desa Manemeng Tahun
2012
6 Jumlah KBRT yang terbentuk di KSB
7 Jumlah KBRT yang terbentuk di tiap kecamatan di KSB
8 Pola hubungan anggota dengan KBRT di Desa Manemeng
9 Hubungan kerja KBRT di Desa Manemeng dengan Pemerintah
KSB dan Perbankan
10 Bagan alir dana stimulus PSE pada KBRT di Desa Manemeng
17
25
27
28
35
39
40
61
65
72
DAFTAR LAMPIRAN
11 Riwayat hidup
103
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
telah membawa perubahan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah.
Dalam era otonomi, campur tangan pusat semakin berkurang dan daerah
diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengelola pembangunan di
daerahnya masing-masing. Sistem perencanaan pembangunan yang semula
lebih bersifat sektoral berubah menjadi lebih bersifat regional. Dengan
demikian perencanaan pembangunan daerah lebih banyak memperhatikan
potensi dan karakteristik khusus daerah (Sjafrizal 2009). Penyelenggaraan
otonomi daerah yang luas dilaksanakan atas dasar prinsip-prinsip demokrasi,
peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan
potensi dan keanekaragaman daerah, sehingga terjadi pemberdayaan dan
peningkatan perekonomian daerah.
Pembangunan di suatu wilayah pada hakekatnya ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan serta mewujudkan distribusi pendapatan yang
lebih merata dan berkelanjutan. Pembangunan tidak saja menekankan pada
hasil akhirnya namun bagaimana proses pencapaian level pembangunan
yang ingin dicapai dimana proses pencapaiannya dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti ketersediaan sumber daya fisik, sumber daya manusia serta
sumber daya sosial. Keberlimpahan sumberdaya fisik saja seperti sumber
daya alam dan sumber daya buatan manusia tidak lagi menjadi prasyarat
tunggal karena sumber daya alam yang berlimpah dalam jangka panjang
dapat menghambat pertumbuhan ekonomi bila tidak disertai oleh penguatan
kapital lainnya (Vipriyanti 2011).
Tujuan otonomi daerah yang sesungguhnya adalah meningkatkan
kesejahteraan warga atau masyarakat. Untuk mencapai kesejahteraan
tersebut caranya beragam, mulai dari peningkatan pelayanan publik,
peningkatan anggaran untuk pembangunan, perluasan dan peningkatan
program pemberdayaan, penguatan kelembagaan dan sebagainya. Salah
satu cara yang dilakukan dan merupakan terobosan Pemerintah Kabupaten
Sumbawa Barat (KSB) adalah melalui penataan dan penguatan Rukun
Tetangga (RT). RT merupakan organisasi sosial kemasyarakatan yang
keberadaannya sudah lama dan memiliki kedekatan dengan warga, posisi
RT sebagai fondasi sekaligus ujung tombak dalam proses pembangunan
(Mustofa 2008).
RT merupakan lembaga sosial pendukung pemerintah desa dalam
pemberdayaan masyarakat.
RT dan Pemerintah Desa harus saling
bekerjasama, khususnya dalam pemberdayaan masyarakat. Begitu pula
dengan tujuan pembentukan RT yang harus dilandasi oleh niat semata-mata
untuk meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan dan kesetaraan akses
(kesempatan) pelayanan masyarakat, meningkatkan partisipasi dan swadaya
murni masyarakat dalam pembangunan dan meningkatkan percepatan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakat di lingkungannya.
2
Dalam rangka mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah
KSB menerapkan berbagai kebijakan untuk melakukan pemerataan
pembangunan bagi seluruh masyarakat. Salah satunya dilakukan melalui
Program Stimulus Ekonomi (PSE) yang merupakan salah satu upaya untuk
menumbuhkan iklim wirausaha dan investasi masyarakat KSB. PSE
dilaksanakan berdasarkan Peraturan Bupati KSB Nomor 5 Tahun 2010
tentang Program Stimulus Ekonomi untuk Koperasi dan Usaha Mikro Kecil
Menengah, yang kemudian disusul dengan adanya kerjasama kemitraan
antara Pemerintah KSB dengan PT. Bank Mu’amalat Indonesia Tbk
Cabang Mataram Kantor Unit Pelayanan Syariah Taliwang. Program
tersebut diyakini akan memperluas partisipasi masyarakat dan semakin
mendorong lahirnya solidaritas (kebersamaan) dan meningkatnya swadaya
masyarakat dalam kehidupan ekonomi, sehingga kelembagaan ekonomi
masyarakat menjadi kuat.
PSE merupakan kebijakan pemerintah KSB untuk merangsang
tumbuh dan berkembangnya usaha ekonomi produktif di KSB yang salah
satunya dilakukan melalui penyediaan dan pemberian dana stimulus pada
Koperasi Berbasis Rukun Tetangga (KBRT). Dengan terbentuknya KBRT
diharapkan akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
pengembangan usaha ekonomi lokal pada tingkat RT diseluruh wilayah
KSB. PSE melalui pemberian bantuan dana stimulus kepada KBRT
merupakan ikhtiar pemerintah KSB dalam mewujudkan pemberdayaan
masyarakat ditingkat RT melalui upaya peningkatan akses modal dan
kemandirian dalam masyarakat guna merangsang tumbuh dan
berkembangnya usaha produktif.
Kelembagaan sosial yang ada di KSB menjadi bagian yang
membentuk jaringan proses-proses hubungan antar masyarakat dan antar
kelompok yang berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut
serta pola-polanya sesuai dengan kepentingan masing-masing dan
kelompoknya. Kelembagaan sosial terdiri dari kelembagaan formal dan
informal. Kelembagaan formal merupakan lembaga yang diinisiasi oleh
pihak pemerintah, sedangkan kelembagaan informal merupakan lembaga
atau kelompok sosial yang diinisiasi oleh masyarakat. Kelembagaan
informal memiliki pola-pola relasi/hubungan antar anggota dan antar
kelompok sesuai pola-pola yang disepakati. Masyarakat desa di KSB
merupakan masyarakat yang memiliki nilai solidaritas yang tinggi.
Kerukunan, kebersamaan, sikap gotong royong, dan rasa saling percaya
masih menjadi ciri khas setiap warga. Nilai-nilai dan pola bersikap tersebut
menjadi modal sosial yang perlu dikuatkan untuk mendukung keberhasilan
program pembangunan atau pemberdayaan bagi seluruh masyarakat.
Dalam implementasi PSE untuk pengembangan KBRT bahwa
keteraturan dan kerjasama usaha ekonomi KBRT belum berhasil dengan
baik. Hal tersebut sesuai dengan hasil laporan fasilitasi dan koordinasi PSE
di KSB (Bappeda 2011) yang menunjukkan bahwa masih cukup tingginya
KBRT yang belum mengembalikan pinjaman dana stimulus sesuai waktu
yang ditetapkan. Dengan demikian, dalam pelaksanaan PSE di KSB
terdapat kenyataan bahwa masih belum meratanya keberhasilan setiap RT
dalam mengembangkan KBRT. Pengembangan KBRT melalui PSE belum
3
mengalami perkembangan sesuai yang diharapkan.
Secara umum
implementasi PSE dalam mengembangkan KBRT belum berhasil dengan
baik disebabkan antara lain kurangnya pengembangan jaringan, lemahnya
pendampingan dan koordinasi antar-kelembagaan dalam implementasi
program. Oleh karena itu, penguatan modal sosial yang mencakup
kepercayaan, norma dan jaringan menjadi suatu hal yang penting untuk
dilakukan dalam KBRT. Hal tersebut menjadi penting untuk dilakukan
karena keberadaan KBRT sangat dibutuhkan sebagai proses pemberdayaan
masyarakat yang dapat mendorong terciptanya kesejahteraan pada seluruh
warga melalui peningkatan usaha produktif.
Pertanyaannya, bagaimana strategi pengembangan KBRT di KSB
melalui modal sosial?
Perumusan Masalah
Konsep modal sosial (social capital) menjadi salah satu komponen
penting untuk menunjang model pembangunan manusia karena dalam
model ini, manusia ditempatkan sebagai subjek penting yang menentukan
arah penyelenggaraan pembangunan.
Partisipasi dan kapasitas
mengorganisasikan diri menjadi penting agar masyarakat dapat berperan
dalam model pembangunan manusia. Kedua kapasitas tersebut baru bisa
berkembang bila ditunjang oleh modal sosial yang dimiliki masyarakat.
Demikian pula pada KBRT, keberadaan modal sosial menjadi penting
dalam implementasi program. Implementasi PSE tidak hanya semata-mata
mementingkan penyediaan bantuan modal ekonomi dan dana stimulan bagi
masyarakat melalui kelembagaan KBRT, namun juga menjaga
kesinambungan implementasi program tersebut dan dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Untuk mengetahui dan menganalisis pertanyaan utama yang telah
dibahas di atas, maka dapat ditarik beberapa pertanyaan spesifik dalam
kajian ini. Pertama, bagaimana kondisi modal sosial pada KBRT di
KSB? Inovasi kelembagaan ekonomi masyarakat melalui KBRT didesain
untuk dikembangkan pada seluruh RT yang ada di KSB. Artinya
keberhasilan program tersebut harus dapat dikembangkan dan dilaksanakan
secara merata oleh seluruh RT yang ada sesuai kondisi sosial dan nilai-nilai
budaya lokal yang mendukung berbagai program pengembangan
masyarakat di KSB.
Keberhasilan pelaksanaan PSE ditentukan oleh penerimaan
masyarakat dan berkembangnya KBRT yang dibentuk pada setiap RT.
Selain itu, ditentukan pula oleh kesadaran dan kemampuan RT dan pengurus
KBRT dalam mengelola dan mengembangkan program tersebut dalam suatu
sistem sosial ekonomi lokal masyarakat KSB. Dengan adanya PSE dan
keberadaan KBRT semestinya terjadi peningkatan usaha produktif pada
masyarakat. Penggunaan dana stimulus KBRT dalam usaha produktif yang
dilakukan oleh masyarakat penerima manfaat program merupakan salah satu
indikator keberhasilan implementasi PSE. Maka pertanyaan spesifik kedua
adalah bagaimana implementasi PSE pada usaha produktif KBRT di
4
KSB? Dalam implementasi PSE tidak cukup hanya keterlibatan pemerintah,
ketua RT dan masyarakat saja. Oleh karena dalam implementasi PSE
melalui bantuan dana stimulus kepada KBRT, perlu melibatkan stakeholderstakeholder pembangunan yang lainnya untuk berperan dalam proses
percepatan pembangunan daerah di KSB.
KBRT di KSB memiliki keragaan dalam proses pemberdayaan
anggota beserta masyarakat pada umumnya. KBRT perlu dikembangkan
untuk meningkatkan proses pemberdayaan masyarakat yang merupakan
bagian dari ikhtiar mewujudkan keberhasilan pembangunan KSB.
Sesungguhnya proses pembangunan yang dilaksanakan menyangkut pula
proses interaksi dan pembelajaran dimana modal sosial dihasilkan dan
digunakan secara terus menerus. Berdasarkan uraian tersebut, maka
pertanyaan spesifik ketiga adalah dilihat dan dikaji bagaimana keragaan
KBRT di KSB? Di sini akan mulai dikaji keragaan KBRT yang mencakup
pengelolaan dan pelayanan dalam penggunaan dana stimulus.
Tujuan Kajian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
tujuan diadakan kajian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis kondisi modal sosial pada KBRT di KSB;
2. Menganalisis implementasi PSE dalam usaha produktif KBRT di KSB;
3. Menganalisis keragaan KBRT di KSB; dan
4. Merumuskan strategi pengembangan KBRT di KSB melalui modal
sosial.
Manfaat Kajian
Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang
bermanfaat bagi berbagai pihak yang berminat maupun yang terkait dengan
PSE dan pihak yang terlibat dalam kegiatan KBRT, khususnya kepada:
1. Peneliti yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai modal sosial pada
KBRT.
2. Kalangan akademisi, dapat menambah literatur dalam mengkaji KBRT.
3. Kalangan non-akademisi, pemerintah dan swasta dapat bermanfaat
sebagai sebuah bahan pertimbangan dalam implementasi PSE dan
pengembangan KBRT.
Ruang Lingkup Kajian
Kajian dimaksudkan untuk merumuskan strategi pengembangan
KBRT melalui modal sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut akan
dilakukan kajian menganalisis kondisi modal sosial pada KBRT,
menganalisis implementasi PSE dalam usaha produktif KBRT, dan
menganalisis keragaan KBRT.
5
Untuk mencapai tujuan tersebut maka lingkup kajian ini adalah
sebagai berikut: (1) penggunaan metode dibatasi pada studi dokumen,
obervasi/dokumentasi lapangan, wawancara mendalam (indepth interview),
dan Focus Group Discussion (FGD); (2) rujukan yang digunakan dalam
kajian ini adalah dokumen Peraturan Bupati tentang PSE, Standart Operasi
dan Prosedur (SOP) tentang PSE untuk UMKM dan koperasi kerjasama
pemerintah KSB dengan perbankan, data KBRT, dan kebijakan pemerintah
daerah yang berkaitan dengan PSE; dan (3) analisa yang dilakukan berfokus
pada kondisi modal sosial pada KBRT, implementasi PSE dalam usaha
produktif KBRT, dan keragaan KBRT. Cakupan wilayah studi adalah KSB
dengan lokasi kajian di Desa Manemeng Kecamatan Brang Ene.
6
7
2 PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Modal Sosial
Fukuyama (1995) mendefinisikan modal sosial sebagai serangkaian
nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara
para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya
kerjasama diantara mereka. Modal sosial merupakan hubunganhubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas
dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dalam spektrum yang luas,
yaitu sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan
anggota
kelompok secara bersama-sama.
Modal sosial
sebagai
serangkaian nilai-nilai atau norma-norma yang diwujudkan dalam
perilaku yang dapat mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk
bekerjasama dan berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi besar
terhadap keberlanjutan produktivitas.
Secara lebih komperehensif Burt (1992) mendefinisikan modal
sosial adalah kemampuan masyarakat untuk melakukan asosiasi satu
sama lain dan selanjutnya menjadi kekuatan yang sangat penting bukan
hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga setiap aspek eksistensi
sosial yang lain. Sedangkan Putnam (2000) menyatakan bahwa modal
sosial mengacu pada esensi dari organisasi sosial, seperti trust, norma dan
jaringan sosial yang memungkinkan pelaksanaan kegiatan lebih
terkoordinasi, dan anggota masyarakat dapat berpartisipasi dan bekerjasama
secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan bersama, dan
mempengaruhi produktifitas secara individual maupun berkelompok.
Modal sosial mirip dengan bentuk-bentuk modal lainnya, dalam arti
modal sosial juga bersifat produktif. Modal sosial dapat dijelaskan sebagai
produk relasi manusia satu sama lain, khususnya relasi intim dan konsisten.
Modal sosial menunjukkan pada jaringan, norma, dan kepercayaan yang
berpotensi untuk produktivitas masyarakat. Namun demikian, modal sosial
berbeda dengan modal finansial, karena modal sosial bersifat kumulatif dan
bertambah dengan sendirinya (Putnam 2002). Karenanya, modal sosial
tidak akan habis jika dipergunakan, melainkan semakin meningkat.
Rusaknya modal sosial lebih sering disebabkan bukan karena dipakai,
melainkan karena ia tidak dipergunakan. Berbeda dengan modal manusia,
modal sosial juga menunjuk pada kemampuan orang untuk berasosiasi
dengan orang lain. Bersandar pada norma-norma dan nilai bersama, asosiasi
antar manusia tersebut menghasilkan kepercayaan yang pada gilirannya
memiliki nilai ekonomi yang besar dan terukur. Terkait ini ada tiga
parameter modal sosial, yaitu rasa percaya (trust), norma-norma (norms),
dan jaringan-jaringan (networks).
Hasil penelitian Alfiasari et al. (2009) yang menyoroti hubungan
modal sosial dan ketahanan pangan rumah tangga, apabila nilai-nilai
kepercayaan (trust), norma sosial, dan jaringan sosial yang ada di dalam
komunitas mampu dimanfaatkan secara optimal maka simpanan modal
8
sosial ini akan menguntungkan bagi kehidupan masyarakat termasuk dalam
memperbaiki kondisi ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan. Kemudian
lebih lanjut menjadi potensi dalam mengatasi ketidaktahanan pangan yang
muncul sebagai dampak dari kemiskinan.
Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007) mendefinisikan modal sosial
(social capital), merujuk pada aspek struktural sosial yang memudahkan
anggotanya memperoleh barang kebutuhannya.
Secara tegas,
operasionalisasi konsep modal sosial adalah konsep pembangunan yang
digerakkan oleh masyarakat. Lebih lanjut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto
menjelaskan bahwa menurut fungsi dasarnya, modal sosial dapat menjadi
sumber kontrol sosial. Secara khusus, di tingkat rumah tangga modal sosial
dapat menjadi pendukung efisiensi rumah tangga yang tinggi. Lebih jauh
lagi, modal sosial dapat digunakan anggota rumah tangga untuk
memperoleh tambahan pendapatan.
Woolcock (1998) mengajukan tiga dimensi dari modal sosial, yaitu:
bonding, bridging dan linking:
1. Modal sosial yang bersifat mengikat (bonding social capital) merujuk
pada hubungan antarindividu yang berada dalam kelompok primer atau
lingkungan ketetanggaan yang saling berdekatan. Komunitas-komunitas
yang menunjukkan kohesi internal yang kuat akan lebih mudah dan
lancar dalam berbagi pengetahuan;
2. Modal sosial yang bersifat menjembatani (bridging social capital)
adalah hubungan yang terjalin di antara orang-orang yang berbeda,
termasuk pula orang-orang dari komunitas, budaya, atau latar belakang
sosial ekonomi yang berbeda. Individu-individu dalam komunitas yang
mencerminkan dimensi modal sosial yang bersifat menjembatani akan
mudah mengumpulkan informasi dan pengetahuan dari lingkungan luar
komunitasnya dan tetap memperoleh informasi yang aktual dari luar
kelompoknya.
Tipe modal sosial ini menunjuk pada hubungan
antarindividu yang memiliki kekuasaan atau akses pada bisnis dan
hubungan sosial melalui kelompok-kelompok sekunder;
3. Modal sosial yang bersifat mengaitkan (linking social capital)
memungkinkan individu-individu untuk menggali dan mengelola
sumber-sumberdaya, ide, informasi, dan pengetahuan dalam suatu
komunitas atau kelompok pada level pembentukan dan partisipasi dalam
organisasi formal.
Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, modal sosial berperan
dalam peningkatan pertumbuhan dan pembangunan wilayah melalui
peningkatan penyediaan akses masyarakat terhadap ketersediaan modal,
pendidikan, kesehatan dan keamanan. Selain itu, tersediannya stok modal
sosial yang besar akan memfasilitasi terjadinya transaksi antar individu,
rumah tangga dan kelompok yang efisien melalui (1) tersediannya informasi
dengan biaya rendah; (2) terdapat kemudahan bagi semua pihak untuk
mencapai keputusan kolektif; (3) berkurangnya perilaku oportunistik dari
anggota masyarakat. Teori terkini juga menunjukkan bahwa sedikit
perubahan pada modal sosial dapat memberi efek yang signifikan dalam
perekonomian (Iyer et al. 2005) dikutip (Vipriyanti 2011). Selanjutnya
Turner dalam Dasgupta (2000) yang dikutip Lawang (2005) modal sosial
9
menunjuk pada kekuatan-kekuatan yang meningkatkan potensi untuk
perkembangan ekonomi dalam suatu masyarakat dengan menciptakan dan
mempertahankan hubungan sosial dan pola organisasi sosial.
Vipriyanti (2011) mengembangkan konsep modal sosial dengan
memberikan penekanan khusus pada hubungan kausal antara modal sosial
dan kesejahteraan ekonomi masyarakat serta kinerja ekonomi wilayah.
Modal sosial adalah rasa percaya dan kemampuan seseorang dalam
membangun jaringan kerja serta kepatuhannya terhadap norma yang berlaku
dalam kelompok maupun masyarakat di sekitarnya yang mana modal
tersebut memberi keuntungan untuk mengakses modal lainnya serta
memfasilitasi kerjasama inter dan antar kelompok masyarakat. Lebih lanjut
Vipriyanti menjelaskan bahwa modal sosial merupakan komplemen penting
dari konsep modal alamiah, fisik dan manusia. Berbeda dengan modal fisik,
modal sosial memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh modal lainnya
yakni (1) tidak habis karena digunakan, sebaliknya akan habis karena tidak
digunakan; (2) tidak mudah untuk diamati dan diukur; (3) sulit dibangun
melalui intervensi luar; (4) level dan tipe modal sosial yang tersedia untuk
individu sangat dipengaruhi oleh pemerintahan nasional maupun
pemerintahan daerah. Modal sosial terbangun dari adanya rasa saling
percaya, jaringan kerja dan norma yang kondusif. Rasa saling percaya akan
mengurangi biaya kontak, kontrak dan kontrol sehingga dapat meniadakan
biaya transaksi yang tinggi. Rasa saling percaya juga akan memudahkan
adanya jaringan kerja yang efisien dimana jaringan kerja sosial memberi
manfaat pada proses produktif dalam pembangunan ekonomi wilayah.
Hasil penelitian Suandi (2007) yang menyoroti hubungan modal sosial
dan kesejahteraan ekonomi keluarga di daerah pedesaan, modal sosial baik
secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh positif terhadap
tingkat kesejahteraan keluarga. Semakin tinggi tingkat modal sosial yang
dimiliki oleh keluarga maka tingkat kesejahteraannya semakin baik. Modal
sosial berperan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga baik dilihat dari
aspek peningkatan kesejahteraan dalam penyediaan akan produksi pangan,
non pangan maupun aspek investasi sumberdaya manusia melalui jaringan
kelompok sosial dan kelompok ekonomi. Besarnya peran modal sosial ini
dilihat dari tingkat keterlibatan anggota keluarga dalam kelompok produktif,
sosial dan kelompok lainnya yang berkembang di masyarakat. Sedangkan
hasil penelitian Pranadji (2006) yang menyoroti penguatan modal sosial
untuk pemberdayaan masyarakat pedesaan dalam pengelolaan
agroekosistem lahan kering, paling tidak ada tiga aspek yang menunjukkan
penguatan modal sosial, yaitu: terbentuknya kerjasama dan solidaritas
(kehesivitas), perluasan jaringan kerja (bermakna peningkatan skala kerja
atau jaringan ekonomi), dan peningkatan daya saing kolektif secara
berkelanjutan.
Selanjutnya dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2006),
yang menyoroti bagaimana pengaruh elemen modal sosial yakni
kepercayaan dan jaringan kerja dalam Koperasi RT, menyimpulkan bahwa
modal sosial berupa kepercayaan dan jaringan kerja sangat berkaitan dengan
kinerja kelembagaan Koperasi RT. Jalinan yang diikat dengan adanya nilainilai luhur, anggota dan pengurus merasa berada dalam satu sistem yang
10
berkaitan. Dalam hal jaringan kerja, dengan adanya jalinan kerjasama
dengan pihak lain pemupukan modal koperasi RT dapat meningkat sehingga
kepuasaan pelayanan yang dirasakan oleh anggota juga menjadi lebih
meningkat dan memungkinkan anggota dapat menggunakan modal tersebut
untuk modal usaha ekonomi produktif yang layak.
Modal sosial memiliki keterkaitan dengan suatu kinerja pemerintahan
karena ditunjukkan oleh keadaan sosial ekonomi masyarakat di wilayah
tersebut. Woolcock dan Narayan (2000) yang dikutip Vipriyanti (2011)
mengemukakan bahwa kinerja pemerintahan yang baik dan modal sosial
yang terbangun dengan kuat, tidak saja mewujudkan kesejahteraan ekonomi
namun juga kesejahteraan sosial. Kinerja pemerintahan yang baik jika tidak
disertai dengan modal sosial yang kuat akan berpeluang untuk terjadinya
konflik-konflik dalam masyarakat yang bersifat laten (Exlution) apalagi bila
kinerja pemerintahan buruk maka konflik tersebut akan muncul ke
permukaan. Terbangunnya modal sosial yang kuat namun tidak disertai
dengan kinerja pemerintahan yang baik akan mendorong terjadinya coping
sewaktu-waktu.
Masyarakat yang memiliki stok modal sosial tinggi dicirikan oleh
adanya rasa percaya, kerjasama, ikatan masyarakat, pertukaran informasi
yang kuat serta norma yang mengikat terhadap seluruh anggotanya untuk
mewujudkan harapan bersama dan menghindari sifat oportunistik individu.
Selain itu, adanya stok modal sosial juga akan terlihat dari tingginya
partisipasi masyarakat terhadap setiap kegiatan yang bertujuan untuk
kebaikan bersama. Kondisi tersebut mendorong terjadinya suatu proses
pembangunan yang beretika dan bermoral yang bertujuan untuk mencapai
keseimbangan melalui distribusi hasil-hasil pembangunan yang merata dan
berkelanjutan (Vipriyanti 2011).
Konsep dan Kebijakan Program Stimulus Ekonomi
Konsep Program Stimulus Ekonomi (PSE) yang termuat dalam
Peraturan Bupati Sumbawa Barat Nomor 5 Tahun 2010 menyebutkan
bahwa PSE adalah kebijakan pemerintah KSB untuk merangsang tumbuh
dan berkembangnya usaha ekonomi produktif di KSB yang dilaksanakan
dalam bentuk memberikan pinjaman modal kerja investasi kepada koperasi
dan kelompok UMKM yang sumber dananya berasal dari APBD Kabupaten
Sumbawa Barat.
Dasar hukum dan kebijakan implementasi PSE di KSB, yaitu sebagai
berikut (Bappeda 2011):
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang
perkoperasian;
2. Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 tentang
pelaksanaan kegiatan simpan pinjam oleh koperasi;
3. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor: 19/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang
pedoman pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi;
4. Peraturan Bupati Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 5 Tahun 2010
Tentang Program Stimulus Ekonomi untuk Koperasi dan Usaha Mikro
Kecil Menengah; dan
11
5. Perjanjian Kerjasama Kemitraan Pola Syariah Pemerintah Kabupaten
Sumbawa Barat dengan PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang
Mataram Kantor Unit Pelayanan Syariah Taliwang Nomor:
180/066/MoU/IV/2010; Nomor: 054/BMI/C-MTR/IV/2010 tentang
pengelolaan dana Program Stimulus Ekonomi Pemerintah Kabupaten
Sumbawa Barat.
Tujuan PSE Kerjasama Pemerintah KSB dengan Perbankan (Bappeda
2011) yaitu: (1) memperluas kesempatan kerja dan/atau peluang berusaha,
serta mengatasi pengangguran bagi masyarakat KSB; (2) merangsang
tumbuh dan berkembangnya koperai dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat; (3) meningkatkan efisiensi,
efektivitas dan produktivitas pengelolaan koperasi agar memberikan
manfaat dan/atau keuntungan yang optimal; dan (4) memperkuat peran dan
posisi koperasi dalam mendukung upaya perluasan kesempatan kerja
penumbuhan wirausaha baru dan pengentasan kemiskinan.
Manfaat PSE Kerjasama Pemerintah KSB dengan Perbankan
(Bappeda 2011) yaitu: (1) meningkatkan motivasi, sikap mental wirausaha,
kemampuan dan/atau keterampilan berusaha pelaku koperasi melalui
pemberdayaan oleh Pemerintah KSB; (2) tersedianya dana bagi perbankan
untuk koperasi yang difasilitasi dan/atau ditanggung resiko pelaksanaan
usaha ekonomi produktif oleh Pemerintah KSB; dan (3) tumbuh dan
berkembangnya usaha ekonomi produktif dalam bentuk koperasi yang dapat
meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di wilayah KSB.
Sasaran PSE sebagaimana yang termuat dalam Standar Operasi dan
Prosedur (SOP) tentang PSE Kerjasama Pemerintah KSB dengan Perbankan
(Disperindagkop dan UMKM 2010) yaitu: (1) tersalurnya dana stimulus
kepada koperasi atau kelompok yang memenuhi persyaratan; (2) tersalurnya
dana stimulus kepada anggota koperasi atau kelompok yang mempunyai
usaha produktif; (3) terwujudnya peningkatan modal kerja bagi usaha mikro,
kecil dan menengah yang bergerak di bidang pertanian, peternakan,
perikanan, industri, kerajinan / industri rumah tangga, pedagang kaki lima,
warung-warung kecil yang disalurkan oleh koperasi dalam bentuk pinjaman;
dan (4) terlaksananya program dan stimulus yang menjamin suksesnya
penyaluran, pemanfaatan, pengembalian serta terwujudnya peningkatan dan
pengembangan usaha ekonomi produktif masyarakat.
Koperasi Berbasis Rukun Tetangga
Koperasi Berbasis Rukun Tetangga merupakan koperasi yang
berbadan hukum koperasi dan didirikan di tingkat RT dengan minimal
keanggotaannya 20 orang serta pihak yang terlibat di dalamnya adalah
masyarakat RT. Pada dasarnya KBRT sama dengan koperasi lainnya yang
merupakan suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan
hukum koperasi yang bekerja sama atas dasar sukarela untuk kesejahteraan
anggota, hanya saja yang menjadi anggota, pengurus dan pengawas koperasi
adalah warga dari RT tersebut. Keberhasilan dan perkembangannya juga
sama dengan koperasi pada umumnya yaitu tergantung pada partisipasi
anggota baik berupa sumbang saran dalam pengambilan keputusan, maupun
12
dalam bentuk lainnya seperti sumbangan materi serta pemanfaatan jasa
koperasi oleh anggota.
KBRT pada prinsipnya sama dengan koperasi lainnya yaitu
berlandaskan pada pancasila dan UUD 1945 yang dijalankan berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang
perkoperasian. Dalam pelaksanaannya, KBRT memiliki perangkat koperasi
yang terdiri dari:
1. Rapat Anggota Koperasi yang merupakan kolektibilitas suara anggota
sebagai pemilik organisasi dan merupakan pemegang kekuasaan
tertinggi.
2. Pengurus Koperasi yaitu ketua, sekretaris, dan bendahara. Pengurus
memperoleh wewenang dan kekuasaan dari rapat anggota guna
memberikan manfaat kepada anggota koperasi. Tugas-tugas pengurus
sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
perkoperasian pasal 30 sebagai berikut: (1) mengelola koperasi dan
usahanya; (2) mengajukan rancangan program kerja serta rencana
pendapatan dan belanja koperasi; (3) menyelenggarakan rapat anggota;
(4) mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan
tugas; (5) menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris
secara tertib; dan (6) memelihara daftar buku anggota. Selain itu
pengurus juga memiliki wewenang yaitu mewakili koperasi di dalam
dan di luar pengadilan, memutuskan penerimaan dan penolakan anggota
baru serta pemberhentian anggota sesuai ketentuan dalam anggaran
dasar, melakukan tindakan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan
koperasi sesuai dengan tanggungjawabnya dan keputusan rapat anggota.
3. Pengawas Koperasi yang dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam
rapat anggota. Pengawas bertanggungjawab kepada rapat anggota.
Adapun yang menjadi tugas dan tanggung jawab pengawas yaitu: (1)
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan
pengelolaan koperasi; (2) membuat laporan tertulis tentang hasil
pengawasan; (3) meneliti catatan yang ada pada koperasi; dan (4)
mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dan pengawas harus
merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga.
Bagi koperasi yang masih baru tumbuh dan memiliki skala usaha kecil
seperti KBRT, maka perspektif ekonomi kelembagaan perlu mendapatkan
perhatian. Penekanan khusus diberikan pada hubungan kausal antara modal
sosial dan kesejahteraan ekonomi masyarakat serta kinerja ekonomi wilayah
dalam suatu aktivitas pembangunan daerah. Hanafiah (1990) dikutip
Santosa (2006) mengemukakan bahwa struktur sosial komunitas, nilai-nilai
dan norma komunitas yang terintegrasi dengan pengembangan dan
fungsionalisasi koperasi akan menciptakan: (1) kegiatan sosial ekonomi
komunitas yang melembaga; (2) peningkatan peran serta komunitas; dan (3)
peningkatan kemampuan dan kapasitas komunitas.
Hendar dan Kusnadi (2005) mengemukakan fungsi dan peranan
koperasi yang mencerminkan norma-norma / kaidah-kaidah yang berlaku
bagi bangsa Indonesia sebagai berikut: (1) alat untuk membangun dan
mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada umumnya
untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya; (2) alat untuk
13
mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat; (3) alat untuk
memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan
perekonomian nasional; dan (4) alat untuk mewujudkan dan
mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Swasono (2005) mendefinisikan koperasi adalah suatu lembaga sosial
ekonomi untuk menolong diri sendiri secara bersama-sama. Upaya ini dapat
tumbuh dari dalam masyarakat sendiri berkat munculnya kesadaran bersama
untuk pemberdayaan diri (self empowering), namun dapat pula ditumbuhkan
dari luar masyarakat sebagai pemberdayaan oleh agents of development,
baik oleh pemerintah, elit masyarakat maupun oleh organisasi-organisasi
kemasyarakatan, LSM dan lain-lain. Subandi (2011) mendefinisikan
koperasi adalah suatu perkumpulan yang didirikan oleh orang-orang yang
memiliki kemampuan ekonomi terbatas, yang bertujuan untuk
memperjuangkan peningkatan kesejahteraan ekonomi anggotanya.
Namun demikian wujud eksistensi dan tujuan pembentukan koperasi
pada dasarnya adalah sebagai lembaga usaha atau lembaga ekonomi yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota berdasarkan nilai-nilai
seperti kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan perhatian pada
sesama. Adapun nilai-nilai koperasi yang tertuang dalam prinsip-prinsip
koperasi yang dianut oleh koperasi di Indonesia, berdasarkan UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah: (1)
keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; (2) pengelolaan dilakukan secara
demokratis; (3) pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding
dengan besarnya usaha masing-masing anggota; (4) pemberian balas jasa
yang terbatas pada modal; (5) kemandirian; (6) pendidikan koperasi; dan (7)
kerjasama antar koperasi.
Sebagai sokoguru dan bagian integral dari tata perekonomian nasional,
koperasi mempunyai kedudukan dan peran yang sangat strategis dalam
menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat. Oleh karena
itu, koperasi secara bersama dan berdampingan dengan usaha negara dan
swasta harus mampu menjadi penggerak utama pembangunan dan dapat
berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, melalui pemerataan
kegiatan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta memperluas kesempatan
kerja dan lapangan kerja. Koperasi harus tumbuh menjadi badan usaha dan
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang sehat, tangguh, kuat, dan
mandiri, dan berfungsi sebagai wadah untuk menggalang ekonomi rakyat
(Soedjono et al. 1997).
Lebih lanjut Soedjono et al. (2003) menjelaskan bahwa landasan
sosial dan budaya koperasi di Indonesia adalah kekeluargaan dan kegotongroyongan sebagai modal sosial, yang memungkinkan masyarakat
bekerjasama. Nilai-nilai dan norma-norma kekeluargaan dan kegotongroyongan itu sebagai akar budaya Indonesia adalah bersesuaian dengan
nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam jati diri koperasi,
yakni untuk mengungkapkan solidaritas dan kesadaran berpribadi
mengungkapkan secara berimbang dan berkesinambungan.
Dalam sistem koperasi, dimana berlaku ketentuan baku untuk
mengendalikan tingkah laku para pelakunya. Ketentuan baku tersebut
14
adalah nilai-nilai yang dianut koperasi dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari jati dirinya. Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam prinsipprinsip koperasi yang digunakan sebagai pedoman dan pemandu kegiatan
koperasi sebagai perkumpulan maupun perusahaan. Dengan cara seperti itu
nilai-nilai akhirnya berkembang tidak hanya sebagai bagian dari sistem
koperasi itu sendiri, tetapi juga bagi orang-orang dalam koperasi. Karena
pengendali tersebut bersifat moral, koperasi (dan orang-orangnya) akan
kehilangan kepercayaan (trust) bilamana melakukan pelanggaran terhadap
nilai-nilai tersebut (Soedjono et al. 2003).
Krisnamurthi (1998) menyatakan setidaknya ada lima alasan mengapa
kegiatan usaha dilakukan dengan badan hukum berbentuk koperasi.
Pertama, karena koperasi merupakan perusahaan komunitas (community
enterprises).
Koperasi mempertahankan manfaat ekonomi dalam
masyarakat yang bersangkutan. Keuntungan tidak dibawa keluar oleh
kepentingan luar karena anggota koperasi adalah pemilik, dan keberadaan
koperasi adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak dapat
dipenuhi oleh bentuk usaha atau perusahaan lainnya. Kedua, koperasi
mendorong demokrasi (promote democracy). Setiap anggota dalam
koperasi mengembangkan modal bersama-sama, mengangkat pengurus, dan
menerima manfaat dari koperasi dengan prinsip persamaan dan pemerataan.
Pemecahan masalah dan kebijakan usaha juga diputuskan secara demokratis
melalui suatu mekanisme tertentu. Ketiga, koperasi mengembangkan pasar
yang terbuka. Keberadaan koperasi dengan melibatkan banyak anggota
mencegah pemusatan kekuatan ekonomi pada beberapa swasta tertentu.
Keempat, koperasi meningkatkan harkat hidup dan harga diri kemanusiaan.
Kelima, koperasi merupakan sistem untuk melakukan pembangunan,
terutama jika kegiatan komunitas dikembangkan dalam jaringan regional
dan nasional.
Pengembangan KBRT dilaksanakan sebagai upaya pemberdayaan
masyarakat di KSB. Sumodiningrat (1999) pemberdayaan masyarakat
diartikan sebagai suatu proses meningkatkan kemampuan atau kemandirian
masyarakat. Dalam kerangka pembangunan nasional, upaya pemberdayaan
masyarakat dapat dilihat dari sudut pandang (1) penciptaan suasana atau
iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang; (2) peningkatan
kemampuan masyarakat dalam membangun melalui berbagai bantuan dana,
pelatihan, pembangunan prasarana dan sarana baik fisik maupun sosial,
serta pengembangan kelembagaan di daerah; dan (3) perlindungan melalui
pemihakan kepada yang lemah untuk mencegah persaingan yang tidak
seimbang, dan menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan.
Selanjutnya Mardikanto dan Soebiato (2012) memberikan pengertian
pemberdayaan sebagai proses penguatan kapasitas. Penguatan kapasitas
yang dimaksud adalah penguatan kemampuan yang dimiliki oleh setiap
individu (dalam masyarakat), kelembagaan, maupun sistem atau jejaring
antar individu dan kelompok/organisasi sosial, serta pihak lain di luar sistem
masyarakatnya sampai di aras global.
Upaya pemberdayaan perlu
mengikutsertakan semua potensi yang ada pada masyarakat. Dalam
hubungan ini, pemerintah daerah harus mengambil peranan lebih besar
15
karena sebagai pihak yang paling mengetahui mengenai kondisi, potensi,
dan kebutuhan masyarakatnya.
Pengembangan Usaha Produktif
Sebagaimana yang termuat dalam Peraturan Bupati Sumbawa Barat
No. 5 Tahun 2010 usaha produktif adalah kegiatan ekonomi yang
berbasiskan usaha mikro kecil menengah yang merupakan milik orang
perorangan atau kelompok atau badan usaha yang berdiri sendiri yang
memenuhi kriteria usaha sebagaimana diatur dalam undang-undang. Dalam
hal ini usaha produktif yang dimaksud adalah usaha produktif yang
dikembangkan melalui dana stimulus ekonomi untuk KBRT.
Swasono (2005) menjelaskan bahwa kekuatan modal finansial dan
modal sosial harus dapat dikembangkan secara bersama sehingga dapat
berperan dalam menunjang pengembangan ekonomi rakyat termasuk Usaha
Kecil Menengah (UKM) dalam kerangka pembangunan ekonomi nasional.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa apabila kita bertekad untuk memacu
pembukaan lapangan kerja bagi rakyat, dengan cepat dan sekaligus
menghindari kelangkaan-kelangkaan modal dan sumber-sumber lain yang
membatasi kemampuan kita, maka pilihan kita haruslah mengembangkan
usaha-usaha kecil, terutama koperasi-koperasi dan usaha-usaha pengolahan
hasil-hasil pertanian (agroindustri dan agribisnis) sebagai upaya
pengembangan usaha ekonomi produktif di daerah. Usaha-usaha kecil
tersebut diusahakan untuk dapat melakukan proses pemberdayaan melalui
jaringan usaha, bantuan teknis dalam produksi, manajemen, finansial,
pemasaran dan entrepreneurship.
Pengembangan usaha-usaha produktif yang berbasiskan kepada
komunitas diharapkan dapat melibatkan berbagai stakeholders yang lain
(kelembagaan kolaboratif).
Terdapat beragam institusi dalam suatu
komunitas, meskipun sangat sedikit jumlahnya, yang bergerak dalam usahausaha produktif berbasis pada komunitas dan telah melembaga baik di
sektor pertanian maupun nonpertanian. Jejaring kelembagaan kolaboratif
yang dikembangkan harus mampu menjalin hubungan berdasarkan prinsip
MODAL SOSIAL DAN PROGRAM STIMULUS EKONOMI
DALAM PENGEMBANGAN KOPERASI BERBASIS RUKUN
TETANGGA DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT
ANTON
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Modal Sosial dan
Program Stimulus Ekonomi dalam Pengembangan Koperasi Berbasis Rukun
Tetangga di Kabupaten Sumbawa Barat adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Anton
NRP I354120045
iv
v
RINGKASAN
ANTON. Modal Sosial dan Program Stimulus Ekonomi dalam
Pengembangan Koperasi Berbasis Rukun Tetangga di Kabupaten Sumbawa
Barat. Dibimbing oleh DJUARA P. LUBIS dan RILUS A. KINSENG.
Pengembangan Koperasi Berbasis Rukun Tetangga (KBRT) melalui
modal sosial yang mencakup kepercayaan, norma dan jaringan menjadi
suatu hal yang penting untuk dilakukan. Hal tersebut menjadi penting untuk
dilakukan karena keberadaan KBRT penerima dana Program Stimulus
Ekonomi (PSE) sangat dibutuhkan sebagai proses pemberdayaan
masyarakat, yang diharapkan dapat mendorong terciptanya kesejahteraan
pada seluruh warga melalui peningkatan usaha produktif. Tujuan kajian ini
adalah sebagai berikut: (1) menganalisis kondisi modal sosial pada KBRT;
(2) menganalisis implementasi PSE dalam usaha produktif KBRT; 3)
menganalisis keragaan KBRT; dan (4) merumuskan strategi pengembangan
KBRT melalui modal sosial.
Kajian ini menggunakan data kualitatif dengan studi dokumen,
observasi, wawancara mendalam, dan Focus Group Discusion (FGD) dan
data kuantitatif dari kuesioner. Kajian dilaksanakan di Desa Manemeng,
Kecamatan Brang Ene, Kabupaten Sumbawa Barat.
Hasil kajian ini menunjukkan bahwa modal sosial KBRT pada aspek
kepercayaan cukup kuat, sedangkan pada aspek norma dan jaringan belum
cukup kuat untuk mendukung keberhasilan dan pengembangan usaha KBRT.
Implementasi PSE dalam usaha produktif KBRT masih sangat kurang dan
belum berhasil dengan baik, hanya sebagian kecil anggota yang
menggunakan dana stimulus KBRT untuk usaha produktif, sebagian besar
anggota hanya terlibat dalam usaha simpan pinjam. KBRT memiliki
keragaan dan belum optimal dalam mengembangkan usaha yang dilakukan.
Dengan adanya keragaan tersebut masing-masing KBRT memiliki
keunggulan dan kelemahan dalam proses pengembangan usaha dari dana
stimulus yang diterima.
Penyusunan strategi pengembangan KBRT melalui modal sosial
dilakukan secara partisipatif dengan memperhatikan potensi yang ada pada
pengurus dan anggota. Adapun perancangan strategi (program aksi) yang
dirumuskan adalah: (1) penguatan kepercayaan dalam KBRT; (2) penguatan
norma dalam KBRT; dan (3) penguatan jaringan KBRT.
Kata kunci: modal sosial, program stimulus ekonomi, koperasi berbasis
rukun tetangga
vi
SUMMARY
ANTON. Social Capital and Economic Stimulus Program in the
Development of Neighboorhod Association Cooperation of West Sumbawa
Regency. Supervised by DJUARA P. LUBIS and RILUS A. KINSENG.
The development of Neighboorhod Association Cooperation through
social capital that included of trust, norms, and networks it becomes
important to do. It has become important because of the existence of
Neighborhood Association Cooperation beneficiary of Economic Stimulus
Program is very required as the empowerment process of society that can be
encourage the creation of prosperity in the entire of residents through the
enchancement of productive business. The purpose of this study is the
following: (1) to analyze about social capital conditions of Neighboorhod
Association Cooperation; (2) to analyze the implementation of Economic
Stimulus Program in productive business of Neighboorhod Association
Cooperation; (3) to analyze about the performance of Neighboorhod
Association Cooperation; and (4) to formulize the strategy for development
of Neighboorhod Association Cooperation through social capital.
This research used qualitatif data on document study, observation,
deep interview, and focus group discusion and quantitative data of
questionnaire. This study was implemented Desa Manemeng, Kecamatan
Brang Ene, West Sumbawa Regency.
The result of this research showed that social capital of Neighboorhod
Association Cooperation on trust aspect was strong, while norms and
networks aspect was not strong enough to support the success and
developing of effort on Neighboorhod Association Cooperation. The lacking
in implementation of Economic Stimulus Program in the productive
enterprises of Cooperation Neighborhood Association and hasn’t work well,
only a small percentage of members using stimulus funds for Neighboorhod
Association Cooperation productive enterprises. Neighboorhod Association
Cooperation had performance and was not optimal in the developing the
effort. By the performance of that organization, each Neighboorhod
Association Cooperation has superiority and infirmity in the exertion
development process from the stimulus fund received.
Formulation of development strategies Neighboorhod Association
Cooperation through social capital done in a participatory manner with due
regard to the potential that exists in the management and members. As for
design of strategies (action programs) are formulated is: (1) strengthening
trust in Neighboorhod Association Cooperation; (2) strengthening norms in
Neighboorhod Association Cooperation; and (3) strengthening the
Neighboorhod Association Cooperation networks.
Key words: social capital, economic stimulus program, neighboorhod
association cooperation
vii
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
viii
ix
MODAL SOSIAL DAN PROGRAM STIMULUS EKONOMI
DALAM PENGEMBANGAN KOPERASI BERBASIS RUKUN
TETANGGA DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT
ANTON
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional pada
Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
x
Penguji luar pada Ujian Tesis: Prof Dr Endriatmo Soetarto, MA
xi
Judul Kajian
Nama
NRP
: Modal Sosial dan Program Stimulus Ekonomi dalam
Pengembangan Koperasi Berbasis Rukun Tetangga di
Kabupaten Sumbawa Barat
: Anton
: I354120045
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Djuara P. Lubis, MS
Ketua
Dr Ir Rilus A. Kinseng, MA
Anggota
Diketahui oleh
Koordinator Program Studi
Pengembangan Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Lala M. Kolopaking, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
xii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam tesis yang dilaksanakan ini ialah Modal Sosial dan
Program Stimulus Ekonomi dalam Pengembangan Koperasi Berbasis Rukun
Tetangga di Kabupaten Sumbawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Djuara P. Lubis,
MS dan Bapak Dr Ir Rilus A. Kinseng, MA selaku pembimbing. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pengelola dan staf PS MPM SPs
IPB. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta
seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya, serta tak lupa penulis
sampaikan ungkapan terima kasih kepada teman-teman kelas dan semua
pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.
Akhirnya, semoga segala ikhtiar diterima oleh Allah subhanahu wa
ta’ala dan semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
Anton
xiii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Kajian
Manfaat Kajian
Ruang Lingkup Kajian
1
3
4
4
4
2 PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Kerangka Pemikiran
7
16
3 METODE KAJIAN
Lokasi dan Waktu Kajian
Pemilihan Informan dan Responden
Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
Perancangan Strategi (Program Aksi)
19
19
20
21
22
`
4 PROFIL DESA MANEMENG
Lokasi Desa Manemeng
Kependudukan
Struktur Sosial
Kelembagaan Ekonomi
Pola-Pola Kebudayaan
Pola Adaptasi Ekologi
Masalah-Masalah Sosial
25
26
29
30
32
33
36
5 EVALUASI PROGRAM STIMULUS EKONOMI UNTUK
KOPERASI BERBASIS RUKUN TETANGGA
Deskripsi Program Stimulus Ekonomi
KBRT di Desa Manemeng
Evaluasi Pengembangan KBRT
Ikhtisar
39
41
42
45
6 ANALISIS KONDISI MODAL SOSIAL PADA KBRT
Profil Umum Kelembagaan KBRT
Kepercayaan
Norma
Jaringan
47
50
53
58
xiv
7 ANALISIS IMPLEMENTASI PSE DALAM USAHA PRODUKTIF
KBRT DAN KERAGAAN KBRT
Implementasi PSE dalam Usaha Produktif KBRT
67
Keragaan KBRT
69
Analisis Makro Implementasi PSE untuk KBRT di KSB
75
8 PROGRAM PENGEMBANGAN KBRT MELALUI
MODAL SOSIAL
Identifikasi Potensi Pengembangan KBRT Melalui Modal
Sosial
Identifikasi Permasalahan Pengembangan KBRT Melalui Modal
Sosial
Identifikasi Permasalahan dan Kebutuhan Pengurus dan Anggota
KBRT
Perancangan Strategi (Program Aksi)
83
85
9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Rekomendasi
97
98
82
83
DAFTAR PUSTAKA
101
LAMPIRAN
103
xv
DAFTAR TABEL
1 Rincian pengolahan dan analisis data
2 Penduduk Desa Manemeng menurut golongan umur dan jenis
kelaminTahun 2012
3 Luas lahan Desa Manemeng menurut jenis penggunaannya
Tahun 2012
4 Mata pencaharian penduduk Desa Manemeng Tahun 2012
5 Daftar nama KBRT, nomor badan hukum dan jumlah anggota
KBRT di Desa Manemeng
6 Susunan nama anggota dan pengurus KBRT Saling Raning RT
05 Dusun Buin Selamu Desa Manemeng Tahun 2014
7 Susunan nama anggota dan pengurus KBRT Mega Mendung
RT 02 Dusun Mura Baru Desa Manemeng Tahun 2014
8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pernyataan yang
berkaitan dengan rasa saling percaya
9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pernyataan yang
berkaitan dengan kebersamaan
10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pernyataan yang
berkaitan dengan sistem nilai dan norma dalam KBRT
11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pernyataan yang
berkaitan dengan tata perilaku dalam KBRT
12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pernyataan yang
berkaitan dengan jalinan kerjasama antar anggota KBRT
13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pernyataan yang
berkaitan dengan kerjasama antar KBRT
14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pernyataan yang
berkaitan dengan jalinan kerja KBRT dengan pemerintah
daerah dan perbankan (Bank Mu'amalat)
15 Sistem pengelolaan dana stimulus KBRT di Desa Manemeng
16 Keunggulan dan kelemahan sistem pengelolaan dana stimulus
pada dua kelembagaan KBRT di Desa Manemeng
17 Sistem pelayanan penggunaan dana stimulus pada KBRT di
Desa Manemeng
18 Keunggulan dan kelemahan sistem pelayanan pada
kelembagaan KBRT di Desa Manemeng
19 Identifikasi permasalahan pada dua KBRT di Desa Manemeng
20 Matrik perancangan strategi (program aksi) penguatan modal
sosial pada KBRT di Kabupaten Sumbawa Barat
21
26
28
34
41
48
49
51
52
54
56
59
62
64
70
71
73
74
84
91
xvi
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran kajian strategi pengembangan KBRT di
KSB melalui modal sosial
2 Peta wilayah Desa Manemeng
3 Piramida penduduk Desa Manemeng Tahun 2012
4 Persentase luas lahan Desa Manemeng menurut jenis
penggunaannya Tahun 2012
5 Grafik mata pencaharian penduduk Desa Manemeng Tahun
2012
6 Jumlah KBRT yang terbentuk di KSB
7 Jumlah KBRT yang terbentuk di tiap kecamatan di KSB
8 Pola hubungan anggota dengan KBRT di Desa Manemeng
9 Hubungan kerja KBRT di Desa Manemeng dengan Pemerintah
KSB dan Perbankan
10 Bagan alir dana stimulus PSE pada KBRT di Desa Manemeng
17
25
27
28
35
39
40
61
65
72
DAFTAR LAMPIRAN
11 Riwayat hidup
103
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
telah membawa perubahan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah.
Dalam era otonomi, campur tangan pusat semakin berkurang dan daerah
diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengelola pembangunan di
daerahnya masing-masing. Sistem perencanaan pembangunan yang semula
lebih bersifat sektoral berubah menjadi lebih bersifat regional. Dengan
demikian perencanaan pembangunan daerah lebih banyak memperhatikan
potensi dan karakteristik khusus daerah (Sjafrizal 2009). Penyelenggaraan
otonomi daerah yang luas dilaksanakan atas dasar prinsip-prinsip demokrasi,
peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan
potensi dan keanekaragaman daerah, sehingga terjadi pemberdayaan dan
peningkatan perekonomian daerah.
Pembangunan di suatu wilayah pada hakekatnya ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan serta mewujudkan distribusi pendapatan yang
lebih merata dan berkelanjutan. Pembangunan tidak saja menekankan pada
hasil akhirnya namun bagaimana proses pencapaian level pembangunan
yang ingin dicapai dimana proses pencapaiannya dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti ketersediaan sumber daya fisik, sumber daya manusia serta
sumber daya sosial. Keberlimpahan sumberdaya fisik saja seperti sumber
daya alam dan sumber daya buatan manusia tidak lagi menjadi prasyarat
tunggal karena sumber daya alam yang berlimpah dalam jangka panjang
dapat menghambat pertumbuhan ekonomi bila tidak disertai oleh penguatan
kapital lainnya (Vipriyanti 2011).
Tujuan otonomi daerah yang sesungguhnya adalah meningkatkan
kesejahteraan warga atau masyarakat. Untuk mencapai kesejahteraan
tersebut caranya beragam, mulai dari peningkatan pelayanan publik,
peningkatan anggaran untuk pembangunan, perluasan dan peningkatan
program pemberdayaan, penguatan kelembagaan dan sebagainya. Salah
satu cara yang dilakukan dan merupakan terobosan Pemerintah Kabupaten
Sumbawa Barat (KSB) adalah melalui penataan dan penguatan Rukun
Tetangga (RT). RT merupakan organisasi sosial kemasyarakatan yang
keberadaannya sudah lama dan memiliki kedekatan dengan warga, posisi
RT sebagai fondasi sekaligus ujung tombak dalam proses pembangunan
(Mustofa 2008).
RT merupakan lembaga sosial pendukung pemerintah desa dalam
pemberdayaan masyarakat.
RT dan Pemerintah Desa harus saling
bekerjasama, khususnya dalam pemberdayaan masyarakat. Begitu pula
dengan tujuan pembentukan RT yang harus dilandasi oleh niat semata-mata
untuk meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan dan kesetaraan akses
(kesempatan) pelayanan masyarakat, meningkatkan partisipasi dan swadaya
murni masyarakat dalam pembangunan dan meningkatkan percepatan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakat di lingkungannya.
2
Dalam rangka mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah
KSB menerapkan berbagai kebijakan untuk melakukan pemerataan
pembangunan bagi seluruh masyarakat. Salah satunya dilakukan melalui
Program Stimulus Ekonomi (PSE) yang merupakan salah satu upaya untuk
menumbuhkan iklim wirausaha dan investasi masyarakat KSB. PSE
dilaksanakan berdasarkan Peraturan Bupati KSB Nomor 5 Tahun 2010
tentang Program Stimulus Ekonomi untuk Koperasi dan Usaha Mikro Kecil
Menengah, yang kemudian disusul dengan adanya kerjasama kemitraan
antara Pemerintah KSB dengan PT. Bank Mu’amalat Indonesia Tbk
Cabang Mataram Kantor Unit Pelayanan Syariah Taliwang. Program
tersebut diyakini akan memperluas partisipasi masyarakat dan semakin
mendorong lahirnya solidaritas (kebersamaan) dan meningkatnya swadaya
masyarakat dalam kehidupan ekonomi, sehingga kelembagaan ekonomi
masyarakat menjadi kuat.
PSE merupakan kebijakan pemerintah KSB untuk merangsang
tumbuh dan berkembangnya usaha ekonomi produktif di KSB yang salah
satunya dilakukan melalui penyediaan dan pemberian dana stimulus pada
Koperasi Berbasis Rukun Tetangga (KBRT). Dengan terbentuknya KBRT
diharapkan akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
pengembangan usaha ekonomi lokal pada tingkat RT diseluruh wilayah
KSB. PSE melalui pemberian bantuan dana stimulus kepada KBRT
merupakan ikhtiar pemerintah KSB dalam mewujudkan pemberdayaan
masyarakat ditingkat RT melalui upaya peningkatan akses modal dan
kemandirian dalam masyarakat guna merangsang tumbuh dan
berkembangnya usaha produktif.
Kelembagaan sosial yang ada di KSB menjadi bagian yang
membentuk jaringan proses-proses hubungan antar masyarakat dan antar
kelompok yang berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut
serta pola-polanya sesuai dengan kepentingan masing-masing dan
kelompoknya. Kelembagaan sosial terdiri dari kelembagaan formal dan
informal. Kelembagaan formal merupakan lembaga yang diinisiasi oleh
pihak pemerintah, sedangkan kelembagaan informal merupakan lembaga
atau kelompok sosial yang diinisiasi oleh masyarakat. Kelembagaan
informal memiliki pola-pola relasi/hubungan antar anggota dan antar
kelompok sesuai pola-pola yang disepakati. Masyarakat desa di KSB
merupakan masyarakat yang memiliki nilai solidaritas yang tinggi.
Kerukunan, kebersamaan, sikap gotong royong, dan rasa saling percaya
masih menjadi ciri khas setiap warga. Nilai-nilai dan pola bersikap tersebut
menjadi modal sosial yang perlu dikuatkan untuk mendukung keberhasilan
program pembangunan atau pemberdayaan bagi seluruh masyarakat.
Dalam implementasi PSE untuk pengembangan KBRT bahwa
keteraturan dan kerjasama usaha ekonomi KBRT belum berhasil dengan
baik. Hal tersebut sesuai dengan hasil laporan fasilitasi dan koordinasi PSE
di KSB (Bappeda 2011) yang menunjukkan bahwa masih cukup tingginya
KBRT yang belum mengembalikan pinjaman dana stimulus sesuai waktu
yang ditetapkan. Dengan demikian, dalam pelaksanaan PSE di KSB
terdapat kenyataan bahwa masih belum meratanya keberhasilan setiap RT
dalam mengembangkan KBRT. Pengembangan KBRT melalui PSE belum
3
mengalami perkembangan sesuai yang diharapkan.
Secara umum
implementasi PSE dalam mengembangkan KBRT belum berhasil dengan
baik disebabkan antara lain kurangnya pengembangan jaringan, lemahnya
pendampingan dan koordinasi antar-kelembagaan dalam implementasi
program. Oleh karena itu, penguatan modal sosial yang mencakup
kepercayaan, norma dan jaringan menjadi suatu hal yang penting untuk
dilakukan dalam KBRT. Hal tersebut menjadi penting untuk dilakukan
karena keberadaan KBRT sangat dibutuhkan sebagai proses pemberdayaan
masyarakat yang dapat mendorong terciptanya kesejahteraan pada seluruh
warga melalui peningkatan usaha produktif.
Pertanyaannya, bagaimana strategi pengembangan KBRT di KSB
melalui modal sosial?
Perumusan Masalah
Konsep modal sosial (social capital) menjadi salah satu komponen
penting untuk menunjang model pembangunan manusia karena dalam
model ini, manusia ditempatkan sebagai subjek penting yang menentukan
arah penyelenggaraan pembangunan.
Partisipasi dan kapasitas
mengorganisasikan diri menjadi penting agar masyarakat dapat berperan
dalam model pembangunan manusia. Kedua kapasitas tersebut baru bisa
berkembang bila ditunjang oleh modal sosial yang dimiliki masyarakat.
Demikian pula pada KBRT, keberadaan modal sosial menjadi penting
dalam implementasi program. Implementasi PSE tidak hanya semata-mata
mementingkan penyediaan bantuan modal ekonomi dan dana stimulan bagi
masyarakat melalui kelembagaan KBRT, namun juga menjaga
kesinambungan implementasi program tersebut dan dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Untuk mengetahui dan menganalisis pertanyaan utama yang telah
dibahas di atas, maka dapat ditarik beberapa pertanyaan spesifik dalam
kajian ini. Pertama, bagaimana kondisi modal sosial pada KBRT di
KSB? Inovasi kelembagaan ekonomi masyarakat melalui KBRT didesain
untuk dikembangkan pada seluruh RT yang ada di KSB. Artinya
keberhasilan program tersebut harus dapat dikembangkan dan dilaksanakan
secara merata oleh seluruh RT yang ada sesuai kondisi sosial dan nilai-nilai
budaya lokal yang mendukung berbagai program pengembangan
masyarakat di KSB.
Keberhasilan pelaksanaan PSE ditentukan oleh penerimaan
masyarakat dan berkembangnya KBRT yang dibentuk pada setiap RT.
Selain itu, ditentukan pula oleh kesadaran dan kemampuan RT dan pengurus
KBRT dalam mengelola dan mengembangkan program tersebut dalam suatu
sistem sosial ekonomi lokal masyarakat KSB. Dengan adanya PSE dan
keberadaan KBRT semestinya terjadi peningkatan usaha produktif pada
masyarakat. Penggunaan dana stimulus KBRT dalam usaha produktif yang
dilakukan oleh masyarakat penerima manfaat program merupakan salah satu
indikator keberhasilan implementasi PSE. Maka pertanyaan spesifik kedua
adalah bagaimana implementasi PSE pada usaha produktif KBRT di
4
KSB? Dalam implementasi PSE tidak cukup hanya keterlibatan pemerintah,
ketua RT dan masyarakat saja. Oleh karena dalam implementasi PSE
melalui bantuan dana stimulus kepada KBRT, perlu melibatkan stakeholderstakeholder pembangunan yang lainnya untuk berperan dalam proses
percepatan pembangunan daerah di KSB.
KBRT di KSB memiliki keragaan dalam proses pemberdayaan
anggota beserta masyarakat pada umumnya. KBRT perlu dikembangkan
untuk meningkatkan proses pemberdayaan masyarakat yang merupakan
bagian dari ikhtiar mewujudkan keberhasilan pembangunan KSB.
Sesungguhnya proses pembangunan yang dilaksanakan menyangkut pula
proses interaksi dan pembelajaran dimana modal sosial dihasilkan dan
digunakan secara terus menerus. Berdasarkan uraian tersebut, maka
pertanyaan spesifik ketiga adalah dilihat dan dikaji bagaimana keragaan
KBRT di KSB? Di sini akan mulai dikaji keragaan KBRT yang mencakup
pengelolaan dan pelayanan dalam penggunaan dana stimulus.
Tujuan Kajian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
tujuan diadakan kajian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis kondisi modal sosial pada KBRT di KSB;
2. Menganalisis implementasi PSE dalam usaha produktif KBRT di KSB;
3. Menganalisis keragaan KBRT di KSB; dan
4. Merumuskan strategi pengembangan KBRT di KSB melalui modal
sosial.
Manfaat Kajian
Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang
bermanfaat bagi berbagai pihak yang berminat maupun yang terkait dengan
PSE dan pihak yang terlibat dalam kegiatan KBRT, khususnya kepada:
1. Peneliti yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai modal sosial pada
KBRT.
2. Kalangan akademisi, dapat menambah literatur dalam mengkaji KBRT.
3. Kalangan non-akademisi, pemerintah dan swasta dapat bermanfaat
sebagai sebuah bahan pertimbangan dalam implementasi PSE dan
pengembangan KBRT.
Ruang Lingkup Kajian
Kajian dimaksudkan untuk merumuskan strategi pengembangan
KBRT melalui modal sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut akan
dilakukan kajian menganalisis kondisi modal sosial pada KBRT,
menganalisis implementasi PSE dalam usaha produktif KBRT, dan
menganalisis keragaan KBRT.
5
Untuk mencapai tujuan tersebut maka lingkup kajian ini adalah
sebagai berikut: (1) penggunaan metode dibatasi pada studi dokumen,
obervasi/dokumentasi lapangan, wawancara mendalam (indepth interview),
dan Focus Group Discussion (FGD); (2) rujukan yang digunakan dalam
kajian ini adalah dokumen Peraturan Bupati tentang PSE, Standart Operasi
dan Prosedur (SOP) tentang PSE untuk UMKM dan koperasi kerjasama
pemerintah KSB dengan perbankan, data KBRT, dan kebijakan pemerintah
daerah yang berkaitan dengan PSE; dan (3) analisa yang dilakukan berfokus
pada kondisi modal sosial pada KBRT, implementasi PSE dalam usaha
produktif KBRT, dan keragaan KBRT. Cakupan wilayah studi adalah KSB
dengan lokasi kajian di Desa Manemeng Kecamatan Brang Ene.
6
7
2 PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Modal Sosial
Fukuyama (1995) mendefinisikan modal sosial sebagai serangkaian
nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara
para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya
kerjasama diantara mereka. Modal sosial merupakan hubunganhubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas
dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dalam spektrum yang luas,
yaitu sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan
anggota
kelompok secara bersama-sama.
Modal sosial
sebagai
serangkaian nilai-nilai atau norma-norma yang diwujudkan dalam
perilaku yang dapat mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk
bekerjasama dan berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi besar
terhadap keberlanjutan produktivitas.
Secara lebih komperehensif Burt (1992) mendefinisikan modal
sosial adalah kemampuan masyarakat untuk melakukan asosiasi satu
sama lain dan selanjutnya menjadi kekuatan yang sangat penting bukan
hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga setiap aspek eksistensi
sosial yang lain. Sedangkan Putnam (2000) menyatakan bahwa modal
sosial mengacu pada esensi dari organisasi sosial, seperti trust, norma dan
jaringan sosial yang memungkinkan pelaksanaan kegiatan lebih
terkoordinasi, dan anggota masyarakat dapat berpartisipasi dan bekerjasama
secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan bersama, dan
mempengaruhi produktifitas secara individual maupun berkelompok.
Modal sosial mirip dengan bentuk-bentuk modal lainnya, dalam arti
modal sosial juga bersifat produktif. Modal sosial dapat dijelaskan sebagai
produk relasi manusia satu sama lain, khususnya relasi intim dan konsisten.
Modal sosial menunjukkan pada jaringan, norma, dan kepercayaan yang
berpotensi untuk produktivitas masyarakat. Namun demikian, modal sosial
berbeda dengan modal finansial, karena modal sosial bersifat kumulatif dan
bertambah dengan sendirinya (Putnam 2002). Karenanya, modal sosial
tidak akan habis jika dipergunakan, melainkan semakin meningkat.
Rusaknya modal sosial lebih sering disebabkan bukan karena dipakai,
melainkan karena ia tidak dipergunakan. Berbeda dengan modal manusia,
modal sosial juga menunjuk pada kemampuan orang untuk berasosiasi
dengan orang lain. Bersandar pada norma-norma dan nilai bersama, asosiasi
antar manusia tersebut menghasilkan kepercayaan yang pada gilirannya
memiliki nilai ekonomi yang besar dan terukur. Terkait ini ada tiga
parameter modal sosial, yaitu rasa percaya (trust), norma-norma (norms),
dan jaringan-jaringan (networks).
Hasil penelitian Alfiasari et al. (2009) yang menyoroti hubungan
modal sosial dan ketahanan pangan rumah tangga, apabila nilai-nilai
kepercayaan (trust), norma sosial, dan jaringan sosial yang ada di dalam
komunitas mampu dimanfaatkan secara optimal maka simpanan modal
8
sosial ini akan menguntungkan bagi kehidupan masyarakat termasuk dalam
memperbaiki kondisi ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan. Kemudian
lebih lanjut menjadi potensi dalam mengatasi ketidaktahanan pangan yang
muncul sebagai dampak dari kemiskinan.
Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007) mendefinisikan modal sosial
(social capital), merujuk pada aspek struktural sosial yang memudahkan
anggotanya memperoleh barang kebutuhannya.
Secara tegas,
operasionalisasi konsep modal sosial adalah konsep pembangunan yang
digerakkan oleh masyarakat. Lebih lanjut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto
menjelaskan bahwa menurut fungsi dasarnya, modal sosial dapat menjadi
sumber kontrol sosial. Secara khusus, di tingkat rumah tangga modal sosial
dapat menjadi pendukung efisiensi rumah tangga yang tinggi. Lebih jauh
lagi, modal sosial dapat digunakan anggota rumah tangga untuk
memperoleh tambahan pendapatan.
Woolcock (1998) mengajukan tiga dimensi dari modal sosial, yaitu:
bonding, bridging dan linking:
1. Modal sosial yang bersifat mengikat (bonding social capital) merujuk
pada hubungan antarindividu yang berada dalam kelompok primer atau
lingkungan ketetanggaan yang saling berdekatan. Komunitas-komunitas
yang menunjukkan kohesi internal yang kuat akan lebih mudah dan
lancar dalam berbagi pengetahuan;
2. Modal sosial yang bersifat menjembatani (bridging social capital)
adalah hubungan yang terjalin di antara orang-orang yang berbeda,
termasuk pula orang-orang dari komunitas, budaya, atau latar belakang
sosial ekonomi yang berbeda. Individu-individu dalam komunitas yang
mencerminkan dimensi modal sosial yang bersifat menjembatani akan
mudah mengumpulkan informasi dan pengetahuan dari lingkungan luar
komunitasnya dan tetap memperoleh informasi yang aktual dari luar
kelompoknya.
Tipe modal sosial ini menunjuk pada hubungan
antarindividu yang memiliki kekuasaan atau akses pada bisnis dan
hubungan sosial melalui kelompok-kelompok sekunder;
3. Modal sosial yang bersifat mengaitkan (linking social capital)
memungkinkan individu-individu untuk menggali dan mengelola
sumber-sumberdaya, ide, informasi, dan pengetahuan dalam suatu
komunitas atau kelompok pada level pembentukan dan partisipasi dalam
organisasi formal.
Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, modal sosial berperan
dalam peningkatan pertumbuhan dan pembangunan wilayah melalui
peningkatan penyediaan akses masyarakat terhadap ketersediaan modal,
pendidikan, kesehatan dan keamanan. Selain itu, tersediannya stok modal
sosial yang besar akan memfasilitasi terjadinya transaksi antar individu,
rumah tangga dan kelompok yang efisien melalui (1) tersediannya informasi
dengan biaya rendah; (2) terdapat kemudahan bagi semua pihak untuk
mencapai keputusan kolektif; (3) berkurangnya perilaku oportunistik dari
anggota masyarakat. Teori terkini juga menunjukkan bahwa sedikit
perubahan pada modal sosial dapat memberi efek yang signifikan dalam
perekonomian (Iyer et al. 2005) dikutip (Vipriyanti 2011). Selanjutnya
Turner dalam Dasgupta (2000) yang dikutip Lawang (2005) modal sosial
9
menunjuk pada kekuatan-kekuatan yang meningkatkan potensi untuk
perkembangan ekonomi dalam suatu masyarakat dengan menciptakan dan
mempertahankan hubungan sosial dan pola organisasi sosial.
Vipriyanti (2011) mengembangkan konsep modal sosial dengan
memberikan penekanan khusus pada hubungan kausal antara modal sosial
dan kesejahteraan ekonomi masyarakat serta kinerja ekonomi wilayah.
Modal sosial adalah rasa percaya dan kemampuan seseorang dalam
membangun jaringan kerja serta kepatuhannya terhadap norma yang berlaku
dalam kelompok maupun masyarakat di sekitarnya yang mana modal
tersebut memberi keuntungan untuk mengakses modal lainnya serta
memfasilitasi kerjasama inter dan antar kelompok masyarakat. Lebih lanjut
Vipriyanti menjelaskan bahwa modal sosial merupakan komplemen penting
dari konsep modal alamiah, fisik dan manusia. Berbeda dengan modal fisik,
modal sosial memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh modal lainnya
yakni (1) tidak habis karena digunakan, sebaliknya akan habis karena tidak
digunakan; (2) tidak mudah untuk diamati dan diukur; (3) sulit dibangun
melalui intervensi luar; (4) level dan tipe modal sosial yang tersedia untuk
individu sangat dipengaruhi oleh pemerintahan nasional maupun
pemerintahan daerah. Modal sosial terbangun dari adanya rasa saling
percaya, jaringan kerja dan norma yang kondusif. Rasa saling percaya akan
mengurangi biaya kontak, kontrak dan kontrol sehingga dapat meniadakan
biaya transaksi yang tinggi. Rasa saling percaya juga akan memudahkan
adanya jaringan kerja yang efisien dimana jaringan kerja sosial memberi
manfaat pada proses produktif dalam pembangunan ekonomi wilayah.
Hasil penelitian Suandi (2007) yang menyoroti hubungan modal sosial
dan kesejahteraan ekonomi keluarga di daerah pedesaan, modal sosial baik
secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh positif terhadap
tingkat kesejahteraan keluarga. Semakin tinggi tingkat modal sosial yang
dimiliki oleh keluarga maka tingkat kesejahteraannya semakin baik. Modal
sosial berperan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga baik dilihat dari
aspek peningkatan kesejahteraan dalam penyediaan akan produksi pangan,
non pangan maupun aspek investasi sumberdaya manusia melalui jaringan
kelompok sosial dan kelompok ekonomi. Besarnya peran modal sosial ini
dilihat dari tingkat keterlibatan anggota keluarga dalam kelompok produktif,
sosial dan kelompok lainnya yang berkembang di masyarakat. Sedangkan
hasil penelitian Pranadji (2006) yang menyoroti penguatan modal sosial
untuk pemberdayaan masyarakat pedesaan dalam pengelolaan
agroekosistem lahan kering, paling tidak ada tiga aspek yang menunjukkan
penguatan modal sosial, yaitu: terbentuknya kerjasama dan solidaritas
(kehesivitas), perluasan jaringan kerja (bermakna peningkatan skala kerja
atau jaringan ekonomi), dan peningkatan daya saing kolektif secara
berkelanjutan.
Selanjutnya dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2006),
yang menyoroti bagaimana pengaruh elemen modal sosial yakni
kepercayaan dan jaringan kerja dalam Koperasi RT, menyimpulkan bahwa
modal sosial berupa kepercayaan dan jaringan kerja sangat berkaitan dengan
kinerja kelembagaan Koperasi RT. Jalinan yang diikat dengan adanya nilainilai luhur, anggota dan pengurus merasa berada dalam satu sistem yang
10
berkaitan. Dalam hal jaringan kerja, dengan adanya jalinan kerjasama
dengan pihak lain pemupukan modal koperasi RT dapat meningkat sehingga
kepuasaan pelayanan yang dirasakan oleh anggota juga menjadi lebih
meningkat dan memungkinkan anggota dapat menggunakan modal tersebut
untuk modal usaha ekonomi produktif yang layak.
Modal sosial memiliki keterkaitan dengan suatu kinerja pemerintahan
karena ditunjukkan oleh keadaan sosial ekonomi masyarakat di wilayah
tersebut. Woolcock dan Narayan (2000) yang dikutip Vipriyanti (2011)
mengemukakan bahwa kinerja pemerintahan yang baik dan modal sosial
yang terbangun dengan kuat, tidak saja mewujudkan kesejahteraan ekonomi
namun juga kesejahteraan sosial. Kinerja pemerintahan yang baik jika tidak
disertai dengan modal sosial yang kuat akan berpeluang untuk terjadinya
konflik-konflik dalam masyarakat yang bersifat laten (Exlution) apalagi bila
kinerja pemerintahan buruk maka konflik tersebut akan muncul ke
permukaan. Terbangunnya modal sosial yang kuat namun tidak disertai
dengan kinerja pemerintahan yang baik akan mendorong terjadinya coping
sewaktu-waktu.
Masyarakat yang memiliki stok modal sosial tinggi dicirikan oleh
adanya rasa percaya, kerjasama, ikatan masyarakat, pertukaran informasi
yang kuat serta norma yang mengikat terhadap seluruh anggotanya untuk
mewujudkan harapan bersama dan menghindari sifat oportunistik individu.
Selain itu, adanya stok modal sosial juga akan terlihat dari tingginya
partisipasi masyarakat terhadap setiap kegiatan yang bertujuan untuk
kebaikan bersama. Kondisi tersebut mendorong terjadinya suatu proses
pembangunan yang beretika dan bermoral yang bertujuan untuk mencapai
keseimbangan melalui distribusi hasil-hasil pembangunan yang merata dan
berkelanjutan (Vipriyanti 2011).
Konsep dan Kebijakan Program Stimulus Ekonomi
Konsep Program Stimulus Ekonomi (PSE) yang termuat dalam
Peraturan Bupati Sumbawa Barat Nomor 5 Tahun 2010 menyebutkan
bahwa PSE adalah kebijakan pemerintah KSB untuk merangsang tumbuh
dan berkembangnya usaha ekonomi produktif di KSB yang dilaksanakan
dalam bentuk memberikan pinjaman modal kerja investasi kepada koperasi
dan kelompok UMKM yang sumber dananya berasal dari APBD Kabupaten
Sumbawa Barat.
Dasar hukum dan kebijakan implementasi PSE di KSB, yaitu sebagai
berikut (Bappeda 2011):
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang
perkoperasian;
2. Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 tentang
pelaksanaan kegiatan simpan pinjam oleh koperasi;
3. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor: 19/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang
pedoman pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi;
4. Peraturan Bupati Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 5 Tahun 2010
Tentang Program Stimulus Ekonomi untuk Koperasi dan Usaha Mikro
Kecil Menengah; dan
11
5. Perjanjian Kerjasama Kemitraan Pola Syariah Pemerintah Kabupaten
Sumbawa Barat dengan PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang
Mataram Kantor Unit Pelayanan Syariah Taliwang Nomor:
180/066/MoU/IV/2010; Nomor: 054/BMI/C-MTR/IV/2010 tentang
pengelolaan dana Program Stimulus Ekonomi Pemerintah Kabupaten
Sumbawa Barat.
Tujuan PSE Kerjasama Pemerintah KSB dengan Perbankan (Bappeda
2011) yaitu: (1) memperluas kesempatan kerja dan/atau peluang berusaha,
serta mengatasi pengangguran bagi masyarakat KSB; (2) merangsang
tumbuh dan berkembangnya koperai dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat; (3) meningkatkan efisiensi,
efektivitas dan produktivitas pengelolaan koperasi agar memberikan
manfaat dan/atau keuntungan yang optimal; dan (4) memperkuat peran dan
posisi koperasi dalam mendukung upaya perluasan kesempatan kerja
penumbuhan wirausaha baru dan pengentasan kemiskinan.
Manfaat PSE Kerjasama Pemerintah KSB dengan Perbankan
(Bappeda 2011) yaitu: (1) meningkatkan motivasi, sikap mental wirausaha,
kemampuan dan/atau keterampilan berusaha pelaku koperasi melalui
pemberdayaan oleh Pemerintah KSB; (2) tersedianya dana bagi perbankan
untuk koperasi yang difasilitasi dan/atau ditanggung resiko pelaksanaan
usaha ekonomi produktif oleh Pemerintah KSB; dan (3) tumbuh dan
berkembangnya usaha ekonomi produktif dalam bentuk koperasi yang dapat
meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di wilayah KSB.
Sasaran PSE sebagaimana yang termuat dalam Standar Operasi dan
Prosedur (SOP) tentang PSE Kerjasama Pemerintah KSB dengan Perbankan
(Disperindagkop dan UMKM 2010) yaitu: (1) tersalurnya dana stimulus
kepada koperasi atau kelompok yang memenuhi persyaratan; (2) tersalurnya
dana stimulus kepada anggota koperasi atau kelompok yang mempunyai
usaha produktif; (3) terwujudnya peningkatan modal kerja bagi usaha mikro,
kecil dan menengah yang bergerak di bidang pertanian, peternakan,
perikanan, industri, kerajinan / industri rumah tangga, pedagang kaki lima,
warung-warung kecil yang disalurkan oleh koperasi dalam bentuk pinjaman;
dan (4) terlaksananya program dan stimulus yang menjamin suksesnya
penyaluran, pemanfaatan, pengembalian serta terwujudnya peningkatan dan
pengembangan usaha ekonomi produktif masyarakat.
Koperasi Berbasis Rukun Tetangga
Koperasi Berbasis Rukun Tetangga merupakan koperasi yang
berbadan hukum koperasi dan didirikan di tingkat RT dengan minimal
keanggotaannya 20 orang serta pihak yang terlibat di dalamnya adalah
masyarakat RT. Pada dasarnya KBRT sama dengan koperasi lainnya yang
merupakan suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan
hukum koperasi yang bekerja sama atas dasar sukarela untuk kesejahteraan
anggota, hanya saja yang menjadi anggota, pengurus dan pengawas koperasi
adalah warga dari RT tersebut. Keberhasilan dan perkembangannya juga
sama dengan koperasi pada umumnya yaitu tergantung pada partisipasi
anggota baik berupa sumbang saran dalam pengambilan keputusan, maupun
12
dalam bentuk lainnya seperti sumbangan materi serta pemanfaatan jasa
koperasi oleh anggota.
KBRT pada prinsipnya sama dengan koperasi lainnya yaitu
berlandaskan pada pancasila dan UUD 1945 yang dijalankan berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang
perkoperasian. Dalam pelaksanaannya, KBRT memiliki perangkat koperasi
yang terdiri dari:
1. Rapat Anggota Koperasi yang merupakan kolektibilitas suara anggota
sebagai pemilik organisasi dan merupakan pemegang kekuasaan
tertinggi.
2. Pengurus Koperasi yaitu ketua, sekretaris, dan bendahara. Pengurus
memperoleh wewenang dan kekuasaan dari rapat anggota guna
memberikan manfaat kepada anggota koperasi. Tugas-tugas pengurus
sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
perkoperasian pasal 30 sebagai berikut: (1) mengelola koperasi dan
usahanya; (2) mengajukan rancangan program kerja serta rencana
pendapatan dan belanja koperasi; (3) menyelenggarakan rapat anggota;
(4) mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan
tugas; (5) menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris
secara tertib; dan (6) memelihara daftar buku anggota. Selain itu
pengurus juga memiliki wewenang yaitu mewakili koperasi di dalam
dan di luar pengadilan, memutuskan penerimaan dan penolakan anggota
baru serta pemberhentian anggota sesuai ketentuan dalam anggaran
dasar, melakukan tindakan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan
koperasi sesuai dengan tanggungjawabnya dan keputusan rapat anggota.
3. Pengawas Koperasi yang dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam
rapat anggota. Pengawas bertanggungjawab kepada rapat anggota.
Adapun yang menjadi tugas dan tanggung jawab pengawas yaitu: (1)
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan
pengelolaan koperasi; (2) membuat laporan tertulis tentang hasil
pengawasan; (3) meneliti catatan yang ada pada koperasi; dan (4)
mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dan pengawas harus
merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga.
Bagi koperasi yang masih baru tumbuh dan memiliki skala usaha kecil
seperti KBRT, maka perspektif ekonomi kelembagaan perlu mendapatkan
perhatian. Penekanan khusus diberikan pada hubungan kausal antara modal
sosial dan kesejahteraan ekonomi masyarakat serta kinerja ekonomi wilayah
dalam suatu aktivitas pembangunan daerah. Hanafiah (1990) dikutip
Santosa (2006) mengemukakan bahwa struktur sosial komunitas, nilai-nilai
dan norma komunitas yang terintegrasi dengan pengembangan dan
fungsionalisasi koperasi akan menciptakan: (1) kegiatan sosial ekonomi
komunitas yang melembaga; (2) peningkatan peran serta komunitas; dan (3)
peningkatan kemampuan dan kapasitas komunitas.
Hendar dan Kusnadi (2005) mengemukakan fungsi dan peranan
koperasi yang mencerminkan norma-norma / kaidah-kaidah yang berlaku
bagi bangsa Indonesia sebagai berikut: (1) alat untuk membangun dan
mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada umumnya
untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya; (2) alat untuk
13
mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat; (3) alat untuk
memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan
perekonomian nasional; dan (4) alat untuk mewujudkan dan
mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Swasono (2005) mendefinisikan koperasi adalah suatu lembaga sosial
ekonomi untuk menolong diri sendiri secara bersama-sama. Upaya ini dapat
tumbuh dari dalam masyarakat sendiri berkat munculnya kesadaran bersama
untuk pemberdayaan diri (self empowering), namun dapat pula ditumbuhkan
dari luar masyarakat sebagai pemberdayaan oleh agents of development,
baik oleh pemerintah, elit masyarakat maupun oleh organisasi-organisasi
kemasyarakatan, LSM dan lain-lain. Subandi (2011) mendefinisikan
koperasi adalah suatu perkumpulan yang didirikan oleh orang-orang yang
memiliki kemampuan ekonomi terbatas, yang bertujuan untuk
memperjuangkan peningkatan kesejahteraan ekonomi anggotanya.
Namun demikian wujud eksistensi dan tujuan pembentukan koperasi
pada dasarnya adalah sebagai lembaga usaha atau lembaga ekonomi yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota berdasarkan nilai-nilai
seperti kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan perhatian pada
sesama. Adapun nilai-nilai koperasi yang tertuang dalam prinsip-prinsip
koperasi yang dianut oleh koperasi di Indonesia, berdasarkan UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah: (1)
keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; (2) pengelolaan dilakukan secara
demokratis; (3) pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding
dengan besarnya usaha masing-masing anggota; (4) pemberian balas jasa
yang terbatas pada modal; (5) kemandirian; (6) pendidikan koperasi; dan (7)
kerjasama antar koperasi.
Sebagai sokoguru dan bagian integral dari tata perekonomian nasional,
koperasi mempunyai kedudukan dan peran yang sangat strategis dalam
menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat. Oleh karena
itu, koperasi secara bersama dan berdampingan dengan usaha negara dan
swasta harus mampu menjadi penggerak utama pembangunan dan dapat
berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, melalui pemerataan
kegiatan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta memperluas kesempatan
kerja dan lapangan kerja. Koperasi harus tumbuh menjadi badan usaha dan
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang sehat, tangguh, kuat, dan
mandiri, dan berfungsi sebagai wadah untuk menggalang ekonomi rakyat
(Soedjono et al. 1997).
Lebih lanjut Soedjono et al. (2003) menjelaskan bahwa landasan
sosial dan budaya koperasi di Indonesia adalah kekeluargaan dan kegotongroyongan sebagai modal sosial, yang memungkinkan masyarakat
bekerjasama. Nilai-nilai dan norma-norma kekeluargaan dan kegotongroyongan itu sebagai akar budaya Indonesia adalah bersesuaian dengan
nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam jati diri koperasi,
yakni untuk mengungkapkan solidaritas dan kesadaran berpribadi
mengungkapkan secara berimbang dan berkesinambungan.
Dalam sistem koperasi, dimana berlaku ketentuan baku untuk
mengendalikan tingkah laku para pelakunya. Ketentuan baku tersebut
14
adalah nilai-nilai yang dianut koperasi dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari jati dirinya. Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam prinsipprinsip koperasi yang digunakan sebagai pedoman dan pemandu kegiatan
koperasi sebagai perkumpulan maupun perusahaan. Dengan cara seperti itu
nilai-nilai akhirnya berkembang tidak hanya sebagai bagian dari sistem
koperasi itu sendiri, tetapi juga bagi orang-orang dalam koperasi. Karena
pengendali tersebut bersifat moral, koperasi (dan orang-orangnya) akan
kehilangan kepercayaan (trust) bilamana melakukan pelanggaran terhadap
nilai-nilai tersebut (Soedjono et al. 2003).
Krisnamurthi (1998) menyatakan setidaknya ada lima alasan mengapa
kegiatan usaha dilakukan dengan badan hukum berbentuk koperasi.
Pertama, karena koperasi merupakan perusahaan komunitas (community
enterprises).
Koperasi mempertahankan manfaat ekonomi dalam
masyarakat yang bersangkutan. Keuntungan tidak dibawa keluar oleh
kepentingan luar karena anggota koperasi adalah pemilik, dan keberadaan
koperasi adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak dapat
dipenuhi oleh bentuk usaha atau perusahaan lainnya. Kedua, koperasi
mendorong demokrasi (promote democracy). Setiap anggota dalam
koperasi mengembangkan modal bersama-sama, mengangkat pengurus, dan
menerima manfaat dari koperasi dengan prinsip persamaan dan pemerataan.
Pemecahan masalah dan kebijakan usaha juga diputuskan secara demokratis
melalui suatu mekanisme tertentu. Ketiga, koperasi mengembangkan pasar
yang terbuka. Keberadaan koperasi dengan melibatkan banyak anggota
mencegah pemusatan kekuatan ekonomi pada beberapa swasta tertentu.
Keempat, koperasi meningkatkan harkat hidup dan harga diri kemanusiaan.
Kelima, koperasi merupakan sistem untuk melakukan pembangunan,
terutama jika kegiatan komunitas dikembangkan dalam jaringan regional
dan nasional.
Pengembangan KBRT dilaksanakan sebagai upaya pemberdayaan
masyarakat di KSB. Sumodiningrat (1999) pemberdayaan masyarakat
diartikan sebagai suatu proses meningkatkan kemampuan atau kemandirian
masyarakat. Dalam kerangka pembangunan nasional, upaya pemberdayaan
masyarakat dapat dilihat dari sudut pandang (1) penciptaan suasana atau
iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang; (2) peningkatan
kemampuan masyarakat dalam membangun melalui berbagai bantuan dana,
pelatihan, pembangunan prasarana dan sarana baik fisik maupun sosial,
serta pengembangan kelembagaan di daerah; dan (3) perlindungan melalui
pemihakan kepada yang lemah untuk mencegah persaingan yang tidak
seimbang, dan menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan.
Selanjutnya Mardikanto dan Soebiato (2012) memberikan pengertian
pemberdayaan sebagai proses penguatan kapasitas. Penguatan kapasitas
yang dimaksud adalah penguatan kemampuan yang dimiliki oleh setiap
individu (dalam masyarakat), kelembagaan, maupun sistem atau jejaring
antar individu dan kelompok/organisasi sosial, serta pihak lain di luar sistem
masyarakatnya sampai di aras global.
Upaya pemberdayaan perlu
mengikutsertakan semua potensi yang ada pada masyarakat. Dalam
hubungan ini, pemerintah daerah harus mengambil peranan lebih besar
15
karena sebagai pihak yang paling mengetahui mengenai kondisi, potensi,
dan kebutuhan masyarakatnya.
Pengembangan Usaha Produktif
Sebagaimana yang termuat dalam Peraturan Bupati Sumbawa Barat
No. 5 Tahun 2010 usaha produktif adalah kegiatan ekonomi yang
berbasiskan usaha mikro kecil menengah yang merupakan milik orang
perorangan atau kelompok atau badan usaha yang berdiri sendiri yang
memenuhi kriteria usaha sebagaimana diatur dalam undang-undang. Dalam
hal ini usaha produktif yang dimaksud adalah usaha produktif yang
dikembangkan melalui dana stimulus ekonomi untuk KBRT.
Swasono (2005) menjelaskan bahwa kekuatan modal finansial dan
modal sosial harus dapat dikembangkan secara bersama sehingga dapat
berperan dalam menunjang pengembangan ekonomi rakyat termasuk Usaha
Kecil Menengah (UKM) dalam kerangka pembangunan ekonomi nasional.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa apabila kita bertekad untuk memacu
pembukaan lapangan kerja bagi rakyat, dengan cepat dan sekaligus
menghindari kelangkaan-kelangkaan modal dan sumber-sumber lain yang
membatasi kemampuan kita, maka pilihan kita haruslah mengembangkan
usaha-usaha kecil, terutama koperasi-koperasi dan usaha-usaha pengolahan
hasil-hasil pertanian (agroindustri dan agribisnis) sebagai upaya
pengembangan usaha ekonomi produktif di daerah. Usaha-usaha kecil
tersebut diusahakan untuk dapat melakukan proses pemberdayaan melalui
jaringan usaha, bantuan teknis dalam produksi, manajemen, finansial,
pemasaran dan entrepreneurship.
Pengembangan usaha-usaha produktif yang berbasiskan kepada
komunitas diharapkan dapat melibatkan berbagai stakeholders yang lain
(kelembagaan kolaboratif).
Terdapat beragam institusi dalam suatu
komunitas, meskipun sangat sedikit jumlahnya, yang bergerak dalam usahausaha produktif berbasis pada komunitas dan telah melembaga baik di
sektor pertanian maupun nonpertanian. Jejaring kelembagaan kolaboratif
yang dikembangkan harus mampu menjalin hubungan berdasarkan prinsip